Makalah Teknologi Benih Lanjutan
BENIH ORTODOK DAN REKALSITRAN
Oleh :
HENGKI HERMAWAN
1205101050067
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih merupakan biji tumbuhan yang digunakan manusia untuk tujuan
perbanyakan. Menurut Sadjad (1993) benih tanaman adalah bakal biji yang
dibuahi (struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai
sarana untuk mencapai produksi maksimum (agronomi), sebagai wahana
teknologi maju yang mampu melestarikan identitas genetik dengan mencapai
derajat kemurnian genetik yang setinggi- tingginya (teknologi), dan sebagai
produk artifisial yang sangat spesifik dan efisien.
Berdasarkan kepekaan terhadap pengeringan dan suhu, maka benih
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yakni benih ortodoks, benih
rekalsitran dan benih intermediate. Benih rekalsitran didefinisikan sebagai
benih yang tidak mengalami proses pengeringan pada saat benih masak di
pohon induknya, cepat mengalami kemunduran, daya simpannya singkat dan
mati apabila kadar air turun menjadi 15-20% atau setara dengan keseimbangan
kadar air benih pada kelembaban (RH) 70%, suhu 20°C.
Salah satu kegiatan perbenihan yang penting adalah penyimpanan benih.
Faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih selama penyimpanan adalah
mutu dan daya kecambah benih sebelum simpan, kadar air, kelembapan ruang
penyimpanan, suhu tempat penyimpanan, hama dan penyakit di tempat
penyimpanan, lama penyimpanan, dan kemasan penyimpanan (Lin, 1996).
B. Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan benih
ortodoks dan benih rekalsitran dan cara penanganan penyimpanannya.
PEMBAHASAN
Benih ortodoks adalah benih yang tahan dismpan lama dalam keadaan
kadar air yang rendah, sedangkan benih rekalsitran sebaliknya. Benih
rekalsitran dapat dikatakan tidak memiliki masa dormansi karena sifatnya
yang memiliki kadar air tinggi, contohnya pada biji jeruk dan kakao. Pada
benih intermediate memiliki sifat diantara kedua jenis benih ortodks dan
rekalsitran tersebut, contohnya pada benih damar (Agathis damara). Untuk
menghasilkan benih yang bermutu harus diperhatikan jenis-jenis dari benih
tersebut karena untuk jenis benih yang berbeda perlakuan pada prosesing dan
cara penyimpanan benihnya akan berbeda (Sahupala, 2000).
Prosesing benih meliputi kegiatan yang dilakukan oleh petani setelah
benih tersebut dipanen, yaitu pengumpulan benih, pembersihan, pengeringan,
sortasi, grading dan kegiatan-kegiatan khusus lainnya. Perlakuan benih pasca
panen meliputi disinfektasi, disinfentasi dan proteksi benih. Disinfektasi benih
yaitu perlakuan benih yang diberikan dengan tujuan untuk mengeradikasi
patogen yang telah menginfeksi benih, dimana patogennya berada dalam kulit
biji atau jaringan –jaringan yang lebih dalam. Contoh perlakuan benih dengan
air panas dan perendaman benih dalam 0,8 % acetid acid selama 24 jam.
Disinfestasi benih ditujukan terhadap organisme yang terdapat dipermukaan
benih. Bahan kimia yang digunakan antara lain adalah ceresa MDB panogen
15 ceresan L dan chipcote. Dan proteksi benih didasarkan pada prinsip untuk
melindungi benih dan kecambah tanaman dengan suatu fungisida yang akan
mencegah infeksi dan kerusakan yang disebabkan oleh patogen terutama
organisme tanah, contohnya adalah captan, thiram, dichlone (Sutopo, 2002).
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang
keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon
hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan
yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun
kualitasnya.
Penggunaan jenis kemasan merupakan faktor lingkungan simpan yang
mempengaruhi viabilitas benih. Kemasan benih dirancang untuk melindungi
mutu fisik benih selama penyimpanan sehingga kemasan harus cukup kuat,
tahan pecah dan sobek. Hal terpenting dalam pengemasan adalah bahan
pengemas merupakan penahan uap air yang diperlukan untuk
mempertahankan kadar air serta viabilitas benih. Sifat-sifat lain yang tidak
kalah pentingnyaadalah sealability, elastisitas, harga, dan mudah tidaknya
bahan itu didapat. Pada kegiatan inidilakukan perlakuan dari pengaruh media
simpan, disinfektan, dan periode simpan terhadap benih jeruk yang termasuk
benih rekalsitran (Syamsuwida, dkk., 2003).
Benih merupakan salah satu komoditi perdagangan dan merupakan unsur
baku yang mempunyai peranan penting dalam produksi pertanian. Benih
bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh petani. Oleh
karenanya benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi oleh
produsen benih, dipasarkan sampai diterima oleh petani untuk ditanam.
Secara agronomi, yang dimaksud benih adalah fase generatif dari siklus
kehidupan tumbuhan yang dipakai untuk memperbanyak dirinya secara
generatif. Sedangkan dalam pengertian ilmu tumbuhan, yang dimaksud
dengan benih adalah biji yang berasal dari ovule. Ovule dalam
pertumbuhannya setelah masak (mature), lalu menjadi biji (seed), sedangkan
integumentnya menjadi kulit biji (seed coat) dan ovary menjadi buah (fruit).
Dari benih inilah akan muncul tanaman-tanaman baru dimana benih yang baik
dan berkualitas tentu akan menghasilkan tanaman yang berkualitas pula.
Untuk itu penting sekali untuk memperhatiakan proses pengelolaan dan
penyimpanannya sebelum masa tanam berikutnya dilaksanakan.
Menurut Schmidt (2000), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk
menjamin persediaan benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila
diperlukan. Jika waktu penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan
benih maka benih dapat langsung digunakan di persemian sehingga
penyimpanan tidak diperlukan. Akan tetapi hal ini sangat jarang terjadi karena
biasanya pada daerah dengan iklim musim penanaman pendek sangat tidak
memungkinkan untuk langsung menyemai benih, sehingga benih perlu
disimpan untuk menunggu saat yang tepat untuk disemai.
Dalam periode simpan terdapat perbedaan antara benih yang kuat dan
benih yang lemah. Karena periode simpan merupakan fungsi dari waktu maka
perbedaan antara benih yang kuat dan lemah terletak pada kemampuannya
untuk dimakan waktu (Sadjad, 1976). Seperti kehidupan lainnya, benih juga
mempunyai umur (jangkauan umur) artinya bahwa suatu ketika benih juga
akan mati. Dengan demikian amat penting untuk mengetahui berapa lama
benih dapat disimpan sebelum digunakan. Seringkali umur benih dikaikan
dengan daya simpan benih (Kuswanto, 1996).
A. BENIH ORTODOKS
Benih orthodox tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang
rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air benih 5–7%. Dalam kondisi
penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan mampu disimpan
sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada kebanyakan
benih orthodox sekitar 6–10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada zona
arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga ada
yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Benih recalsitrant
didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu
penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate
recalcitrant (Schmidt, 2000).
Secara praktis, benih ortodoks dapat disimpan pada suhu kamar (28oC)
atau ruang sejuk (12oC), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air
benih yang akan disimpan. Apabila daya berkecambah benih dipertahankan
diatas 80% (sesuai standar daya berkecambah), maka kadar air benih harus
12% (dapat dicapai melalui pengeringan dengan sinar matahari pada musim
kemarau) agar daya berkecambah benih masih dapat dipertahankan sampai 10
bulan penyimpanan pada suhu kamar (28oC).
Jika kadar air benih dapat diturunkan hingga 10%, daya berkecambah
benih dapat dipertahankan sampai 14 bulan, dan lebih dari 14 bulan kalau
kadar air benih pada saat disimpan 8%. Daya berkecambah benih setelah
penyimpanan 14 bulan masih tinggi (89,3%). Di lain pihak, pada kadar air
14%, benih hanya tahan disimpan selama delapan bulan, dan pada kadarair
16% hanya tahan disimpan sampai empat bulan (Azrai dkk, 2003)
Benih bermutu tinggi ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan
faktor fisik (genetic and physical faktors). Yang dimaksud dengan faktor
genetik ialah varietas-varietas yang mempunyai genotype baik (good
genotype) seperti produksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, responsif
terhadap kondisi pertumbuhan yang lebih baik. Sedangkan yang dimaksud
dengan faktor fisik ialah benih bermutu tinggi yang meliputi kemurnian (high
purity), persen perkecambahan tinggi (high viability and vigor), bebas dari
kotoran dan benih rumputan serta bebas dari insek, kadar air (moisture content
of seed) rendah yaitu 12-14 persen untuk benih serealia dan kedele (Kamil,
1982).
Meskipun tipe ortodoks dan rekalsitran relatif jelas perbedaannya, daya
tahan benih untuk bertahan pada saat penyimpanan meliputi variasi yang luas,
dari yang sangat rekalsitran, intermediate sampai ortodoks (Schmdit, 2000).
Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan
semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang
berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada
benih (Widodo, 1991).
Untuk menghambat deteriorasi maka benih harus disimpan dengan metode
tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.
Manan, (1978) menyatakan bahwa penyimpanan benih adalah usaha
pengawetan benih yang berdaya hidup, semenjak pengumpulan hingga di
lapangan. Maksud penyimpanan benih adalah agar benih dapat ditanam pada
musim yang sama dilain tahun atau pada musim yang berlainan dalam tahun
yang sama, atau untuk tujuan pelestarian benih dari suatu jenis tanaman
(Sutopo, 2002).
Karakteristik atau ciri-ciri benih ortodoks adalah :
A. toleran terhadap pengeringan (dapat dikeringkan hingga KA 2 - 5%
(desiccant tolerant)
B. Dapat diisimpan pada suhu rendah
C. Dapat dipertahankan dalam keadaan kering sampai dengan periode
tertentu
D. Daya simpan lama (makrobiotik)
E. Mengalami penurunan KA saat pemasakan (mengalami ‘maturation
drying’)
F. Beberapa yang mengalami dormansi dan ada beberapa species tidak
dormansi.
B. BENIH REKALSITRAN
Benih Rekalsitran adalah benih yang sangat peka terhadap pengeringan
dan akan mengalami kemunduran pada kadar air dan suhu yang rendah. Pada
saat masa panen / fisiologi memiliki kandungan air yang relatif tinggi. Biji
tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain hanya mampu hidup dalam kadar air
tinggi (36-90 %). Penurunan kadar air bada biji tipe ini akan berakibat
penurunan viabilitas biji hingga kematian, sehingga biji tipe ini tidak bisa
disimpan dalam kadar air rendah.
Menurut Sutarno Dkk (1997) Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati
jika kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di
tempatkan pada ruangan yang bersuhu rendah. Contoh benih ini adalah
Agathis lorantifolia Salisb (damar), Diosypros celebica Back (eboni) , Hevea
brasiliensis Aublet (Kayu karet), Macadamia hildenbrandii Steen
(makadame), Shore compressa, Shorea seminis V.SI.
Metode penyimpanan benih rekalsitran sangat berlawanan dengan
penyimpanan benih ortodoks , dan daya simpannya relatif pendek. Benih
rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan kadar
air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan. Penyimpanan dapat
menggunakan serbuk gergaji atau serbuk arang. Caranya yaitu dengan
memasukkan benih kedalam serbuk gergaji atau arang.
Penyimpanan benih rekalsitran secara umum, suhu ruang simpan sedang
dengan kadar air benih yang tinggi, pada RH yang tinggi, dengan ketersediaan
oksigen yang cukup.
Karakteristik atau ciri-ciri benih rekalsitran adalah :
A. tidak mengalami proses pengeringan pada saat benih masak pada pohon
induknya dan pada saat itu kadar air benih masih tinggi antara 40- 70%
tergantung jenis benihnya
B. sangat rentan terhadap pengeringan (dessiccation sensitive) dan tidak
dapat disimpan pada kondisi yang cocok untuk penyimpanan benih
ortodok
C. tidak dapat dikeringkan di bawah kadar air kritisnya dengan kisaran
antara 20-31%
D. peka terhadap suhu rendah (chilling and freezing sensiteveness)
E. bersifat mikrobiotik atau daya simpannya relatif singkat
F. memiliki keragaman yang sangat besar dalam bentuk dan ukuran
kotiledon dan embrio
DAFTAR PUSTAKA
Azrai, Rahmawati, Ramlah Arief dan Sania Saenong. 2003. Pengelolaan Benih
Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/sebelas.pdf;diakses pada tanggal 9 Oktober 2014.
Justice and Bass(1979), dalam Yudi Harisman, 2009. Wadah dan Lama Penyimpanan Benih. http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/05/
wadah-dan-lama-penyimpanan-benih.html; diakses pada tanggal 9 Oktober 2014.
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Angkasa. Bandung.
Kuswanto, Hendarto. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Andi, Yogyakarta.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW
Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada Penyimpanan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
Top Related