BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Bilangan adalah suatu konsep matematika yang digunakan untuk
pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun lambang yang digunakan untuk
mewakili suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan. Dalam
matematika, konsep bilangan selama bertahun-tahun lamanya telah diperluas
untuk meliputi bilangan nol, bilangan negatif, bilangan rasional, bilangan
irasional, dan bilangan kompleks.
Prosedur-prosedur tertentu yang mengambil bilangan sebagai masukan
dan menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut sebagai operasi numeris.
Operasi uner mengambil satu masukan bilangan dan menghasilkan satu keluaran
bilangan. Operasi yang lebih umumnya ditemukan adalah operasi biner, yang
mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan
sebagai keluaran. Contoh operasi biner adalah penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian, perpangkatan, dan perakaran. Bidang matematika yang
mengkaji operasi numeris disebut sebagai aritmetika.
Di dalam makalah ini saya akan membahas tentang sejarah
bilangan,sampai bagaimana proses perkambangan bilangan dari zaman dulu
sampai sekarang.
1
1.2 Rumusan masalah
a. Apakah sejarah bilangan itu ?
b. Bagaimana proses perkembangan bilangan?
1.3 Tujuan pembelajaran
a. Untuk memahami tentang sejarah bilangan
b. Untuk memahami proses perkembangan bilangan
2
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 SEJARAH BILANGAN
Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Fermat
(1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange (1736-1813), A.M.
Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind (1831-1916), Riemann
(1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson (1866-1962), dan Hadamard
(1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika, Gauss begitu terpesona
terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan untuk melukiskannya, ia
menyebut teori bilangan sebagai the queen of mathematics.
Pada masa ini, teori bilangan tidak hanya berkembang sebatas konsep, tapi
juga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan konsep bilangan dalam metode
kode baris, kriptografi, komputer, dan lain sebagainya.
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk mengingat jumlah,
namun dalam perkembangannya setelah para pakar matematika menambahkan
perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk mendefenisikan bilangan
maka matematika menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan dan tak bisa
kita pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian kita akan selalu bertemu dengan
yang namanya bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan baik dalam teknologi,
sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan hiburan.
3
Bilangan dahulunya digunakan sebagai symbol untuk menggantikan suatu
benda misalnya kerikil, ranting yang masing-masing suku atau bangsa memiliki
cara tersendiri untuk menggambarkan bilangan dalam bentuk simbol diantaranya :
Simbol bilangan bangsa Babilonia:
Simbol bilangan bangsa Maya di Amerika pada 500 tahun SM:
Simbol bilangan menggunakan huruf Hieroglif yang dibuat bangsa Mesir
Kuno:
Simbol bilangan bangsa Arab yang dibuat pada abad ke-11 dan dipakai
hingga kini oleh umat Islam di seluruh dunia:
Simbol bilangan bangsa Yunani Kuno:
Simbol bilangan bangsa Romawi yang juga masih dipakai hingga kini:
Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-X ditemukanlah
manuskrip Spanyol yang memuat penulisan simbol bilangan oleh bangsa Hindu-
Arab Kuno dan cara penulisan inilah yang menjadi cikal bakal penulisan simbol
bilangan yang kita pakai hingga saat ini, seperti yang tampak dalam gambar
berikut:
A. Perhitungan primitive pada bilangan
Konsep bilangan dan proses berhitung berkembang dari jaman sebelum ada
sejarah (artinya tidak tercatat sejarah kapan dimulainya). Mungkin bisa
diperdebatkan, tapi diyakini sejak jaman paling primitif pun manusia memiliki
“rasa” terhadap apa yang dinamakan bilangan, setidaknya untuk mengenali mana
yang “lebih banyak” atau mana yang “lebih sedikit” terhadap berbagai benda,
4
beberapa penelitian terhadap binatang menunjukkan binatakan juga memiliki
“rasa” itu. Suatu suku atau suku bangsa primitif, harus tau seberapa banyak
mereka memiliki teman dan seberapa banyak musuhnya.
Sementara proses berhitung kemungkinan dimulai dari metode pencocokan
sederhana, dengan prinsip korespondensi satu-satu. Sebagai contoh saat
menghitung jumlah benda, satu jari untuk satu benda bisa jadi adalah asal-
usulnya. Proses berhitung kemudian berkembang dengan pengumpulan tongkat
kayu atau kerikil, dengan menbuat coretan di tanah atau batu, dengan membuat
catatan di kulit pohon, membuat ikatan pada ranting. Dan kemungkinan pada
tahap berikutnya, mereka mulai mencocokan bilangan dengan suara tertentu.
B. System bilangan
Ketika bilangan maupun proses berhitung sudah semakin penting, maka suatu
suku bangsa mulai mensistematiskannya, ini dilakukan dengan mengurutkan
bilangan kedalam kelompok tertentu, ukuran kelompok ditentukan oleh proses
pemasangan anggota. Sederhana koq, ilustrasi metodenya begini. Misalkan
sebuah bilangan, namakan b, dipilih sebagai basis untuk berhitung dan nama
bilangan diurutkan oleh bilangan 1,2,….,b. Nama bilangan yang lebih besar dari
b diperoleh dari kombinasi bilangan yang sudah ada.
Karena jari manusia adalah alat yang baik untuk membant proses berhitung,
tidak aneh kalau paling tepat 10 dipilih sebagai basis, nyatanya tetap dipakai
sampai hari ini di sistem bilangan modern. Lihata saja 15 adalah kombinasi 1 dan
5, demikian juga bilangan lainnya yang lebih besar dari 10.
5
Tapi terdapat bukti-bukti bahwa bilangan lain dipakai sebagai basis. Sebagai
contoh, ada penduduk asli QUEENSLAND yang berhitung “one, two, two and
one, two twos, dan much” untuk bilangan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, ini berarti 2
digunakan sebagai basis. Suku di Tierra del Fuego menggunakan 3 sebagai basis,
dan suatu suku di Amerika Selatan menggunakan 4 sebagai basis.
Mudah ditebak sistem bilangan dengan basis 5, lebih dikenal dengan skala
quinary (quinary scale), pernah digunakan cukup lama. Bahkan sampai hari ini,
beberapa suku di Amerika Selatan menghitung menggunakan tangan, ” satu, dua,
tiga, empat, tangan, tangan dan satu, tangan dan dua…” dan seterusnya. Para
petani Jerman menggunakan kalender dengan basis 5 sekitar tahun 1800.
Terdapat juga bukti bahwa 12 pernah dipakai sebagai basis di jaman dulu,
utamanya dalam hubungan ke ukuran. Basis 12 ini diduga dipakai dasar dalam
membuat kalender. Pada gambaran lain ukuran jarak satu kaki sama dengan 12
inci, selusin itu 12, setahun 12 bulan dan lain sebagainya.
Sistem bilangan dengan basis 20 juga dipakai secara luas, sistem ini
digunakan oleh orang indian di amerika dan yang tidak kalah terkenal sistem
bilangan berbasis 20 ini digunakan oleh suku Maya (itu loh suku purba yang
ngeramal kiamat tahun 2012). Jejak-jekak penggunaan sistem bilangan skala 20
juga ditemukan di Prancis, Denmark dan Wales. Sistem bilangan basis 20 ini lebih
dikenal dengan nama skala vigesimal. Dan suku Babylonia (Irak jadul)
menggunakan sistem bilangan dengan basis 60, dan masih digunakan saat ini
untuk menghitung sudut, dan waktu. Sistem bilangan ini lebih dikenal dengan
skala sexagesimal.
6
C. Tokoh-tokoh sejarah bilangan
Adapun penjelasan dari pendapat para ahli terdahulu tentang bilangan, sebagai
berikut :
Menurut Pythagoras adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani
yang paling dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai “Bapak Bilangan”, dia
memberikan sumbangan yang penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan
pada akhir abad ke-6 SM. Salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah
teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu
segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi
siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui
sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras
karena ia yang pertama kali membuktikan pengamatan ini secara matematis.
Menurut Al-Kashi terlahir pada 1380 di Kashan, sebuah padang pasir di
sebelah utara wilayah Iran Tengah. Selama hidupnya, al-Kashi telah
menyumbangkan dan mewariskan sederet penemuan penting bagi astronomi dan
matematika.
Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno selama
berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang diciptakan oleh al-
Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya besarnya yang
memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas dalam karyanya yang
berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal abad ke-15 di Samarkand.
Selanjutnya menurut Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam lahir Basrah Irak,
yang oleh masyarakat Barat dikenal dengan nama Alhazen. Al-Haytam adalah
7
orang pertama yang mengklasifikasikan semua bilangan sempurna yang genap,
yaitu bilangan yang merupakan jumlah dari pembagi-pembagi sejatinya, seperti
yang berbentuk 2k-1(2k-1) di mana 2k-1 adalah bilangan prima. Selanjutnya Al-
Haytam membuktikan bahwa bila p adalah bilangan prima, 1+(p-1)! habis dibagi
oleh p.
Fermat menuliskan bahwa “I have discovered a truly remarkable proof
which this margin is to small to contain”. Fermat juga hampir selalu menulis
catatan kecil sejak tahun 1603, manakala ia pertama kali mempelajari Arithmetica
karya Diophantus. Ada kemungkinan Fermat menyadari bahwa apa yang ia sebut
sebagai remarkable proof ternyata salah, karena semua teorema yang dia nyatakan
biasanya dalam bentuk tantangan yang Fermat ajukan terhadap matematikawan
lain. Meskipun kasus khusus untuk n = 3 dan n = 4 ia ajukan sebagai tantangan
(dan Fermat mengetahui bukti untuk kasus ini) namun teorema umumnya tidak
pernah ia sebut lagi. Pada kenyataannya karya matematika yang ditinggalkan oleh
Fermat hanya satu buah pembuktian. Fermat membuktikan bahwa luas daerah
segitiga siku- siku dengan sisi bilangan bulat tidak pernah merupakan bilangan
kuadrat. Jelas hal ini mengatakan bahwa tidak ada segitiga siku-siku dengan sisi
rasional yang mempunyai luas yang sama dengan suatu bujursangkar dengan sisi
rasional. Dalam simbol, tidak terdapat bilangan bulat x, y, z dengan sehingga
bilangan kuadrat. Dari sini mudah untuk mendeduksi kasus n = 4, Teorema
Fermat. Penting untuk diamati bahwa dalam tahap ini yang tersisa dari
pembuktian Fermat Last Theorem adalah membuktikan untuk kasus n bilangan
prima ganjil. Jika terdapat bilangan bulat x, y, z dengan maka jika n = pq.
8
D. Sejarah Bilangan Prima
Dalam sejarah Yunani kuno tercatat nama besar Pythagoras (570 – 500 SM),
ia sangat terkenal lewat `Theorem of Pythagoras` dan memunculkan bilangan
ganda 3 atau dikenal dengan istilah Pythagorean Triples yang sebenarnya telah
ada sejak 1000 tahun sebelum masa Pythagoras. Menurut catatan sejarah bangsa
Babilonia telah mengenal ganda 3 tersebut, yang terkenal dengan nama
Babylonian Triples. Di dalam Babylonian tablet Plimton 322, yang diperkirakan
berasal dari tahun 1700 S M, tercatat Babylonian Triples tersebut ketenarannya
terkalahkan oleh ketenaran nama Pythagorean Triples. Sebenarnya, diantara
keduanya terdapat perbedaan. Pada Babylonian Triples disyaratkan bahwa u dan v
sebagai generator 2uv, u2 – v2 dan u2 + v2 yang merupakan ukuran sisi-sisi
segitiga siku-siku, harus relatif prima dan tidak mempunyai faktor prima selain 2,
3 atau 5. Sebagai contoh, tiga angka seperti (56,90,106) adalah Babylonian
Triples hal ini dimungkinkan karena jika u = 9 dan v = 5 dan disubstitusikan pada
generatornya akan menghasilkan bilangan 56, 90, 106, tetapi untuk ketiga
bilangan (28,45,53) adalah bilangan Pythagorian Triples tetapi bukan Babylonian
Triple, karena untuk u = 7, u memiliki faktor prima 7 bukan 2 atau 3 atau 5.
Bilangan Prima dalam Rumusan Bilangan Sempurna, sesuai karya Euclid
dalam buku IX Elements (300 SM) diberikan bukti dari sebuah proposisi, yaitu :
Jika 2n – 1 adalah prima maka 2n – 1.(2n – 1) adalah bilangan sempurna (perfect
number).
Bukti preposisi tersebut adalah sebagai berikut :
Karena 2m – 1 adalah prima maka 2m – 1 = p dengan p prima sehingga
9
Untuk n = 2m-1.(2m – 1) dan n = 2m-1. p, dengan pembagi-pembagi : 1, 2, 22,
…, 2m-1, p, 2p, …,
2m-1.p
Jumlah pembagi-pembaginya :
1 + 2 + 22 +… + p + 2p +
… + 2m-1.p
S(n) = (1+2+22+…+2m-1).(1+p) = ( 2m-1).(1+p) = p . (1+p),
dengan p = 2 m-1 dan p+1 = 2m- 1+1=2m = p . 2m, sementara
n = 2m-1. p maka 2n = 2.2m-1 . p = 2m . p = p . 2m
Pada masa itu bangsa Yunani telah menemukan 4 bilangan sempurna yaitu 6,
28, 496 dan 8128 (Kart : 458). Berkenaan dengan bilangan sempurna ini, sekitar
2000 tahun kemudian seorang matematikawan Euler pada tahun 1947 telah
mampu menunjukkan bahwa semua bilangan sempurna yang didapat dari
rumusan di atas adalah genap. Tidak diketahui sampai hari ini apakah ada
bilangan sempurna yang ganjil. Teorema ke-20 dari buku IX The Elements
Euclide menyatakan bahwa “ Tidak ada bilangan prima yang terakhir (There is no
last Prime)”. Pernyataan ini menunjukan ketakberhinggaan bilangan prima
(Infinitude of Prime) yang dibuktikan Euclid dengan menggunakan cara
pembuktian kontradiksi.
Untuk hal tersebut perhatikanlah definisi bahwa suatu bilangan p prima jika p ¹1
dan pembagi-pembaginya hanya 1 dan p dengan demikian hanya p½p dan 1½p.
Misalkan p1, p2, p3, …, pn adalah n prima berbeda maka bilangan prima dapat
dinyatakandengan:
10
a = p1 . p2 . p3 . ….pn + 1, maka p1 ½a , karena p1 ½ p1 . p2 . p3 . ….pn dan
andaikan p1½a maka p1 ½(a - p1 . p2 . p3 . ….pn ) atau p1 ½1, tentu hal ini tidak
mungkin terjadi karena hanya 1½1 , sementara p1 prima ( p1¹ 1 ), terjadi
kontradiksi, sehingga yang benar: p1½a dan p2½a, p3½a,…, pn½a
Dengan demikian ada suatu bilangan a yang tidak terbagi oleh bilangan prima
manapun dengan pengambilan suatu n. Dalam hal ini a adalah bilangan prima
yang besarnya ditentukan oleh n. Nilai n dapat membesar sampai tak hingga.
2.2 PERKEMBANGAN TEORI BILANGAN
Sejarah perkembangan sistem bilangan berawal dari zaman Paleolitikum
atau zaman batu tua sekitar 30.000 tahun yang lalu. Tanda yang digunakan untuk
mewakili suatu angka pada zaman tersebut yakni irisan-irisan atau ukiran yang
digoreskan pada dinding gua atau pada tulang, kayu, atau batu. Satu irisan
menandakan satu benda, oleh karena itu sepuluh rusa kutub ditandai oleh sepuluh
ukiran. Banyaknya tanda berkorespondensi satu-satu dengan banyaknya benda
yang dihitung. Karena sistem yang digunakan sangat tidak praktis untuk mewakili
suatu angka,
Di Persia, pada abad kelima sebelum masehi, terjadi suatu perkembangan
sistem bilangan yakni dengan digunakannya simpul-simpul yang disusun pada
tali. Pada abad ketiga belas, suku Inca menggunakan sistem yang sama dengan
mengembangkan quipu, suatu tali yang disusun secara horizontal dimana dari tali
tersebut digantung berbagai macam benang. Jenis simpul yang digunakan,
panjang dari tali, dan warna serta posisi benang menandakan tingkatan kuantitas
satuan, puluhan, dan ratusan. Beberapa peradaban juga menggunakan sistem
11
bilangan untuk merepresentasikan banyaknya obyek yang berbeda-beda yakni
dengan menggunakan berbagai macam bebatuan, seperti bangsa Sumeria yang
menggunakan batu tanah liat yang disebut calculi bahasa latin dari calculi yakni
calculus. Tanah liat bangsa Sumeria tersebut digunakan pada abad keempat
sebelum masehi. Batu tanah liat kecil yang berbentuk kerucut mewakili
banyaknya satu obyek, yang berbentuk bola mewakili banyaknya sepuluh, dan
batu tanah liat besar yang berbentuk kerucut mewakili enam puluh.
A. Penemuan Angka
Penulisan symbol matematika pertama muncul di zaman Babylonia (sekitar
3300 sebelum masehi). Mereka menulis atau menggambar bentuk paku untuk
mewakili satu, sedangkan bentuk V mewakili sepuluh. Sembilan paku dan satu V
berarti sembilan belas. Zaman berkembang dan melahirkan berbagai peradaban
yang juga menggunakan sistem bilangan yang sama dengan bangsa Babylonia.
Bangsa Maya misalnya menggunakan garis sebagai representasi dari angka lima
dan titik yang mewakili angka satu. Mereka menuliskan 19 dengan tiga garis dan
empat titik. Bangsa Mesir kuno menggunakan garis untuk mewakili satuan,
bentuk pegangan keranjang untuk puluhan, bentuk gulungan tali untuk ratusan,
dan bentuk bunga lotus untuk mewakili ribuan. Sistem bilangan tersebut adalah
contoh sistem bilangan penjumlahan, karena nilai dari suatu angka sama dengan
jumlah nilai dari simbol yang mewakilinya. Bangsa Romawi yang menemukan
sistem biilangan Romawi juga dianggap sebagai sistem bilangan penjumlahan.
Misalnya XI berarti 10 + 1 = 11. Keunggulan dari sistem bilangan romawi ini
yakni, apabila menempatkan angka yang lebih kecil di depan sebelum bilangan
12
yang lebih besar maka akan menandakan pengurangan misalnya IX berarti 10 – 1
= 9.
B. Penemuan Sistem Nilai Tempat
Pada sistem bilangan yang telah dituliskan di atas, nilai digit hanya
mempunyai sedikit hubungan bahkan tidak sama sekali terhadap posisi di mana
mereka dituliskan. Bahkan, pada sistem bilangan romawi, meski penempatan
tertentu dapat bermakna pengurangan. I tetap berarti satu meski ditempatkan
sebelum atau sesudah X. C selalu bernilai seratus dimanapun posisinya dituliskan;
MCI berarti seribu seratus satu.Bilangan yang bergantung pada tempat yang
merupakan ciri khas dari sistem bilangan sekarang merupakan gagasan penting
pada evolusi sistem bilangan. Ide dari sistem bilangan tersebut menggunakan
sistem perkalian.
Contohnya yakni digit 2 pada kolom kedua dari kiri menandakan dua kali
sepuluh, tetapi apabila ditempatkan pada kolom ketiga dari kiri berarti dua kali
seratus. Bilangan 1 sampai 9 muncul di India pada prasasti-prasasti di abad ke-13,
namun ide dari angka 0 pada saat itu belum ditemukan. Gabungan angka yang
bergantung tempat dan ide dari angka 0 di India pada abad kelima setelah masehi,
dalam perjalanannya dari Arab ke Eropa, menghasilkan sistem bilangan baru yang
handal. Sistem yang membawa kemajuan dalam perhitungan dan perkembangan
matematika modern. Pada abad ke-9, seorang matematikawan Persia, Muhammad
Ibn Musa al-Khwarismi menulis suatu buku yang berjudul “Buku Penjumlahan
dan Pengurangan dengan Cara Bangsa India” melahirkan ide baru. Buku tersebut
menjadi terkenal di Eropa dan selanjutnya diterjemahkan ke bahasa Latin pada
13
abad ke-12 yang melahirkan kolom aritmetika, yakni menggunakan sistem simpan
dan pinjam pada metode perhitungan. Dari waktu ke waktu kolom aritmetika
dikenal sebagai algorism – nama latin dari al-Khwarismi. Dan sekarang ini, kita
menggunakan istilah algoritma.
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan
oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan
peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama
kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban
helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir
untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan
Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting
pengkajian Matematika Islam.Bertentangan dengan langkanya sumber pada
Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih
daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis
dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku
atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun
peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit
metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria
menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan
latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan
Babilonia juga merujuk pada periode ini.Sebagian besar lempengan tanah liat
14
yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi
topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan
bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu
juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan
persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi
√2 yang akurat sampai lima tempat desimal.Matematika Babilonia ditulis
menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah
diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu
jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik
dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak
seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-
tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri
menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem decimal.
C. Perkembangan macam-macam bilangan
Bilangan Bulat adalah bilangan yang terdiri atas bilangan positif, bilangan
nol, dan bilangan negatif.
Misal : ….-2,-1,0,1,2….
Bilangan asli adalah bilangan bulat positif yang diawali dari angka 1(satu)
sampai tak terhingga.
Misal : 1,2,3….
Bilangan cacah adalah bilangan bulat positif yang diawali dari angka 0
(nol) sampai tak terhingga.
Misal : 0,1,2,3,….
15
Bilangan prima adalah bilangan yang tepat mempunyai dua faktor yaitu
bilangan 1 (satu) dan bilangan itu sendiri.
Misal : 2,3,5,7,11,13,…..
(1 bukan bilangan prima, karena mempunyai satu faktor saja).
Bilangan komposit adalah bilangan yang bukan 0, bukan 1 dan bukan
bilangan prima.
Misal ; 4,6,8,9,10,12,….
Bilangan rasional adalah bilangan yang dinyatakan sebagai suatu
pembagian antara dua bilangan bulat (berbentuk bilangan a/b, dimana a
dan b merupakan bilangan bulat).
Misal: 1/2 ,2/(3 ),3/4….
Bilangan irrasional adalah bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai
pembagian dua bilangan bulat.
Misal: π, √3 , log 7 dan sebagainya.
Bilangan riil adalah bilangan yang merupakan penggabungan dari bilangan
rasional dan bilangan irrasional
Misal: 1/2 √(2 ),1/3 √5,1/4 π,2/3 log2 dan sebagainya.
Bilangan imajiner (bilangan khayal) adalah bilangan yang ditandai dengan
i, bilangan imajiner i dinyatakan sebagai √(-1). Jadi, jika i = √(-1) maka
i2= -1
D. Lambang Bilangan dan Perkembanganya
Konsep bilangan pada awalnya hanyalah untuk kepentingan menghitung dan
mengingat jumlah. Lambat laun, setelah para ahli matematika menambah
16
perbendaharaan simbol dan kata yang tepat untuk mendefinisikan bilangan,
bahasa matematika ini menjadi sesuatu yang penting dalam setiap perubahan
kehidupan. Tak pelak lagi, bilangan senantiasa hadir dan dibutuhkan dalam sains,
teknologi dan ekonomi bahkan dalam dunia musik, filosofi dan hiburan.
Berdasarkan fakta sejarah peradaban manusia, dahulu kala ketika orang
primitif hidup di Gua-gua dengan mengandalkan makanannya dari tanaman dan
pepohonan disekitar gua atau berburu untuk sekali makan, kehadiran bilangan,
hitung menghitung atau matematika tidaklah terlalu dibutuhkan. Tetapi, tatkala
mereka mulai hidup untuk persediaan makanan, mereka harus menghitung berapa
banyak ternak miliknya dan milik tetangganya atau berapa banyak persediaan
makanan saat ini, mulailah mereka membutuhkan dan menggunakan hitung
menghitung.
Pada awalnya cukuplah menggunakan konsep lebih sedikit dan lebih
banyak untuk melakukan perhitungan. Misalnya untuk membandingkan dua
kelompok ayam yang berbeda banyaknya seperti pada gambar 1.2, mereka hanya
bisa membandingkan banyak sedikitnya kedua kelompok ayam tersebut. Akan
tetapi, kepastian jumlah tentang milik seseorang atau milik orang lain mulai
dibutuhkan, sehingga mereka mulai mengenal dan belajar perhitungan sederhana.
Mula-mula, manusia menggunakan benda-benda seperti kerikil, sampul
pada tali, jari jemari, atau ranting pohon untuk menyatakan banyaknya hewan dan
kawanannya atau anggota keluarga yang tinggal bersamanya. Inilah dasar
pemahaman tentang konsep bilangan. Ketika seseorang berfikir bilangan dua,
maka dalam benaknya telah tertanam pengertian terdapat benda sebanyak dua
17
buah. Misalnya, dalam gambar 1.3 terdapat dua buah katak dan dua buah kepiting
dan selanjutnya kata “dua” dilambangkan dengan “2”.
Perkembangan selanjutnya menyatakan bilangan dengan menggunakan
contoh benda tersebut di atas dirasakan tidak cukup praktis, maka orang mulai
berfikir untuk menggambarkan bilangan itu dalam suatu lambang. Lambang
(simbol) untuk menulis suatu bilangan disebut angka.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jika dilihat dari pembahasan di atas, maka pada sejarah telah membuktikan
bahwa matematika, khususnya sistem bilangan pada awalnya tidak seragam,
berbeda di tiap suku bangsa!! Jadi matematika dalam kasus ini sistem bilangan,
sangat mirip dengan bahasa, yakni berbeda di tiap suku bangsa, tapi pada
prinsipnya bisa diterjemahkan satu sama lain.
Dan sebagaimana bahasa inggris mendominasi bahasa yang digunakan di
dunia, maka sistem bilangan basis 10 adalah yang paling banyak disepakati suku
bangsa dan menjadi sistem bilangan internasional. Tapi seperti bahasa juga,
sistem bilangan ini juga mengalami asimilasi, jadi walaupun menggunakan sistem
bilangan basis 10 (desimal), 1 tahun tetap 12 bulan dan 1 jam tetap 60 menit.
3.2 Kritik Dan Daran
Mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat khusunya bagi penulis
umumnya bagi pembaca dibidang ilmu matematika.
Dan juga penulis berharap kreitik dan saranya dari pembaca sebagai
follow up dan revisi untuk makalah selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anglin, W.S. (1994).Mathematics: A Concise History and Philosophy, Springer-
Verlag, New York.
Evans, P.J. (1970). Mathematics Creation and Study of Form California:Addison
Wesley.
Suryadi,pena,2007,sejarah bilangan, diambil : http://id.shvoong.com/social-
sciences/education/2068232-pengertian-bilangan.html. 28 september 2012
Saripudin,2006,perkembang sejarah bilangan,di ambil dari :
http://adit38.wordpress.com/2010/05/19/asal-usul-sistem-bilangan.html.
28 september 2012
20
21
Top Related