PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH
DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL
BERUPA UMBI UBI JALAR
(Ipomoea Batalas) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF
OLEH :
MUHAMMAD USAMAH AMRAN
I 111 06 011
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH
DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL BERUPA UMBI UBI
JALAR
(Ipomoea Batalas) DAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD USAMAH AMRAN
I 111 06 011
PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PRODUKSI DAN KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH
DENGAN PEMANFAATAN BAHAN BAKU LOKAL BERUPA UMBI UBI
JALAR
(Ipomoea Batalas) DAN AMPAS TAHU SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD USAMAH AMRAN
I 111 06 011
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK
JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Muhammad Usamah Amran
NIM : I 111 06 011
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan
sepenuhnya.
Makassar, Mei 2013
TTD
Muhammad Usamah Amran
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Produksi dan Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah
Dengan Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Ubi
Jalar (Ipomoea Batalas) Ampas Tahu Sebagai Pakan
Alternatif
Nama : Muhammad Usamah Amran
No. Pokok : I 111 06 011
Program Studi : Produksi Ternak
Jurusan : Produksi Ternak
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc
NIP. 19640503 199003 1 002
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc
NIP. 19630501 198803 1 004
Dekan Fakultas Peternakan
Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc.
NIP. 19520923 197903 1 002
Ketua Jurusan Produksi Ternak
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc.
NIP. 19641231 198903 1 025
Tanggal Lulus : Mei 2013
ABSTRAK
MUHAMMAD USAMAH AMRAN (I 111 06 011). Produksi dan Karakteristik
Fisik Susu Sapi Perah Dengan Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Ubi Jalar
(Ipomoea Batalas) dan Ampas Tahu Sebagai Pakan Alternatif. Dibimbing oleh
Ambo Ako sebagai Pembimbing Utama dan Lella Rahim sebagai pembimbing
anggota.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh terhadap
Produksi dan Kualitas Fisik Susu Sapi Perah Fries Holstein. Penelitian ini
menggunakan percobaan rancangan dasar rancangan acak lengkap (RAL), dengan
3 perlakuan dan 5 ulangan yaitu pada produksi susu dengan pemberian pakan
yang berbeda, rumput gajah + dedak padi 8,31 liter/ekor/hari, rumput gajah +
konsentrat 8,62 liter/ekor/hari dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu 9,36
liter/ekor/hari tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Kualitas fisik susu Berat Jenis
(BJ) memiliki rata-rata pada perlakuan rumput gajah + dedak padi, rumput gajah
+ konsentrat dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu, 1,027 ini menunjukkan
berat jenis normal. Potensi Hidrogen (pH) memiliki rata-rata pada perlakuan
rumput gajah + dedak padi, rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + ubi
jalar + ampas tahu 6,50 tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Pada uji sensoris
menunjukkan bahwa 16 panelis menyatakan pemberian rumput gajah + konsentrat
dibandingkan dan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu di bandingkan dengan
rumput gajah + dedak padi (kontrol), memiliki kualitas, sensorik dari segi rasa
guri. Sedangkan dari segi warna Pada uji sensoris menunjukkan bahwa 22 panelis
menyatakan pemberian rumput gajah + konsentrat dibandingkan dan rumput gajah
+ ubi jalar + ampas tahu di bandingkan dengan rumput gajah + dedak padi
(kontrol), memiliki kualitas, sensorik dari segi warna Putih Kekuningan warna
kuning disebabkan karna adanya pigmen karoten yang larut di dalam lemak susus.
Dari segi aroma pada uji sensoris menunjukkan bahwa 14 panelis menyatakan
pemberian rumput gajah + konsentrat dibandingkan dan rumput gajah + ubi jalar
+ ampas tahu di bandingkan dengan rumput gajah + dedak padi (kontrol),
memiliki kualitas, sensorik dari segi aroma khas. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa dengan menggunakan ubi jalar dan ampas tahu dapat
memaksimalkan produksi susu sapi perah, sehingga limbah pertanian berupa ubi
jalar dan ampas tahu dapat dimanfaakan pada musim kemarau sebagai pengganti
hijauan, berat jenis (BJ) dan pH pada susu tidak mengalami ada perbedaan atau
perubahan dengan control, begitu pula pada kualitas fisik susu warna, bau dan
rasa dilakukan uji sensoris menggunakan 30 panelis semi terlaih dan
menghasilkan lebih banyak yang memilih perlakuan P3 (Rumput Gajah + Ubi
jalar + ampas tahu)
KATA PENGANTAR
حي بسم هللا الرحمن الر
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan
rahmat serta karuniaNYa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini
yang berjudul “Produksi dan Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Dengan
Pemanfaatan Bahan Baku Lokal Berupa Umbi Ubi Jalar (Ipomoea Batalas) Sebagai
Pakan Alternatif” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan
tugas akhir (skripsi) pada jurusan Produksi Ternak di Fakultas Peternakan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah Subuhannawwata’ala atas segala perlindungan, rezki dan rahmatnya
sehingga penulis dapat memijakkan kaki di Universitas Hasanuddin.
Prof.Dr.Ir. H. Ambo Ako, M.Sc. selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. Selaku pembimbing anggota yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Penyusun juga tidak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Ibunda tercinta Andi Nur Aeni Ramli dan Ayahanda tersayang
Andi Muhammad Amran Nur yang selama ini terus mendukung penulis
dalam doa, materi dan curahan kasih sayangnya dan dukungannya serta
doa, serta kepada keluarga besar saya penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
4. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Syamsuddin
Garantjang. M.Sc selaku pembimbing akademik yang telah bersedia
meluangkan waktunya kurang lebih 7 tahun memberikan nasehat,
wejangan dan arahan dalam mengambil keputusan akademik.
5. Terima kasih kepada dosen penguji pada seminar proposal dan hasil yang
telah memberikan kritik, saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi
ini. Dan juga kepada para dosen, pegawai fakultas dan jurusan produksi
ternak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung,
penulis mengucapkan terimah kasih.
6. Terima kasih kepada dosen Dr. Yusuf. Spt, atas motifasi dan doanya
untuk penulis.
7. Terima kasih kepada Kakanda Mawardi. Spt, yang selama ini telah
8. Terima kasih kepada saudara-saudaraku, yang selama ini telah membantu,
memberikan motifasi dan doanya untuk penulis khususnya Keluarga
Besar Korps Pencinta Alam (KORPALA) Universitas Hasanuddin.
Keluarga Besar Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
9. Kepada rekan-rekan sepenelitian Erdayanti. Spt, Naftika Edelwais. Spt,
Jerni Amalia, Lestari Komal Putrid. Spt dan Ibrahim Hading. Spt,
terima kasih atas bantuan dan partisipasinya dalam mengumpulkan
artikel/literatur yang mendukung penelitian penulis.
10. Terima kasih kepada saudara-saudaraku, yang selama ini telah membantu,
memberikan motifasi dan doanya untuk penulis, Naftika Edeilweys. Spt,
Erdayanti. Spt, Lestari Kemala Putri. Spt, Ibrahim Hading. Spt
Jernih Amalia Rahman, Hardianti. Spt. St. Khadija. Spt, dan teman-
teman ”Colagen 06”, serta semua pihak yang telah membantu selama
penyelesaian skripsi ini.
11. Terima kasih kepada Adinda Habibi yang selalu memberi semangat
survive, motifasi dan doanya untuk penulis
12. Terima kasih juga kepada Bapak Nas yang telah membriak dan
mengisinkan menempai rumah dan ternaknya untuk tempat penelitian
selama 2 bulan.
Penulis menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan kedepan. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih atas saran yang diberikan dan berharap makalah ini bermamfaat bagi kita
semua.
Makassar, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
ABSTRAK ............................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
Tinjauan Umum Sapi Peah ........................................................................
Kontribusi Pakan dalam Usaha Peternakan ...............................................
Faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah .......
Pakan ..........................................................................................................
METODEOLOGI PENELITIAN ......................................................................
Waktu dan Tempa ......................................................................................
Materi penelitian ........................................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
Rencana Penelitian .....................................................................................
Prosedur Penelitian ....................................................................................
Parameter yang di Amati ...........................................................................
Pengukuran Produksi Susu ........................................................................
Pengukuran Sensoris Susu Warna, Bau dan Rasa .....................................
Pengukuran Potensial Hidrogen (pH) ........................................................
Pengukuran Berat Jenis (BJ) ......................................................................
Halaman
i
ii
iii
iv
vi
viii
ix
x
xi
xii
1
3
3
4
6
8
14
14
14
14
14
15
17
17
17
18
18
Analisis data ...............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
Produksi Susu ............................................................................................
Berat Jenis (BJ) ..........................................................................................
Potensi Hidrogen (pH) ...............................................................................
Kualitas sensoris Susu ...............................................................................
Rasa ............................................................................................................
Warna .........................................................................................................
Aroma.........................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................
Kesimpulan ................................................................................................
Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................
19
20
20
22
23
24
24
25
27
29
29
29
30
34
DAFTAR TABEL
Tabal I Standar Baku Kandungan Konsentrat Ternak Sapi Perah ........
Tabel II Kandungan Gizi pada Ubi Jalar (Ipomoae Batalas) ...............
Tabel III Kandungan Rumpur Gajah dan Dedak Padi ..........................
Tabel IV Kandungan Rumpur Gajah dan Konsentrat ...........................
Tabel V Kandungan Rumpur Gajah dan Umbi Ubi Jalar .....................
Tabel VI Rata-rata Produksi Susu Sapi Perah Fries Holstein (liter/ekor/hari)
Dengan Pemanfaatan Ubi jalar (Ipomoae batatas) sebagai
Alternatif Pakan .........................................................................
Tabel VII Rata-rata Berat Jenis (BJ) Susu Sapi Perah Fries Holstein
dengan pemberian pakan yang berbeda ......................................
Tabel VIII Rata-rata pH susu sapi perah Fries Holstein dengan
pemberia pakan yang berbeda ....................................................
Halaman
11
13
15
16
17
20
22
23
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
1. Rata-rata analisis panelis terhdap rasa susu sapi perah Fries
Holtein (FH) terhadap rumput gajah + dedak dengan rumput
gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan Ubi Jalar
(Ipomea Batalas) ...........................
2. Rata-rata analisis panelis terhdap warna susu sapi perah Fries
Holtein (FH) antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah
+ konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan Ubi Jalar
(Ipomea Batalas) .........................................
3. Rata-rata analisis panelis terhdap aroma susu sapi perah Fries
Holtein (FH) antara rumput gajah + dedak dengan rumput gajah
+ konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan pakan komplit ...
Halaman
24
26
27
DAFTAR LAMPIRAN
No
Teks
1. Uji sensoris Warna, Aroma Dan Rasa Susu Sapi Dengan
Pemberian Pakan Yang Berbeda
...............................................................................................
Halaman
34
.
PENDAHULUAN
Usaha peternakan sapi perah di Indonesia khususnya di Kabupaten
Enrekang memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha sapi perah di Pulau
Jawa. Rendahnya produktivitas disebabkan adopsi teknologi pakan yang rendah
serta manajemen pemeliharaan yang tradisional (Yusdja, 2005). di Kabupaten
Enrekang sampai saat ini masih mengalami banyak kendala. Kendala tersebut
diakibatkan kualitas pakan yang kurang baik. Beberapa faktor yang menghambat
penyediaan hijauan pakan, yakni terjadinya perubahan fungsi lahan yang
sebelumnya sebagai sumber hijauan pakanmenjadi lahan pemukiman, lahan
untuk tanaman pangan dan tanaman industri (Djajanegara, 1999).
Dilain pihak, menurut Kasryno dan Syafa’at (2000) bahwa sumberdaya
alam untuk peternakan berupa padang penggembalaan di Indonesia mengalami
penurunan sekitar 30%. Disamping itu secara umum di Indonesia ketersediaan
hijauan pakan juga dipengaruhi oleh iklim, sehingga pada musim kemarau terjadi
kekurangan hijauan pakan ternak dan sebaliknya di musim hujan jumlahnya
melimpah. Untuk mengatasi kekurangan rumput ataupun hijauan pakan lainnya
salah satunya adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan. Dengan
demikian untuk pengembangan ternak ruminansia di suatu daerah seharusnya
dilakukan juga usaha untuk memanfaatkan limbah pertanian, mengingat sumber
penyediaan rumput dan hijauan lainnya sebagai pakan sangat, terbatas (Syamsul
2003).
Salah satu limbah pertanian yang dapat di manfaatkan sebagai sumber
pakan ternak adalah hasil sortiran dari ubi jalar, mempakan palawija penghasil
karbohidrat terpenting setelah jagung dan ubi kayu. Selain karbohidrat, ubi jalar
juga megandung vitamin A dan C. Kandungan vitamin A ubi jalar yang daging
umbinya berwarna jingga setara dengan wolter dan kandungan vitamin C-nya
hampir sama dengan tomat (Widodo dan Antarlina 1996). Ubi-ubian (termasuk
ubi jalar) menempati kedudukan dan peranan yang cukup penting karena
mempunyai keunggulan komparatif yaitu dapat tumbuh pada lingkungan
agroekologi yang relatif kurang subur (Dimyati dan Manwan 1992)Selain
toleran terhadap lahan kurang subur, ubi jalar juga tahan terhadap cekaman
kekeringan. Pada kondisi kekeringan, akar ubi jalar rnampu menembus
kedalaman tanah sampai dua meter. Oleh karena itu, tanaman ubi jalar juga
dibudidayakan sebagai tanaman penyangga terhadap kemungkinan tejadinya
bencana ke-keringan, terutama di daerah dataran tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Sapi Perah
Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan susu melebihi kebutuhan
anaknya. Produksi susu tersebut dapat dipertahankan sampai waktu tertentu atau
selama masa hidupnya walaupun anaknya sudah disapih atau tidak disusui lagi,
dengan demikian, susu yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh manusia. Jenis
ternak perah yang ada antara lain sapi perah, kambing perah, dan kerbau perah
dipelihara khusus untuk diproduksi susunya. Sapi perah Fries Holstein (FH)
berasal dari propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat. Bangsa sapi FH
terbentuk dari nenek moyang sapi liar Bos Taurus typicus primigenius yang
ditemukan di negeri Belanda sekitar 2000 tahun yang lalu (Sudono dkk, 2003).
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada
dua yaitu :(1) Kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi
yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis, (2) Kelompok dari Bos
Primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos
Taurus. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi
Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat
Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red
Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia). Hasil survei
menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan
untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein (Nasrul, 2010).
Sapi Fries Holland ini sering disingkat dengan nama FH, namun ada juga
yang menyebut dengan Fries Holland yang berasal dari Belanda. Sapi FH
menduduki populasi terbesar, bahkan hampir di seluruh dunia, baik di negara -
negara sub-tropis maupun tropis. Bangsa sapi ini mudah beradaptasi ditempat
baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar di antara
bangsa-bangsa sapi perah yang lain. Di Indonesia, kecuali menggunakan sapi FH
murni sebagai sapi perah, khususnya di Jawa Timur, banyak pula diternakkan sapi
Grati, yakni hasil persilangan antara Friesian Holstein dan sapi lokal Ongole
.(Anonim, 1980).
Kontribusi Pakan dalam Usaha Peternakan
Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik
terhadap produktivitas ternak, kualitas produk peternakan, dan keuntungan
pengusaha ternak. Oleh karenanya, program pembangunan peternakan akan
tercapai bila mendapat dukungan pemenuhan pakan yang kualitas dan
kuantitasnya terjamin sehingga pakan dapat dinyatakan sebagai faktor dominan
yang mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan dalam usaha peternakan baik secara
jumlah maupun mutunya (Kuswandi, 2011).
Komponen-komponen utama bahan pakan sebenarnya dapat dipenuhi
dengan memanfaatkan potensi lokal, karena potensi bahan pakan lokal
mempunyai prospek ketersediaan yang tinggi dengan harga relatif murah, namun
komposisi zat makanan yang dikandungnya dapat bersaing dengan bahan yang
konvensional. Pemanfaatan bahan pakan lokal yang berbasis limbah dan
implementasi konsep zero-waste, akan memberi dampak ramah lingkungan
(Indraningsih dkk., 2010).
Limbah pertanian, perkebunan, agro-industri, limbah pabrik, sisa hasil
pemotongan hewan, dan sisa restoran dapat diolah menjadi bahan pakan. Limbah
tersebut diantaranya : pucuk tebu, jerami kedelai, batang dan tongkol jagung, kulit
singkong, kulit kopi, ampas tebu, jerami jagung, jerami padi, dedak padi, bungkil
sawit, ampas tahu, ampas tempe (Indraningsih dkk., 2010).
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa
jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau
rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50
kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan
sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari
BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar
25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar
sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat
berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta
mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dan lain-lain.
Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari
sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus
diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemberian pakan secara
kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap
hari sapi digembalakan (Anneahira, 2011).
Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Kualias Susu Sapi Perah
Rendahnya produksi susu disebabkan oleh beberapa faktor penentu dalam
usaha peternakan yaitu pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan pemberian
pakan, pemeliharaan ternak, penyediaan sarana dan prasarana, serta pencegahan
penyakit dan pengobatan (Dwicipto, 2008).
Faktor-faktor lain mempengaruhi tinggi rendahnya serta
kualitas produksi susu pada ternak adalah ukuran dan bobot badan induk,
umur, ukuran dan pertautan
ambing, pertumbuhan, jumlah anak lahir perkelahiran, suhu lingkungan,
faktor genetik dan lingkungan termasuk manajemen dan pemberian pakan
(Ernawani, 1991).
Susu sapi segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sehat dan
bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan alaminya
tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan
apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (Codex,
1999).
Susu sapi segar juga merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu
merupakan sumber protein hewani yang mempunyai peranan strategis dalam
kehidupan manusia, karena mengandung berbagai komponen gizi yang lengkap
serta kompleks. Penanganan susu diperlukan tidak hanya pada produk olahannya
saja, namun sejak dari proses pemerahan, distribusi, sampai produk olahannya,
(Mugen, 1987).
Kandungan nilai gizi yang tinggi menyebabkan susu merupakan media
yang sangat disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya,
sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak
dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Saleh, 2004).
Masyarakat pada umumnya mengkonsumsi susu dalam bentuk segar
maupun olahan. Pemerintah telah menetapkan suatu standar mutu dalam bentuk
SNI 1992, untuk susu dan produk olahannya. Hal ini dalam rangka melindungi
konsumen, dimana produsen mempunyai kewajiban untuk memenuhi persyaratan
yang terdapat pada SNI 1992, tersebut. Standar mutu merupakan rincian
persyaratan produk yang mencakup kriteria
1. Inderawi antara lain: bau, rasa, kenampakan dan warna
2. Fisikawi yaitu bentuk, ukuran dan kotoran
3. Kimiawi antara lain seperti pH, kadar nutrisi atau senyawa kimia
Mutu atau kualitas susu merupakan hubungan sifat-sifat susu yang
mencerminkan tingkat permintaan susu tersebut oleh konsumen. Sifat-sifat
tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Sifat fisik susu
menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji dengan peralatan tertentu atau
panca indra. Sifat fisik susu yang dapat diuji dengan alat antara lain berat jenis,
kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat duji dengan panca indera yaitu bau, rasa,
warna, dan konsistensinya. (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
Warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih
disebabkan refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-butiran lemak, protein
dan garam-garam dalam susu. Warna kuning merupakan cerminan warna karoten
dalam susu. Bau susu segar normal, mempunyai bau yang khas terutama karna
adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya
menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau lain
yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak
susu. Bau pakan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah
mempengaruhi bau susu tersebut. Rasa dan bau sering sekali sulit dipisahkan dan
keduanya menghasilkan kesan spesifik yang disebut sebagai flavor susu. Bj susu
normal antara 1,027 – 1,034 pada suhu 20oC. Kenaikan Bj ini terutama terjadi
karena pembebasan gas CO2 dan N2 yang terdapat dalam susu segar sebanyak 4-
5%. pH susu sekitar 6,5-6,7 (sedikit asam). (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
Pakan
Pakan utama ternak ruminansiah terdiri dari hijauan dan pelengkap
nutrisinya adalah konsentrat. Tetapi ketersediaan hijauan pakan terkadang tidak
terus menerus tersedia terutama pada musim kemarau, dimana rumput sulit untuk
didapat. Padahal ketersedian hijauan yang tetap sangat menentukan produktivitas
ternak, disamping itu pemberian hijauan yang tidak selalu ada dapat menimbulkan
stress dan akan mengakibatkan ternak rentan terhadap berbagai penyakit.
Kenyataan dilapangan banyak dijumpai peternak belum sesuai dalam pemberian
pakan pada ternaknya sehingga hasinya tidak optimal. Maka dari itu perlu adanya
sebuah pakan komplit untuk ternak ruminansia. Pakan Komplit adalah suatu jenis
bahan yang dirancang untuk produk komersial bagi ternak ruminansia yang
didalamnya sudah mengandung sumber serat, energi, protein, vitamin dan mineral
dan semua nutrien yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja produksi dan
reproduksi ternak dengan imbangan yang memadai (Agustina, 2011).
Pengaruh pemberian pakan komplit sangat besar pengaruhnya terhadap
produksi susu dan kadar lemak yaitu pada pemberian ransum yang tidak memadai
menyebabkan hasil susu yang rendah, tetapi kadar lemak susu masih dalam keadaan
normal. Akan tetapi, jika pemberian ransumnya memadai maka produksi susu meningkat.
Namun, kadar lemak susu menurun (Basya, 1983).
Secara umum Pakan Komplit adalah suatu teknologi formulasi pakan yang
mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan
konsentrat yang dicampur menjadi satu (Agustina, 2011).
Konsentrat adalah suatu bahan makanan yang digunakan bersama dengan
bahan makanan lainnya untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan
makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampurkan sebagai suplemen
atau pelengkap. Jadi, konsentrat adalah makanan pelengkap utama bagi sapi perah
yang kaya akan energi dan protein (Blakely dan Bade. 1991).
Pakan konsentrat terdiri dari berbagai bahan makanan yang dicampur
berdasarkan komposisi nutrisinya, misalnya total nutrisi tercerna (Total Digestible
Nutrient = TDN) atau energi, dan protein kasar (PK). Selain itu, sapi perah juga
memerlukan mineral untuk kebutuhan hidupnya, misalnya natrium (Na), kalsium
(Ca), dan vitamin-vitamin. Untuk mengantisipasi ternak sapi perah kekurangan
mineral, para peternak biasanya menggantungkan garam batu di kandang sapi
perah. Jika sapi perah kekurangan mineral dari pakan yang diberikan, maka sapi
akan menjilati garam sampai terpenuhi kebutuhan mineralnya (Firman, 2010).
Bahan-bahan makanan yang dijadikan konsentrat sebaiknya memiliki
kriteria sebagai berikut: palatabilitasnya tinggi, kandungan nutrisinya cukup baik,
tersedia setiap saat dan tidak bersaing dengan manusia, serta harga terjangkau.
Selain kriteria tersebut, di dalam mencari sumber bahan pakan penyusun
konsentrat, perlu juga memperhatikan adanya anti nutrisi di dalam bahan pakan
tersebut. Anti nutrisi ini bisa menjadi racun bagi ternak. Konsentrat dalam ransum
dapat mempengaruhi produksi dan komposisi air susu. Hal ini dikaitkan dengan
tipe konsentrat (kaya kandungan pati atau kaya akan kandungan serat kasar) dapat
mempengaruhi proporsi hasil akhir fermentasi (volatile fatty acids) VFA dalam
rumen (Agus, 1997).
Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik
terhadap produktivitas ternak, kualitas produk peternakan, dan keuntungan
pengusaha ternak. Oleh karenanya, program pembangunan peternakan akan
tercapai bila mendapat dukungan pemenuhan pakan yang kualitas dan
kuantitasnya terjamin sehingga pakan dapat dinyatakan sebagai faktor dominan
yang mempengaruhi efesiensi dan kesuksesan dalam usaha peternakan baik secara
jumlah maupun mutunya (Kuswandi, 2011).
Bamualim, dkk, (2009), menyatakan bahwa produk konsentrat harus
memenuhi standar baku (Tabel 1). Beberapa hasil pemeriksaan terhadap beberapa
yang beredar di masyarakat menunjukkan nilai TDN-nya kurang dari 55% dan
protein kasar di bawah 13%. Hal ini bisa menyebabkan produksi susu menjadi
rendah, bahkan untuk kebutuhan pokok saja tidak tercukupi. Oleh karena itu
diperlukan pengawasan yang ketat terhadap produk konsentrat yang diproduksi
oleh pabrik pakan ataupun koperasi, ujung-ujungnya yang rugi adalah peternak
sapi itu sendiri. Bahkan, guna memenuhi kekurangan kebutuhan nutrisi sapi
perah, para peternak sering kali menambahkan ongok atau ampas tahu kepada
ternaknya. Artinya, beban biaya pakan pun akan bertambah yang nantinya akan
mengurangi pendapatan peternak dari pendapatan susu.
Tabel 1.Standar Baku Kandungan Konsentrat Ternak Sapi Perah
Kandungan Nilai (%)
Protein kasar
TDN
kadar air
Lemak kasar
Min 16
67
Maks 12
6
Serat kasar
Ca
P
11
0,9 – 0,8
0,6 – 0,8
Sumber : Bamualim, dkk, (2009)
Limbah agroindustri banyak tersedia dan beragam dalam jenis di daerah
tropis yang menjadi sumber utama untuk meningkatkan produktivitas ternak.
Limbah Ubi Jalar (Ipomoea Batalas) adalah salah satu contoh bahan baku pakan
ternak yang tersedia di dalam negeri.
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas) diduga berasal dari benua Amerika,
tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad
ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar (Ipomoea Batatas) ke kawasan
Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar
(Ipomoea Batatas) terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang
dihasilkan dunia (Fao, 2004). Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang
kurang subur dan kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan
sepanjang tahun.
Biaya yang relatif rendah dibandingkan banyak lainnya untuk bahan pakan
ternak. Selain itu nilai gizi ubi jalar secara kualitatif selalui dipengaruhi oleh
varitas, lokasi dan musim tanam. Pada musim kemarau dari varitas yang sama
akan menghasilkan tepung yang relatif lebih tinggi daripada musim penghujan,
demikian juga ubi jalar yang berdaging merah umumnya mempunyai kadar
karoten yang lebih tinggi daripada yang berwarna putih. Limbah daun ubi jalar
juga dapat dipergunakan sebagai makanan kelinci. Pucuk-pucuk daun ubi muda
yang masih segar dapat juga dimanfaatkan untuk keperluan sayur (Retro, 2011).
Ubi jalar segar mentah memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu
562 g kalium, 107 mg kalsium, 2,8 g protein, kalori 53,00 kal, 5,565 SI vitamin A
dan 32 mg vitamin C dalam tiap 100 gram. Seusai dimasak kandungan gizi
berkurang yaitu menjadi 2,6 mg kalsium, 94 mg kalium, 3.345 SI vitamin A dan 5
mg vitamin C dalam tiap 100 gram (Retro, 2011).
Ubi jalar dapat disimpan hingga 5 s/d 6 bulan bahkan lebih tergantung dari
cara penyimpanan. Ubi jalar yang telah disimpan rasanya lebih manis
dibandingkan dengan ubi jalar yang baru saja dipanen. Cara yang paling praktis
agar tahan lama disimpan adalah dibenamkan kedalam pasir (Retro, 2011).
Tabel 2.Kandungan Gizi pada ubi jalar (Ipomoae batalas)
No Kandungan Gizi Banyaknya dalam
Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning Daun
1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00
2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80
3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40
4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40
5 Air (g) 68,50 68,50 - 84,70
6 Serat Kasar 0,94 1,20 1,40 -
7 Kadar Gula 0,40 0,40 0,30 -
8 Beta Karoten 31,20 174,20 - -
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI, 1981, Suismono, 1995
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian terhadap pengukuran produksi dan karakteristik fisik (warna,
bau rasa berat jenis dan pH ) susu dilaksanakan pada bulan Oktober - November
2012, bertempat di Dusun Panette, Desa Lebang, Kec. Cendana, Kab. Enrekang.
Materi Penelitian
Bahan utama penelitian ini adalah sapi perah Fries Holland (FH), sebanyak
15 ekor, umur sapi yang digunakan 4 - 6 tahun dan masa laktasi 3 - 5 bulan. Pakan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah perkebunan dari ubi jalar
(Ipomoae Batatas) berupa umbi-umbian, konsentrat, rumput gajah, air, dan ampas
tahu.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ember, sekop, timbangan
pakan. Alat ukur BJ dan pH, tabung reaksi dan alat ukur produksi susu sapih
perah
Metode Penelitian
1. Rancangan penelitian
Penelitian pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoae batatas) dan Ampas Tahu di
Kabupaten Enrekang dengan melihat Produksi susu karakteristik fisik yaitu
warna, aroma, rasa, pada sapi perah FH. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, lima kali ulangan.
Perlakuan 1 (P1) = Rumut gajah + dedak padi
Perlakuan 2 (P2) = Rumput gajah + konsentrat
Perlakuan 3 (P3) = Rumput gajah + Ubi jalar (Ipomoae batalas) +
Ampas Tahu
2. Prosedur Penelitian
a. Perlakuan pertama (P1 = Rumput gajah + Dedak Padi)
Komposisi bahan
Komposisi bahan yang digunakan untuk perlakuan pertama yaitu rumput
gajah 30 kg + dedak padi 7 kg/hari.
Tabel 3. Nilai nutrisi bahan pakan rumput gajah dan dedak padi.
b. Perlakuan Kedua (P2 = Rumput gajah + Konsentrat)
Komposisi bahan
Komposisi bahan yang digunakan untuk perlakuan kedua yaitu Rumput
gajah 30 kg + Konsentrat 4 kg/hari. Komposisi konsentrat yang digunakan pada
perlakuan dua sebagai berikut :
Dedak padi 70%
Jagung giling 20%
Bungkil kelapa 10%
Bahan Pakan % BK (%) TDN Abu PK Lemak SK BETN Ca P
Rumput Gajah 40 9,99 23,58 5,40 3,8 1,11 14,43 19,83 0,1 0,05
Dedak Padi 60 53,52 40,74 8,16 7,8 5,18 8,34 30,52 0,05 0,84
Total 100 63,51 64,32 13,56 11,6 6,29 22,77 50,35 0,15 0,89
Tabel 4. Nilai nutrisi bahan pakan konsentrat dan rumput gajah.
Bahan pakan % BK
(%)
TDN Abu PK Lemak SK BETN Ca P
Rumput Gajah 45 9,99 23,58 5,40 3,91 1,22 14,54 19,94 0,21 0,16
Dedak Padi 20 17,84 13,58 2,72 2,60 1,73 2,78 10,17 0,02 0,28
Jagung Giling 5 4,34 4,04 0,11 0,54 0,21 0,13 4,01 0,01 0,02
Bungkil
Kelapa
30 26,58 23,61 2,47 6,39 3,27 4,26 13,62 0,07 0,20
Total 100 58,75 64,81 10,70 13,44 6,43 21,70 47,74 0,31 0,65
c. Perlakuan Ketiga (P3 = Rumput gajah + Ubi jalar (Ipomoae batalas) +
Ampas Tahu
Komposisi bahan
Komposisi bahan yang digunakan pada perlakuan tiga yaitu Rumput Gajah
30 kg + Umbi Ubi jalar (Ipomoae batalts) dan Ampas Tahu 7,2 kg/hari. Formulasi
pakan disusun sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Umbi ubi jalar yang
digunakan bukan ubi jalar yang segar melainkan disimpan dulu selama 1 bulan
karena harus dikumpulkan terlebih dahulu sebelum penelitian ini dimulai.
Sedangkan ampas tahu langsung di gunakan setelah dari pabrik. Pada saat
penelitian berlangsung sebelum umbi ubi jalar ini diberikan kepada ternak umbi
ubi jalarnya dipotong-potong/dicincang halus dengan menggunakan chopper
setelah itu langsung diberikan pada ternaknya.
Tabel 5. Nilai nutrisi bahan pakan Rumput Gajah, Ampas Tahu dan Ubi jalar.
Cara pemberian pakan
Rumput gajah diberikan ke ternak setelah dipotong sekitar 10 cm. Dedak
padi, konsentrat, ampas tahu dan ubi jalar diberikan setelah rumput gajah habis.
3. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi susu dan
kualitas fisik susu yaitu sensoris (warna, bau, rasa) berat jenis dan pH susu sapi
Fries Hostein (FH). Cara pengukuran dari masing-masing paramater sebagai
berikut :
a. Pengukuran Produksi Susu Sapi Perah
Produksi susu sapi perah pagi dan sore diukur, kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus : ( Anggorodi. 2001).
Produksi (liter) = produksi pagi + produksi sore
b. Pengujian sensoris susu (warna, bau, rasa) (modifikasi Kartika, dkk.,
2010; Setyaningsih, dkk., 2010).
Kualitas susu dilakukan dengan menggunakan uji sensorik (warna, bau,
dan rasa) dengan menggunakan 30 panelis semi terlatih yang berasal dari
kalangan mahasiswa dan warga yang ada di dusun Baba Kabupaten Enrekang.
Bahan pakan %
BK
(%) TDN Abu PK Lemak SK BETN Ca P
Rumput Gajah 45 9,99 23,58 5,40 3,91 1,22 14,54 19,94 0,21 0,16
Ampas Tahu 20 2,92 15,6 1,04 6,08 0,08 4,44 6,52 0,04 0,24
Ubi Jalar 35 10,85 24,5 1,26 2,46 0,14 2,1 29,44 0,032 0,045
Total 100 23,76 63,68 7,7 12,45 1,44 21,08 55,9 0,282 0,445
Susu segar terlebih dahulu dipasteurisasi kemudian di masukkan ke dalam botol-
botol kecil untuk diuji panelis.
Uji sensoris susu dilakukan di bawah kondisi penerangan dan lingkungan
yang terkontrol. Uji sensori dilakukan dengan memberikan sekitar 30 ml untuk
setiap sampel susu kepada panelis. Panelis diberitahukan untuk mengevaluasi
sampel dengan mempertahankan sampel ke dalam mulut selama sedikitnya 3
detik untuk menilai susu sebelum ditelan. Format kuisioner dapat dilihat pada
Lampiran 1.
c. Pengukuran Potensial Hidrogen (pH)
Potensial Hidrogen (pH) diukur pada suhu ruang menggunakn pH meter
digital HANNA, setelah dikalibrasi dengan buffer komersial pH 4 dan 7. Dengan
cara mencelupkan pH meter pada sampel dalam wadah gelas. Nilai yang terbaca
merupakan sampel yang terukur (Hardiwiyoto, 1994).
d. Pengujian Berat Jenis
Sebanyak 500 ml susu sampel dimasukkan kedalm gelas susu tersebut
disimpan kedalam penangas (80oC). sampel dipanaskan sampai suhu 40o
C sambil
diaduk sampel selanjutnya didinginkan sampai 20oC. setelah dingin dituang
kedalam gelas ukur tanpa menimbulkan buih. Laktodesimeter dimasukkan
kedalam gelas ukur. Laktodesimeter diputar putar sepanjang dinding gelas ukur
agar susunya merata. Laktodesimeter selanjutnya dijatuhkan perlahan - lahan,
lalu didorong kedalam kira kira 1cm, selanjutnya dilihat hasilnya dibaca segera
(tidak lebih dari 15 detik). Jika temperatur tidak tepat 20oC, maka perbedaan 1o
C
diatas/dibawa 20oC ditambahkan /dikurangi 0,002 dengan bobot jenisnya (Badan
Standarisasi Nasional, 1998).
Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran produksi susu, dan kualitas fisik susu
analisis sensoris (warna, bau, dan rasa) serta pengukuran viskositas diolah dengan
mengggunakan analisis sidikragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Model statistik adalah sebahgai
berikut:
Yi j = μ + αi + εi j
I = Perlakuan 1, 2, dan 3
j = Ulangan 1, 2, 3, 4, dan 5
Yij = Hasil pengamatan ke-ij
μ = Nilai tengah populasi
αi = Pengaruh adektif (koefisien segresi parsial) dari perlakuan ke-i
ε i j = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-ij.
Hasil sidik ragam menunjukan perbedaannya maka dilanjutkan dengan uji
BNT (Beda Nyata Terkecil). (Gaspersz, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Susu
Hasil penelitian produksi dan karakteristik fisik susu sapi perah dengan
pemanfaatan ampas tahu dan bahan baku lokal berupa umbi ubi jalar (ipomoea
batalas) + ampas tahu sebagai pakan alternatif, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Produksi Susu Sapi Perah Fries Holstein (liter/ekor/hari)
Dengan Pemanfaatan Ubi jalar (Ipomoae batatas) dan Ampas Tahu
sebagai Alternatif Pakan.
Ulangan
Perlakuan
Rumput gajah +
Dedak padi
Rumput gajah +
Konsentrat
Rumput gajah +
Ubi Jalar + Ampas
Tahu
1 10.44 9.29 11.37
2 7.72 6.39 8.65
3 7.35 8.07 7.27
4 7.65 10.49 8.66
5 8.41 8.87 10.99
Rata-Rata 8,31 8.62 9,39
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata–rata produksi susu sapi perah
Fries Hostein (FH) selama peneliian adalah rumput gajah + dedak padi 8,31
liter/ekor/hari, rumput gajah + konsentrat 8.62 liter/ekor/hari dan rumput gajah +
ubi jalar + ampas tahu 9,39 liter/ekor/hari. Terlihat bahwa perlakuan pemberian
pakan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap produksi susu sapi
perah Fries Hostein (FH).
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata
produksi air susu sapi perah FH cenderung lebih tinggi pada perlakuan pemberian
pakan rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu dibandingkan perlakuan rumput
gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak padi.
Produksi susu mengalami peningkatan pada pemberian pakan rumput
gajah + ubi jalar (Ipomoae batatas) + ampas tahu yaitu 9,38 liter/ekor/hari,
dibandikan dengan perlakuan rumput gajah + dedak padi yang selama ini
dilakukan oleh peternak. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan rumput
gajah + ubi jalar (Ipomoae batatas) + ampas tahu dapat memaksimalkan produksi
susu sapi perah Fries Hostein (FH).
Tingginya produksi susu pada perlakuan disebabkan sapi perlakuan
mendapat pakan tambahan, sehingga suplay energi dan asam amino untuk sintesis
susu lebih tinggi. Sedangkan rendahnya produksi susu pada kelompok kontrol
disebabkan ransum yang diberikan belum memenuhi kebutuhan untuk produksi
susu sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Legowo (2002) bahwa energi
yang terkandung dalam ransum dapat mempengaruhi produksi susu. Ransum
dengan energi tinggi dapat meningkatkan produksi susu. Sedangkan pada
perlakuan pakan lengkap terlihat produksi susu cenderung lebih tinggi dibanding
dengan perlakuan rumput gajah + konsentrat.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa ubi jalar
(Ipomoae batatas) dan ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan
utama pada ternak sapi perah sebagai pengganti rumput atau mengabungkan
keduanya.
Berat jenis (BJ)
Berat jenis (BJ) digunakan untuk mengetahui grafitasi spesifik suatu
larutan. Hasil penelitian diperoleh rata-rata Berat Jenis (BJ) susu sapi perah Fries
Holstein di Kabupaten Enrekang dengan pemberian pakan yang berbeda dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Berat Jenis (BJ) Susu Sapi Perah Fries Holstein dengan
pemberian pakan yang berbeda.
Rata-rata berat jenis susu pada perlakuan kontrol relatif sama yaitu 1,0276,
perlakuan rumput gajah + konsentrat 1,0276 dan pada perlakuan rumput gajah +
ubi jalar + ampas tahu 1,0276. Dari rata-rata berat jenis tersebut berat jenis susu
sudah normal, hal ini sesuai dengan Badan Standar Nasional, (1992) berat jenis
susu normal antara 1,0276 – 1,034 pada suhu 20 oC. Hal ini juga dinyatakan oleh
Winarno (1997) yang menyatakan bahwa Berat jenis susu rata-rata 1,032 atau
berkisar antara 1,0276-1,035. Semakin besar berat jenis pada susu semakin bagus
karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air
dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka
semakin rendah berat jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan
lemak, maka semakin berat susu tersebut.
Ulangan
Perlakuan
Rumput gajah +
Dedak
Rumput gajah +
Konsentrat
Rumput gajah +
Ubi Jalar + Ampas
Tahu
1 1,027 1,027 1,027
2 1,028 1,028 1,028
3 1,028 1,028 1,028
4 1,028 1,028 1,028
5 1,028 1,028 1,028
Rata-Rata 1,0276 1,0276 1,0276
Berat jenis susu dipengaruhi oleh kadar padatan total dan padatan tanpa
lemak. Kadar padatan total susu diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar
lemaknya. Dengan demikian Semakin besar berat jenis pada susu semakin bagus
karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air
dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka
semakin rendah berat jenis-nya, semakin banyak persentase bahan padat bukan
lemak, maka semakin berat (Hadiwiyoto, 1994).
Potensial Hidrogen (pH)
Hasil penelitian diperoleh rata-rata pH susu sapi perah Fries Holstein (FH)
di Kabupaten Enrekang dengan pemberian pakan yang berbeda dapat dilihat pada
Table 8.
Tabel 8. Rata-rata pH susu sapi perah Fries Holstein dengan pemberia pakan
yang berbeda.
Rata-rata pH yang diperoleh dari hasil penelitian (rumput gajah + dedak
padi), (rumput gajah + konsentrat) dan (rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu)
relatif sama yaitu 6,5 dengan demikian rataan ini menggambarkan bahwa susu
sapi segar yang dihasilkan memiliki pH yang cenderung normal. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sugitha dan Djalil (1989) yang menyatakan bahwa susu
Ulangan
Perlakuan
Rumput gajah +
Dedak padi
Rumput gajah +
Konsentrat Rumput gajah +
Ubi Jalar +
Ampas Tahu
1 6.5 6.5 6.5
2 6.5 6.5 6.5
3 6.5 6.5 6.5
4 6.5 6.5 6.5
5 6.5 6.5 6.5
Rata-Rata 6,5 6,5 6,5
sapi segar memiliki pH antara 6,4-6,8. Menurut Rustanti (2011), bahwa jika
nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan ila
pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun pembusukan bakteri.
Kualitas Sensoris Susu
a. Rasa
Susu sapi perah Fries Hosein (FH) yang baik memiliki rasa yang sedikit
guri, rasa manis ini berasal dari laktosa. Rasa asin berasal dari garam-garam
mineral flourida dan sitrat. Rata – rata rasa susu sapi perah FH di Kabupaten
Enrekang yang diberikan pakan yang berbeda berbasisi limbah lokal dapat dilihat
Gambar 1.
Gambar 1. Uji Organoleptik terhadap rasa susu antara rumput gajah + dedak
dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan
rumput gajah + ubi jalar (Ipomea Batatas) + ampas tahu
Hasil uji perbandingan pasangan (Paired Comparison Test), (Setyanigsih,
dkk,. 2010), (Kartika, dkk., 2010) menunjukkan bahwa 16 panelis menyatakan
bahwa perlakuan P3 (rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu) memiliki kualitas
sensorik dari segi rasa yang guri dibandingkan dengan perlakuan P1 (rumput
gajah + dedak padi) (kontrol). Hal ini sesuai Anonim (1992). Syarat rasa susu
P1 dan P2; Guri; 15
P1 dan P2; Manis; 2
P1 dan P2; Asam; 13
P1 dan P3; Guri; 16
P1 dan P3; Manis; 2
P1 dan P3; Asam; 12 Ju
mla
h P
anal
is
Kriteria Penilaian
P1 dan P2
P1 dan P3
segar masih dikatakan normal jika tidak menyimpang dari rasa khas susu segar
yaitu sedikit gurih yang disebabkan oleh klorida dan rasa manis yang disebabkan
oleh laktosa, sedangkan rasa asam mungkin sudah mulai masuk dalam tahap
perusakan yaitu tahap pengasaman oleh bakteri asam susu.
Mirdhayati, dkk (2008), menyatakan bahwa syarat rasa susu segar masih
dikatakan normal jika tidak menyimpang dari rasa khas susu segar yaitu sedikit
gurih (asin) dan manis. Rasa gurih disebabkan karena adanya kandungan laktosa
dan klorida sedangkan rasa manis disebabkan oleh adanya gula laktosa didalam
susu. Selanjutnya Ghani (2010) menyatakan bahwa adanya rasa asam pada susu
kemungkinan sudah mulai masuk dalam tahap perusakan yaitu tahap pengasaman
oleh bakteri asam susu dan apabila susu sudah mulai terasa pahit, mungkin sudah
mengalam perusakan tingkat lanjut yaitu perusakan oleh jamur dan bakteri setelah
berakhirnya fase pengasaman.
b. Warna
Warna merupakan merupakan sensori pertama yang dapat dilihat langsung
oleh panelis. Penentuan mutu bahan makanan umumnya bergantung pada warna
yang dimilikinya, warna yang tidak menyimpang dari warna yang seharusnya
akan memberikan kesan tersendiri oleh panelis. Hasil penelitian rata-rata warna
susu sapi perah Fries Hostein (FH) di Kabupaten Enrekang diberikan pakan yang
berbeda berbasisi limbah lokal dapat dilihat Gambar 2.
Gambar 2. Uji Organoleptik terhadap warna susu antara rumput gajah + dedak
dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + dedak dengan
rumput gajah + ubi jalar (Ipomea Batatas) + ampas tahu
Hasil uji perbandingan pasangan (Paired Comparison Test), (Setyanigsih,
dkk,. 2010); (Kartika, dkk., 2010) menunjukkan bahwa 22 panelis menyatakan P3
(rumput gajah + ubi jalar + ampas tahu), memiliki kualitas sensorik dari segi
warna putih kekuningan dibandingkan dengan perlakuan P1 (rumput gajah +
dedak padi). Warna ini sesuai yang ditetapkan Anonim, (1992). Warna susu yang
normal adalah putih kekuningan.
Warna putih dari susu diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar
dari globula-globula lemak serta partikel-partikel koloid senyawa kasein dan
kalsium posfat. Warna kuning disebabkan karena adanya pigmen karoten yang
larut didalam lemak susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Mirdhayati, dkk (2008)
menyatakan warna susu sapi dikatakan normal jika tidak mengalami perubahan
dari warna normal susu sapi, warna susu sapi segar yaitu putih kekuningan sampai
putih kebiruan. Selanjutnya Soeharsono (1996), menyatakan warna susu
dipengaruhi oleh partikel koloid. Warna putih susu disebabkan oleh refleksi
cahaya globula lemak, kalsium kaseinat dan koloid fosfat, warna kuning
P1 dan P2; Putih Kebiruan; 9
P1 dan P2; Putih Kebiruan; 12 P1 dan P2; Putih
Kekuningan; 9 P1 dan P3; Putih Kebiruan; 3
P1 dan P3; Putih Kebiruan; 5
P1 dan P3; Putih Kekuningan; 22
Jum
lah P
anal
is
Kriteria Penilaian
P1 dan P2
P1 dan P3
disebabkan oleh pigmen karoten yang terlarut dalam lemak, pigmen tersebut
berasal dari pakan hijauan.
c. Aroma
Aroma susu sangat mudah menyerap bau dari sekitarnya, seperti bau
hewan asal susu perah. Susu memiliki bau yang aromatis. Hasil penelitian rata –
rata susu sapi perag Fries`Hostein (FH) di Kabupaten Enrekang yang di berika
perlakuan pemberian pakan yang berbeda lihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Uji Organoleptik terhadap aroma susu antara rumput gajah + dedak
dengan rumput gajah + konsentrat dan rumput gajah + ubi jalar
(Ipomea Batatas) + ampas tahu.
Berdasarkan hasil penilaian dari panelis bahwa 14 panelis menyatakan
perlakaun P3 (rumput gajah + ubi jalar + amapas tahu), memiliki aroma khas
susu, dibandingkan dengan perlakuan P1 (rumput gajah + dedak padi).
susu segar memiliki aroma khas. Aroma (bau) khas susu disebabkan oleh
beberapa senyawa yang mempunyai aroma spesifik dan sebagian bersifat volatil.
Oleh sebab itu, beberapa jam setelah pemerahan atau setelah penyimpanan, aroma
khas susu banyak berkurang. Hal ini mendukung pendapat Saleh (2004), bahwa
aroma susu sangat dipengaruhi oleh adanya sifat lemak air susu. Demikian juga
P1 dan P2; Khas; 12 P1 dan P2; Amis;
10 P1 dan P2; Tengik; 8
P1 dan P3; Khas; 14
P1 dan P3; Amis; 7
P1 dan P3; Tengik; 9
Jum
lah P
anal
is
Kriteria Penilaian
P1 dan P2
P1 dan P3
bahan pakan ternak sapi dapat merubah aroma air susu. Bila dirasa tidak sedap,
kemungkinan pertama adalah faktor lingkungan di sekitar penyimpananya.
Selanjutnya Soeparno (1992) menyatakan bahwa penyimpangan atau abnormalitas
aroma (bau) susu disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu:
a. Sapi sedang mengalami gangguan fisik atau kesehatan. Dalam hal ini
senyawa-senyawa yang memberikan rasa abnormal disekresikan bersama
dengan susu.
b. Pakan ternak. Senyawa bau dari pakan diserap kedalam darah dan
disekresikan di dalam susu.
c. Absorpsi bau yang menonjol atau tajam oleh susu. Pada saat pemerahan dan
penanganan susu segar sangat dimungkinkan terabsorpsi bau disekeliling susu
atau tempat pemeraha.
d. Dekomposisi komponen susu akibat pertumbuhan dan perkembang biakan
bakteri.
e. Perubahan-perubahan karena reaksi kimia, misalnya reaksi oksidasi yang
dapat menimbulkan bau tengik (rancid).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapa disimpulkan
bahwa:
1. Penggunakan pakan alternatif berupa umbi ubi jalar (ipomea batatas) dan
ampas tahu dapat memaksimalkan produksi susu sapi perah FH, sehingga
limbah pertanian berupa umbi ubi jalar dan ampas tahu dapat dimanfaakan
sebagai pengganti konsentrat.
2. Berat jenis (BJ) dan pH pada susu sapi perah FH tidak ada perbedaan
antara percobaan pemberian jenis pakan pada sapi perah FH.
3. Uji organoleptik terhadap warna, rasa dan aroma susu sapi perah FH,
memperlihatkan kualitas terbaik pada perlakuan rumput gajah + ubi jalar
(ipomea batatas) + ampas tahu.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar petani peternak dapat
memanfaatkan limbah lokal sebagai pakan ternak, sehingga dapat mengatasi
kelangkaan dan kekurangan pakan yang berkualias pada musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1980. Beternak Sapi Perah. Aksi Agraris Kanisius. Yogyakarta.
Anomin. 1992. Standat Mutu Susu Esplorasi. Badan Standat Nasional, Jakarta
Anneahira, 2011. Usaha sapi perah di Indonesia. Agro media Pustaka. Jawa Barat
Anggorodi., R. 2001. Produksi dan mutu air susu. Edisi Kedua PT. Gramedia
Jakarta.
Agustina, 2011. Prospek pengembangan sapi perah. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Agus, A., 1997. Pengaruh Tipe Konsentrat Sumber Energi dalam Ransum Sapi
Perah Berproduksi Tinggi terhadap Produksi Dan Komposisi
Susu.ISSN 0126-4400/1997/01/. Diakses tanggal 29 Agustus 2012.
Basya. S, 1983. Berbagai faktor yang mempengaruhi kadar lemak susu sapi perah.
Balai penelitian ternak. Bogor.
Bamualim, A. M, Kusmartono, dan Kuswandi. 2009. Aspek Nutrisi Sapi
Perah. Dalam Buku Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.
Blakely, R. F dan D. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Yogyakarta.Gadjah mada
University press.
Badan Standardisasi Nasional, 1992. Standar Mutu Susu Evaporasi, Jakarta
Badan Standardisasi Nasional, 1998. Standar Mutu Susu Evaporasi, Jakarta
Codex, 1999. Codex standard for evaporated milks. http://www.standar Susu.com.
Djajanegara, A. 1999. Local livestock feed resources. In: Livestock Industries of
Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. RAP Publication 1999/37 :
29-39.
Dimyati. A dan Manwan. I, 1992.,”Casava and Sweet Potato”. Central Research
Institute for Food Crops., Bogor.
Dwicipto, 2008. Pengaruh musim terhadap produksi susu sapi perah. BPPT.
Bandung.
Ernawani, 1991. Pengaruh tatalaksana pemerahan terhadap kualitas susu.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Firman, A., 2010. Agribisnis Sapi Perah. Bandung Widya Padjadjaran.
FAO. 2004. Statistical Database of Food Balance Sheet. FAOSTAT.
http://www.fao.org. Diakses tanggal 25 Juni 2012
Gaspersez, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung.
Ghani. 2010. Susu Sapi. http//sapi.com/susu-sapi/html//. Diakses 15 Maret 2010.
Hadiwiyoto, S. 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya, Liberty.
Yogyaarta
Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani, 2010. Limbah pertanian dan perkebunan
sebagai pakan ternak. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Kartika, B., P. Hastuti, dan W. Supartono. 2010. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah mada, Yogyakarta.
Kuswandi, 2011. Sumber bahan pakan lokal ternak ruminansia. Pusat penelitian
dan pengembangan peternakan.Bogor.
Kasryno, F dan N. Syafa’at. 2000. Strategi Pembangunan Pertanian yang
Berorientasi Pemerataan di Tingkat Petani, Sektoral dan Wilayah.
Proseding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era
Otonomi Daerah. Balitbang, Departemen Pertanian, Jakarta.
Legowo, A. M. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik dan Mikrobiologi Susu. Diktat
Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Mugen. W., 1987. Dairy cattle feeding and management. Canada : John Willey
and Sons, Inc. USA.
Mirdhayati, I. J. Handoko. K.U. Putra. 2008. Mutu susu segar di UPT
Ruminansia Besar dinas peternakan kabupaten Kampar provinsi Riau. Jurnal peternakan Vol. 5. No.1. Fakultas pertanian dan Peternakan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau.
Nasrul, 2010. Pengembangan usaha sapi perah di Indonesia. Department of
International Bio-BusinessLaboratory of Bio-Business Management
Tokyo University of Agriculture. Sakuragaoka Dorm.Tokyo.
Retro, 2011. Prospek dan Potensi ubi Jalar. http:// budidaya km.
blogspot.com/2011/04/prospek-dan-potensi-ubi jalar.html. diakses pada
tanggal 12 Desember 2012.
Rustanti, N. 2011. Uji kualitas susu. Universitas Indonesia Press, Jakarta
Rosalin, N. 2008. Konversi protein kasar dan lemak kasar pakan komplit terhadap
total protein dan lemak susu pada kambing Peranakan Ettawa (PE).
Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan susu dan dan hasil ikutan ternak. Sumatera
Utara : Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Saleh, E. 2004 b. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak, Program
Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Universitas, Sumatera Utara,
Digitized by USU digital library. Sumatra Utara.
Setyaningsih, D., A. Aprianto., M.P. Sari, 2010. Analisis Sensorik IPB Pers,
Bogor
Soerharsono. 1996. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran. Bandung.
Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suismono. 1995. Direktorat Gizi Depkes RI (1981). Kandungan Gizi Ubi Jalar.
http://akusangpelangi.blogspot.com/2009/02/manfaat-dan-khasiat-ubi-jalar.html.
Diakses tgl 22 Juli 2012.
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah
Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sugitha, I.M. dan Djalil. 1989. Susu, Penanganan dan Teknologinya. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas.
Syamsul J. A, 2003. Daya Dukung Limbah Pertanian Sebagai Sumber Pakan
Ternak Ruminansia Di Indonesia, Bulletin Peternakan Indonesia,
Wartazoa Vol.13 No.1 (2003), Puslitbang Peternakan, Departemen
Pertanian
Widodo. Y dan S.S. Antarlina.1996. Teknologi Produksi dan Agroindustri Ubi
jalar.Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja
Penelitian Tanaman Pangan. Buku 4. Jagung, Sorgum, Ubi Kayu dan Ubi
jalar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Winarno. F.G. 1997. Kimia pangan dan gizi. Gramedia. Jakarta.
Yusdja, 2005. Ilmu peternakan edisi kempat. GadjahMada. Yogyakarta.
Lampiran 1. Analisis Sensoris KualitasWarna, Aroma Dan Rasa
KUESIONER UJI SENSORIS SUSU SAPI DENGAN PERLAKUAN
PEMBERIAN PAKAN
Nama Panelis : ………………………………… Tanda tangan
Jenis Kelamin : …………………………………
Umur : …………………………………
Pekerjaan : …………………………………
Frekuensi mengkonsumsi susu :
1. Belum Pernah
2. Kadang-Kadang
3. Sering
Tingkat Kesukaan terhadap susu :
1. Tidak suka
2. Suka
3. Sangat Suka
PETUNJUK UMUM
1. Dihadapan saudara disajikan 3 buah sampel susu. Sampel R adalah
sampel kontrol/pembanding, sedangkan sampel 273 dan 127 adalah
sampel yang akan diuji.
2. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap rasa, warna dan
aroma sampel 273 dan 127 dengan membandingkan sampel kontrol R.
3. Saudara diminta memberi tanda centang ()hasil perbandingan sampel R
dengan sampel berkode (272 atau 127) yang saudara anggap cocok.
4. Selanjutnya jika sampel berkode (272 atau 127) berbeda (lebih baik dari R
atau lebih buruk dari R), saudara dipersilahkan melingkari tingkatan
perbedaan yang menurut saudara cocok dengan melingkari angka 1,2 atau
3.
RASA
KRITERIA PENILAIAN
Lebih Baik dari R
(.........)
Lebih Buruk dari R
(........)
Sama dengan R
(.......)
1 Sangat lebih baik dari R 1 Agak lebih buruk dari R
2 Lebih baik dari R (sedang) 2 Lebih buruk dari R (sedang)
3 Agak lebih baik dari R 3 Sangat lebih buruk dari R
WARNA
KRITERIA PENILAIAN
Lebih Baik dari R
(.........)
Lebih Buruk dari R
(........)
Sama dengan R
(.......)
1 Sangat lebih baik dari R 1 Agak lebih buruk dari R
2 Lebih baik dari R (sedang) 2 Lebih buruk dari R (sedang)
3 Agak lebih baik dari R 3 Sangat lebih buruk dari R
AROMA
KRITERIA PENILAIAN
Lebih Baik dari R
(.........)
Lebih Buruk dari R
(........)
Sama dengan R
(.......)
1 Sangat lebih baik dari R 1 Agak lebih buruk dari R
2 Lebih baik dari R (sedang) 2 Lebih buruk dari R (sedang)
3 Agak lebih baik dari R 3 Sangat lebih buruk dari R
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Usamah Amran, lahir pada tanggal 04 Juli
1987 di Ibukota Jakarta Utara, Kecematan Lagoa. Penulis
adalah anak ke 2 dua dari enam 6 bersaudara. Anak dari
pasangan suami istri Drs. H. Andi Muhammad Amran Nur,
MH dan Hj. Andi Nuraeni Ramli. Penulis mengawali
pendidikan di SD Negri 1 Tete Batu Sungguminasa 1993 sampai tahun 1999 pada
tahun yang sama melanjutkan pendidikan di MTS Hasanuddin Pattunggalengan
Limbung kabupaten Gowa. Lulus pada tahu 2003. Kemudian melanjutkan
pendidikan di SMA YP PGRI 03 Disamakan Makassar dan selesai pada tahun
2005. Kemudian pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan ke Universitas
Hasanuddin Fakultas Peternakan Jurusan Produksi Ternak.