Makalah Pancasila“Peran Pendidikan Pancasila dalam
Pembentukan Perilaku yang Normatif”
Nama : Yessy Noviyanti Kawi
NIM : 023132230
Fakultas Ekonomi
Universitas Trisakti Jakarta
I. Latar Belakang
Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan
dasar pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar
negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Pancasila memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap bangsa dan negara ini dimana kondisi
dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama,
bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda
satu sama lain namun mutlak harus dipersatukan. Selain berperan sebagai pemersatu,
Pancasila juga memiliki peran sebagai pembentuk karakter generasi bangsa, salah
satunya melalui bidang pendidikan yaitu pendidikan pancasila.Pendidikan pancasila
ini bertujuan agar mahasiswa menjadi manusia yang iman dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan dapat hidup dalam masyarakat majemuk. Karakter berkaitan
dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang berkarakter’
adalah orang punya kualitas moral (tertentu) yang positif. Dengan demikian,
pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti membangun sifat
atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif
atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk pula.
Pendidikan bertujuan supaya orang menjadi terampil dan cerdas dibidangnya.
Pendidikan diharapkan dapat membina orang-orang agar dapat menguasai
pengetahuan, teknlogi, keterampilan, dan moral etika bagi peningkatan daya saing
manusia sebagai individu, maupun sebagai masyarakat global. Berdasarkan UU no.
20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pasal 2 menyatakan bahwa
“pendidikan Nasional Berdasarkan pancasila dan UUD 1945 ”. Pendidikan pancasila
memberikan pambelajaran tentang pancasila yang digunakan untuk mengatur seluruh
tatanan dalam kehidupan bernegara. Artinya, dengan pendidikan ini segala sesuatu
yang berhubungan dengan ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia
harus berdasarkan pancasila.
Pelajar maupun mahasiswa merupakan calon penerus bangsa yang
diharapkan dapat membangun dan memajukan bangsa dengan menerapkan nila-nilai
didalam Pancasila. Namun, dalam perjalannya arus globalisasi yang masuk ke
indonesia berdampak pada pola pikir dan gaya hidup mereka. Sering kali pelajar
1
ataupun mahasiswa terkait dalam persoalan kerusuhan dan tak sedikit pula dari
mereka yang menjadi provokator dalam aksi-aksi kerusuhan tersebut. Aksi-aksi
anarki dan serangkaian perilaku tersebut tidaklah mencerminkan perilaku orang
terdidik. Padahal didalam butir-butir Pancasila yang telah disusun sedemikian rupa
terdapat nilai-nilai budi pekerti yang diharapkan dapat memacu remaja untuk
berprestasi, berkreasi dan memaknai pancasila sebagai sebuah pondasi yang
terinternalisasi kedalam jiwa dan prilaku mereka sehingga bisa meminimalisir
perilaku dan tindakan yang tidak diinginkan oleh para pejuang-pejuang terdahulu.
Merupakan hal yang perlu disadari bahwa masa depan sebuah bangsa
ditentukan oleh anak bangsa itu sendiri dimana dalam hal ini generasi muda tersebut
adalah pelajar ataupun mahasiswa. Apabila kalau ternyata generasi bangsanya
mengalami degradasi moral, tak diragukan lagi bahwa generasi mudanya akan
hancur begitu pula dengan masa depan bangsa itu, sebaliknya kalau bagus generasi
mudanya berprestasi tinggi, berpikiran kreatif, dan memiliki moral tingkah laku yang
baik, maka cemerlang pula masa depan bangsa tersebut.
Indonesia sebagai sebuah negera hasil jerih payah generasi terdahulu dengan
perang fisik antara leluhur dan pejuang bangsa kita melawan penjajah, telah
disayangkan bahwa mayoritas anak bangsa ini justru membuat redupnya harapan
masa depan. Hal ini dikarenakan banyak perilaku anak bangsa yang tidak
mencerminkan perilaku yang normatif, seperti anak bangsa yang jadi pejabat
menghiasi dirinya dengan korupsi dan manipulasi, anak bangsa yang jadi pedagang
menari meraup keuntungan dengan merekayasa timbangan, anak bangsa yang jadi
selebritis dengan ringannya berbuat sek bebas dan berusaha di publikasikan supaya
menjadi konsumsi anak bangsa yang lainnya. Tidak hanya itu saja, dunia pelajar juga
telah diracuni oleh berbagai tindakan-tindakan dan perilaku yang dirasa
menghancurkan kebanggaan bangsa. Remaja dan pemuda malah asik tawuran,
mabuk-mabukan, geng motor yang anarkis dll, bahkan kalangan penegak hukum
seperti polisi, jaksa dan pengacara menjadi terpidana dan penjahat kejaran hukum.
Mereka ingin semuanya serba cepat, instan dan gampang untuk meraihnya.
Perlu diketahui bahwa untuk menjaga nama baik dan citra bangsa kita
bukanlah dengan meniru bangsa lain yang “lebih maju” dalam berbagai aspek namun
2
bagaimana kita melakukan improvisasi seperti citra dan kebudayaan bangsa kita
yang kita memiliki. Kemajuan suatu bangsa bukanlah keberhasilan mengikuti budaya
bangsa lain, tapi kemampuan kita menterjemahkan nilai-nilai pancasila yang menjadi
falsafa bangsa ini kedalam berbagai aspek sehingga kita pun memiliki jati diri yang
bermartabat yang tak dimiliki oleh bangsa lain. Gaya dan pola hidup model barat,
sudah seharusnya segera kita tinggalkan dengan gaya hidup budaya ketimuran yang
kita miliki. Memaksimalkan nilai-nilai pancasila haruslah dibantu dengan pelatihan,
saran dan juga pendidikan moral pancasila.. Tidak hanya itu, hal ini juga tergantung
iktikad baik personal bangsa ini bagaimana membangun negri ini dengan setulus hati
dan memahami nilai-nilai pancasila yang telah menjadi falsafah bangsa ini.
Dalam mengahadapi masalah yang begitu rumit dan komplek seperti di atas
dibutuhkan pendidikan karakter yang dibangun melalui pendidikan, yang melibatkan
berbagai elemen bangsa terlebih sebagai pemangku kepentingan seperti pendidikan
pancasila misalnya. Dengan manajemen yang seperti ini diharapkan dapat
meminimalisir dan menangkal kekacauan yang terjadi saat ini. Pendidikan pancasila
diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda yang tidak hanya cerdas
namun juga berkarakter. Maksudnya adalah generasi muda yang tidak hanya
berkompeten tatapi juga perduli terhadap kemajuan Indonesia.
Pendidikan pancasila sangatlah penting bagi para generasi muda Indonesia
agar dapat terbentuk karakter yang unggul dan bereakhlak mulia. Sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan dan santun dalam bermasyarakat berbangsa dan
bernegara. Karena karakter merupakan nilai – nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perhatian, dan perbuatan berdasarkan norma – norma agama, hokum, tatakrama,
budaya dan adat istiadat.Sehingga tidak akan ada lagi tindak kriminal seperti kasus
korupsi dan lainnya.
3
II. Pembahasan
Setiap orang tua baik Ibu dan Bapak kandung kita tentu telah mengharapkan
anaknya kelak akan menjadi orang yang sukses. Ibu berharap kepada anaknya kelak
menjadi sorang dokter, sementara Ayah berharap kepada anaknya kelak menjadi
seorang insinyur. Keseluruhan diatas tidak terlepas dari yang namanya Pendidikan,
karena pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya sadar dari suatu masyarakat
dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan
generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna
(berkaitan dengan kemampuan spritual), dan bermakna (berkaitan dengan
kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengatasi hari depan mereka
yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa,
negara dan hubungan internasionalnya (Rukiyati, M.Hum., dkk, 2008:2).
Pendidikan pancasila memberikan pambelajaran tentang pancasila yang
digunakan untuk mengatur seluruh tatanan dalam kehidupan bernegara. Artinya,
dengan pendidikan ini segala sesuatu yang berhubungan dengan ketatanegaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus berdasarkan pancasila. Hal ini juga
berarti bahwa pendidikan ini juga mengajarkan bahwa semua peraturan yang berlaku
di Negara Republik Indonesia harus bersumber pada pancasila.
Pendidikan ini mengajarkan tujuan yang hendak dicapai bangsa indonesia,
yaitu masyarakat yang adil dan makmur, merata secara material dan spiritual.
Dimana pancasila meru pakan wadah atau sarana Negara Republik Indonesia yang
merdeka,berdaulat dan bersatu dalam suasana perikehidupan bangsa yang tenteram,
tertib, damai dan dinamis. Pendidikan pancasila mengajarkan kebaikan dan
kemanfaatan diri dalam berkarya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keterikatan diri dalam berpendidikan pancasila dapat mengaplikasikan semangat dan
patriotisme kehidupan yang akan membawa pada pahamnya diri kita akan hidup
berpancasila.
4
Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter
harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan
bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
2. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas
persamaan derajat,hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak
semena-mena; terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan;
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di
atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi
bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap
menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
negara.
4. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi
Manusia
Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan
kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
5. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
5
Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Membentuk
karakter adalah Suatu proses atau Usaha yang dilakukan untuk membina,
memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi
pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah
laku yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Jika dibandingkan pemahaman masyarakat tentang Pancasila dengan lima
belas tahun yang lalu, sudah sangat berbeda, saat ini sebagian masyarakat cenderung
menganggap Pancasila hanya sebagai suatu simbol negara dan mulai melupakan
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Padahal Pancasila yang menjadi
dasar negara dan sumber dari segala hukum dan perundang-undangan adalah nafas
bagi eksistensi bangsa Indonesia. Sementara itu, lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akibat tidak satunya kata dan
perbuatan para pemimpin bangsa, Pancasila hanya dijadikan slogan di bibir para
pemimpin, tetapi berbagai tindak dan perilakunya justru jauh dari nilai-nilai luhur
Pancasila. Contoh yang tidak baik dari para pemimpin bangsa dalam pengamalan
Pancasila telah menjalar pada lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat.
Kurangnya komitmen dan tanggung jawab para pemimpin bangsa
melaksanakan nilai-nilai Pancasila tersebut, telah mendorong munculnya kekuatan
baru yang tidak melihat Pancasila sebagai falsafah dan pegangan hidup bangsa
Indonesia. Akibatnya, terjadilah kekacauan dalam tatanan kehidupan berbangsa, di
mana kelompok tertentu menganggap nilai-nilainya yang paling bagus. Lunturnya
nilai-nilai Pancasila pada sebagian masyarakat dapat berarti awal sebuah malapetaka
bagi bangsa dan negara kita. Fenomena itu sudah bisa kita saksikan dengan mulai
terjadinya kemerosotan moral, mental dan etika dalam bermasyarakat dan berbangsa
terutama pada generasi muda. Timbulnya persepsi yang dangkal, wawasan yang
sempit, perbedaan pendapat yang berujung bermusuhan dan bukan mencari solusi
untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, anti terhadap kritik serta sulit
menerima perubahan yang pada akhirnya cenderung mengundang tindak anarkhis.
6
Mahasiswa sebagai generasi calon penerus bangsa tentu sedikit banyak sangat
di harapkan mampu memberikan yang terbaik untuk bangsa ini, lalu apa yang dapat
diberikan oleh seorang mahasiswa apabila ia pun masih belum menyadari apa yang
dilakukannya sehari-hari adalah salah satu permasalahan yang harus di tangani.
Di berbagai lingkungan mahasiswa di daerah, sering kita mendapat kabar,
baik lewat televisi, koran, majalah dll, mahasiswa yang tertangkap sedang melakukan
pesta miras, atau melakukan hubungan seksual. Sepertinya hubungan seks di
lingkungan mahasiswa sekarang ini merupakan sebuah hal yang biasa terjadi dan
tidak perlu di permasalahkan. Ada beberapa kasus yang secara langsung maupun
tidak langsung saya perhatikan, di suatu Universitas, sering sekali saya terdengar
peristiwa hamil di luar nikah yang hasil dari hubungan seks di lingkungan
mahasiswa. Bahkan hubungan pribadi seperti pacaran rasanya tidak sah apabila
hanya sekedar peluk-pelukan oleh karena itu hubungan seks hanya dianggap sebagai
hal yang biasa di saat berhubungan pacaran. Ironisnya hubungan pacaran itu berakhir
tidak ada rasa penyesalan sama sekali di kedua belah pihak terutama dari pihak
perempuan yang seharusnya merasa telah kehilangan kehormatannya bahkan pihak
perempuannyalah yang mengakhiri hubungan pacaran tersebut tanpa
mempertimbangkan apa yang telah terjadi di saat mereka berhubungan pacaran
layaknya hubungan suami istri yang sah. Secara tidak langsung meskipun ini hanya
sebagai satu contoh saja, kita bisa menyimpulkan bahwa ternyata hubungan seks di
lingkungan mahasiswa merupakan hal yang biasa saja saat berhubungan pacaran.
Peristiwa hubungan seks diluar pernikahan baik di lingkungan mahasiswa
ataupun bukan, semakin di dukung dengan banyaknya praktik dokter aborsi, yang
mana apabila dari hubungan sek di luar pernikahan tersebut menghasilkan seorang
janin, dokter aborsilah datang seperti seorang malaikat yang akan memberikan
sebuah pertolongan agar janin tersebut tidak sampai hidup di dunia ini, apabila janin
tersebut memang tidak diharapkan untuk hadir dalam kehidupannya. Akhir-akhir ini
kita di guncangkan dengan berita telah di temukannya tempat praktik aborsi disebuah
dareah di jakarta yang sudah praktik lebih dari 2 tahun, tentu dengan peristiwa
tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hubungan seks diluar nikah ini
7
telah menjadi hal yang biasa, dan melakukan aborsi di saat dari hubungan seks
tersebut menghasilkan janin maka itu menjadi pilihan yang terbaik tanpa
memperdulikan resiko yang akan di dapat setelahnya.
Hedonisme di lingkungan mahasiswa saat ini merupakan fenomena paham
prilaku yang khas negara berkembang. Perilaku tanggung dalam menangkap
modernitas sebagai nilai. Simbol modernitas ditangkap sebagai bar ang jadi dan tidak
memahami proses yang tejadi yang mendahuluinya. Simbol-simbol lahiriah seperti
arsitektur rumah, pusat-pusat perbelanjaan modern, tempat-tempat hiburan modern,
makanan modern, tekhnologi modern, gaya hidup modern, itu harus meniru bangsa
modern dan itu identik dengan dunia barat. Tentu saja, di sisi yang lain, apa saja
yang berbau “tradisional” meskipun itu milik kita sendiri yang seharusnya menjadi
sebuah kebanggan tersendiri bagi negeri kita ini dianggap ketinggalan jaman dan
harus ditinggalkan, kalau bisa secepatnya dimusnahkan agar tidak ada lagi di negeri
ini, hanya untuk sekedar mendapatkan sebutan sebagai negara yang modern.
Sesunggunhya persepsi tersebut, telah merusak di semua lapisan masyarakat
tidak terkecuali lingkungan mahasiswa yang nota benenya seorang pelajar.
Keinginan yang berlebihan terhadap modernitas ini sepeti ingin memiliki barang-
barang yang mewah, kehidupan dunia modern yang setiap sabtu malam datang untuk
melaksanakan ibadah rutinan di bar-bar, diskotik dan sebagainya., itu dijadikan
sebagai suatu kebutuhan yang dianggap sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi
dan kalau tidak terpenuhi maka mendapatkan dosa karena dianggap masih menjadi
manusia tradisional atau mahasiswa tradisional yang kerjanya hanya belajar,
membaca, diskusi, kajian dan sebagainya.
Banyaknya faktor atau media yang mempengaruhi pembentukan karakter
menyebabkan pendidikan untuk pengembangan karakter bukan sebuah usaha yang
mudah. Secara normatif, pembentukan atau pengembangan karakter yang baik
memerlukan kualitas lingkungan yang baik juga. Dari sekian banyak Faktor atau
media yang berperan dalam pembentukan karakter, dalam risalah ini akan dilihat
peran tiga media yang saya yakini sangat besar pengaruhnya yaitu: keluarga, media
masa, lingkungan sosial, dan pendidikan formal:
8
a. Keluarga
Keluarga adalah komunitas pertama di mana manusia, sejak usia dini, belajar
konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di
keluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan, belajar tata-nilai atau moral.
Karena tata-nilai yang diyakini seseorang akan tercermin dalam karakternya, maka di
keluargalah proses pendidikan karakter berawal. Pendidikan di keluarga ini akan
menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang lebih
dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu seperti kejujuran,
kedermawanan, kesedehanaan, dan menentukan bagaimana dia melihat dunia
sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak sama dengan dia –berbeda
status sosial, berbeda suku, berbeda agama, berbeda ras, berbeda latar belakang
budaya. Di keluarga juga seseorang mengembangkan konsep awal mengenai
keberhasilan dalam hidup ini atau pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan
hidup yang berhasil, dan wawasan mengenai masa depan.
Dari sudut pandang pentingnya keluarga sebagai basis pendidikan karakter,
maka tidak salah kalau krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini bisa
dilihat sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Korupsi
misalnya, bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk menanamkan dan
menguatkan nilai kejujuran dalam keluarga. Orang tua yang membangun
kehidupannya di atas tindakan yang korup, akan sangat sulit menanamkan nilai
kejujuran pada anak-anaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar
menjadi orang yang tidak jujur, namun mereka cenderung tidak akan melihat sikap
dan perilaku jujur dalam kehidupan sebagai salah satu nilai yang sangat penting yang
harus dipertahankan mati-matian. Ini mungkin bisa dijadikan satu penjelasan
mengapa korupsi di Indonesia mengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap
permisif terhadap korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b. Media masa.
Dalam era kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini,
salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau sebaliknya
9
juga perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya
media elektronik, dengan pelaku utamanya adalah televisi. Sebenarnya besarnya
peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa
telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung
Hattta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan
karakter bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno dan
Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian dan persatuan melalui
radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif
teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama sekali:
kepercayaan diri bangsa, keberanian, kesediaaan berkorban, dan rasa persatuan.
Sayangnya kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi pejuang
kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa makin
sulit kita temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang makin
lama makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang
didukung teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak karakter
bangsa. Media elektronik di Indonesia , khususnya televisi, sekarang ini
kontribusinya ’nihil’ dalam pembangunan karakter bangsa. Sebagian besar program
televisi justru lebih menonjolkan karakter buruk daripada karakter baik. Sering kali
pengaruh lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media televisi.
Di keluarga, anak-anak dididik untuk menghindari kekerasan, namun acara
TV justru penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak-anak dididik untuk hidup
sederhana, namun acara sinetron di tevisi Indonesia justru memamerkan
kemewahan. Di rumah anak-anak dididik untuk hidup jujur, namun tayangan di
televisi Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan ’kepahlawanan’ tokoh-
tokoh yang justru di mata publik di anggap ’kaisar’ atau ’pangeran-pangeran’
koruptor. Para guru agama mengajarkan bahwa membicarakan keburukan orang lain
dan bergosip itu tidak baik, namun acara televisi, khususnya infotainment, penuh
dengan gosip. Bapak dan ibu guru di sekolah mendidik para murid untuk berperilaku
santun, namun suasana sekolah di sinetron Indonesia banyak menonjolkan perilaku
yang justru tidak santun dan melecehkan guru. Secara umum, banyak tayangan di
10
televisi Indonesia, justru ’membongkar’ anjuran berperilaku baik yang ditanamkan di
di rumah oleh orang tua dan oleh para guru di sekolah.
c. Pendidikan formal
Pendidikan formal, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, diharapkan
berperan besar dalam pembangunan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan formal
diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian pengalaman
Indonesia selama empat dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah
dan perguruan tinggi dengan cara-cara pendidikan yang dilakukannya sekarang
belum banyak berkontribusi dalam hal ini. Di atas telah diuraikan, kecenderungan
lembaga pendidikan formal yang merosot hanya menjadi lembaga-lembaga pelatihan
adalah salah satu sumber penyebabnya. Pelatihan memusatkan perhatian pada
pengembangan keterampilan dan pengalihan pengetahuan. Sedangkan pendidikan
mencakup bahkan mengutamakan pengembangan jati diri atau karakter, tidak
terbatas hanya pada pengalihan pengetahuan atau mengajarkan keterampilan.
Harus diakui bahwa pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia, dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi, secara umum menghabiskan bagian terbesar
waktunya untuk melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan
telah teredusir menjadi kegiatan ’mengisi’ otak para siswa sebanyak-banyaknya, dan
kurang perhatian pada perkembangan ’hati’ mereka. Keberhasilan seorang guru
diukur dari kecepatannya ’mengisi’ otak para siswanya. Sekolah menjadi ’pabrik’
untuk menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik . Namun
demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali terpisah dari
pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan. Namun
pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya berarti pendidikan,
walaupun hal itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi nama lembaga
pendidikan, seperti universitas, institut teknologi, dan yang lainnya.
Oleh karena itu, pembangunan Indonesia harus mengarah kepada kesempurnaan
manusia dan harus dapat memanusiakan manusia, bukan membangun secara fisiknya
saja tetapi juga harus berdampak pada kualitas manusia dan merubah peradaban
11
manusianya maka bumi Indonesia menjadi layak sebagai tempat tinggal manusia
(surga dunia), bukan tempat bagi manusia jadi-jadian. Pada saat ini pembangunan
fisik, teknologi, dan ilmu pengetahuan di dunia telah maju pesat, tetapi kondisi
manusia menjadi jauh sekali dari kondisi manusia yang sempurna kemanusiaanya.
Kita sekarang menjadi robot-robot hidup yang penuh dengan ketakutan-ketakutan
yang diakibatkan oleh penemuan manusia itu sendiri, tidak mengarah kepada
kedamaian dan ketenangan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh manusia yang
sudah sadar. Mereka tidak tahu arah hidupnya, mereka menjadi budak-budak
konsumsi dari apa yang mereka ciptakan sendiri, yang akhirnya hati mereka mati.
Mereka terlalu mempertuhankan apa yang mereka ciptakan, mereka terlalu
diperbudak oleh otak kiri (akalnya) mereka. Mereka tidak mempergunakan
kemampuan otaknya secara sempurna, yaitu menggunakan otak kiri, otak kanan dan
bawah sadar, serta kekuatan hati nurani. Karena kebimbangan serta stress yang
berkepanjangan, mereka tidak dapat menemukan jati dirinya. Diri mereka selalu
dihubungkan dan dilekatkan dengan dunia luar. Semua yang ada di luar dirinya
menjadi melekat dan memperbudak mereka, mereka menjadi budak dan terpenjara
selama-lamanya.
III. Kesimpulan dan Saran
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pendidikan pancasila
merupakan satu aspek penting untuk membangun karakter generasi bangsa. Hampir
semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam
Program Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang
merupakan Produk Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara.Oleh
sebab itu pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan yang
sangat penting baik itu untuk diri sendiri, oang lain ataupun Negara. Untuk diri
sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita bisa mengajarkan
ilmu yang kita ketahui kepada orang yang masih awam dan untuk Negara jika kita
pintar maka kita akan mengangkat nama baik Negara kita di dunia internasional.
12
Pancasila sebagai pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan
memeiliki peranan yang sangat penting yaitu diharapkan mampu mendukung upaya
mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wajib Belajar Sembilan Tahun
merupakan implementasi dari pancasila sebagai ideologi negara yang merupakan
program bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta
masyarakat. Penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun adalah program nasional.
Oleh karena itu, untuk mensukseskan program itu perlu kerjasama yang menyeluruh
antara antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial serta
masyarakat,karena program ini sangat baik untuk meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab kita semua terhadap masa depan generasi penerus bangsa yang
berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara realita maupun logika, untuk menghilangkan sama sekali dorongan
pemuasan kebutuhan jasmani adalah tidak mungkin. Saya yakin dari kalangan
lapisan masyarakat manupun apabila di berikan pertanyaan seperti demikian pasti
akan menjawab pula seperti halnya yang telah di paparkan diatas yaitu tidak
mungkin untuk dihilangkan sama sekali. Sebab jasmaniah pula merupakan landasan
penting untuk kesempurnaan hidup manusia. Namun tidak semata-mata hanya
kesenangan jasmani saja yang kita harapkan tetapi dari hasil kita menikmati
kesenangan jasmani tersebut kita dapat menghasilkan yang lebih yakni ketenangan
jiwa.
Sudah saatnyalah pendidikan nasional mengambil peranan penting dalam
membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkarakter. Karakter
bangsa yang saat ini tidak sesuai dengan cita-cita dan harapan bangsa dapat
diperbaiki dengan:
1. Merubah mindset
Perubahan cara berpikir, hendaknya tidak dilakukan hanya oleh Pemerintah
saja, namun juga seluruh elemen pendidikan, mulai dari Pemerintah, sekolah, guru,
13
murid, keluarga, hingga individu-individu pribadi. Perubahan cara berpikir meliputi
pemahaman tentang tujuan dan visi misi pendidikan nasional.
2. Penataan ulang konsep pendidikan
Pemerintah harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya
pembangunan pendidikan nasional. Pemerintah juga harus dapat menjamin bahwa
seluruh anak usia sekolah dasar akan memperoleh pendidikan dasar. Konsep
pendidikan ke depan berupaya menciptakan suasana belajar dan sumber belajar yang
memungkinkan anak didik mencapai kesejahteraan batin dalam belajar dengan penuh
kebebasan, sesuai dengan gaya belajar anak masing-masing. penciptaan suasana dan
konsep pendidikan, hendaknya berhubungan dengan nilai-nilai kreativitas serta
penciptaan.
3. Pemahaman tentang pilar pendidikan yang humanis
Pendidikan bukan hanya berupa transfer ilmu pengetahuan dari satu orang ke
orang yang lain, tapi juga mentransformasikan nilai-nilai ke dalam jiwa, kepribadian,
dan struktur kesadaran manusia itu. Hasil cetak kepribadian manusia adalah hasil
dari proses transformasi pengetahuan dan pendidikan yang dilakukan secara
humanis.
4. Pemahaman bahwa pendidikan adalah faktor kunci
Pendidikan menjadi kunci bagi semua hal, dengan pendidikan, manusia
memiliki daya untuk membagi pengetahuan meski tidak harus berlevel-level. Namun
dari pendidikanlah semua ilmu pengetahuan dapat dikuasai, dan pemahaman tentang
suatu hal dapat terjadi.Oleh karena itu, penting bahwa pemahaman pendidikan
sebagai faktor kunci dipahami dengan baik, untuk membuka cakrawala berpikir
dengan luas.
5. Dilakukan terprogram bersama-sama
14
Seluruh program pendidikan haruslah saling menunjang satu sama lain.
Saling mendukung, itulah fungsi saling mengisi satu sama lain, antar program
pendidikan.
6. Bergerak bersama-sama dengan semua elemen
Sebuah mobil tidak akan berjalan, bila roda-rodanya berjalan saling
berlawanan arah. Ibarat roda, elemen-elemen pendidikan, pihak-pihak yang
menangani persoalan pendidikan haruslah berjalan beriringan dan selaras satu lain.
Pemerintah, legislatif, sekolah, guru, siswa, bahkan keluarga dan individu, harus
paham dan siap bergerak bersama-sama.
Akhirnya, pendidikan mengambil peranan yang tidak pernah usai dan tidak
berujung dalam rangka membangun karakter bangsa yang utuh, karena karakter
bangsa itu sendiri selalu berproses menurut perkembangan dan dinamika bangsa.
Karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Keberlanjutan
proses ini memerlukan komitmen, konsistensi, dan waktu yang lama. Tak lupa pula,
pembentukan karakter bangsa diperlukan keterlibatan seluruh komponen bangsa
guna membangun Indonesia yang maju, mandiri, kuat , dan berkepribadian.
Salah satu solusi dalam menghadapi perilaku hedonisme yaitu, dengan cara
menyaring terlebih dahulu segala sesuatu yang dikatakan bersifat modern yaitu
dengan kita memahami modern itu sendiri dan menumbuhkan kembali hukum-
hukum yang bersifat tradisional, sehingga kita bisa benar-benar mengerti dan dapat
menilai antara segi baik dan buruknya yang akan timbul dari hal tersebut. Misalkan
hubungan sek di luar pernikahan yang marak terjadi di indonesia ini umumnya,
apabila kita dapat benar-benar bisa mengerti apa yang akan kita dapatkan dari sebuah
hubungan sek di luar pernikahan terutama dikalangan mahasiswa terlebih apabila
terjadi di lingkungan siswa Sma ataupun Smp. Hampir dapat dipastikan akan
memberikan jawaban itu tidak dapat dibenarkan meskipun kita bertanya terhadap
pelakunya itu sendiri.
Hukum-hukum tradisional yang terkadang kita selalu melupakannya ternyata
sangat memiliki arti yang sangat penting untuk mencegah gaya hidup Hedonisme
15
yang berlebihan. Dalam hukum tradisional, kita telah mengetahui bahwa hubungan
sek di luar pernikahan itu tidak dapat di benarkan apalagi di nilai dari sudut pandang
agama, di dalam agama manapun sejauh yang saya ketahui tidak ada satupun agama
yang dengan jelas memperbolehkan hubungan sek diluar pernikahan. Seandainya
hukum tradisional seperti diatas bisa di terapkan oleh orang tua terutama sejak dini
mungkin perilaku sek diluar hubungan pernikahan tersebut bisa di bendung.
Ada sebuah istilah yang menyatakan bahwa apabila kita ingin melihat masa
depan maka lihatlah generasi mudanya. Maka dari itu patut lah kita semua, merasa
perlu untuk membangun sebuah masa depan yang cerah dengan cara kita
membangun generasi muda terlebih dahulu yang mampu diharapkan untuk
menciptakan masa depan yang cerah tersebut.
Untuk menciptakan sebuah generasi muda yang mampu duharapkan untuk
masa depan tentu itu memerlukan kerja keras dan kerja sama dari berbagai lapisan
masyarakat, berbagai kalangan organisasi pemuda, organisasi mahasiswa, berbagai
lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tak terkecuali agama dan
pemerintah. Semua harus bekerja sama walaupun itu terasa sulit untuk dilakukan tapi
sekiranya masih ada jalan untuk menggapainya, kenapa tidak kita untuk
mencobanya. Modernisasi memang sulit untuk kita bendung tetapi kita pun tidak
harus berdiam saja menikmati itu semua. Tetapi kita harus bisa menggiring arus
modernisasi tersebut agar dampak yang timbul tidak terlalu berakibat buruk bagi kita
semua.
Mahasiswa sebagai generasi yang sangat diharapkan untuk kemajuan masa
depan bangsa, rasanya patut menjadikan dirinya sebagai penggerak dan mampu
untuk menghadapi arus modern ini dengan mengcounter dan memfilter apapun
budaya-budaya luar yang merusak oral yang bukan cerminan budaya ketimuran yaitu
Indonesia. Karena hedonism bukanlah cerminan perilaku bangsa yang terhormat.
Idiologi bangsa kita mengajarkan bagaimana kita berhemat dan tidak terlalu
berlebihan dalam hidup kalaupun kita sebagai orang yang mapan baik dari sisi
financial maupun lainnya. Hal ini sebagai bentuk refleksi dan penghargaan pada
orang yang ada dibawah kita. Dimana jangankan bermewah-mewahan yang mereka
16
rasakan, bahkan untuk makan sehari-hari saja agak sulit. Oleh karena itu tentunya
sebagai kalangan terdidik seharusnya kita mampu meberikan tauladan dan contoh
yang baik agar supaya tidak terjebak pada budaya-budaya hedonis yang dampaknya
lebih pada persoalan negatif.
IV. Daftar Pustaka
http://ikamubaalmiftah.blogspot.com/2012/01/makalah.html
nabarian.blogspot.com/2012/07/ penjelasan - etika - normatif - beserta .html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/membangun-karakter-bangsa-dengan-filsafat-pancasila/
http://www.anneahira.com/pendidikan-pancasila.htm
Rukiyati,M.Hum dkk. 2008. PENDIDIKAN PANCASILA. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
http://sarmagkadek.blogspot.com/2010/08/peranan-pancasila-dalam-kehidupan.html
http://akulb.blogspot.com/2011/12/peran-filsafat-pancasila-dalam.html
http://agungherdana.wordpress.com/2011/05/11/manfaat-pendidikan-pancasila/
http://iwanuwg.wordpress.com/2011/07/21/generasi-muda-dan-pancasila/
nuhraini .blogspot.com/2012/10/ peran - pendidikan - pancasila - dalam .html
17