Download - materi HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Transcript

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia termasuk kedalam Negara yang mempunyai penduduk yang banyak, sehingga memungkinkan rakyat Indonesia memiliki jumlah nilai pernikahan yang cukup tinggi. Terlebih Indonesia sendiri termasuk Negara yang pluralistic dalam soal agama. Di Indonesia mengakui berbagai macam agama,sehingga bisa menimbulkan berbagai macam masalah dalam perkawinan yang ternyata terdapat perbedaan agama.

Perkawinan di Indonesia sekarang ini telah diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Oktober 1975 dan UU ini pun berlaku unifikasi, mengingat sebelum adanya undang-undang ini banyak peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan seperti diantaranya GHR, HOCI, dsb. Dengan berlakunya UU Perkawinan ini, berdasarkan pasal 66 UUP, ketentuan lain sebelum undang-undang ini, sejauh telah diatur dalam UU Perkawinan, dinyatakan tidak berlaku. Namun dari ketentuan ini pula, membuka kemungkinan untuk berlakunya GHR kembali dalam hal mengatur permasalahan perkawinan beda agama karena dalam UUP sendiri tidak ada ketentuan yang mengatur tentang perkawinan beda agama, mengingat permasalahan ini (perkawinan beda agama) tidak mungkin dapat di unifikasi karena termasuk dalam kategori hukum yang sensitif.1.2 RUMUSAN MASALAH?

1. Bagaimana status perkawinan beda agama antara Lydia kandou dan jamal mirdad ?

2. Hukum apa yang mengaturnya?

1.3 TUJUAN MAKALAH

Untuk memberikan informasi tentang kasus perkawinan beda agama dan perkembangannya di Indonesia serta memberikan informasi bagaimana proses hukumnya di Indonesia hingga saat ini.BAB II

PEMBAHASANPada tahun 1986 Indonesia digegerkan oleh kasus perkawinan yang sangat kontroversial yaitu tentang pernikahan beda agama yang dilakukan oleh aktor dan aktris ternama Lydia kandou dan Jamal mirdad.Lydia Kandou yang beragama Kristen dan Jamal Mirdad yang beragama Islam, pada tahun 1986 melangsungkan pernikahan mereka yang begitu kontroversial karena perbedaan agama. Perbedaan agama di antara keduanya tidak menghentikan langkah keduanya menuju mahligai pernikahan, walaupun UU Perkawinan 1974 pasal 2 ayat 1 menghalangi mereka untuk bersatu secara sah. Undang-undang tersebut menyatakan : "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Untuk itu, sebuah perkawinan harus disahkan lebih dulu oleh agama yang bersangkutan sebelum didaftar ke Kantor Catatan Sipil. Pasangan artis beda agama ini pada awalnya akan menikah di KUA (Kantor Urusan Agama) namun KUA menolak dengan alasan mereka akan mencatat perkawinan/menikahkan pasangan dengan keduanya beragama Islam, dan kemudian mereka menempuh jalan akhir yaitu KCS (Kantor Catatan Sipil), namun dari pihak KCS pun mensyaratkan terlebih dahulu untuk mendapatkan pengesahan pernikahan di Pengadilan.Terlebih banyaknya kecaman dari agamawan dan tokoh-tokoh masyarakat saat itu. Sehingga menimbulkan pandangan negatife tentang pernikahan beda agama tanpa melihat segi hukum dan pandangan para ahli hukum.mereka tidaklah mundur untuk memperjuangkan pengesahan status pernikahannya.sehingga, Bahwa perbedaan agama dari calon mempelai sama sekali tidak menjadi halangan untuk suatu perkawinan. Ini memang merupakan keluasan yang pernah dibuka oleh peraturan tentang Perkawinan Campuran Stbl. 1898 Nomor 158 pasal 7 ayat (2). Dalam praktek penyelenggaraan Catatan Sipil dahulu (dan ternyata sampai sekarang masih juga bisa berlangsung di sementara Kantor Catatan Sipil) perkawinan campuran karena berbeda agama telah berlangsung dengan lancar di Kantor Catatan Sipil. Sebab, pegawai atau pegawai luar biasa Catatan Sipil memang berwenang melakukannya berdasarkan pasal 60 Stbl. 1849 Nomor 25 (untuk golongan Eropa dan Bumiputra serta mereka yang dipersamakan dengan bangsa Eropa), pasal 48 Stbl. 1933 Nomor 75 (Untuk golongan Indonesia Kristen di Jawa, Madura, dan Minahasa) atau pasal 68 Stbl. 1919 Nomor 81 (untuk golongan Tionghoa). ketentuan-ketentuan lama tersebut masih berlaku berdasarkan pada pasal 66 UUP.

Namun setelah mendapatkan penolakan berkali-kali,pada tahun 1992 kasus ini dibuka kembali keranah hukum.akhirnya berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986. Putusan itu berisi bahwa untuk perkawinan beda agama maka Kantor Catatan Sipil harus melakukan pencatatan untuk diakui Negara.

Dilihat dari segi yuridis, pasal 2 angka (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan yang sah adalah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan yang dilarang antara dua orang yaitu:

(a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;

(b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

(c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

(d) Berhubungan susuan;

(e) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri;

(f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Dari pernyataan pasal 2 dan pasal 8 atas UU No. 1 tahun 1974 tersebut, perkawinan beda agama bukanlah merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan. Maka dari itu pernikahan Lydia Kandou dan Jamal Mirdad dinyatakan sah.

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986 menyatakan bahwa dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan terdapat kekosongan hukum karena menurut kenyataan dan Yurisprudensi dalam hal perkawinan antara calon suami dan calon isteri yang berbeda agamanya, ada 2 stelsel hukum perkawinan yang berlaku pada saat yang sama, sehingga harus ditentukan hukum perkawinan mana yang diterapkan, sedang pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 yo pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah no. 9 tahun 1975 hanya berlaku bagi perkawinan antara 2 orang yang sama agamanya. Disamping kekosongan hukum maka juga di dalam kenyataan hidup di Indonesia ada 5 agama (pada saat itu) yang juga menunjukan sifat pluralistic dalam beragama yang tidak sedikit terjadi perkawinan atau niat melangsungkan perkawinan beda agama. Oleh karena itu Mahkamah Agung menerima gugatan atas perkawinan beda agama pada saat itu.BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari kasus diatas kita bisa mngetahui bahwa pernikahan beda agama merupakan polemic yang dianggap masih asing untuk Negara Indonesia. Padahal faktanya kita mempercayai beberapa agama di Negara ini.sehingga kemungkinan adanya pernikahan beda agama sangat besar.

Untuk memecahkan kasus pernikahan beda agama dalam kasus Lydia kandou dan Jamal mirdad akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan Putusan Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986 yang menjadi tonggak dalam penyelesaian kasus pernikahan beda agama yang menyebabkan tak menutup kmungkinan orang berbeda agama untuk menikah secara sah.. Terlebih putusan ini memberikan perubahan untuk perundang undangan di Indonesia karena terdapatnya kekosongan hukum bagi para calon pasangan yang berbeda keyakinannya.DAFTAR PUSTAKA

http://syaichuhamid.blogspot.com/2013/07/perkawinan-antar-agama_22.htmlhttp://elkafilah.wordpress.com/2012/05/23/nikah-beda-agama/undang-undang perkawinan no.1 tahun 1974

kitab undang undang hukum perdata

PAGE 1