1
MANAJEMEN MIKROKLIMAT PADA PEMELIHARAAN AYAM
PEMBIBIT BROILER FASE LAYER DI FARM PT. SUPER UNGGAS
JAYA, BOYOLALI, JAWA TENGAH
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Oleh :
DEWI PURWATI
PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
2
LEMBAR PENGESAHAN
Judul PKL : MANAJEMEN MIKROKLIMAT
PADA PEMELIHARAAN AYAM
PEMBIBIT BROILER FASE LAYER
FARM PT. SUPER UNGGAS JAYA,
BOYOLALI, JAWA TENGAH
Nama Mahasiswa : DEWI PURWATI
NIM : 23010112130115
Program Studi/Jurusan : S1 PETERNAKAN
Telah disidangkan di hadapan Tim Penguji
dan dinyatakan lulus pada tanggal……
Mengesahkan :
Ketua Laboratorium
Fisilogi dan Biokimia
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Isroli, M.S.
NIP. 19580502 198603 1 002
Dr. Ir. Isroli, M.S.
NIP. 19580502 198603 1 002
3
RINGKASAN
DEWI PURWATI. 23010112130115. 2015. Manajemen Mikroklimat pada
Pemeliharaan Ayam Pembibit Broiler Fase Layer di Farm PT. Super Unggas
Jaya, Desa Repaking, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
(Pembimbing : Dr. Ir. ISROLI, M. S. ).
Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) disusun berdasarkan serangkaian
kegiatan PKL yang dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus sampai 29 Agustus 2015
di farm PT. Super Unggas Jaya (SUJA) Desa Repaking Kecamatan Wonosegoro
Kabupaten Boyolali. Tujuan PKL ini adalah untuk mempelajari manajemen
mikroklimat di farm PT. SUJA.
Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang adalah metode
partisipasi aktif, observasi dan wawancara. Metode partisipasi aktif dan observasi
digunakan untuk mendapatkan data primer sedangkan metode wawancara
digunakan untuk mendapatkan data sekunder. Selain itu, data sekunder diperoleh
dengan cara melihat catatan yang ada di peternakan, data monografi desa dan
catatan dari instansi terkait. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan
hasilnya dibandingkan dengan pustaka yang ada.
Lokasi farm PT. SUJA berada pada ketinggian tempat sekitar 1700 mdpl,
curah hujan 1665 mm/tahun dengan suhu dan kelembaban rata-rata pada bulan
Agustus 2015 yaitu 25-38°C dan 54%. Luas lahan farm ini adalah 6,7 Ha.
Bangunan di farm PT. SUJA meliputi post satpam, tempat parkir, 2 mushola, 2
kamar mandi, 2 bangunan mess, 2 bangunan biosecurity, 1 bangunan terdiri dari
kantor, gudang, cooling room dan ruang penyimpanan perlengkapan vaksin, dan
10 kandang ayam pembibit (7 kandang fase grower strain Ross dan 3 kandang
fase layer strain Cobb), 2 bangunan laundry dan 1 tempat penanganan bangkai
ayam pembibit. Sistem pemeliharaan di farm adalah intensif dengan pemeliharaan
pada fase layer terdiri dari perkandangan, pengelolaan pejantan agar fertilitas telur
tinggi, pemberian ransum, pencegahan penyakit, pengambilan telur, grading telur
dan penanganan telur dan manajemen mikroklimat. Perkandangan di farm
menggunakan kandang tertutup (close house) dengan sistem lantai litter dari
sekam. Manajemen mikroklimat meliputi pengaturan suhu, kelembaban,
kecepatan angin, pemberian cahaya di dalam kandang. Manajemen ini dilakukan
untuk menciptakan suasana nyaman bagi ayam pembibit broiler agar tidak
mengalami stress panas.
Kesimpulan yang diperoleh dari PKL ini adalah manajemen mikroklimat
di farm PT. SUJA unit Pembibitan Boyolali yang ditinjau dari kenyamanan ayam
sudah cukup baik yang didukung oleh konstruksi, tipe kandang, dan manajemen
mikroklimat yang baik.
Kata kunci : Breeding farm, ayam pembibit broiler, mikroklimat.
4
KATA PENGANTAR
Lingkungan dapat mempengaruhi performa ayam karena lingkungan
berpengaruh langsung terhadap ternak. Pengaruh tersebut dapat berupa berubahan
tingkah laku ayam dan penurunan produktivitas ternak.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Praktek Kerja Lapang (PKL). Terima kasih penulis haturkan kepada Ibu
dan Bapak tercinta yang telah memberikan doa restu. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Dr. Ir. Isroli, M. S. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
ini dengan baik, Prof. Dr. Ir. Retno Murwani, M. App. Sc. selaku dosen wali.
Ucapan termaksih juga kepada Bapak Hasan Mubarok, S.Pt. selaku manajer farm
PT. SUJA, Bapak M. Rosyidi, S.Pt. selaku Supervisor, Bapak N. Bagas D., S. Pt.
selaku Foreman, Bapak Mahadhi Wisnu Y., S.H. selaku HRD dan karyawan farm
SUJA yang telah membimbing, membantu dan memfasilitasi selama pelaksanaan
PKL.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna, oleh karena
itu diharapkan saran dan krtik yang bersifat membangun untuk perbaikan.
Akhirnya penulis berharap agar laporan in bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, Januari 2016
Penulis
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
RINGKASAN ..............................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR ILUSTRASI ...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
2.1. Ayam Pembibit “Parent Stock” ...........................................
2.2. Perkandangan .....................................................................
2.3. Tipe Kandang .....................................................................
2.4. Kepadatan Kandang ............................................................
2.5. Mikroklimat ........................................................................
2.5.1. Suhu Lingkungan ......................................................
2.5.2. Kelembaban ..............................................................
2.5.3. Kecepatan Angin .......................................................
2.5.4. Respon Fisiologi .......................................................
2.5.5. Indeks Kenyamanan Ayam Pembibit .........................
BAB III. MATERI DAN METODE ..........................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
4.1. Keadaan Umum Desa Repaking ............................................
4.1.1. Sejarah Perusahaan ....................................................
4.1.2. Lokasi Perusahaan .....................................................
4.1.3. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja ........................
4.2. Bangunan Pembibit ...............................................................
4.3. Ayam Pembibit “Parent Stock” .............................................
4.4. Sistem Pemeliharaan ............................................................. `
4.4.1. Perkandangan ............................................................
4.4.2. Pengelolaan Pembibit Broiler Jantan .........................
4.4.3. Pemberian Ransum dan Minum .................................
6
4.4.4. Pencegahan Penyakit .................................................
4.4.5. Pengambilan Telur ....................................................
4.4.6. Seleski Telur (Gading) ..............................................
4.4.7. Penanganan Telur ......................................................
4.5. Manajemen Mikroklimat .......................................................
4.5.1. Suhu Lingkungan ......................................................
4.5.2. Kelembaban ..............................................................
4.5.3. Kecepatan Angin .......................................................
4.5.4. Kebutuhan Cahaya ....................................................
4.5.5. Indeks Kenyamanan ..................................................
4.6. Respon Fisiologi Ayam Pembibit Broiler ............................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................
7
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Indeks Kenyamanan ......................................................................... 9
2. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Suhu Udara ................................ 28
3. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Kelembaban Udara .................... 30
4. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Kecepatan Angin ...................... 33
5. Data Pengukuran dan Perhitungan Indeks Kenyamanan ..................... 36
6. Data Bobot Badan Aym Pembibit Broiler Umur 44-46 Minggu ......... 37
7. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 1 ................................................ 48
8. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 2 ................................................ 49
9. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 3 ................................................. 50
10. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 4 ............................................... 51
11. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 5 ................................................ 52
12. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 6 ................................................ 53
13. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat per Waktu ............................... 54
14. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat per Hari ................................... 55
15. Data Bobot Badan Aym Pembibit Broiler Umur 44-46 Minggu ........ 55
8
DAFTAR ILUSTRASI
Nomor Halaman
1. Bangunan di PT. SUJA ..................................................................... 14
2. Ayam Pembibit Strain Cobb ............................................................. `15
3. Kondisi di dalam Kandang ............................................................... 18
4. Jengger Pembibit Broiler Jantan ....................................................... 19
5. Pemberian Ransum dan Bentuk Ransum ........................................... 20
6. Biosecurity ...................................................................................... 22
7. Kegiatan Sanitasi .............................................................................. 22
8. Kegiatan Vaksinasi Ayam Pembibit Broiler di Kandang Laying ....... 23
9. Program Pengambilan Telur ............................................................. 24
10. Peratan untuk Mengecek Suhu dalam Kandang ............................... 27
11. Catatan Sekunder Suhu Udara ......................................................... 28
12. Peratan Penunjang Pengeluaran Panas dalam Kandang .................... 32
9
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar Kuesioner ............................................................................... 43
2. Lokasi Farm Super Unggas Jaya, Boyolali ........................................ 46
3. Struktur Organisasi ........................................................................... 47
4. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat ................................................ 48
5. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat ............................................... 54
6. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat per Hari .................................. 55
7. Data Bobot Badan Aym Pembibit Broiler Umur 44-46 Minggu ........ 55
8. Perhitungan Kecepatan Angin .......................................................... 56
9. Data Hasil Perhitungan Indeks Kenyamanan .................................... 57
10. Data Perhitungan Intensitas Cahaya ................................................. 63
11. Peralatan Praktik Kerja Lapangan ..................................................... 65
12. Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan .............................................. 66
13. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing .............................................. 67
14. Surat Keterangan Praktik Kerja lapangan .......................................... 68
10
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutuhan bibit ayam broiler terus mengalami peningkatan, sehingga
perlu adanya manajemen yang baik dalam pemeliharaannya. Manajemen meliputi
pengelolaan perkandangan, pejantan, pemberian ransum dan minum, pencegahan
penyakit, pengambilan telur, grading dan penanganan telur serta mikroklimat.
Manajemen mikroklimat adalah pengaturan lingkungan kandang meliputi suhu,
kelembaban, kecepatan angin dan cahaya. Suhu yang tidak sesuai akan
mempengaruhi kondisi kenyamanan ayam, kelembaban udara akan
mempengaruhi pengeluaran panas suhu ayam dan apabila kelembaban terlalu
tinggi akan menyebabkan cekaman panas dan pertumbuhan mikroorganisme
penyebab penyakit. Kecepatan angin berguna untuk sirkulasi udara di dalam
kandang yang dapat mempengaruhi proses produksi ayam. Oleh karena itu, perlu
adanya manajemen mikroklimat yang tepat pada pemeliharaan ayam pembibit
broiler.
Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan yaitu mengetahui manajemen
lingkungan terhadap ayam broiler fase layer di farm PT. Super Unggas Jaya,
Boyolali, Jawa Tengah, kemudian menganalisa hasil pengamatan dan
membandingkan dengan referensi dari beberapa sumber. Manfaat yang diperoleh
dari Praktek Kerja Lapangan ini adalah menambah pengetahuan, pengalaman dan
pengenalan dengan farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali, Jawa Tengah.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ayam Pembibit (Parent Stock)
Parent stock atau ayam pembibit merupakan jenis ayam yang khusus
dipelihara untuk menghasilkan final stock (Yuwanta, 2004). Ayam pembibit
broiler merupakan ayam yang khusus dipelihara untuk menghasilkan ayam
broiler. Ayam pembibit broiler memiliki potensial genetik yang baik yang telah
dikembangkan oleh peternak untuk meningkatkan produksi anak ayam broiler
komersial di dunia tetapi kinerja mereka bervariasi dari beberapa strain tergantung
lingkungan yang dihadapi. Ayam pembibit yang dipilih adalah ayam dengan
strain yang memiliki daya adaptasinya baik pada kondisi lingkungan dan mampu
menghasilkan kualitas telur tetas sesuai potensinya. Berat badan standar ayam
pembibit broiler pada awal kematangan seksual terkait dengan peningkatan
produksi telur, kematian yang rendah, tingkat kesuburan dan daya tetas (Hossain
et al., 2005).
2.2. Perkandangan
Perkandangan merupakan kumpulan kandang yang mengikuti suatu sistem
tertentu. Lantai yang baik terbuat dari tembok, karena mudah dibersihkan juga
baik untuk mencegah perkembangan penyakit. Lantai dari tanah juga bisa dipakai
tetapi dianjurkan tanah yang berpasir, kering, dan porous (Kartasudjana dana
Suprijatna, 2006). Persyaratan lain seperti ventilasi kandang yang baik,
12
kelembaban litter sekitar 20-30%, cahaya yang cukup terang (cahaya untuk
merngsang produksi) perlu diperhatikan dengan baik. Luas kandang ayam untuk
pembibit harus lebih luas dari ayam petelur komersil. Kebutuhan luas lantai untuk
ayam petelur bibit tipe pedaging per ekor (termasuk jantan) yaitu sistem litter 3,6
ekor/m2, slat dan litter (60 : 40%) 4,4 ekor/m
2, sistem slat 5,4 ekor/m
2, wire dan
litter (60 : 40%) 4,4%, dan sisem wire 5,4 ekor/m2. Ayam petelur bibit, biasanya
dipelihara dalam sistem litter atau slat dan litter. Sedangkan ayam pedaging bibit
jarang mengggunakan kandang sistem ini karena dapat menyebabkan fertilisaasi
yang rendah dan hampir semua ayam bertelur di slat telurnya pecah. Litter yang
bersih dan kering pada pemeliharan ini sangat penting. Selain ayam lebih sehat
juga mencegah kaki ayam tidak kotor. Jika kotor akan mengotori sarang dan telur.
Telur kotor juga bisa diperoleh dari lantai hasil ayam bertelur dan biasanya sulit
dibersihkan. Jika telur kotor tetap ditetaskan, maka telur lain yang ada di mesin
tetas akan tertular mikroba yang berasal dari telur kotor tersebut. Telur kotor akan
bertambah lagi pada kondisi litter makin lembab dan mengeras. Pada kondisi ini,
presentase telur pecah sangat tinggi dan hal ini merupakan kerugian. Banyaknya
telur yang pecah sebaiknya tidak lebih dari 2% dan ayam tua 3%. (Kartasudjana
dan Suprijatna, 2006).
2.3. Tipe Kandang
Ada dua tipe kandang yaitu tipe kandang terbuka (open house) dan tipe
kandang tertutup (close house). Tipe kandang close house akan menampung ayam
lebih padat dibandingkan dengan tipe kandang open house (Fadilah, 2013).
13
Kandang tipe tertutup secara kontruksi dibedakan menjadi dua sistem yakni
pertama sistem tunnel dengan beberapa kelebihan yang dimilikinya seperti
mengandalkan aliran angin untuk mengeluarkan gas sisa, panas, uap air dan
menyediakan oksigen untuk kebutuhan ayam. Sistem tunnel ini lebih cocok untuk
area dengan temperatur maksimal tidak lebih dari 30 0C. Sistem kedua adalah
evaporative cooling sistem (ECS). Sistem ini memberikan benefit pada peternak
seperti mengandalkan aliran angin dan proses evaporasi dengan bantuan angin.
Sistem kandang tertutup ini hanya cocok untuk daerah panas dengan suhu udara
diatas 35 0C. Lalu dari mana sumber panas dan sumber uap airnya. Sumber panas
berasal dari ayam itu sendiri, sinar matahari yang ditransfer secara radiasi, panas
dari brooder pada masa brooding dan panas dari proses fermentasi dalam sekam.
Sementara itu sumber uap air dapat berasal dari kelembaban lingkungan, proses
evaporasi, sisa air yang dikeluarkan bersama dengan feses, dan air minum yang
tumpah (Dahlan dan Hudi, 2011).
2.4. Kepadatan Kandang
Pada prinsipnya kepadatan kandang bertujuan untuk memberikan suatu
ruang yang nyaman bagi unggas agar unggas dapat tumbuh dengan cepat dan di
segi lain peternak tidak rugi karena memberikan ruang yang terlalu luas. Beberapa
prinsip dasar itu adalah suhu lingkungan dan suhu di dalam kandang. Semakin
padat kandang unggas akan membuat suhu kandang juga semakin meningkat. Hal
ini disebabkan karena unggas mengeluarkan panas dan uap panas. suhu
lingkungan di daerah tropis yang panas akan semakin sulit diatasi bila kepadatan
14
berlebihan, sekalipun dengan ventilasi buatan (Rasyaf, 1992). Perbandingan
antara jantan dan betina untuk tipe ayam pembibit broiler 11: 100. Pejantan harus
ada kesempatan exercise, misalnya dibentuk tempat pakan yang lebih tinggi agar
pejantan ketika mengambil ransum harus loncat atau menegakkan tubuhnya
(Kartasudjana dan Suprijatna 2006). Kepadatan ayam per meter persegi sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pertambahan bobot badan dan pengaturan
hal ini sangat perlu disesuaikan dengan umur ayam tersebut untuk menghindari
kompetisi memperoleh pakan (Wahyudi et al., 2010).
2.5. Mikroklimat
Mikroklimat adalah kondisi iklim di sekitar lingkungan makhluk hidup
(Hartawan, 2012). Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler. Lingkungan yang
baik sangat diperlukan bagi ayam broiler untuk memperoleh performa yang
optimal. Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performa ayam
broiler diantaranya adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah
angin (Patiyandela, 2013).
2.5.1. Suhu Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi fisiologi ayam secara langsung, yaitu
dengan cara memberikan pengaruh terhadap fungsi beberapa organ tubuh seperti
jantung dan alat pernafasan; serta dapat mempengaruhi secara tak langsung
dengan meningkatnya hormone kortikosteron dan kortisol, serta menurunnya
15
hormone adrenalin dan tiroksin dalam darah (Gunawan dan Sihombing, 2004).
Ayam akan merasa tertekan jika suhu kandang pemeliharaan lebih tinggi dari suhu
nyaman ayam yaitu 25-28 0C (Komara, 2006). Jika suhu lingkungan lebih dari 28
0C, ternak akan mengalami heat stress. Heat stres ini disebabkan karena ayam
tidak dapat menyeimbangkan antara jumlah panas yang diproduksi dengan jumlah
panas yang dikeluarkan dari tubuh. Tidak hanya heat stress, suhu lingkungan
yang berfluktuatif juga menjadi ancaman bagi produktivitas ayam. Heat stress
akan menimbulkan efek yang lebih besar pada ayam tua dibandingkan dengan
ayam muda. Ayam dewasa mempunyai bulu yang telah sempurna dan kondisi ini
akan mempersulit pembuangan panas tubuhnya. Selain itu, ayam dewasa juga
memiliki ukuran tubuh yang lebih besar sehingga panas tubuhyang dihasilkan
lebih banyak (Rahmadani, 2009).
2.5.2. Kelembaban Udara
Kelembaban optimum ayam petelur berkisar 60% (Prayitno, Kelembaban
optimum ayam broiler untuk pertumbuhan berkisar antara 50%-70%, kelembaban
diatas 70% menyebabkan ayam mengalami stress dan konsumsi pakan menurun.
Kelembaban udara terlalu tinggi akibat alas kandang yang basah dapat
menyebabkan mikroorganisme berkembang dan memproduksi gas H2S.
Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi suplai O2 (Prasetyanto,
2011). Kelembaban tinggi yang disebabkan oleh kotoran ayam akan
menyebabkan bekteri berkembang. Ventilasi buruk, suhu udara yang ekstrim dan
isi kandang terlalu padat meningkatkan kandungan amonia dalam kandang.
16
Amonia terlalu tinggi dapat menurunkan produktivitas ternak sehingga biaya
produksi meningkat, sedangkan profitabilitas menurun (Ibrahim dan Allaily,
2011). Lubang ventilasi dapat mengurangi kelembaban kandang yang kurang
sinar matahari sehingga pertumbuhan dan perkembang biakan penyakit oleh virus
berkurang (Kasnodihardjo dan Friskarini, 2013).
2.5.3. Kecepatan Angin
Waktu ideal untuk pergantian udara adalah 1 menit, untuk kandang
dengan panjang 120 m berarti 2 meter/detik atau 400 ft/menit (Fadilah, 2013).
Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di
sekitarnya dan arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan
membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan
arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan dari
pengangkutan dan penyebaran polutan. (Hasnaeni, 2004). Angin yang terlalu
cepat juga kurang efektif untuk menjamin pertukaran udara dalam kandang. Oleh
karena itu, kecepatan angin perlu dikendalikan dengan membuat ventilasi silang
(Suhaeni, 2007).
2.5.4. Respon Fisiologi
Ayam merupakan hewan homeotermis, berarti suhu tubuh konstan
meskipun suhu lingkungan berubah-ubah. Homeostatis adalah mekanisme
pengaturan suhu tubuh agar senantiasa tetap. Organ penting sebagai pusat
pengaturan suhu tubuh adalah hipotalamus. Sifat homeotermis pada ayam
menyebabkan jumlah panas yang dihasilkan oleh aktivittas otot dan metabolisme
17
jaringan (“heat production”) sebanding dengan kehilangan panas karena
lingkungan (“heat loss”). Respon tubuh hewan terhadap adanya stressor
merupakan suatu kesatuan respon hormon dari sisem syaraf, sistem hormon dan
sistem ditandai dengan peningkatan kadar ACTH (adrenocorticotropin hormone)
dalam darah (Sulistyoningsih, 2004). Ayam termasuk hewan homoiterm dengan
suhu tubuh yang dimilikinya berkisar antara 39 - 41 ºC. Pembuangan panas pada
unggas dapat melalui proses respirasi. Pada suhu dibawah 80 ºF, pembuangan
panas tubuh dilakukan dengan jalan radiasi, konveksi dan konduksi dari seluruh
permukaan tubuh ayam. Pada suhu diatas 80 ºC, pembuangan panas dilakukan
dengan menguapkan air lewat saluran pernapasan yang dilakukan secara cepat
(panting/ hiperventilasi termik). Sekitar 40% pembuangan panas melalui darah
kepala, yaitu mulut, lubang hidung, jengger, pial dan kulit. Respirasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu umur ayam, jenis ayam, aktivitas, suhu lingkungan,
sirkulasi udara dan kepadatan kandang. Semakin tua ayam semakin tinggi
respirasinya, respirasi ayam tipe ringan lebih tinggi dari tipe berat dan respirasi
ayam tipe petelur lebih cepat daripada ayam pedaging, semakin tinggi aktivitas
ayam, semakin tinggi respirasinya, suhu lingkungan paling sesuai yakni antara 10-
20 ºC. Semakin padat kandang, respirasi ayam yang tinggal di dalamnya semakin
tinggi (Yuwanta, 2004).
2.5.5. Indeks Kenyamanan Ayam Pembibit
Kenyamanan ayam pembibit di dalam kandang dipengaruhi oleh suhu
udara, pergerakan udara, dan kelembaban udara. Kenyamanan ternak dinyatakan
18
dalam indeks kenyamanan. Bila lingkungan terasa tidak nyaman bagi ternak,
ternak akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan ternak akan memilih
banyak minum daripada makan.
Menurut Murtidjo (1987), Indeks kenyamanan tropis dapat dihitung
dengan rumus :
S = p + 0,25 (tl+ts) + 0,1 ku – 0,1 (37,8-tl)√V
Keterangan :
S = Indeks kenyamanan
tl = Suhu udara di dalam kandang
ts = Suhu udara di luar kandang (untuk kandang closed house,
ts dianggap 0).
ku = Kelembaban udara di dalam kandang
v = Kecepatan angin, pengukuran 0,5 m di atas lantai
p = Angka konstan 10,6 untuk musim kemarau.
Dengan hasil S dinyatakan dalam ketentuan di bawah ini
Tabel 1. Indeks Kenyamanan
Indeks Kenyamanan Ukuran Kenyamanan Ternak
-3 Sangat tidak nyaman
-2 Tidak nyaman
-1 Kurang nyaman
0 Batas minimal kenyamanan
+1 Cukup nyaman
+2 Nyaman
+3 - +5 Sangat nyaman
Keterangan : Ukuran kenyamanan diperoleh dari : 26°C – S.
19
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktek Kerja Lapangan (PKL) tentang Manajemen Lingkungan pada
Pemeliharaan Ayam Pembibit Broiler Fase Layer di PT.Super Unggas Jaya
Boyolali dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus – 29 Agustus 2015 di farm PT.
Super Unggas Jaya, Boyolali, Dusun Wuluhan, Desa Repaking, Kabupaten
Boyolali, Jawa tengah.
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan adalah unit
usaha pembibitan farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali, Jawa Tengah.
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam melakukan kegiatan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) adalah dengan partisipasi aktif dengan melakukan kegiatan rutin,
pengukuran suhu lingkungan, kelembaban, kecepatan angin dan intensitas cahaya
di dalam kandang, pencatatan data dan wawancara dengan karyawan farm PT.
Super Unggas Jaya, Boyolali. Data Sekunder diperoleh dari catatan perusahaan.
Data yang diperoleh kemudian diolah, dianalisis, secara deskriptif dan
dibandingkan dengan pustaka, kemudian disusun menjadi sebuah laporan Praktek
Kerja Lapangan (PKL).
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Desa Repaking
Farm PT. Super Unggas Jaya berada di Desa Repaking, Kecamatan
Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Batas-batas farm ini yaitu
sebelah utara adalah Desa Karanglangu, sebelah timur Desa Bengkle, sebelah
barat Desa Bantal dan sebelah selatan Desa Gunungsari. Mata pencaharian
penduduk setempat sebagian besar adalah buruh pabrik dan petani dengan tingkat
pendidikan penduduk tamatan SD-SMA pada umumnya. Suhu lingkungan di Desa
ini antara 28-380 C dan kelembaban 30-70%.
.
4.1.1. Sejarah Perusahaan
PT. Super Unggas Jaya merupakan anak perusahaan dari PT. Cheil Jedang
(CJ) yang merupakan perusahaan besar dunia dari Korea Selatan. Cheil Jedang
terdiri dari dua kata yaitu Cheil dan Jedang. Cheil berarti pertama dan Jedang
berarti gula. Jadi, asal muasal PT. CJ merupakan pabrik gula. PT. CJ berdiri pada
tanggal 5 November 1953. Pendiri PT. CJ adalah Lee Byung Chull. Logo PT. CJ
adalah bunga mekar. Arti logo bunga mekar adalah mendekati pasar global dan
pelanggan. Bunga mekar tersebut terbagi atas 3 warna yaitu biru, organge dan
merah. Biru berarti kenyamanan, orange berarti kegembiraan dan merah berarti
kesehatan.
21
PT. CJ memiliki beberapa cabang, salah satunya di Indonesia yaitu PT.
Cheil Jedang Indonesia (PT. CJI) yang berlokasi di kantor pusat di Menara
Jamsostek Jakarta Utara. PT. CJI mempunyai anak perusahaan yaitu PT. Super
Unggas Jaya (PT. SUJA). PT. SUJA tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah
sekitar 29 yang meliputi unit pembibit dan penetasan. PT. SUJA yang terletak di
Boyolali terdiri dari dua unit yaitu unit pembibitan dan penetasan. Unit
pembibitan farm PT. SUJA terletak di Desa Repaking dan unit Penetasan di Desa
Bangak. Saat ini, unit Penetasan di Bangak belum bisa dioperasikan sehingga
pengiriman telur tetas ke penetasan di Desa Grabag, Magelang dan unit penetasan
di Tegal. Unit pembibitan farm PT. SUJA terdiri dari 10 kandang yang meliputi
kandang growing (kandang ayam pembibit petelur strain Ross 1-7 fase grower)
dan kandang laying (kandang ayam pembibit broiler strain Cobb 8-10 fase layer).
4.1.2. Lokasi Perusahaan
Berdasarkan data sekunder, lokasi farm PT. Super Unggas Jaya unit
Boyolali berada di Desa Repaking, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali,
Jawa Tengah. Daerah tersebut memiliki ketinggian tempat sekitar 1700 mdpl,
curah hujan 1665 mm/tahun. Berdasarkan data primer, suhu dan kelembaban
lingkungan luar di farm PT. SUJA pada bulan Agustus 2015, adalah 25-37,6°C
dan 54%. Dapat disimpulkan bahwa farm PT. SUJA Boyolali ini termasuk panas
dan kering. Kondisi lingkungan panas ini cocok menggunakan kandang tertutup
(close house) karena kandang tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap suhu
dan kelembaban di luar kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahlan dan Hudi
22
(2011), bahwa sistem kandang tertutup evaporating cooling system (ECS) hanya
cocok untuk daerah panas dengan suhu udara diatas 35 0C, sedangkan sistem
kandang tertutup sistem kontruksi tunnel digunakan untuk daerah daerah dengan
suhu tidak lebih dari 300C. Jarak farm PT. SUJA Boyolali dari jalan raya adalah
21 km dan 500 meter dari pemukiman penduduk.
4.1.3. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja
Struktur organisasi farm PT. Super Unggas Jaya Boyolali dapat dilihat pada
(Lampiran 2). PT. Super Unggas Jaya dipimpin oleh seorang direktur pembibitan
yaitu bapak Putu Sumarta yang bertanggung jawab terhadap PT. Super Unggas
Jaya seluruh Indonesia dan pusat PT.CJI. Direktur membawahi manajer area yaitu
bapak Slamet Istiono yang bertanggung jawab pada area produksi yang meliputi
Jawa Timur, Jawa tengah, Kalimantan, dan Sulawesi. Manajer area membawahi
manager farm yaitu bapak M. Hasan Mubarok yang bertugas atas
keberlangsungan dan keberhasilan di area farm PT. SUJA Boyolali. Manajer farm
dalam menjalankan tugasnnya dibantu oleh 5 staff para 63 karyawan. Salah satu
staff yaitu staff Supervisor dengan bapak M. Rasyidi bersama bersama asisten
supervisor N. Bagas bertugas mengawasi, mengontrol, dan mengarahkan segala
aktivitas karyawan kandang. Asisten Supervisor atau Foreman dibantu oleh
chieflok atau ketua area kandang. Area kandang terbagi atas 3 area yaitu area 1
terdiri dari kandang growing 1-3, area 2 yaitu kandang growing 4-7, area 3 yaitu
kandang laying 8-9. Chieflock area 1 adalah bapak Nuryanto, chieflock area 2
adalah bapak Rohmat dan chieflok area 3 adalah bapak Suraji. Setiap kandang
23
terdapat 2 operator, 2 pengganti dan 1 litter yaitu karyawan yang bertugas dalam
meciptakan kebersihan kandang. Selain Chieflock, terdapat HDC (Health Disease
Control) yaitu bapak Prihatin yang mempunyai tugas saat vaksinasi dan sanitasi
lingkungan kandang.
4.2. Bangunan Pembibitan
Bangunan pembibitan atau Breeding PT. Super Unggas Jaya unit Boyolali
terdiri dari bangunan utama yaitu post satpam, tempat parkir, 2 mushola, 2 kamar
mandi, 2 bangunan mess, 2 bangunan biosecurity, 1 bangunan terdiri dari kantor,
gudang, cooling room dan ruang penyimpanan perlengkapan vaksin, dan 10
kandang ayam pembibit (7 kandang fase grower strain Ross dan 3 kandang fase
layer strain Cobb), 2 bangunan laundry dan 1 tempat penanganan bangkai ayam
pembibit.
Ilustrasi 1. Bangunan di PT. SUJA
24
4.3. Ayam Pembibit “Parent Stock”
Berdasarkan praktik kerja lapangan yang telah dilaksanakan dapat
diketahui bahwa ayam pembibit yang digunakan di kandang laying 8 adalah
ayam pembibit strain Cobb umur 44-46 minggu (Ilustrasi 2).
Ayam Pembibit Cobb Betina Ayam Pembibit Cobb Jantan
Ilustrasi 2. Ayam Pembibit Strain Cobb
Ayam pembibit strain Cobb merupakan ayam yang dapat menghasilkan
keturunan final stock jenis pedaging. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta
(2004) bahwa Parent stock atau ayam pembibit merupakan jenis ayam yang
khusus dipelihara untuk menghasilkan final stock. Menurut Permentan (2014)
bahwa bibit ternak adalah ternak yang mempunyai sifat unggul dan
mewariskannya serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan.
Ayam strain Cobb memiliki ciri bentuk tubuh tubuh gemuk, memiliki
jengger dan comb berwarna merah cerah, warna kulit kuning dan warna bulu
putih. Tinggi badan ayam pembibit jantan lebih tinggi daripada ayam pembibit
betina. Ayam pembibit strain Cobb betina di farm PT. Super Unggas Jaya,
Boyolali, dipelihara sejak fase DOC (Day Old Chick). Fase ayam pembibit strain
25
Cobb terbagai atas fase starter, gower dan layer. Pada bulan Agustus, ayam
pembibit strain Cobb sedang berada dalam masa produksi atau fase layer.
Menurut Hossain et al. (2005) bahwa ayam pembibit yang dipilih adalah ayam
dengan strain yang memiliki daya adaptasinya baik pada kondisi lingkungan dan
mampu menghasilkan kualitas telur tetas sesuai potensinya. Berat badan standar
ayam pembibit broiler pada awal kematangan seksual terkait dengan peningkatan
produksi telur, kematian yang rendah, tingkat kesuburan dan daya tetas.
4.4.Sistem Pemeliharaan
Berdasarkan praktek kerja lapangan, dapat diketahui sistem pemeliharaan
ayam pembibit di farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali, menggunakan sistem
pemeliharaan intensif menggunakan kandang tertutup (close house). Umur 16-18
minggu di kandang 1-7 (kandang growing) untuk strain Ross dan umur 44-46
minggu berada di kandang laying 8-10 (kandang laying). Pemeliharaan fase layer
di farm farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali, meliputi perkandangan,
pengelolaan pejantan agar fertilitas telur tinggi, pemberian ransum dan minum,
pencegahan penyakit, pengambilan telur, grading telur dan penanganan telur.
4.4.1. Perkandangan
Kandang untuk ayam pembibit strain Cobb menggunakan sistem kandang
tertutup (close house), sistem litter sekam dengan kedalam 10 cm, bahan atap
kandang terbuat asbes warna putih, lantai terbuat dari semen/tembok, dinding
terbuat dari semen dan kawat dilapisi tirai putih dan biru, ukuran kandang yang
26
sama yaitu 140 cm x 12 cm. Sistem kandang tertutup digunakan karena kandang
ini tidak terpengaruh oleh suhu lingkungan di luar kandang sehingga cocok
digunakan di daerah tropis cenderung panas seperti Wonosegoro, Boyolali. Selain
itu, kandang tertutup mempermudah dalam pengeluaran panas di dalam kandang.
Pengeluaran panas di dalam kandang lebih cepat sehingga ayam pembibit broiler
yang ditampung juga lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah,
(2013) bahwa tipe kandang close house akan menampung ayam lebih padat
dibandingkan dengan tipe kandang open house. Sistem close house ini merupakan
tipe evaporative cooling sistem (ECS) karena mengandalkan aliran angin. Hal ini
sesuai dengan pendapat Dahlan dan Hudi (2011) bahwa sistem evaporative
cooling sistem (ECS) memberikan benefit pada peternak seperti mengandalkan
aliran angin dan proses evaporasi dengan bantuan angin. Sistem kandang tertutup
ini hanya cocok untuk daerah panas dengan suhu udara diatas 35⁰C. Bahan bahan
lantai kandang terbuat dari semen supaya santitasi mudah, bahan dinding kandang
terbuat dari sebagian semen dan kawat dilapisi tirai karena pada fase layer ayam
pembibit memerlukan cahaya sehingga dapat menghemat energi penyuplai
cahaya, bahan atap kandang terbuat dari asbes warna abu-abu karena warna abu-
abu cenderung muda sehingga panas dari radiasi matahari tidak terlalu banyak
diserap. Hal ini sesuai pendapat Murtidjo (1987) bahwa bahan atap yang memiliki
warna muda adalah salah satu alternatif yang pantas dipilih karena warna muda
mempunyai daya serap panas relative rendah. Lantai kandang menggunakan
sistem alas litter bahan sekam dengan ketebalan 10 cm. Ketebalan litter ini sudah
27
sesuai standar. Hal ini sesuai pendapat Fadilah (2006) bahwa ketebalan litter
biasanya 10 cm.
Ilustrasi 3. Kondisi di dalam Kandang
4.4.2. Pengelolaan pembibit broiler jantan
Pengelolaan pembibit broiler jantan agar fertilitas telur tinggi yaitu dengan
seleksi pejantan dengan cara melihat kondisi tubuh, warna jengger dan bobot
badan ayam pembibit jantan. Warna jengger pembibit broiler jantan yang baik
adalah berwarna merah cerah dengan bentuk jengger yang tidak terlalu besar
sehingga dapat mengganggu dalam proses perkawinan. Morfologi pejantan yang
kurang baik bisa dipengaruhi akibat genetik dan fisiologi organ reproduksi,
hormon dari respon ayam pembibit jantan oleh suhu lingkungan. Suhu lingkungan
yang tinggi menyebabkan kehidupan spermatozoa ayam terganggu sehingga
fertilitas tidak optimal. Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2006) mengatakan
bahwa konsentrasi sperma ayam berhubungan dengan jumlah spermatozoa yang
28
matang. Dijelaskan lebih lanjut, tiap ejakulasi bervariasi 0.1-1 cc. Beberapa
pejantan kadang-kadang steril karena spermatozoa yang abnormal atau kurang
produksi semen.
Ilustrasi 4. Jengger Pembibit Broiler Jantan
4.4.3. Pemberian Ransum dan Minum
Pemberian ransum dilakukan 1 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.30
WIB. Jenis ransum ayam pembibit broler fase layer adalah BP3 dan BBM bentuk
crumble yang diberikan sesuai umur dan bobot badan. Ransum dimasukan dalam
tempat penampung ransum kemudian disalurkan melalui mesin feeder. Kecepatan
feeder berdasarkan perngukuran adalah 6,9 menit per putaran. Tinggi dan bentuk
tempat ransum ayam pembibit broiler jantan adalah 122 cm dan 20 cm untuk
betina. Bentuk tempat ransum betina terdapat grill sehingga kepala ayam pembibit
jantan tidak dapat masuk dan memakan ransum betina. Perbedaan tinggi dan
bentuk tempat ransum ayam pemibit broiler jantan dengan betina bertujuan untuk
mempermudah dalam mengontrol dan pengawasi konsumsi ransum yang
29
diberikan sehingga bobot badan standar dapat tercapai dan produksi telur fertil
optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna, (2006)
bahwa tempat ransum untuk betina biasanya mengguanakn griil yang tujuannya
agar jantan tidak bisa makan di tempat ransum betina karena adannya grill kepala
jantan tidak bisa masuk.
Ilustrasi 5. Pemberian Ransum dan Bentuk Ransum
Pemberian minum dilakukan setelah ayam mengkonsumsi ransum. Tujuan
dari pemberian minum adalah membantu dalam proses metabolisme pencernaan
ransum di dalam tubuh dan mengurangi panas tubuh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Williamson dan Payne (1993), bahwa pengaruh langsung dari iklim
terhadap air yang diminum oleh ternak adalah sangat kompleks oleh karena air
yang diperlukan oleh ternak untuk 2 tujuan penting, pertama yaitu sebagai
makanan yang penting dan merupakan bagian dari tubuh ternak dan yang kedua
untuk membantu ternak melepaskan panas tubuhnya dengan cara konduksi dan
penguapan.
30
4.4.4. Pencegahan Penyakit
Program pencegahan penyakit di kandang fase layer Pencegahan penyakit
pada fase layer yaitu dengan diberlakukannya sistem biosecurity, sanitasi dan
vaksinasi. Menurut Permentan (2014), biosecurity adalah kondisi dan upaya
untuk memutuskan rantai masuknya agen penyakit hewan ke induk semang
dan/atau untuk menjaga agen penyakit yang disimpan dan diisolasi dalam suatu
laboratorium tidak mengontaminasi atau tidak disalahgunakan. Sedangkan
Sanitasi adalah tindakan yang dilakukan terhadap lingkungan untuk mendukung
upaya kesehatan manusia dan hewan.
Biosecurity dibagi menjadi beberapa area yaitu area pertama dimulai dari
show room 1 sampai show room ke 2, selanjutnya area 2 dimulai dari show room
2 kandang bagian service room dan area ke 3 adalah kandang. Pembagian area
biosecurity bertujuan untuk mengurangi penyebaran penyakit. Hal ini sesuai
Widyantara et al. (2013) bahwa penerapan biosecurity difokuskan pada tiga
tingkat yaitu, pre entry, point of entry, dan post entry. Pada tingkat 1 (pre entry)
bisa dilewati oleh bibit penyakit, maka biosecurit pada 2 tingkat berikutnya (point
of entry dan post entry) dapat diterapkan dengan lebih ketat agar bibit penyakit
jangan sampai menginfeksi ayam yang dipelihara. Penerapan biosecurity
dilakukan pada ketiga tingkat ini bertujuan untuk mencegah serta mengurangi
bibit penyakit masuk kedalam areal peternakan.
31
Biosecurity area 1 Biosecurity area 3
Ilustrasi 6. Biosecurity
Sanitasi kandang terdiri dari 2 lingkungan yaitu lingkungan di luar
kandang dan lingkungan di dalam kandang. Sanitasi di luar kandang meliputi
pencabutan rumput dan pengambilan sampah, sedangkan sanitasi di dalam
kandang meliputi pembersihan atap nest box, dinding kawat dari debu, bulu yang
rontok dan pembalikan litter.
Ilustrasi 7. Kegiatan Sanitasi
32
Vaksin adalah bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau sudah
dimatikan dengan prosedur tertentu, digunakan untuk merangsang pembentukan
zat kebal tubuh (Permentan, 2014). Program vaksinasi pada bulan Agustus 2015
dilakukan pada ayam pembibit broiler umur 42 dan 46 minggu. Vaksin AI jenis
killed vaksin pada umur 42 minggu, ND-IB lived vaksin dan ND-IBD killed
vaksin pada umur 45 minggu. Vaksinasi dilakukan pada waktu sore sampai
malam hari karena pada pagi hari ayam pembibit menproduksi telur tetas. Selain
itu, menghindari karyawan kembali ke kandang growing.
Ilustrasi 8. Kegiatan Vaksinasi Ayam Pembibit Broiler di Kandang Laying.
4.4.5. Pengambilan Telur
Telur tetas adalah telur yang telah dibuahi dan memungkinkan untuk
ditetaskan. Kuri/Day Old Chick yang selanjutnya disingkat DOC adalah anak
ayam umur 1 (satu) hari (Permentan, 2014). Pada bulan Agustus 2015, telur tetas
diproduksi oleh ayam pembibit broiler strain Cobb. Pengambilan telur ini
33
dilakukan 3 kali sehari tergantung produksi telur yang dihasilkan, karena pada
puncak produksi, pengambilan telur bisa sampai 4 kali sehari.
Ilustrasi 9. Pengambilan Telur
Pengambilan telur dilakukan 3 kali yaitu pada pagi hari sekitar pukul
08.00 WIB, pukul 10.00 WIB dan pukul 13.30 WIB. Menurut Suradi (2006)
bahwa pengambilan telur berdasarkan sifat-sifat ayam jika ayam mempunyai sifat
suka makan maka pengambilan telur lebih sering.
4.4.6. Seleksi Telur (Grading)
Telur tetas yang telah terkumpul kemudian diseleksi berdasarkan grad
yaitu telur tetas junior, jumbo, abnormal, normal atau standar dan telur cracked.
Telur junior adalah telur yang memiliki ukuran dan berat dibawah standar, telur
jumbo adalah telur yang memiliki ukuran dan berat di atas standar, telur abnormal
adalah telur yang memiliki kondisi morfologi berbeda dengan morfologi telur
pada umumnya, telur normal atau satndar adalah telur yang memiliki morfologi
cangkang berwarna cokelat muda sampai cokelat tua dan berat telur antara 50-60
34
gram. Berat, bentuk dan warna telur mempengaruhi daya tetas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mulyantini (2010), bahwa derajat dari pigmentasi berkorelasi
dengan daya tetas. Warna telur lebih cokelat/gelap cenderung menetas lebih baik
dari telur berwarna lebih terang. Telur cracked adalah telur dengan kondisi
cangkang retak. Telur normal ini kemudian dimasukan dalam kategori hatching
egg. Berdasarkan data sekunder, produksi telur ayam pembibit broiler starin Cobb
umur 44-46 minggu di kandang laying 8 berturut-turut yaitu 65,71%, 65,70% dan
65,08%. Hasil ini sudah baik karena berada pada kisaran produksi hen day (HDP)
Cobb secara normal yaitu kisara 69,00% pada umur 44 minggu dan 68,00% pada
umur 45 minggu (Standar Cobb-Vantress dalam Anang et al., 2010). Anang et al.
(2010) menambahkan bahwa dua minggu pertama produksi telur dibawah standar,
kemudian produksi telur terus meningkat di atas standar hingga puncak produksi
(minggu 31) dan mengalami penurunan produksi sebesar 1-3% dari HDP puncak
produksi setiap pen berkisar dari 78,27% hingga 88,11% dengan rataan 83,61%.
4.4.7. Penanganan Telur
Penangangan telur terbagi atas pembersihan, fumigasi, penyimpanan telur
dan pengiriman telur tetas. Pembersihan telur dilakukan dengan cara menggosok
cangkang yang kotor dengan alumunium. Pembersihan telur tetas menggunakan
alumunium karena tidak mengandung air sehingga kecil kemungkinan telur tetas
terkontaminasi mikrooganisme. Hal ini sesuai pendapat Hartono dan Isman (2012)
bahwa pemersihan telur diusahakan tidak menggunakan air karena dapat merusak
selaput pertahanan kulit telur dari bibit penyakit, seperti bakteri dan virus yang
35
dapat menembus lapisan berpori pada dinding telur. Telur tetas kemudian di taruh
di tray dengan posisi paling lonjong di bawah. Kemudian telur tetas di fumigasi
selama kurang lebih 15 menit dengan campuran potassium permanganate (PK)
dan formalin yang akan menghasilan gas ferol dehid. Fumigasi terlalu lama akan
menyebabkan kematian pada embrio. Hal ini sesuai pendapat Harjosworo (2002),
bahwa perlakuan fumigasi terlalu lama akan menyebabkan kematian embrio
sangat dini. setelah difumigasi telur disimpan di cooling room kurang lebih
selama 1 minggu, selanjutnya dibawa ke unit penetasan. Unit penetasan farm PT.
Super Unggas Jaya, Boyolali , di Grabag (Magelang) dan Bangak (Boyolali) dan
Tegal.
4.5. Manajemen Mikroklimat
Berdasarkan praktek kerja lapangan dapat diketahui manajemen
mikroklimat di farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali , meliputi manajemen suhu
lingkungan, kelembaban, kecepatan angin dan kebutuhan cahaya.
4.5.1. Suhu lingkungan
Manajemen suhu lingkungan di dalam kandang layer 8 farm PT. Super
Unggas Jaya, Boyolali, terdiri dari dua cara yaitu otomatis dan manual.
Pengaturan suhu lingkungan secara otomatis dilakukan pada saat listrik nyala
sedangkan pengaturan suhu lingkungan secara manual dilakukan pada malam hari
dan pada saat kondisi listrik mati.
36
Sensor suhu dalam kandang Temptron
Ilustrasi 10. Peratan untuk Mengecek Suhu dalam Kandang
Pengontrolan suhu dalam kandang dilakukan oleh karyawan bagian
operator dan suhu tersebut dicek oleh satpam pada temptron. Pengecekan suhu
dalam kandang melalui 2 cara yaitu melihat secara dekat dan jauh. Pengecekan
suhu secara dekat yaitu satpam masuk ke dalam kandang dan pengecekan secara
jauh yaitu satpam melihat suhu pada temptron melalui lubang kecil di dinding
kandang. Suhu pada temptron diperoleh dari sensor di pen 8 dalam kandang. Hasil
pengecekan tersebut dilaporkan ke bagian pencatatan suhu dalam kandang di post
satpam kemudian diberikan ke staff bagian supervisor dan terakhir diberikan ke
manajer farm sebagai laporan dan evaluasi terhadap manajemen suhu lingkungan
di dalam kandang.
37
Catatan sekunder suhu dalam kandang
Ilustrasi 11. Catatan Sekunder Suhu Udara
Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan suhu udara, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Suhu udara
Waktu Suhu Udara Pengukuran ke- Rata-rata
1 2 3 4 5 6
-----------------------------------------------oC----------------------------------------
Pagi 27,7 27,7 27,725 27,7 27,65 27,75 27,70
Siang 28,7 28,7 28,325 28,775 28,8 28,775 28,67
Sore 32,3 31,89 32,625 32,45 32,075 32,075 32,23
Sumber: Data Primer Praktik Kerja Lapangan, 2015.
Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan suhu rata-rata per waktu
di dalam kandang pada pagi hari (pukul 08.00 WIB), siang hari (pukul 11.30
38
WIB) dan sore hari (pukul 13.30 WIB) berturut-turut adalah 27,7⁰C, 28,67⁰C,
dan 32,23⁰C. Suhu 27,7⁰C pada pagi dengan nyala blower 4 buah menghasilkan
suhu yang dirasakan oleh ayam pembibit broiler sebesar 23,746⁰C dengan indeks
kenyamanan 2,254 (Lampiran 9.). Indeks kenyamanan ini termasuk dalam
kategori +2 yang berarti nyaman. Suhu 28,67⁰C pada siang hari dengan nyala
blower 8 buah menghasilkan suhu yang dirasakan ayam pembibit broiler sebesar
23,656 ⁰C dan indeks kenyamanan sebesar 2,344 termasuk kategori (+2) yang
berarti nyaman. Suhu 32,23⁰C pada sore hari dengan nyala blower 8 buah dan
setelah cooling pad nyala menghasilkan suhu yang dirasa ayam sebesar 24,496⁰C
dan indeks kenyamanan sebesar 1,504 termasuk kategori (+1) yaitu cukup
nyaman. Jadi suhu udara yang dirasakan oleh ayam pembibit broiler antara
23,746⁰C-24,496⁰C. Suhu ini sudah sesuai baik karena ayam pembibit akan
merasa terkekan (stress) jika berada di luar suhu ±24⁰C. Hal ini sesuai pendapat
Komara (2006), bahwa ayam akan merasa tertekan jika suhu kandang
pemeliharaan lebih tinggi dari suhu nyaman ayam yaitu 25-28 0C. Menurut
Gunawan dan Sihombing (2004), bahwa lingkungan dapat mempengaruhi
fisiologi ayam secara langsung, yaitu dengan cara memberikan pengaruh
terhadap fungsi beberapa organ tubuh seperti jantung dan alat pernafasan; serta
dapat mempengaruhi secara tak langsung dengan meningkatnya hormone
kortikosteron dan kortisol, serta menurunnya hormone adrenalin dan tiroksin
dalam darah. Williamson dan Payne (1993) menambahkan, pengaruh pertama
yang dialami pada temperatur ambient tinggi adalah gugur bulu, cangkang telur
yang dihasilkan tipis dan berbentuk tidak serasi.
39
4.5.2. Kelembaban
Kelembaban di dalam kandang laying 8 farm PT. Super Unggas Jaya,
Boyolali, diatur berdasarkan kenyamanan ayam pembibit broiler dengan
memperhatikan suhu, kecepatan angin dan kondisi litter sekam. Suhu tinggi
menyebabkan kelembaban rendah tetapi kondisi litter basah menyebab
kelembaban tinggi, sehingga dilakukan sanitasi di dalam kandang yaitu
pembalikan litter, pengambilan litter terlalu basah dan litter dari ayam pembibit
broiler yang diduga terkena penyakit. Litter basah disebabkan karena tumpahan
air minum dan ekskreta. Litter basah dapat menghambat mengeluaran panas tubuh
ayam pembibit broiler. Selain sanitasi litter, dilakukan manajemen mikroklimat
yaitu pengaturan kecepatan angin. Berdasarkan data primer hasil pengukuran dan
perhitungan kelembaban di dalam kandang layer 8, diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 3. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Kelembaban Udara
Waktu Kelembaban Pengukuran ke- Rata-rata
1 2 3 4 5 6
-------------------------------------------%-----------------------------------------------------
Pagi 73,35 72,475 73,275 73,3 73,4 73,2 73,16
Siang 72,125 72,525 72,3 72,1 72,1 72,15 72,21
Sore 66,325 67,025 66,025 66,45 66,325 66,375 66,42
Sumber: Data Primer Praktik Kerja Lapangan, 2015.
Bersarakan data primer hasil pengukuran dan perhitungan kelembaban di
dalam kandang layer 8, diperoleh data kelembaban pada pagi, siang dan sore hari
berturu-turut yaitu 73,16%, 72,21% dan 66,42%. Kelembaban 66,42%-73,16%
40
sudah baik. Hal ini sesuai penddapat Astuti (2009) bahwa kelembaban lingkungan
yang nyaman yaitu 60-70% . Kelembaban 66,42% dapat meenghasilkan indeks
kenyamanan sebesar 2,254 (Lampiran 9) termasuk dalam kategori +2 yang
berarti nyaman, kelembaban 72,21% menghasilkan indeks kenyamanan sebesar
2,344 termasuk kategori (+2) yang berarti nyaman dan kelembaban 66,42%
menghasilkan indeks kenyamanan sebesar 1,504 termasuk kategori (+1) yaitu
cukup nyaman. Kelembaban paling tinggi yaitu 73,16% pada pagi hari kemudian
berangsur-angsur turun. Hal ini disebebkan karena sanitasi litter dapat
mengurangi kandungan air dalam sekam dengan bantuan pembuangan panas oleh
aliran angin oleh blower. Kelembaban paling tinggi 73,16% disebabkan karena
kandungan air pada litter sekam tinggi dan nyala blower hanya 4 buah sehingga
pembuangan air dalam litter lamban. Kelelmbaban diatas 73,16% dapat
menyebabkan pengeluaran panas tubuh ayam pembibit broiler terhambat dan
mikroorganisme patogen tumbuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan
berbagai penyakit. Hal ini sesuai pendapat Fadilah (2006), bahwa litter yang
basah dapat menyebabkan kandungan amoniak bertambah dan media berkembang
biak berbagai penyakit dan meyebabkan bulu ayam kotor.
4.5.3. Kecepatan Angin
Kecepatan angin di kandang laying 8 farm PT. SUJA Boyolali diatur
berdasarkan kenyaman ayam pembibit broiler dengan memperhatikan suhu dan
kelembaban di dalam kandang. Kecepatan angin dihasilkan oleh pergerakan
blower. Semakin banyak jumlah blower dan kecepatan blower yang digunakan,
41
semakin cepat pula pengeluaran panas dari dalam kandang ke lingkungan luar
kandang. Pengaturan blower di kandang laying 8 yaitu blower akan aktif/tidak
diaktifkan jika suhu berada di luar suhu lingkungan yang nyaman bagi ayam
pembibit broiler. Blower dinyalakan 4 buah pada malam dan pagi hari. Jumlah
blower ini disesuaikan dengan luas kandang, sedangkan kecepatan blower
disesuaikan berdasarkan suhu udara. Nyala blower 4 buah digunakan pada malam
dan pagi hari guna menghindari ayam pembibit broiler dari kedinginan, sedangkan
pada siang dan sore hari, nyala blower berjumah 8 buah dengan rincian
penambahan nyala blower 6 buah pada suhu 26,5⁰C , nyala blower 7 buah pada
suhu 27,7⁰C, nyala blower 8 buah pada suhu 28,5⁰C dan pada suhu lebih dari
30,5⁰C, cooling pad akan dinyalakan.
Blower Cooling pad
Ilustrasi 12. Peratan Penunjang Pengeluaran Panas dalam Kandang
Cara kerja cooling pad yaitu udara dari luar kandang di sedot oleh
bantalan cooling pad. Udara yang melewati cooling pad akan membawa partikel
air yang berasal dari tandong yang mengalir dari atas bantalan cooling pad ke
42
bawah. Udara yang mengandung partikel air ini melewati ayam pembibi broiler
dengan membawa panas yang dikeluarkan oleh tubuh ayam pembibit broiler
kemudian keluar melalui blower. Aliran udara membawa partikel air, O2, CO2 ke
dalam kandang dan mengeluarkan panas dari tubuh ayam pembibit ayam broiler
dan NH4 dari ekskreta.
Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, kelembaban rata-rata di
kandang laying 8 farm PT. SUJA Boyolali pada pagi, siang dan sore hari sebegai
berikut:
Tabel 4. Data Hasil Pengukuran dan Perhitungan Kecepatan Angin
Waktu Kecepatan Angin Pengukuran ke- Rata-rata
1 2 3 4 5 6
-------------------------------------- ft/min ------------------------------------------
Pagi 352 350 351,58 351,25 352 351,75 352,5
Siang 427,75 429,25 427,88 428,75 427,25 427,5 426,75
Sore 411,75 412 411,5 411,5 410 411,75 412
Sumber: Data Primer Praktik Kerja Lapangan, 2015.
Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, kelembaban rata-rata di
kandang laying 8 farm PT. SUJA Boyolali pada pagi, siang dan sore hari berturut-
turut sebagai berikut 351,58 ft/min, 427,88 ft/min dan 411,5 ft/min atau 1,179
m/s, 2,17 m/s dan 2,09 m/s (Lampiran 8) . Kecepatan angin pada pagi hari adalah
1,179 m/s dengan keterangan nyala blower 4 buah, pada siang hari adalah 2,17
m/s dengan nyala blower 6 buah dan pada sore hari 2,09 m/s dengan nyala blower
6 buah Kecepatan 1,179 m/s artinya adalah setiap 1 sekon dapat mengganti udara
1,179 meter. Kecepatan angin pada pagi hari paling lambat kemudian berangsur-
angur menjadi cepat. Hal ini karena suhu udara rendah dan kelembaban di dalam
43
kandang tinggi sehingga kecepatan angin diatur lebih lambat untuk mencegah
ayam pembibit kediginan. Kecepatan angin paling cepat pada sore hari yaitu 2,09
m/s. Kecepatan paling cepat pada sore hari bertujuan untuk mengeluarkan gas
CO2 dan NH4 (amoniak) dan menggantinya dengan gas O2. Hal ini sesuai
pendapat Hasnaeni (2004), bahwa angin akan mempengaruhi kecepatan
penyebaran polutan dengan udara di sekitarnya dan arah angin berperan dalam
penyebaran polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber
tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Patiyandela (2013) menambahkan
bahwa konsentrasi CO2 yang berlebihan dalam suatu lingkungan dapat meracuni
tubuh dengan cara pengikatan oleh hemoglobin dan apabila otak kekurangan
oksigen maka dapat menimbulkan kematian.
4.5.4. Kebutuhan Cahaya
Program pencahayaan di kandang layer 8 farm PT. Super Unggas Jaya
Boyolali dilakukan selama 14 jam yaitu pukul 05.00-19.00 WIB. Berdasarkan
pengamatan, lampu yang digunakan adalah lampu neon merek Philip warna
putih 18 dan 23 watt. Jumlah lampu di kandang laying 8 berjumlah 117 lampu,
dengan rincian pada pen 1 terdapat 10 lampu, pen 2-4 masing-masing terdapat 12
lampu, pen 5 terdapat 11 lampu, pen 6-10 masing-masing terdapat 12 lampu.
Perhitungan cahaya menggunakan metode perhitungan intensitas cahaya
menggunakan rumus intensitas cahaya menurut (Nort and Bell, 1990, dalam
Sunarti 2004):
C = 𝐸
𝑑²
44
Dimana
E = kuat penyinaran (feet candle)
C = kuat sumber penyinaran( candle/watt)
d = jarak bidang dengan sumber cahaya
n = jumlah sumber cahaya (lampu Philip warna putih).
Berdasarkan hasil perhitungan cahaya menggunakan intensitas cahaya
berdasarkan lampu yang digunakan adalah 48,87 lux atau setara dengan 4,54 fc
(Lampiran 10). Hasil ini sudah sesuai satndar yaitu antara 40-60 lux pada fase
layer (Cobb. Vasantress.com). Cahaya pada fase layer berfungsi untuk
mempermudah ayam pembibit broiler menemukan sarangnya dan meningkatkan
produksi telur tetas. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyantini (2010), bahwa
intensitas cahaya harus tersebar merata untuk menghindari unggas bertelur di
tempat gelap. Pemberian cahaya bagi unggas, berfungsi untuk menemukan sarang
dan produksi telur tetas yang dihasilkan maksimal. Sunarti (2004) menambahkan,
cahaya masuk melalui mata (retina) kemudian diteruskan ke hipotalamus anterior,
hipotalamus anterior melepaskan substansi yang dapat mengaktifkan kelenjar
hipofisa untuk menghasilkan hormon gondadotropin. Hormon gonadotropin
bersama aliran darah dapat merangsang organ reproduksi, pematangan folikel
telur, perkembangan bulu dan jengger pada ayam petelur. Warna cahaya juga
berpengaruh terhadaptingkah laku dan performans unggas. Warna putih dapat
mendistribusikan cahaya lebih baik daripada warna lainnya.
45
4.5.5. Indeks Kenyamanan
Indeks kenyamanan beguna untuk mengetahui kenyamanan ayam
pembibit broiler. Caranya adalah menggunakan rumus kenyamanan Tropis
(Murtidjo, 1987), yaitu
S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
Keterangan=
S = Angka kenyamanan
tl = Suhu udara dalam kanda ng
ts = Suhu udara di luar kandang, untuk kandang tertutup (untuk
kandang tipe closed house tl dianggap 0 )
ku = Kelembaban udara di dalam kandang
V = Kecepatan angin, pengukuran 0,5 m di atas lantai
p = Angka konstan = 10,6 untuk musim kemarau
Perhitungan tersebut kemudian dikatgorikan dalam Tabel 1.
Tabel 5. Data Pengukuran dan Perhitungan Indeks Kenyamanan
Waktu Indeks
Kenyamanan Kategori Keterangan
Pagi 2,344
+2
Nyaman
Siang
2,034 +2 Nyaman
Sore
1,504 +1 Cukup nyaman
Rata-rata 1,813 +1 Cukup nyaman
Sumber: Data Primer Praktik Kerja Lapangan, 2015.
46
Berdasarkan perhitungan indeks kenyamanan ayam pembibit broiler di
kandang layer 8 farm PT. SUJA Boyolali, diperoleh hasil berturut-turut yaitu
2,254, 2,344, 1,504 dan rata-rata indeks nyaman adalah 1,813. Indeks nyaman di
dalam kandang, dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan kecepatan angin di
dalam kandang. Hal ini sesuai pendapat Murtidjo (1987), bahwa ukuran
kenyamanan di dalam kandang, dipengaruhi oleh suhu udara, pergerakan udara
dan kelembaban udara.
4.6. Respon Fisiologi Ayam Pembibit Broiler
Berdasarkan data sekunder Praktek Kerja Lapangan, bobot badan ayam
pembibit broiler jantan dan betina umur 44-46 minggu di kandang laying 8
sebagai berikut:
Tabel 6. Data Bobot Badan Aym Pembibit Broiler Umur 44-46 Minggu
Keterangan Ayam
Pembibit Broiler
Umur
(minggu)
Bobot Badan
(Kg)
Suhu Rektal
(⁰C)
Betina 44 3,963 41,1
Betina 45 3,973 41,1
Betina 46 3,968 41,3
Rata-rata 3,968 41,16
Sumber: Data Sekunder dan Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, diperoleh hasil bobot
badan ayam pembibit broiler betina pada umur 44, 45 dan 46 minggu adalah
3,963; 3,973; 3,968 kg dengan bobot rata-rata adalah 3,963 kg dan suhu tubuh
ayam pembibit broiler betina umur 44, 45 dan 46 minggu adalah 41,1; 41,1 dan
41,16⁰C dengan suhu tubuh rata-rata adalah 41,16⁰C. Suhu tubuh antara 41,1-
41,16⁰C sudah sesuai standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Etches et al. (2008)
47
dalam Tarmidzi (2014), bahwa suhu tubuh ayam antara 40,5-41,5⁰C. Suhu
dibawah dan diatas standar menandakan bahwa ayam pembibit broiler stress.
Suhu tinggi menyebabkan stress panas. Menurut Williamson dan Payne (1993),
bahwa pada suatu suhu sekitar 42,2⁰C , ayam menderita cungap-cangip (panting)
dengan membuka mulut dan pada 45⁰C mereka sesak napas, dan pada batas
pingsan. Menakisme terjadinya stress panas menurut Solane (2013), yaitu suhu
tinggi pada tubuh ayam akan dideteksi oleh reseptor kulit bagain dalam
(thermoreseptor perifer), kemudian implus dikirim ke pusat thermoregulasi tubuh
(hipotelamus), selanjutnya hipotalamus mengirim respon kepada efektor berupa
kapiler kulit agar dapat mengurangi peningkatan suhu tubuh melalui pelebaran
pembuluh darah (dilatasi) dan kontrol metabolik tubuh.
48
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan Praktek Kerja Lapangan di farm
PT. Super Unggas Jaya, Boyolali, dapat disimpulkan bahwa manajemen
mikroklimat di farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali, sudah baik. Hal ini
diketahui berdasarkan perhitungan indeks kenyamanan ayam pembibit broiler
yaitu indeks kenyamanan ayam berada pada kategori nyaman sampai cukup
nyaman.
49
DAFTAR PUSTAKA
Anang, A. , H. Indrijani dan T. A. Sundara. 2007. Model Matematika kurva
produksi telur ayam broiler breeder parent stock. Jurnal Ilmu Ternak. 7
(1) : 6 – 11.
Dahlan, M., dan N. Hudi. 2011. Studi manajemen perkandangan ayam broiler di
Dusun Wangket Desa Kaliwates Kecamatan Kembangbahu Kabupaten
Lamongan. Jurnal Ternak. 2 (1) : 24 – 29.
Fadilah, R. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial.
Cetakan Pertama. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fadilah, R. 2013. Super Lengkap Beternak Ayam Broiler. Agro Media Pustaka,
Jakarta.
Gunawan dan D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh Suhu lingkungan tinggi
terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ayam buras.
Hartawan, A. 2012. Studi Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Respon Mahasiswa
di Ruang kelas dengan Metode Design of Experiment. Skripsi.
Hasnaeni, B. 2004. Fungsi Pengaman dan Estetika Jalur Hijau Jalan (studi kasus
di Jalan Pajajaran – Bogor). Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas
Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi.
Hossain, M. E, S. D. Chowdhury, M. Ahmmed, M. A. H. Pramanik, and M. R.
Rahman. 2005. Growth performance of kasila broiler parent stock reared
on quantitative feed restriction under Bangladesh condition. International
Journal of Poultry Science. 4 (3) : 153- 158.
Ibrahim, S. dan Allaily. 2011. Pengaruh Berbagai Bahan Litter Terhadap
Konsentrasi Ammonia Udara Ambient kandang dan Performan Ayam
Broiler. Agripet 12 (1) : 47-51.
Kartasudjana, R., dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Kasnodihardjo dan Friskarini, K. 2013. Sanitasi Lingkungan Kandang, Perilaku,
dan Flu Burung. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 8 (3): 139-144.
Komara, T. 2006. Perlunya broiler dipuasakan. Buletin CP. April 2006 No. 76/
Tahun VII, Jakarta.
50
Mulyantini, N. G. A. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.
Patiyandela, R. 2013. Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari Peternakan Broiler pada
Kondisi Lingkungan dan Manajemen Peternakan yang Berbeda Di
Kabupaten Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
(Skripsi).
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. Nomor
79/permentan/OT.140/6/2014 tentang Pedoman Pembibitan Ayam Asli
dan Ayam Lokal yang Baik.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. Nomor
31/permentan/OT.140/6/2014 tentang Pedoman budidaya Ayam Pedaging
dan Ayam Petelur yang Baik.
Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2s, No2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler
dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Skripsi.
Rahmadani, V. 2009. Pengruh Ketingian Lokasi Kandang dan Kandungan Energy
Metabolism Ransum terhadap Organ Fisiologi Ayam Broiler Penderita
Sindroma Slow Growth. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
(Skripsi).
Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius.
Yogyakarta.
Sloane, E. 2013. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.
Sulistyoningsih, M. 2009. Pengaruh pencahyaan (lighting) terhadap performans
dan konsumsi protein pada ayam. Prosiding Seminar Nasional.
Sunarti, D. 2004. Pencahayaan Sebagai Upaya Pencagahan Cekaman Pada
Industri Perunggasan Tropis Berwawasan Animal Welfare. Sidang Senat
Buru Besar Universitas Diponegoro. Semarang.
Suradi, K. 2006. Perubahan kualitas telur ayam ras dengan posisi peletakan
berbeda selama penyimpanan suhu refrigerasi. Jurnal Ilmu Ternak. 6 (2) :
136-139.
Tamzil, M. H. 2014. Stres panas pada unggas metabolisme akibat dan upaya
penanggulangannya. Wartazoa. 24 (2): 57-66.
Wahyudi, W. A., H. Afriani dan N. Idris. 2010. Evaluasi Adopsi Teknologi
Peternakan Ayam Broiler di Kecamatan Sungai Gelam Kabupaten Muaro
Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. 12 (2) : 23-28.
51
Williamson, G., dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak unggas. Kanisus, Yogyakarta.
52
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Kuesioner
Keadaan Umum Perusahaan.
1. Sejarah Perusahaan
a. Nama perusahaan
b. Bentuk perusahaan
c. Tahun berdiri
d. Pendiri perusahaan
e. Jumlah cabang perusahaan
2. Lokasi Perusahaan
a. Alamat perusahaan
b. Denah lokasi
c. Layout perusahaan
d. Jarak dengan jalan raya
e. Jarak dengan pemukiman
f. Ketinggian tempat
g. Sumber air
h. Suhu udara
i. Curah hujan
j. Kelembaban
k. Luas area perusahaan
l. Batas-batas wilayah
3. Struktur Organisasi
a. Direktur perusahaan
b. Jumlah manajer
c. Nama asisten manajer farm
d. Jumlah supervisor
e. Jumlah foreman
f. Jumlah karyawan
g. Bagan organisasi
h. Deskripsi job kerja
53
Keadaan Peternakan :
4. Bibit
a. Jenis ras/strain
b. Asal bibit
c. Umur ayam pembibit
d. Bobot badan ayam pembibit broiler
5. Kandang
a. Jumlah kandang
b. Tipe kandang
c. Sistem pemeliharaan
d. Jenis atap
e. Konstruksi kandang
f. Fasilitas dan perlengkapan
g. Sistem pencahayaan
6. Pemeliharaan Fase Laying
a. Umur ayam
b. Pemberian ransum
Bentuk ransum
Cara pemberian ransum
Tempat ransum
Betina
Jantan
Bahan Ransum
c. Penimbangan ayam
Berapa kali per minggu
Cara penimbangan
7. Program Biosecurity dan Sanitasi
a. Area biosecurity
b. Perlakuan biosecurity di area 3
c. Sanitasi luar kandang
d. Sanitasi di dalam kandang
Sanitasi litter
Sanitasi dinding kandang
Nest box
e. Program vaksin yang diberikan pada ayam pembibit broiler fase layer
54
8. Program penanganan telur
a. Pengambilan
b. Sleksi telur
c. Pembersihan telur
d. Penyimpanan telur
e. Pengiriman telur tetas ke penetasan
f. Jumlah unit penetasan
g. Letak penetasan
9. Kondisi daerah farm
a. Suhu luar lingkungan
b. Kelembaban luar lingkungan
55
Lampiran 2. Lokasi Farm Super Unggas Jaya, Boyolali
Denah Lokasi Farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
56
Lampiran 3. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Farm PT. Super Unggas Jaya, Boyolali
Direktur
Bapak Putu Sumarta
Manajer Area
Bapak Slamet Istiono
Manajer farm PT. Super
Unggas Jaya, Boyolali
M. Hasan Mubarok
HRD
Bapak Mahadhi
W. Y.
Produksi
Bapak Dhoni
Arista
Admin
Personalia
Bapak Didik
Supervisor
Bapak M. Rasyidi
Recording
Bapak Siswiaji
Asisten
Supervisor/foreman
Bapak Nanda Bagas
Chieflock A, B dan C
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
57
Lampiran 4. Data Hasil Pengukuran Mikroklimat
Tabel 7. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 1
Waktu Pen Suhu Kelembaban Kecepatan Angin
(⁰C) (%) (Feet/Minutes)
Pagi
2 28.9 64.6 398
4 26.4 78.8 333
6 27.5 76 342
8 28 74 335
Siang
2 27.3 74.4 330
4 28.7 76 363
6 28.7 71.1 452
8 30.1 67 566
Sore
2 33.4 56.6 361
4 33.5 58.5 379
6 32.9 73.9 427
8 29 76.3 480
Rata-rata mikroklimat 29.53 70.6 397.16
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
58
Lanjutan
Tabel 8. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 2
Waktu Pen Suhu kelembaban kecepatan angin
(⁰C) (%) (Feet/minutes)
Pagi
2 28.8 63.7 389
4 26.3 76.3 335
6 27.4 75.6 340
8 27.8 74.3 337
Siang
2 27.1 74.5 332
4 28.9 75.8 368
6 28.6 72 448
8 29.9 67.8 569
Sore
2 33.39 57 359
4 33.4 59 378
6 32.1 76 429
8 28.7 76.3 482
Rata-Rata mikroklimat 29.43 70.69 397.16
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
59
Lanjutan
Tabel 9. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 3
Waktu Pen
Suhu
(⁰C)
Kelembaban
(%)
Kecepatan Angin
(Feet/minutes)
Pagi
2 28.4 65 394
4 27 77.6 335
6 27.7 75.8 343
8 27.8 74.7 333
Siang
2 26.9 75 328
4 27.7 76.3 368
6 28.5 70.5 452
8 30.2 67.4 567
Sore
2 32.3 56.8 378
4 34 57.9 366
6 33.3 72.4 426
8 30.9 77 476
Rata-rata mikroklimat 29.55 70.53 397.16
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
60
Lanjutan
Tabel 10. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 4
Waktu
Pen
Suhu
(⁰C)
Kelembaban (%)
Kecepatan Angin (Feet/Minutes)
Pagi
2 28.5 65 395
4 26.6 78.2 335
6 27.9 76.3 340
8 27.8 73.7 338
Siang
2 26.8 74.1 328
4 28.6 75.6 361
6 28.7 71.5 452
8 31 67.2 568
Sore
2 32.8 56.7 364
4 32.9 58.7 377
6 33.3 73.6 421
8 30.8 76.8 478
Rata-Rata mikroklimat 29.64 70.61 396.41
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
61
Lanjutan
Tabel 11. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 5
Waktu
Pen
Suhu
(⁰C)
Kelembaban (%)
Kecepatan Angin (Feet/Minutes)
Pagi
2 28.4 65 395
4 27.3 78 335
6 27.5 76.4 345
8 27.4 74.2 332
Siang
2 28.4 74.1 332
4 28.5 76.3 366
6 28.5 70.4 450
8 29.8 67.6 562
Sore
2 33.4 57 362
4 32.8 58.8 377
6 32.2 73 427
8 29.9 76.5 481
Rata-rata mikroklimat 29.5 70.6 397
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
62
Lanjutan
Tabel 12. Data Pengukuran Mikroklimat Ke- 5
Waktu
Pen
Suhu
(⁰C)
Kelembaban (%)
Kecepatan Angin (Feet/Minutes)
Pagi
2 28.4 63.9 395
4 26.7 78.4 336
6 27.6 76.2 347
8 28.2 74.3 332
Siang
2 27.6 74.8 328
4 28.3 76.3 361
6 29 70.6 450
8 30.2 66.9 568
Sore
2 33.2 56.7 363
4 33.1 58.8 374
6 32.5 73.7 429
8 29.5 76.3 482
Rata-rata mikroklimat 33.2 56.7 363
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
63
Lampiran 5. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat
Tabel 13. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat per Waktu
Mikroklimat Waktu Rata-Rata Mikroklimat per Pen Rata-Rata
Total
Suhu ( ⁰C )
Pagi 27.7 27.7 27.725 27.7 27.65 27.75 27.70
Siang 28.7 28.7 28.325 28.775 28.8 28.775 28.67
Sore 32.3 31.89 32.625 32.45 32.075 32.075 32.23
kelembaban ( % )
Pagi 73.35 72.475 73.275 73.3 73.4 73.2 73.16
Siang 72.125 72.525 72.3 72.1 72.1 72.15 72.21
Sore 66.325 67.025 66.025 66.45 66.325 66.375 66.42
kecepatan Angin
(Feet/minutes)
Pagi 352 350 351.25 352 351.75 352.5 351.58
Siang 427.75 429.25 428.75 427.25 427.5 426.75 427.88
Sore 411.75 412 411.5 410 411.75 412 411.5
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
64
Lampiran 6. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat per Hari
Tabel 14. Data Hasil Perhitungan Mikroklimat per Hari
Mikroklimat
Pengukuran ke-
1 2 3 4 5 6 Total
Rata-Rata
Suhu
(⁰C) 29.53 29.4 29.56 29.64 29.5 29.52 29.53
Kelembaban
(%) 70.6 70.7 70.53 70.61 70.6 70.57 70.6
Kecepatan angin rata-rata
(Feet/minutes) 397.16 397 397.16 397.41 397 397.08 397.16
Sumber: Data Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
Lampiran 7. Data Bobot Badan dan Hasil Pengukuran Suhu Tubuh Ayam Pembibit Broiler
Tabel 15. Data Bobot Badan Aym Pembibit Broiler Umur 44-46 Minggu
Keterangan Ayam Pembibit Broiler Umur
(minggu)
Bobot Badan
(Kg)
Suhu Rektal
(⁰C)
Betina 44 3,963 41,1
Betina 45 3,973 41,1
Betina 46 3,968 41,3
Rata-rata 3968 41.16
Sumber: Data Sekunder dan Primer Praktikum Kerja Lapangan, 2015.
65
Lampiran 8.
Perhitungan Kecepatan Angin Pagi Hari
Kecepatan angin 1 (feet/minute) = 5,08 x 10-3
m/s, jadi
351.58 feet/minute = 351.58 (5,08 x 10-3
) m/s
= 1.179 m/s
Perhitungan Kecepatan Angin Pada Siang Hari
Kecepatan angin 1 (feet/minute) = 5,08 x 10-3
m/s, jadi
427,88 feet/minute = 351.58 (5,08 x 10-3
) m/s
= 2,17 m/s
Perhitungan Kecepatan Angin Sore Hari
Kecepatan angin 1 (feet/minute) = 5,08 x 10-3
m/s, jadi
411,5 feet/minute = 411,5 (5,08 x 10-3
) m/s
= 2,09 m/s
66
Lampiran 9. Data Hasil Perhitungan Indeks Kenyamanan
Perhitungan Indeks Kenyamanan Ayam Pembibit Broiler pada Pagi Hari
Rumus Indeks Kenyamanan Ayam menurut Murtidjo (1987), yaitu=
S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
Keterangan =
S = Angka kenyamanan
tl = Suhu udara dalam kandang
ts = Suhu udara di luar kandang, untuk kandang tertutup (close house) tl dianggap 0
ku = Kelembaban udara di dalam kandang
V = Kecepatan angin, pengukuran 0,5 m di atas lantai
p = Angka konstan = 10,6 untuk musim kemarau, (Bulan Agustus termasuk musim kemarau).
67
Diketahui =
tl = 27,7 ⁰C
ts = 0 ⁰C
ku = 73,16 %
V = 1,179 m/s
p = 10,6
Maka, S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
= 10,6 + 0,25(27,7 + 0 ) + 0,1 (73,16 ) – 0,1 (37,8 – 27,7) √1,179
= 10,6 + 6,925 + 7,316- 1,01 (1,085)
= 24,841- 1,095
= 23,746 ⁰C
Indeks Kenyamanan tropis = ( 26 - 23,746) ⁰C
= 2,254
= + 2 (Nyaman) (Tabel 1.)
Jadi, ayam pembibit broiler strain Cobb fase Layer di Farm Super Unggas Jaya, Boyolali pada pagi hari (pukul 08.00) berada
pada kondisi nyaman. Hal ini dapat dilihat dari indeks kenyamanan tropis sebesar 2,254 termasuk kategori +2 yaitu nyaman.
68
Lanjutan
Perhitungan Indeks Kenyamanan Ayam Pembibit Broiler pada siang hari
Rumus Indeks Kenyamanan Ayam menurut Murtidjo (1987), yaitu=
S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
Diketahui=
tl = 28,7 ⁰C
ts = 0 ⁰C
ku = 72,21 %
V = 2,17 m/s
p = 10,6
Maka, S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
= 10,6 + 0,25(28,7 + 0 ) + 0,1 (72,21 ) – 0,1 (37,8 – 28,7) √2,17
= 10,6 + 7,175 + 7,221 – 0,91 (1,473)
= 24,996- 1,340
= 23,656 ⁰C
69
Indeks Kenyamanan tropis = ( 26 - 23,6456) ⁰C
= 2,344
= + 2 (Nyaman) (Tabel 1.)
Jadi, ayam pembibit broiler strain Cobb fase Layer di Farm Super Unggas Jaya, Boyolali pada siang hari (pukul 11.30) berada
pada kondisi nyaman. Hal ini dapat dilihat dari kenyamanan tropis sebesar 2,344 termasuk kategori +2 yaitu nyaman.
Perhitungan Indeks Kenyamanan Ayam Pembibit Broiler pada sore hari
Rumus Indeks Kenyamanan Ayam menurut Murtidjo (1987), yaitu=
S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
Diketahui=
tl = 32,23 ⁰C
ts = 0 ⁰C
ku = 72,21 %
V = 66,42 m/s
p = 10,6
70
Maka, S = 10,6 + 0,25(ts + tl) + 0,1 (ku) – 0,1 (37,8 – tl) √V
= 10,6 + 0,25( 32,23 + 0 ) + 0,1 (66,42 ) – 0,1 (37,8 – 32,23 ) √2,09
= 10,6 + 8,058 + 6,642 – 0,557 (1,445)
= 25,3 – 0,804
= 24,496 ⁰C
Indeks Kenyamanan tropis = ( 26 - 24,496 ) ⁰C
= 1,504
= + 1 (Cukup nyaman) (Tabel 1.)
Jadi, ayam pembibit broiler strain Cobb fase Layer di Farm Super Unggas Jaya, Boyolali berada pada kondisi nyaman. Hal ini
dapat dilihat dari indeks kenyamanan tropis sebesar 1,504 termasuk kategori +1 yaitu cukup nyaman.
Perhitungan Indeks Kenyamanan Tropis Total
S = S1 + S2 + S3
3
= 2,254 + 2,344 + 1,504
3
= 6,102
3
= 2,034
71
= + 2 (Nyaman) (Tabel 1.)
Jadi, ayam pembibit broiler strain Cobb fase layer di Farm Super Unggas Jaya, Boyolali berada pada kondisi nyaman. Hal ini
bisa dilihat dari perhitungan indeks kenyamanan tropis sebesar 2,034 termasuk kategori + 2 (nyaman). Selain itu, kenyamanan pada
ayam pembibit broiler dapat diketahui dari suhu rektal yaitu 41,2 – 41,9 ⁰C.
72
Lampiran 10. Data Perhitungan Intensitas Cahaya
Perhitungan Intensitas cahaya Menurut (Nort and Bell, 1990, dalam Sunarti 2004):
C = 𝐸
𝑑²
Dimana
E = kuat penyinaran (feet candle)
C = kuat sumber penyinaran( candle/watt)
d = jarak bidang dengan sumber cahaya
n = jumlah sumber cahaya (lampu Philip warna putih)
Perhitungan intensitas cahaya di pen 1=
Diketahui =
d = 210 cm = 6,9 feet (1 feet = 30,48 cm)
d2 = 47,47 feet
2
C = 23 watt
n = 10
Intensitas Cahaya di pen ke- 1 =
C = 𝐸
𝑑²
C = 𝐸 𝑥 𝑛
𝑑²
C = 23 𝑥 10
47,47
C = 230
47,47
C = 4,845 feet candle (fc) = 52,14 lux
Perhitungan intensitas cahaya di pen 5=
Diketahui =
d = 210 cm = 6,9 feet (1 feet = 30,48 cm)
d2 = 47,47 feet
2
C = 18 watt
n = 11
Keb Cahaya di pen 5 =
C = 𝐸
𝑑²
C = 𝐸 𝑥 𝑛
𝑑²
C = 18 𝑥 11
47,47
C = 198
47,47
C = 4,17 feet candle (fc) = 44,9 lux
73
Perhitungan Intensitas Cahaya di pen 2-4 =
Diketahui =
d = 210 cm = 6,9 feet (1 feet = 30,48 cm)
d2 = 47,47 feet
2
C = 18 watt
n = 12
Intensitas cahaya di pen 2-4=
C = 𝐸
𝑑²
C = 𝐸 𝑥 𝑛
𝑑²
C = 18 𝑥 12
47,47
C = 216
47,47
C = 4,55 feet candle (fc) = 48,96 lux
Perhitungan intensitas cahaya di pen 6-10=
Diketahui =
d = 210 cm = 6,9 feet (1 feet = 30,48 cm)
d2 = 47,47 feet
2
C = 18 watt
n = 12
Intensitas Cahaya di pen ke- 6-10 =
C = 𝐸
𝑑²
C = 𝐸 𝑥 𝑛
𝑑²
C = 18 𝑥 12
47,47
C = 216
47,47
C = 4,55 feet candle (fc) = 48,96 lux
74
Lampiran 11. Peralatan Praktik Kerja Lapangan
Thermometer, hygrometer sekaligus
anemometer untuk mengukur suhu udara,
kelembaban dan kecepatan angin.
Timbangan untuk mengetahui bobot badan
ayam pembibit
Thermometer tubuh untuk mengukur suhu
tubuh ayam pembibit
Timbangan telur untung mengukur berat telur
75
Lampiran 12. Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan
Sumber: Data Sekunder Praktik Kerja Lapangan, 2015.
76
i
Top Related