BAHAN ALAM/METABOLIT SEKUNDER DARI ALGA ATAU RUMPUT LAUT
oleh
Dr.rer.nat. Elmi Nurhaidah Zainuddin, DES
Makroalga atau lebih dikenal sebagai rumput laut (RL), diklasifikasikan berdasarkan
pigmennya dalam 3 kelompok yaitu, alga coklat (Phaeophyta), alga merah (Rhodophyta), dan alga
hijau (Chlorophyta). Alga telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, bahan kosmetik,
pakan dan pupuk, dan sebagai produk hidrokoloid (agar dan alginat). Dalam sistim ekologis laut,
rumput laut sangat berperan dalam membantu suplai oksigen dan sebagai produser primer dalam
rantai makanan. Rumput laut mempunyai kemampuan dalam mengambil logam berat di laut yang
digunakan sebagai bahan nutrisinya, hal ini menyebabkan RL berpotensi sebagai biomonitoring dan
bioremediation terhadap beberapa polutan.
Sebagai organisme yang hidup secara menetap, kemampuan alga dalam mempertahankan
hidupnya sangat bergantung pada adaptasinya dalam komunitas biologis. Cara alga dalam
mempertahankan hidupnya adalah secara kimia yaitu dengan menghasilkan senyawa beracun
bersifat defensif atau metabolit antifouling yang lebih dikenal dengan sebutan natural product atau
“bahan alam" (yaitu produk yang dihasilkan oleh organisme hidup) atau metabolit sekunder.
Definisi Metabolit Sekunder/Bahan Alam (BA) adalah senyawa yang : 1) tidak berperan
dalam perkembangan atau pemeliharaan organisme (fungsi metabolit primer), 2) terbatas distribusi
biologisnya, 3) sering bersifat khusus-spesies, 4) diproduksi oleh organisme dalam interaksi
ekologisnya. Contohnya, karena hanya sejumlah kecil alga merah yang menghasilkan asam lemak
terhalogenasi seperti acetogenins C15 dan senyawa ini bukan senyawa penting (primer) dan tidak
bersifat ubiquitus (=terdapat dimana-mana) maka senyawa ini jelas bukan metabolit primer
melainkan metabolit sekunder. Alga menghasilkan turunan steroid ‘fitosterol’ yaitu sterol yang
mirip kolesterol (biasa dihasilkan oleh hewan), namun teralkilasi di C-24. Walaupun senyawa ini
berperan dalam struktur membran (fungsi primer), tetapi karena terdapat hanya pada spesies alga
tertentu, maka dikategorikan sebagai metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang ditemukan pada
alga dan organisme laut lainnya, umumnya berkaitan dengan interaksi organisme dan
lingkungannya. Contohnya, phlorotanin dari alga coklat, walaupun berperan dalam biosintesa
dinding sel alga (fungsi primer) namun karena dapat membuat distastefulness (perasaan jijik/tidak
suka) pada predator/pemangsa (fungsi sekunder) maka dikategorikan sebagai metabolit sekunder.
Makroalga / alga / rumput laut, telah menyumbang ±3000 produk BA yang merupakan 20%
dari total produk BA yang dihasilkan organisme laut. Saat dimulainya penelitian tentang BA laut
pada tahun 1960-an, rumput laut telah menyumbang ±50% produk BA per tahun dari total produk
BA dari laut dan saat ini menurun menjadi ±10% per tahun. Meskipun secara kuantitas menurun,
secara kualitas pemanfaatan senyawa ini meningkat terutama untuk aplikasinya dalam bidang
farmasi dan antifouling.
Gambar 1. Jalur biosintesa bahan alam/metabolit sekunder pada tumbuhan atau alga
METABOLIT SEKUNDER/BAHAN ALAM DARI ALGA MERAH (RHODOPHYTA)
Rhodophyta adalah kelas alga yang memiliki hampir semua kelas utama produk bahan alam
(Gambar 1), kecuali phlorotannins (Munro dan Blunt, 2005). BA alga merah didominasi oleh
turunan isoprenoid, acetogenin, asam amino, turunan shikimate dan asam nukleat. Kelompok ini
dikenal sebagai produsen terbesar BA terhalogenasi (BA mengandung unsur halogen), yaitu ±90%
dari total senyawa alga merah, sementara dari alga hijau hanya ±7% dan dari alga coklat hanya <1%
(Harper dkk., 2001.).
57% dari BA alga merah berasal dari famili Rhodomelaceae, dan 85% dari padanya
diproduksi oleh genus Laurencia. Senyawa-senyawa ini umumnya berupa seskuiterpen
terhalogenasi, acetogenin C15 dan terpene yang lebih tinggi (≥C20) (Gbr. 1.5). Seskuiterpen
Laurencia biasanya berbentuk polisiklik, seperti yang terlihat pada laurinterol (1.5a) (Irie dkk., 1966)
dan pacifenol (1.5b) (Sims dkk., 1971). Bentuk tidak umum dari seskuiterpen yang juga terdapat
pada Laurencia adalah spiro-ring fusions, yaitu cincin yang terhubung hanya melalui satu atom,
pada elatol (1.5c) (Sims dkk., 1974). Bentuk diterpenes polisiklik monobrominated, seperti irieol
(1.5d) (Fenical dkk., 1975), dan triterpen yang sering dijumpai di alam adalah polyether callicladol
(1.5e) (Suzuki dkk., 1995). Bentuk terpene polyhalogenated jarang terdapat di Rhodophyta, dan
bentuk sesterterpenes hampir tidak ditemukan pada Rhodophyta.
Hanya Laurencia yang memiliki rangkaian senyawa acetogenins C15 seperti laurepinnacin
(1.5f) (Fukuzawa dan Masamune 1981), dan laurallene (1.5g) (Fukuzawa dkk., 1979). Rangkaian
karbon C15 seperti 1.5h (Kigoshi dkk., 1986.) diduga berasal dari prekursor asam karboksilat C16
melalui dekarboksilasi enyne, gugus fungsional yang umum ditemukan pada sebagian besar senyawa
terhalogenasi. Acetogenins C15 umumnya mengandung brom dan klor (atau keduanya) dengan
oksigenasi pada karbon yang berdekatan.
Berbeda dari famili Rhodomelaceae, tiga famili alga merah lainnya, yaitu Rhizophyllidaceae
(Chondrococcus, Desmia, dan Ochtodes), Plocamiaceae (Plocamium), dan Delesseriaceae
(Pantoneura) yang umumnya memproduksi monoterpen terhalogenasi baik linier (1.5i) (Bates dkk.,
1979.), maupun siklik (1.5j) (Crews dkk., 1978).
Gambar 1.5 Metabolit sekunder dari Rhodophyta
Salah satu metabolit Rhizophyllidaceae yang paling intensif dipelajari adalah dari genus
Portiera yaitu antikanker halomon (1.5k) (Fuller dkk., 1992.). Beberapa genera Rhodomelaceae
(Odonthalia, Polysiphonia, Rytiphloea, Vadalia, Symphyocladia) memiliki fenol terbrominasi.
Genus Acanthophora memproduksi steroid non-halogenasi. Genera Bonnemaisoniaceae (Delesea,
Asparagopsis, Bonnemaisonia, Ptilonia) dikenal memproduksi keton kecil, keton linear
terhalogenasi dan lakton bercabang, contohnya fimbrolides (1.5l, 1.5m) yang merupakan rangkaian
furanones terhalogenasi dari Delesea pulchra (Kazlauskas dkk., 1977) berpotensi mengacaukan
signal bakteri dan bersifat antifouling (Kjelleberg dan Steinberg 2001).
Genus Laurencia merupakan genus yang kaya akan metabolit baru. 4 sesquiterpenes baru
(177–180) termasuk turunan snyderol (179 dan 180) telah diisolasi dari Laurencia obtusa yang
dikoleksi dari Bademli, Turkey. Senyawa 179 aktif terhadap cloning D6 dan W2 dari parasit malaria
Plasmodium falciparum.
Strain Laurencia obtusa dari Greece menghasilkan 4 diterpenes baru yang terbrominasi, yaitu
prevezols C–E (184–186) dan neorogioldiol B (187) beserta prevezol B (188) yang sudah lebih dulu
ditemukan. Prevezol B dan neorogioldiol memperlihatkan significant cytotoxicity terhadap sel
tumor manusia MCF7, PC3, HeLa, A431 dan K562. Prevezol C hanya memperlihatkan significant
cytotoxicity terhadap HeLa dan A431. Prevezol D bersifat moderat aktif terhadap semua sel tumor
di atas.
R. confervoides dari Qingdao juga merupakan sumber bromophenols (197 dan 198). Phenol
(198), yang muncul dari proses isolasi senyawa 197 memperlihatkan moderat aktivitas terhadap lima
strain bacteria. Lima monoterpenes (199–203) dari kelas ochtodane telah diisolasi dari alga merah
Portieria hornemanni.
Triterpenoid polyether dehydrothyrsiferol yang diisolasi dari Laurencia pinnatifida, dapat
meningkatkan apoptosis pada estrogen-dependent dan -independent breast cancer cells. Elatol,
halogenated sesquiterpene alcohol dari L. elata menghambat pertumbuhan enam bakteri patogen
pada manusia dengan aktivitas signifikant terhadap Staphylococcus epidermis, Klebsiella pneumonia
dan Salmonella sp. Iso-obtusol dari Laurencia obtusa memperlihatkan aktivitas antibakteri terhadap
4 spesies bakteri dengan aktivitas bacteriostatic yang significant terhadap K. pneumonia dan
Salmonella sp.
METABOLIT SEKUNDER/BAHAN ALAM DARI ALGA COKLAT (PHAEOPHYTA)
Sekitar 1140 BA yang ditemukan pada Phaeophyceae, yang meliputi diterpen, phlorotanin,
acetogenin C11, dan acetoginin terhalogenasi (Blunt dkk., 2007). Sepertiga dari penemuan BA dari
alga coklat berasal dari genus Dictyota, yang umumnya kaya akan terpene (>250) (Munro dan Blunt
2005). Diterpenes mendominasi BA Dictyota dalam bentuk di- dan tri-siklik seperti dictyol E
(1.6a), amijiol (1.6b) (Ochi dkk.,. 1980) (Danise dkk., 1977.), 1.6c (Tringali dkk., 1984.), dan
dictyoxetane (1.6d) (Pullaiah dkk.,. 1985).
Genus dictyotalean lain, Dictyopteris, menghasilkan sejumlah siklik atau asiklik acetogenin
C11 yang berasal dari asam lemak tinggi (Stratmann dkk., 1992.). Contohnya, hidrokarbon
dictyopterene A (1.6e) (Moore dkk., 1968.) dan dictyopterene D[B1] (1.6f) (Moore dan Pettus 1971),
yang bertindak sebagai feromon dalam reproduksi seksual (Stratmann dkk., 1992). Juga senyawa-
senyawa yang singkat keberadaannya dan mudah mengalami degradasi oksidatif seperti
dictyoprolene (1.6g) (Yamada dkk., 1979.) dan dihydrotropone (1.6h) (Moore dan Yost 1973).
Phlorotannins, atau polifenol, adalah kelas struktur poliketida yang ditemukan secara
eksklusif pada alga coklat, dan jumlahnya cukup mengagumkan karena dapat mencapai 10-20%
berat kering alga (Ragan dan Glombitzka 1986; Amsler dan Fairhead 2006). Phlorotannins
diklasifikasikan ke dalam enam kelompok berdasarkan variasi polimerisasi phloroglucinol (1,3,5-
trihydroxybenzene) unit (1.6i) (Ragan dan Glombitzka 1986; Targett dan 2001 Arnold). Fucols
(1.6j) (Geiselman dan McConnell 1981), phlorethols, fucophlorethols, fuhalols, isofuhalols (1.6k)
(Grosse-Damhues dan Glombitzka 1984), dan eckols berbeda dalam jumlah grup hidroksilnya baik
di dalam gugusnya maupun dalam tali ikatannya. Semuanya melekat karena ikatan eter, kecuali
pada fucols. Unit phloroglucinol sering teresterifikasi atau terasilasi, dan dapat didimerisasi atau
dipolimerisasi menjadi unit yang lebih besar. Beratnya biasanya antara 10-100 kDa, dapat mencapai
126 -650 kDa (Targett dan Arnold 2001; Boettcher dan Targett 1993). Phlorotannins tersimpan
dalam pembuluh sel (physodes) hampir semua ordo alga coklat. Penamaannya sesuai genus, seperti
fucols di Fucus dan eckols di Eckonia. Phlorotannins mudah diukur dengan teknik kolorimetrik
(Ragan dan Glombitzka 1986; Targett dan Arnold 1998; Amsler dan Fairhead 2006). Dalam peran
ekologis, senyawa ini berfungsi dalam penyembuhan luka, pencegah herbivora, infeksi mikroba,
chelating ion logam, dan perlindungan terhadap UV, serta memiliki aktivitas antialgal dan antijamur
(Sieburth dan Conover 1965; Ragan dan Glombitzka 1986; Lau dan Quian 1997; Pavia dkk., 1997;.
Targett dan Arnold 1998; Amsler dan Fairhead 2006).
Lebih sepertiga BA alga coklat ditemukan dari ordo Fucales. Genus Cystoseira
menyumbang lebih dari 100 senyawa (Munro dan Blunt 2005). Senyawa utama yang umum
ditemukan pada genus ini adalah kuinon terprenilasi dan hydroquinones, mulai dari bentuk
sederhana dan linear sampai bentuk kompleks dan polisiklik seperti yang terlihat dalam cystoketal
(1.6l, 1.6m) dari Cystoseira balearica dan Cystoseira stricta (Amico dkk., 1984; 1987).
Gambar 1.6 Metabolit sekunder dari Phaeophyta
Senyawa quinonic, sargaquinoic acid yang diisolasi dari Sargassum macrocarpum,
memperlihatkan aktivitas nerve growth factor dan neuro protective effect (Kamei and Tsang, 2003,
2004). Dua diterpen, Da-1 dan AcDa-1 dari Dictyota menstrualis, ditemukan menghambat replikasi
HIV-1 pada sel PM-1 secara in vitro (Pereira dkk. (2004). Polysaccharida, sulfated
polymannuroguluronate (SPMG) dengan berat molekul 8.0 kDa yang diisolasi dari alga coklat,
memasuki Phase II clinical trial di China sebagai kandidat obat anti-AIDS (Meiyu dkk., 2003).
Terpenes dan steroids adalah kelas senyawa yang dominan pada alga coklat. Enam
tetraprenyltoluquinols (139–144), dua triprenyltoluquinols (145 dan 146) dan dua
tetraprenyltoluquinones (147 and 148) diisolasi dari alga coklat Cystoseira crinita yang dikoleksi
dari pantai selatan Sardinia. Semua senyawa diuji untuk aktivitas antioxidan pada sistim uji a,a-
diphenyl-b-picrylhydrazyl radical (DPPH) dan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS).
Senyawa 139–146 memperlihatkan potensi radical-scavenging sementara 147 dan 148 secara
significan kurang aktif, tetapi masih sama dengan butylated hydroxytoluene (BHT). Aktivitas
radical scavenging dari senyawa 142, 144 and 148 selanjutnya dicoba menggunakan uji Trolox
equivalent antioxidant capacity (TEAC) dan photo chemi luminescence (PCL) dan hasilnya
memperlihatkan potensi radical scavenging. Senyawa 139 dan 140 bersifat moderat cytotoxic
terhadap beberapa sel kanker.
Empat hydroazulene diterpenes, dictyone acetate (149), dictyol F monoacetate (150),
isodictytriol monoacetate (151) dan cystoseirol monoacetate (152), yang diisolasi dari alga coklat
Cystoseira myrica yang dikoleksi dari Gulf of Suez memperlihatkan moderat cytotoxicity terhadap
murine cancer cell line KA3IT.
22-membered cyclic lactone, lobophorolide (170) yang telah diisolasi dari Lobophora
variegata, hasil koleksi daerah terumbu di Bahamas dan Red Sea, memperlihatkan struktur yang
mirip tolytoxin. Lobophorolide selain aktif terhadap C. albicans dan bersifat antineoplastic activity
terhadap HCT-116 cell line juga bersifat sangat aktif secara spesifik terhadap marine filamentous
fungi Dendryphiella salina dan Lindra thalassiae. Ecklonia stolonifera yang dikoleksi dari South
Korea menghasilkan phlorotannin baru, eckstolonol (173), yang memiliki aktivitas DPPH radical
scavenging.
METABOLIT SEKUNDER/BAHAN ALAM DARI ALGA HIJAU (CHLOROPHYTA)
Dari semua makroalga, alga hijau merupakan produsen BA paling sedikit, yaitu hanya <300
produk bahan alam yang telah ditemukan dan hanya sedikit BA baru yang ditemukan per tahun
(Blunt dkk., 2007). Alga hijau dikenal memproduksi BA yang mirip dengan BA dari alga merah,
seperti senyawa dengan gugus fungsi di- dan seskui-terpenoid, tetapi tanpa terhalogenasi
Kurang dari separuh produk BA alga hijau berasal dari ordo Bryopsidales dan >85%
metabolitnya adalah terpenoid (Munro dan Blunt 2005). Karakteristik senyawa kimia Chlorophyta
adalah adanya ester dienolate "1,4-diaceoxybutadiene" yang banyak ditemukan dalam terpen alga
hijau (1.7a). Famili Udoteaceae, Caulerpaceae, dan Halimedaceae yang menghasilkan >85%
senyawa Bryopsidales, umumnya mengandung unit 1,4-diaceoxybutadiene, contohnya caulerpenyne
dari Caulerpa flexilix (Amico dkk., 1978.) dan udoteal (1.7b) dari Udotea sp. (Paul dkk., 1982a).
Esters enolate sering dikenal sebagai aldehida bertopeng karena dapat dihidrolisa secara
enzimatik menjadi aldehida (Paul and Van Alstyne 1992); senyawa ini kadang ditemukan dalam
bentuk aldehidanya, seperti yang terjadi pada halimedatrial (1.7c) dari Halimeda sp. (Paul and
Fenical 1983). Bentuk terpenoid yang tidak umum dijumpai adalah triterpenoid norcycloartene
(1.7d) dari Tydemania expeditionis (Paul dkk.,. 1982b). Kahalalides, seperti kahalalide A (1.7e),
adalah BA yang tidak umum pada alga hijau. Cymopolia barbata memiliki rangkaian unik dari 20
bromohydroquinones terprenilasi yang disebut cymopols (Hoegberg dkk., 1976). Monobromination
ditemukan secara eksklusif pada cymopolone (1.7f). Rantai sisi isoprena dari unit geranyl C10 dan
beberapa di antaranya tersiklik kembali ke hidrokuinon aromatik seperti yang terlihat pada
debromoisocymopol (1.7g).
Gambar 1.7 Metabolit sekunder dari Chlorophyta
Sangat sedikit senyawa baru yang dilaporkan dari alga hijau. Cyclic depsipeptide kahalalide
F (126), yang awalnya diisolasi dari mollusc Elysia rufescens dan dari sumber makanannya alga
hijau Bryopsis sp., telah diproses sampai Phase I clinical trials oleh Pharma Mar SA sebagai
senyawa utama terhadap kanker prostat. Dua belas terpene esters baru (127–138) telah diisolasi dari
alga hijau Caulerpa prolifera yang dikoleksi dari Saronicos Gulf, Greece. Ekstrak C. prolifera
selain memiliki efek antifouling terhadap mikroalga penempel, Phaeodactylum tricornutum, juga
memperlihatkan aktivitas moderat sampai signifikan terhadap 3 strain bakteri laut yang belum
teridentifikasi.
Top Related