NASKAH AKADEMIK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.
Negara Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah
negara kesatuan yang berbentuk Republik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI Tahun 1945).
Demikian juga diatur dalam pasal yang sama Ayat (2) ,menentukan kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan
Ayat (1) bahwa Indonesia adalah Negara kesatuan menunjukkan bahwa Negara
republik Indonesia terdiri dari pelbagai daerah yang secara hirarkhis terdiri dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berdasarkan asas otonomu daerah untuk
mengurus kepentingan daerah masing-masing untuk mewujudkan kesejahtreraan
rakyat. Atas dasar itu, maka diperlukan instrumen hukum untuk melakukan
penataan dan mengaturan dalam pelbagai aspek kehidupan masyarakat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai ketentuan dalam
Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, bahwa “Indonesia adalah Negara hukum.
Salah syarat dalam Negara hokum adalah asas legalitas yang menentukan,
Syarat-syarat agar suatu Negara dikategori sebagai Negara hukum, sebagaimana
dikemukakan, Burkens,1 yaitu, adanya syarat asas legalitas, pembangian kekuasaan,
perlindungan HAM dan peradilan administrasi”.
Asas legalitas mensyaratkan setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan hukum.
Atas dasar itu, UUD NRI Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku
membatasi kekuasaan Presiden. Unsur pembagian kekuasaan negara bertujuan membatasi
kekuasaan penguasa/Presiden, agar menghindari tindakan penyalagunaan wewenang “abuse
of power” dan kesewenang-wenangan “wilekuer”. Hakekat pembagian kekuasaan kepada
eksekutif, legislatif dan yudicial, untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada salah satu
lembaga Negara tertentu yang dapat menimbulkan absolutisme.
Unsur ketiga menunjukkan secara jelas pentingnya perlindungan hak-hak asasi
manusia merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi Penyelenggara Negara (eksekutif,
legislative dan yudisial). Unsur peradilan administrasi eksistensinya untuk melindungi warga
negara yang dirugikan oleh penyelenggara negara, dapat menuntut kerugian yang dialami
melalui peradilan administrasi (PTUN). Dengan demikian dari keempat syarat Negara hukum
yang telah dipaparkan dan dideskrispikan, maka yang relevan adalah asas legalitas dan
perlindungan hak asasi manusia karena terkait dengan Naskah Akademik Ranperda
pengelolaan barang milik daerah provinsi Bali.
Para pejuang bangsa Indonesia (the founding fathers) pendiri republik yang telah
melahirkan dan membentuk negara ini dengan pemikiran yang arif dan bijaksana dan
dengan pandangan yang jauh ke depan telah meletakkan dasar-dasar yang kuat sehingga
bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Salah satu prinsip dasar yang diletakkan adalah prinsip negara Kersatuan
untuk membangun kesatuan bangsa yang sejahtera, adil dan makmur . Indonesia yang
merupakan Negara Kesatuan menjalankan otonomi seluas-luasnya berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945).
Cita-cita tentang prinsip desentraliasi dalam pengelolaam sistem pemerintahan
negara Republik Indonesia tercantum secara jelas dalam UUDNRI 1945, Ketentuan
tentang pemerintahan daerah dalam UUDNRI 1945 terdapat pada Bab VI, Pasal 18, Pasal
18A, Pasal 18B dan secara inplisit diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 jo PERPU No. 8
Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2004 tantang Pemerintah Daerah.
Ketentuan Bab VI, Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B UUDNRI 1945 menyatakan:
1 Yohanes Usfunan, HAM Politik – Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Udayana Universitiy Press.,2016,h.99.
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi dibagi atas kabupaten yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonom dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonom seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang oleh undang-undang ditentukan urusan pemerintah pusat.
(6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan paraturan-paraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur undang-undang.
Dalam ketntuan Pasal 18A UUD NRI Tahun 1945 menentukan,
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan ke-khususan dan keragaman daerah.
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secar adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945 menentukan,
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-udang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas, mengatur
mengenai pentingnya memberikan hak dan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah sesuai pirnsip otonomi daerah untuk mengurus daerahnya masing-masing
guna mewujudkan kesejahtaraan rakyat dan kemajuan pembanguna daerah. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa hakikat otonomi daerah yaitu :
• Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan
sendiri, baik, jumlah, macam, maupun bentuk pelayanan masyarakat yang sesuai
kebutuhan daerah masing-masing.
• Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri,
baik kewenangan mengatur maupun mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Dengan demikian, dari perspektif hukum, otonomi daerah sebagai hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus diri sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Istilah
otonomi daerah bukanlah hal baru bagi bangsa dan negara RI sebab sejak Indonesia merdeka
sudah dikenal dengan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), yaitu lembaga yang
menjalankan pemerintahan daerah dan melaksanakan tugas mengatur rumah tangga
daerahnya.
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yang berarti auto, dan nomous. Auto berarti
sendiri, dan nomous berarti hukum atau peraturan. jadi, pengertian otonomi daerah adalah
aturan yang mengatur daerahnya sendiri. Pengertian otonomi daerah:
• Menurut UU No . 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Menurut Kamus Hukum dan Glosarium Otonomi Daerah : Pengertian otonomi daerah
menurut kamus hukum dan glosarium otonomi daerah adalah kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2)
• Menurut Encyclopedia of Social Scince, Pengertian otonomi daerah menurut
Encyclopedia of social scince adalah hak sebuah organisasi sosial untuk mencukupi
diri sendiri dan kebebasan aktualnya.
• Pengertian otonomi daerah menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3)
4. Tujuan Otonomi Daerah - Maksud dan tujuan otonomi daerah adalah sebagai berikut:.
• agar tidak terjadi pemusatan dalam kekuasaan pemerintahan pada tingkat pusat
sehingga jalannya pemerintahan dan pembangunan berjalan lancar
• agar pemerintah tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi daerah pun dapat
diberi hak untuk mengurus sendiri kebutuhannya
• agar kepentingan umum suatu daerah dapat diurus lebih baik dengan memperhatikan
sifat dan keadaan daerah yang mempunya kekhususan sendiri.
5. Prinsip Otonomi Daerah - Prinsip ototnomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-
luasnya, prinsip otonomi yang nyata, dan berprinsip otonomi yang bertanggung jawab. Jadi,
kewenangan otonomi yang diberikan terhadap daerah adalah kewenangan otonomi luas, nyata
dan bertanggung jawab. Berikut prinsip-prinsip otonomi daerah...
• Prinsip otonomi seluas-luasnya, artinya daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan terhadap bidang politik luar negeri, keamanan,
moneter, agamar, peradilan, dan keamanan. serta fiskal nasional.
2 Simorangkir, Kamus Hukum, Alumni Bandun.1989,h.23 3 Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Bahasasa Indonesia, Jakarta, 2005,h..201.
• Prinsip otonomi nyata, artinya daerah diberikan kewenangan untuk menangani urusan
pemerintahan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada
dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah.
• Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Asas Otonomi Daerah menurut Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan
pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas sebagai
berikut.:
• Asas kepastian hukum adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
• Asas tertip penyelenggara adalah asas menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
• Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
• Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informas yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara
negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara.
• Asas proporsinalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban
• Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Asas efisiensi dan efektifitas adalah asas yang menjamin terselenggaranya kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab (efisiensi = ketepatgunaan, kedaygunaan, efektivitas = berhasil
guna).
Adapun penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan tiga asas antara lain sebagai berikut...
• Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam kerangka NKRI
• Asas dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat daerah
• Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan
dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan,
sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Bedasarkan ssas kepastian hukum bahwa dalam setiap pengambilan kebijakan dan
penyelenggaraan pembangunan dalam segala aspeknya di daerah, maka para pemimpin
daerah harus mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu,
legislasi di daerah dalam bentuk Peraturan Daerah sangat dibutuhkan sebagai landasan
berpijak pemerintah daerah. Dalam kaitan ini termasuk sangat signifikan untuk penyusunan
naskah akademik Ranperda pengelolaan barang milik daerah provinsi Bali.
Naskah akademik Ranperda pengelolaan barang milik daerah provinsi Bali, tentunya
berfungsi sebagai pedoman yang memuat pokok-pokok pikaran terkait urgensi pengaturan,
materi muatan, tujuan san sasaran pengaturan, pihak-pihak yang terkait yaitu unusr-unsur
pemerintah terkait yang dalam bahasa legislative draftingnya disebut Implementing Agency
dan piha-pihak (materi ) yang menjadi sasaran pengaturan dalam sebuah Ranperda. Naskah
akademik Ranperda pengelolaan barang milik daerah provinsi Bali tentunya terkait asset-
aset dan sumber daya yang diperlukan untuk kepentingan pemerintah daerah dan
pembangunan.
Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau
dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah
dan budaya.
Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan non
keuangan. Aset keuangan mencakup kas, piutang dan investasi. Sedangkan asset
nonkeuangan terdiri dari aset yang dapat diidentifikasi dan yang tidak dapat
diidentifikasi . Aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi berupa aset berwujud
dan aset tidakberwujud. Aset berwujud berupa aset persediaan (aset lancar) dan aset tetap,
yang dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal dengan nama Barang Milik
Negara/Daerah, sebagaimana dimaksud penjelasan atas PP No. 6 tahun 2006. Aset
yang tidak dapat diidentifikasi dapat berupa sumber daya manusia (SDM), sumber
daya alam (SDA) dan lain-lain.
Salah satu elemen penting agar pengelolaan keuangan pemerintah daerah
berjalan secara efektif dan efisien adalah pengelolaan aset daerah. Aset yang
berada dalam pengelolaan pemerintah daerah tidak hanya yang dimiliki oleh
pemerintah daerah saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai
pemerintah daerah dalam rangka pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintah daerah.
Pengelolaan aset daerah harus ditangani dengan baik agar aset tersebut
dapat menjadi modal awal bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan
kemampuan keuangannya. Namun jika tidak dikelola dengan semestinya, aset
tersebut justru menjadi beban biaya karena sebagian dari aset membutuhkan biaya
perawatan atau pemeliharaan dan juga turun nilainya (terdepresiasi) seiring waktu.
Tantangan bagi pengelolaan setiap jenis aset akan berbeda, bergantung
kepada karakter dari aset tersebut. Dan sistem pengelolaan yang diterapkan
haruslah merupakan prosedur yang disepakati bersama, antar pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, serta pihak-pihak yang terkait lainnya. Karena itu pengelolaan
aset daerah harus dilandasi oleh kebijakan dan regulasi yang secara lengkap
mencakup aspek penting dari pengelolaan finansial yang bijaksana, namun tetap
memberikan peluang bagi daerah untuk berkreasi menemukan pola yang paling
sesuai dengan kondisi dan budaya lokal sehingga memberikan kemaslahatan bagi
masyarakat.
Pengelolaan aset/barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional,
kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan
kepastian nilai (vide pasal 3 PP No. 6 tahun 2006).
Ruang Lingkup pengelolaan aset/barang milik daerah meliputi :
• Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
• Pengadaaan
• Penggunaan
• Pemanfaatan
• Pengamanan dan pemeliharaan
• Penilaian
• Penghapusan
• Pemindahtanganan
• Penatausahaan
• Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Pemegang kekuasaan pengelolaan aset/barang milik daerah pada prinsipnya
adalah Kepala Daerah sebagai Kepala pemerintahan daerah. Kekuasaan pengelolaan
aset/barang milik daerah tersebut dilaksanakan oleh :
• Sekretaris Daerah (SEKDA) selaku Pengelola Barang Milik Daerah
• Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah
selaku pembantu pengelola
• Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna barang milik
daerah
• Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) selaku kuasa pengguna Barang Milik
Daerah
Baik pengelola maupun pengguna, masing-masing berdasarkan PP No. 6 Tahun
2006 dan Permendagri No. 17 Tahun 2007 telah diberikan tugas sendiri-sendiri
sebagai berikut :
Dalam rangka pengelolaan aset/barang milik daerah, Pengelola dan Pembantu
pengelola Aset/Barang Milik Daerah mempunyai tugas (vide Psl 5 ayat (4) PP No.6
Tahun 2006 dan vide Psl 6 ayat (2) dan ayat (3) Permendagri No. 17 Tahun 2007):
• Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah
• Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah
• Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang
milik daerah
• Mengatur pelaksanaan pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan barang
milik daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah
Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah :
• Melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah
• Pembantu pengelola mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik
daerah yang ada pada masing-masing SKPD
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), selaku pengguna barang milik
daerah mempunyai tugas (vide Psl 8 ayat (2) PP No. 6 Tahun 2006 dan vide Psl 6
ayat (4) Permendagri No. 17 Tahun 2007) :
• Mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
• Mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan
barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang
sah kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
• Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya;
• Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya;
• Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya;
• Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Daerah
melalui pengelola;
• Menyerahkan tanah dan bangunan yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya kepada Kepala Daerah melalui pengelola;
• Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah
yang ada dalam penguasaannya; dan
• Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan
Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya
kepada pengelola.Sedangkan Kepala UPTD, selaku Kuasa pengguna barang milik
daerah mempunyai tugas:
• Mengajukan rencana kebutuhan barang milik daerah bagi unit kerja yang
dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;
• Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya;
• Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang
dipimpinnya;
• Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya;
• Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah
yang ada dalam penguasaannya; dan
• Menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS)
dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam
penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah yang
bersangkutan.
Saat ini fungsi pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan oleh organisasi
yang terpisah dengan organisasi pengelolaan keuangan daerah. Dengan melihat
ketentuan bahwa pengelolaan barang milik daerah merupakan salah satu elemen
penting terhadap penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah dengan penerapan
prinsip pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien maka perlu dilakukan
penataan/penggabungan unit organisasi yang menangani pengelolaan keuangan dan
barang milikdaerah.
Dalam kenyataannya urusan dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Bali
setiap tahunnya terus mengalami peningkatan baik dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, dan kemasyarakatan, terlebih lagi dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah. Peningkatan intensitas penyelenggaraan pemerintahan daerah
perlu disikapi dengan mengambil langkah dan kebijaksanaan yang terkoordinasi serta
terpadu mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pemerintah Provinsi Bali
mengelola barang yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari APBD, APBN
maupun sumber lain yang sah untuk digunakan oleh aparat dalam rangka pelayanan
publik dan kesejahteraan masyarakat.
Barang Milik Daerah merupakan kekayaan atau aset daerah yang harus
dikelola dengan baik agar dapat memberikan arti dan manfaat sebanyak-banyaknya,
dan tidak hanya sebagai kekayaan daerah yang besar tetapi juga harus dikelola
secara efisien dan efektif agar tidak menimbulkan pemborosan serta harus dapat
dipertanggungjawabkan.
Peraturan Daerah ini dijadikan pedoman dan landasan hukum terhadap
ketentuan Pengelolaan Barang Milik Daerah yang meliputi perencanaan kebutuhan
dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran,
penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
pembiayaan dan tuntutan ganti rugi.
Bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 551 ayat (1), Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah menyatakan ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan barang milik daerah diatur dengan Peraturan Daerah
yang berpedoman pada Peraturan Menteri ini;
Dalam ketentuan ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
menyatakan Peraturan Daerah tentang pengelolaan barang milik daerah
yang telah ditetapkan agar menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini;
B.Isu Hukum.
Barang Milik Daerah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam
penyelenggaraan pemerintahan tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya sarat
dengan potensi konflik kepentingan. Oleh karema itu, perlunya pengelolaan barang
milik daerah propinsi Bali karena alasan :
1. Belum lengkapnya data mengenai jumlah, nilai, kondisi dan status
kepemilikannya
2. Belum tersedianya database yang akurat dalam rangka penyusunan Neraca
Pemerintah.
3. Pengaturan yang ada belum memadai dan terpisah-pisah.
4. Belum adanya persamaan persepsi dalam hal pengelolaan Barang milik
provinsi Bali.
C.Tujuan.
Tujuan penyusunan naskah akademik pengelolaan barang milik pemerinta provinsi
Bali. untuk mengkaji dan menganalisis pokok-pokok pemikiran-pandangan
pengaturan pengelolaan Barang Milik Daerah serta arah penyusunan pedoman
pelaksanaan di bidang pengelolaan BMD, sebagai tindaklanjut dari UU No. 1 Tahun
2004.
D. Metode dan Pendekatan.
1. Metode.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatf dengan pendekatan peraturan
perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konsep (conseptual approach) dan
pendekatan analisis ROCCIPI (rule, opportunity, comonication, capacity, interest, process,
ideology). Metode ROCCIPI ini merupakan, metode yang dipergunakan dalam melakukan
identifikasi masalah yang merupakan penyebab belum diaturnya pen
ROCCIPI. merupakan akronim dari konsep-konsep sbb.:
- Rule : Peraturan
- Opportunity : Kesempatan
- Capacity : Kemampuan
- Communication : Komunikasi
- Interest : Kepentingan
- Process : Proses
- Idiology : Perilaku – sistim nilai.
ROCCIPI berfungsi secara normatif untuk melakukan identifikasi yang tepat baik
terhadap Pejabat-Pejabat Pemerintahan/ Pejabat yang terkait Pengelolaan Barang Milik
Daerah Provinsi Bali (Implementing Agency), dalam hal penggunaan wewenang
maupun tugas yang diemban. Fungsi lainnya dari pendekatan ini adalah untuk
melakukan pengamatan empirik guna memperkuat argumentasi dalam Naskah
Akademik sebagai justifkasi konseptual dan yuridis. Fungsi metode ROCCIPI dalam
pengkajian ini dipergunakan untuk mengidentifiakasi persoalan Pengelolaan Barang
Milik Daerah Provinsi Bali.
Fungsi Rule dalam metode ini untuk mengkaji peraturan perundang-undangan lain
yang mengatur tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah terutama yang berkaitan
dengan pengelolaan barang milik Provinsi Bali.
Dengan demikian analisis kategori peraturan (rule) dimaksudkan untuk memberikan
pembenaran mengenai perlunya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah Provinsi Bali.
Opportunity (kesempatan), kevakuman hukum atau kurang memedainya pengauran
terkait Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali sebagai akibat tidak
adanya/kurang jelasnya pengaturan tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi
Bali.
Capacity (kemampuan), konsekuensi dari kevakuman hukum (belum memadainya
pengaturan) mengenai, Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali berpotensi
menimbulkan ketidak pastian hukum dan ketidak jelasan barang-barang milik daerah
propinsi Bali yang harus diatur sehingga berpotensi menimbulkan masalah hukum.
Communication (komunikasi), dengan adanya komunikasi dua arah antara dinas-dinas
di jajaran pemerintah daerah provinsi Bali maupun dengan barang milik daerah
kabupaten /kota,sehingga tidak terjadi kesalah pahaman dalam penataan dan
perlindungan Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali.
Interest (kepentingan), dengan adanya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah Provinsi Bali, maka akan mencapai kejelasan kepemilikan barang
antara provinsi Bali dengan kepemilikan banga milik kabupaten/kota.
Process (proses), alasan perlunya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah Provinsi Bali, merupakan jaminan atas kepastian kepemilikan barang antara
milik pemerintah provinsi Bali maupun dengan pemerintahan kabupaten dan kota.
Ideology (perilaku – sistem nilai), kevakuman hukum /ketidak jelasan peraturan
mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali maupun barang-barang
milik kabupaten/kota di propinsi ini, sehingga perbedaan penafsiran secara
institusional; akan dapat diatasi.
Dengan demikian tahapan-tahapan deskripsi dari masing-masing kategori ROCCIPI,
merupakan alat ukur yang dipergunakan untuk menilai, mengevaluasi, menjelaskan dan
menarik solusi yang berkaitan dengan pentingnya pengaturan dalam Perda tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali. Pendekatan ROCCIPI dalam penelitian
tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali, juga bertujuan untuk melakukan
indentifikasi terhadap masalah praktek pengelolaan barang sebelum rencana penerbitan
Ranperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali.
Oleh sebab itu, tipe penelitian ini adalah penelitian normatif yang mefokuskan
Kajiannya pada pembentukan Perda terkait Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi
Bali.
Bahan hukum Penelitian ini meliputi :
i. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yaitu peraturan
perundang-undangan, khususnya UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945, Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
ii. Bahan Hukum Sekunder berupa buku perpustakaan,hasil pengkajian, hasil
pertemuan ilmiah yang berkaitan dengan obyek penelitian, dan informasi
resmi dai instansi-instansi pemerintahan yang berkaitan dengan
pengelolaan barang milik daerah provinsi Bali.
iii. Bahan Hukum tersier, Ranperda, kamus, ensiklopedi, internet, dan surat
kabar.
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN ANALISIS PERMASALAHAN
Landasan Teoritis.
Teori Negara Hukum dan Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
1. Konsep Negara Hukum
Republik Demokratik Timor Leste merupakan negara hukum, menurut Frderik Julius
Sthall, dalam Yohanes Usfunan, suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum
(Rechtsstaat) bila memenuhi syarat : 4)
a. Asas legalitas
b. Pembagian kekuasaan
c. Hak asasi manusia (HAM)
d. Pengawasan Pengadilan (peradilan administrasi).
Unsur pertama mensyaratkan bahwa setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan
atas hukum. Dalam hal ini Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku membatasi
kekuasaan penguasa dalam menjalankan fungsinya. Pembentukan ranperda tentang
Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali bertujuan untuk menjadikan Ranperda
tersebut sebagai dasar hukum untuk melegitimasi penggunaan wewenang di jajaran
pemerintah daerah provinsi Bali dalam mengelola barang milik daerah provinsi ini.
Dengan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali,
maka hal itu juga bertjuan membatasi wewenng para pejabat pemerintah daerah agar dapat
menghindari tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang yang
menimbulkan tindak pidana korupsi.
Dalam upaya mencegah penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan oleh
pejabat pemerintah daerah, maka eksistensi Perda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah,
4. Yohanes Usfunan, Hukum,HAM dan Pemerintahan, Udayana University Press..2015, h.170.
menunjukkan secara jelas bahwap Perda ini bertujuan untuk melindung hak-hak asasi
manusia orang Bali, sehingga pengelolaan barang milik daerah dipergunakan secara maksimal,
efiseien dan sebaikbaiknya untuk kesejahteraan rakyat. Ciri-ciri negara hukum yang
dideskripsikan di atas merupakan konsep negara hukum” (Rechtstaat).
Oleh karena itu, untuk melengkapi ciri-ciri negara hukum tersebut, dideskirisikan juga negara
hukum versi Negara-nagara anglo saxon (negara common law ) yang dikenal dengan Rule of
Law, sebagaimana dikemukakan, A.V Dicey yang unsur-unsurnya meliputi:
Supreme of law.
Equality before the law
Human Rights Protection. 5)
Syarat pertama sesungguhnya sama hakekatnya dengan asas legalitas dalam
konsep rechts staat. Sedangkan syarat kedua yaitu persamaan dimuka hukum dan
pemerintahan (equality before the law) dan perlindungan hak asasi manusia
(Fundamental human rights protection) yang merupakan syarat ketiga dari konsep the rule of
law pada dasarnya sama artiya dengan perlindungan sebagai mana disyaratkan dalam syarat
ketiga dalam keonsep rechs staat. Atas dasar itu, mendiskripsikan kedua konsep Negara
hukum menurut system hukum Eropah continental dan anglosaxon bertujuan untuk
menampilkan suatu pembahasan yang lengkap dalam naskah akademik Peraturan Daerah
Pengelolaan Barang Milik Daerah Propivinsi Bali.
Cita Hukum
Cita hukum (rechtsidee) sebagaimana dikemukakan, Rudolf Stampler, 6 ) pada
dasarnya berintikan prinsip keadilan dan kepastian hukum, sehingga dalam kaitan ini
relevan untuk dipergunakan sebagai dasar pembenaran filosofis dalam penyusunan naskah
akademik Peraturan Daerah Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali. Kepastian
hukum berhubungan erat dengan kejelasan terminologi dalam pasal-pasal Peraturan Daerah
Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali. Kepastian hukum juga berkaitan dengan
6 Yohanes Usfunan, HAM Politik Kebebasan Berpendapat, Universitas Udayana Press,2011,hal.99.
kejelasan dalam Perda ini, seperti kejelasan dalam perumusan istilah dan definisi sehingga
dalam Perda ini, diharapkan dapat menjamin adanya kepastian hukum.
Kepastian hukum merupakan salah satu unsur penting yang tidak bisa terlepas dari asas
legalitas dalam konsep negara hukum. Dalam kaitan ini Sudargo Gautama,7) memaknai asas
legaliteit dari dua sisi yakni:
Pertama, dari sisi warga negara sebagai kelanjutan dari prinsip pembatasan
kekuasaan negara terhadap perseorangan adalah bahwa pelanggaran
terhadap hak-hak individual itu hanya dapat dilakukan apabila
diperbolehkan dan berdasarkan peraturan-peraturan hukum.
Kedua, dari sisi negara yaitu bahwa tiap tindakan negara harus berdasarkan
hukum. Peraturan perundang-undangan yang diadakan terlebih dahulu
merupakan batas kekuasaan bertindak negara.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam asas legalitas terkandung suatu
kepastian hukum. Sebab asas legalitas menentukan segala tindakan pemerintah harus sesuai
dan berdasarkan hukum sebagai jaminan atas kepastian hukum.
Cita hukum atau rechstidee sebagaimana dicatat oleh Yohanes Usfunan
sebagai berikut :8) “dalam masyarakat yang menganut filsafat yang bukan liberal,
hukum dibatasi atau ditentukan oleh dua penyangga yaitu keadilan dan kepastian. Di
atas penyangga itu disusun tertib masyarakatnya dan dalam bentuknya yang
moderen hukum itu dibentuk berdasarkan ide perubahan (change) dan stability.
Tertib masyarakat itu dituangkan dalam suatu organisasi rasional yang mengikuti
petunjuk dan ajaran negara hukum. Dalam negara hukum itu ditentukan segala
sesuatunya atas dasar ide hukum atau rechtsidee yang dalam intinya menyandarkan
diri pada keadilan dan kepastian.”
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
6 Ibid, h. 63. 7 Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Liberty Yogjakarta, hal. 9
8 Yohanes Usfunan, 1998, Kebebasan Berpendapat Di Indonesia, Disertasi, Program Pasca sarjana Unair Surabaya, Selanjutnya disebut Yohanes Usfunan III, hal.176
Peraturan Perundang-undangan terkait dengan pembentukan peraturan perundang-
Undangan, maka undang-undang yang satu ini mengatur secara jelas tentang asas-
asas Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam ketentuan Pasal 5 menentukan,dalam membentuk Peraturan Perundang-
undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Pasal 6
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan
Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan..
Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. “asas
kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan
Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat
dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak
berwenang.
Sedangkan pengertian, asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan”
adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan.
Asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Asas kedayagunaan dan
kehasilgunaan mengandung arti bahwa, setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Sebaliknya, asas kejelasan rumusan menentukan, bahwa setiap
Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan
mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
Sedangkan asas keterbukaan menentukan, bahwa dalam Pembentukan Peraturan
Perundangundangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 6 Ayat (1), menentukan yang dimaksud dengan “asas pengayoman”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi
memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. Asas kemanusiaan”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga
negara dan penduduk Indonesia secara proporsional. Yang dimaksud dengan “asas
kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan”
adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Makna asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem
hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sedangkan yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah
bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh
memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku,
ras, golongan, gender, atau status sosial. Asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
Makna asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Sedangkan, asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang
bersangkutan”, antara lain: a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada
hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; b.
dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,
kebebasan berkontrak, dan itikad .
Asas-asas hokum lainnya yang berfungsi sebagai justifikasi penyusunan
Naskah Akademik Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pemerintah Provinsi Bali meliputi :
1. Azas Fungsional.
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang pengelolaan
BMD dilaksanakan oleh pengelola dan/atau pengguna BMD sesuai fungsi,
wewenang, dan tangung jawab masing-masing.
2. Azas kepastian hukum.
Pengelolaan BMD harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan
perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan.
3. Azas transparansi (keterbukaan).
Penyelenggaraan pengelolaan BMD harus transparan dan membuka diri terhadap
hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar dan
keikutsertaannya dalam mengamankan BMD
4. Efisiensi
Penggunaan BMD diarahkan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan Tupoksi pemerintahan secara
optimal.
5. Akuntanbilitas publik
Setiap kegiatan pengelolaan BMD harus dapat dipertaggungjawabkan kepada
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara.
6. Kepastian nilai
Pendayagunaan BMD harus didukung adanya akurasi jumlah dan nominal BMD.
Kepastian nilai merupakan salah satu dasar dalam Penyusunan Neraca
Pemerintah dan pemindahtanganan BMD.
Secara hakiki pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan salah satu unsur
penting penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kerangka NKRI untuk
mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pengelolaan Barang Milik Daerah
perlu ditata secara baik dan cermapr berdasarkan perturan perundang-undangan
yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud.
Secara yuridik, dasar dalam pengelolaan Barang Milik Daerah, berdasarkan
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sesuai amanat Pasal 18A UUD 1945,
Pasal 2d, 2e dan 2f Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
dan Pasal 2 Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah , yang
menyatakan bahwa hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
merupakan hal yang penting dan strategis dalam rangka pengelolaan keuangan negara. Hal
tersebut mengingat peta pengelolaan keuangan mengikuti kewenangan yang telah diserahkan
kepada daerah dimana jumlah dana yang disalurkan ke daerah melalui pos Belanja Untuk
Daerah dalam APBN cenderung meningkat setiap tahunnya.
Sampai dengan saat ini, belum efektifnya unit kerja di lingkungan Pemerintah Pusat
yang ditugaskan menangani secara khusus pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah secara terpadu., maka Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (DJPK) Departemen Keuangan merupakan pengabungan dari beberapa unit eselon
II dari Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK) Badan Pengkajian
Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional (BAPPEKI) sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2006 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementerian Negara Republik Indonesia. Dengan terbentuknya unit baru tersebut diharapkan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah dapat lebih focus dan terarah sejalan dengan skenario (road map)
yang telah dicanangkan.
Secara idealistic visi dalam mengemban tugas dan fungsi, DJPK mempunyai Visi :
”Menjadi Pengelola Hubungan Fiskal Pusat dan Daerah Berkelas Dunia Yang Adil dan
Transparan.” Guna mewujudkan Visi yang telah ditetapkan tersebut, DJPK melaksanakan
Misi sebagai berikut :
• Mewujudkan perumusan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah yang
transparan dan akuntabel.
• Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hubungan keuangan pusat dan
daerah yang efektif.
• Menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah yang akurat, transparan, dan
tepat waktu.
• Meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah..
Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK) Badan Pengkajian
Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional (BAPPEKI) berwenang:
• Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sesuai dengan kebijakan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, pemantauan,
analisis, dan evaluasi di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.
• Menyiapkan perumusan kebijakan, koordinasi dan fasilitasi, perhitungan alokasi,
standardisasi, bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang belanja untuk
daerah (Dana Perimbangan dan Dana Otonomi khusus).
• Menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, pemantauan, dan
evaluasi di bidang pinjaman, hibah dan kapasitas daerah
• Menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, pemantauan, dan
evaluasi pendanaan daerah serta penyelenggaraan informasi keuangan daerah.
• Memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Sebagai suatu negara yang berdaulat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan
pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan harus sesuai
dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang – undang Dasar 1945 Bab VIII perihal
Keuangan Negara. Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara masih
digunakan ketentuan perundang – undangan yang disusun pada pemerintahan kolonial Hindia
Belanda yang diberlakukan berdasarkan Aturan Peralihan Undang – undang Dasar 1945.
Peraturan perundang – undangan tersebut mempunyai berbagai kelemahan yang dapat
menyebabkan terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dan tidak dapat mengakomodasi
berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan
keuangan pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Dalam upaya menghilangkan penyimpangan dan mewujudkan sistem pengelolaan
fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan
dalam Undang – undang Dasar dan azas – azas umum yang berlaku secara universal dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang – undang yang mengatur
pengelolaankeuangannegara.
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara adalah dari sisi
obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud keuangan negara meliputi
semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Dari sisi subyek yang
dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau
dikuasai oleh pemerintahan pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan
lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup
seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan dengan pengelolaan obyek, mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari
sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahannegara.
. Azas – azas umum yang terkait pengelolaan keuangan negara,yaitu :
(1). Azas tahunan,
(2). Azas universalitas,
(3). Azas kesatuan,
(4). Azas spesialitas.
Selain asas-asas di atas, asas yang berkaitan dengan penerapan kaidah yang baik
dalampengelolaankeuangannegara,antaralainmeliputi:
Azasakuntabilitasberorientasipadahasil.
Azas profesionalitas,
Azasproporsionalitas
Azas keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara..
Azas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Dengan dianutnya azas – azas umum tersebut di dalam undang – undang tentang keuangan
negara, maka pelaksanaan undang – undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi
manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan NegaraPresiden selaku kepala pemerintahan
memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintah. Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian
kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil
Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian
Negara/lembaga yang dipimpinnya. Pada hakekatnya menteri keuangan adalah Chief Financial
Officer (CFO) sementara setiap menteri/pimpinan lembaga adalah Chief Operational Officer
(COO)
Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang – undang ini menegaskan adanya
kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah.
Undang – undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah.
Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan
swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan
negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Negara pada dasarnya sebagai salah satu
upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
Negara, adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang
memenuhi prinsip – prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi
pemerintah yang telah diterima secara umum. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/ bupati/walikota selaku pengguna
anggaran/pengguna barang bertanggungjawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan
dalam undang – undang tentang APBN/Peraturan daerah tentang APBD, dari segi
manfaat/hasil (outcome). Sebagai konsekuensinya, dalam undang – undang ini diatur sanksi
yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota serta pimpinan unit
organisasi kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang terbukti melakukan
penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam undang – undang tentang
APBN/Peraturan daerah tentang APBD. Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku
universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan
membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab
secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk
mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud
merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kosidaerans.
Dalam mengemban tugas dan fungsi, DJPK mempunyai visi : ”Menjadi Pengelola Hubungan
Fiskal Pusat dan Daerah Berkelas Dunia Yang Adil dan Transparan.”
Guna mewujudkan Visi yang telah ditetapkan tersebut, DJPK melaksanakan Misi sebagai
berikut :
• Mewujudkan perumusan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan dan akuntabel.
• Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hubungan keuangan pusat dan daerah yang efektif.
• Menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah yang akurat, transparan, dan tepat waktu.
• Meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah..
Pengelolaan Barang Milik Daerah yang efektif sangat ditentukan oleh
pnegaturan yang memadai sebagai dasar hukum untuk melakukan legitimasi,
termasuk Perda Pengelolaan Barang Milik Daerah.
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan Penyusunan
Naskah Akademik ini meliputi:
1.Undang–Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1649);
2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3815);
4.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
5.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
6.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
8.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3573);
9.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha/Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696);
11.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
13.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5533);
14.Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang
Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5610);
15.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana
dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan............................
16.Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan
MenteriDalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan
Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah;16.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
19 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Nomor 547 Tahun 2016);
17.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Pemakaian Tanah yang Dikuasai oleh Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Bali
(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Tahun 1992 Nomor 398 Seri C
Nomor 4);
18.Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2006 tentang Tata Cara Tuntutan
Ganti Kerugian Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2006 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 4);
19.Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pengeloaan Barang
Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2007 Nomor ...., Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor ....);
20.Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pengeloaan Barang Milik Daerah
(Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor ...., Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Bali Nomor ....);
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
Selanjutnya syarat-syarat penyusunan Perda paling penting adalah terpenuhinya 3 (tiga)
unsur/landasan utama yaitu:
a.landasan filosofis,
b.landasan sosiologis dan
c.landasan yuridis.
1. Landasan filosofi adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi negara, yaitu
nilai-nilai (cita-hukum) yang terkandung dalam Pancasila selain terkandung dalam ajaran
nilai (aksiologi hukum).
Landasan filosofis pembentukan Ranperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah
Provinsi Bali, merupakan bentuk letigimasi terhadap pemerintah provinsi Bali dalam
melakukan pengelolaan barang milik daerah pemerintah provinsi Bali.
Secara filosofis, Ranperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Pemerintah Provinsi Bali
secara aksiologi bertujuan untuk mewujudkan pengelolan barang milik daerah untuk
kemajuan pembangunan daerah, kesejahteraan masyarakat, mewujdukan keadilan dan
kepastian hukum.
2. Landasan sosiologis adalah landasan yang berkaitan dengan dukungan masyarakat
terhadap Ranperda ini, untuk kepentingan masyarakat dan akselerasi pembangunan.
Dukungan masyarakat terhadap Ranperda Pengelolaan Barang Milik Pemerintah Daerah
Provinsi Bali, akan menjadi daya mengikat secara efektif, karena keterlibatan dan
dukungan masyarakat.
Landasan Sosiologis pembentukan ranperda ini bertujuan untuk menampung aspirasi
masyarakat dan sekaligus melegitimasi peran serta masyarakat.
3.Landasan yuridis adalah yang menjadi dasar kewenangan pembentukan peraturan
perundang-undangan agar tidak bertentangan baik secara vertikal maupun horizontal.
Landasan yuridis dalam pembentukan ranperda ini sebagai jaminan kepastian hukum bagi
pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pemerintah Provinsi Bali mengacu pada:
a. 1.Undang–Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
b. 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
c. 3.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815);
d. 4.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
e. 5.Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Perturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
7.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5589) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
8.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
9.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049).
10.Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna
Usaha/Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3643);
11.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
13.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
14.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014Nomor 92, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5533);
15.Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan
Barang Milik Negara/Daerah Berupa Kendaraan Perorangan
Dinas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5610);
16.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang
Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana
Kerja Pemerintahan Daerah;
17.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 547 Tahun 2016);
18.Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1992
tentang Pemakaian Tanah yang Dikuasai oleh Pemerintah Propinsi Daerah
Tingkat I Bali (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Tahun
Nomor 398 Seri C Nomor 4);
19.Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Tuntutan Ganti Kerugian Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun
2006 mor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 4);
20.Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2007 tentang
Pengeloaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun
2007 Nomor ...., Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor ....);
21.Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pengeloaan Barang Milik
Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor ...., Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor ....);
BAB V
JANGKAUAN ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP
a.Jangkauan.
Hal-hal mendasar yang menjadi isi rancangan peraturan darah ini adalah:
1. Pengaturan Kewenangan Gubernur,Pajabat lain dan Instansi terkait. Jaminan
kepastian hukum
2. Pengendalian dan pengawasan pemanfaatan barang milik Pemerintah Daerah Propvinsi
Bali.
3. Mewujudkan penyelenggaran pemerintah yang baik berciri:
a. partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan masyarakat dan DPRD.
b. Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah diarahkan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan, ketertiban dan tatakelola pemerintahan yang baik.
c. Penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan secara transparan dan
bertanggungjawab (akuntabel) kepada masyarakat.
4. Pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab secara tegas dan jelas.
b. Arah Pengaturan.
Pengaturan dalam Perda ini diarahkan/difokuskan untuk mengatur secara jelas hal-hal
mendasar yang meliputi :
1. Tugas dan Wewenang
2. Koordinasi
3. Pengawasan
4. Prosedur
5. Pengenaan sanksi
6. Hak dan Kewajiban
7. larangan – Larangan
c.Ruang lingkup.
Untuk merumuskan, ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang
Milik Pemerintah Daerah Provinsi Bali meliputi:
1. Pengertian, maksud dan tujuan, asas-asas, lingkup BMD;
2. Pejabat pengelolaan BMD, yang berkedudukan sebagai pengelola, dan
pengguna BMD beserta hak dan kewajibannya);
3. Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan, yang terkait dengan perencanaan
kebutuhan BMD dan perolehan (kegiatan atau proses suatu kekayaan/barang
menjadi BMD), terutama yang berasal dari pengadaan;
4. Penguasaan, Penetapan Status dan Penggunaan, mengenai ketentuan
penetapan BMD pihak yang berhak menggunakan dan batasan hak,
kewenangan dan kewajiban dalam penggunaan BMD.
5. Pemanfaatan, yang berisi tentang ketentuan pemanfaatan BMD, pihak yang
berhak menentukan pemanfaatan BMD, dan batasan hak, kewenangan dan
kewajiban dalam pemanfaatan BMD;
6. Pengamanan, yang berisi tentang pengaturan pengamanan dari segi
administrasi, hukum dan fisik;
7. Penilaian, tentang ketentuan mengenai penilaian BMD dalam rangka
pemanfaatan, pemindahtanganan, dan pelaporan BMD;
8. Penghapusan, mengenai pertimbangan penghapusan, tindak lanjut
penghapusan, dan prosedur penghapusan;
9. Pemindahtangan, mengenai ketentuan-ketentuan mengenai penjualan,
pertukaran, hibah, penyertaan pemerintah atas BMD;
10. Penatausahaan, pengaturan tentang pendataan atas seluruh kekayaan yang
ada pada seluruh kementerian negara/lembaga baik di lingkungan
Pemerintah Pusat dan kekayaan yang ada pada pihak lain, misalnya BUMN
dan Badan Usaha lainnya; kegiatan pencatatan dan pembukuan; dan kegiatan
pelaporan;
11. Pengawasan/Pengendalian, pengaturan tentang pengawasan atau
pengendalian atas penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMD;
12. Sanksi/Tuntutan Ganti Rugi terkait dengan pengelolaan BMD.
13.pejabat pengelola barang milik daerah;
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan;
c. penggunaan;
d. pemanfaatan;
e. pengamanan dan pemeliharaan;
f. penilaian;
g. pemindahtanganan;
h. pemusnahan;
i. penghapusan;
j. penatausahaan;
k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
l. pengelolaan barang milik daerah pada SKPD yang
menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan
Layanan Umum Daerah:
m. barang milik daerah berupa rumah negara; dan ganti
rugi dan sanksi.
14.Barang Milik Daerah dari APBD.
a. barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBD; atau
b. barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya
yang sah.
15.Barang milik daerah yang dilarang untuk digadaikan/dijaminkan
untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan kepada pihak lain
sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah daerah.
16.Barang milik daerah yang tidak dapat disita sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
17.Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah
yang dilengkapi dokumen perolehan.
18.Barang milik daerah yang bersifat berwujud maupun tidak berwujud.
19.Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah,
meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau
yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak;
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas
penyertaan modal pemerintah daerah.
20.Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak lain berasal dari:
a. kontrak karya;
b.kontrak bagi hasil;
c.kontrak kerjasama;
d.perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional; dan
e.kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur.
BAB VI
MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN
BARANG MILIK PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI
Materi muatan dalam Naskah Akademik tentang Pengelolaan Barang Milik Pemerintah
Daerah Provinsi Bali, terkait dengan pejabat-pejabat pemerintah daerah provinsi yang dalam
bahasa legislative draftingnya disebut sebagai lembaga pelaksana (Implementing Agency)
dam pihak-pihak lain yang berkaitan dengan sasaran pengaturan /pemangku kepentingan (Role
Occupant).
Lembaga Pengedandali/Pelaksana meliputi:
1. Gubernur
2. Bupati ???
3.Kepala Dinas …??.
a. Kepala Dinas ..??
b. Kepala Dinas ..??
c. KSP
d. Satpol PP
e. Dll. ??
Identifikasi pejabat-pejabat pemerintahan daerah provinsi Bali tersebut sesuai
wewenangnya masing-masing akan akan melakukan pengendalian, pengawasan dan
pelaksanaan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pengelolaan barang milik pemerintah
daerah propinsi Bali.
Selain pejabat – pejabat pemerintahan yang dikategori sebagai implementing agency,
juga mereka mereka yang diidentifikasi sebagai pihak – pihak yang menjadi sasaran
pengaturan (role occupant) yaitu :
a. Individu.
b. Kelompok Masyarakat.
c. Pengusaha.
d. Kontraktor.
e. Pengelola Barang.
f. Pengguna Barang.
g. Dewan Pengelola Barang.
h. Dewan Pengguna Barang.
i. Penghuni rumah Negara.
j. Penyewa Barang.
k. Peminjam Barang.
l. Pemohon Pengguna Barang.
Relevansi identifikasi Pejabat Pemerintahan yang dalam bahasa Legislative Drafting
disebut sebagai Implementing Agency untuk menentukan tugas, wewenang, koordinasi,
pengawasan, prosedur, pengenaan sanksi yang menjadi tanggungjawab pejabat – pejabat
pemerintahan tersebut. Sedangkan pengaturan dalam rancangan peraturan daerah tentang
pengelolaan barang milik pemerintah daerah provinsi Bali yang berkaitan dengan Role
Occupant, pengaturannya diarahkan untuk memposisikan,hak, kewajiban, dan larangan –
larangan yang harus dipatuhi.
BAB VII
PENUTUP
A.Kesimpulan.
Cara dan sistem pengelolaan barang milik daerah provinsi Bali harus
merupakan prosedur yang disepakati bersama, antar pemerintah pusat
dan pemerintah daerah serta pihak-pihak yang terkait lainnya.
Pengelolaan aset daerah harus dilandasi oleh kebijakan dan regulasi yang
lengkap sesuai kondisi dan budaya lokal sehingga memberikan
kemanfaatan bagi masyarakat.
Hakekat Pengelolaan Barang Milik Daerah untuk mewujudkan cita-cita
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara sebagaimana
disebutkan dalam pembukaan UUD 1945.
Pengelolaan Barang Milik Daerah perlu bendasarkan pengaturan yang
memadai dalam Perda.
B.Saran
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah
yang lebih efektif, efisien, akuntabel dan transparan, maka diperlukan Perda
tentang pengelolaan barang milik daerah dengan cara :
1) penataan peraturan harmonisasi peraturan perundangan-undangan,
2) penataan kelembagaan,
3) penataan sistem pengelolaan barang milik daerah,
4) Pengembangan sumber daya manusia di bidang pengelolaan Barang Milik
Daerah.
5) Pengaturan Dalam Perda Pengelolaan Barang Milik Daerah Provinsi Bali
Perlu mengatur :
Perencanaan yang mencakup, perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penggunaan barang.
Penataan tata usaha yang meliputi inventarisasi, penilaian, pembukuan
dan prosedur dan cara pelaporan.
Peningkatan produktivitas meliputi, pengamanan dan pemeliharaan,
pemanfaatan, penghapusan dan pemindahtanganan,
Pembinaan, pengawasan dan pengendalian barang milik daerah.
Denpasar, 26 Juli 2017
Tim Penyusun Naskah Akademik Pengelolaan Barang Milik
Pemerintah Daerah Provinsi Bali
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Koordiantor,
Prof.Dr.YOHANES USFUNAN, Drs.,SH.,MH
Top Related