TUGAS KONSERVASI SUMBERDAYA PERAIRAN
Tentang
UPAYA PELESTARIAN PESUT (Orcaella brevirostris)
DI SUNGAI MAHAKAM - KALIMANTAN TIMUR
Disususun Oleh :
Salim Maulana 230110080006Citra Aulia Hani Fasa 230110080015Hilman Maulana 230110080030Dedy Kurniawan 230110070033Fenta Aquarista 230110080039Kania Gita Rinjani 230110080048Habib K.Haq 230110080051Cut Deswita Indriani 230110080057Nabila Anisya Charisty 230110090134
Perikanan A 2008
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan nikmat serta hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan Makalah ini pada waktunya. Makalah ini berjudul “Upaya
Pelestarian Pesut (Orcaella brevirostris) di Sungai Mahakam Kalimantan Timur” yang
merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Konservasi Sumberdaya Perairan.
Pada kesempatan ini tim penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak dan Ibu dosen Mata Kuliah Konservasi Sumberdaya Perairan, yang
telah membantu, membimbing serta memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kami.
Makalah ini telah dibuat semaksimal kemampuan penyusun sesuai dengan informasi
dan bimbingan yang didapatkan, namun kritik dan saran membangun sangat dibutuhkan
penyusun. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi tim
penyusun dan dapat bermanfaat bagi civitas akademika yang membutuhkannya.
Jatinangor, 10 Oktober 2011
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................4
1.2 Tujuan...........................................................................................5
1.3 Manfaat ........................................................................................5
BAB II ISI
2.1 Definisi Penangkaran...................................................................6
2.1.2 Pelaksanaan Penangkaran............................................................7
2.1.2 Penandaan dan Sertifikasi............................................................7
2.2 Pesut (Orcaella brevirostris).......................................................8
2.2.1 Morfologi Pesut Mahakam..........................................................9
2.2.2 Perkembangbiakan.......................................................................10
2.2.3 Habitat..........................................................................................11
2.2.4 Populasi dan Persebaran..............................................................11
2.3 Upaya Pelestarian Pesut Mahakam..............................................14
2.4 Solusi Permasalahan yang Terjadi...............................................16
2.5 Undang-Undang Pelestarian Pesut...............................................17
BAB III KESIMPULAN...................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pesut (Orcaella brevirostris) adalah hewan Mammalia air yang hidup di daerah pesisir
dan sungai. “Orcaella” berasal dari bahasa Latin yang artinya mirip dengan paus pembunuh
(Orcinus orca), sedangkan “brevis” berarti pendek, dan “rostrum” yang berarti paruh. Karena
adanya berbagai gangguan oleh aktivitas manusia, baik berupa perburuan, tertangkap tanpa
sengaja dan atau tertabrak perahu oleh nelayan serta pencemaran, telah menyebabkan
populasi pesut semakin menurun. Lumba-lumba air tawar dan porpoise merupakan jenis
mamalia yang paling terancam punah di dunia. Habitat satwa tersebut telah banyak berubah
dan terdegradasi akibat aktivitas manusia, seringkali berakhir dengan penurunan drastis dari
jumlah populasi dan luasan pergerakan mereka (Reeves et al. 2000). Di Indonesia terdapat
satu jenis mewakili dari populasi lumba-lumba air tawar yang diketahui menempati Sungai
Mahakam dan danau-danau di Kalimantan Timur, yaitu spesies Orcaella brevirostris dengan
nama umum Irrrawaddy Dolphin dan nama lokal Pesut. Jenis ini dapat ditemukan di
perairan dangkal, pesisir pantai daerah tropis dan subtropis Indo-Pasifik serta di sepanjang
sistem sungai utama: Sungai Mahakam, Ayeyarwady dan Mekong, dimana tanda penurunan
jumlah dan habitat seiring dengan ancaman-ancaman yang terjadi (Smith et al., 2003).
Keberadaan pesut dari tahun 1975 memiliki 1000 ekor populasi dan sampai saat ini
diperkirakan jumlah pesut tinggal 50 ekor di Sungai Mahakam. Pesut yang jumlahnya
semakin sedikit diperkirakan jumlah pesut tinggal 50 ekor di Sungai Mahakam. Pesut yang
jumlahnya semakin sedikit diperkirakan ada hubungannya dengan perubahan ilkim, dan
karena aktifitas transportasi yang terjadi di sungai Mahakam yang dapat menggangggu
habitat pesut. Dan saat ini pesut telah dilindungi undang-undang melalui Peraturan
Pemerintah No.7 tahun 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa liar.
Di Indonesia, pesut dilindungi oleh pemerintah dalam Undang-undang Perlindungan
Binatang Liar 1931 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 35/kpts/Um/I/1975, dan saat
ini pesut dijadikan simbol Kalimantan Timur. IUCN mengkategorikan status konservasi
pesut ke dalam kategori kritis terancamn punah. Sebagai satwa liar yang dinyatakan terancam
punah, pemberian status kelangkaan pada pesut seperti pernyataan diatas ternyata belum
memberikan dampak positif kepada keberadaan pesut. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
4
makalah ini akan diuraikan beberapa upaya pelestarian pesut di Sungai Mahakam Kalimantan
Timur dengan teknik penangkaran agar mengurangi angka kepunahan species tersebut.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah tentang “Upaya Pelestarian Pesut (Orcaella
brevirostris) di Sungai Mahakam Kalimantan Timur”, yaitu :
1) Untuk mengetahui seberapa penting kajian mengenai upaya pelestarian pesut
(Orcaella brevirostris) di Sungai Mahakam Kalimantan Timur”
2) Untuk memberikan informasi tentang penanggulangan permasalahan mengenai
keberadaan pesut yang terancam punah di Sungai Mahakam Kalimantan Timur
3) Menggalakan upaya pelestarian dan penangkaran pesut yang berbasis lingkungan
berkelanjutan agar keberadaannya tetap lestari.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah tentang “Upaya Pelestarian Pesut (Orcaella
brevirostris) di Sungai Mahakam Kalimantan Timur” yaitu :
1) Agar mahasiswa dapat mengetahui seberapa penting upaya pelestarian dan
penangkaran hewan-hewan di Indonesia yang terancam punah, khususnya species
pesut yang dilindungi undang-undang
2) Dengan adanya makalah ini diharapkan akan menciptakan mahasiswa yang
berwawasan dan peduli terhadap lingkungan terutama keberadaan species-species
yang terancam punah di Indonesia.
5
BAB II
ISI
2.1 Definisi Penangkaran
Penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran
tumbuhan dan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Penangkaran
tumbuhan dan satwa liar berbentuk :
1. Pengembangbiakan satwa,
2. Pembesaran satwa, yang merupakan pembesaran anakan dari telur yang diambil dari
habitat alam yang ditetaskan di dalam lingkungan terkontrol dan atau dari anakan
yang diambil dari alam (ranching/rearing),
3. Perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi yang terkontrol (artificial
propagation).
Pengembangbiakan satwa adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyakan individu
melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) dalam lingkungan
buatan dan atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian
jenisnya. Pembesaran satwa adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan
pemeliharaan dan pembesaran anakan atau penetasan telur satwa liar dari alam dengan tetap
mempertahankan kemurnian jenisnya. Perbanyakan tumbuhan (artificial propagation) adalah
kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan cara memperbanyak dan menumbuhkan
tumbuhan di dalam kondisi yang terkontrol dari material seperti biji, potongan (stek),
pemencaran rumput, kultur jaringan, dan spora dengan tetap mempertahankan kemurnian
jenisnya. Adapun tujuan dari penangkaran.
Tujuan penangkaran adalah untuk :
1. Mendapatkan spesimen tumbuhan dan satwa liar dalam jumlah, mutu, kemurnian
jenis dan keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan
sehingga mengurangi tekanan langsung terhadap populasi alam,
2. Mendapatkan kepastian secara administratif maupun secara fisik bahwa pemanfaatan
spesimen tumbuhan atau satwa liar yang dinyatakan berasal dari kegiatan
penangkaran adalah benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.
6
2.1.1 Pelaksanaan Penangkaran
Dalam rangka menjamin kemudahan kontrol hasil penangkaran, maka setiap anakan
harus dipisahkan dari induk-induknya. Pemisahan anakan dari induk harus dapat dilakukan
untuk membedakan antar generasi dimana generasi pertama (F1) harus dapat dibedakan
dengan generasi-generasi berikutnya. Dalam rangka menjaga kemurnian jenis satwa liar, unit
penangkaran dilarang melakukan pengembangbiakan silang (hibrida) baik antar jenis maupun
antar anak jenis, bagi jenis-jenis yang dilindungi yang bersasal dari habitat alam. Hal ini
dikecualikan untuk mendukung pengembangan budidaya peternakan atau perikanan. Untuk
menjaga keanekaragaman genetik jenis satwa, penangkaran satwa dilakukan dengan jumlah
paling sedikit dua pasang atau bagi jenis-jenis satwa yang poligamous minimal dua ekor
jantan. Dan dilakukan dengan menghindari penggunaan induk-induk satwa yang mempunyai
hubungan kerabat atau pasangan yang berasal dari satu garius keturunan.
2.1.2 Penandaan dan Sertifikasi
Pelaksanaan penangkaran wajib melakukan penandaan dan sertifikasi terhadap
indukan maupun hasil penangkarannya. Penandaan pada hasil penangkaran merupakan
pemberian tanda yang bersifat permanen pada bagian tumbuhan maupun satwa dengan
menggunakan teknik tagging/banding, cap (marking), transponder, pemotongan bagian
tubuh, tattoo dan label yang mempunyai kode berupa nomor, huruf atau gabungan nomor dan
huruf. Penandaan bertujuan untuk membedakan antara induk dengan induk lainnya, antara
induk dengan anakan dan antara anakan dengan anakan lainnya serta antara spesimen hasil
penangkaran dengan spesimen dari alam.
Untuk memudahkan penelusuran asal usul (tracking) spesimen tumbuhan atau satwa,
penandaan dilengkapi dengan sertifikat. Bagi jenis-jenis yang karena sifat fisiknya tidak
memungkinkan untuk diberi tanda hanya dilakukan pemberian sertifikat. Dalam rangka
perdagangan luar negeri, unit penangkaran jenis-jenis Appendix I CITES, yang dilakukan
melalui kegiatan pengembangbiakan satwa di dalam lingkungan terkontrol (captive breeding)
dan perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi terkontrol (artificial propagation),
wajib diregister pada sekretariat CITES. Registrasi hanya dapat diajukan oleh unit
penangkaran yang telah memenuhi standar kualifikasi penangkaran.
Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi
sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut
Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota
Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Habitat hewan pemangsa ikan dan
7
udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, danau Jempang (15.000 Ha),
danau Semayang (13.000 Ha) dan danau Melintang (11.000Ha).
Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin
sibuknya lalu-lintas perairan sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan
pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam
juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena
harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam. Namun, untuk
melestarikan hewan mamalia itu, sejumlah upaya telah dilakukan antara lain mengembalikan
fungsi dari reservat atau suaka perikanan di beberapa titik di Kukar. Reservat tersebut
berfungsi sebagai tempat berkembangbiaknya ikan-ikan dimana merupakan sumber bahan
makanan bagi pesut.
Berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 1999 tentang Penangkapan Ikan di Kukar terdapat
tujuh titik reservat yakni reservat Loakang di Kota Bangun, Ngayan Tuha di Muara Kaman,
serta reservat Batu Bumbung, Jantur Malang, Teluk Salimau, Teluk Baduit dan Teluk
Kebemba di Muara Muntai. Namun saat ini hanya tinggal 3 reservat yang masih berfungsi
dan di kelola Dislutkan, yakni Reservat Loakang, Ngayau Tuha dan Kebemba. Selain itu,
pemerintah memberdayakan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswa) di kecamata yang
terdapat reservat. Hal itu bertujuan untuk menjaga dan mengawasi lokasi suaka ikan tersebut
dari penangkapan para nelayan yang membabi buta.
Bupati Kutai Kartanegara pernah melontarkan gagasannya untuk menangkar Pesut
Mahakam untuk ditampung dalam sebuah Aquarium Raksasa di obyek wisata modern Pulau
Kumala, Tenggarong. Gagasan Bupati Kukar ini tentu saja mendapat reaksi pro dan kontra
baik dari kalangan masyarakat, LSM lingkungan hidup baik yang ada di daerah maupun di
Jakarta.
Penangkaran Pesut Mahakam sebanyak 2 hingga 3 ekor dilakukan dalam sebuah
aquarium raksasa, sehingga masyarakat Kaltim sendiri dapat menyaksikan satwa langka
tersebut. Jika keadaannya memang tidak memungkinkan pesut akan dikembalikan ke habitat
aslinya di Sungai Mahakam.
2.2 Pesut (Orcaella brevirostris)
Pesut (Orcaella brevirostris) adalah hewan Mammalia air yang hidup di daerah
pesisir dan sungai. Karena adanya berbagai gangguan oleh aktivitas manusia, baik berupa
perburuan, tertangkap tanpa sengaja dan atau tertabrak perahu oleh nelayan serta
pencemaran, telah menyebabkan populasi pesut semakin menurun. Lumba-lumba air tawar
8
dan porpoise merupakan jenis mamalia yang paling terancam punah di dunia. Habitat satwa
tersebut telah banyak berubah dan terdegradasi akibat aktivitas manusia, seringkali berakhir
dengan penurunan drastis dari jumlah populasi dan luasan pergerakan mereka (Reeves et al.
2000). Di Indonesia terdapat satu jenis mewakili dari populasi lumba-lumba air tawar yang
diketahui menempati Sungai Mahakam dan danau-danau di Kalimantan Timur, yaitu spesies
Orcaella brevirostris dengan nama umum Irrrawaddy Dolphin dan nama lokal Pesut. Berikut
klasifikasi pesut :
Gambar 1. Pesut (Orcaella brevirostris)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Animalia
Kelas : Mammalia
Ordo : Cetacea
Family : Delphinidae
Genus : Orcaella
Species : O. Brevirostris
2.2.1 Morfologi Pesut Mahakam
Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut,
pesut (Orcaella brevirostris) hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka
yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai
Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady.
Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi
sekarang pesut menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut
Mahakam dapat ditemukan ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota
Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Habitat hewan pemangsa ikan dan
udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam, danau Jempang (15.000
Ha), danau Semayang (13.000 Ha) dan danau Melintang (11.000Ha).
9
Spesies ini mempunyai melon (jaringan berlemak dan berminyak di kepala).
Moncongnya tidak khas. Sirip punggung yang terletak dua pertiga posterior di punggung,
pendek, tumpul, dan segitiga. Sirip tangan panjang dan lebar.Pesut mempunyai kepala
berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan
adaptasi terhadap air yang berlumpur). Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua,
lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas. Sirip punggung kecil dan membundar di
belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar; tidak ada paruh. Sirip dada
lebar membundar. Pesut dewasa beratnya lebih dari 130 kg dan panjangnya 2,3 m psaat
dewasa. Panjang maksimum yang tercatat adalah jantan 2,75 m dari Thailand.
Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan
kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung lumpur, namun pesut merupakan
'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan. Barangkali mereka
menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh
kerabatnya di laut.
Seluruh tubuh berwarna kelabu hingga biru tua, bagian bawahnya berwarna lebih
pucat. Tidak ada pola yang khas. Sirip punggung kecil dan membulat di tengah punggung.
Dahinya tinggi dan membulat; tidak bermoncong. Sirip tangan lebar membulat. Spesies di
Kalimantan yang mirip adalah Porpoise tak bersirip, Neophocaena phocaenoides, mirip tapi
tidak punya sirip punggung: lumba-lumba bungkuk, Sausa chinensis, lebih besar, moncong
lebih panjang dan sirip punggung lebih besar.
2.2.2 Perkembangbiakan
Pesut bukanlah ikan melainkan mamalia. Pesut (Orcaela brevirostris) merupakan salah
satu mamalia yang hidup di dalam air, bernapas menggunakan paru-paru dan berkembang
biak dengan cara melahirkan. Lumba-lumba ini dianggap mencapai kedewasaan seksual pada
7 sampai 9 tahun. Di belahan bumi utara, perkawinan dilaporkan berlangsung pada bulan
Desember sampai Juni. Masa hamilnya 14 bulan, melahirkan seekor anak setiap 2 hingga 3
tahun. Saat lahir panjangnya 1 m dan beratnya 10 kg. Anak itu disapih setelah berumur dua
tahun. Umur pesut dapat mencapai 30 tahun. Untuk perkembangbiakan, biasanya musim
perkawinannya terjadi antara bulan April - Juni pada waktu pasang naik yang cukup tinggi.
Diperkirakan pesut melahirkan di perairan yang relatif tenang dan dalam, dengan kedalaman
5 - 6 m. Airnya relatif jernih dengan pH 6,9, suhu 22 – 29o c, dan kesadahan 1 - 2 ppm.
Seekor anak akan dilahirkan sesudah dikandung sembilan bulan oleh induknya. Pada waktu
lahir, bayi pesut akan ke luar dari rahim induknya dengan ekornya lebih dulu. Beberapa saat
10
setelah dilahirkan, bayi pesut akan segera mengambil nafas di permukaan air, kemudian
mencari puting susu induknya yang terletak di depan lubang dubur.
2.2.3 Habitat
Pesut ini ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang
pesut menjadi satwa langka. Selain di Sungai Mahakam, pesut ditemukan pula ratusan
kilometer dari lautan, yakni di wilayah Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur. Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai pula
di perairan Danau Jempang (15.000 ha), Danau Semayang (13.000 ha), dan Danau Melintang
(11.000 ha). Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin
sibuknya lalu-lintas perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan
pendangkalan sungai akibat pengelolaan hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam
juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena
harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.
Dulu mahakam memang sungai yang bagus buat habitat ikan Pesut, dilihat dari
kedalamannya dan lebarnya sangat cocok untuk pesut berkembang biak, lalulintas kapal juga
tidak terlalu barpengaruh untuk kehidupan ikan. Memang sekarang kita masih bisa melihat
ikan pesut di pinggiran mahakam, tapi sayangnya cuma patungnya saja, tidak bisa loncat
tidak bisa menyemburkan air kaya dulu.
Dari hasil penelitian mamalia laut di perairan Indonesia terdapat 10 jenis lumba-
lumba yang hidup diperaiaran laut, satwa ini terdapat dari Selat Malaka hingga Laut Banda
dan Laut Arafura. Ada juga jenis lumba-lumba yang beradaptasi di perairan Sungai
Mahakam, Kalimantan Timur yaitu jenis pesut (Orcaella brevirostris).
Pesut adalah mamalia yang sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan habitat
hidupnya. Sedikit saja pesut mengalami gangguan di habitatnya, akan membuatnya stress dan
berakibat buruk pada pesut. Perubahan pembentuk iklim yang banyak dipengaruhi oleh
kerusakan lingkungan seperti kerusakan hutan akan berdampak negative pada perubahan di
lingkungan habitat pesut Mahakam. Hal itu sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan
pesut Mahakam yang sangat sensitive terhadap perubahan itu.
2.2.4 Populasi dan Persebaran
Satwa lumba-lumba ini bisa dijumpai diseluruh perairan laut didunia, diperairan laut
sebagian mereka menyukai hidup di perairan pantai (coastal) dan sebagian lagi dilaut bebas
(oseanik). Banyak diantaranya lumba-lumba yang hidup diperairan pantai dan dijumpai di
11
Sungai Mahakam, mereka juga banyak dijumpai diteluk Kendawangan (Kalimantan Barat),
Teluk Kumai (Kalimantan Tengah) maupun di laguna Segara Anakan (Jawa Tengah).
Diperairan Indonesia banyak jenis lumba-lumba dan paus dijumpai diperairan Indonesia
Timur seperti Laut Sawu Maluku dan Papua.
Di dunia ini, pesut hanya dapat ditemukan di perairan perairan-prerairan tropis dan
sub-tropis indo-pasifik. Di wilayah ini, pesut hidup di perairan dangkal pesisir pantai
(termasuk estuary) dan sungai-sungai pedalaman. Pada ekosistem estuari, pesut dilaporkan
terdapat di muara-muara Sungai Gangga dan Brahmaputra. Sedangkan di perairan/sungai
pedalaman keberadaan populasi besar pesut tercatat di Sungai Ayeryawaddy di Myanmar,
Sungai Mekong di Vietnam dan kamboja serta Sungai Mahakam di Kalimantan, Indonesia.
Di Indonesia, masyarakat awam hanya mengenal pesut yang hidup di Sungai Mahakam
beserta anak-anak sungai dan danau-danaunya yakni danau Semayang, danau Jempang, dan
danau Melintang. Padahal beberapa catatan menyebutkan bahwa pesut pernah terlihat di
Sungai Kapuas (Kalimantan Barat), Sungai Barito (Kalimantan Selatan), serta Sungai
Kahayan (Kalimantan Tengah). Sungai Kumai (di sekitar Tanjung Putting) Kalimantan
Tengah juga dilaporkan sebagai habitat satwa ini. Bukti keberadaan pesut di Sungai
Mahakam di dapat dari BKSDA Kalimantan Timur dimana petugasnya menemukan pesut
mati di Sungai Malinau.
Wilayah pesisir Kalimantan Timur, Khususnya Delta Mahakam juga disebut sebagai
daerah sebaraan pesut (Yayasan Konservasi RASI,2005). Demikian pula perairan Sungai
Riko, Sungai Sepaku, dan Pulau Balang di kawasan Teluk Balikpapan dianggap sebagai salah
satu habitat pesut di Kalimantan Timur.
Hal ini didukung oleh BKSDA Kaltim bahwa Penyebaran pesut sangat dipengaruhi
oleh kondisi kedalaman perairan, disamping faktor kualitas air dan kelimpahan ikan
makanannya. Selama musim kemarau, sebagaimana terjadi pada musim kemarau tahun 1995,
pesut banyak berkumpul dan bergerak di dalam sungai Mahakam, sungai Pela, sungai
Melintang dan muara-muaranya. Hal ini terjadi karena pada saat air surut musim kemarau,
danau-danau menjadi dangkal (kedalaman 1,-2,5 meter) dengan vegetasi rumput berakar di
dasar dan rumput terapung yang rapat di sebagian besar danau. Bahkan reservat-reservat ikan
seperti ini selain tidak memberikan ruang gerak bagi pesut, juga derajat keasaman yang
rendah, sementara siang harinya menjadi panas.
Sebaliknya sungai Mahakam dengan kedalaman diatas 15 meter, sungai Pela dengan
kedalaman 8,0-9,5 meter dan sungai Melitang dengan kedalaman 7,0-8,0 meter selama
musim kemarau merupakan tempat yang layak bagi pesut. Disamping kedalamanya, sungai-
12
sungai tersebut pada musim kemarau banyak dihuni ikan-ikan yang bermigrasi dari parairan
rawa dan danau yang sebagian besar mengalami penyusutan dan pengeringan.
Di Sungai Mahakam, sampai awal tahun 1980-an, pesut masih dapat di jumpai di
Samarinda. Tidak diketahui secara pasti apakah individu-individu tersebut adalah populasi
pesisir yang masuk jauh ke pedalaman sungai atau memang individu-individu dari populasi
pedalaman. Tetapi yang jelas tidak ada informasi terkini mengenai keberadaan pesut di
sekitar Samarinda, bahkan hingga ke hulu Tenggarong.Informasi terakhir yang didapat Tim
Survey BKSDA Kalimantan Timur tahun 2003 menyebutkan bahwa ada pesut terlihat di
sekitar Desa Benua Puhun di hilir Muara Kaman (BKSDA Kaltim,2003).
Sekarang populasi pesut di sepanjang alur utama Sungai Mahakam dianggap tersebar
mulai Muara Kaman, di hilir hingga ke hulu sejauh Riam Udang di dekat Long Bagun. Selain
di alur utama Sungai Mahakam tersebut, sebaran pesut juga meliputi anak-anak sungai dan
danau-danau Mahakam. Anak-anak sungai yang tercatat menjadi daerah sebaran pesut adalah
Sungai Kedang Rantau, S. Kedang Kepala, S. Belayan, S Kedang Pahu, dan S. Ratah. Danau-
danau yang saat ini menjadi daerah persebaran pesut ialah Danau Semayang dan Danau
Melintang. Untuk danau jempang, Yayasan Konservasi RASI( 2005 ) memperkirakan bahwa
sekarang tidak ada lagi pesut yang hidup di perairan ini. Jumlah pesut dari tahun ke tahun
semakin berkurang, hal dapat dijelaskan dengan melihat tabel dibawah ini.
Tabel 1. Populasi pesut Mahakam dari tahun 1975-2000.
TAHU
N
POPULA
SI
PENURUNA
N
PROSENTAS
E
1975 1000 0 0.00
1980 800 200 21.05
1985 600 200 21.05
1990 400 200 21.05
1995 100 300 31.58
2000 50 50 5.26
2950 950 100.00
Sumber : BKSDA Kaltim:2000
Dari data tersebut dapat kita peroleh informasi bahwa setiap rentang tahun terjadi
penurunan yang sangat signifikan. Dari rentang waktu antara 1975-2000 penurunan pesut
terjadi sangat besar yaitu 950 ekor. Dimana dari 1975-1985 tiap terjadi pengurangan 200 ekor
atau 21,05%. Pada tahun 1980-1985 terjadi penurunan 200 ekor atau 21,05%. Sama seperti
13
rentang tahun sebelumnya, pada rentang tahun 1985-1990 penurunan pesut sebanyak 200
ekor atau 21,05%. Sedangkan pada rentang tahun 1990-1995 penurunan pesut yang sangat
besar yaitu 300 ekor atau 31,58%. Tetapi pada rentang tahun 1995-2000 penurunan pesut
sedikit berkurang, yaitu 50 ekor atau 5,26%. Semakin menurunnya jumlah polulasi pesut
yang kita peroleh dari dari tahun ke tahun di data tersebut, dapat kita simpulkan bahwa
populasi pesut akan habis jika hal ini tetap terjadi.
2.3 Upaya Pelestarian Pesut Mahakam
Pesut Mahakam (Orcaela brevirostris) termasuk ke dalam salah satu jenis satwa liar
yang dilindungi undang-undang. Disamping itu, Pesut Mahakam juga merupakan satwa
identitas daerah Provinsi Kalimantan Timur. Sebagai konsekuensi dari status yang
disandangnya itu, Pesut Mahakam kemudian menjadi target dari upaya pelestarian. Adapun
upaya pelestarian dari pesut yang terancam punah ini adalah :
a) Eksplorasi
Pengertian eksplorasi secara umum adalah pelacakan atau penjelajahan. Kegiatan
Eksplorasi dilakukan dengan cara pencarian dan pengumpulan informasi di dalam maupun di
luar habitat pesut. Informasi yang dicari sebagai upaya untuk pelestarian pesut yaitu tentang
informasi habitatnya, karakteristik morfologi, sifat reproduksi, jenis makanan dan kebiasaan
makan, serta sifat-sifat biologi lainnya. Informasi tersebut dapat membantu dalam
menentukan tempat yang dapat dijadikan sebagai habitat pesut nantinya.
b) Konservasi
Konservasi yang dilakukan dalam upaya pelestarian pesut yaitu konservasi in situ.
Konservasi in situ adalah semua kegiatan untuk mempertahankan suatu populasi yang dapat
berkembang biak secara aktif pada kondisi secara normal didapatkan,. Pelestarian secara in
situ dilakukan di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Konservasi In
Situ bagi Pesut Mahakam dilakukan di habitat aslinya yaitu di perairan Mahakam. Kegiatan
konservasi ini dilakukan dengan pengurangan aktivitas kegiatan manusia di perairan
Mahakam tersebut,terutama penggunaan kapal. Hal itu dilakukan karena ada anggapan bahwa
baling-baling kapal dapat melukai pesut sehingga jika aktivitas kapal di perairan Mahakam
cukup banyak maka dapat membahayakan kelangsungan hidup pesut. Erosi dan
pendangkalan sungai Mahakampun perlu diatasi agar habitat dari pesut tidak terganggu.
c) Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan dalam upaya pelestarian pesut Mahakam dapat dilakukan
dengan metode pengumpulan data dan analisa. Pengumpulan data dilakukan dengan
14
menyusuri sungai Mahakam. Hal-hal yang diamati yaitu penemuan pesut, jangka waktu
penemuan awal dengan yang berikutnya, tingkah laku pesut, serta ukurannya. Sedangkan
analisa dilakukan dengan analisa penandaan-penangkapan ulang melalui identifikasi foto dan
perhitungan langsung. Analisa penandaan-penangkapan ulang melalui identifikasi foto hanya
menggunakan data dari dua survei, sedangkan perhitungan langsung didasarkan pada semua
identifikasi foto sirip punggung yang diambil selama satu tahun.
d) Kegiatan Pelestarian Pesut Mahakam
Sebagai satwa yang dilindungi keberadaannya, pesut juga perlu dipertahankan dari
ancaman maupun gangguan terhadap pelestarian habitatnya, terutama yang banyak atau
terkonsentrasi diperairan sungai Mahakam dan danau-danau disekitarnya. Ancaman maupun
gangguan yang ada atau sering terjadi saat ini adalah makin banyaknya berbagai aktifitas
disepanjang perairan sungai Mahakam yaitu semakin banyaknya pemukiman, kegiatan
transportortasi diperairan, adanya industri-industri, serta kondisi air yang semakin kotor dan
terjadinya pendangkalan dialur sungai Mahakam serta danau-danau disekitarnya. Tidak lepas
dari itu juga adanya kegiatan dari para nelayan penangkap ikan, sehingga sumber makanan
Pesut semakin berkurang. Adapun beberapa pihak yang melakukan upaya pelestarian pesut
Mahakam, yaitu :
PT. Gunung Bayan Pratama Coal dalam hal ini bidang CSR peduli dengan keadaan
tersebut, kepeduliannya ditunjukkan dengan menjalin kerjasama dengan pihak BKSDA
Kalimantan Timur khususnya Seksi Wilayah II Tenggarong untuk membuat rambu-
rambu atau tanda peringatan dan himbauan kepada seluruh pengguna sungai agar selalu
memperhatikan kelestarian flora fauna yang ada disungai, anak sungai dan danau-danau.
Kegiatan pemasangan tanda peringatan telah dimulai pada tanggal 28 Desember 2009,
adapaun lokasi pemasanganya di Kecamatan Muara Pahu. Turut serta dalam kegiatan ini
ada dari berbagai unsur diantaranya Pihak Kecamatan Muara Pahu diwakili oleh Kasi
PMK Kecamatan Aspar, kegiatan tersebut berjalan dengan lancar. Untuk tahap
pemasangan selanjutnya akan dilakukan pada tempat-tempat habitat Pesut Mahakam serta
tempat rawan ancaman terhadap kelestarinnya.
Badan Lingkungan Hidup, Konservasi Sumber Daya Alam, Yayasan Konservasi Rare
Aquatic Species of Indonesia serta Pemerintah kabupaten turut bergerak. Kepala Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kubar Yason Dawin melalui Kepala Subbidang Konservasi
Sumber Daya Alam (KSDA) Hamsadi mengatakan, upaya menyelamatkan pesut
dilakukan lewat kerja sama Pemkab dengan Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species
of Indonesia (RASI).
15
Upaya pengelolaan kawasan pelestarian habitat pesut, di antaranya yaitu penunjukan
kawasan pelestarian alam habitat pesut direalisasikan dalam bentuk penataan batas.
Kedua melalui identifikasi, inventarisasi, monitoring potensi dan lingkungan sumber
daya hayati. Hal lain adalah penyusunan zona kawasan pelestarian alam habitat pesut
akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kubar dengan melibatkan para pihak terkait beserta
masyarakat sekitarnya.
2.4 Solusi Permasalahan yang Terjadi
Teknik penangkaran pesut selama ini belum dilakukan oleh pemerintah setempat. Hal
ini hanya dalam bentuk wacana saja. Seharusnya program pemerintah pusat dalam
melestarikan spesies pesut yang terancam punah ini harus direalisasikan secepatnya. Adapun
solusi dari permasalahan kepunahan tersebut dengan melakukan penangkaran pesut. Teknik
penangkaran pesut Mahakam tidak jauh dengan penangkaran mamalia lainnya yaitu secara
ex-situ. Konservasi ex situ merupakan metode konservasi yang mengonservasi spesies di luar
distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses melindungi spesies
tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari habitat yang tidak aman atau
terancam dan menempatkannya atau bagiannya di bawah perlindungan manusia.
Program breding dilakukan, seperti pada penangkaran lumba-lumba di Gelanggang
Samudera. Pada awalnya program breeding dilakukan, contohnya pada awal bulan Januari
kedua pesut jantan dan betina diambil dari ekosistem sebenarnya, dan dimasukkan ke kolam
renang penampungan untuk penangkaran. Kedua pasangan jantan dan betina ini dipasangkan
bersama dalam satu kolam dengan tujuan agar terjadi perkawinan dan diharapkan terjadi
kehamilan. Ketika perkawinan sudah sering teramati dan empat bulan kemudian akan terjadi
perubahan pada fisik pesut betina.
Untuk mempermudah pengamatan dan perawatan, pada bulan Mei (bulan keempat)
pesut betina akhirnya dipindahkan di sebuah kolam perawatan khusus. Di kolam baru ini
pengamatan, pemeriksaan, dan perawatan terhadap dugaan kehamilan menjadi lebih intensif.
Selain dilakukan pengamatan pada berubahan bentuk fisik dan tingkah laku, pemeriksaan
berkala terhadap level hormone progesterone harus terus dilakukan. Untuk mendapatkan
diagnosa positif terhadap dugaan kehamilan pesut ini, dilakukan pemeriksaan
Ultrasonography. Pemeriksaan ini menggunakan USG bermerk Aloka ”Echo Camera SSO-
500”. pada pemeriksaan USG, apakah terlihat adanya fetus di dalam rahim pesut betina. Dan
dari ketiga parameter kehamilan pesut seperti perubahan bentuk fisik, bertahannya hormone
16
progesterone di level yang tinggi, dan terlihat adanya bentukan fetus di dalam rahim, maka
telah terjadi kehamilan pada pesut betina.
Perawatan yang dilakukan terhadap pesut betina harus intensif. Pemilihan ikan-ikan
sebagai pakan yang berkualitas baik menjadi kunci utama dalam menjaga kesehatan pesut.
Selain itu pemberian supplemen dan multivitamin supporting, wajib diberikan untuk
mempertahankan kondisi fisik pesut betina dalam mempertahankan fetus yang dikandungnya
agar selalu dalam kondisi prima. Dan setelah mengalami proses kelahiran, anak pesut akan
lahir pada 11 bulan kemudian.
Seperti pada penangkaran lumba-lumba di Gelanggang Samudera, dari pengamatan
yang terus dilakukan saat kehamilan induk betina, tampak bahwa lumba-lumba betina
mengalami penurunan nafsu makan dan perubahan tingkah laku. Dari pengamatan yang terus
dilakukan tampak tanda-tanda yang mengarah ke proses kelahiran. Dimulai dari gerakan-
gerakan aktif berkeliling kolam menunjukkan terjadinya kontraksi, organ-organ reproduksi
juga tampak semakin berkembang, dan beberapa kali terjadi pengeluaran cairan dari vagina.
Kurang dari 24 jam dari tanda-tanda yang terjadi diatas, lumba-lumba betina mengalami
kontraksi, terlihat dengan gerakan melompat ke permukaan air dan kemudian terlihat ekor
dari bayi lumba-lumba yang keluar melalui vagina sang induk.
2.5 Undang-Undang Pelestarian Pesut
Di Indonesia, pesut dilindungi oleh pemerintah dalam Undang-undang Perlindungan
Binatang Liar tahun 1931 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 35/kpts/Um/I/1975,
dan saat ini pesut dijadikan simbol Kalimantan Timur. Jenis ini telah dilindungi oleh
Undang-undang di Indonesia dan merupakan simbol Kalimantan Timur dan sebagai jenis
yang berstatus “Kritis terancam punah” tahun 2000 berdasarkan hasil program penelitian
(Program Konservasi Pesut Mahakam) (Hilton-Taylor 2000). Pesut Mahakam di tetapkan
sebagai satwa yang dilindungi berdasarkan PP No.7 Tahun 1999 tentang Tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa. IUCN mengkategorikan status konservasi pesut ke dalam
kategori kritis terancam punah. Seharusnya pemerintah bertindak tegas terhadap masyarakat
yang merusak lingkungan sekitar sungai Mahakam karena telah semena-mena membuang
limbah si sekitar sungai, mengebudikan kapal dengan kecepatan tinggi, membuang sampah
sembarangan. Hal tersebut akan mengganggu kehidupan hewan langka ini. Upaya pelestarian
dengan teknik penangkaran pesut, diharapkan dapat menambah jumlah species agar dapat
mengurangi angka kepunahan.
BAB III
17
KESIMPULAN
Populasi pesut (Orcaela brevirostris) di Sungai Mahakam terus menyusut akibat
habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas perairan sungai Mahakam,
perubahan iklim, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan
hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat
terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para
nelayan di sepanjang Sungai Mahakam.
Di Indonesia, pesut dilindungi oleh pemerintah dalam Undang-undang Perlindungan
Binatang Liar 1931 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 35/kpts/Um/I/1975, dan saat
ini pesut dijadikan simbol Kalimantan Timur sebagai jenis yang berstatus “Kritis terancam
punah” tahun 2000 berdasarkan hasil program penelitian (Program Konservasi Pesut
Mahakam) (Hilton-Taylor 2000).
Ir Ade M Rachmat memperkirakan mamalia air tersebut bakal punah tahun 2025
apabila tidak dilakukan upaya pelestarian yang terprogram dengan baik. Dari data diperoleh
informasi bahwa setiap rentang tahun terjadi penurunan yang sangat signifikan. Dari rentang
waktu antara 1975-2000 penurunan pesut terjadi sangat besar yaitu 950 ekor. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, Pesut Mahakam saat ini tinggal 41 ekor. Untuk itu perlu
dilakukan pelestarian agar keberadaannya tetap terjaga dan terhindar dari ancaman
kepunahan.
Salah satu upaya pelestarian Pesut Mahakam agar mengurangi angka kepunahan
adalah dengan penangkaran pesut, penangkaran Pesut Mahakam dapat dilakukan di habitat
aslinya (in situ) atau di tempat khusus (ex situ) yang dibangun sesuai tempat hidup hewan air
tersebut. Upaya pengelolaan yang dilakukan pemerintah setempat yaitu dengan penunjukkan
kawasan pelestarian habitat pesut, di antaranya yaitu penunjukan kawasan pelestarian alam
habitat pesut direalisasikan dalam bentuk penataan batas.
Terkait dari populasi pesut di Mahakam yang terancam punah, sebaiknya pemerintah
maupun institusi-institusi terkait membuat kebijakan yang dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan yang berusaha melanggar aturan-aturan di kawasan tersebut. Sehingga
diharapkan tidak ada keraguan bagi masyarakat untuk melaksanakannya ataupun yang akan
tunduk dan patuh pada kebijakan tersebut yang berguna untuk mengurangi angka kepunahan
Pesut Mahakam dengan mengutamakan kelestarian lingkungan, karena hewan tersebut adalah
salah satu jenis satwa langka yang saat ini hanya terdapat di Indonesia saja.
DAFTAR PUSTAKA
18
Badan Konservasi Sumberdaya Alam. 2000. Kalimantan Timur.
ChandraDarma. 2003. Strategi Konservasi Pesut Mahakam dan Haitatnya. BKSDA
Kaltim.1997
Irwanto. 2007. Konservasi Biodiversitas. Http://www.irwantoshut.com
Yayasan KonservasiRASI. @2005. Program Konservasi Pesut Mahakam
http://www.korankaltim.co.id/read/news/2011/10116/induk-pesut-mahakam-ditemukan-mati-
di-perairan-sebulu--.html
http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=33
http://www.kutaikartanegara.com/berita/news021202.html
http://yoyo-travel.blogspot.com/2009/10/pesut-orcaella-brevirostris.html
http://www.kutaikartanegara.com/pesut.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesut
http://dolphindance.wordpress.com/2009/02/19/kehamilan-dan-proses-kelahiran-pada-
lumba-lumba/
19
Top Related