METODE PENGUJIAN BIODIESEL
Indonesia mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak
bumi sebagai bahan bakar. Tahun 2005 Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan Instruksi Presiden No. 10 tahun 2005 mengenai penghematan
penggunaan energi termasuk dalam hal ini penggunaan bahan bakar dan Instruksi
Presiden No 1 Tahun 2006 serta Instruksi Presiden No. 5 tahun 2006 mengenai
energi terbarukan. Berbagai kebijakan tersebut mendorong pada penggunaan
sumber energi alternatif termasuk dalam hal ini bahan bakar biodiesel. Biodiesel
dalam pengertian ilmiah berarti bahan bakar yang digunakan untuk mesin diesel
yang dibuat dari sumber daya hayati.
Penggunaan biodiesel mempunyai banyak keuntungan diantaranya adalah:
1. Dapat mengurangi emisi/ pancaran gas yang menyebabkan pemanasan global.
2. Dapat mengurangi emisi udara beracun dari knalpot, bersifat biodegradable,
cocok untuk lingkungan sensitif dan mudah digunakan (Tyson, 2004).
3. Karena biodiesel mempunyai efek pelumasan, penggunaaan biodiesel akan
menurunkan biaya pemeliharaan (penggantian filter oli, penggantian filter
bahan bakar, penggantian jumlah filter udara) dan peningkatan kualitas udara
emisi cerobong dilihat dari ammonia, free chlorine, NO2, dan hidrolic acid
(Tribudiman, 2005).
4. Meningkatkan kualitas emisi udara dilihat dari parameter CO, NOx, SOx, CO2
yang lebih rendah dari minyak petrodiesel. (Nakazono, 2001).
Indonesia mempunyai 30 spesies tanaman yang minyaknya dapat
digunakan untuk biodiesel diantaranya jarak dan kelapa sawit. Menurut SNI 04-
7182-2006 Biodiesel adalah ester alkil (metal, etil, isopropil dan sejenisnya) dari
asam-asam lemak. Standar ini digunakan untuk bahan baker substitusi motor
diesel yaitu sebagai campuran (blending) dengan bahan baker diesel pada
kendaraan bermotor atau motor diesel lainnya. Bahan bakar diesel yang
dicampurkan meliputi antara lain minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar
yang memenuhi persyaratan spesifikasi yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang. Dalam pembuatan biodiesel pun perlu adanya tahapan pengujian agar
Nama : Feni Alvionita
NIM : 03101003089
biodiesel yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan.
Berikut adalah metode pengujian biodiesel yaitu sebagai berikut :
1. Uji Kadar Asam Lemak Bebas (AOAC, 1995)
Cara melakukan uji kadar asam lemak bebas adalah sebagai berikut :
a. Sampel sebanyak ± 2,5 gram dimasukan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan heksana sebanyak 20 ml dan 30 ml alkohol 95% yang telah
dinetralkan.
b. Larutan diberi indikator PP dan titrasi dengan KOH sampai terbentuk warna
merah jambu.
c. Menghitung kadar asam lemak bebas dengan cara
Kadar asam lemak bebas (%) = S x N x M ..................................(1.1) 10 G
S = ml KOH untuk titrasi sampel
N = normalitas KOH
G = berat sampel, gram
M = berat molekul asam lemak asam oleat, 280
Jika dihitung sebagai angka asam (mg KOH/g minyak)
Angka asam = S x N x 56,1...................................................(1.2)
2. Uji Kadar Air (AOAC, 1995)
Cara melakukan uji kadar air pada biodiesel adalah sebagai berikut :
a. Contoh diaduk dan ditimbang sebanyak 10 gram. Lakukan pemanasan pada
suhu 104 – 106°C selama 30 menit.
b. Contoh diangkat dari oven dan didinginkan dalam desikator pada suhu kamar
lalu ditimbang.
c. Pekerjaan diulang sampai kehilangan bobot selama pemanasan 30 menit yaitu
0,005%.
3. Uji Gugus Siklopropenoid
Gugus siklopropenoid adalah gugus yang berbentuk rangkaian melingkar
(siklo) menyerupai cincin dari propena pada suatu molekul/senyawa.
Siklopropena memiliki beberapa sifat yaitu dipole moment yang tinggi (0.455D)
untuk hidrokarbon, reaktivitas yang tinggi terhadap reaksi adisi didorong dengan
disertai penurunan energi sebesar 26 kkal/mol dan reaksi pembukaan cincin
(Greenberg dkk,1982). Gugus siklopropenoid dapat menyebabkan kelainan
biologis seperti perubahan warna putih telur ayam menjadi merah muda apabila
ayam diberi makanan yang mengandung gugus siklopropenoid, inhibisi desaturasi
asam lemak pada beberapa tanaman dan binatang, tertundanya kematangan
seksual untuk tikus betina, kemandulan lalat, kerusakan sel hati pada binatang dan
ikan, serta kelainan-kelainan lainnya (Berry,1979). Berikut adalah cara untuk
menguji kadar gugus siklopropenoid.
3.1. Uji Halphen
Cara untuk mengetahui keberadaan dari gugus siklopropenoid yaitu
dengan melakukan uji Halphen. Senyawa yang mengandung gugus
siklopropenoid akan bereaksi positif (+) pada uji Halphen. Uji Halphen adalah
suatu uji kualitatif standar yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan gugus
siklopropenoid. Pada uji Halphen, minyak dari biji yang akan diuji ditambahkan
dengan larutan karbon disulfida (CS2) yang mengandung 1% sulfur bebas
sebanyak volume yang sama dengan minyak dan ditambah lagi dengan pentanol
dengan volume yang sama juga. Larutan kemudian dipanaskan secara perlahan-
lahan mencapai 110oC pada tabung yang terbuka. Adanya karbon disulfida (CS2)
yang hilang akan menghasilkan reaksi positif (+) pada uji Halphen ditandai
dengan berubahnya warna larutan menjadi merah muda ataupun merah
(Greenberg dkk, 1982). Uji Halphen akan memberikan reaksi positif apabila
kandungan siklopropenoid pada sampel melebihi 0,01% (Zarins dkk,1969).
Selain untuk uji kualitatif gugus siklopropenoid, uji Halphen juga dapat
dilakukan untuk uji secara kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer.
Pada metode ini, diperlukan minyak yang mengandung gugus siklopropenoid
yang telah diketahui secara benar komposisinya. Minyak tersebut diencerkan
kemudian dilakukan uji Halphen dan dicatat absorbansinya. Beberapa konsentrasi
gugus siklopropenoid dibuat untuk mendapatkan kurva standar yang menunjukkan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi gugus siklopropenoid. Sampel
yang dianalisis dilakukan uji Halphen kemudian dimasukan ke spektrofotometer
untuk diukur absorbansinya. Konsentrasi gugus siklopropenoid pada sampel dapat
diketahui dari kurva standar.
3.2. Titrasi
Di samping itu, uji gugus siklopropenoid pada minyak dilakukan dengan
titrasi minyak menggunakan hidrogen bromida dalam asam asetat glasial (HBr-
HOAc) yang sering juga disebut sebagai reagen Durbetaki (Brown,1969).
Sebelum dititrasi sampel minyak ditambahkan alumina yang berguna untuk
mengadsorpsi senyawa yang mengganggu keakuratan pengukuran pada sampel
minyak seperti epoksida. Sampel yang telah diberi perlakuan kemudian diberi
indikator kristal violet dan dititrasi dengan HBr pada 3oC lalu kemudian pada
55oC.
Titrasi sampel pada 3oC dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa
pengganggu. Titrasi pada 55oC dilakukan sampai warna larutan berubah menjadi
biru kehijauan dan berguna untuk mentitrasi gugus siklopropenoid dalam sampel.
Konsentrasi gugus siklopropenoid baik dalam bentuk asam malvalat maupun
asam sterkulat dapat ditentukan dari banyaknya volume yang diperlukan pada
titrasi sampel dengan HBr yang memiliki normalitas tertentu pada temperatur
55oC (Brown,1969).
Pada titrasi gugus siklopropenoid dengan HBr, HBr akan berikatan pada
cincin siklopropena. Apabila semua cincin siklopropena telah berikatan dengan
HBr, HBr akan berikatan dengan indikator kristal violet. Indikator kristal violet
akan berikatan dengan ion H+ dari HBr dan ditandai dengan terjadinya perubahan
warna menjadi biru kehijauan. Di sini terjadi reaksi asam sterkulat maupun asam
malvalat yang mengandung gugus siklopropenoid dengan reagen Durbetaki.
Metode titrasi menggunakan reagen Durbetaki ini memiliki keakuratan 83%
sampai 86%, karena terjadinya reaksi samping yang terjadi yakni reaksi adisi asam
asetat pada gugus siklopropenoid yang dikatalisis oleh HBr dalam reagen
Durbetaki (Feuge dkk,1968).
Metode penentuan konsentrasi gugus siklopropenoid juga dapat dilakukan
dengan kromatografi gas-liquid/GLC dilakukan dengan menggunakan kolom
gelas dan diberi unggun polietilen glikol 10%-berat yang teradsorbsi pada
Diatomae ukuran 100-120 mesh. Analisis dioperasikan pada temperatur 180oC
dengan gas pembawa nitrogen yang kecepatannya sebesar 30 ml/menit.
Temperatur injektor dan detektor sebesar 200oC. Sebelum dianalisis, ester metil
disiapkan dengan transmetilasi menggunakan natrium metoksida (CH3ONa) 0,5 N
dalam metanol, disentrifugasi dan diekstraksi dengan eter petroleum pada 40-60oC
lalu dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat dan pelarut dipisahkan. Ester metil
kemudian diberi AgNO3-CH3OH untuk menstabilkan asam lemak siklopropenoid
(cyclopropenoid fatty acid/CPFA). Campuran dari asam lemak ester metil dengan
CPFA dianalisa dengan GLC yang dilengkapi dengan detektor pembakaran
ionisasi hidrogen. Pengidentifikasian asam malvalat dan asam sterkulat dilakukan
berdasarkan waktu retensi ester metil AgNO3-CH3OH dengan ester metil dari
sampel. (Berry dkk,1979).
3.3. Uji Besson
Uji Besson juga digunakan untuk mengetahui keberadaan gugus
siklopropenoid. Uji Besson dilakukan dengan cara melarutkan sampel dengan
kloroform lalu mengaduk sampel dengan larutan 2% perak nitrat (AgNO3) dalam
alkohol absolut. Uji Besson yang positif ditandai dengan perubahan warna
campuran menjadi coklat (Mehlenbacher dkk,1936). Namun di Indonesia, standar
uji yang diakui dalam Standar Nasional Indonesia adalah uji Halphen, sehingga
uji Halphen lebih banyak digunakan untuk mengetahui keberadaan gugus
siklopropenoid.
4. Uji Standar untuk Bilangan Asam (SNI 04-7182-2006)
Sampel alkil ester ditimbang 19 – 21 + 0,05 g ke dalam labu erlenmeyer
250 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml pelarut alkohol 95% yang telah
dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan teraduk kuat,
titrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai
berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran
pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan
paling sedikit 15 detik. Volume titran yang dibutuhkan kemudian dicatat.
Perhitungan nilai bilangan asam sebagi berikut:
Angka asam (Aa) = 56,1 x V x N mg KOH/g biodiesel.........................(4.1) M
Keterangan:
V = volume larutan KOH dalam alkhohol yang dibutuhkan pada titrasi (ml)
N = normalitas larutan KOH dalam alkohol
m = berat sampel alkil ester (g)
5. Uji Standar untuk Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat di Dalam
Biodiesel Ester Alkil: Metode Iodometri – Asam Periodat (SNI 04- 7182-
2006)
5.1. Uji Kadar Gliserol Total
Untuk menguji kadar gliserol pada biodiesel adalah sebagai berikut :
sampel alkil ester ditimbang 9,9-10,01 g ke dalam sebuah labu erlenmeyer. Dan
tambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, labu disambungkan dengan kondensor
berpendingin udara dan didihkan isi labu perlahan selama 30 menit untuk
mensaponifikasi ester-ester. Ditambahkan 91 ± 0,2 ml kloroform dari sebuah
buret ke dalam labu takar 1 liter. Kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat
glasial dengan menggunakan gelas ukur. Labu saponifikasi disingkirkan dari pelat
pemanas atau bak kukus, bilas dinding dalam kondensor dengan sedikit akuades.
Kondensor dilepaskan dan dipindahkan isi labu saponifikasi secara kuantitatif ke
dalam labu takar dengan menggunakan 500 ml akuades. Labu takar ditutup rapat
dan isinya dikocok kuat-kuat selama 30-60 detik. Akuades ditambahkan sampai
ke batas takar, tutup lagi labu rapat-rapat dan dicampurkan baik-baik isinya
dengan membolak-balikkan dan sesudah dipandang tercampur dengan baik,
biarkan tenang sampai lapisan kloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.
Kemudian masing-masing dipipet 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2
atau 3 gelas piala 400-500 ml dan disiapkan dua blanko dengan mengisi masing-
masing 50 ml akuades. Lalu dipipet 100 ml lapisan akuatik yang telah diperoleh
ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian gelas piala ini
dikocok perlahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, gelas piala ditutup
dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Jika lapisan akuatik termaksud
mengandung bahan tersuspensi, disaring terlebih dahulu sebelum pemipetan
dilakukan.
Ditambahkan 3 ml larutan KI, dicampurkan dengan pengocokan perlahan
dan kemudian dibiarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tidak boleh lebih dari 5
menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi ini tidak boleh
ditempatkan di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. Isi
gelas piala dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan
(diketahui normalitasnya). Titrasi diteruskan sampai warna cokelat iodium hampir
hilang. Setelah ini tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan
diteruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium-pati persisi sirna. Buret
titran dibaca sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus.
Dilakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah yang sama pada dua gelas
piala berisi larutan blanko.
5.2. Uji Kadar Gliserol Bebas
Untuk menguji kadar gliserol bebas adalah sebagai berikut : sampel alkil
ester ditimbang 9,9 – 10,1 + 0,01 g dalam sebuah botol timbang. Sampel ini
dibilas ke dalam labu takar 1 liter dengan menggunakan 91 + 0,2 ml kloroform
yang diukur dengan buret. Ditambahkan kira-kira 500 ml akuades, ditutup rapat
labu, dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 30-60 detik. Ditambahkan akuades
sampai ke garis batas takar, ditutup lagi labu rapat-rapat dan dicampurkan baik-
baik isinya dengan membolak balikkan, dan sesudah dipandang tercampur dengan
baik, dibiarkan tenang sampai lapisan kloroform dan lapisan akuatik memisah
sempurna.
Dipipet masing-masing 2 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas
piala 400-500 ml dan disiapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 100
ml akuades. Selanjutnya dipipet 300 ml lapisan akuatik yang diperoleh tadi ke
dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian dikocok gelas piala
ini perlahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, gelas piala ditutup dengan
kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Jika lapisan akuatik termaksud
mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan.
Larutan KI ditambahkan sebanyak 2 ml, dicampurkan dengan pengocokan
perlahan dan kemudian dibiarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tidak lebih dari 5
menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi ini tidak boleh
ditempatkan di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. Isi
gelas piala dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang telah distandarkan
(diketahui normalitasnya). Titrasi diteruskan sampai warna cokelat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan diteruskan
titrasi
titrasi sampai warna biru komplek – pati persis sirna. Buret titran dibaca sampai
ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. Langkah- langkahtersebut
diulangi untuk mendapatkan duplo dan jika mungkin triplo. Analisis blanko
dilakukan dengan menerapkan langkah yang sama pada dua gelas piala berisi
larutan blanko (yaitu akuades).
Perhitungan
Menghitung kadar gliserol total (Gttl, %-b) dengan rumus:
Gttl (%-b) = 2,302 (B-C) x N .....................................(5.2.1) W
dengan:
C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel, ml
B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko, ml
N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat
W = berat sampel a x ml sampel b . .................................(5.2.2) 900
Kadar gliserol bebas (Gttl, %-b) dihitung dengan rumus yang serupa
dengan di atas, tetapi menggunakan nilai-nilai yang diperoleh pada pelaksanaan
prosedur analisis kadar gliserol bebas. Kadar gliserol terikat (Gttl, %-b) adalah
selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas Gikt = Gttl - Gbbs .
6. Uji Standar Bilangan Penyabunan (SNI 04-7182-2006)
Angka penyabunan adalah banyak miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram contoh biodiesel. Cara menguji bilangan penyabunan
adalah sebagai berikut : sampel alkil ester ditimbang 4 – 5 + 0,005 g ke dalam
sebuah labu erlenmeyer 250 ml berleher tebal. Kemudian ditambahkan 50 ml
larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami.
Disiapkan dan dilakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh
alkil ester dengan langkah yang persis sama tetapi tidak mengikutsertakan sampel
alkil ester.
Labu erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara
dan didihkan perlahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini
biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Larutan yang diperoleh pada akhir
penyabunan harus jernih dan homogen. Jika tidak, waktu penyabunan
diperpanjang. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu
dingin hingga membentuk jeli), dinding dalam kondensor dibilas dengan sejumlah
kecil akuades. Kondensor dilepaskan dari labu, lalu ditambahkan 1 ml larutan
indikator PP ke dalam labu. Isi labu kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai
warna merah jambu persis sirna. Volume HCl yang dihabiskan untuk ditrasi
kemudian dicatat.
Angka penyabunan, As (%-b) = 56,1 (B – C) x N mg KOH/g biodiesel...... (6.1) m
Keterangan:
B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko (ml)
C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel (ml)
N = normalitas larutan HCl (0,5 N)
W = berat sampel alkil ester yang ditimbang untuk analisis (g)
7. Uji Standar untuk Bilangan Iod (SNI 04-7182-2006)
Angka iodium adalah bilangan yang menunjukkan kejenuhan dari suatu
molekul. Makin banyak ikatan rangkap suatu molekul maka semakin tak jenuh
molekul tersebut dan angka iodium semakin tinggi. Angka iodium adalah ukuran
empirik banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam (asam-asam lemak penyusun)
biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium yang diabsorpsi per gram
contoh biodiesel (%-massa iodium terabsorpsi). Satu mol iodium terabsorpsi
setara dengan satu mol ikatan rangkap (dua). Angka iodium ini menyatakan
jumlah gram iodium yang diperlukan untuk mengadisi 100 gram minyak. Semakin
kecilnya angka iodium menunjukkan berkurangnya ikatan rangkap pada bahan.
Angka iodium adalah ukuran empirik banyaknya ikatan rangkap (dua) di dalam
(asam-asam lemak penyusun) biodiesel dan dinyatakan dalam sentigram iodium
yang diabsorpsi per gram contoh biodiesel (%-massa iodium terabsorpsi).
Penurunan angka iodium harus diamati agar tetap sesuai dengan nilai minimum
biodiesel pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Cara untuk uji standar angka
iodium adalah sebagai berikut : sampel alkil ester ditimbang 0,13 – 0,15 ± 0,001 g
ke dalam labu iodium. Kemudian ditambahkan 15 ml larutan karbon tetraklorida
(atau 20 ml campuran 50%-v sikloheksana – 50%-v asam asetat) dan kocok-putar
labu untuk menjamin contoh sampel larut sempurna ke dalam pelarut. Lalu
ditambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocok-
putar labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat
gelap bertemperatur 25 ± 5oC selama 1 jam.
Sesudah periode penyimpanan usai, labu diambil kembali, dan
ditambahkan 20 ml larutan KI serta kemudian 150 ml aquades. Sambil selalu
teraduk baik, larutan uji dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang
sudah distandarkan (diketahui normalitas yang tepat) sampai warna cokelat
iodium hampir hilang. Kemudian tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi
diteruskan sampai warna biru kompleks iodium-pati persis sirna. Lalu dicatat
volume titran yang dihabiskan untuk titrasi. Dilakukan hal sama terhadap blanko,
tanpa mengikutsertakan sampel.
Angka iodium dihitung dengan rumus:
Angka iodium, Ai (%-b) = 12,69 (B – C) x N ......................................(7.1) W
Keterangan:
C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel (ml)
B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko (ml)
N = normalitas larutan natrium tiosulfat (N)
W = berat sampel alkil ester yang ditimbang untuk analisis (g)
8. Analisis Metil Ester Menggunakan Gas Kromatografi (AOAC 1995)
Cara untuk menganalisa metil ester adalah sebagai berikut : sebanyak 2 g
minyak ditambahkan ke dalam labu didih, kemudian ditambahkan 6-8 ml NaOH
dalam metanol, dipanaskan sampai tersabunkan lebih kurang 15 menit dengan
pendingin balik. Selanjutnya ditambahkan 10 ml BF3 dan dipanaskan kira-kira dua
menit. Dalam keadaan panas ditambahkan 5 ml n-heptana atau n-heksana,
kemudian dikocok dan ditambahkan larutan NaCl jenuh. Larutan akan terpisah
menjadi dua bagian. Bagian atas akan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang
sebelumnya telah diberi 1 g Na2SO4. Larutan tersebut siap diinjeksikan pada suhu
detektor 230oC, suhu injektor 225oC, suhu awal 70oC, pada suhu awal = 2 menit,
menggunakan glass coloumn dengan panjang 2 m dan diameter 2 mm, gas
pembawa adalah helium dan fasa diam dietilen glikol suksinat. Jenis detektor
yang digunakan adalah jenis FID (flame ionization detector).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Pengujian Pada Biodiesel. http://g-energi.blogspot.com/2012/03/
pengujian-pada-biodiesel.html, diakses tanggal 30 September 2013
Liana,dkk. 2011. Studi Hidrogenasi Minyak Biji Kapok dengan Katalis Pd/C
untuk Bahan Baku Biodiesel. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi
Industri Universitas Katolik Parahyangan,Bandung.
Rahma.2010. Pengujian Mutu Biodiesel. http://rahma-alchemist.blogspot.com/
2010/02/pengujian-mutu-biodiesel.html, diakses tanggal 30 September
2013
Top Related