Menurut Purnomo (2001) Sistem otot adalah sistem tubuh yang memiliki fungsi
seperti untuk alat gerak, menyimpan glikogen dan menentukan postur tubuh. Terdiri atas
otot polos, otot jantung dan otot rangka. Otot merupakan alat gerak aktif yang mampu
menggerakkan tulang, kulit dan rambut setelah mendapat rangsangan.
Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu :
1. Kontraktibilitas : kemampuan untuk berkontraksi / memendek
2. Ekstensibilitas : kemampuan untuk melakukan gerakan kebalikan dari gerakan
yang ditimbulkan saat kontraksi
3. Elastisitas : kemampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah
berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula otot disebut dalam keadaan
relaksasi.
2.1 Jenis otot
Menurut Trijoko (1990) jenis-jenis otot dibedakan menjadi :
1. Otot lurik
Nama lain : otot rangka, otot serat lintang (musculus striated) atau otot
involunter
Struktur : serabut panjang, berwarna/lurik dengan garis terang dan
gelap, memiliki inti dalam jumlah banyak dan terletak dipinggir
Kontraksi : menurut kehendak kita (dibawah kendali sistem syaraf
pusat), gerakan cepat, kuat, mudah lelah dan tidak beraturan
2. Otot Polos
Nama lain : otot alat-alat dalam / visceral / musculus nonstriated / otot
involunter
Struktur : bentuk serabut panjang seperti kumparan, dengan ujung
runcing, dengan inti berjumlah satu terletak dibagiann tengah.
Kontraksi : tidak menurut kehendak atau diluar kendali sistem saraf
pusat, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah.
3. Otot jantung
Nama lain: Myocardium atau musculus cardiata atau otot involunter
struktur : Bentuk serabutnya memanjang, silindris, bercabang. Tampak
adanya garis terang dan gelap. memiliki satu inti yang terletak di tengah
Kontraksi: tidak menurut kehendak, gerakan lambat, ritmis dan tidak
mudah lelah.
2.2 Jaringan Otot
Jaringan otot tersusun atas sel-sel otot. Jaringan ini berfungsi melakukan
pergerakan pada berbagai bagian tubuh. Jaringan otot dapat berkontraksi karena di
dalamnya terdapat serabut kontraktil yang disebut miofibril. Miofibril tersusun atas
miofilamen atau protein aktin dan protein miosin. Kurang lebih 40% berat tubuh
mamalia merupakan jaringan otot. Jaringan otot dapat dibagi menjadi jaringan otot
polos, otot lurik (seran lintang), dan otot jantung (Moekti A, 1997).
a. Jaringan Otot Polos
Otot polos mempunyai serabut kontraktil yang tidak memantulkan cahaya
berselang-seling, sehingga sarkoplasmanya tampak polos dan homogen. Otot polos
mempunyai bentuk sel seperti gelendong, bagian tengah besar, dan ujungnya
meruncing. Dalam setiap sel otot polos terdapat satu inti sel yang terletak di tengah dan
bentuknya pipih (Purnomo, 2001).
Aktivitas otot polos tidak dipengaruhi oleh kehendak kita (otot tidak sadar)
sehingga disebut otot involunter dan selnya dilengkapi dengan serabut saraf dari sistem
saraf otonom. Kontraksi otot polos sangat lambat dan lama, tetapi tidak mudah lelah.
Otot polos terdapat pada alat-alat tubuh bagian dalam sehingga disebut juga otot visera.
Misalnya pada pembuluh darah, pembuluh limfa, saluran pencernaan, kandung kemih,
dan saluran pernapasan. Otot polos berfungsi memberi gerakan di luar kehendak,
misalnya gerakan zat sepanjang saluran pencernaan. Selain itu, berguna pula untuk
mengontrol diameter pembuluh darah dan gerakan pupil mata (Suwarni, 1990).
b. Jaringan Otot Lurik atau Jaringan Otot Rangka
Otot lurik mempunyai serabut kontraktil yang memantulkan cahaya berselang-
seling gelap (anisotrop) dan terang (isotrop). Sel atau serabut otot lurik berbentuk
silindris atau serabut panjang. Setiap sel mempunyai banyak inti dan terletak di bagian
tepi sarkoplasma. Otot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga disebut
otot volunter dan selnya dilengkapi serabut saraf dari sistem saraf pusat. Kontraksi otot
lurik cepat tetapi tidak teratur dan mudah lelah. Otot lurik disebut juga otot rangka
karena biasanya melekat pada rangka tubuh, misalnya pada bisep dan trisep. Selain itu
juga terdapat di lidah, bibir, kelopak mata, dan diafragma. Otot lurik berfungsi sebagai
alat gerak aktif karena dapat berkontraksi secara cepat dan kuat sehingga dapat
menggerakkan tulang dan tubuh (Sudjino, 2003).
c. Jaringan Otot Jantung
Otot jantung berbentuk silindris atau serabut pendek. Otot ini tersusun atas serabut
lurik yang bercabang-cabang dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Setiap sel
otot jantung mempunyai satu atau dua inti yang terletak di tengah sarkoplasma. Otot
jantung bekerja di luar kehendak (otot tidak sadar) atau disebut juga otot involunter dan
selnya dilengkapi serabut saraf dari saraf otonom. Kontraksi otot jantung berlangsung
secara otomatis, teratur, tidak pernah lelah, dan bereaksi lambat. Dinamakan otot
jantung karena hanya terdapat di jantung. Kontraksi dan relaksasi otot jantung
menyebabkan jantung menguncup dan mengembang untuk mengedarkan darah ke
seluruh tubuh. Ciri khas otot jantung adalah mempunyai diskus interkalaris, yaitu
pertemuan dua sel yang tampak gelap jika dilihat dengan mikroskop (Suwarni, 1990).
2.3 Kelainan otot
Menurut Sudjino (2003) Kelainan otot dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Atrofi otot, merupakan penurunan fungsi otot karena otot mengecil atau karena
kehilangan kemampuan berkontraksi, misalnya lumpuh.
2. Distorsi otot, penyakit ini diperkirakan merupakan penyakit genetis dan bersifat
kronis pada otot anak-anak.
3. Hipertrofi otot, merupakan kelainan otot yang menyebabkan otot menjadi lebih
besar dan lebih kuat karena sering digunakan, misalnya pada binaragawan.
4. Hernia abdominal, kelainan ini terjadi apabila dinding otot abdominal sobek dan
menyebabkan usus melorot masuk ke rongga perut.
5. Kelelahan otot, karena kontraksi secara terus-menerus menyebabkan kram atau
kejang.
6. Tetanus, merupakan penyakit yang menyebabkan otot menjadi kejang karena
bakteri tetanus.
Otot manusia bekerja dengan cara berkontraksi sehingga otot akan memendek,
mengeras dan bagian tengahnya menggelembung ( membesar ). Karena memendek
maka tulang yang dilekati oleh otot tersebut akan tertarik atau terangkat. Kontraksi satu
macam otot hanya mampu untuk menggerakkan tulang kesatu arah tertentu. Agar tulang
dapat kembali ke posisi semula, otot tersebut harus mengadakan relaksasi dan tulang
harus ditarik ke posisi semula. Untuk itu harus ada otot lain yang berkontraksi yang
merupakan kebalikan dari kerja otot pertama. Jadi, untuk menggerakkan tulang dari
satu posisi ke posisi yang lain, kemudian kembali ke posisi semula diperlukan paling
sedikit dua macam otot dengan kerja yang berbeda (Sudjino, 2003).
Berdasarkan cara kerjanya, otot dibedakan menjadi otot antagonis dan otot sinergis.
otot antagonis menyebabkan terjadinya gerak antagonis, yaitu gerak otot yang
berlawanan arah. Jika otot pertama berkontraksi dan otot yang kedua berelaksasi,
sehingga menyebabkan tulang tertarik / terangkat atau sebaliknya. Otot sinergis
menyebabkan terjadinya gerak sinergis, yaitu gerak otot yang bersamaan arah. Jadi
kedua otot berkontraksi bersama dan berelaksasi bersama (Purnomo. 2001).
Sifat kerja otot dibedakan menjadi dua, yaitu :
A. Antagonis Otot
Antagonis adalah dua otot atau lebih yang tujuan kerjanya berlawanan. Jika otot
pertamaberkontraksi dan yang kedua berelaksasi, akan menyebabkan tulang tertarik atau
terangkat. Sebaliknya,jika otot pertama berelaksasi dan yang kedua berkontraksi akan
menyebabkan tulang kembali ke posisisemula. Contoh otot antagonis adalah otot bisep dan
trisep (Trijoko, 1990).
Otot bisep adalah otot yang memiliki duaujung (dua tendon) yang melekat pada
tulang dan terletak di lengan atas bagian depan. Otot trisep adalah otot yang memiliki tiga
jung (tiga tendon) yang melekat pada tulang, terletak di lengan atasbagian belakang. Untuk
mengangkat lengan bawah, otot bisep berkontraksi dan otot trisep berelaksasi.Untuk
menurunkan lengan bawah, otot trisep berkontraksi dan otot bisep berelaksasi.
Menurut Suwarni (1990) Antagonis juga adalah kerja otot yang kontraksinya
menimbulkan efek gerak berlawanan, contohnya adalah:
1. Ekstensor (meluruskan) dan fleksor (membengkokkan), misalnya otot trisep dan
otot bisep.
2. Abduktor (menjauhi badan) dan adductor (mendekati badan) misalnya gerak
tangan sejajar bahu dansikap sempurna.
3. Depresor (ke bawah) dan adduktor ( ke atas), misalnya gerak kepala merunduk
dan menengadah.
4. Supinator (menengadah) dan pronator (menelungkup), misalnya gerak telapak
tangan menengadahdan gerak telapak tangan menelungkup.
B. Sinergis
Sinergis juga adalah otot-otot yang kontraksinya menimbulkan gerak searah.
Contohnya pronatorteres dan pronator kuadratus (Otot yang menyebabkan telapak
tngan menengadah atau menelungkup). Otot sinergis adalah dua otot atau lebih yang
bekerja bersama sama dengan tujuan yang sama. Jadi,otot-otot itu berkontraksi bersama
dan berelaksasi bersama. Misalnya, otot -otot antar tulang rusukyang bekerja bersama
ketika kita menarik napas, atau otot pronator, yaitu otot yang menyebabkantelapak
tangan menengadah atau menelungkup. Gerakan pada bagian tubuh, umumnya
melibatkan kerja otot, tulang, dan sendi. Apabila otot berkontraksi, maka otot akan
menarik tulang yang dilekatinya sehingga tulang tersebut bergerak pada sendi yang
dimilikinya (Purnomo, 2001).
Mekanisme Gerak Otot dan Sumber Energi
Menurut Sudjino (2003) Secara makroskopis gumpalan otot memiliki ujung-ujung
otot yang disebut tendon. Di antara dua tendon terdapat bagian pusat otot yang yang
disebut belli. Bagian ini memiliki kemampuan berkontraksi. Ujung ujung otot melekat
pada tulang dengan dua tipe perlekatan, yaitu origo dan insersio.
a. Ujung otot (tendon) yang melekat pada tulang-tulang yang posisinya tetap atau
sedikit bergerak saat otot berkontraksi disebut origo.
b. Ujung otot (tendon) yang melekat pada tulang-tulang yang mengalami perubahan
posisi saat otot berkontraksi disebut insersio.
Secara mikroskopis otot lurik tampak tersusun atas garis-garis gelap dan terang
seperti terlihat pada Gambar 4.20. Penampakan tersebut disebabkan adanya miofibril.
Setiap miofibril tersusun atas satuan kontraktil yang disebut sarkomer. Sarkomer
dibatasi dua garis Z (perhatikan gambar). Sarkomer mengandung dua jenis filamen
protein tebal disebut miosin dan filamen protein tipis disebut aktin. Kedua jenis filamen
ini letaknya saling bertumpang tindih sehingga sarkomer tampak sebagai gambaran
garis gelap dan terang. Daerah gelap pada sarkomer yang mengandung aktin dan miosin
dinamakan pita A, sedangkan daerah terang hanya mengandung aktin dinamakan zona
H. Sementara itu, di antara dua sarkomer terdapat daerah terang yang dinamakan pita I
(Suwarni, 1990).
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling menggelincir satu
sama lain. Akibatnya zona H dan pita I memendek, sehingga sarkomer pun juga
memendek. Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai membentuk miogen
yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot berkontraksi
sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak. Jika otot dirangsang berulang-ulang
secara teratur dengan interval waktu yang cukup, otot akan berelaksasi sempurna di
antara 2 kontraksi. Namun jika jarak rangsang singkat, otot tidak berelaksasi melainkan
akan berkontraksi maksimum atau disebut tonus. Jika otot terus-menerus berkontraksi,
disebut tetanus (Purnomo, 2001).
Saat berkontraksi, otot membutuhkan energi dan oksigen. Oksigen diberikan oleh
darah, sedangkan energi diperoleh dari penguraian ATP (adenosin trifosfat) dan
kreatinfosfat. ATP terurai menjadi ADP (adenosin difosfat) + Energi. Selanjutnya, ADP
terurai menjadi AMP (adenosin monofosfat) + Energi. Kreatinfosfat terurai menjadi
kreatin + fosfat + energi. Energienergi ini semua digunakan untuk kontraksi otot.
Pemecahan zat-zat akan menghasilkan energi untuk kontraksi otot berlangsung dalam
keadaan anaerob sehingga fase kontraksi disebut juga fase anaerob.
Energi yang membentuk ATP berasal dari penguraian gula otot atau glikogen yang
tidak larut. Glikogen dilarutkan menjadi laktasidogen (pembentuk asam laktat) dan
diubah menjadi glukosa (gula darah) + asam laktat. Glukosa akan dioksidasi
menghasilkan energi dan melepaskan CO2 dan H2O. Secara singkat proses penguraian
glikogen sebagai berikut. Proses penguraian glikogen terjadi pada saat otot dalam
keadaan relaksasi. Pada saat relaksasi diperlukan oksigen sehingga disebut fase aerob
(Sudjino. 2003).
Neuromuscular Junction adalah tempat bertemunya saraf motorik dengan otot yang
akan mentransfersikan sinyal dari otak yang memerintahkan otot untuk berkontraksi atau
berelaksasi. Pada neuromuscular junction terdapat sinaps, yaitu sinaps knob. Di dalam
Sinaps knob terdapat sinaps vesicle yang mengandung asetilkolin berfungsi sebagai
neurotransmitter. Mekanisme umum kerja pada Neuromuscular Junction
Natrium fast influx
Ion Ca kembali
Fenomena Pada Kontraksi Otot
— Tetanus tidak sempurna adalah kondisi pada otot dimana stimulus diberikan secara
cepat tetapi masih terdapat sedikit relaksasi diantara dua stimuli
— Tetanus sempurna adalah kondisi otot dimana stimuli diberikan dengan cepat sehingga
otot tidak memiliki kesempatan untuk relaksasi diantara dua stimuli.
— Fatigue atau kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana menurunnya iritabilitas otot
yang ditandai oleh menurunnya kemampuan otot berkontraksi
Potensial aksi pada syaraf motorik sampai ke neuromuscular junction
Sekresi vesicle melepaskan asetilkolin
Gated channel pada membran otot terbuka, menyebabkan ion Na+ masuk kedalam serat otot (potensial aksi)
Depolarisasi, Ion Ca dilepaskan
Atraksi/pengikatan aktin dan miosin, sliding
Kontraksi berhenti, relaksasi
— Kontraksi tunggal (single contraction= twitch contraction) adalah satu bentuk kontraksi
otot akibat dari satu stimulus yang dikenakan pada otot. Kurva kontraksi tunggal berbentuk
kurva normal yg terdiri dari periode kontraksi dan periode relaksasi. Bila stimulus kedua
diberikan pada otot setelah otot relaksasi, maka akan terjadi kontraksi tunggal kedua.
— Kontraksi sumasi (penjumlahan kontraksi) adalah satu bentuk kontraksi otot yang
dihasilkan dari pemberian lebih dari satu stimulus kepada otot, dimana stimulus kedua
diberikan pada periode relaksasi. Stimulus kedua ini akan menghasilkan puncak kontraksi
kedua di atas puncak kontraksi pertama.
— Treppe atau Stair-case phenomenon adalah fenomena dimana kemampuan kontraksi
otot yang semakin meningkat akibat dari pemberian stimuli satu-dua kali per detik dengan
kekuatan stimuli yang konstan.
— Rigor Mortis merupakan suatu fenomena pada kontraksi otot, yaitu kekakuan otot yang
terjadi pada mayat setelah relaksasi primer. Rigor mortis tidak hanya dijumpai pada
manusia saja. Peristiwa ini juga terjadi pada hewan invertebrata dan vertebrata.
RIGOR MORTIS
1. Pengertian Umum Rigor Mortis
Rigor Mortis merupakan suatu fenomena kontraksi otot yang terjadi pada mayat.
Fenomena ini tidak hanya terjadi pada manusia tapi juga pada hewan vertebrata maupun
invertebrata. Rigor mortis adalah kejadian pada otot yang mengalami kekakuan setelah
relaksasi primer. Hal ini terjadi karena habisnya ATP dalam otot yang merupakan energi
utama sehingga menyebabkan ion Ca tidak lagi dapat kembali kedalam retikulum
sarkoplasma.
Proses rigor mortis mulai terjadi pada saat setelah kematian yang segera diikuti
oleh relaksasi muskuler secara total yang dikenal dengan primary muscular flaccidity.
Tepat setelah kematian mayat masih dapat bereaksi terhadap rangasangan kejut dari listrik
ataupun mekanis, reaksi ini disebut reaksi supravital. Bersamaan dengan menghilangnya
reaksi supravital rigor mortis pun muncul secara serentak pada semua otot. Baik otot
volunter maupun involunter. Rigor mortis lebih nampak muncul pada otot-otot kecil
terlebih dahulu kemudian otot besar dengan arah menyebar dari atas ke bawah.
Rigor mortis yang belum sempurna (belum mencapai kekakuan maksimal) bila
dibengkokan akan membengkok dan kaku pada posisi akhir. Akan tetapi jika rigor mortis
sudah sempurna, mencapai kekakuan yang maksimal maka akan susah untuk
dibengkokkan karena melawan kekuatan dari rigor mortis tersebut yang telah mencapai
batas maksimal. Jika ada tenaga yang besar maka akan menyebabkan robeknya otot atau
dapat dikatakan rigor telah “putus”, jika ini terjadi rigor mortis tak dapat terjadi lagi
setelah dipatahkan oleh kekuatan besar tadi.
Tabel 3.1 Alokasi waktu terjadinya rigor mortis
Sumber: www.forensicpathology.webs.com
Waktu yang dibutuhkan untuk proses rigor mortis pada setiap individu berbeda. Tapi pada
umunya antara 3 sampai dengan 6 jam setelah kematian.
Ada beberapa cara untuk menentukan terjadinya rigor mortis Cara pertama dengan
pemeriksaan secara manual, dimana diperiksa sendi mana saja yang sudah kaku, berapa
kekuatannya, sempurna atau tidak. Diperiksa dengan cara memfleksikan atau membuat
ekstensi persendian, karena tidak ada patokan yang jelas maka pemeriksaan ini bersifat
subyektif, sehingga diperlukan waktu yang cukup dan berhati-hati dalam memeriksanya.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk melihat terjadinya rigor mortis adalah
dengan menggunakan mikroskop elektron. Pemeriksaan otot rangka dengan menggunakan
mikroskop elektron menujukan adanya gambaran granul-granul kecil yang menempel pada
aktin dan miosin (terutama jelas pada aktin) pada batas antara pita (band) A dan I.
Secara kronologis perubahan penampakan otot dengan mikroskop elektron adalah
sebagai berikut:
a. Rigor mortis baru terbentuk (3 jam post mortem), terdapat gambaran granul pada batas
pita A dan I.
b. Rigor mortis sudah sempurna (6 – 12 jam post mortem), granul pada pita A makin jelas,
pada pita H (miosinsaja) muncul granul yang sama.
c. 24 jam post mortem, granul pada pita A masih jelas, teta[I yang pada pita H sudah
menghilang.
d. 48 jam post mortem, granul sudah menghilang seluruhnya, sebagian miofibril aktin
sudah menghilang karena pembusukan. Granul troponin ini merupakan tanda khas rigor
mortis.
Rigor mortis dapat menjadi petunjuk kasar dalam memperkiraan kematian. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi rigor mortis yaitu faktor endogen lainnya dan faktor
lingkungan. Rigor mortis ini terjadinya relatif lebih cepat pada anak/bayi dan orang tua,
sedangkan pada remaja dan dewasa sehat rigor mortis berlangsung lambat.
Pemeriksaan Diagnostik
sinar-x
tulang àkepadatan tul,.tekstur, erosi dan hub.tul (tulang)
sendi àcairan, iregular, penyempitan & struktur sendi
ct-scan
menunjukkan rincian bid.tertentu, deteksi tumor jar.lunak/cedera ligamen/tendon
mri (magnetic resonance imaging)
noninvasif, use medan magnet, gel.radio,komputer à tumor,penyempitan.
angiografi
Ö pemeriksaan sistem arteri, à u/ mengkaji perfusi arteri
Ö setelah tindakan klien rest 12 - 24 jam mencegah perdarahan pd tempat penusukan
Ö pantau tv, t4 tusukan, pembengkakan, hematom,
perdarahan, ekstr. distal sirkulasi adekuat ?
dsa (digital substraction angiografi)
Ö melihat sistem arteri melalui kateter vena
venogram
Æ u/ mendeteksi trombosisi vena
mielografi
Ö suntik bhn kontras ke subarakhnoid,spinal lumbal
Ö deteksi herniasi diskus, stenosis spinal, tumor
diskografi
pemeriksaan diskus vertebra dgn suntikan kontras kmd dilihat distribusinya
artrogarfi
suntikn radiopague (udara) ke sendi u/ deteksi struktur jar.lunak dan kontur sendi
artrosentesis
Ö aspirasi sendi : cairan sinovial u/pemeriksaan, menghilangkan nyeri akibat efusi cairan sinovial
Ö normal : jernih, pucat berwarna jerami, vol. sedikit.
biopsi
menentukan struktur & komposisi tul,.otot,sinovium
artroskopi
prosedur endoskopis : melihat langsung sendi
skintigrafi
pemindai tulang dilakukan setelah 4 - 6 jam injeksi isotop
à deteksi ambilan nuklida o/metab. tulang
termografi
mengukur derajat pancaran panas dari kulit
elektromiografi
Öjarum ditusuk pada otot tertentu u/melihat potensial listrik otot &saraf yang mempersarafi.
Ökompres hangat bisa mengurangi rasa tak nyaman setelah tindakan
absorpsiometri tunggal & ganda
noninvasif u/ menentukan kandungan mineraltulang pada pergelangan tangan atau vertebra
arthrography
memberikan visualisasi radiografik setelah udara & media kontras dimasukan ke sendi. berguna u/ melihat ligamen & kartilago, yg tidak bisa mll sinar-x
analisis cairan sinovial
cairan sinovial diambil dengan arum besar, kemudian dianalisis terhadap penyakit sendi yaitu sepsis, perdarahan, inflamasi, & noninflamasi
Top Related