Lentera edisi khusus

1

description

 

Transcript of Lentera edisi khusus

Page 1: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus

Page 2: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 1

Redaksi

SIP. No. 712/J04.11.1.3/UM/13/200Diterbitkan oleh Mahasiswa Sastra Indonesia FS-UHPenanggung Jawab: Ketua IMSI KMFS-UH

Pembina: Dra. St. Nursa’adah, M.Hum.Drs. Abd. Azis KSDrs. H. M. Dahlan Abubakar, M.HumDrs. H. Hasan Ali M.HumFaika Burhan Dewan Redaksi: Resnita Dewi S.SSylvia Rizky Ilham.Muhclis Abduh

Pemimpin Redaksi: Sri Verlin Koordinator Liputan: A. Utari Artika Sari Bendahara: Nurjannah. M Editor: HikmawatiFitriaRaviqa Reporter:

Mutahharah Nemin Kaharuddin, Faisal Oddang, Amul Hikmah, Helmiyaningsi H, Satriani, Winda Saputri, Imran Jafar, Nurhidayanti, Irmawati, Arlan Sahid, Ikadarsi Yuliandari, Sitti Rahma, Rinal Wad’alna, Nikarlina Layouter: M.. MuhaiminAgus Sardiansah Fotografer: Radiah Puspita Utoyo

Tahun 2013 akhirnya terlewati. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu. Demikian pun yang dirasakan Lentera Kita. Berada di awal tahun selalu menyisakan ingatan tentang peristiwa pada tahun sebelumnya dan tentulah kita berharap untuk lebih baik pada tahun berikutnya.

Edisi khusus Lentera Kita kali ini, menyuguhkan beberapa berita terbaru sep-utar Penelitian dan Bakti Sosial 2013 yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia Keluarga Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (IMSI KMFS-UH) di Dusun Ko’mara Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabu-paten Takalar. Edisi kali ini menghadirkan laporan utama dengan judul Bumi Ko’mara dan laporan khusus dengan judul Potret Ko’mara dalam Kebudayaan. Semoga edisi ini memberikan pengetahuan baru tentang Tanah Ko’mara kepada pembaca. Seti-daknya Lentera Kita dapat membawa semangat baru pada liburan semester ini.

Redaksi Lentera Kita menyampaikan ‘Selamat Hari Natal dan Tahun Baru’. Semoga kita semua lebih baik lagi ke depannya.

Salam Lentera!

Redaksi menerima tulisan opini, budaya, sosial, karya sastra (puisi, cerpen, dan naskah drama), dan seni, juga foto dan karikatur sepanjang tidak lepas dari idealisme mahasiswa. Redaksi berhak mengedit tulisan yang masuk tanpa mengurangi maksud

dan tujuan.

Kirim ke :

REDAKSI LENTERA KITA

Diskusi dosen dengan peserta Penelitian dan Bakti Sosial 2013

Page 3: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 2

Laporan Utama

Desa Kale Ko’mara merupakan desa yang terletak di Keca-matan Polongbangkeng Utara

Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Se-latan, Indonesia. Desa ini terdiri atas em-pat dusun yaitu Dusun Ko’mara, Dusun Kupanga, Dusun Buttadidia, dan Dusun Pallilanga dan dihuni oleh ±1.000 pen-duduk.

Ada beberapa hal yang unik dari Desa Ko’mara, salah satunya asal usul desa tersebut. Menurut Dg. Akbar Tutu yang biasa disapa Dg. Tutu oleh masyarakat setempat juga bertugas sebagai penjaga makam pahlawan Ranggong Dg Romo. Bapak satu orang anak ini menjelaskan bahwa dulu Desa Ko’mara berada di bawah pemerintahan Dampang Ko’mara. Dampang artinya orang yang memerin-tah. Sedangkan Ko’mara berarti cahaya. Konon, Dampang Ko’mara dipanggil oleh saudaranya yang tinggal di salah satu Desa yang ada di Takalar untuk memer-intah di desa Komara. Ketika Dampang Ko’mara ingin ke Makassar untuk me-mancing ikan kebetulan ia bertemu den-gan saudara-saudaranya. Setiap melem-par pancingan yang keluar adalah bambu bukan ikan. Hal ini terjadi sebanyak tujuh kali. Kemudian dari bambu itu keluarlah Siti Ko’mara. Akhirnya, Dampang Ko’mara menikah dengan Sitti Ko’mara. dari per-

Bumi Ko’maraKomara dengan berbagai versi sejarah dari berbagai orang tentulah membuat-nya unik. Ko’mara sebagai tanah perjuangan nan bersejarah. Namun, semua itu hampir terlupakan.

nikahannya Siti Ko’mara pun melahirkan tujuh orang anak. Enam laki-laki dan satu perempuan. Anak perempuan dari pas-angan Siti Komara dan Dampang Ko’mara ini bisa berwujud ular ketika ia memakai baju khusus (jubah).

Imam desa Ko’mara juga memiliki pandangan yang berbeda mengenai asal-usul Ko’mara, ia mengatakan, bahwa Ko’mara berasal dari kata Qomar dalam bahasa Arab yang artinya bulan, Dulu ka-tanya di kampung tersebut pernah turun bulan, bulan diinterpretasikan dengan berkah. Berdasar dari interpretasi terse-but orang-orang pun berlomba-lomba untuk datang ke desa ini.

Berbeda lagi dengan Mangkutana Dg. Nuntung seorang pensiunan veteran. Ia mengatakan bahwa asal usul dari desa Ko’mara itu berawal dari Sawerigad-ing yang memiliki kapal yang akan digu-nakan untuk pergi akbundu’ (berperang) ke suatu tempat yang bernama Anjaya untuk memerangi makhluk gaib. Ketika akan pergi, Sawerigading bertemu den-gan Baginda Ali, berkatalah Baginda Ali, “Sawerigading, kau mau kemana?”, Sawerigading pun menjawab, “saya akan ke Anjaya untuk berperang, Baginda Ali kemudian berkata, “Saya yang macannya Allah Ta’ala tidak berani melakukannya. Untuk mencegah perbuatan Sawerigad-

ing tersebut, Baginda Ali pun melepaskan bambu yang merupakan alat penahan air. Terlepasnya bambu tersebut menye-babkan Momo (surut air), karena surut-nya air tersebut akhirnya menyebabkan Kato’marang (kekeringan), Kato’marang inilah yang menjadi asal usul nama Ko’mara.

Selain asal usulnya, makam Ranggong Dg. Romo salah satu pahlawan juga ter-dapat di desa tersebut. Makam tersebut bukanlah satu-satunya makam yang ter-kenal di desa tersebut, makam Jera Bak-ka adalah salah satu ikon menarik yang sering dikunjungi oleh masyarakat, baik masyarakat yang ada di sana, maupun masyarakat yang ada di luar desa terse-but. Makam Jera Bakka konon semakin hari semakin membesar. Makam ini di-anggap sebagai kuburan pertama yang menunjukkan bagaimana orang Islam seharusnya dikubur sesuai dengan ajaran Islam karena orang-orang terdahulu tidak memilki patokan bagaimana mengubur-kan orang ketika meninggal. Setiap Senin dan Kamis penjaga kuburan yang ada di desa tersebut sering mengadakan baca baca. Ketika mengunjungi makam terse-but dan berdo’a di sana maka do’anya akan dikabulkan asalkan si yang berdo’a percaya, Akbar Dg. Tutu yang menjadi penjaga makam tersebut mengatakan, “ Pernah ada seorang pemuda yang juga merupakan keponakannya sendiri in-gin menjadi seorang polisi, pemuda itu datang ke makam tersebut, satu bulan kemudian ternyata ia benar-benar men-jadi polisi, namun orang tersebut ha-rus kembali ke makam untuk membawa makanan dan makan di sana”, jelasnya

Sri Verlin, Irmawati *

*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

Mahasiswa sastra indonesia yang mengikuti penelitian desa Ko’mara tgl 27-29 Desember 2013

Page 4: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 3

Mozaik

Motor yang saya tumpangi memasuki Kabupaten Taka-lar. Saya merasakan atmosfir

yang berbeda pada jalan yang mulai ti-dak mulus lagi, setelah melewati gerbang pabrik gula yang terdapat di sebelah kiri jalan. Beberapa kilometer dari sana saya dan tiga orang teman telah memasuki Desa Ko’mara. Jalanan telah sepi pada-hal malam baru saja tiba. Tiga bus yang memuat warga Ikatan Mahasiswa Sas-tra Indonesia (IMSI) belum juga terlihat, mereka tertinggal jauh di belakang. Se-makin jauh jalan semakin lengang, sepi mencekam, dan tampak jalan semakin rusak, dan menanjak. Kami beberapa kali harus singgah untuk menanyakan alamat yang dituju karena di antara kami belum pernah ada yang mengunjungi daerah tersebut.

Setelah tiga jam perjalanan, saya dan tiga orang teman yang mengendarai mo-tor tiba di Dusun Kale Ko’mara, Desa Ko’mara, Kecamatan Polongbangkeng, Kabupaten Takalar. Sejam kemudian bus yang mengantarkan warga dan maha-siswa baru IMSI KMFS-UH pun tiba. Wa-jah mereka tampak sangat lelah setelah melewati perjalanan yang cukup ekstrim.

Meskipun begitu kami harus menahan rasa lelah sebab beberapa menit lagi pe-nyambutan akan dilaksanakan dan dibu-ka oleh kepala dusun.

Rasa lelah sedikit terbayarkan setelah tidur beberapa jam. Saya merasakan sua-sana yang berbeda ketika bangun di pagi hari, udara pagi yang sejuk dan segar ten-tunya sangat berbeda dengan udara di perkotaan khususnya di kos saya.

Selain udara yang sejuk di pagi itu kehangatan pun sangat terasa oleh pen-duduk yang sangat ramah. Dibuktikan oleh pisang goreng yang disuguhkan ke-pada kami. Wajah teman-teman tampak bahagia karena jarang sekali kami me-nikmati sarapan seperti ini sejak tinggal seorang diri di Makassar.

Pagi itu saya berjalan-jalan di sekitar kampung ditemani oleh seorang adik yang saya temui di jalan. Ketika itu saya memerhatikan tangga di setiap rumah penduduk, ternyata tangga mereka ber-bentuk lengkungan. Dari seorang warga, akhirnya saya mengetahui bahwa ben-tuk tersebut memiliki filosofi dan harus

menggunakan jumlah tertentu yakni 15, 7, 8, dan 9. Jika tidak, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di rumah tersebut misalnya keluarga tersebut tidak harmonis, tidak memiliki keturunan bah-kan mengakibatkan kematian.

Saya tiba di rumah adik yang men-emani saya tadi, rumahnya terletak agak tinggi dari jalanan. Saat tiba di atas pemandangan pegunungan dan pepo-honan terlihat indah dan menawan. Ibu-nya menyambut dengan ramah. Ia adalah seorang bidan yang telah lama tinggal di desa tersebut. Penduduk desa tersebut tidak perlu khawatir mengenai kebu-tuhan pangan, karena katanya mereka terbiasa untuk berbagi apa yang mereka punya, seperti sayuran dan buah-buahan. Ketika hendak pulang dari rumah adik itu, ibunya memberikan sekantong mangga kepada saya.

Tidak terasa dua hari pun berlalu. Tibalah saatnya kami untuk berpamitan kepada warga. Anak-anak berkumpul me-lihat kami sedang berkemas-kemas. Saya sangat terhibur selama berada di sini. Suasana, pemandangan serta penduduk menjadi hal-hal yang tidak akan saya lu-pakan. Ketika saya bertanya kepada anak-anak apa yang membuat mereka terhi-bur, jawabannya sama yaitu yel-yel dari mahasiswa baru yang diberikan oleh pa-nitia. Saya pun meminta seorang teman untuk memanggil mereka agar melihat yel-yel tersebut, dan ketika kami berte-riak “Ekspresi 2013” maka mereka akan melakukan tarian aneh sambil bernyanyi “goyang ubur-ubur…. Goyang ubur-ubur… hih hah hih hah..”.

“Ramah” Khas Penduduk Dusun

Kale Ko’maraPerjalanan yang ekstrim ternyata tidak sejalan dengan apa yang didapatkan di tempat tujuan. Pemandangan yang in-dah, udara yang sejuk, dan keramahan penduduk menjadi

ciri khas daerah Ko’mara.

A.Utari AS *

*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

acara penutupan bakti sosial warga IMSI KMFS-UH

Page 5: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 4

Kreasi

Ikatan mahasiswa Sastra Indonesia (IMSI) kembali lagi berunjuk gigi, menunjukkan taringnya disela-sela

kesibukannya yang padat. Kegiatan ini berlangsung Jumat-Minggu, 27-29 De-sember 2013 di Dusun Ko’mara Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini, kembali merangkul seluruh keluarga IMSI untuk berpartisipasi serta mengembalikan mo-men untuk bersua, bersama, serta meru-pakan tahap proses pengaderan untuk mahasiswa baru, adapun nama dalam kegiatan ini adalah Penelitian dan Bakti Sosial.

Sabtu malam 29 Desember 2013 te-pat pukul 09:00 WITA, mahasiswa baru beserta seluruh warga IMSI menunjuk-kan kreativitasnya dengan menampilkan gambaran besar sejarah Dusun Ko’mara yang dibalut dalam bentuk teater yang dihadiri oleh warga setempat, riuh tepuk tangan warga yang berjejer di aula seko-lah tempat kegiatan itu berlangsung turut mewarnai pementasan tersebut. Bebera-pa warga Ko’mara ada yang menitikkan air mata ketika menyaksikan pemen-

tasan teater dengan judul Ko’mara yang sekaligus kembali menghadirkan ingatan warga setempat mengenai sejarah yang mulai terlupakan, Ko’mara bertemakan tentang Perjuangan dan Nasionalisme. Khidmatnya menonton ternyata bukan saya saja yang merasakannya, menoleh ke sebelah, juga ada warga setempat yang penuh perhatian menyaksikan pe-mentasan itu sampai akhir, ia berkata dengan lirih “kita tidak boleh sekali-kali melupakan sejarah, melupakan perjuan-gan para pendahulu kita”, katanya sambil menonton.

Kepala desa yang membuka acara tersebut mengatakan bahwa kegiatan ini memang perlu, sebagai ajang mengem-balikan kembali Ko’mara yang memiliki sejarah yang panjang serta sebagai ajang refleksi kepada warga Ko’mara yang be-lum paham atau sudah luput dari in-gatan tentang Ko’mara ini yang dalam perjalanannya banyak mengorbankan banyak nyawa demi menggapai sebuah kemerdekaan. Mahasiswa baru tak ka-lah antusias dalam kegiatan itu, meski baru beberapa bulan menjalani proses pengaderan mereka sudah mampu mem-

perlihatkan bakatnya di hadapan warga Ko’mara warga IMSI sebagai gaung eksis-tensi dalam menembus segala batas dan segala ruang.

Tari Padduppa yang menjadi pem-buka kegiatan pada acara malam itu, mendapat apresiasi dari seluruh warga Ko’mara, warga IMSI serta partisipan yang menyempatkan waktunya untuk menghadiri undangan, yaitu: Perhimpu-nan Sastra Inggris (Perisai), Himpunan Sastra Jepang (Himaspa), serta Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah (IMSAD).

Pembacaan puisi dalam bahasa Makassar seolah-olah mengajak warga Ko’mara untuk berinteraksi, mengajak warga setempat untuk menghilangkan ketegangan setelah seharian penuh ber-aktivitas, baik bercocok tanam, berbibit, maupun membajak sawah.

Tak hanya air mata yang diteteskan. namun, tingkah kocak tiga bocah warga desa yang tanmpil juga mengundang gelak tawa dan tepuk tangan yang riuh. aula yang ditempati pementasan sema-kin ribut saja, suara warga IMSI dan war-ga setempat tidak dapat dibedakan lagi karna sudah bersatu dalam gelak tawa. terlebih ketika melihat stil dan tingkah laku para pemain parodi yang ditampil-kan sebagai tampilan penutup.

Momen Pengembalian Ingatan

Kamsah *Biarlah sejarah yang menjadi saksi. Fungsikanlah semua indramu. Malam itu, melalui pementasan teater yang berjudul Ko’mara maka jelas kusaksikan dan kudengar tentang perjuangan dan nasionalisme, yang tidak lain adalah sejarah Ko’mara itu sendiri.

*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

Salah satu adegan pementasan teater “Ko’mara” yang dibawakan oleh SPaSI di Desa Ko’mara

Page 6: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 5

Profil

Dg. Nuntung begitulah ia biasa disapa oleh masyarakat yang ada di Dusun Ko’mara Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polobangkeng Utara Kabupaten Takalar. Sambil menunjukkan papan nama yang terpasang di depan rumahnya, bapak lanjut usia ini menjelaskan bahwa nama lengkapnya ialah Mangku-tana Dg. Nuntung. Ia adalah salah satu pejuang kemerdekaan pada tahun 1944-1945. Ia bersama Ranggong Daeng Romo salah satu pahlawan di Desa tersebut berjuang melawan Be-landa pada masa penjajahan.

± 90 tahun sudah usianya saat ini, namun seman-

gat daya juangnya masih terpancar lewat suaranya yang tegas. Ia sudah tak lagi ingat kapan tanggal lahirnya ketika ditanya. Bapak empat anak ini telah ditinggal mati oleh istrinya, dan sekarang ia hanya tinggal berdua bersama anak perempuannya. Satu orang anaknya ada di Mamuju, satu anaknya lagi tinggal tak jauh dari rumahnya. Sedangkan, satu anaknya telah meninggal.

Menjadi pejuang pada masa penjajahan bukan-lah cita-cita dari Dg. Nuntung sejak ia kecil. Namun, pada masa pemerintahan karaeng melawan penja-jah untuk menumpas para penjajah Belanda, para pemuda diancam dengan badik jika ia tidak menjadi prajurit, tak terkecuali Dg. Nuntung.

Ketika ditanya mengenai pekerjaannya, ia hanya mengatakan, “Merdeka, itulah pekerjaan”, sambil tertawa, gigi ompongnya pun kelihatan. Sebagai pen-siunan veteran tentunya ada simbol yang menunjuk-kan bahwa ia pernah berjuang melawan penjajah, itulah Lencana yang dilekatkan di baju bermotif ba-tik kebanggaannya.

Pesan terakhir yang disampaikan ketika hampir men-gakhiri wawancara, ia mengatakan, “ Nai ajappa ri kabajikang nagappai suruga, nai ajappa ri kakodiang na gappa tongi naraka (Siapa yang berjalan dalam kebaikan ia akan mendapatkan surga dan siapa yang berjalan dalam kejelekan ia akan mendapatkan ner-aka). Begitulah pesan terakhir yang ia sampaikan.

Merdeka adalah Pekerjaan

Irmawati *

Ketika pengkhianat merajalela, tidak cukup baginya untuk sekedar mengutuk. Doa adalah cara terbaik untuk balas dendam. Semoga pejuang seperti Dg. Nuntung bisa membangunkan para generasi muda dari tidur panjang-

nya yang dinina bobokkan oleh ketidakpeduliannya.

*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

Lentera Kita

menyampaikan

Selamat Ulang Tahun yang ke-20

Serikat Pecinta Sastra Indonesia (SPaSI)

semoga selalu bersama, berkata, berkarya.

Dg. Nuntung

Page 7: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 6

Laporan Khusus

Dusun Ko’mara, Desa Kale Ko’mara yang berada di Kabupaten Takalar ini menjadi lokasi Penelitian dan Bakti So-sial 2013 yang diadakan oleh Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia Keluarga Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin (IMSI-KMFS UH). Kegiatan ini mengangkat tema “Eksistensi Kaderisasi sebagai Gawai Lembaga”. Penelitian yang dilakukan berpusat pada lima aspek yakni sastra lisan, artefak, strata sosial, simbol pernikahan, dan mata pencaharian yang ada di daerah tersebut.

Dusun Ko’mara atau biasa disebut dengan desa penuh cahaya ini ternyata menyimpan banyak cerita. Menurut para warga setempat awal munculnya Du-sun Ko’mara berawal dari adanya mitos bahwa adanya kapal besar Sawerigading yang kandas dikarenakan surutnya air laut sehingga kapal tersebut kini menjadi batu.

Ada lima aspek yang menjadi pusat penelitian pada tahun ini sebagai berikut: Artefak

Sebelum memasuki Dusun Ko’mara, para pengunjung akan melewati makam yang merupakan salah satu pahlawan di dusun ini. Makam itu ialah Makam Rang-gong Daeng Romo. Menurut salah satu warga Dusun Ko’mara, sebelum adanya makam Ranggong, masih ada lagi makam yang dikeramatkan oleh warga setempat.

Dg Tutu’ salah satu warga mengatakan bahwa makam yang dikeramatkan itu merupakan contoh makam yang dibuat oleh Karaeng Sehu Abdul Karim. Ini di-maksudkan agar masyarakat memak-amkan orang yang meninggal layaknya makam tersebut. Lelaki yang berprofesi sebagai penjaga makam ini menuturkan bahwa, Karaeng Sehu adalah anak dari Syekh Yusuf yang menyebarkan ajaran Islam di Dusun Ko’mara. Selain itu, be-liau mengatakan bahwa makam ini tidak seperti makam biasanya karena panjang makam ini memiliki panjang kurang lebih lima meter dan lebar satu meter. Selain itu, makam ini akan selalu bertambah panjang, dan makam ini sudah ada sejak lama dan tahun keberadaannya sendiri belum diketahuinya dengan pasti.

Kebanyakan warga setempat men-ganggap bahwa makam ini memberikan keberkahan. Selama bertahun-tahun makam ini tidak henti-hentinya dikunjun-gi oleh warga setempat. Dg Tutu’ menu-turkan sudah banyak warga yang berhasil jika meminta sesuatu di makam ini. Na-mun untuk meminta itu, orang tersebut harus banyak berdzikir kepada Nabi Mu-hammad dan tak lupa banyak shalat.

Potret Ko’mara dalam Kebudayaan

Karena dengan mengenal, kemudian mengerti. Untuk mengerti terlebih dahulu harus mencari tahu. Melalui penelitian lima aspek yakni sastra lisan, artefak, strata sosial, simbol pernikahan, dan mata pencaharian, tak hanya sebatas mengenal namun juga mengerti jauh lebih banyak tentang Dusun Ko’mara.

Makam yang memiliki corak khas ini terdiri atas bagian kepala, mulut, hidung, pusar, dan kaki. “Makam ini biasanya dikunjungi warga pada hari Senin dan Kamis karena merupakan hari besar dan orang yang mengun-jungi makam harus mengenakan pak-aian kebesaran atau pakaian adatnya”, tambah Dg. Tutu ketika diwawancarai. Strata Sosial Warga Dusun Ko’mara

Strata sosial warga di Dusun Ko’mara tidak membedakan tingkatan, baik strata rendah maupun strata yang tinggi. Na-mun, orang yang memiliki jabatan tinggi akan dihargai dan dianggap tinggi de-rajatnya, kata Dg Bale salah satu warga Dusun Ko’mara. Strata sosial yang dipa-hami oleh narasumber adalah tingkat kebangsawanan, sehingga dia membeda-kan antara strata sosial dengan jabatan. Mata Pencaharian Warga Dusun Ko’mara

Pada umunya warga Dusun Ko’mara ini menghidupi keluarganya dengan ber-tani dan berkebun. Bertani merupakan mata pencaharian utama dilihat dari kondisi geografis yang mendukung. Bi-asanya dibulan Desember, para petani mulai menanam benih padi dan panen-nya akan dilaksanakan pada bulan April mendatang. Dg Tarra (40), salah satu petani di dusun ini mengaku keuntungan yang diperoleh saat panen sekitar 40-70 karung. Adapun kendala yang dihadapi oleh petani biasanya diakibatkan oleh bi-natang liar seperti babi hutan dan mony-et yang menyerang persawahan. Selain itu, hama tanaman yang kerap kali meng-hambat biaya yang tidak sepadan dengan pemasukan.

Selain bertani, warga juga menggu-nakan lahannya untuk berkebun dengan menanam berbagai jenis sayuran, coklat, ubi, dan buah-buahan. Dg tutu meru-pakan salah satu warga yang menjual hasil kebun yang didatangi oleh pembeli biasanya menghasilkan upah sebesar Rp 200.000,- sampai dengan Rp 300.000,- perminggu. Selain itu.

Meskipun mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani dan pengelola kebun, ada pula beberapa yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Salah satunya adalah Ibu Nurhayati (40) yang bekerja sebagai bidan sejak tahun 1995. Di desa Kale Ko’mara terdapat tiga orang bidan yang siap melayani warga dengan men-datangi rumah bidan tersebut.

Sastra Lisan yang ada di Dusun Ko’mara

Di Desa Kale Ko’mara terdapat sejum-lah kepercayaan yang masih terdengar

dikalangan para warga. Kepercayaan-ke-percayaan tersebut diturunkan dari gen-erasi ke generasi dengan lisan atau dari mulut kemulut. Kepercayaan inilah yang disebut dengan sastra lisan. Adapun yang termasuk satra lisan yang ada di desa ini adalah legenda atau cerita dahulu kala yang sampai saat ini masih dipercayakan.

Setidaknya ada tujuh sastra lisan yang masih ada di desa ini diantaranya asal usul desa Ko’mara, Dampang (pemerin-tahan) Ko’mara, Bangkeng Batu Ko’mara, Jera’ Bakka, Ranggong Dg Romo, Romang Bo’dong, dan Romang Lompoa.

Simbol pernikahanDesa Ko’mara dusun Kale Ko’mara ini

juga memiliki beberapa simbol pernika-han. Adat pernikahan di desa ini sedikit berbeda dengan daerah lainnya yang bisa dikatakn unik. Dari beberapa narasum-ber yang ditemui mengatakan bahwa hal yang pertama yang dilakukan oleh calon penganting harus ziarah kubur terlebih dahulu. Ziarah kubur yang disebut adalah ziarah kubur di makam Jera’ Bakka yang diyakini sebagai makam Syehk Yusuf. Se-bagian warga memercayai untuk memin-ta berkah agar pernikahannya bertahan lama.

Setelah itu, prosesi lamaran oleh pi-hak mempelai perempuan. Pada saat prosesi lamaran, ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu meminta ker-elaan menikah, lalu memutuskan berapa jumlah uang pernikahan/mahar yang disebut pannai’ kemudian menetapakan hari pernikahan.

Sehari sebelum pernikahan, pihak mempelai perempuan akan melakukan ritual passili’ atau mandi. Ritual ini ber-tujuan untuk menyucikan diri atau proses buang sial. Pada prosesi ini, calon pen-gantin wanita dimandikan oleh seorang Anrong Botting dan melakukan proses ba’basa yaitu proses mencipratkan air ke calon penganting dengan daun-daunan khusus. Proses ini juga dilakukan oleh mempelai pengantin laki-laki.

Setelah itu, mempelai perempuan akan diberikan onde-onde untuk dimakan dengan maksud untuk mencapai kebaha-giaan. Kemudian mempelai perempuan akan melakukan proses korontigi/map-pacci disertai dengan pa’rate. Setelah itu proses Ijab Kabul yang dilangsung-kan dengam bahasa Arab dan Makassar. Setelah itu, pengantin akan diarak ke ka-mar untuk ritual appadongko’ nikka.

Setelah itu, masih ada acara yang di-lakukan setelah pernikahan ialah proses mandi bersama sebelum melakukan malam pertama. Proses mandi bersama ini dilakukan di sungai didekat pemaka-man. Setelah kedua pengantin melaku-kan proses mandi bersama maka akan dilanjutkan dengan malam pertama oleh

Tari, Winda, Jannah *

*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

Page 8: Lentera edisi khusus

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 7

Puisi

Wajah yang Namanya Saya Rahasiakan

- @picisansastra

Ini kali kedua saya menulis malam, mengingat satu wajah yang semakin lekat dalam-dalam; mengikat satu kenang pada lengan bajumu yang kancingnya dua.

Dua adalah tragedi yang kita tanggalkan, belakan-gan kau tinggalkan sebagai tunangan; selepas keper-gian kita menjadi satu-satu.

Kita adalah manusia-manu-sia kesepian yang mencari manusia kesepian; malam semakin malam, sementa-ra manusia kesepian sema-kin mencari.

Ada yang tiba, mengulur sepasang lengannya yang berkabut, sekilas saya temukan banyak garis pada telapak tangannya.

“pulanglah, cinta tak akan kau temukan dengan mata” ucapnya bersama malam yang sementara mencari.

Seolah menggambarkan satu masa, dimana manu-sia belum mengenal kes-epian.

2013-Makassar

Perihal DiamAgus Sardiansa

Kepada Sepi,hampa kini meme-lukkutak ada lagi selain kekosongan di matakuhanya tinggal ruang beku tanpa rasa

kepada su-nyi, jiwa terbawa lamunan panjang-nya

hidup bagai batu apung di luasnya samudera

sedang om-bak menerpa tanpa tanya pada hatiku

kepada langit, tatapan terpaku kelamnya awan kelabuudara menghilang entah kemanasetiap insan bagai tak lagi ber-nyawa

kepada waktu, kekuasaa-nya telah dibe-lenggu

angka tak lagi dapat memu-tar dunia

semua bera-lih pada kesend-irian

kepada Tuhan, aku ingin me-nyandarkan ampunwalau tak dapat kuungkap lewat munajatkuharap tetes air mata yang beku inidapat cair di pintu maaf-Nya

Makassar, 17 Oktober 2013

TROMPET AKHIR TAHUN PENUH SESAK

Agung Gumilang

“kutiup kau malam ini”tapi esok akan kah anak-anak yang bapaknya terbunuh itu bisa mendapatkan keadilan di atas meja hijau?

“kutiup kau malam ini”Tapi esok ketika fajar menya-paakan kah orang-orang yang kehilangan keluarganya bisa tahu di mana rimba –jika ma-sih hidup-atau nisan bapak, anak, saudara, dan cucunya bera-da?

“kutiup kau malam ini”tapi esok ketika orang ter-tidur pulas setelah melalui akhir tahun penuh sesak, akan kah seorang jendral yang berkuasa 30 tahun lebih meminta maaf di depan para keluarga kor-ban atas tindakan tangan be-sinya yang keji?

“kutiup kau malam ini”agar esok ketika terbangun setelah melalui akhir tahun penuh sesak dengan berbagai klakson yang sombong dan dipayungi cahaya petasan dilangit ber-wajah arogan, aku tidak berubah menjadi, Mandela.

Makassar, 31 desember 2013

Page 9: Lentera edisi khusus

Edisi Khusus Tahun XII 2013

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 8

Melancong

Penelitian dan Bakti Sosial ini meru-pakan program kerja Pengurus IMSI KMFS-UH yang telah rutin dilaksanakan tiap tahunnya. Pada tahun ini Penelitian dan Bakti Sosial (Baksos) bertempat di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polong-bangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Saya beserta rombongan berangkat dari Makassar menuju lokasi pada pu-kul 18.00 WITA dengan menumpangi 3 bus yang telah disediakan oleh panitia. Jadwal keberangkatan sempat tertunda karena menunggu kedatangan tim medis yang disiapkan oleh panitia untuk ber-siaga atas kemungkinan adanya peserta baksos yang kesehatannya terganggu.

Saya sangat menikmati perjalanan, terlebih dalam bus yang saya tumpangi. Peserta baksos ada yang sibuk menyanyi diiringi petikan gitar, ada yang menik-mati keindahan kerlap-kerlip lampu Kota Makassar pada malam hari, dan ada yang lebih memilih tidur mungkin karena kele-lahan. Bus yang saya tumpangi sempat singgah di Jembatan Timbang untuk men-jemput salah seorang peserta baksos.

Sekitar pukul 21.30 WITA Rombon-gan tiba di Desa Kale Ko’mara, Kec. Po-longbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, jalanan yang terjal dan berlubang adalah penyebab keterlambatan kami tiba di lokasi dari waktu yang diperkirakan. Se-lanjutnya kami disambut oleh kepala du-sun Ko’mara dalam acara pembukaan. Setelah itu, kami beristirahat di rumah warga yang telah disiapkan oleh panitia.

Saya dan beberapa peserta baksos sempat mengunjungi salah satu tempat wisata yang ada di Dusun Ko’mara, tem-pat wisata itu adalah air terjun. Meski dalam menjangkaunya kami perlu berja-lan hingga kira-kira 2 km, pun di tengah perjalanan sempat berniat untuk tidak

Panorama Keindahan Alam Dusun Ko’mara

Radiah Puspita Utoyo *Serupa ketenangan air jika harus me-lalui jalur yang terjal, pun akan tetap gemuruh. Begitulah kehidupan, lalu-ilah maka keindahan tiada lagi seke-dar mimpi. Jika setelah ini timbullah rasa penasaranmu, maka berkun-junglah ke Air Terjun Jenne Bangko, Dusun Kale Ko’mara Desa Ko’mara Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar.

melanjutkan perjalanan karena kelelahan namun pada akhirnya kami tetap melan-jutkan perjalanan diselingi canda tawa bersama adik-adik dari Dusun Ko’mara yang menjadi penunjuk jalan bagi kami. Di tengah perjalanan pun kami sempat melihat salah satu makam pahlawan Dg. Ramma’ yang merupakan salah seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari Desa Kale Ko’mara. Adik-adik dari Desa Kale Ko’mara yang ikut bersama kami pun sempat berceloteh banyak tentang hutan yang dilalui untuk sampai ke air terjun Jenne Bangko, bahwa kita tidak boleh memetik terlebih memakan buah apapun yang ada di hutan tersebut, karena kita bisa sakit setelah memakan-nya. Mitos lain yang disampaikan oleh bocah-bocah lucu nan imut itu adalah, jika kita menjumpai daun jatuh di aliran sungai, sebaiknya kita mengambilnya dan menggosokkannya di ketiak kita, agar ke-tiak kita tidak lagi mengeluarkan aroma yang tidak sedap. Mereka juga menceri-takan bahwa, ada air terjun lain selain air terjun Jenne Bangko. Namun, air ter-jun tersebut tidak boleh lagi dikunjungi karena di sana terdapat ular yang besar dan berbahaya, di sana juga pernah ada orang yang hilang dan hingga saat ini be-lum ditemukan.

Tidak lama kemudian kami pun tiba, kami sangat terpesona oleh panorama keindahan alam air terjun Kombang. Airnya yang jernih, jejeran pepohonan, dan bebatuan yang tertata sedemikian rupa tempat pengunjung memijakkan kaki untuk menikmati air terjun tersebut adalah perpaduan alami yang berhasil

menghipnotis kami untuk tidak berpikir panjang segera menikmatinya.

Awalnya saya hanya memilih bersan-tai di bebatuan sambil menyaksikan ke-ceriaan peserta baksos dan adik-adik dari Dusun Ko’mara yang langsung menik-mati kejernihan air terjun tersebut. Tidak lupa saya mengabadikan tingkah kocak mereka, mendokumentasikannya den-gan kamera dari telepon genggam saya. Namun tentunya saya akan merasa rugi bila tidak ikut bergabung dengan mer-eka untuk menikmati air terjun tersebut. Sungguh, panorama keindahan alam air terjun tersebut tidak hanya menawarkan keceriaan, namun juga ketenangan jiwa yang didapatkan dari jernihnya air, kese-jukan udara, dan rindangnya pepohonan. Hanya saja cuaca tidak bersahabat, awan mendung yang nampak oleh pandang mata kami membuat kami menyepakati untuk segera beranjak dan kembali ke penginapan.

Meski hanya sesaat, saya merasa san-gat beruntung sempat menjadi salah satu penikmat panorama keindahan alam dari air terjun Jenne Bangko tersebut. Jika memungkinkan saya ingin berkunjung untuk kali kedua di sana.

*Mahasiswa Sastra Indonesia Angkatan 2011

air terjun Jenne bangko di Desa Ko’mara adalah salah satu keindahan alam

Page 10: Lentera edisi khusus

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS 9

Pesan Sastra Edisi Khusus Tahun XII 2013… berilah aku satu kata puisi dari-pada seribu rumus ilmu yang penuh janji yang menyebabkan aku terlon-tar kini jauh dari bumi yang kukasih. Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi. Tetapi aku telah sampai pada tepi. Dari mana aku tak mungkin lagi kembali.

–Manusia pertama di angkasa luar, Subagio Sastrowardojo

Menulis sajak bagi saya adalah semacam upacara penundaan kematian. Dengan sajak, saya bisa berdialog dengan hidup. Berkompromi dan berpikir tentangnya: me-nyadari bahwa saya benar-benar manusia.

–“Warna kita”, Oka Rusmini.

Sastra, bagi saya adalah sebuah cara tak putus-putus

menghadirkan manusia sebagai sebuah unikum, untuk

menggoyangkan dan mempertanyakan ulang setiap

definisi tentang manusia, tepat ketika dia coba dibikin

final dan absolute.

–“Suatu Cerita dari Negeri Angin”, Agus R. Sarjono.

Menulis puisi bai saya adalah mem-

bebaskan kata-kata, yang berarti

mengembalikan kata pada awal mu-

lanya. Pada mulanya adalah kata.

–“O, Amuk, & Kapak”, Sutardji C.B

Kita tidak punya pilihan lain. Kita ha-rus berjalan terus. Karena berhenti atau mundur. Berarti hancur.

–“Tirani dan Benteng”, Taufik Ismail

...Menjadi pengarang tidak berarti

menduduki tempat lebih tinggi dari

lingkunganya. pengarang tetap sebagai

bagian dari masyarakat dimana dia

hidup. dia tetap manusia biasa dengan

serba kekuarangan da kerendahan hati,

namun bermartabat.

– Nh Dini: sikap saya sebagai penga-

rang

CITA SUCI MAHARDIKA, S.S.

MUHANDAS GANDI, S.S.

MARGARETA, S.S.

KUSMAWATI, S.S.

BAKTIANI PALILING, S.S.

MUH.SIRWAN, S.S

BUDI SANTOSO, S.S

SELAMAT DAN SUKSES ATAS GELAR SARJANA YANG TELAH DIRAIH OLEH:

Page 11: Lentera edisi khusus

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS

Edisi Khusus Tahun XII 2013

10

Galeri Foto

berpegangan tangan, tradisi mahasiswa baru sebelum berangkat ke tempat penelitian dan baksos

penyambutan langsung oleh kepala dusun Ko’mara pengumpulan mahasiswa baru

foto bersama mahasiswa baru dengan warga IMSI keindahan air terjun jenne bangko

Page 12: Lentera edisi khusus

ALAMAT : SEKRETARIAT IKATAN MAHASISWA SASTRA INDONESIAGEDUNG FIS V FAKULTAS SASTRA KAMPUS TAMALANREA UNHAS

Selamat Tahun Baru 2014

Segenap keluarga besar Ikatan Mahasiswa Sastra IndonesiaKeluarga Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

MengucapkanSelamat Tahun Baru 2014

Page 13: Lentera edisi khusus