BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangannya, pengawas satuan pendidikan lebih diarahkan untuk
memiliki serta memahami bahkan dituntut untuk dapat mengamalkan apa yang tertuang
dalam peraturan menteri tentang kepengawasan. Tuntutan tersebut salah satunya tentang
kompetensi dalam memahami metode dan teknik dalam supervisi. Seorang supervisor
adalah orang yang profesional ketika menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar
kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk menjalankan supervisi
diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan dalam
peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak
hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa, sebab yang diamatinya bukan
masalah kongkrit yang tampak, melainkan memerlukan insight dan kepekaan mata batin.
Seorang supervisor membina peningkatan mutu akademik yang berhubungan
dengan usaha-usaha menciptakan kondisi belajar yang lebih baik berupa aspek akademis,
bukan masalah fisik material semata. Ketika supervisi dihadapkan pada kinerja dan
pengawasan mutu pendidikan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi yang
berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah. Hal ini bertujuan untuk memberikan
pelayanan kepada kepala sekolah dalam mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan
dan memfasilitasi kepala sekolah agar dapat melakukan pengelolaan kelembagaan secara
efektif dan efisien.
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi oleh pengawas
satuan pendidikan antara lain kegiatannya untuk melakukan suatu pengamatan secara
intensif terhadap kegiatan utama dalam sebuah organisasi dan kelembagaan pendidikan
dan kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feed back, sebagaimana diadaptasi dari
Razik (1995: 559). Hal ini sejalan pula dengan adaptasi dari L. Drake (1980: 278) yang
menyebutkan bahwa supervisi adalah sebagai suatu peristilahan yang sophisticated, sebab
memiliki arti yang luas, yakni identik dengan proses manajemen, administrasi, evaluasi
dan akuntabilitas atau berbagai aktivitas serta kreatifitas yang berhubungan dengan
pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.
1
Mengacu pada pemikiran di atas, maka bantuan berupa pengawasan profesional
oleh pengawas satuan tenaga kependidikan tentunya diarahkan pada upaya untuk
meningkatkan pelaksanaan kegiatan kepala sekolah dalam menetralisir, mengidentifikasi
serta menemukan peluang-peluang yang dapat diciptakan guna meningkatkan mutu
kelembagaan secara menyeluruh.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulisan makalah ini dapat
dirumuskan ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Teknik dan metode apa yang digunakan dalam supervisi pendidikan?
2. Bagaimana pengembangan model yang digunakan dalam supervisi pendidikan?
3. Pendekatan apa yang digunakan dalam supervisi pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan teknik dan metode yang digunakan dalam supervisi
pendidikan.
2. Untuk menjelaskan pengembangan model yang digunakan dalam supervisi
pendidikan.
3. Untuk menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam supervisi pendidikan?
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Supervisi Pendidikan
Definisi atau pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut, baik
menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang
terkandung di dalam perkataanya itu (semantik). Istilah supervisi berasal dari dua kata
yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webstr’s New World Dictionari istilah super berarti
“Higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than
others” (1991:1343), sedangkan kata vision berarti “The ability to perceive something not
actually visible, as through mental acutness or keen foresight” (1991:1492).
Secara etimologis, supervisi menurut S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta
yang dikutip oleh Ametembun (1993: 1): “Supervisi yang dialih bahasakan dari perkataan
Inggris Supervision yang artinya pengawasan”.
Pengertian supervisi secara morfologis menurut Ametembun (1993:2)
menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah kata
“super” artinya atas, lebih dan “vision” artinya: lihat, tilik, awasi. Jadi makna yang
terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan
atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau
mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Pengertian supervisi secara semantik adalah pengertian yang dirumuskan oleh para
ahli, untuk memperoleh suatu gambaran komparatif. Supervisi adalah pengawasan
profesional dalam bidang akademik yang dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan
tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekedar
pengawas biasa.
Istilah supervisi atau pengawasan dalam kelembagaan pendidikan diidentikkan
dengan supervisi pengawasan profesional, hal ini tentu dihadapkan pada berbagai
peristiwa dan kegiatan, contoh jika pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah, maka
pengawasan dilakukan untuk melihat kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
terhadap siswa, namun jika supervisi dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan,
maka kepala sekolah dalam konteks kelembagaan jelas menjadi tujuan utama dalam
meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh.
3
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan kesepakatan bahwa
supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian
peningkatan situasi belajar-mengajar, seperti yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966,
Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan
pula dalam Association for Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang
menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the primery focus in
educational supervision is-and should be-the improvement of teaching and learning. The
term instructional supervision is widely used in the literatur of embody all effort to those
ends. Some writers use the term instructional supervison synonymously with general
supervision.
Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah supervisi merupakan pengawasan
profesional, sebab hal ini disamping bersifat lebih spesifik juga melakukan pengamatan
terhadap pengawasan akademik yang mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan
pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa yang bersifat human, tetapi
lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan humanistik oleh para
pengawas pendidikan.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada tiga kegiatan besar yang masing-masing
memiliki garapan serta wilayah tersendiri, antara lain:
1. Supervisi Akademis
Menitikberatkan pada pengamatan supervisor tentang masalah-masalah
yang berhubungan dengan kegiatan akademis, diantaranya hal-hal yang langung
berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang
mempelajari sesuatu.
2. Supervisi Administrasi
Menitikberatkan pada pengamatan supervisor pada aspek-aspek
administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya proses
pembelajaran.
3. Supervisi Lembaga
Diarahkan pada kegiatan dalam rangka menyebarkan objek pengamatan
supervisor tentang aspek-aspek yang berada di seantero sekolah dan berperan
dalam meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan.
4
Sasaran pengawasan di lingkungan kelembagaan pendidikan selama ini
menunjukkan kesan seolah-olah segi fisik material yang tampak merupakan saaran yang
sangat penting, namun pengolahan dana, sistem kepegawaian, perlengkapan serta sistem
informasi yang dipergunakan oleh lembaga nyaris merupakan sesuatu yang terabaikan.
Supervisi kelembagaan menebarkan objek pengamatan supervisor pada aspe-aspek yang
berada d lingkungan sekolah, artinya lebih bertumpu pada citra dan kualitas sekolah, sebab
dapat dimaklumi bahwa sekolah yang memiliki popularitas akan menjadi lembaga
pendidikan yang secara otomatis dapat menarik perhatian masyarakat yang pada
gilirannya akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah dimaksud.
Citra sekolah selain digambarkan oleh sarana dan fasilitas yang memadai, juga
dibuktikan dengan kualitas proses pembelajaran serta kualitas lulusan yang dapat diakui
oleh masyarakat keberadaan lulusan lembaga terkait, selain itu juga tampak sekolah yang
baik dilihat dari sisi ketertiban, pengelolaan, kesejahteraan serta situasi dan kondisi
lingkungan yang memang kondusif untuk belajar.
B. Misi, Visi, Orientasi dan Strategi Supervisi Pendidikan
Visi dalam supervisi pendidikan adalah pandangan jauh ke depan yang dapat
diciptakan oleh supervisor dalam melihat kebutuhan-kebutuhan baik bagi pengembangan
kelembagaan maupun pengembangan personal yang sekaligus menjadi pelaksana
kelembagaan terkait. Sedangkan misi dalam supervisi pendidikan adalah untuk
mengoptimalkan pencapaian sasaran akademik, yang berupa penguasaan murid atas mata
pelajaran yang diajarkan.
Orientasi diartikan sebagai salah satu wacana yang ingin dikembangkan terkait
dengan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh supervisor dalam rangka
pengembangan diri. Sedangkan strategi merupakan seperangkat tindakan yang seharusnya
dilakukan untuk memcapai tujuan dengan mengakomodasi segenap kemampuan sekolah
yang dimiliki. Setiap tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mencapai tujuan. Usaha
yang dijalankan merupakan tindakan merealisasikan tujuan agar tercapai dengan cara yang
terbaik. Semua tindakan diambil karena mengerti dan memahami dengan baik bagaimana
semestinya meningkatkan mutu pembelajaran dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pelipat gandaan usaha, memaksimalkan aktivitas termasuk di dalamnya membuat
keputusan, merumuskan tujuan, membuat kebijakan, meyusun program, menggunakan
sumber daya agar usahanya meningkatkan mutu pendidikan berhasil.
5
Pengertian strategi dimaknai sebagai proses kegiatan yang dipilih karena cocok
digunakan untuk mengimplementasikan keputusan peningkatan mutu pembelajaran di
lingkungan sekolahnya. Strategi yang dijalankan akan mengantarkannya pada efektivitas
dalam melaksanakan bantuan profesional, hal ini dikarenakan:
1. Guru ditempatkan sebagai sentral kegiatan pembelajaran yang mempunyai
kedaulatan penuh.
2. Urusan mengajar merupakan urusan guru sepenuhnya. Kegiatan akademik yang
dilaksanakan guru merupakan tanggung jawab profesional guru. Guru memperoleh
kepercayaan penuh dalam menjalankan tugas mengajarkan.
3. Persahabatan, keakraban dan pergaulan yang saling menghargai merupakan
kondisi yang diciptakan oleh gaya kepemimpinannya sebagai pemimpin
pembelajaran. Faktor ini memjadi kunci keberhasilan dalam melaksanakan
peningkatan mutu pembelajaran, sebab terciptanya kultur sekolah yang
menyenangkan karena semua guru merasa dihargai dan dihormati.
4. Kebebasan berbicara dalam pergaulan yang bersahabat merupakan kondisi awal
memperoleh informasi dari guru tentang masalah apa sebenarnya yang sedang
dihadapi guru. Banyak masalah terungkap dari pergaulan yang wajar diantara
mereka. Masalah dikemukakan dalam kemasan obrolan yang tidak memerlukan
situasi formal. Dalam pergaulan seperti ini penyampaian masalah dari guru tidak
dirasakan sebagai beban berat untuk disampaikan karena situasinya yang wajar.
Keterbukaan menjadi pemecahan masalah menjadi mudah.
5. Guru diperlakukan sebagai teman yang dapat diajak kerjasama memperbaiki mutu
pembelajaran dalam keadaan setara. Pemecahan masalah belajar dan mengajar
dibicarakan dengan guru ketika guru dalam keadaan penuh kesadaran, tanpa stress,
dalam keadaan bisa tidak dalam keadaan sibuk.
6. Tutor kolega merupakan forum diantara sesama guru dalam lingkungan sekolah,
yang bertujuan untuk saling bertukar pengalaman dan pengetahuan dalam
memperbaiki mutu mengajar, saling mengimbas pengetahuan dari guru yang satu
keguru lain atau kepada sekelompok guru.
7. Guru yang telah mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan, lokakarya, dan
pengembangan berkewajiban menularkan ilmu yang diperolehnya kepada guru
lain, dalam berbagai cara, dalam pertemuan yang mereka adakan sendiri.
6
8. Guru yang sedang mencobakan strategi pembelajaran baru d kelas harus
memberikan kesempatan kepada guru lain untuk melihat dan bertanya tentang
kegiatan yang dijalankan, mereka mengkomunikasikannya diantara mereka sendiri.
Diantara mereka saling bertukar pengalaman dalam menemukan cara terbaik
berdasarkan iuran pemikiran berkontribusi salling melengkapi.
9. Guru yang memiliki pengalaman dan mengetahui bagaimana cara melaksanakan
sebuah medote atau cara mengajar yang layak diketahui oleh sesama teman guru,
diminta atau tidak diminta pada suatu ketika dalam
10. Pertemuan informal atau diminta oleh kepala sekolah berkewajiban untuk
menginformasikan kepada guru lain agar diketahui dan dicontoh bila perlu.
11. Tutor kolega juga merupakan forum untuk menyamakan persepsi sekolah dalam
berhadapan dengan lingkungannya. Terutama mempersamakan usaha-usaha
meningkatkan mutu dalam memberi kepuasan kepada masyarakat dan orang tua.
Oleh kepala sekolah tutor sebaya juga digunakan sebagai forum yang sewajarnya
untuk bisa mengetahui guru yang dijadikan kader sekolah untuk kegiatan-kegiatan
sekolah.
12. Kegiatan kelompok kerja dalam gugus dijadikan sebagai media untuk bertukar
pengalaman dalam memecahkan berbagai masalah pembelajaran. Maslah diungkap
baik dari pengalaman kesaharian, temuan dari buku teks, ketidakpuasan belaj
murid, kebijakan sekolah masing-masing untuk diterjemahkan dalam proses
belajar maupun yang datang dari dinas. Proses diskusi dalam gugus dipandu secara
bergantian sesuai dengan permasalahan.
Perubahan lingkungan eksternal dan internal. Penelitian yang mendalam
menemukan juga bahwa latar belakang kegiatan supervisi bantuan profesional didorong
oleh banyak faktor yaitu : perubahan lingkungan sekolah yang bergerak maju kearah
keleluasaan dalam mengelola sekolah, persaingan yang tumbuh sebagai akibat otonomi
sekolah dan keterlibatkan masyarakat dalam Manajemen Berbasis Sekolah yang menuntut
diperbaikinya pelayanan belajar kearah yang lebih memuaskan, serta tumbuhnya
kerjasama yang harmonis dalam bentuk “bersanding, berjalan sering tetapi tetap ketat
bersaing”.
7
C. Langkah-Langkah Pembinaan Kemampuan Guru
Melalui supervisi akademik, ada lima langkah dalam pembinaan kemampuan guru
antara lain:
1. Menciptakan Hubungan yang Harmonis.
Langkah pertama dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah
menciptakan hubungan yang harmonis antara pengawas dan guru,serta semua pihak yang
terkait dengan program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya
melaksanakan supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil
yang terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang
diharapkan kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran
kemampuan guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran
melalui supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang
kurang terampil dalam mengajar. Padahal seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak
akan terjadi guru yang demikian.
Komunikasi antara kepala sekolah dan guru dikatakan efektif apabila guru benar-
benar menerima supervisi akademik sebagai upaya pembinaan kemampuannya. Dalam
upaya ini, diperlukan kejelasan informasi mengenai hakikat dan tujuan supervisi
akademik. Dalam upaya memperjelas program supervisi akademik, tentu diperlukan suatu
cara dan prinsip-prinsip tertentu dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi
secara efektif.
Ada sejumlah prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah,
sebagaimana dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut:
a. Berbicaralah sebijaksana dan sebaik mungkin.
b. Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama.
c. Ciptakan hubungan interpersonal antar personil.
d. Berpikirlah sebelum berbicara.
e. Ikutilah norma-norma yang berlaku pada latar sekolah.
f. Usahakanlah untuk memahami pendapat orang lain.
g. Konsentrasikan pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri.
h. Kumpulkan materi untuk mengadakan diskusi bila perlu.
i. Persingkat pembicaraan.
j. Ciptakan ketidaksanggupan.
8
k. Bersemangatlah.
l. Raihlah sikap orang lain untuk membantu program.
m. Berkomunikasilah dengan “eye communication”.
n. Selalu mencoba.
o. Jadilah pendengar yang baik.
p. Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti berkomunikasi.
2. Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah
analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan
upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran yang ketujuh,
sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya dalam penyusunan
program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan
profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan analisis kebutuhan
tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
pengajaran.
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis kebutuhan adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan,
keterampilan, serta sikap yang nyata dan yang seharusnya dimiliki guru?
Perbedaan dikelompokkan , disintesiskan, dan diklasifikasikan.
b. Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
c. Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
d. Mengidentifikasi tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan pada fase ini, seperti
keuangan, sumber-sumber, perlengkapan dan media.
e. Mencatat prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-
teknik tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan
quesioner.
f. Mengidentifikasi dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan
keterampilan pembelajaran guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau
performansi.
9
g. Menetapkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru
yang bisa dibina melalui teknik dan media selain pendidikan.
h. Mencatat dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan
pembelajaran guru yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.
3. Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran berdasarkan kebutuhan-
kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah
menganalisis setiap tujuan untuk menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi
akademik yang akan digunakan.
Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok.
Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah sebagai
berikut:
a. Mendaftar pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan
dengan menggunakan teknik supervisi individual.
b. Mendaftar pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui
teknik supervisi kelompok.
c. Mendaftar mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap
digunakan untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan
pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media
tertentu sebagaimana yang telah dikembangkan.
4. Penilaian Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan
yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik
untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan
pembelajaran guru.
Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran yaitu:
a. Menentukan apakah pengajar/guru telah mencapai kriteria pengukuran
sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan.
10
b. Menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam
rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah
bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan
supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
b. Tulislah masing-masing tujuan.
c. Pilihlah atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif
bisa menilai hasil yang telah dispesifikasi.
d. Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
e. Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.
5. Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah
merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil
penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya, sebagai berikut:
a. Me-review rangkuman hasil penilaian.
b. Apabila ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai,
maka sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan
dan sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c. Apabila ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang
kembali program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d. Mengimplementasikan program pembinaan yang telah dirancangkembali pada
masa berikutnya.
11
BAB III
PEMBAHASAN / HASIL ANALISIS
A. Teknik dan Metode dalam Supervisi Pendidikan
Metode dalam konteks pengawasan merupakan suatu cara yang ditempuh oleh
pengawas pendidikan guna merumuskan tujuan yang hendak dicapai baik oleh sistem
perorangan maupun kelembagaan pendidikan itu sendiri, sedangkan teknik adalah
langkah-langkah kongkrit yang dilaksankan oleh seorang supervisor, dan teknik yang
dilaksanakan dalam supervisi dapat ditempuh melalui berbagai cara, yakni pada prinsifnya
berusaha merumuskan harapan-harapan menjadi sebuah kenyataan.
Teknik supervisi merupakan cara-cara yang ditempuh dalam mencapai tujuan
tertentu, baik yang berhubungan dengan penyelesaian masalah guru-guru dalam mengajar,
masalah kepala sekolah dalam mengembangkan kelembagaan serta masalah-masalah lain
yang berhubungan serta berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Tugas pengawas satuan pendidikan ketika melaksanakan tugas pengawasaannya,
haruslah memahami metode dan teknik supervisi akademik agar kegiatan supervisi dapat
dilaksanakan dengan baik dan hasil pembinaanya mencapai tujuan pembinaan. Ada
beberapa metode dan teknik supervise yang dapat dilakukan pengawas, antara lain:
1. Teknik Supervisi
a. Teknik kelompok adalah teknik dalam pelaksanaan supervisi yang dilakukan
terhadap sekelompok orang yang di supervisi.
b. Teknik perorangan adalah teknik dalam pelaksanaan supervisi yang dilakukan
terhadap individu yang memiliki masalah khusus.
2. Metode Supervisi
a. Metode langsung adalah metode supervisi yang digunakan untuk mengenai sasaran
pihak yang di supervisi.
b. Metode tidak langsung adalah metode supervisi yang mempergunakan berbagai
macam media atau alat perantara.
12
3. Tekhnik dan Metode Supervisi yang lain
a. Kunjungan Kelas (Class Visit)
Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah,
pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses
belajar mengajar, sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka
pembinaan guru. Kunjungan kelas merupakan suatu metode supervisi yang “to the
point” kena sasaran. Tujuan kunjungan kelas ini adalah untuk menolong guru
dalam mengatasi kesulitan atau masalah guru di dalam kelas. Melalui kunjungan
kelas, pengawas akan membantu permasalahan yang dialaminya. Kunjungan kelas
dapat dilakukan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu,
dan biasa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri.
Dalam melaksanakan kunjungan kelas, terdapat tiga tahapan. Tahap
persiapan, pada tahap ini pengawas merencanakan waktu, sasaran, dan cara
mengobservasi selama kunjungan kelas. Tahap pengamatan, pada tahap ini
mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Tahap akhir, pada tahap ini
pengawas bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil
observasi, setelah itu dilakukan tindak lanjut.
Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu;
1) Memiliki tujuan-tujuan tertentu.
2) Mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki kemampuan guru.
3) Menggunakan instrument observasi tertentu untuk mendapatkan daya yang
obyektif.
4) Terjadi interaksi antara Pembina dan yang dibina sehingga menimbulkan sikap
saling pengertian.
5) Pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses belajar mengajar.
6) Pelaksanaannya diikuti dengan program tindak lanjut.
b. Pembicaraan Individual
Setelah suatu kunjungan berakhir, hendaklah diadakan pembicaraan
langsung secara pribadi tentang hasil kunjungan dengan orang yang dikunjungi.
Pembicaraan individual adalah satu percakapan, pertemuan, dialog, dan tukar
pikiran antara supervisor dengan guru, guru dengan guru, mengenai usaha
meningkatkan kemampuan professional guru.
13
Dalam melaksanakan pembicaraan individual, ada beberapa tujuan yaitu:
1) Memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan
masalah yang dihadapi.
2) Mengembangkan hal mengajar yang lebih baik.
3) Memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri.
4) Menghilangkan atau menghindari segala prasangka yang bukan-bukan.
Prinsip dasar supervisi pembicaraan individual adalah pelaksanaannya
dilakukan setelah observasi, sehingga terjalin hubungan yang akrab antara guru
dengan supervisor. Tujuan dari tenik pembicaraan individual yaitu untuk
menganalisa kesulitan-kesulitan dalam belajar, baik yang ditimbulkan oleh guru
maupun oleh komponen pembelajaran yang lain. Teknik ini hendaknya dilakukan
oleh supervisor yang sudah memiliki tingkat kompetensi yang tinggi.
c. Rapat Sekolah
Seorang kepala sekolah menjalankan tugas dan peranannya berdasarkan
Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Operasional (Renops) yang telah
disusun setiap awal tahun pelajaran. Pertemuan atau rapat sekolah (meeting) yang
diagendakan oleh kepala sekolah untuk membicarakan kepentingan siswa dan
sekolah serta hal-hal yang berhubungan dengan sekolah, termasuk mengadakan
rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru, staf tata usaha, dan komite sekolah
dalam rangka kegiatan supervisi.
Prinsip dasar supervisi dari tenik rapat sekolah adalah merencanakan
bersama-sama visi, misi, orientasi dan strategi sekolah. Teknik ini bertujuan untuk
memperbaiki kualitas personil staf pengajar dan tata usaha serta program sekolah.
Pelaksanaan rapat sekolah dilakukan secara berjenjang dengan memperhatikan
kualitas efektifitas dan efisiensi.
d. In-Service Training
Untuk kepentingan peningkatan kualitas mengajar, maka seorang guru
perlu mengembangkan pengetahuan sesuai dengan profesinya dengan berbagai
macam cara. Salah satunya dengan mengadakan penataran-penataran (in-service
training). Teknik ini dilakukan melalui penataran-penataran untuk guru mata
pelajaran tertentu persektor atau gugus, perkabupaten, atau perwilayah. Mengingat
bahwa penataran pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka
14
tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut
(follow-up) dari hasil penataran tersebut.
Prinsip dasar supervisi teknik in-service training mengacu pada asas
pendidikan seumur hidup yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan tenaga
profesional, sehingga diperlukan strategi yang memadai dalam pengembangan ini.
e. Workshop/Lokakarya
Workshop atau Lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat
ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial yang bertujuan untuk
mengembangkan professional guru/karyawan. Metode ini tentunya bersifat
kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah
dan perwakilan komite sekolah.
Penyelenggaraan workshop ini tentunya disesuaikan dengan tujuan atau
urgensinya. Workshop dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja
Kepala Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat
mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan KTSP,
sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian, dan sebagainya.
Prinsip dasar supervisi teknik workshop atau lokakarya menghidupkan
kerjasama antar komponen pendidikan yang memadai. Teknik ini bertujuan untuk
memecahkan situasi dan permasalahan yang muncul di bidang pendidikan dan
pengajaran yang dalam kehidupan sehari-hari. Pengunaan teknik ini sangat
membutuhkan biaya yang cukup besar.
f. Intervisitasi
Intervisitasi merupakan teknik supervisi dengan cara saling mengunjungi
antara sesama guru yang sedang mengajar untuk mengobservasi situasi dalam
proses pembelajaran masing-masing. Kunjungan antarkelas dapat juga
digolongkan sebagai teknik supervisi secara perorangan. Kegiatan ini dilakukan
guru yang satu berkunjung ke kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu
sendiri. Melalui kunjungan antarkelas ini diharapkan guru akan memperoleh
pengalaman baru dari teman sejawatnya mengenai pelaksanaan proses
pembelajaran, pengelolaan kelas, dan sebagainya.
15
Agar kunjungan antarkelas ini dapat berhasil dengan baik dan bermanfaat,
maka harus ada beberapa hal yang diperhatikan antara lain:
1) Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan sebaik-baiknya.
2) Diupayakan agar mencari guru yang berpengalaman sehingga mampu
memberikan pengalaman baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
3) Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
4) Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan kelas.
5) Supervisor/pengawas hendaknya mengikuti acara ini denbgan cermat.
6) Amatilah apa-apa yang ditampilakn secara cermat, dan mencatatnya pada
format-format tertentu.
7) Adakan tindak lanjut setelah kunjungan antarkelas selesai. Missal, dengan
percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas tertentu.
8) Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru bersangkutan, yaitu
dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
9) Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan antar kelas
berikutnya.
g. Demonstrasi Mengajar
Metode ini dapat dilakukan oleh supervisor sendiri atau oleh guru yang ahli
untuk memperkenalkan metode mengajar yang efektif. Prinsip dasar supervisi
teknik demonstrasi mengajar adalah peningkatan didaktik dan metodik guru
sebagai tenaga pendidik.
Demonstrasi mengajar bertujuan membantu guru dalam mengembangkan
pengajaran yang efektif. Namun dalam kenyataannya jarang sekali dilaksanakan,
selain dikarenakan kurang adanya rasa percaya diri, juga tingkat pemotivasian
kepada guru yang masih rendah.
h. Bulletin Supervisi
Bulletin supervisi yang dibuat secara berkala dapat dimanfaatkan untuk
perbaikan program pendidikan dan pengajaran, bisa bulletin mingguan maupun
bulletin bulanan. Prinsip dasar supervisi bulletin adalah pemusatan hasil belajar
berdasarkan secara menyeluruh Teknik ini bertujuan untuk menciptakan
komunikasi secara internal dan bersifat pengembangan staf. Pelaksanaan Bulletin
supervisi dengan mengoptimalisasikan media cetak bagi dunian pendidikan.
16
i. Bulletin Bord
Pengumuman administratif, pengunguman supervisi, pengumuman untuk murid,
dan sebagainya.
j. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah atau
pengawas dalam rangka mengamati pelaksanaan tugas dan tanggungjawab sebagai
seorang pendidik, sehingga memperoleh data yang lebih akurat dalam rangka
pembinaan guru. Kunjungan rumah merupakan suatu metode supervisi yang “door
to door” dengan cara jemput bola kepada guru yang akan di supervisi.
Tujuannya untuk mempelajari bagaimana situasi dan kondisi kehidupan
orang yang disupervisi di rumah, terutama meneliti masalah-masalah yang secara
langsung maupun tak langsung mempengaruhi tugas dan kewajiban dari orang
yang disupervisi itu. Melalui kunjungan rumah, kepala sekolah atau pengawas
akan membantu dan meringankan permasalahan di rumah yang dialami guru.
Kunjungan rumah dapat dilakukan dengan pemberitahuan atau tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, dan biasa juga atas dasar undangan dari guru itu
sendiri.
B. Pengembangan Model Dalam Supervisi Pendidikan
Yang dimaksud dengan model dalam uraian ini adalah suatu pola, contoh, acuan
dari supervisi yang akan diterapkan. Menurut Piet A. Sahertian (2008: 34-44), ada empat
model yang berkembang dalam supervisi pendidikan yaitu:
1. Model Supervisi yang Konvensional (Tradisional)
Model supervisi yang konvensional ini tidak lain dari refleksi kondisi masyarakat
pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang
otokrat dan korektif. Pemimpin biasanya cenderung mencari-cari kesalahan yang ada pada
orang lain. Perilaku supervisi yang dilakukan dengan cara mengadakan inspeksi untuk
mencari kesalahan dan menemukan kesalahan orang lain. Bahkan terkadang bersifat
memata-matai, sehingga sering disebut supervisi yang korektif. Memang sangat mudah
untuk mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi lebih sulit lagi untuk melihat segi-segi
positif dalam hubungan dengan hal-hal yang baik.
17
Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan
adalah suatu permulaan yang tidak berhasil. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing
sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan. Akibatnya guru-guru
merasa tidak puas dan ada dua sikap yang tampak dalam kinerja guru yaitu sikap acuh tak
acuh (masa bodoh) dan sikap menantang (agresif).
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai
sekarang. Bukan berarti tidak boleh menunjukkan kesalahan, masalahnya bagaimana cara
kita mengkomunikasikan apa yang dimaksudkan sehingga para guru menyadari bahwa dia
harus memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati melihat dan menerima
bahwa ada yang harus diperbaiki dari dirinya. Jadi, caranya harus taktis paedagogis atau
memakai bahasa penerimaan bukan bahasa penolakan.
2. Model Supervisi yang Bersifat Ilmiah
Model supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri yang pertama, dilaksanakan
secara bersamaan dan kontinyu. Kedua, sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik
tertentu. Ketiga, menggunakan instrumen pengumpulan data. Dan keempat, ada data yang
obyektif diperoleh dari keadaan yang riil.
Dengan menggunakan merit ratting, check list, atau skala penilaian, para siswa
atau mahasiswa menilai proses kegiatan pembelajaran atau perkuliahan guru/dosen di
dalam ruang kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai umpan balik
terhadap penampilan mengajar guru pada semester yang lalu. Data ini tidak berbicara
kepada guru, tapi dari data tersebut diharapkan guru kemudian mengadakan perbaikan
dalam dirinya. Penggunaan alat perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian.
Namun demikian, hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk
melaksanakan supervisi yang lebih manusiawi.
3. Model Supervisi Klinis
Model supervisi klinis merupakan bentuk supervisi yang difokuskan pada
peningkatan mengajar melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan,
serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta
bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. Supervisi klinis dapat
membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata
dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
18
Supervisi klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang
bertujuan membantu pengembangan profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui
observasi dan analisis data secara obyektif serta teliti sebagai dasar untuk mengubah
perilaku mengajar guru. Tekanan dalam pendekatan yang diterapkan bersifat khusus
melalui tatap muka dengan guru pengajar. Inti bantuan terpusat pada perbaikan
penampilan dan perilaku mengajar guru.
Ada beberapa ciri dalam supervisi klinis yaitu:
a. Bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah.
b. Harapan dan dorongan supervisi timbul dari guru itu sendiri.
c. Guru memiliki satuan tingkah laku mengajar yang terintegrasi.
d. Suasana dalam pemberian supervisi penuh kehangatan, kedekatan, dan
keterbukaan.
e. Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan mengajar saja, tapi juga
mengenai aspek-aspek kepribadian guru.
f. Instrumen yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara
supervisor dan guru.
g. Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan bersifat obyektif.
h. Dalam percakapan balikan seharusnya datang dari pihak guru lebih dulu, bukan
dari supervisor.
Prinsip-prinsip dalam supervisi klinis antar lain:
a. Pelaksanaan supervisi harus berdasarkan inisiatif dari guru lebih dahulu.
b. Menciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan.
c. Menciptakan suasana bebas untuk mengemukakan apa yang dialaminya.
d. Objek kajiannya adalah kebutuhan profesional guru yang riil dan alami.
e. Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk
diperbaiki.
4. Model Supervisi Artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan
(skill), tapi mengajar juga suatu kiat (Art). Sejalan dengan tugas mengajar, supervisi juga
sebagai kegiatan mendidik. Dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan,
suatu keterampilan, dan juga suatu kiat.
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the others),
bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working
19
through the others). Hubungan antara manusia dapat tercipta apabila ada kerelaan untuk
menerima orang lain apa adanya dan adanya unsur kepercayaan. Hubungan tampak
melalui pengungkapan bahasa, dalam supervisi lebih banyak menggunakan bahasa
penerimaan dari pada bahasa penolakan.
Supervisor yang mengembangkan model artistik akan menampakkan dirinya dalam
relasi dengan guru-guru yang dibimbingnya, sehingga guru-guru merasa dirinya diterima.
Adanya perasaan aman dan dorongan positif dalam berusaha untuk maju. Sikap seperti
mau belajar mendengarkan perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan masalah-
masalah yang dikemukakan, menerima orang lain apa adanya, sehingga orang dapat
menjadi dirinya sendiri.
Beberapa ciri yang khas dari model supervisi artistik, antara lain:
a. Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan dari pada banyak
bicara.
b. Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk
memahami apa yang dibutuhkan oleh orang lain.
c. Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam rangka
mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
d. Menuntut untuk memberi perhatian yang lebih banyak terhadap proses
pembelajaran di kelas dan diobservasi pada waktu-waktu tertentu.
e. Memerlukan laporan yang menunjukkan bahwa dialog antara supervisor dan yang
di supervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan dari kedua belah pihak.
f. Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang
dimilikinya terhadap orang lain.
g. Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang
diungkapkan sehingga memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa yang
dipelajarinya.
h. Menunjukkan fakta bahwa sensivitas dan pengalaman merupakan instrumen utama
yang digunakan sehingga situasi pendidikan itu diterima dan bermakna bagi orang
yang disupervisi.
20
C. Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada
prinsip-prinsip psikologis. Suatu pendekatan supervisi sangat bergantung pada prototipe
guru. Ada satu paradigma yang dikemukakan oleh Glickman (1981) dalam Piet A.
Sahertian (2008: 44-52) untuk memilah-milah guru dalam empat prototipe guru. Ia
mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar yaitu berfikir abstrak dan
komitmen.
Kalau kedua kemampuan itu digambarkan secara silang, maka akan terdapat empat
kuadran (sisi). Tiap sisinya terdapat dua kemampuan yang disingkat A (daya abstrak) dan
K (komitmen). Tiap sisi yang terdapat di sebelah kanan garis abstrak (garis tegak
lurus/vertikal), maka komitmennya tinggi (K+). Setiap sisi yang terdapat di atas garis
komitmen (garis horizontal) daya abstraknya tinggi (A+). Sisa semuanya rendah (-),
dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Pada sisi I daya abstrak tinggi (A+) dan komitmen tinggi (K+), guru yang
semacam ini disebut guru yang profesional.
b. Pada sisi II daya abstrak tinggi (A+) tetapi komitmen rendah (K-), guru yang
semacam ini disebut guru yang tukang kritik.
c. Pada sisi III daya abstrak rendah (A-) tetapi komitmen tinggi (K+), guru yang
semacam ini disebut guru yang terlalu sibuk.
d. Pada sisi IV daya abstrak rendah (A-) dan juga komitmennya rendah (K-), guru
yang semacam ini disebut guru yang tidak bermutu.
Pendekatan dan teknik yang diterapkan dalam memberikan supervisi kepada guru-
guru berdasarkan prototipe guru tersebut berbeda-beda, antara lain:
a. Apabila guru yang profesional, maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan non-direktif. Teknik yang diterapkan berdialog dan mendengarkan
secara aktif.
b. Apabila guru yang tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kolaboratif. Teknik yang diterapkan percakapan
pribadi, dialog, dan menjelaskan.
c. Apabila guru yang tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan direktif. Teknik yang diterapkan menjelaskan, berdialog, percakapan
pribadi, dan mendengarkan secara aktif.
21
Berdasarkan kategori paradigma tersebut, maka dapat diterapkan berbagai
pendekatan dan perilaku supervisor berdasarkan data mengenai guru yang sebenarnya
memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan dan
perilaku supervisor dalam pelaksanaan supervisi pendidikan yaitu:
1. Pendekatan Langsung (Direktif)
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang bersifat
langsung. Supervisor memberikan arahan secara langsung kepada guru-guru yang di
supervisi, sehingga perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan
pada pemahaman terhadap psikologi behaviorisme yang dalam prinsipnya menyatakan
bahwa segala perbuatan berasal dari refleks yaitu respon terhadap rangsangan atau
stimulus. Oleh karena itu guru yang mengalami kekurangan, perlu diberikan rangsangan
agar dia dapat bereaksi. Seorang supervisor dapat menggunakan penguatan
(reinforcement) atau hukuman (punishment).
Perilaku supervisor dalam pendekatan direktif adalah sebagai berikut:
menjelaskan, menyajikan, mengarahkan, memberikan contoh, menetapkan tolak ukur, dan
menguatkan. Perilaku supervisor dilakukan secara bertahap, mulai dari percakapan awal
sampai dengan percakapan akhir setelah dikemukakan permasalahan yang diperoleh
melalui observasi dan interview dengan guru. Biasanya pendekatan ini diterapkan pada
guru-guru yang tidak bermutu atau acuh tak acuh.
2. Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direktif)
Pendekatan non-direktif adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang
sifatnya tidak langsung. Supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan,
tapi ia terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru.
Supervisor memberikan kesempatan yang sebanyak mungkin kepada guru untuk
mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini
berdasarkan pada pemahaman psikologi humanistik yang dalam prinsipnya menyatakan
bahwa orang yang akan dibantu itu sangat dihargai. Oleh karena itu pribadi guru yang
dibina begitu dihormati, sehingga supervisor lebih banyak mendengarkan permasalahan
yang dihadapi oleh guru dan mencoba mendengarkan serta memahami apa yang di alami
guru-guru.
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai berikut:
mendengarkan, memberikan penguatan, menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan
22
permasalahan. Perilaku supervisor dilakukan secara berkesinambungan, mulai dari
permasalahan yang di alami oleh para guru di lapangan dan kemudian dicari pemecahan
masalahnya (problem solving). Biasanya pendekatan ini diterapkan pada guru-guru yang
profesional.
3. Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan
direktif dengan pendekatan non-direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan
ini, supervisor dan guru bersama-sama dan bersepakat untuk menetapkan struktur, proses
dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi oleh
guru. Pendekatan kolaboratif didasarkan pada psikologi kognitif yang dalam prinsipnya
menyatakan bahwa belajar adalah hasil paduan antara kegiatan individu dengan
lingkungan, yang pada gilirannya nanti akan berpengaruh dalam pembentukan aktivitas
individu. Dengan demikian, pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah yaitu
dari arah atas ke bawah (top down) dan dari arah bawah ke atas (bottom up).
Perilaku supervisor dalam pendekatan kolaboratif adalah sebagai berikut:
menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan permasalahan, dan negosiasi.
Perilaku supervisor dilakukan secara bertahap, mulai dari pertanyaan awal sampai dengan
mengemukakan permasalahan yang kemudian dinegosiasi bersama-sama dan dicari
pemecahan permasalahannya. Biasanya pendekatan ini diterapkan pada guru-guru yang
tukang kritik dan guru yang terlalu sibuk.
23
BAB IV
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Supervisi adalah pengawasan profesional dalam bidang akademik yang dijalankan
berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang
pembelajaran lebih mendalam dari sekedar pengawas biasa.
Visi supervisi pendidikan adalah pandangan jauh ke depan yang dapat diciptakan
oleh supervisor dalam melihat kebutuhan-kebutuhan baik bagi pengembangan
kelembagaan maupun pengembangan personal. Sedangkan misi supervisi pendidikan
adalah untuk mengoptimalkan pencapaian sasaran akademik, yang berupa penguasaan
murid atas mata pelajaran yang diajarkan. Orientasi diartikan sebagai salah satu wacana
yang ingin dikembangkan terkait dengan tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh
supervisor dalam rangka pengembangan diri. Sedangkan strategi merupakan seperangkat
tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan dengan mengakomodasi
segenap kemampuan sekolah yang dimiliki.
Melalui supervisi akademik, ada lima langkah dalam pembinaan kemampuan guru
antara lain: menciptakan hubungan yang harmonis, analisa kebutuhan, pelaksanaan
supervisi akademik, penilaian keberhasilan supervisi akademik, dan perbaikan program
supervisi akademik.
Ada beberapa metode dan teknik supervise yang dapat dilakukan pengawas, antara
lain: teknik kelompok dan perorangan, metode langsung dan tidak langsung, kunjungan
sekolah (school visit), kunjungan kelas (class visit), pertemuan individual, rapat sekolah,
in-service training, workshop/lokakarya, intervisitasi, demonstrasi mengajar, bulletin
supervisi, bulletin bord, dan kunjungan rumah.
Ada empat model yang berkembang dalam supervisi pendidikan yaitu: model
supervisi yang konvensional (tradisional), model supervisi yang bersifat ilmiah, model
supervisi klinis, dan model supervisi artistik.
Pendekatan yang diterapkan dalam memberikan supervisi kepada guru-guru
berdasarkan prototipe guru berbeda-beda, antara lain: pendekatan direktif untuk guru yang
tidak bermutu, pendekatan non-direktif untuk guru yang profesional, dan pendekatan
kolaboratif untuk guru yang tukang kritik dan guru yang terlalu sibuk.
24
B. Saran
Di penghujung abad kedua puluh dan memasuki milenium ketiga yang ditandai
dengan era globalisasi, semua bangsa berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia,
termasuk sumber daya pendidikan. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber
daya pendidikan melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan
kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang
harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan
melalui program pendidikan prajabatan (pre-service education) maupun program
pendidikan dalam jabatan ( in-service education). Tidak semua guru yang dididik di
lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified (well training and well qualified).
Potensi sumber daya guru itu perlu terus-menerus bertumbuh dan berkembang agar
dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba
cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Itulah
sebabnya ulasan mengenai perlunya supervisi pendidikan, baik dari segi definisi, visi dan
misi, orientasi dan strategi, langkah-langkah pembinaan kemampuan guru, teknik dan
metode, serta model dan pendekatan dalam supervisi pendidikan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2004). Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Danim, Sudarwan. (2006). Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Depdikbud. (1982). Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud.
--------------. (1982). Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
--------------. (1996). Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi. Jakarta: Depdikbud.
--------------. (2003). Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Dikdasmen.
Depdiknas. (2008). Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Direktorat Tenaga
Kependidikan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Hariwung, A.J. (1989). Supervisi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Sahertian, Piet A. (2008). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sudjana, Nana. (1998). Dasar-Dasar Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Suhardan, Dadang. (2007). Supervisi Bantuan Profesional. Bandung: Mutiara Ilmu.
Sutisna, Oteng. N (1993), Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek
Profesional. Bandung: Angkasa.
http://jeperis.wordpress.com/2010/04/21/metode-dan-teknik-supervisi-pendidikan
http://gojali-pendidikan.blogspot.com/2011/03/metode-dan-teknik-supervisi-pendidikan
26
27
Top Related