New Media & Sport Communication:
Telaah Konsolidasi Piala Dunia dalam Ruang Virtual
Pendahuluan
Piala dunia menjadi ajang sepakbola
bergengsi di berbagai penjuru dunia. Mulai dari
buruh, petani, nelayan, direktur, karyawan semua
terkonsentrasi pada ajang sepakbola empat
tahunan itu. Masing-masing secara bersama-
sama mendukung tim pilihannya, sekaligus
sendiri-sendiri mengidolakan pemain-pemainnya.
Dalam perhelatan piala dunia, tidak
hanya antar negara yang dilibatkan. Para audien
dan dunia industri juga terlibat aktif bahkan
menjadi “pemain” dalam kompetisi bergengsi
tingkat dunia itu. FIFA sebagai penyelenggara
dan pengelola sepakbola dunia turut ambil peran.
Konsolidasi antara negara peserta piala dunia,
audien penggemar sepakbola dan pelaku-pelaku
industri dijembatani dengan berbagai cara
termasuk melalui kecanggihan new media.
Jauh sebelum lahir dan hadirnya new
media, dalam mensosialisasikan ajang piala
dunia, FIFA merangkul industri media massa baik
cetak maupun elektronik. Dimana keduanya
terbatas pada ruang dan waktu. Artinya, produksi
konten serta konsolidasi yang dirintis terbatas
pada lokalitas negara penyelenggara termasuk
negara peserta piala dunia. Namun demikian,
dalam perkembangannya, FIFA meluncurkan
website www.fifa.com. Melalui situs ini, FIFA
mencoba menjembatani relasi ketiga aktor,
negara peserta piala dunia, publik atau audien
sepakbola serta pasar atau pelaku-pelaku
industri.
Tulisan ini mencoba mengeksplorasi
tentang apa yang dilakukan oleh FIFA dalam situs
www.fifa.com. Bagaimana penggunaan dan
interaktivitas situs www.fifa.com baik oleh
pengelola fifa, audien atau penonton serta pelaku
industri? Lalu bagaimana empowerment fifa.com
dalam ajang piala dunia? Hal tersebut menjadi
benang merah dalam tulisan ini.
Ruang Virtual dan Masyarakat Jaringan
Ruang virtual lahir dan hadir
menghubungkan antar aktor. Ia tidak bergantung
pada ruang dan waktu. Ruang virtual merupakan
ruang yang memungkinkan antar aktor terhubung
secara jaringan. Ruang virtual ini dihantarkan oleh
teknologi bernama new media.
New media dalam arti teknologi meliputi
segala bentuk konten media berupa data, teks,
suara, gambar, video yang terkombinasi dan
terintegrasi serta terdistribusikan secara lintas
jaringan (Terry Flew, 2014: xviii) Selain memiliki
kekuatan daya jangkau yang luas, new media
juga memiliki kemampuan mengubah, mengolah
dan memodifikasi konten-konten yang masuk
kedalam ruang virtual. Proses digitalisasi ini yang
kemudian oleh Vincent Mosco dimaknai sebagai
transformasi komunikasi.
New media expand opportunities to commodify content because they are fundamentally grounded in the process of digitization, which refers specificially to the transformation of communication, including data, words, images, motion pictures, and sound, into a common language (Vincent Mosco, 1996: 135)
Transformasi komunikasi ini berbanding
lurus dengan era perkembangan teknologi
digital. Pada era ini, sumber produksi tidak lagi
ditopang oleh kekuatan energi layaknya pada era
industri melainkan bertumpu pada kekuatan
teknologi komunikasi dan proses informasi. Dalam
terminologi Manuel Castells dikenal istilah era
informasi.
Perubahan era ini mendorong lahirnya
sebuah tatanan masyarakat baru yang terkoneksi
lintas jaringan. Mengenai hal ini Van Dijk (2006)
membahas secara lebih detail tentang
masyarakat jaringan dalam bukunya The Network
Society. Van Dijk membandingkan antara
karakteristik masyarakat massa dan masyarakat
jaringan. Dalam kacamata Van Dijk masyarakat
massa cenderung mengutamakan sisi kolektivitas
grup atau organisasi sedangkan dalam
masyarakat jaringan terfokus pada sisi
individualitas yang terhubung secara jaringan. Hal
ini yang kemudian membedakan keduanya
menjadi homogen pada masyarakat massa dan
heterogen pada masyarakat jaringan. (Van Dijk,
2006: 33)
Mengenai daya jangkau, karakteristik
daya jangkau masyarakat massa hanya terbatas
lokal dengan sentralisasi tinggi, sementara
karakteristik masyarakat jaringan menawarkan
dimensi yang lebih mengglobal dengan
sentralisasi yang cukup rendah. Demikian pula
dengan tipe komunitas, masyarakat massa
memiliki tipe komunitas yang bergantung pada
fisik, bersifat kesatuan dengan tipe komunikasi
face to face communication. Lain halnya dengan
karakteristik masyarakat jaringan yang bertumpu
pada tipe komunitas virtual dengan beragam
macam bentuk dengan tipe komunikasi yang
termediasi.
Perangkat digital memudahkan mediasi
antara realitas empirik dan realitas virtual. Lebih
tepatnya memediasi ulang (remediation).
Setidaknya gagasan ini dipaparkan oleh Jay
David Bolter & Richard Grusin. Lebih jauh Bolter
dan Grusin menekankan bahwa proses remediasi
akan lebih agresif lewat perantara digital yang
dalam hal ini ruang virtual.(Jay David Bolter &
Richard Grusin,2000:46)
Remediasi digital ini kemudian
melahirkan komunitas-komunitas virtual.
Komunitas virtual yang terhubung secara jaringan
ini memungkinkan antar individu bertukar
informasi, data, gambar, video dan lain
sebagainya. Dalam komunitas virtual, tipe
interaksi bergeser dari empirik nyata ke virtual
maya. Mengenai komunitas virtual ini, Benedict
Anderson mengemukakan tentang keterhubungan
antar individu yang membayangkan tentang lahir
dan hadirnya komunitas virtual. Tidak hanya itu,
komunitas virtual ini turut membayangkan tentang
kedekatan dan kebersamaan mereka didalam
ruang virtual meskipun tidak berada didalam
ruang dan waktu yang sama. Lahir dan hadirnya
komunitas-komunitas virtual secara tidak
langsung mengubah cara berinteraksi antar
manusia di seluruh penjuru dunia. Interaksi dalam
new media dapat terjalin kapanpun dan
dimanapun, lintas batas ruang dan waktu.
Berkaitan dengan hal itu, Jane Burns
dalam kajiannya mengenai new media
mengungkapkan bahwa sisi lain new media,
selain menghubungkan antar individu melalui
jaringan virtual juga membuka peluang bagi para
pengguna untuk berinteraksi dan berkreativitas
didalamnya. Lebih jauh Jane Burns
menambahkan bahwa new media juga
memberikan ruang bagi para pengguna untuk
melakukan empowerment atau gerakan
pemberdayaan. Empowerment didalam ruang
virtual dapat bertujuan kembali ke dalam virtual
maya, namun berpeluang juga menjadi
empowerment dengan tujuan-tujuan kerja empirik
nyata.
Mengenai hal ini, lebih jauh Jane Burns
mengungkapkan tentang beberapa dimensi yang
berkaitan dengan new media yaitu connected and
creative atau konektivitas, dan kreativitas serta
empowerment atau pemberdayaan (Jane Burns,
Philippa Collin et.al, 2013:3). Sejalan dengan itu,
tulisan ini mengadopsi karya Jane Burns tersebut
menjadi tiga poin; Pertama, penggunaan (uses),
Kedua, interaktivitas (interactivity)¸ dan Ketiga,
pemberdayaan (empowerment). Uses,
mengekplorasi tentang bagaimana penggunaan
dan pemanfaatan new media khususnya
www.fifa.com untuk mengkomunikasikan dan
melakukan konsolidasi virtual piala dunia.
Kemudian interactivity, mengurai interaktivitas
aktor yang terlibat didalam situs www.fifa.com.
Terakhir empowerment, menjabarkan tentang
bagaimana situs fifa.com melakukan
empowerment guna mensukseskan ajang sepak
bola piala dunia.
Www.fifa.com sebagai Jembatan Virtual Piala
Dunia
Awal mula diadakannya ajang piala
dunia semua media baik cetak maupun elektronik
tertuju pada ajang 4 tahunan itu. Media-media
yang terlibat dalam piala dunia baik cetak maupun
elektronik mempromosikan ajang tersebut dalam
daya jangkau yang terbatas. Meskipun media-
media di beberapa negara membeli lisensi hak
siar baik pra piala dunia, pada saat berlangsung
maupun pasca piala dunia, namun daya jangkau
media yang digunakan sebatas lokal
sebagaimana karakteristik daya jangkau media
cetak dan elektronik.
Memasuki tahun 1994, FIFA mulai
merintis situs www.fifa.com. Situs ini pada
mulanya hanya sebatas mempromosikan piala
dunia serta menginformasikan jadwal
pertandingan serta hasil pertandingan. Namun,
dalam perkembangannya situs fifa.com mulai
membuka ruang-ruang komunikasi sekaligus
interaksi baik antara pengelola FIFA, negara-
negara anggota FIFA, penggemar sepakbola,
maupun dari kalangan industri sebagai pihak
sponsor atau pengiklan.
Selain itu situs fifa.com juga
dioptimalkan untuk membuka jembatan
komunikasi virtual dengan berbagai hal yang
berkaitan dengan sepak bola. Diantaranya yaitu
komunikasi antara negara-negara anggota FIFA
termasuk didalamnya asosiasi-asosiasi sepakbola
dari berbagai penjuru dunia. Tidak ketinggalan
pula event-event turunan dari sepakbola seperti
corporate social responsibity FIFA, berita-berita
tur trofi (Trophy Tour) serta dokumentasi-
dokumentasi piala dunia dari tahun ke tahun juga
ditampilkan dalam situs fifa.com.
Gambar 1. Situs www.fifa.com
Dalam perkembangannya, situs
fifa.com digunakan dan dimanfaatkan untuk
menjembatani fasilitas bagi para penggemar
sepakbola yang ingin menyaksikan piala dunia
secara langsung. Fasilitas yang ditawarkan dalam
situs fifa.com diantaranya mulai dari tiket,
akomodasi penginapan hingga rumah sakit. Pada
posisi ini, ruang virtual fifa.com menjembatani
ruang empirik bagi para penggemar sepakbola
yang ingin melihat pertandingan sepakbola secara
langsung. Dengan kata lain, ruang yang tersedia
di situs fifa.com merupakan “ruang antara” yang
membuka jalan interkoneksi antar berbagai
macam aktor atau audien pengakses.
Gambar 2. Fasilitas Pemesanan Tiket, Akomodasi
dan Rumah Sakit di www.fifa.com
Proses menjembatani realitas virtual
dan realitas empirik ini juga berlanjut kedalam
penjualan merchendise sepakbola. Hal ini sejalan
dengan apa yang dipaparkan oleh Terry Flew
dalam bukunya New Media: An Introduction. Terry
Flew memaparkan bahwa, kehadiran new media
membuka ruang bagi industri-industri kreatif.
Industri kreatif yang diproduksi dan dipromosikan
dalam situs fifa.com sejatinya tidak jauh berbeda
dengan industri kreatif konvensional lainnya yang
diproduksi secara lokal. Namun salah satu titik
beda dari industri kreatif fifa.com terletak pada sisi
distribusinya yang mengandalkan kekuatan
teknologi virtual. Singkat kata, diproduksi secara
lokal namun didistribusikan secara global.
Selain menggarap industri kreatif,
fifa.com juga merangkul sponsorship berbentuk
iklan. Dalam situs fifa.com daya rangkul FIFA
dibidang iklan juga dapat dikatakan lebih banyak
serta lebih variatif jika dibandingkan dengan daya
rangkul sebelum menggunakan ruang virtual. Hal
ini tampak pada video-video dokumentasi FIFA
yang menunjukkan bahwa iklan yang terlibat
dalam ajang sepakbola piala dunia tidak
sebanyak iklan yang masuk belakangan setelah
hadirnya teknologi-teknologi virtual bernama new
media.
Gambar 3. Sponsorship Piala Dunia
pada www.fifa.com
Demikian halnya dengan laporan
keuangan FIFA yang tercatat. Terdapat
peningkatan yang signifikan dari event piala
dunia satu dengan piala dunia lainnya khususnya
di tahun 2006, 2010 dan 2014. Kenaikan omzet ini
didorong oleh meningkatnya minat audien yang
terlibat dalam ajang piala dunia baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Meningkatkan akses audien dalam
ajang piala dunia tentu tidak dapat terlepas dari
kemampuan penyelenggara dalam
mengkomunikasikan, mempromosikan dan
mengkonsolidasikan ajang 4 tahunan ini melalui
teknologi virtual. Terlebih pada piala dunia 2014,
kecanggihan teknologi berupa smartphone dan
tablet memungkinkan setiap orang untuk
mengakses informasi seputar piala dunia dalam
genggaman tangan para pengguna.
Dalam pengalaman penulis, intensitas
dalam mengakses berita, video, dan foto pada
fifa.com melalui smartphone dan laptop secara
otomatis memunculkan informasi tentang piala
dunia setiap kali membuka youtube. Semisal,
dalam pengalaman penulis saat membuka situs
youtube, dari 16 video yang tertera dalam
tampilan awal youtube, sekitar 8 video berisikan
informasi tentang piala dunia dari FIFA TV. Dilain
waktu, tampilan ini berubah dari 31 video yang
tersedia, 17 video merupakan video yang
berisikan tentang piala dunia dan FIFA. Bahkan,
beberapa kali informasi mengenai piala dunia
secara otomatis terkirim ke email penulis.
Interkoneksi berita dengan email serta akun
youtube pengguna menunjukkan bahwa link-link
tersebut terkoneksi lintas media virtual yang
sangat mungkin dirintis oleh pengelola FIFA
sendiri atas bantuan perusahaan Google. Dengan
kata lain, FIFA menggunakan ruang virtual tidak
hanya sebatas website yang dimilikinya
melainkan juga mengoptimalkan media-media
virtual guna mempromosikan dan
mengkonsolidasikan ajang sepakbola 4 tahunan
itu.
Interaktivitas antara Pengelola dan Pengguna
Melalui situs fifa.com, FIFA mencoba
membuka ruang interaksi. Melalui teknologi virtual
fifa.com menciptakan ruang kehadiran bagi para
pengguna. Pengguna atau audien pengakses
seolah-olah hadir didalam sebuah ruang,
meskipun kehadiran yang bersifat bayang-bayang
semu. Hal ini sejalan dengan Rob Shields yang
mengemukakan bahwa teknologi virtual
menciptakan ilusi kehadiran melalui alat peraga.
Kehadiran tidak lagi menjadi utuh melainkan
kehadiran parsial sebagaimana suara yang
disampaikan oleh telepon dan atau pikiran yang
ditulis dalam buku (Rob Shields,2011:44).
Ruang virtual rintisan fifa.com ini
membentuk semacam ruang sosial dimana
interaksi antar berbagai elemen penunjang piala
dunia dapat bertemu dan berinteraksi bersama.
Interaksi tidak hanya sebatas antara penggemar
sepakbola, pengelola FIFA dan pihak sponsorship
saja melainkan juga membuka ruang interaksi
bagi para pengelola asosiasi di berbagai penjuru
dunia. Berbagai macam informasi seperti hasil
kongres, penggunaan dana, aturan-aturan FIFA
serta semua aturan mengenai sepakbola
diperbaharui melalui website fifa.com. Aturan ini
yang mengikat seluruh negara-negara anggota
FIFA. Singkat kata, semua informasi dipaparkan
melalui ruang virtual.
Ibarat pengelola negara yang berbondong-
bondong merintis pemerintahan berbasis virtual
layaknya e-goverment, fifa.com yang juga
merupakan pemerintahan khususnya
pemerintahan dalam bidang sepakbola turut
merintis ruang-ruang sosial berbasis virtual.
Ruang virtual tersebut merupakan ruang sosial
yang diproduksi secara sosial oleh pengguna
ruang sebagaimana gagasan Henry Lafebvre
dalam karyanya The Porduction of Space.
Meskipun ruang sosial berbasis virtual
tersebut dirintis oleh FIFA, namun secara
bersamaan ruang ini juga diproduksi dan
direproduksi bersama-sama oleh pengguna ruang
dalam hal ini audien pengakses. Oleh karenanya,
ruang sosial berbasis virtual bernama fifa.com ini
merupakan produk sosial. Produk sosial yang
termediasi oleh jaringan komputer dengan
kecepatan tinggi lalu bermuara pada terciptanya
lingkungan virtual. Lingkungan virtual ini oleh Rob
Shields dimaknai sebagai ruang konstruksi
bersama yang tersimulasi dalam jaringan kabel
(Rob Shields,2011:50).
Interaktivitas para pengguna fifa.com
secara perlahan-lahan tumbuh dan berkembang
kedalam ruang-ruang virtual lainnya yang
terkoneksi langsung dengan situs fifa.com seperti
Facebook, Twitter, Youtube dan FIFA TV. Pada
posisi ini, secara tidak langsung fifa.com
membuka ruang penggiringan audien atau
pengguna kedalam pelbagai macam bentuk new
media. Facebook dan twitter yang terhubung
dalam situs fifa.com misalnya, turut menawarkan
ruang baru yang lebih interaktif bagi para audien
pengakses. Dalam akun facebook milik FIFA,
audien pengkases diberikan peluang untuk terlibat
aktif, minimal turut memberikan “like” disetiap
status yang diupdate. Jumlah “like” di facebook
FIFA ini mencapai 11.579.380 dengan total
pembicaraan 1.565.487.
(www.facebook.com/fifaworldcup. Diakses pada
tanggal 24 mei 2014)
Gambar 4. Facebook FIFA World Cup Brazil
Begitu pula dengan FIFA TV yang
terkoneksi dalam situs fifa.com. FIFA TV tidak
jauh berbeda dengan jenis TV internet berbasis
youtube. Audien pengakses fifa.com turut diajak
menyaksikan cuplikan tayangan-tayangan
dokumenter pertandingan piala dunia. Pada posisi
ini, baik facebook, twitter maupun youtube dan
FIFA TV yang dirintis dan terkoneksi kedalam
situs fifa.com secara tidak langsung menggiring
audien pengakses untuk terus mengkonsumsi
konten-konten yang telah disediakan. Konsumsi
konten oleh para audien ini yang kemudian
meningkatkan traffic rank atau rangking fifa.com.
Dalam analisis alexa traffic rank, tercatat bahwa
situs fifa.com mengalami peningkatan pengunjung
setiap harinya yaitu sebesar 3.80%.
(www.alexa.com/siteinfo/fifa.com. Diakses pada
tanggal 31/05/2014)
Terlepas dari hal itu, situs fifa.com secara
sederhana merupakan media virtual yang menjadi
jembatatan antara dunia virtual dan dunia empirik
perhelatan pesta piala dunia. Fifa.com memediasi
ulang (remediation) antara realitas empirik
dengan realitas virtual dengan perantara digital.
Jay David Bolter & Richard Grusin mengatakan
bahwa proses remediasi akan lebih agresif lewat
perantara digital dalam hal ini ruang virtual (Jay
David Bolter & Richard Grusin,2000:46). Proses
remediasi ruang tersebut secara perlahan dirintis
oleh fifa.com.
www.fifa.com: Konsolidasi Piala Dunia dalam
Ruang Virtual
Komunikasi yang dibangun didalam situs
fifa.com merupakan komunikasi yang dimediasi
oleh teknologi komputer. Semua proses diolah
berbasis teknologi virtual. Dalam istilah Downey,
proses-proses yang terjadi didalam ruang virtual
merupakan proses konvergensi digital, yakni
sebuah proses yang tidak hanya teknologis akan
tetapi juga meliputi aspek sosial, politik dan
komersil. Lebih jauh ia katakan bahwa konvergensi
digital ini menarik bersama-sama batasan
teknologi, institusi, komoditas dan buruh dari tiga
jaringan yang telah ada sebelumnya
(Downey,2001:212). Ketiga jaringan menurut
Downey tidak lain jaringan telepon, jaringan radio
nirkabel serta jaringan televisi.
Batasan tentang daya jangkau teknologi
konvensional tidak lagi berlaku dalam situs
fifa.com. Demikian pula halnya dengan cara kerja
institusi dan buruh. Mengenai institusi FIFA dalam
situs fifa.com misalnya, berbagai macam bentuk
pekerjaan dapat dikerjakan secara digital virtual
dengan menggunakan teknologi informasi. Ini yang
kemudian dalam terminologi Rob Shields disebut
sebagai virtualisasi pekerjaan. Sebuah pekerjaan
yang terfokus pada pengolahan teknologi dan
informasi. Dalam bahasa lain Zuboff
mengistilahkannya dengan sebutan pekerjaan ilmu
pengetahuan.
Pekerjaan yang tervisualisasi tersebut
didukung dengan pemanfaatan teknologi dengan
ragam konsekuensi logis pada pengelolaan tim dan
organisasi. Tim kerja tidak lagi mengandalkan
kekuatan fisik dengan tuntutan keharusan hadir
dalam sebuah kantor yang terpusat sebagaimana
zaman sebelum berkembangnya teknologi new
media. Singkat kata, tim yang terbentuk pun
menjadi semacam tim virtual dengan kemampuan
mengubah, mengupload, atau mengolah konten
darimanapun dan kapanpun. Sebagaimana tim
yang berubah menjadi tim virtual, demikian pula
dengan organisasi yang secara tidak langsung
berubah menjadi organisasi virtual. Artinya, segala
bentuk kerja-kerja organisasi dapat dijalankan
secara virtual berbasis teknologi digital. Bagi Rob
Shields, virtualisasi organisasi dan virtualisasi
pekerjaan ini tidak hanya menggeser interaksi
nyata dan pekerjaan materiil melainkan juga guna
otomatisasi pekerjaan dengan muara
menggantikan pekerja dengan agen perangkat
lunak digital (Rob Shields,2011: 167).
Salah satu contohnya adalah program
volunteer. Jauh sebelum FIFA mengoptimalkan
new media sebagai sarana konsolidasi virtual,
program volunteer berjalan informal hanya terbatas
pada negara penyelenggara. Namun, sejak agustus
2012, melalui situs fifa.com, FIFA membuka ruang
bagi audien yang berminat gabung dalam program
volunteer. Pendaftaran program ini dilakukan
secara online, berlaku bagi warga negara manapun
dan tersedia spesifikasi pilihan keahlian.
Setidaknya terdapat dua pilihan kategori dalam
program volunteer ini yaitu specialist dan general
volunteers. Specialist akan mengurus seputar kerja
media, pelayanan bahasa dan bagian kesehatan.
Sedangkan kategori general volunteers mengurusi
segala bentuk pekerjaan yang berkaitan dengan
publik secara menyeluruh (www.fifa.com. Diakses
pada tanggal 31/05/2014)
Konsolidasi dalam ruang virtual ini
membantu mengakumulasi audien yang dapat
terlibat aktif dalam perhelatan piala dunia. Pada
posisi ini lahir dan hadir pekerja-pekerja audien,
proses pemberdayaan audien pun dimulai. Melalui
kekuatan teknologi new media, FIFA dapat
mempekerjakan para volunteer hingga 15.000
orang, jauh lebih banyak jika dibandingkan sebelum
adanya program volunteer berbasis virtual.
Gambar 5. Para volunteer dari berbagai penjuru
dunia
Awal mula tim volunteer ini benbentuk
komunitas virtual yang saling berimajinasi
membayangkan kehadiran, keberadaan, bahkan
“cita-cita” kerja mereka dalam perhelatan piala
dunia meskipun hanya didalam alam virtual maya.
Imajinasi-imajinasi dari para komunitas virtual
tersebut meresap dan menciptakan keyakinan yang
menakjubkan tentang adanya komunitas dengan
orang-orang yang tidak saling kenal, sebuah
komunitas imajiner (Benedict Anderson,2001:53).
Dengan demikian tipe komunitas yang terbentuk
dalam situs fifa.com ini bertumpu pada tipe
komunitas virtual dengan beragam macam bentuk
dengan tipe komunikasi yang termediasi.
Sebagaimana gagasan Van Dijk tentang
masyarakat jaringan.
Namun demikian, komunitas berbasis virtual
dalam program volunteer tidak hanya berhenti pada
komunitas virtual maya melainkan menjadi
komunitas empirik nyata. Nyata secara fisik dengan
tujuan mensukseskan ajang piala dunia. Pertemuan
pun tidak sekedar pertemuan virtual yang
cenderung figuratif sebagaimana yang
dikhawatirkan oleh Rob Shields dalam karyanya
yang berjudul “Virtual”. Pada posisi ini ada
semacam ping-pong komunitas, awal mula dari
komunitas virtual atau tim virtual lalu berubah
menjadi komunitas fisik dan kembali menjadi
komunitas virtual setelah tugas-tugas dan misi yang
diemban selesai.
Mengenai tim virtual ini Rob Shields
memaparkan bahwa tim virtual tidak hanya
kelompok pekerja yang berkomunikasi melalui surat
elektronik komputer, melainkan tim yang dibentuk
untuk menyelesaikan masalah atau tugas tertentu.
Rob Shields menambahkan bahwa, jika tim
tersebut bubar, mereka dapat dipanggil masuk
untuk eksis kembali sebagai tim. (Rob
Shields,2011:23)
Kolektivitas tim yang terbentuk dalam situs
fifa.com terfokus pada kekuatan individualitas yang
terhubung secara jaringan sebagaimana gagasan
Van Dijk dalam karyanya yang berjudul The
Network Society. Begitu pula dengan pemahaman
ruang dan waktu yang terbentuk dalam ruang
ciptaan fifa.com. Konsep ruang dan waktu dalam
teknologi virtual memungkinkan setiap pengguna
“melompat” dari masa kini ke masa lalu.
Tersedianya rekaman-rekaman pertandingan piala
dunia berpuluh-puluh tahun silam misalnya, dapat
dihadirkan kembali kedalam ruang virtual fifa.com.
Meskipun, rekaman video yang disediakan tersebut
hadir secara parsial, tidak utuh sebagaimana
aslinya.
Singkat kata, penonton masa kini dapat
bertemu dengan pemain-pemain bola masa lalu
meskipun hanya secara figuratif, parsial dan
virtual. Bagi Hardt, virtualitas hadir secara nyata
dalam arti nyata tentang masa lalu yang tersimpan
didalam memori dan memungkinkan
diaktualisasikan di masa kini (Hardt,1993:16).
Video gol-gol indah serta selebrasi-selebrasi juara
piala dunia dari tahun 1960an hingga tahun 2000an
yang tersimpan didalam teknologi virtual
merupakan memori masa silam yang
diaktualisasikan di masa kini. Secara virtual,
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di piala
dunia sebelumnya merupakan peristiwa masa lalu
yang aktual.
Secara sederhana, teknologi virtual dalam
situs fifa.com menghadirkan peristiwa piala dunia
pada tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, masa kini
dan masa depan. Mengenai tiga dimensi waktu ini,
Walter Benjamin mengistilahkannya sebagai “waktu
mesianis”, yakni masa silam serempak hadir
dengan masa depan dalam masa kini yang bersifat
instan (Walter Benjamin,1973:265). Segala bentuk
peristiwa piala dunia dimasukkan kedalam ruang
virtual fifa.com. Fifa.com menjadi semacam
“museum” virtual bagi pengelola situs serta para
audien pengakses. Pertemuan dalam “museum”
virtual fifa.com itu menjadi pertemuan imajiner
yang terjadi di alam pikiran, dimana imajinasi
audien tentang ajang sepakbola dunia itu turut
“dimuseumkan”.
Penutup
Telaah mengenai ruang virtual pada situs
fifa.com ini dapat disimpulkan menjadi tiga poin
utama yaitu penggunaan (uses), interaktivitas
(interactivity) dan pemberdayaan (empowerment).
Pertama, dari penggunaan (uses) situs fifa.com
digunakan tidak hanya sebatas mempromosikan
piala dunia melainkan membuka ruang-ruang
komunikasi sekaligus interaksi baik antara negara-
negara anggota FIFA, audien penggemar
sepakbola, maupun dari kalangan industri sebagai
pihak sponsor atau pengiklan. Singkat kata,
fifa.com menjembatani komunikasi virtual antara
negara anggota FIFA, industri atau pasar pengiklan
dan publik sebagai audien pengakses. Dengan kata
lain, FIFA menciptakan “ruang antara” yang
membuka jalan interkoneksi berbasis virtual antar
berbagai macam aktor atau audien.
Kedua, interaktivitas (interactivity). Ruang
rintisan fifa.com membentuk semacam ruang sosial
dimana interaksi antar berbagai elemen penunjang
piala dunia dapat bertemu dan berinteraksi
bersama. Interaktivitas para pengguna fifa.com ini
berkembang kedalam ruang-ruang virtual yang
terkoneksi langsung dengan situs fifa.com seperti
Facebook, Twitter, Youtube dan FIFA TV. Secara
tidak langsung fifa.com membuka ruang
penggiringan audien pengguna kedalam media-
media virtual. Facebook dan twitter yang terhubung
dalam situs fifa.com turut menawarkan ruang
interaktivitas dan koneksi baru yang lebih interaktif
bagi para audien pengakses.
Ketiga, pemberdayaan (empowerment).
Melalui situsnya, FIFA mencoba melakukan
virtualisasi pekerjaan. Sebuah pekerjaan yang
terfokus pada pengolahan teknologi dan informasi.
Pekerjaan yang tervisualisasi tersebut didukung
dengan pemanfaatan teknologi dengan ragam
konsekuensi logis pada pengelolaan tim dan
organisasi. Tim kerja tidak lagi mengandalkan
kekuatan fisik melainkan mengandalkan kekuatan
virtual yang dapat dengan mudah mengubah,
mengupload, atau mengolah konten darimanapun
dan kapanpun. Demikian pula dengan organisasi
yang secara perlahan bertransformasi menjadi
organisasi virtual.
Virtualisasi pekerjaan ini dioptimalkan
dalam bentuk pemberdayaan publik atau audien
melalui program volunteer. Program volunteer
fifa.com terbagi menjadi dua yaitu specialist dan
general volunteers. Specialist akan mengurus
seputar kerja media, pelayanan bahasa dan bagian
kesehatan. Sedangkan kategori general volunteers
mengurusi segala bentuk pekerjaan yang berkaitan
dengan publik secara menyeluruh.
Konsolidasi dalam ruang virtual ini
membantu mengakumulasi audien yang dapat
terlibat aktif dalam perhelatan piala dunia. Pada
posisi ini lahir dan hadir pekerja-pekerja audien
yang siap dipekerjakan dalam ajang piala dunia.
Komunitas berbasis virtual dalam program
volunteer tidak hanya berhenti pada pertemuan
figuratif, bukan pula hanya sebatas komunitas
virtual maya melainkan menjadi komunitas empirik
nyata. Nyata secara fisik dengan tujuan
mensukseskan ajang bergengsi bernama piala
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson Benedict.(2001). Imagined Communities Komunitas Komunitas Terbayang, Insist Press: Yogyakarta.
Benjamin Walter. (1973). Illuminations, penerj. H.Zohn, London: Fontana
Burns Jane, Collin Philippa.(2009). The Benefit of Sosial Networking Services. Sydney, Literatur Review.
David Bolter Jay & Grusin Richard.(2000).
Remediation; Understanding Media. USA: MIT Press.
Downey G. (2001). Virtual Webs, Physical
Technologies and Hidden
Workers: The Space of Labour in
Information Internetworks.
Flew Terry.(2004). New Media An Introduction. United Kingdom: Oxford University Press.
Hardt,M. 1993. An Apprenticeship in Philosophy. Minneapolis: University of Minnetosa Press.
Mosco Vincent. (1996). The political economy
of communication: rethinking and renewal.London: Sage Publications.
Shields, Rob.(2003). Virtual. Penerj. Oktaviani, London: Routledge
Van Dijk Jan.(2006). The Network Society. London: Sage Publication.
Website:
www.fifa.com. Diakses pada tanggal
31/05/2014
www.facebook.com/fifaworldcup. Diakses pada
tanggal 24/05/2014
www.alexa.com/siteinfo/fifa.com. Diakses pada
tanggal 31/05/2014
Top Related