MAKALAH
KOMUNIKASI SATELIT
ANALISIS HASIL CROSSPOL
Disusun Oleh:
Bayu Hadi Putra
15101010
S1 TT-03-A
Dosen Pengampu : Imam MPB S.T., M.T
FAKULTAS TEKNIK TELEKOMUNIKASI DAN ELEKTRO
INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM
JL. D.I. PANJAITAN 128 PURWOKERTO
2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ----------------------------------------------------------------------- 1
1.2 Rumusan Masalah -------------------------------------------------------------------- 2
1.3 Tujuan --------------------------------------------------------------------------------- 2
1.4 Manfaat Penelitian ------------------------------------------------------------------- 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah 2G ---------------------------------------------------------------------------- 3
2.2 Arsitektur Jaringan 2G --------------------------------------------------------------- 3
2.3 Interface Jaringan 2G ---------------------------------------------------------------- 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan --------------------------------------------------------------------------- 7
Daftar Pustaka ----------------------------------------------------------------------------- 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi sangat berkembang dengan cepat, salah satunya adalah
komunikasi yang menggunakan jaringan satelit sebagai medianya atau dalam
hal ini satelit sebagai repeater atau pengumpan balik. VSAT dapat diletakan di
daerah yang jauh dan terpencil karena kemampuannya untuk tetap
berkomunikasi melalui satelit tanpa memerlukan kabel. Ini merupakan segi
ekonomis pada jaringan VSAT. VSAT adalah solusi tepat untuk pelanggan
yang memerlukan layanan dengan harga lebih murah (share bandwidth),
memiliki delay yang rendah, diameter antenna kecil sehingga mudah untuk
dipasang. Layanan teknologi VSAT menggunakan HUB teleport di lokasi
provider dan stasiun bumi di titik remote pelanggan menggunakan topologi
start. Secara garis besar peralatan dalam transmisi satleit dibagi menjadi dua
bagian yaitu peralatan yang ada di bumi Ground segment (GS) dan peralatan
yang bearada di antariksa Space Segment (SS). Untuk mendapatkan hasil
transmisi yang baik, salah satu factor yang mempengaruhi yaitu level atau nilai
cross. Semakin berkembangnya zaman yang modern, maka kebutuhan
komunikasi berbasis satelit maka akan meningkat pula, sehingga jumlah satelit
di antariksa semakin banyak. Hal ini menyebabkan inteferensi satelit satu sama
lain. Dengan adanya inteferensi ini akan menurunkan kualitas link transmisi
VSAT. Dampak lain dari inteferensi akan berdampak pada hasil cross
polarization dan besarnya nilai (C/N) carrier to noise power yang akan
merujuk pada perhitungan link budget.[1]
Nilai crosspol dipengaruhi dari beberapa faktor, baik dari ground segment
maupun dari space craft nya. Perubahan nilai crosspole dari sisi ground
segment disebabkan faktor alam seperti gempa bumi atau hembusan angina
yang cukup kuat yang menyebabkan perubahan posisi dari suatu antena.
Perubahan dari sisi space craft yaitu kondisi aktifitas dan dinamika
peregerakan satelit, karena untuk menjaga posisi orbitnya. Faktor tersebut
diatas dapat mengakibatkan inteferensi pada saat proses crosspol.
Cara lain menjaga nilai crosspol antenna tetap baik juga bisa dilakukan
dengan cara menjaga dan mengkondisikan pergerakan satelit sesuai dengan
tempat operasional satelit atau disebut box keeping, satelit dibatasi
pergerakannya hanya 0.05 derajat.
Berbagai masalah yang di timbulkan akibat adanya inteferensi akan
mendorong untuk memaparakan standarisasi prosedur crosspol antenna VSAT
serta melakukan penelitian dampak orbit satelit terhadap (CPI) cross
polarization Inteferensi VSAT dan link budget satelit. Dengan melakukan
sinkronisasi polarisasi sesuai prosedur diharapkan dampak fluktasi nilai
crosspol pergerakan satelit di dalam box keeping tidak mempengaruhi link
perfomansi transmisi antenna VSAT[2]
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini, antara lain:
1. Apa saja parameter yang mempengaruhi hasil crosspol ?
2. Bagaimana perhitungan link budget satelit ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui parameter komunikasi satelit
2. Mahasiswa dapat memahami perhitungan link budget satelit
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai unjuk kerja
sistem Analisa Perfomansi hasil crosspol VSAT antara satelit chinasat dan telkom
3s. Dengan mengetahui kualitas hasil crosspol diminta agar menjaga nilai crosspol
antenna dan mengkondisikan pergerakan satelit sesuai dengan tempat operasional
satelit atau disebut box keeping, satelit dibatasi pergerakannya hanya 0.05 derajat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONFIGURASI SISKOMSAT
Dalam menjalankan sistem telekomunikas sebuah komunikasi satelit, ada
dua elemen dasar yang berperan didalamnya antara lain: Stasiun Bumi (Ground
Segment) dan Ruang angkasa/Satelit (Space Segment). Stasiun Bumi akan
mengirimkan sinyal informasi ke arah satelit dengan menggunakan frekuensi yang
dinamakan Frekuensi Up Link dan sebaliknya, Satelit berfungsi sebagai repeater
diluar angkasa akan meneruskan sinyal informasi ke stasiun bumi yang dinamakan
Frekuensi Down Link.
. Gambar 2.1 Konfigurasi Sistem Komunikasi Satelit
Masing-masing besaran frekuensi up link dan down link dengan
menggunakan standarisai ITU-T dengan menggunakan besarannya frekuensi Band-
nya seperti table dibawah:
Tabel 2.1 Alokasi Frekuensi
Tabel 2.1 diatas merupakan alokasi frekuensi band up link dan downlink
dari siskomsat yang berlaku. Seperti komunikasi gelombang mikro, maka
pertimbangan pemilihan band frekuensi didasarkan setiap kebutuhan aplikasi
satelit tersebut. Jika ingin membangun satelit berbandwidth lebar, maka diperlukan
frekuensi yang besar seperti frekuensi Ka atau Ku. Jika untuk efensiensi daya maka
pilih lah badwidth yang kecil. Faktor yang diperlukan untuk memilih band
frekuensi adalah bahwa semakin tinggi frekuensi maka redaman yang diakibatkan
oleh hujan semakin tinggi.
2.2 JENIS ORBIT SATELIT
Jenis-jenis tempat beredarnya sattelit mengelilingi permukaan bumi disebut
orbit. Orbit terbagi menjadi 3 bagian antara lain :
A. LEO (Low Earth Orbit)
Satelit jenis LEO mempunyai ketinggian kisaran 320-800 Km di atas
permukaan bumi. Orbit LEO sangat dekat dengan bumi, sehingga
mempunyai kecepatan orbit sangat tinggi supaya tidak terlempar ke
atmosfer. Kecepatan edar satelit LEO mencapai 27.359 Km/h untuk
mengitari bumi dalam 90 menit. Aplikasi yang biasa digunakan untuk
satelit LEO ialah pada sistem Remote Sensing dan peramalan cuaca
karena jarak mereka dengan bumi tidak terlalu jauh. Satelit LEO sangat
banyak diluncurkan untuk berbagai macam aplikasi karena jaraknya
tidak terlalu jauh dan biayanya relative murah. Tercatat ada sekitar 8000
satelit yang beredar mengitari bumi.
B. MEO (Medium Earth Orbit)
Satelit pada orbit Medium Earth Orbit yakni memiliki ketinggian
kisaran diatas 10000 Km dengan aplikasi dan jenis yang sama seperti
orbit LEO. Namun karena jarak begitu jauh, jumlah satelit pada orbit
MEO tidaklah sebanyak satelit pada orbit LEO. Satelit MEO
mempunyai delay sebesar 60-80ms
C. GEO (Geostationery Earth Orbit)
Satelit GEO merupakan sebuah satelit yang ditempatkan dalam orbit
yang posisinya tepat pada titik bumi. Waktu edarnya sama dengan waktu
rotasi bumi (24 jam) karena mempunyai posisi yang tetap. Posisi satelit
GEO tepat sejajar denagan garis khatulistiwa atau titik lintang nol
derajat.
Gambar 2.2 Orbit Satelit GEO
Satelit GEO mempunyai jarak 35786 Km dari permukaan bumi. Pada
satelit orbit GEO yang banyak dibahas dan dijadikan sebagai bahan
persoalan. Salah satu keuntungan satelit GEO ini dalam me-tracking
antenna dari stasiun bumi tidak perlu mengikuti pergerakan satelit,
karena satelit tersebut memiliki periode yang sama dengan rotasi bumi.
Kerugian satelit orbit GEO ialah jaraknya yang sangat jauh dari
permukaan bumi, maka diperlukan daya pancar sinyal yang tinggi dan
sering terjadinya delay yang sangat signifikan.
2.3 VSAT (Very Small Aperture Terimnal)
Komunikasi VSAT merupakan suatu konsep dalam sistem komunikasi
telekomunikasi Indonesia dengan menggunakan satelit sebagai media utamanya.
VSAT banyak dipakai dalam berbagai aplikasi karena teknologi ini mampu
menyediakan pelayanan yan benar-benar terintegrasi untuk jaringan pemakai.
Secara umum VSAT terdiri dari 2 bagian yaitu outdoor unit (ODU) sebuah
transceiver yang diletakan ditempat terbuka sehingga dapat secara langsung
menerima sinyal dari satelit dan sebuah piranti yang diletakan dalam ruangan (IDU)
untuk menghubungkan transceiver dan piranti komunikasi penggguna akhir (end
user), seperti computer LAN, telepon atau PABX.
Gambar 2.3 Arsitektur Jaringan VSAT
2.4 VPN ( Virtual Private Nework)
Virtual Private Network (VPN) adalah sebuah teknologi komunikasi yang
memungkinkan untuk dapat terkoneksi jaringan public dan menggunakannya untuk
dapat bergabung dengan jaringan local. Dengan cara tersebut maka akan didapatkan
hak dan pengaturan yang sama seperti halnya berada di dalam kantor atau LAN itu
sendiri. Walaupun menggunakan jaringan milik public. Teknologi VPN
menyediakan beberapa fungsi untama yaitu : Confidentially (Kerahasiaan) , Data
Integrity (Keutuhan data) ,,Origin Authentication ( Auntetikasi sumber) , Non-
repudiation , Kendali akses.
Gambar 2.4 Remote access VPN
Pada umumnya implementasi VPN terdiri dari 2 macam. Pertama adalah
remote access VPN , dan yang kedua adalah site-to-site VPN. Remote access yang
biasa juga disebut virtual private dial-up network (VPDN).
2.5 TEKNIK MODULASI
Sistem komunikasi satelit memiliki kemampuan untuk menghubungkan
seluruh stasiun bumi secara bersamaan dengan cara point to point maupun
multidestional. Hal ini dikarenakan dalam satu transponder satelit dapat digunakan
oleh banyak stasiun bumi, dibutuhkan suatu teknik agar dapat mengakses
transponder satelit tersebut ke stasiun bumi. Teknik yang dimaksud dinamakan
teknik Satellite Multiple Access.
1. Frequency Division Multiple Access (FDMA)
Sistem FDMA adalah salah satu metode akses sistem komunikasi satelit
dengan menggunakan modulasi frekuensi dan tiap-tiap stasiun bumi
dibedakan frekuensi pancarnya, sehingga lebar bidang frekuensi
transponder satelit akan dibagi menjadi beberapa bidang frekuensi yang
akan diduduki oleh masing-masing stasiun. Metode ini merupakan
metode yang paling sederhana sejak adanya satelit komunikasi. Setiap
stasiun bumi yang menggunakan metode FDMA atau dikenal dengan
Single Channel Per Carrier (SCPC) memakai satu atau lebih frekuensi
pembawa yang spesifik sepanjang waktu pelayanan. Metode FDMA
tidak digunakan untuk pengiriman data berkecepatan rendah tetapi
untuk pengiriman data dengan kecepatan diatas 56 Kbps.Teknik FDMA
ini memiliki keuntungan dalam komunikasi satelit, diantaranya adalah
mudah diterapkan pada komunikasi satelit, teknologi FDMA sudah
dikenal, dan tidak membutuhkan sinkronisasi waktu. Namun, dari sisi
lain memiliki kelemahan juga yaitu dapat menimbulkan intermodulasi
pada Travelling Wave Tube Amplifier (TWTA) satelit, karena
dioperasikan dengan multi carrier.
2. Time Division Multiple Access (TDMA)
Sistem TDMA adalah merupakan salah satu metode akses sistem
komunikasi satelit, dimana pada sistem ini sudah menggunakan
teknologi digital, tiap-tiap stasiun bumi akan memancarkan sinyal ke
satelit menurut celah waktu yang telah disediakan secara bergiliran,
sedangkan frekuensi pancar dari setiap stasiun bumi semuanya sama
3. Code Division Multiple Access (CDMA)
Pada sistem CDMA, sejumlah stasiun bumi menduduki seluruh bidang
frekuensi transponder secara terus menerus dan bersamaan, hanya antara
setiap stasiun bumi tersebut dibedakan kode sinyalnya masing-masing.
Jadi setiap stasiun bumi memiliki kode masing-masing yang berbeda
satu dengan yang lainnya. CDMA merupakan teknik akses bersama ke
satelit yang membagi Bandwidth transponder satelit, dengan
memberikan kode-kode alamat tujuan dan untuk pengenal setiap data.
Sinyal informasi mempunyai kode tujuan dan pengenal masing-masing
dan dipancarkan secara acak dan hanya stasiun tujuan yang dapat
menerima informasi tersebut. CDMA merupakan teknik akses bersama
ke satelit yang membagi Bandwidth transponder satelit, dengan
memberikan kode-kode alamat tujuan dan untuk pengenal setiap data.
Sinyal informasi mempunyai kode tujuan dan pengenal masing-masing
dan dipancarkan secara acak dan hanya stasiun tujuan yang dapat
menerima informasi tersebut
2.6 POINTING
ointing Antena VSAT merupakan suatu proses untuk mengarahkan atau
mencari posisi satelit yang akan kita tuju. Sebelum melakukan pointing antena, ada
beberapa hal yang perlu kita ketahui yaitu letak / posisi satelit yang fungsinya untuk
menentukan kemana antena akan diarahkan. Istilah Dalam Pointing adalah sebagai
berikut :
1. Elevasi
Sudut elevasi adalah arah sudut dari permukaan satelit terhadap
permukaan bumi, atau disebut juga pengarahan sudut antena secara
vertical,
Gambar 2.5 Posisi Elavasi
2. Azimuth
Azimuth adalah pengarahan posisi antenna secara horizontal, agar
satelit tepat pada arah reflector antenna
Gambar 2.6 Posisi Azimuth
2.7 Cross Polarization
Crosspoll adalah standar atau penyerataan yang digunakan untuk mengukur
kualitas line atau jalur yang dibangun dengan VSAT. Crosspoll diperlukan agar
arah antenna benar-benar maksimal sehingga optimal digunakan dan tidak
menganggu penguna satelit lain. Fungsi daripada Crosspollarization untuk
memastikan bahwa sinyal yang dipancarkan ke satelit sesuyai dengan baik di
alokasi sebuah perangkat otomatis yang menerima, memperkuat dan mengirimkan
sinyal dalam frekuensi tertentu.Tujuan Cross PolarizationCrosspoll bertujuan untuk
memaksimalkan arah antenna menuju satelit yang dituju, tepatnya menuju alokasi
transponder yang disewa atau disediakan oleh perusahaan. Berikut Proses
terjadinya crosspol:
1. Setiap carrier yang dipancarkan dari satu antenna akan terurai oleh
polarizier dari antenna tersebut, lalu menjadi komponen verikal dan
horizontal.
2. Masing-masing komponen sinyal baik vertical maupun horizontal
dterima oleh receiver satelit.baik rx verikal maupun rx horizontal
untuk proses selanjutnya.
3. Masing-masing receiver memproses sinyal, dari bumi atau dengan
menetralisasikan sinyal 6 Ghz menjadi 4 Ghz.Dengan lo.2555 Mhz
yang berbeda antara rx vertical dan rx horizontal.
4. Setelah proses penguatan oleh HPA/SSPA satelit untuk arah vertical
maupun horizontal,langsung dipancarkan ke arah bumi.
5. Setelah sampai di bumi, diterima oleh antenna dua pol:pol vertical
menerima sinyal tx pol. Horizontal dan pol horizontal menerima
sinyal tx pol vertical.
6. Berhubung lo rx horizontal dan lo rx vertical disatelit (2225 Mhz)
tidak sama persis, maka perbedaan antara sinyal terima horizontal
dan vertical akan terl ihat jelas dengan rbw dan vbw yang rendah
7. Demikian akan terukur besaran/parameter isolasi polarisasi dari
antenna pengirim
2.7.1 Pengukuran Isolasi Crosspol
1. Memiliki antenna 2 pol
2. Spectrum analyzer frekuensi minimal 4 Ghz.
3. Tersedia port pengukuran dengan loss sekecil mungkin.
Jalur receiver vertikal dan horizontal dari antenna sampai dengan
specan mempunyai gain dan loss yang sama.
4. Jalur receiver vertikal dan horizontal dari antenna sampai dengan
specan mempunyai gain dan loss yang sama.
Setiap antenna stasiun bumi beroperasi yang bisa dipastikan
mempunyai unsur kesalahan sudut, namun derajatnya berbeda satu sama
lain.
2.7.2 Solusi dari Permasalahan Intefrensi Crosspol
1. Melakukan polarizier dari antenna dengan bantuan dual polaisasi
atau SPU cbi
2. Lakukan maintenance rutin/pengukuran crosspol secara turin
terhadap terhadap semua stasiun bumi
3. Sebelum melaksanakan pengukuran crosspol untuk melakukan
pointing ulang antenna.
2.7.3 Intefrensi yang terjadi pada saat crosspol
1. Kesalahan posisi sudut polarizier atau horn dari suatu antenna.
2. Kesalahan posisi satelit
2.8 Dasar Perhitungan Link Budget
2.8.1 Perhitungan sisi Up link
1.Menenntukan Free Space loss
Untuk menentukan besarnya nilai redaman propagasi akibat
penggunaan media transmisinya berupa udara (atmosfer)dan melalui
ruang hampa.
FSPL=(4πdf)2:C….…………………………………………….(2.1)
Dimana :
FSPL : Free Space loss (dB)
d : Slant range up link (m)
f : Frekuensu (Hz)
C : Kecepatan cahaya (2.997925 x 108 –ms)
2. Menentukan Daya Carrier Up link
Daya carrier up link daya yang diterima oleh antenna pada satelit,
setelah daya carrier yang dikirim stasiun bumi stasiun bumi mengalami
redaman-redama pada saat up link.
Cu. = 𝑬𝑰𝑹𝑷
𝑳 (
𝟒𝝅𝒇𝒖𝒅𝒖
𝒄)
𝟐 Gu ……………………………………(2.2)
Dengan :
Cu = Daya carrier up link (dB)
EIRP = Effective isotrophic Radiated Power (dBw)
L = Loss tracking + atmosphere attenuation (1,2-1,5 dB)
fu = Frekuensi Up link (Hz)
C = Kecepatan cahaya (2.997925 x 108 ms )
d = slant range up link (m)
Gu = Gain antenna (dBi)
3. Menentukan Noise Power Up link
Noise power up link dapat diartikan sebagai noise yang
mempengaruhi atau mengurangi daya pada saat stasiun bumi
mengirimkan sinyal ke satelit
Nu = k Tu B…………………………………………..…..(2.3)
Dengan :
K = Konstatnta Boltzman (1,38 x 10-23 j/k)
Tu = Noise Temperature (K)
B = Noise bandwidth (Hz)
4. Menentukan Carrier power flux density
Parameter SFD menyatakan besarnya kerapatan daya pancar stasiun
bumi untuk menjenuhka/saturasi transponder. Parameter ini
menunjukan tingkat kepekaan transponder. Nilai SFD dirumuskan
sebagai berikut :
𝜴 = 𝑬𝑰𝑹𝑷
𝟒𝝅𝒅𝟐𝑳
Dengan :
Ω = daya carrier power flux density (W/m2)
EIRP = Effective isotrophic Radiated Power (dBw)
du = Slant range up link (m)
L = Loss tracking + atmosphere attenuation (1,2-1,5 dB)
5. Menentukan Carrier to Noise Ratio (C/N)
Carrier to noise ratio (C/N) merupakan nilai perbandingan antara carrier
yang diterima dengan sinyal noise dihasilkan dalam suatu link.
Pesamaan untuk transmisi ke satelit dapat ditulis secara langsung
dengan mensubsitusi nilai-nilai parameter sistem komunikasi satelit ke
dalam persamaan dasar link
C/N.up =EIRPsat-20log(𝟒𝝅𝒇𝒖𝒅𝒖
𝒄)+(
𝑮𝒖
𝑻𝒖)/K-10logK
-10logB-L-BOi
Atau jika diketahui nilai dari daya carrier power flux density.
C/N.up = Ω-20log(𝟒𝝅𝒇𝒖𝟐
𝒄𝟐 )+(𝑮𝒖
𝑻𝒖)-10 log k – 10 log B - BOi
Dengan :
Ω = daya carrier power flux density (W/m2)
fu = Frekuensi Up link (Hz)
du = Slant range up link (m)
C = Kecepatan cahaya (2.997925 x 108 ms )
Gu = Gain antenna (dBi)
Tu = Noise Temperature (K)
K = Konstatnta Boltzman (1,38 x 10-23 j/k)
B = Noise bandwidth (Hz)
BOi = Back off input (dB)
L= Loss tracking + atmosphere attenuation (1,2-1,5 dB)
2.8.2 Perhitungan Sisi Downlink
1.Menentukan Free Spacec Loss
Free Spce loss downlink adalah redaman yang dialami sinyal yang dikirim
satelit ketika sedang mengirim sinyal kembali ke stasiun bumi ( saat
diangkasa). Besarrnya nilai loss dapat dirumuskan berikut :
Ld =(𝟒𝝅𝒅𝒅
𝝀𝒅)
𝟐
= (𝟒𝝅𝒇 𝒅 𝒅𝒅
𝒄)
𝟐
Dengan :
Ld = Free space loss down link (dB)
d = Slant range down link (m)
𝜆 = Panjang gelombang down link (m)
F = Frekuensi down link (Hz)
C = Kecepatan cahaya (2.997925 x 108 ms )
2. Menentukan Noise Power Down link
Noise power down link dapat diartikan sebagai noise yang
mempengaruhi atau mengurangi daya pada saat satelt mengirimkan
sinyal ke stasiun bumi. Nilai noise power down link dirumuskan sebagai
berikut :
Nd =K Td B ………………………………………………………(2.8)
K = Konstatnta Boltzman (1,38 x 10-23 j/k)
Tu = Noise Temperature (K)
B = Noise bandwidth (Hz)
3. Menentukan Carrier to Noise Ratio (C/N)
Carrier to Noise Ratio downlink merupakan perhitungan perbandingan
daya carier dengan daya noise dari sisi antenna pemancar satelit di sisi
space segment, dengan user yang berada di ground segment. Kalkulasi
link down link bisa diperoleh dengan mendistribusi nilai-nilai
parameter ke dalam persamaan dasar link:
K = Konstatnta Boltzman (1,38 x 10-23 j/k)
B = Noise bandwidth (Hz)
BOo = Back off ouput (dB)
L= Loss tracking + atmosphere attenuation (1,2-1,5 dB)
4. Menentukan C/N Total
Nilai dari C/N total merupakan jumlah dari C/N uplink dan C/N
downlink dengan dengan menggunakan rumus :
C/NT = ((C/Nup)-1 +(C/Ndn)-1)-1
2.8.3 Redaman Atmosfer (Atmosfer Attenation)
Gelombang elektromagnetikakan mengalami redaman dan penurunan daya
ketika melewati atmosfer bumi yang disebabkan oleh penyerapan dan
penghamburan oleh partikel bumi.Besarnya atmosfer attenuation berkisar
antara 0,02 dB.
2.8.4 Pointing Loss
Pointing loss pada SB merupakan sudut sorotan utama (main beam) antenna
dengan arah satelit yang sebenarnya.Pointing loss menyebabkan
menurunnya gain antenna. Semakin besar nilai pointing loss maka semakin
rendah atau berkurangnya gain antenna .Pointing loss dipengaruhi oleh
diameter antenna dan frekuensi.
Dirumuskan dengan :
Lpointing = 12(𝜶𝑻
𝜽 𝟑𝒅𝑩) 𝟐
𝜽3dB =𝟕𝟎 𝝀
𝑫
BAB III
ANALISIS PEMBAHASAN
3.1 DATA PARAMETER
3.2 Analisis Perhitungan
A. . Link budget IDR
Adapun perhitungan link budget IDR dapat dihitung dengan
memperhatikan beberapa parameter-parameter berdasarkan Tabel 3.4,
dengan info rate (IR) = 2.048 Kbps, FEC 2/3, index modulation (n) = 3,
dan overhead = 0 Kbps.
Data rate (R) =info rate + overhead
= 2.048 + 0
= 2.048 Kbps
Untuk mengetahui nilai Transmission Rate (Tr), digunakan persamaan
berikut
Transsmision Rate (Tr) =
Symbol rate =
= 1.024Kbps
B. Link budget stasiun bumi
Untuk menghitung gain antena (GantTx) dengan memperhatikan
parameter-parameter antena pada tabel 3.2 dan tabel 3.3 dengan nilai
fTx = 6,218 GHz, fRx = 3,993 GHz, diamater antena penerima (DSB1) = 10
m, diamater antena pemancar (DSB2) = 4,5 m dan efisiensi antena = 0,6.
Untuk menghitung gain antena dapat menggunakan persamaan berikut :
Gant Tx = 20,4 + 20 log f(GHz) + 20 log D(m) + 10 log h
= 20,4+20 log(6,218) + 20 log(4,5) + 10 log(0,6)
= 47,12 dB
Gant Rx = 20,4 + 20 log f(GHz) + 20 log D(m) + 10 log h
= 2,4+20 log(3,993) + 20 log(10) + 10 log(0,6)
= 50,20 dB
Lalu menghitung EIRPSB masukan parameter pada table 3.2
EIRPSB = PHPA+ G ant – Feed Loss
= 10 + 47,12 – 1
= 56,12 dBW
C. Redaman Propagasi
Parameter pendukung perhitungan dapat menggunakan tabel 3.2 dan
tabel 3.3 dengan nilai fTx = 6.218 MHz, fRx = 3.993 MHz, dan jarak SB 2
ke satelit (RU) 35.829,24 Km. Nilai redaman ruang bebas (FSL) dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
FSL uplink = 32,5 + 20 log fTx (MHz) + 20 log RU(Km)
= 32,5 + 20 log (6.218) + 20 log (35.829,24)
= 199,46 dB
FSL downlink = 32,5 + 20 log fRx (MHz) + 20 log RD(Km)
= 32,5 + 20 log (3.993) + 20 log (35.829,24)
= 195,61 dB
D. Redaman Atmosfer
Berdasarkan redaman atmosfer (atmosfer attenuation) sekitar 0,02 dB
E. Pointing loss
Pointing loss (LPointing) dapat diketahui dengan menggunakan parameter
pada tabel 3.2 dan 3.3 dengan nilai fTx = 6,218 GHz, fRx = 3,993GHz,
diameter antena (DTx) = 4,5 m dan (DRx) = 10 m. Perhitungan
Pointing loss (LPointing) dapat menggunakan persamaan berikut
F. Perhitungan data satelit
Perhitungan mengenai data satelit meliputi Power Flux Density (PFD),
IBOCXR, dan OBOCXR. PFD menunjukkan besarnya daya yang
dipancarkan suatu terminal dari stasiun bumi yang dapat diterima oleh
satelit. Parameter data input untuk perhitungan data satelit dapat dilihat
pada tabel 3.1 dengan nilai EIRPSB = 56,12 dBW LRA Uplink = 3,90 dB ,
dan LAtm = 0 ,02 dB. Nilai PFD dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan berikut
PFD = EIRPSB –162,12 – LRA Uplink – LAtm
= 56, 12 – 162,12 – 3,90 – 0,02
= -109,92 dBW/m2
Berdasarkan tabel 3.1 nilai SFD = -103 dB, PAD = 12 dB dan hasil
perhitungan sebelumnya nilai PFD = -109, 92 dB, maka nilai Input Back
Off (IBOcxr) dan Output Back Off (OBOcxr) dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan berikut
IBOcxr = SFD + PAD – PFD
= -103 + 12 – (-109, 23)
= 18,92 dB
OBOcxr = IBOcxr – (IBOagg – OBOagg)
= 18,92 – ( 3 – 3 )
= 18,92 dB
Nilai EIRPSatelit dapat diketahui setelah diketahuinya nilai OBOcxr
sebesar 28,31 dB, maka perhitungan nilai EIRPSatelit dapar dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut
EIRP satelit = EIRP saturasi – OBOcxr
= 39 – 18,92
= 20,08 dBW
G. G/T (Figure of merit)
Nilai dari G/T dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini, tapi
terlebih dahulu harus diketahui nilai GR yaitu Penguatan antena
penerima maksimum dan Temperatur Sistem dengan menggunakan
persamaan berikutnya. Berikut data paramaternya dengan nilai Gant Rx
= 50,20 dB, Feed Loss (IFL) = 1 dB, dan berikut perhitungannya.
H. Perhitungan C/N
Untuk mendapatkan nilai dari C/Ntotal, terlebih dahulu menghitung
C/Nuplink dan C/Ndownlink, yang diketahui parameter-parameternya
dari per hitungan sebelumnya adalah sebagai berikut:
EIRP SB = 56,12 dBW
EIRPsatelit = 20,08 dBW
G/T SB = 28,25 dB/K
G/T satelit = 2.5 dB/K
Loss propagasi uplink = 203,48 dB
Loss propagasi downlink = 196,46 dB
Boccupied = 1.228,8 KHz
Nilai C/N, C/Nuplink, C/Ndownlink, dan C/Ntotal, Link Margin, C/Nrequired
menggunakan beberapa persamaan, berikut perhitungannya
C/N uplink = EIRPSB – Lpropagasi Tx + G/T Sat – k– B
= 56,12 – 203,48 + 2,5– (–228,6) – (10 log (1.228,8×1000))
= 22.84 dB
C/N downlink–=EIRP Sat propagasi Rx + G/T SB – k – B
= 20,08 – 196,46 + 28,25 – (– 228,6) – (10 log (1.228,8×1000))
= 19,57 dB
berdasarkan tabel 3.5 (Eb/Noreq = 6,60 dB) dan perhitungan sebelumnya
BOccupied = 1.228,8 KHz, maka nilai C/NReq dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut
elah diketahui besar C/N uplink dan C/N downlink , maka bisa dihitung C/Ntotal
dengan mengetahui parameter-parameter di bawah ini dan perhitungannya
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
C/IIntermod Earth Station = 28 dB
C/IIntermod Satellite = 24dB
C/IDownlink ASI = 24dB
C/IDownlink ASI = 24dB
C/NUplink = 22,84 dB
C/NDownlink = 19,57dB
Perhitungan C/Ntotal untuk C/I Crosspol (pengukuran hari pertama, waktu
pengukuran pagi) dengan nilai crosspol 36.96, dB, berikut :
BAB IV
PENUTUP
4. 1 Kesimpulan
1. Untuk hasil Free Space loss mendapatkan FSL uplink = 199,46 dB dan FSL
downlink = 195,61 dB
2. Besarnya redaman atmosfir sekitar 0,02 dB
3. Hasil CPI sebesar = 39,96 dbBi dan C/N Total =15,2331
4. Perhitungan C/Ntotal untuk C/I Crosspol (pengukuran hari pertama, waktu
pengukuran pagi) dengan nilai crosspol 36.96, dB
DAFTAR PUSTAKA
[1] T. Simanjuntak, “Sistem Komunikasi Satelit,” dalam Sistem Komunikasi Satelit,
Bandung, P.T. Alumni, 2004.
[2] S. Yulianto, “Link Budget Transat sebagai Tool Optimalisasi Disain link transmisi
satelit,” dalam Link Budget Transat sebagai Tool Optimalisasi Disain link transmisi
satelit, Cibinong, PT. Telkom, 2003.
[3] W. P. Imam MPB, “Sistem Komunikasi Satelit (Teori dan Praktik),” dalam Sistem
Komunikasi Satelit (Teori dan Praktik), Purwokerto : , Penerbit Andi, 2014.
Top Related