KOLOID
2.1 Pengertian Koloid
Untuk memudahkan pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase
terdispersi berupa padatan dan fase pendispersi yang umum, berupa air. Ukuran
partikel zat terdispersi di dalam koloid lebih besar daripada ukuran partikel di
dalam larutan, tetapi lebih kecil daripada ukuran partikel di dalam suspensi.
Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7 cm sampai dengan 10-5 cm (1 nm –
100 nm). Sistem koloid tampak homogen jika dilihat tanpa mikroskop, tetapi
dengan menggunakan mikroskop tampak adanya partikel-partikel fase terdispersi.
Partikel koloid dapat disaring dengan menggunakan suatu kertas saring yang
berpori-pori sangat halus (penyaring ultra). Berdasarkan sistem dispersinya, suatu
koloid tampak seperti suspensi. Akan tetapi, secara fisik tampak seperti larutan
sehingga sering juga disebut dengan istilah suspensi homogen. Campuran susu
bubuk dan air dinamakan koloid. Secara garis besar, perbandingan antara larutan,
koloid, dan suspensi dapat dilihat pada Tabel 2.1. berikut ini.
Tabel 2.1 Perbandingan antara Larutan, Koloid, dan Suspensi
Aspek Larutan Koloid Suspensi
Bentuk Campuran Homogen Tampak homogen Heterogen
Kestabilan Stabil Stabil Tidak stabil
Pengamatan
MikroskopHomogen Heterogen Heterogen
Jumlah Fase Satu Dua Dua
Sistem Dispersi Molekuler Padatan halus Padatan kasar
Pemisahan
dengan Cara
Penyaringan
Tidak dapat
disaring
Tidak dapat disaring
dengan kertas saring
biasa, kecuali dengan
kertas saring ultra.
Dapat disaring
Ukuran Partikel < 10-7 cm,
atau < 1 nm
10-7 cm - 10-5 cm, atau 1
nm - 100 nm
> 10-5 cm, atau
> 100 nm
2.2 Pengelompokan sistem koloid
Sistem koloid adalah campuran yang heterogen. Telah diketahui bahwa terdapat
tiga fase zat, yaitu padat, cair, dan gas. Dari ketiga fasa zat ini dapat dibuat
sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk sistem
koloid hanya delapan. Kombinasi campuran fase gas dan fase gas selalu
menghasilkan campuran yang homogen (satu fase) sehingga tidak dapat
membentuk sistem koloid.
Macam koloid berdasarkan interaksinya dengan pelarut ( air )
1. Koloid Hidrofil ;
- dapat campur dengan air --> dapat diencerkan
- lebih stabil .
Contoh : koloid dari senyawa-senyawa organik, misalnya
kanji (amilum), agar-agar, dsb
2. Koloid Hidrofob ;
- tidak campur dengan air, --> tidak dapat diencerkan
- kurang stabil.
Contoh : Kebanyakan koloid dari senyawa anorganik, misalnya sol belerang (S),
Fe(OH)3.
2.3 Sifat dan penerapan sistem koloid
Secara fisik, sistem koloid terlihat homogen seperti larutan. Jika anda amati
dengan mikroskop, terlihat adanya perbedaan antara koloid dan larutan karena
sistem koloid sebetulnya bersifat heterogen. Untuk lebih memperjelas perbedaan
antara larutan dan koloid, Anda harus mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh
sistem koloid tersebut.
2.3.1. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak tidak beraturan, gerak acak atau gerak zig-zag partikel
koloid. Gerak Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan
medium pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar
dengan arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendek.
Gerak Brown kali pertama diamati pada 1827 oleh Robert Brown (1773-1858),
seorang ahli Biologi berkebangsaan Inggris pada saat mengamati serbuk sari.
Fenomena ini dijelaskan oleh Albert Einstein (1879-1955) pada 1905. Menurut
Einstein, suatu partikel mikroskopis (hanya dapat diamati dengan mikroskop)
yang melayang dalam suatu medium pendispersi akan menunjukkan suatu gerak
acak atau gerak zig-zag. Gerakan ini disebabkan oleh medium pendispersi yang
menabrak partikel terdispersi dari berbagai sisi dalam jumlah yang tidak sama
untuk setiap sisi.
Arah gerak partikel koloid bergantung pada jumlah partikel medium pendispersi
yang menabrak. Jika jumlah partikel pendispersi yang menabrak dari arah bawah
banyak, partikel koloid akan bergerak ke atas. Jika jumlah partikel pendispersi
yang menabrak dari kiri bawah banyak, partikel koloid bergerak ke kanan atas.
Setiap gerak disertai getaran karena di sisi lain ada tabrakan dari medium
pendispersi, tetapi jumlah molekul medium pendispersi ini sedikit. Gerak zig-zag
akibat tabrakan dari partikel pendispersi menyebabkan sistem koloid tetap stabil,
tetap homogen, dan tidak mengendap.
Apakah gerak Brown juga terjadi pada sistem larutan atau suspensi? Pada larutan,
partikel terdispersi memiliki ukuran yang sangat kecil dan hampir sama dengan
ukuran molekul pendispersi. Gerakan partikel pendispersi bukan terjadi karena
ditabrak oleh partikel pendipersi, melainkan disebabkan oleh gerakan oleh
molekul sendiri. Pada suspensi, ukuran partikel terdispersi sangat besar. Adanya
partikel pendispersi yang menabrak tidak menyebabkan partikel terdispersi
bergerak dan tidak menimbulkan getaran. Pada suspensi, partikel terdispersi
banyak dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi sehingga partikel terdispersi lebih
banyak bergerak ke bawah dan membentuk endapan.
2.3.2 Efek Tyndall
Jika cahaya dilewatkan ke dalam sistem koloid, cahaya yang melewati sistem
koloid tersebut terlihat lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini
disebabkan oleh terjadinya efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek penghamburan
cahaya oleh partikel koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan
menghamburkan cahaya yang mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih
terang. Jika kemudian cahaya ini ditangkap layar, cahaya pada layar tersebut
tampak buram.
Di dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat dilihat pada gejala-gejala
berikut.
1) Jika sinar matahari masuk melalui celah ke dalam ruangan, pada sinar
terlihat debu-debu beterbangan (daerah ini terlihat lebih terang). Pada daerah yang
tidak terlewati sinar matahari tidak akan terlihat adanya debu. Begitu juga jika
sinar matahari melewati daun pepohonan di daerah yang berkabut, sinar matahari
tersebut terlihat lebih jelas.
2) Jika Anda menonton film di gedung bioskop, kemudian ada asap rokok
yang mengepul ke atas cahaya proyektor terlihat lebih terang dan gambar pada
layar menjadi buram.
3) Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut terlihat lebih jelas. Begitu
juga pada jalan yang berdebu, sorot lampu terlihat lebih jelas, kecuali sehabis
hujan yang cukup deras (sehingga jalanan tidak berdebu dan tidak ada asap).
Itulah sebabnya sorot lampu mobil seakan tidak tampak (tidak terlihat), tetapi
jalan terlihat jelas.
2.3.3 Adsorpsi
Partikel koloid mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya.
Jika partikel koloid menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut
menempel pada permukaannya, partikel tersebut menjadi bermuatan.
Sol Fe(OH)3 mampu mengadsorpsi ion-ion H+ sehingga sol Fe(OH)3 menjadi
bermuatan positif. Sol As2S3 mampu mengadsorpsi ion-ion S2- sehingga sol As2S3
menjadi bermuatan negatif. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja
disebut adsorpsi, sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut
absorpsi.
Muatan dalam partikel koloid bukan disebabkan oleh ionisasi partikel seperti pada
larutan, melainkan disebabkan oleh adanya ion lain yang diadsorpsi. Sifat adsorpsi
partikel koloid digunakan pada proses-proses berikut.
a. Penjernihan Air
Pada air sungai (air sungai merupakan suatu sistem koloid), tanah yang terdispersi
dapat diendapkan dengan penambahan tawas (Kal(SO4)2) atau larutan PAC (Poly
Alumuinium Chloride). Kedua zat ini dapat membentuk koloid Al(OH)3
mengadsorpsi pengotor di dalam air, menggumpalkan, dan mengendapkannya
sehingga air menjadi jernih.
b. Penghilangan Kotoran pada Proses Pembuatan Sirup
Kadang-kadang gula masih mengandung pengotor sehingga jika dilarutkan di
dalam air, pengotor tersebut akan tampak dan larutan tidak jernih. Pada industri
pembuatan sirup, untuk menghilangkan pengotor ini biasanya digunakan putih
telur. Setelah gula larut, sambil diaduk ditambahkan putih telur tersebut
menggumpal dan mengadsorpsi pengotor. Selain putih telur, dapat juga digunakan
zat lain, seperti tanah diatomae atau arang aktif.
c. Proses Menghilangkan Bau Badan
Pada produk roll on deodorant, digunakan adsorben (zat yang akan mengadsorpsi)
berupa Al-stearat. Jika deodorant digosokkan pada anggota badan, Al-stearat
mengadsorpsi keringat yang menyebabkan bau badan.
d. Penggunaan Arang Aktif
Arang aktif merupakan contoh adsorben yang dibuat dengan memanaskan arang
dalam udara kering. Arang aktif memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai
zat. Obat norit (obat sakit perut) mengandung zat arang aktif yang berfungsi
menyerap berbagai zat dan racun dalam usus. Arang aktif ini juga digunakan pada
topeng gas, lemari es (untuk menghilangkan bau), dan rokok filter (untuk
mengikat asap nikotin dan tar).
Adanya muatan listrik pada koloid menyebabkan koloid dapat dipisahkan dengan
cara elektroforesis. Elektroforesis adalah metode pemisahan berdasarkan
perbedaan laju perpindahan molekul dalam medan listrik. Pada elektroforesis,
partikel koloid yang bermuatan akan mengalami pergerakan. Partikel koloid yang
bermuatan negatif akan bergerak ke elektrode (kutub) positif. Adapun koloid yang
bermuatan positif bergerak ke elektrode (kutub) yang bermuatan negatif.
Elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan dari suatu partikel
koloid.
2.3.4 Koagulasi
Telur direbus hingga membeku, penggumpalan susu yang basi, dan pembentukan
delta pada muara sungai merupakan contoh-contoh proses koagulasi. Koagulasi
adalah penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas
sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan
sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena
pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan,
pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena elektroforesis. Koloid
Fe(OH)3 yang bermuatan positif jika dicampur dengan koloid As2S3 yang
bermuatan negatif akan mengalami koagulasi. Koagulasi terjadi karena setiap
partikel koloid yang memiliki muatna yang berlawanan saling menetralkan
dengan gaya elektrostatik hingga membentuk partikel besar dan menggumpal.
Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah satu
elektrode semakin lama semakin pekat, dan akhirnya membentuk gumpalan.
Berikut beberapa proses koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
a. Perebusan Telur
Telur mentah merupakan suatu sistem koloid dengan fase terdispersi berupa
protein. Jika telur tersebut direbus akan terjadi koagulasi sehingga telur tersebut
menggumpal.
b. Pembuatan Yoghurt
Susu dapat diubah menjadi yoghurt melalui fermentasi. Pada fermentasi susu akan
terbentuk asam laktat yang menggumpal dan berasa asam.
c. Pembuatan Tahu
Pada pembuatan tahu dari kedelai, mula-mula kedelai dihancurkan sehingga
keedelai berbentuk bubur kedelai (seperti susu). Kemudian, ditambahkan larutan
elektrolit, yaitu CaSO4.2H2O yang disebut batu tahu sehingga protein kedelai
menggumpal dan membentuk tahu.
d. Pembuatan Lateks
Lateks terbuat dari getah karet, salah satu sistem koloid. Pada pembuatan lateks,
getah kerat digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format.
e. Penjernihan Air Sungai
Air sungai mengandung padatan lumpur yang terdispersi di dalam air (sol). Sol
tanah liat dalam air sungai memiliki muatan negatif sehingga dapat diendapkan
dengan penambahan tawas atau PAC. Di dalam air sungai tawas atau PAC
membentuk koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif. Pengendapan terjadi karena
koagulasi koloid yang bermuatan negatif dengan koloid yang bemuatan positif.
f. Pembentukan Delta
Delta terbentuk dari hasil pencampuran air sungai yang mengandung koloid tanah
liat dan elektrolit yang berasal dari air laut. Pencampuran tersebut menyebabkan
terjadinya koagulasi sehingga terbentuk delta.
g. Pengolahan Asap Atau Debu
Asap dan debu yang dihasilkan dari suatu proses industri dapat mencemari udara
di sekitarnya. Asap dan debu merupakan sistem koloid zat padat dalam medium
pendispersi gas (udara). Padatan dalam asap atau debu dapat diendapkan
menggunakan alat Cotrell.
Asap dan debu dilewatkan melalui cerobong yang di dalamnya terdapat ujung-
ujung elektrode bermuatan dengan bertegangan antara 20.000 V hingga 75.000 V.
Elektrode mengakibatkan asap dan debu tersebut menjadi bermuatan. Selanjutnya,
partikel asap dan debu akan tertarik pada elektrode yang lainnya dan mengendap.
Endapan yang terbentuk dipisahkan secara berkala sehingga gas-gas yang keluar
dari cerobong sudah terbebas dari partikel padatan yang berbahaya.
2.3.5 Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Sistem koloid sol (zat padat dalam medium pendispersi cair) dapat bersifat liofil
(dalam bahasa Yunani lyo = cairan, philia = suka) dan ada juga bersifat liofob
(Yunani: phobia = tidak suka, takut). Pada sol yang bersifat liofil, zat terdispersi
dapat menarik atau mengikat medium pendispersi. Pada sol yang bersifat liofob,
zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersinya (air).
Pada koloid liofil, pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik-
menarik (berupaya gaya elektrostatik) pada setiap gugus ujung molekul
terdispersi. Sebagai gambaran, jika satu sendok agar-agar padat dicampur dengan
beberapa gelas air, setiap penambahan air pada koloid agar-agar akan
menyebabkan air terserap. Molekul-molekul air akan diikat setiap gugus yang
terdapat pada permukaan padatan agar-agar sehingga struktur agar-agar
mengembang.
Agar-agar sangat mudah menarik medium pendispersinya (air). Koloid liofil
terlihat homogen, stabil, tidak tampak adanya medium pendispersi, lebih kental,
dan membentuk gel. Contoh koloid liofil, yaitu agar-agar, koloid kanji, cat, lem,
gelatin, protein (putih telur), dan tinta warna. Jika medium pendispersi pada suatu
koloid liofil adalah air, koloid tersebut disebut koloid hidrofil.
Pada sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat bercampur dengan baik
jika ditambahkan lagi medium pendispersi. Pada koloid yang bersifat liofob,
jumlah medium pendispersi harus tertentu (terbatas). Jika pada suatu koloid liofob
yang sudah stabil ditambahkan lagi zat pendispersi, zat terdispersi akan menolak
sehingga koloid tidak menjadi tidak stabil. Contoh koloid liofob, yaitu sol emas,
sol belerang, sol As2S3, dan sol Fe(OH)3 suatu koloid liofob dengan medium
pendispersi air tersebut dinamakan koloid hidrofob. Koloid liofob berbentuk encer
(hampir sama dengan medium pendispersi), tidak stabil, serta memiliki gerak
Brown dan efek Tyndall.
Sifat-Sifat Sol Liofil Sol Liofob
Pembuatan Dapat dibuat langsung
dengan mencampurkan
fase terdispersi dengan
medium terdispersinya
Tidak dapat dibuat hanya
dengan mencampur fase
terdispersi dan medium
pendisperinya
Muatan partikel Mempunyai muatan yang
kecil atau tidak
bermuatan
Memiliki muatan positif
atau negative
Adsorpsi medium
pendispersi
Partikel-partikel sol liofil
mengadsorpsi medium
Partikel-partikel sol
liofob tidak
pendispersinya. Terdapat
proses solvasi/ hidrasi,
yaitu terbentuknya
lapisan medium
pendispersi yang
teradsorpsi di sekeliling
partikel sehingga
menyebabkan partikel sol
liofil tidak saling
bergabung
mengadsorpsi medium
pendispersinya. Muatan
partikel diperoleh dari
adsorpsi partikel-partikel
ion yang bermuatan
listrik
Viskositas
(kekentalan)
Viskositas sol liofil >
viskositas medium
pendispersi
Viskositas sol hidrofob
hampir sama dengan
viskositas medium
pendispersi
Penggumpalan Tidak mudah
menggumpal dengan
penambahan elektrolit
Mudah menggumpal
dengan penambahan
elektrolit karena
mempunyai muatan.
Sifat reversibel Reversibel, artinya fase
terdispersi sol liofil dapat
dipisahkan dengan
koagulasi, kemudian
dapat diubah kembali
menjadi sol dengan
penambahan medium
pendispersinya.
Irreversibel artinya sol
liofob yang telah
menggumpal tidak dapat
diubah menjadi sol
Efek Tyndall Memberikan efek
Tyndall yang lemah
Memberikan efek
Tyndall yang jelas
Migrasi dalam
medan listrik
Dapat bermigrasi ke
anode, katode, atau tidak
bermigrasi sama sekali
Akan bergerak ke anode
atau katode, tergantung
jenis muatan partikel
2.3.6 Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem
koloid lainnya agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung adalah
gelatin yang merupakan koloid padatan dalam medium air. Gelatin biasa
digunakan paa pembuatan es krim untuk mencegah pembentukan kristal es yang
kasar sehingga diperoleh es krim yang lebih lembut.
2.3.7 Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi
sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-
ion yang tidak diinginkan.
Pada proses dialisis, koloid yang mengandung ion-ion dimasukkan ke dalam
kantung penyaring, kemudian dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air). Ion-
ion dapat keluar melewati penyaring sehingga partikel koloid terbebas dari ion-
ion. Kantung penyaring merupakan selaput semipermeabel yang hanya dapat
dilewati ion dan air, tetapi tidak dapat dilewati partikel koloid.
Proses dialisis juga terjadi dalam metabolisme tubuh. Ginjal berfungsi sebagai
penyaring semipermeabel. Cairan hasil metabolisme di dalam darah mengandung
butir-butir darah, air, dan urea. Urea merupakan racun bagi tubuh sehingga harus
dikeluarkan melalui air seni. Jika ginjal mengalami gangguan (gagal ginjal), ginjal
tidak dapat menyaring darah dan mengeluarkan urea yang bersifat racun. Oleh
karena itu, penderita gagal memerlukan proses “cuci darah”, yaitu proses dialisis
yang berfungsi menghilangkan urea dari darah. Oleh karena itu, sudah
sepatutnyalah kita mensyukuri kesehatan ginjal kita.
2.3.8 Sistem Koloid dalam Pengolahan Air
Air sungai merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di
dalam air. Pengolahan air sungai menjadi bersih dapat dilakukan melalui tahap-
Top Related