Download - Menyalakan Lentera, Menyembuhkan Luka

Transcript
Page 1: Menyalakan Lentera, Menyembuhkan Luka

K O M P A S , S A B T U , 1 1 J A N U A R I 2 0 2 0

17Akhir Pekan Bu k u

Menyalakan Lentera,Menyembuhkan Luka

Dalam catatan sejarah Tragedi 1965, Bali merupakan daerah yangpaling banyak menelan korban. Penulis buku Nasib Para

Soekarnois-Kisah Penculikan Gubernur Bali Sutedja 1966 (2 0 1 5)menyebutkan tiga alasan mengapa Bali kehilangan sekitar

5 persen populasi penduduknya atau sekitar 100.000 orang.

Pertama, terjadi konflik in-ternal Partai Nasional In-donesia (PNI), antara

Anak Agung Bagus Sutedja (Gu-bernur pertama Bali, seorangSoekarnois yang kemudian hi-lang diculik) dan I NyomanMantik (yang mendapat du-kungan suara terbanyak diBali). Kedua, persaingan mem-perebutkan posisi dan jabatanantarbangsawan Bali, yang di-lakukan dengan melaporkansaingannya sebagai anggotapartai terlarang untuk dising-kirkan. Ketiga, perilaku simpa-tisan partai yang menyepelekanumat Hindu Bali yang lalu men-dapat perlawanan dari umatHindu.

Novel otobiografis L e n t e raBatukaru: Cerita Tragedi Kema-nusiaan Pasca-1965 karya PutuSetia yang kini bergelar MpuJaya Prema Ananda memotretTragedi 1965 dengan pendekat-an jurnalistik. Buku ini disusunsebagai jalan spiritual melupa-kan ”berbagai cobaan hidupyang penuh kegetiran” sebelummelakoni jabatan fungsional re-ligius kepanditaan sebagai idabhawati. Novel yang disusunsecara kronologis ini diawali de-ngan prolog ”Kedamaian di Le-reng Batukaru” dan diakhiri de-ngan epilog ”Nyalakan Lenteradi Batukaru”. Maksud penulis-an buku ini terlihat jelas darikedua judul ini, yakni mengem-balikan ketenangan dan keda-maian di ”Pulau Dewata” pas -ca-Tragedi 1965.

Potret kehidupan politik ditahun 1965-1967 yang banyak

disebut para ahli sebagai ill-un -derstood period ini digambarkandengan terang oleh Putu Setia.Dengan sudut pandang seoranganak kelas III SMP yang polos,ada banyak informasi sejarahyang tersaji di dalamnya. Ketikaitu pedoman atau ajaran Na-sakom (nasionalisme, agama,dan komunisme) harus diikuti.Di sekolah pun unsur Nasakomsedapat mungkin dipertahan-kan. Siswa-siswa SMP dimintaikut terjun ke politik denganmenjadi anggota organisasi on -d e rb o u w partai. Putu sendiriberafiliasi ke organisasi Gerak-an Siswa Nasional Indonesia(GSNI) karena warga kampung-nya tergabung dalam Partai Na-sional Indonesia (PNI). SelainGSNI yang sangat dominan disekolahnya, ada pula Ikatan Pe-muda Pelajar Indonesia (IPPI)yang menjadi o n d e rb o u w Pa r t a iKomunis Indonesia.

Dinamika politik nasional di-rasakan dan dialami di sekolah-sekolah dan di kampung-kam-pung. Persaingan antara GSNIdan IPPI di sekolah sering me-runcing dan kadang membawakorban. Waktu istirahat sekolahdiisi dengan berbagai ceramahdan pentas kesenian berlabelpartai. Perang jargon politik sa-ngat meriah melalui kesenianjanger dan vokal grup. Malape-taka pasca-Oktober 1965 pundatang tanpa mampu dinalaroleh Putu Setia, siswa SMP ber-usia 14 tahun yang ketika itumenjabat Ketua GSNI di seko-lahnya. Amuk massa tiba-tibasaja meluluhlantakkan warung

dan rumah-rumah orang PartaiKomunis Indonesia. Peman-dangan mengerikan dan me-milukan tersaji di hadapannya.Apa yang sesungguhnya terjadi?”Pokoknya ada perintah pe-numpasan Partai Komunis In-donesia sampai ke akar-akar-nya, tetapi kita di dusun inijangan seperti itu, kalau bisa,”pesan Pak Mindra, guru sayayang juga tokoh PNI (hlm 26).Agar dusunnya ”jangan sepertiitu”, kepala sekolah bersamaKetua GSNI menyusun strategimenyelamatkan anak-anakIPPI dengan memberikan me-

reka surat keterangan sim-patisan GSNI.

Selanjutnya novel otobio-grafis ini mengisahkan pen-deritaan keluarga-keluargamiskin dan minim pendidik-an di dalam pusaran sejarahpasca-Tragedi 1965. Kegetir-an semakin menusuk pera-saan ketika Putu mendengarberita keponakannya sendiribernama I Wayan Sunawa”kena garis”—sebuah istilahuntuk menyebut garis ima-jiner yang dibuat oleh tentarabagi orang-orang yang diang-gap terlibat G30S. Novel iniselanjutnya merepresentasi-kan dan merefleksikan ke-ngerian pembunuhan demipembunuhan serta pahitnyaperjuangan hidup keluarga-keluarga sederhana pasca-Tragedi 1965 yang telah dicap”kena garis”.

Menyembuhkan lukas e j a ra h

Novel ini bersama karyasastra lainnya sedang mela-kukan rekonstruksi politikingatan terhadap Tragedi1965. Selama rezim Orde Ba-ru, sudah ada ”buku putih”yang berisi kebijakan peme-rintah tentang apa yang perludiingat dan dilupakan ten-tang Tragedi 1965. Namun,proses rekonstruksi ulang po-litik ingatan tentang Tragedi1965 dimulai lagi sejak awaltahun 2000-an, denganmenjamurnya karya sastradan memoar-memoar yangmengungkap peristiwa terse-but. Sebut saja antologi cer-pen Bunga Tabur Terakhirkarya GM Sudarta (2011),novel Pulang karya Leila SChudori (2012), novel Ambakarya Laksmi Pamuntjak(2012), dan novel Candik ala1965 karya Tinuk R Yam-polski (2011). Yang terbanyakjumlahnya adalah memoar,seperti Memoar Pulau Burukarya Hersri Setiawan(2004); Diburu di Pulau Burukarya Hersri Setiawan(2004); Dari Kalong sampaiPulau Buru karya AdrianusGumelar Demokrasno(2006); Kesaksian Tapol OrdeBaru: Guru, Seniman, danPrajurit Tjakra karya Su-yatno Prayitno (2003); Ki -dung pada Korban: Dari Tu-

tur Sepuluh NarasumberE ks -Ta p o l karya Hersri Se-tiawan (2006). Tahun inihadir lagi sebuah memoarberjudul Lentera Batukaru:Cerita Tragedi KemanusiaanPa s c a - 1965 karya PutuS et i a .

Karya sastra dan memo-ar-memoar tentang Tragedi1965 membuka tabir pem-bunuhan massal dan meng-gambarkan dengan terang lu-ka kemanusiaan yang kitaalami sebagai sebuah bangsa.Tragedi itu telah menggores-kan luka sosial yang panjang,termasuk kemiskinan, gang-guan mental, trauma, den-dam sosial, gejala somatis,ingatan yang menyakitkan,kehilangan rasa cinta, kehi-langan rasa percaya diri, me-lemahnya ikatan sosial, tidakstabilnya jaringan sosial,ketergantungan ekonomi,dan berlanjutnya konflik danreproduksi kekerasan. Bang-sa ini memiliki berbagai be-ban pelanggaran hak asasimanusia di masa lalu yangperlu dihadapi dan disikapidengan bijak. Luka-luka yangperih itu meminta untuk di-sembuhkan dengan pende-katan struktural ataupun kul-tural.

Novel Lentera Batukaru di -akhiri dengan epilog ”Nyala -kan Lentera di Batukaru”yang mengandung mimpi be-sar menyembuhkan luka se-jarah. I Wayan Sunawa yangdulunya ”kena garis’ kini res-mi menjadi pemangku de-ngan belangkon berwarnaputih. Penobatannya sebagaipemangku diawali denganmebayuh weton agar Sunawamenghilangkan dan melupa-kan pengalaman buruk masalalunya. Keponakannya yanglain, I Gusti Ngurah Nurjaya,berjaya dengan mendirikanKoperasi Lentera Manikgenidi Batukaru. Sebuah lenterasudah menyala di Batukaru.Pertanyaan besar yang men-jadi renungan bersama me-nyambut tahun yang baruadalah, ”Akankah lentera itumenyala di seluruh pelosokbumi Nusantara?”

YOSEPH YAPI TAUMDosen Fakultas Sastra

Universitas Sanata Dharma,Yo g ya ka r t a

Judul buku: Lentera BatukaruCerita TragediKe m a n u s i a a nPa s c a - 1 9 6 5

Penulis: Putu Setia (Mpu JayaPrema Ananda)

Penerbit: KPG (KepustakaanPopuler Gramedia)

Tahun Terbit: 2019Tebal: vi + 258 hlmISBN: 978-602-481-143-3