Ginjal dan Mekanisme Kerjanya
Alvin Wijaya
102011307
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, 11510
BAB I
Pendahuluan
Latar belakang
Dalam kehidupan manusia, manusia akan mengkonsumsi makanan dan zat –
zat tertentu lainnya, tidak semua yang dikonsumsi manusia tersebut sehat dan dibutuhkan
tubuh sebanyak asupannya, tubuh akan membuang zat sisa – sisa metabolisme yang
dihasilkan dari pengolahannya dan membuang zat – zat yang berbahaya bagi tubuh manusia.
Proses membuang zat – zat tersebut dari dalam tubuh, dilakukan oleh organ ginjal, yang
meliputi proses filtrasi, reabsorpsi selektif, dan sekresi. Jikalau tubuh tidak bisa membuang
zat sisa metabolisme dan zat asing tersebut, maka akan terjadi keracunan dan gangguan pada
tubuh dimana hal ini berakibat buruk kepada kesehatan. Sering kali gangguan yang muncul
adalah masalah yang terdapat pada ginjal dimana berakibat pada adanya penyakit – penyakit
yang berkaitan tentang cairan tubuh dan zat sisanya. Penyakit seperti ini harus diobati
secepatnya agar nyawanya tertolong dan juga tidak menggangu sistem tubuh lainnya. Maka
dari itu pembahasan yang mendalam dan jelas mengenai sistem kerja ginjal haruslah
diberikan dengan baik agar masyarakat mengetahuinya dengan jelas sehingga bisa menjaga
kesehatan ginjalnya.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah mencari tahu secara jelas mengenai
struktur makroskopis dan mikroskopis organ ginjal dan mekanisme kerja ginjal serta faktor –
faktor pendukungnya dalam menghasilkan dan membuang zat sisa metabolisme dan zat
asing, sehingga pengetahuan yang terintegrasi ini dapat membantu pembaca dalam menjaga
kesehatannya.
Hipotesis
1
Melihat dari skenario yang diberikan maka hipotesa saya adalah bengkak pada
kedua kaki dan perut membuat disebabkan karena gangguan keseimbangan cairan tubuh pada
organ ginjal.
Harapan
Harapan saya dalam membahas skenario ini agar para praktisi kesehatan dan
masyarakat dapat mengetahui lebih jelas mengenai struktur makroskopis dan mikroskopis
organ – organ ginjal dan mekanisme kerja ginjal serta faktor – faktor pendukungnya dalam
menghasilkan dan membuang zat sisa metabolisme dan zat asing, sehingga gangguan atau
penyakit yang akan muncul dapat dihindari dengan benar, dimana dapat memberikan kualitas
kehidupan yang optimal pada masyarakat.
Area yang akan dibahas
Dalam makalah ini saya terlebih dahulu akan membahas mengenai istilah –
istilah yang tidak dimengerti, struktur makroskopis dan struktur mikroskopis organ ginjal dan
mekanisme kerja ginjal serta faktor – faktor pendukungnya.
2
BAB II
Isi
Sebelum saya membahas mengenai skenario ini, saya akan terlebih dahulu
menulis ulang kasus yang saya dapatkan. “Seorang laki – laki usia 58 tahun datang ke rumah
sakit dengan keluhan bengkak pada kedua kaki sejak sekitar 4 bulan yang lalu. Sejak 2
minggu terakhir bengkak dirasakan semakin parah, dan perutnya mulai membuncit. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, pitting oedem dan asites.”
Dalam skenario terdapat kata pitting oedem dan asites. Pitting oedem adalah
gejala pada kulit yang ditekan akan mencekung, dan tidak langsung kembali seperti semula
dimana diakibatkan oleh meningkatnya cairan dalam ruang ekstraseluler.1 Asites adalah
penimbunan cairan serosa (mirip serum) di rongga peritoneum.2
Sistem urinaria terdiri dari organ yang memproduksi urine dan yang
mengeluarkannya dari tubuh. Sistem yang memproduksi urine terdiri dari dua buah ginjal
sedangkan sistem yang mengeluarkan urine dari tubuh adalah dua ureter yang membawa
urine ke kandung kemih untuk penampungan sementara dan uretra yang mengalirkan urine
keluar dari tubuh melalui orifisium uretra eksterna. Ren atau ginjal memiliki beberapa fungsi
yaitu:
- Mengatur konsentrasi ion – ion penting (natrium, kalium, kalsium, magnesium, sulfat,
dan fosfat)
- Mengatur keseimbangan asam – basa tubuh (melalui ekskresi ion H+, HCO3-, NH4
+,
dan produksi urine asam atau basa sesuai kebutuhan tubuh)
- Mengatur produksi sel darah merah (melalui produksi hormon eritropoietin)
- Mengatur tekanan darah (melalui produksi hormon renin)
- Mengendalikan secara terbatas konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah
- Mengeluarkan zat sisa organik (urea, asam urat, kreatinin, dan produk penguraian
hemoglobin dan hormon)
- Mengeluarkan zat beracun (polutan, zat aditif makanan, obat – obatan, dan zat kimia
asing lainnya)3
Ren atau ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna
merah tua dengan panjang sekitar 12.5 cm dan memiliki ketebalan 2.5 cm sehingga kurang
lebih sebesar kepalan tangan. Setiap ginjal memiliki berat dari 125 gram sampai 175 gram
pada laki – laki dan pada perempuan dimulai dari 115 gram sampai 155 gram. Ginjal terletak
retroperitoneal, yaitu di antara peritoneum parietale dan fascia transversa abdominis, pada
sebelah kanan dan kiri columna vertebralis. Setiap ginjal mempunyai sebuah kelenjar adrenal
3
(glandula suprarenalis) di bagian ekstremitas superiornya yang dibatasi/dipisahkan oleh
lemak perinealis. Ren sinistra terletak setinggi costa XI atau vertebra lumbal 2 – 3, sedangkan
ren dextra terletak setinggi costa XII atau vertebra lumbal 3 – 4. Ren mempunyai ekstremitas
superior dan ekstremitas inferior, jarak ekstremitas superior antara ren dextra dan sinistra
adalah 7 cm, sedangkan jarak antara extremitas inferior ren dextra dan sinistra adalah 11 cm,
dan jarak antara extremitas inferior ke crista iliaca adalah 3 – 5 cm.4 Pada ginjal terdapat 2
margo yaitu margo lateralis yang berbentuk konveks dan margo medialis yang berbentuk
konkaf. Pada margo medialis terdapat suatu celah yang disebut hilus renalis dimana
merupakan tempat masuknya pembuluh – pembuluh darah, limfe, saraf, dan ureter. Hilus
renalis ini akan dimasuki dengan urutan v. renalis, a. renalis, dan ureter, yang akan menuju ke
suatu ruangan yaitu sinus renalis.
Ginjal dibungkus oleh:
- Capsula fibrosa. Capsula fibrosa merupakan pembungkus yang langsung menempel
pada ginjal. Capsula fibrosa mudah dikelupas dan hanya menyelubungi ginjal,
glandula supra renalis tidak diselubungi
- Capsula adiposa. Capsula adiposa mengandung banyak lemak dan membungkus
ginjal serta glandula supra renalisnya. Capsula fibrosa ini terbagi menjadi 2 bagian
yaitu yang bagian depan dan belakang, bagian depan relatif lebih tipis sedangkan
bagian belakang relatif lebih tebal. Ginjal dipertahankan oleh fascia adiposa
- Fascia renalis. Fascia renalis terletak di luar capsula fibrosa dan terdiri dari 2 lembar
yaitu fascia prerenalis untuk bagian depan ginjal dan fascia retrorenalis untuk bagian
belakang ginjal, keduanya bersatu ke arah cranial dan berpisah di arah caudal
sehingga kantong ginjal terbuka ke bawah4
Ginjal terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu korteks dan medula ginjal. Pada
korteks terdiri dari berjuta – juta nefron (unit kerja ginjal)5. Selain itu, korteks ginjal terdiri
dari glomerulus dan pembuluh darah. Dalam glomerulus, darah akan disaring dan disalurkan
masuk ke dalam medula, saluran ini akan bermuara di papila renalis sehingga tampak garis –
garis pada medula yang disebut processus medullaris (ferheini). Pada medula ginjal dapat
dijumpai papila renalis yang menonjol ke calyx minor, akan berbentuk segitiga di ujungnya
yang disebut pyramid renalis (malphigi) dan di antara pyramis terdapat columna renalis
(bertini), di medula juga terdapat saluran – saluran yang menembus papila disebut ductuli
papillares (bellini) dengan area tembusannya disebut area cribriformis, ductuli merupakan
bagian medula ginjal yang paling sering ditemui, calyx minor yang terdapat pada medula
akan bergabung sebanyak 2 sampai 4 calyx minor yang akan membentuk calyx major, lalu
4
beberapa calyx major akan menjadi pyelum/pelvis renis lalu akan membentuk ureter, dan
ruangan tempat calyx yang juga merupakan ruangan bukaan dari hilus renalis disebut sinus
renalis.4
Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron, nefron yang merupakan unit
pembentuk urine. Nefron yang merupakan unit fungsional terkecil dari ginjal, terdiri atas
glomerulus dan tubuli ginjal. Glomerulus adalah gulungan kapiler darah yang dikelilingi oleh
kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula Bowman. Kapsula Bowman memiliki 2
lapisan yaitu, lapisan viseral dan parietal. Lapisan viseral kapsula Bowman merupakan
lapisan internal epitelium, sel – selnya dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti kaki) yang
berada khusus di sekitar kapiler glomerular. Kapsula Bowman dan glomerulus akan
membentuk korpuskel ginjal. Sedangkan pada lapisan parietal kapsula Bowman, dibentuk
tepi terluar korpuskel ginjal dengan dua kutubnya yaitu kutub vaskular korpuskel ginjal yang
terdapat arteriola aferen yang masuk ke glomerulus dan arteriola eferen yang keluar dari
glomerulus, dan kutub urinarius korpuskel ginjal untuk glomerulus memfiltrasi aliran yang
menuju ke tubulus kontortus proksimal (TKP). Barier filtrasi glomerular adalah barier
jaringan yang memisahkan darah dalam kapiler glomerular dari ruang dalam kapsula
Bowman. Barier ini terdiri dari endotelium kapilar, membran dasar (lamina basalis) kapilar,
dan filtration slits.
Tubulus kontortus proksimal (TKP) memiliki panjang 15 mm dengan
salurannya yang sangat berliku – liku, pada permukaan yang menghadap lumen tubulus
ditemukan sel – sel epitel kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border) untuk
memperluas area permukaan lumen. Setelah keluar dari TKP maka urine akan menuju Ansa
Henle, yang pertama kali dilalui adalah ansa Henle pars desenden (menurun) yang masuk ke
dalam medula, yang akan melanjutkan diri membentuk lengkungan yang tajam dan membalik
ke atas membentuk ansa Henle pars asenden. Pada ansa Henle ditemukan 2 jenis nefron yaitu,
Nefron korteks yang terletak di bagian terluar korteks dengan lekukan pendek yang
memanjang ke sepertiga bagian atas medula dan nefron jukstamedular yang terletak di dekat
medula dengan lekukan panjang yang menjulur ke dalam piramida medula. Urine yang sudah
melalui ansa Henle akan masuk ke dalam tubulus kontortus distal (TKD) dengan saluran
panjang 5 mm yang juga sangat berliku dan akan membentuk segmen terakhir nefron. Di
sepanjang jalurnya, TKD bersentuhan dengan dinding arteriol aferen, bagian TKD yang
bersentuhan ini mengandung sel – sel termodifikasi yang disebut macula densa yang
berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.
Sedangkan pada dinding arteriol aferennya mengandung sel – sel otot polos termodifikasi
5
yang disebut sel jukstaglomerular, sel ini distimulasi oleh penurunan tekanan darah untuk
memproduksi renin. Jadi dalam pengaturan darah diatur oleh aparatus jukstaglomerular yang
terbentuk dari macula densa, sel jukstaglomerular, dan sel mesangium yang saling bekerja
sama. Perjalanan terakhir urine di ginjal akan menuju tubulus dan duktus kolegentes. Tubulus
kolegentes akan membentuk duktus kolegentes, lalu duktus kolegentes akan membentuk tuba
yang lebih besar untuk mengalirkan urine menuju ke dalam calyx minor. Dari calyx minor
akan bermuara ke pelvis ginjal melalui calyx major, kemudian pelvis ginjal akan mengalirkan
urine ke ureter yang akan ditampung sementara di kandung kemih.3
Ginjal mendapat pendarahan dari a. renalis cabang dari aorta abdominalis
setinggi vertebra lumbal 1 – 2. A. renalis dextra lebih panjang daripada a. renalis sinistra
karena harus menyilang v. cava inferior di belakangnya. A. renalis masuk ke dalam hilus
renalis dan mempercabangkan 2 cabang besar yaitu yang berjalan ke depan ginjal dimana
memperdarahi ginjal bagian depan dan ke belakang ginjal dimana memperdarahi ginjal
bagian belakang. Cabang yang menuju ke ginjal depan lebih panjang daripada yang menuju
ke ginjal belakang, namun keduanya tetap akan bertemu di tepi lateral ginjal yaitu di garis
tengah ginjal yang disebut garis Broedel. Pembedahan pada ginjal dilakukan di garis Broedel
ini, dikarenakan perdarahannya yang minimal. A. renalis akan berjalan di antara lobus ginjal
dan bercabang menjadi a. interlobaris. A. interlobaris berada pada perbatasan korteks dan
medula yang akan bercabang lagi menjadi a. arcuata yang mengelilingi korteks dan medula
sehingga disebut a. arciformis. A. arcuata/a. arciformis mempercabangkan a. interlobularis
dan berjalan sampai tepi ginjal (korteks) yang kemudian akan mempercabangkan vasa
afferens yaitu glomerulus dan dalam glomerulus akan membentuk anyaman
rambut/pembuluh kapiler sebagai vasa efferens yaitu tubuli contorti. Sedangkan untuk
pembuluh balik pada ginjal mengikuti nadinya mulai permukaan ginjal sebagai kapiler dan
kemudian berkumpul di v. interlobaris = vv. stellatae (verheyeni). Dari v. interlobularis akan
menuju v. arcuata, lalu ke v. interlobaris kemudian menuju v. renalis dan berakhir di v. cava
inferior.4
Nefron pada ginjal dapat digolongkan berdasarkan letak korpuskel dalam
korteks dan panjangnya ansa henle. Berdasarkan letak korpuskel dalam korteks dibagi
menjadi 2 yaitu, kapsular atau superfisial dan korteks tengah atau jukstamedular. Sedangkan
berdasarkan panjangnya ansa henle dibedakan menjadi 2 juga yaitu, nefron pendek (korteks)
yang meluas sampai ke zona luar medula (outer medulla) dan nefron panjang (jusktamedular)
yang meluas sampai zona dalam medula (inner medulla) bahkan dekat puncak papila, lebih
banyak terdapat nefron pendek dari pada nefron panjang. Nefron sendiri terbagi menjadi 2
6
bagian besar yaitu korpuskel ginjal untuk memfiltrasi plasma dan tubulus renalis untuk
reabsorpsi selektif dan sekresi urine menuju tubulus koligentes. Korpuskel renalis terdiri dari
2 kutub yaitu, kutub vaskular tempat masuknya arteriola aferen dan keluarnya arteriola eferen
dan kutub urinarius tempat bermulanya tubulus kontortus proksimal. Korpuskel renalis
mempunyai lamina basal tebal yang bekerja sebagai barier filtrasi dengan sel – sel mesangial
yang melekat ke kapiler berguna untuk membersihkan lapisan basal. Kapsula glomerulus
terdiri dari 2 lapis epitel membran yaitu lapisan parietal luar yang membentuk dinding
korpuskel luar dan lapisan parietal dalam yang melapisi kapiler – kapiler. Pada lapisan
viseralnya juga ditemukan podosit dan perluasan kaki pedikel yang membentuk celah
filtrasi/filtration slits. Pada glomerulus terdapat arteriol dengan kapiler darahnya yang
mengandung pori – pori disebut fenestrata berfungsi untuk ultrafiltrasi. Aparatus
jukstaglomerular terletak di atas badan malphigi, yang terdiri dari, sel – sel jukstaglomerulus
yang menghasilkan renin, sel – sel mesangial ekstraglomerular/sel polkisen/sel lacis yang
menghasilkan eritropoietin, dan makula densa sebagai sensor osmolaritas cairan di TKD
terhadap natrium.
Tubulus kontortus proksimal berada di korteks ginjal dengan epitel kuboid
rendah dan inti bulat yang saling berjauhan. TKP bersifat asidofil dengan lumennya yang
tidak jelas karena brush border. TKP berfungsi sebagai absorpsi makromolekul dari filtrat
glomerulus dan transport ion. Ansa henle terdapat di korteks dan medula ginjal, terdiri dari
ansa henle pars desenden yang bergerak menurun dengan dinding tipisnya dan serupa dengan
TKP, lengkung ansa henle yang berada di tengah dan disebut juga titik isoosmolar, mirip
kapiler namun tidak terdapat darah di lumennya, dan ansa henle pars asenden yang bergerak
ke atas dengan dinding tebalnya dan serupa dengan TKD. Fungsi utama ansa henle adalah
untuk reabsorpsi air dan ion – ion. Tubulus kontortus distalis terletak di korteks ginjal dengan
epitel selapis kuboid rendah dan bersifat basofil. TKD memiliki inti sel yang saling
berdekatan dan lumennya jelas dan lebih lebar daripada TKP karena tidak terdapat brush
border. Terdapat pula makula densa yang menempel di TKD dekat glomerulus. Fungsi utama
TKD adalah untuk reabsorpsi dan sekresi/ekskresi. Duktus koligentes terdapat di berkas
medula dan medula sendiri. Duktus koligentes memiliki diameter 40 um dengan epitel
kuboid/torak yang memiliki sitoplasma pucat dan batas selnya jelas.6
Kerja utama ginjal adalah filtrasi, reabsorpsi selektif, dan sekresi. Filtrasi
dilakukan di glomerulus, reabsorpsi selektif dilakukan di TKP, ansa henle, dan TKD, dan
sekresi dilakukan di TKP dan TKD. Proses filtrasi di glomerulus merupakan proses pertama
dan utama di ginjal dikarenakan jika tidak terjadi filtrasi maka tidak akan dihasilkan urine.
7
Glomerulus memiliki 3 membran filtrasi yaitu dinding kapiler glomerulus, membrana basalis,
dan kapsula Bowman. Proses filtrasi akan menyaring plasma menjadi plasma yang bebas dari
protein, sebenarnya masih terdapat protein dalam jumlah sedikit namun tidak terdeteksi jika
dilakukan pemeriksaan laboratorium. Filtrasi dapat berjalan juga dengan bantuan adanya
gaya – gaya Starling yang terdiri dari 3 macam tekanan yaitu, tekanan hidrostatik glomerulus
(utama) yang mendorong filtrasi, tekanan hidrostatik kapsula Bowman yang melawan filtrasi,
dan tekanan osmotik glomerulus yang menyaring protein sehingga disebut tekanan onkotik
(protein plasma). Tekanan hidrostatik kapiler glomerulus bergantung pada tekanan darah,
aliran darah ginjal, dan diameter arteriola aferen eferen. Tekanan darah dan aliran darah
ginjal yang meningkat, akan meningkatkan pula tekanan hidrostatik kapiler glomerulus,
sehingga semakin banyak urine yang terbentuk, namun pada diameter kapiler aferen eferen
merupakan kebalikannya, ketika tekanan meningkat maka diameter kapiler aferen eferen
akan konstriksi dan sebaliknya. Pada tekanan onkotik plasma terdapat beberapa keadaan yang
dapat mempengaruhinya seperti luka bakar luas maka protein akan menurun sehingga filtrasi
menjadi meningkat dan dehidrasi maka protein akan meningkat sehingga filtrasi menjadi
menurun. Tekanan hidrostatik kapsula Bowman juga akan terpengaruh jika terjadi sumbatan
di bagian distal.
Dikarenakan banyak faktor yang bisa mengganggu filtrasi maka tubuh
mempunyai mekanisme khusus untuk menstabilkannya yaitu mekanisme autoregulasi.
Autoregulasi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal terdiri atas 2 yaitu, mekanisme miogenik dan tubuloglomerular feedback, sedangkan
faktor eksternal terdiri dari saraf otonom. Mekanisme miogenik merupakan mekanisme yang
mengatur keadaan otot polos pada pembuluh darah arteriol aferen yang berbanding lurus dari
peningkatan tekanan darah. Jika tekanan darah meningkat maka a. aferen akan berkontraksi
sehingga pembuluh darah menjadi mengecil dan darah yang mengalir pun sedikit sehingga
tekanan darah akan menurun perlahan, dan berlaku sebaliknya jika tekanan darah menurun
maka a. aferen akan berdilatasi sehingga pembuluh darah membesar dan darah yang mengalir
banyak sehingga tekanan darah akan dinaikkan kembali secara perlahan. Tubuloglomerular
feedback berguna untuk mempertahankan GFR, tekanan darah, dan volume darah. Sistem
tubuloglomerular feedback akan dimulai ketika tekanan darah sistemik menurun yang
mengakibatkan GFR pun turun dan mempengaruhi arus filtrat karena tekanan darah menurun
tersebut. Ketika arus yang ada kecil maka durasi reabsorpsi menjadi lebih lama karena arus
kecil tersebut alirannya pelan maka reabsorpsi Na+ pun menjadi lebih lama sehingga menurun
kadarnya, dan kadar Na+ yang menurun ini akan terdeteksi oleh macula densa. Pada saat Na+
8
yang rendah terdeteksi oleh macula densa maka akan mengeluarkan renin untuk
mengaktifkan RAS (Renin Angiotensin System), RAS merupakan sistem untuk
meningkatkan kembali tekanan darah yang rendah. RAS yang aktif akan meningkatkan
aldosteron sebagai hasil akhirnya, aldosteron yang meningkat akan meningkatkan reabsorpsi
Na+ kembali di TKD. Na+ merupakan ion yang memiliki daya osmotik, bisa menarik air
secara langsung, dan juga Na+ merupakan ion yang dapat menarik Cl- secara pasif sehingga
air dan Cl- pun ikut meningkat reabsorpsinya dikarenakan Na+ yang meningkat. Setelah Na+,
Cl-, dan air meningkat, maka tekanan darah, arus darah dan GFR akan kembali meningkat.
Berikut adalah tabel mengenai reabsorpsi dan sekresi di ginjal, setelah urine
melewati proses filtrasi di glomerulus dan kapsula Bowman.
No
Tubulus Proksimal (secara
obligat)Ansa Henle Tubulus
Distal
(secara
fakultatif)
Duktus
Koligens
(secara
fakultatif)Reabsorpsi Sekresi
Pars
Desendens
(hiperosmotik)
Pars Asendens
(hipoosmotik)
1. Glukosa &
Asam amino:
100%, ko-
transport Na+
H+:
bergantun
g pada
keasaman
cairan
tubuh
Air: 15%
direabsorpsi
secara
osmotik, tidak
dapat
dikendalikan
NaCl: 25%
direabsorpsi
secara aktif,
tidak dapat
dikendalikan
Na+:
kendali
oleh
aldosteron
, Cl- ikut
secara
pasif
Air:
kendali
oleh ADH
2. Na+: secara
aktif, 67%
atau 2/3,
tidak dapat
dikendalikan,
Cl- ikut
secara pasif
Ion
organik:
tidak dapat
dikendalik
an
NaCl
(kemungkinan)
: sekresi pasif,
tidak dapat
dikendalikan
Bagian ini
impermeabel
terhadap
substansi lain
K+:
kendali
oleh
aldosteron
H+:
dipengaru
hi oleh
faktor pH
cairan
tubuh
3. PO4- &
elektrolit:
Air:
kendali
9
bervariasi,
tidak dapat
dikendalikan
oleh
aldosteron
4. Air: 67%
atau 2/3,
tidak dapat
dikendalikan
H+:
dipengaru
hi oleh
faktor pH
cairan
5. Urea: secara
pasif, tidak
dapat
dikendalikan
6. K+: 100%,
tidak dapat
dikendalikan
Pada filtrasi terdapat tekanan tekanan yang menyebabkan bisa terjadi filtrasi
tersebut. Bermula dari tekanan darah di jantung, sekitar 40 persen akan sampai ke kapiler
(artreriol aferen nefron). Tekanan yang sampai ke kapiler ini akan dilawan oleh tekanan
intratubuler sebesar 10 mmHg, menjadi tekanan hidrostatik efektif. Tekanan hidrostatik
efektif tidak berubah sepanjang seluruh kapiler glomeruli. Selanjutnya terdapat tekanan
onkotik di daerah tubulus sebesar 0 mmHg, di kapiler pada permulaannya sebesar 20 mmHg,
dan di kapiler pada akhir glomerulus sebesar 35 mmHg. Selisih hasil dari tekanan hidrostatik
efektif dengan tekanan onkotik di kapiler pada permulaannya akan menyebabkan terjadinya
filtrasi. Filtrasi akan berlangsung di kapiler aferen sampai eferen, selama selisih tersebut
masih ada, dan akan berhenti ketika tekanan tersebut sudah saling tidak berselisih.
Mekanisme autoregulasi akan mengatur tekanan hidrostatik kapiler tetap normal ketika
terjadi perubahan tekanan darah. Mekanisme autoregulasi diatur oleh sistem saraf intrinsik
dan faktor – faktor humoral seperti angiotensin II, prostaglandin intrarenal (Pg), dan
vasopressin dari hipofise posterior. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat, Pg
intrarenal merupakan vasodilatator potent, dan vasopressin/ADH/pitressin akan aktif dalam
arteriol juxtamedularis. Faktor – faktor yang mempengaruhi filtrasi adalah tekanan darah,
10
peningkatan atau penurunan tekanan, obstruksi jalan arteri yang menuju ke glomerulus,
peningkatan tekanan interstisiil oleh proses peradangan, dan peningkatan tekanan intratubuler
oleh penyumbatan dalam ductus colligentes, ureter, dan uretra. Hasil dari filtrasi disebut
filtrat atau urine primer, filtrat ini mengandung zat – zat yang masih dibutuhkan tubuh dan zat
– zat yang harus dibuang. Zat – zat yang masih dibutuhkan tubuh misalnya, air, glukosa,
asam amino, dan elektrolit, sedangkan zat – zat yang harus dibuang misalnya, urea, kreatinin,
dan asam urat.
Minum air sedikit atau banyak akan sangat mempengaruhi jumlah dan
kepekatan urine yang keluar. Jika minum banyak air maka plasma darah akan menjadi encer
akibatnya osmoreseptor dalam hipotalamus akan terangsang beserta hipofise posterior. Ketika
hipofise posterior mendapat rangsangan plasma darah encer maka sekresi ADH akan
dihambat sehingga reabsorpsi air secara fakultatif akan menurun maka akan dikeluarkan
urine yang besar volumenya dan encer kepekatannya (kurang dari 285 mOsm/L, kadar
normal 285 – 295 mOsm/L), dan berlaku sebaliknya. ADH memiliki pengaruh terhadap
alkohol dan stress operasi & obat anestesi. Alkohol akan menurunkan sekresi ADH yang
diikuti reabsorpsi fakultatif akan menurun juga sehingga volume urine meningkat, sedangkan
stress operasi dan obat anestesi akan meningkatkan sekresi ADH yang diikuti reabsorpsi
fakultatif akan meningkat juga sehingga volume urine pun menjadi menurun. Pada kasus
setelah operasi, pasien tidak bisa buang air kecil, namun hal ini hanya dikarenakan stress
sehingga tidak perlu diberi infus dan dianggap kekurangan air karena nanti ketika stressnya
reda, pasien dapat buang air kecil sendiri. Pada proses reabsorpsi terdapat zat – zat dengan
ambang batas tinggi (high renal threshold) dan zat – zat dengan ambang batas rendah (low
renal threshold). Zat dengan ambang batas tinggi adalah zat yang seluruhnya atau hampir
sebagian besar akan direabsorpsi kembali sedangkan zat dengan ambang batas rendah adalah
zat yang sedikit atau hampir tidak diserap kembali. Zat dengan ambang batas tinggi misalnya,
asam amino, glukosa, dan elektrolit. Zat dengan ambang batas rendah misalnya, urea,
kreatinin, dan asam urat.
Sekresi dilakukan sebagian besar di tubuli distal dan sebagian kecil di tubulus
proksimal. Zat – zat yang disekresi secara aktif adalah, kreatinin, asam urat, K+, H+, ion – ion
anorganik, dan zat asing. Proses aktif yang terjadi pada sekresi akan memerlukan energi yaitu
dengan bantuan zat pembawa (carier) suatu protein, energi yang di dapat berasal dari hasil
oksidasi suksinat, siklus asam sitrat atau oksidasi makanan. Proses sekresi terjadi di TKP dan
TKD. Pada TKP terjadi melalui tahap – tahap berikut ini yaitu:
11
1. CO2 dan H2O dari darah akan berdifusi masuk ke dalam TKP
2. Di TKP, CO2 dan H2O akan membentuk H2CO3 dengan bantuan enzim carbonic
anhidrase
3. H2CO3 akan mengalami ionisasi menjadi H+ dan HCO3-, H+ akan berdifusi ke dalam
lumen tubulus dan HCO3- akan berdifusi ke dalam darah
4. Dalam lumen tubulus H+ akan bergabung dengan HCO3- hasil dari filtrasi glomeruli
membentuk H2CO3. Lalu H2CO3 akan dipecah menjadi H2O dan CO2 yang akan
masuk menuju TKP
5. Dikarenakan H+ dari TKP sudah masuk ke dalam lumen tubulus maka keadaan dalam
lumen tubulus menjadi terlalu asam dan juga TKP kekurangan ion positif maka Na+
dari lumen tubulus akan masuk ke dalam TKP menggantikan ion H+
6. Na+ dari TKP akan berdifusi keluar menuju darah untuk bergabung dengan ion HCO3-
membentuk NaHCO3. Jadi pada TKP terjadi sekresi H+ sekitar 80 – 85% dan sisanya
15 – 20% terjadi di TKD dan reabsorpsi NaHCO3
Pada TKD akan terjadi sekresi juga melalui tahap – tahap berikut ini, ini
adalah tahap sekresi H+ sisa dari TKP:
1. CO2 dan H2O dari darah akan berdifusi masuk ke dalam TKD
2. Di TKD, CO2 dan H2O akan membentuk H2CO3 dengan bantuan enzim carbonic
anhidrase
3. H2CO3 akan mengalami ionisasi menjadi H+ dan HCO3-, H+ akan berdifusi ke dalam
lumen tubulus dan HCO3- akan berdifusi ke dalam darah
4. Di lumen tubulus pada dasarnya sudah ada hasil filtrasi dari glomerulus yaitu 2Na+ +
HPO4-2 dengan pH 7,4, namun ketika H+ masuk ke lumen tubulus, pH menjadi lebih
asam menjadi 6,0 karena ion H+ yang bersifat asam dan juga ion H+ bergabung
dengan reaksi yang sudah ada menjadi Na+ + H+ HPO4-2, yang akan dibuang ke urine
5. Tidak semua Na+ yang terbentuk akan dibuang ke urine sehingga ada Na+ yang akan
masuk kembali ke TKD dan keluar ke darah bergabung dengan HCO3- menjadi
NaHCO3
Pada TKD sekresi yang kedua adalah penghabisan sekresi H+ ketika fosfat
sudah habis, tahap – tahapnya seperti berikut:
1. CO2 dan H2O dari darah akan berdifusi masuk ke dalam TKD
12
2. Di TKD, CO2 dan H2O akan membentuk H2CO3 dengan bantuan enzim carbonic
anhidrase
3. H2CO3 akan mengalami ionisasi menjadi H+ dan HCO3-, H+ akan berdifusi ke dalam
lumen tubulus dan HCO3- akan berdifusi ke dalam darah
4. Pada TKD terdapat hasil deaminasi asam amino menjadi NH3, NH3 yang terdapat di
TKD akan berdifusi keluar ke lumen tubulus
5. H+ dan NH3 yang masuk ke dalam lumen tubulus akan bergabung membentuk NH4+.
Pembentukan NH4+ yang meningkat terjadi pada keadaan asidosis, dan sebaliknya jika
pembentukan NH4+ yang menurun terjadi pada keadaan alkalosis
6. Pada lumen tubulus terdapat Na+, namun ketika H+ sudah masuk keadaan dalam
lumen tubulus menjadi terlalu asam sehingga mendorong Na+ keluar ke TKD dan
menuju darah diikuti secara pasif oleh Cl-
7. Na+ yang keluar ke darah akan bergabung dengan HCO3- membentuk NaHCO3
Ginjal menghasilkan hormon dan zat – zat yang akan mempengaruhi organ
atau jaringan lain yaitu:
1. Renin. Hormon renin dihasilkan oleh sel jukstaglomerular jika ginjal mengalami
iskemia. Sekresinya dirangsang oleh volume arteri yang menurun, Na+ menurun pada
nefron bagian distal, dan hipokalemia. Renin membantu angiotensinogen menjadi
angiotensin I (sedikit menaikkan tekanan darah). ACE (angiotensin converting
enzyme) membantu mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II (besar menaikkan
tekanan darah)
2. Prostaglandin. Bekerja sebagai vasodilatator pada pembuluh darah sehingga memiliki
efek menurunkan tekanan darah
3. Lipid antihipertensi. Berasal dari medula ginjal dan merupakan lipid netral (bukan PG
atau hormon)
4. Kininogen. Mempunyai sifat antihipertensi
5. Eritropoietin dan eritrogenin. Mempengaruhi pembentukan sel – sel darah merah
6. 1,25 di OH cholecalciferol. 25 – OH D3 (hormon kalsitonin) yang menurunkan kadar
Ca dalam darah akan diubah menjadi 24,25 di-OH-D3 (tidak aktif) dan 1,25 di-OH-
D3 (paling aktif) dimana meningkatkan kadar Ca dalam darah
13
BAB III
Penutup/Kesimpulan
Pitting oedem dan asites dapat disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan tubuh pada ginjal. Gangguan yang ada sebagian besar disebabkan oleh
proses filtrasi yang terjadi di glomerulus dan kapsula Bowman, karena urin tidak aka
terbentuk ketika filtrasi tidak ada.
14
Daftar Pustaka
1. Fauci AS, dkk. Harrison's principles of internal medicine. 17th edition. Columbus:
McGraw-Hill Professional, 2008.h.213
2. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2009.h.657
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Edisi ke-1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2003.h.318-29
4. Kasim YI. Buku ajar traktus urogenitalis. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, 2012.h.20-5
5. Aziz MF, Witjaksono J, Rasjidi I. Panduan pelayanan medik: model interdisiplin
penatalaksanaan kanker serviks dengan gangguan ginjal. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008.h.29
6. Fawcett DW. Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2002.h.650-76
7. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2009.h.553-93
15