BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang dapat masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis sehingga dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Umumnya
berbagai bahan kimia yang mempunyai sifat berbahaya atau bersifat racun, telah
diketahui. Namun, tidak demikian halnya dengan beberapa jenis hewan dan
tumbuhan, termasuk beberapa jenis tanaman pangan yang ternyata dapat
mengandung racun alami, walaupun dengan kadar yang sangat rendah.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk didalamnya adalah bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang sengaja ataupun tidak disengaja
bercampur dengan makanan atau minuman tersebut.
Dalam setiap produksi yang menghasilkan pangan tidak lepas dari bahan-
bahan kimia untuk membantu proses, misalnya pada proses pengolahan sering
digunakan bahan tambahan pangan (BTM) seperti pengawet makanan, pewarna
makanan, dan lain-lain. Akan tetapi hal-hal tersebut bukanlah suatu halangan bagi
manusia untuk selalu mengkonsumsi makanan (pangan) karena makanan adalah
kebutuhan pokok manusia. Setiap hari manusia harus makan untuk memberi
tenaga pada tubuh.
Mungkin sering tidak kita sadari bahwa dalam makanan yang kita
konsumsi sehari-hari ternyata mengandung zat-zat kimia yang bersifat racun dan
berbahaya, baik itu sebagai pewarna, penyedap rasa dan dan bahan campuran lain.
Zat-zat kimia ini berpengaruh terhadap tubuh kita dalam level sel,
sehingga kebanyakan kita akan mengetahui dampaknya dalam waktu yang lama.
Dampak negatif yang bisa terjadi adalah dapat memicu kanker, kelainan genetik,
cacat bawaan ketika lahir, dan lain-lain.
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah mengenai
berbagai jenis senyawa beracun yang sering terdapat dalam bahan pangan yang
sering di temui dalam kehidupan sehari-hari, baik dari segi bahan atau zat yang
terkandung di dalamnya dan efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan. Telah
diketahui bahwa konsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun akan
membawa pengaruh yang sangat besar bagi kesehatan manusia di masa sekarang
ini.
C. Tujuan Pembuatan Makalah
- Mengetahui macam-macam senyawa beracun dalam berbagai bahan
pangan
- Mengetahui berbagai sumber senyawa beracun
- Mengetahui efek yang ditimbulkan akibat mengonsumsi senyawa beracun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Senyawa Beracun Alamiah
Berbagai macam bahan makanan baik hewani maupun nabati, sering kali
secara alamiah mengandung senyawa-senyawa beracun yang dapat menimbulkan
keracunan akut, dimana makanan tersebut pada umumnya sudah dikenal oleh
masyarakat, seperti singkong (mengandung HCN), cendawan (muskarin), jengkol
(asam jengkolat).
Sejumlah jenis bahan makanan sudah mengandung bahan beracun secara
alamiah sejak asalnya. Racun ini berupa ikatan organik yang disintesa (hasil
metabolisme) bahan makanan, baik makanan nabati maupun bahan makanan
hewani, seperti jenis ikan tertentu, kerang-kerangan dan sebagainya.
Biasanya masyarakat setempat telah mengetahui dari pengalaman, bahwa
jenis-jenis makanan tersebut mengandung bahan beracun, tetapi mereka tetap
mengonsumsinya karena berbagai sebab. Ada yang karena terpaksa tak ada bahan
makanan lain lagi karena daerahnya dan juga masyarakatnya sangat kekurangan.
Tetapi ada juga karena bahan makanan yang beracun tersebut merupakan
makanan yang sangat disenangi dan merupakan suatu kelezatan tersendiri, kalau
mengetahui cara mengolah dan memasaknya sebelum dikonsumsi. Tambahan
pula keracunan tidak selalu timbul, hanya kadang-kadang saja, sehingga tidak
dirasakan sebagai suatu bahaya yang terlalu besar.
Adapun jenis-jenis senyawa beracun alamiah yaitu sebagai berikut :
a. Kentang
Racun alami yang dikandung kentang termasuk dalam golongan
glikoalkaloid dengan dua macam racun utama yaitu solanin dan chaconine.
Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak
menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Tetapi kentang yang berwarna
hijau, bertunas dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat menyebabkan
glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi, karena racun tersebut terutama terdapat
pada daerah yang berwarna hijau, kulit atau daerah dibawah kulit kentang. Kadar
glikoalkoid yang tinggi dapat menimbulkan rasa seperti terbakar di mulut, sakit
perut, mual dan muntah.
b. Bayam
Sayuran yang satu ini banyak dikonsumsi ibu rumah tangga karena
kandungan gizi yang melimpah. Namun, bayam bisa meracuni akibat asam
oksalat yang banyak terkandung dalam bayam. Asam oksalat yang terlalu besar
dapat mengakibatkan :
- Defisiensi nutrient, terutama kalsium
- Mengiritasi saluran pencernaan, terutama lambung, karena asam kuat
- Berperan dalam pembentukan batu ginjal.
Untuk menghindari pengaruh buruk akibat asam oksalat sebaiknya tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung senyawa itu terlalu banyak.
c. Singkong
Singkong (Manihot utilissima) merupakan bahan makanan pokok di
daerah-daerah tertentu yang tanahnya kurang subur dan kurang air. Kandungan
sianida dalam singkong sangat bervariasi. Kadar sianida rata-rata dalm singkong
manis dibawah 50 mg/kg berat asal, sedangkan singkong pahit diatas 50 mg/kg.
Menurut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg masih aman untuk dikonsumsi
manusia. Bahan makanan ini mengandung suatu ikatan organic yang dapat
menghasilkan racun biru (HCN) yang sangat toksik.
Singkong sebagai bahan pokok ini banyak digunakan sebagai pengganti
beras dan jagung, karena tanah yang tadinya subur telah kehilangan kesuburannya
dan menjadi gersang kekurangan air. Juga beberapa jenis kacang koro (Macuna
sp) dikonsumsi di daerah-daerah tertentu pada masa paceklik, padahal jenis
kacang tersebut juga mengandung bahan beracun yang menghasilkan HCN.
Tergantung jumlahnya hidrogen sianida dapat menyebabkan sakit sampai
kematian (dosis yang mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan).
Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya
termasuk golongan glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian
tanaman, terutama terakumulasi pada akar dan daun.
Singkong dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe
pahit mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika
singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna dikonsumsi maka racun
tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia yang dapat mengganggu kesehatan.
Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya
singkong dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, dikupas lalu
direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci lalu dimasak
sempurna baik dibakar atau direbus.
Singkong tipe manis hanya memerlukan pengupasan dan pemasakan
untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik. Singkong yang biasa dijual
di pasar adalah singkong tipe manis.
Dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen
sianidanya ikut terbuang keluar sehingga tinggal sekitar 10-40 mg/kg. Disamping
itu hidrogen sianida akan mudah hilang oleh penggodokan, asal tidak ditutup
rapat. Dengan pemanasan, enzim yang bertanggung jawab terhadap pemecahan
linamarin menjadi inaktif sehingga hidrogen sianida tidak dapat terbentuk.
Glikosidanya sendiri pada umumnya bukan merupakan racun. Walaupun
demikian, masih terdapat banyak kontradiksi terhadap akibat konsumsi glikosida
yang belum terurai, karena ternyata bakteri-bakteri yang ada pada saluran
pencernaan bagian bawah dapat memecah glikosida tersebut menjadi hidrogen
sianida.
d. Jengkol dan Petai China
Jengkol (Pithecolobium lobatum) juga telah diketahui oleh masyarakat
yang mengkonsumsinya, dapat menimbulkan penyakit jengkolan, tambahan pula
jenis sayur buah ini baunya tidak sedap bagi sebagian besar anggota masyarakat.
Namun bagi sebagian masyarakat yang menyukainya, sebaliknya jengkol ini
merupakan makanan khusus yang baunya sangat disukai, sehingga jengkol yang
mengandung asam jengkol yang menimbulkan gejala-gejala keracunan jengkol ini
dipandang sebagai suatu makanan khusus dan menjadi suatu kelezatan tersendiri.
Urine mereka yang mengkonsumsi jengkol inipun mempunyai bau yang khas
jengkol ini. Didalam biji jengkol terkandung asam jengkolat (Jen-colid acid).
Asam jengkolat dapat menyebabkan keracunan yang ditandai dengan mual
dan susah buang air kecil, karena tersumbatnya saluran kencing. Racun jengkol
dapat dikurangi dengan cara perebusan, perendaman dengan air, atau membuang
mata lembaganya karena kandungan racun terbesar ada pada bagian ini. Lain
halnya dengan petai cina (Leucaena glauca). Bahan pangan ini mengandung
mimosin, yaitu sejenis racun yang dapat menjadikan rambut rontok karena
retrogresisi di dalam sel-sel partikel rambut.
Cara menghilangkan atau menurunkan senyawa beracun mimosin pada
petai cina dilakukan dengan merendam petai cina dengan air pada suhu 70o C (24
jam) atau pada 100o C selam 4 menit. Dengan cara tersebut kandungan mimosin
dapat diturunkan dari 4,5% menjadi 0,2% atau penurunan sebanyak 95%
(Costillo, 1962 dalam Winarno, 2002).
Demikian juga dengan proses pembuatan tempe kadar mimosin dapat
banyak dikurangi, kandungan mimosin dalam biji lamtoro gung 63 mg/kg dan
dalam tempe lamtoro tinggal 0,001 mg/kg (Dewi Slamet, 1982 dalam Winarno,
2002). Bila bereaksi dengan logam, misalnya besi, mimosin akan membentuk
senyawa kompleks yang berwarna merah.
Kandungan racun dalam bahan makanan biasanya rendah sehingga bila
dikonsumsi dalam jumlah normal oleh orang yang kesehatannya normal tidak
banyak membahayakan tubuh. Penganekaragamanan makanan dalam menu
sangat penting ditinjau dari kemungkinan zat racun tersebut mencapai jumlah
yang membahayakan.
Nama
Toksin
Senyawa kimia Sumber Gejala Keracunan
Proteasa
Inhibitor
Protein
BM : 4.000-
24.000
Kacang-
kacangan,
kacang polong,
kentang, ubi
jalar, biji-bijian
Pertumbuhan dan
penggunaan
makanan kurang
baik, pembesaran
kelenjar pankreas
Hemaglutini
n
Protein
BM : 10.000-
124.000
Kacang-
kacangan,
kacang polong
Pertumbuhan dan
penggunaan
makanan kurang
baik, penggupalan
butir darah merah
(invitro)
Saponin Glikosida Kedelai, bit,
kacang tanah,
bayam,
asparagus
Hemolisis butir
darah merah
Glikosinolat Tioglikosida Kol dan
sejenisnya,
lobak, mustard
Hipotiroid dan
pembengkakan
kelenjar tiroid
Sianogen Glukosida
sianogenetik
Kacang-
kacangan,
kacang polong,
rami, buah-
bauhan berbiji
keras, singkong,
linseed
Keracunan HCN
Pigmen
gosipol
Gosipol Biji kapas Kerusakan hati,
pendarahan,
pembengkakan
Latirogen ß-aminopropio-
nitril dan
turunannya asam
ß-N-Oksalil-L-α,
ß-diamino
Vetch, chickpea
Chikpea
Osteolatirisme
(susunan kerangka
tak sempurna)
Neurolatirisme
Alergi
Alergen Protein (?) Semua bahan
pangan
Kanker hati dan
organ lain
Sikasin Metilazoksi-
metanol
Biji-bijian dari
genus Cycas
Anemia hemolitik
yang akut
Favison Vasin dan
konvisin
(pirimidin-ß-
glukosida)
Kacang-kacang
fava beans
Merangsang syaraf
pusat, kelumpuhan
organ pernapasan
Fitoaleksin Furan sederhana
(ipomeamarone)
Ubi jalar Pulmonary edema,
kerusakan hati dan
ginjal
Benzofuran
(prosalin)
Seledri, parsnips Sensivitas kulit
terhdap sinar
matahari
Asetilenat furans
(wyrone)
Broad beans
Isoflavonoid
(pisatin dan
faseolin)
Peas, french
beans
Cell lysis in vitro
Pirolizidin
alkaloid
dihipropiroles Families
compositae and
borag inaccae;
herbal teas
Kerusakan hati dan
paru-paru,
karsinogen
Safrol Allyl-sibtutited
benzene
Sassafras, lada
hitam
Karsinogen
α- Amantin Bicyclic
octapeptides
Amanita
phalloid, jamur
Salvia, muntah-
muntah, konvulsi,
meninggal
Atraktilosida Glikosida steroid Theistle
(Atractylis
gummifera)
Glikogen deplesi
Pikirizida ** (?) Biji bengkuang
*fennema (1997) ** Poerwosoedarmo dan sediaoetama (1977) dalam Winarno (2002)
B. Senyawa Beracun dari Mikroba
Sebelum membahas senyawa racun dari mikroba, perlu terlebih dahulu
dipahami dua istilah yang mirip pengertiannya, yaitu infeksi dan keracunan.
Infeksi adalah suatu istilah yang digunakan bila seseorang setelah mengkonsumsi
makanan atau minuman yang mengandung bakteri patogen mendapat gejala-
gejala penyakit. Keracunan yang disebut juga intoksikasi disebabkan
mengkonsumsi makanan yang telah mengandung senyawa beracun yang
diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun kapang.
Beberapa senyawa racun yang dapat menyebabkan intoksifikasi adalah
bakteri Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas
cocovenenans sedang dari kapang, biasanya disebut mikotoksin yaitu Aspergillus
flavus, Penicillium sp, dan lain sebagainya.
Pencemaran makanan dapat pula terjadi dengan mikroba atau jasad renik
yang kemudian menghasilkan racun dan ikut tertelan bersama makanan tersebut,
dapat menyebabkan keracunan makanan (Food intoxication). Jenis coccus sering
mencemari makanan kue basah, yang tidak disimpan cukup hygenik dan telah
lama disimpan di udara terbuka sebelum dikonsumsi.
Jenis coccus yang pathogen dapat tumbuh subur dan menghasilkan
exotoxin maupun endotoxin, bahan toksik ini kemudian ikut termakan. Exotoxin
ialah racun yang dihasilkan kemudian dikeluarkan dari sel mikroba, sedangkan
endotoxin tetap di dalam sel mikroba, tetapi setelah mikroba mati dan
dihancurkan di dalam saluran pencernaan, endotoxin tersebut keluar sari sel dan
menyebabkan keracunan. Di sini yang menyebabkan penyakit bukan mikrobanya
secara infeksi, tetapi bahan beracunnya yang telah dihasilkan oleh mikroba
tersebut, tidak peduli mikrobanya masih hidup atau tidak.
Terdapat banyak bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia,
antara lain :
a. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran
pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur Escherichia coli yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia adalah :
- Enterotoksigenik : penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi
negara yang standar higienitas makanan dan air minum berbeda dari
negara asalnya
- Enterohaemorrhagik : bakteri patogen penyebab foodborne diseases,
akibat penggunaan kotoran sapi sebagai pupuk
- Enteropatogenik
- Enteroinuasiue
- Enteroagregatif
b. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus terdapat pada rongga hidung, kulit, tenggorokan,
dan saluran pencernaan manusia dan hewan. Bahan makanan yang disiapkan
menggunakan tangan, seperti :
- Penyiapan sayuran mentah untuk salad
- Daging dan produk daging, ayam, telur, salad
- Produk bakeri, pastry, pai, sandwich, serta susu dan produk susu.
Keracunan oleh S. aureus diakibatkan oleh enterotoksin yang tahan panas
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Senyawa beracun yang diproduksi
Staphylococcus aureus disebut enterotoksin dan dapat berbentuk dalam makanan
karena pertumbuhan bakteri tersebut. Disebut enterotoksin karena menyebakan
gastro enteritis. Enterotoksin sangat stabil terhadap panas, dan paling tahan panas
ialah enterotoksin tipe B. Pemanasan yang dilakukan oleh proses pemasakan
normal tidak akan mampu menginaktifkan toksin tersebut dan tetap dapat
menyebabkan keracunan.
Gejala keracunan yang terjadi adalah banyak mengeluarkan ludah, mual,
muntah, kejang perut, diare, sakit kepala, berkeringat dingin yang terjadi hanya
satu dan dua hari. Sesudah itu, penderita akan sembuh. Biasanya jarang terjadi
kematian.
c. Salmonella
Salmonella bersifat patogen pada manusia dan hewan lainnya, dan dapat
menyebabkan demam enterik dan gastroentritis. Diketahui terdapat 200 jenis dari
2.300 serotip Salmonella yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
d. Shigella
Shigella merupakan bakteri patogen di usus manusia dan primata
penyebab shigella (disentri basher). Makanan yang sering terkontaminasi Shigella
adalah salad, sayuran segar (mentah), susu dan produk susu, serta air yang
terkontaminasi. Sayuran segar yang tumbuh pada tanah terpolusi dapat menjadi
faktor penyebab penyakit, seperti disentri basher atau shigellosis yang disebabkan
oleh Shigella
e. Vibrio Cholerae
Sebagian besar genus Vibrio ditemukan di perairan air tawar atau air laut,
serta merupakan bakteri patogen dalam budi daya ikan dan udang. Spesies Vibrio
yang termasuk patogen adalah V. cholerae, V. parahaemolyticus, dan V.
vulvinicus. Spesies V. chloreae dan V. parahaemolyticus merupakan sumber
kontaminasi silang antara buah dan sayuran mentah.
f. Clostridium botulinum
Senyawa beracun yang diproduksi clostridium botulinum disebut botulinin
dan keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang
mengandung botulinin disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang
sangat berbahaya bagi manusia dan sering kali akut dan menyebabkan kematian.
Gejala-gejala botulisme timbul dalam waktu 12 hingga 36 jam. Dimulai
dengan gangguan pencernaan yang akut, mual, muntah-muntah, serta pusing.
Kemudian diikuti dengan terjadinya pandangan ganda, setiap benda terlihat
menjadi dua, sulit menelan dan berbicara, kemudian diikuti klumpuhan saluran
pernapasan dan jantung dan kematian terjadi karena kesulitn bernapas. Korban
dapat meninggal dalam waktu tiga sampai enam hari.
Botulinin merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang
sangat kuat; satu mikrogram saja sudah cukup membunuh seorang manusia.
Untungnya karena merupakan protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat
diinaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80oC selam 30 menit. Garam dengan
konsentrasi 8 persen atau lebih serta pH 4,5 atau kurang dapat menghambat
pertumbuhan C. botulinum, sehingga produksi botulinin dapat dicegah.
Botulinin dapat diproduksi oleh beberapa jenis clostridium botulinum
yaitu tipe A,B C, D, E, F, dan G. Tipe yang paling berhaya adalah tipe A dan B,
sedangkan tipe E dan F dalam derajat yang lebih lemah juga tetap berbahaya bagi
manusia. Garam dengan konsentrasi 8% atau lebih serta pH 4,5 atau kurang dapat
menghambat pertumbuhan C, botulinum sehingga produksi botulinin dapat
dicegah.
Clostiridium botulinum merupakan bahaya utama pada makanan kaleng
karena dapat menyebabkan keracunan botulinin. Tanda-tanda keracunan botulinin
antara lain tenggorokan kaku, mata berkunang-kunang, dan kejang-kejang yang
menyebabkan kematian karena sukar bernapas.
Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna
pengolahannya atau pada kaleng yang bocor, sehingga makanan di dalamnya
terkontaminasi udara dari luar.
g. Pseudomonas cocovenenans.
Senyawa beracun yang dapat diproduksi oleh Pseudomonas cocovenenans
adalah toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua senyawa beracun tersebut
diproduksi dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, suatu tempe yang
dibuat dengan bahan utama ampas kelapa.
Pada umumnya tempe bongkrek yang jadi atau berhasil dengan baik
(kompak dan berwarna putih) hanya ditumbuhi kapang tempe rhizopus
oligosporus, tetapi tempe yang gagal dan rapuh disamping R. Oligosporus
biasanya juga tumbuh sejenis bakteri yang diebut Pseudomonas cocovenenans,
bakteri yang sebenarnya tidak dikehendaki ada dalam tempe bongkrek. Bakteri
inilah yang menyebabkan terbentuknya toksin dalam tempe bongkrek.
Toksoflavin (C7H7N5O2) merupakan pigmen berwarna kuning, bersifat
flouresens, dan stabil terhadap oksidator. LD50 toksoflavin adalah 1,7 mg per kg
berat badan.
Asam bongkrek (C28H38O7) merupakan asam trikarboksilat tidak jenuh.
Dosis fatal untuk monyet 1,5 mg per kg berat badan, sedangkan untuk tikus 1,41
kg per berat badan. Asam bongkrek bersifat sangat fatal dan biasanya merupakan
penyebab kematian. Hal ini disebabkan toksin tersebut dapat mengganggu
metabolisme glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi
hiperglikimia yang kemudian berubah menjadi hipoglikimia.
Penderita hipoglikimia biasanya meninggal empat hari setelah
mengkonsumsi tempe bongkrek yang beracun. Tempe bongkrek banyak
dikonsumsi di daerah Banyumas dan Tegal di Jawa Tengah.
h. Kapang dan khamir
Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai macam makanan
dalam kondisi aw, pH, dan suhu rendah. Jenis kapang yang dapat merusak
makanan di antaranya Aspergillus, Penicillium, Botrytis, Alternaria, dan Mucor.
Kerusakan sayuran kebanyakan disebabkan kapang seperti Alternaria, Botrytis,
dan Phytophtora, atau bakteri yang berasal dari genus Erwinia. Senyawa beracun
yang diproduksi oleh kapang disebut mikotoksin.
Buah-buahan dan sayuran segar mengandung bermacam-macam flora
mikroorganisme, di antaranya kapang dan khamir (oksidatif, fermentatif, dan
nonfermentatif).
C. Senyawa Beracun dari Residu Pencemaran Logam Berat
a. Timbal
Timbal (Plumbum, Pb) disebut juga timah hitam adalah jenis logam tertua
yang pernah dikenal manusia. Timbal banyak digunakan untuk mematri atau
menyambung logam, seperti; air dan menyolder kemasan kaleng untuk makanan.
Pencemaran timbal pada lingkungan begitu hebat sehingga makanan yang
kita konsumsi, air yang kita minum, dan udara yang kita hirup, biasanya telah
terkontaminasi timbal. Karena itu, timbal merupakan non-essential trace element
yang paling tinggi kadarnya dalam tubuh manusia, yaitu 100-400 mg per orang,
tergantung berat badan. Meskipun hampir di setiap tenunan tubuh terdapat residu
timbal, tetapi sebagian besar terkontaminasi di dalam tulang serta jeroan hati dan
ginjal. Karena alasan tersebut hasil ternak tersebut tinggi kandungan timbalnya.
Kontaminasi dalam makanan dapat terjadi melalui kemasan kaleng yang
dipatri, zat warna tekstil, atau makanan yang tercemari oleh udara dan air yang
telah tercemar oleh timbal. Makanan/jajanan di berbagai stasiun bus dan angkot
banyak terekspos debu timbal di udara dengan kadar 2-8 mikrogram/m3.
Makanan yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah makanan kaleng
(50-100 μg/kg); jeroan terutama hati, ginjal ternak (150 μg/kg), ikan (170 μg/kg)
dan kelompok paling tinggi adalah kerang-kerangan (molusca) dan udang-
udangan (crustacean) rata-rata lebih tinggi dari 250 μg/kg.
Jenis makanan yang tergolong rendah derajat kontaminasi timbalnya
adalah susu sapi, buah-buahan dan sayuran serta biji-bijian (15-20 μg/kg) sedang
daging masih termasuk kadar medium (50 μg/kg). Biasanya hasil tanaman rendah
kandungan timbalnya, sayur-sayuran berbentuk daun, lebih tinggi daripada ubi
atau biji-bijian. Hasil tanaman yang berasal dari daerah dekat jalan raya atau jalan
tol 10 kali lebih tinggi kadar timbalnya dibanding dari daerah pedalaman atau di
pedesaan, misalnya kangkung dan bayam yang ditanam di tepi jalan Kota Jakarta
kandungan timbalnya rata-rata 28,78 ppm, jauh di atas ambang batas 2 ppm yang
diizinkan Ditjen Pengawasan Obat dan makanan.
Kadar timbal dalam ASI rata-rata (20-30 μg/kg) relative lebih tinggi dari
susu sapi. ASI ibu-ibu yang berdomisili di daerah pinggiran kota lebih tinggi
kadar timbalnya (10-30 μg/kg) dari ASI ibu-ibu yang berdomisili di daerah (1-2
μg/kg). jadi ASI ibu pedesaan lebih bersih terhadap cemaran timbal. Telah
diperkirakan bahwa jumlah rata-rata konsumsi timbal per orang yang masuk
melalui makanan saja lebih dari 300 mg per hari.
Kaleng kemasan dan alat-alat dapur juga dapat merupakan sumber
kontaminasi timbal, khususnya alat dapur yang terbuat dari kuningan/tembaga
yang dilapisi timah hitam dan timah putih. Kandungan timbal pada peralatan
tersebut banyak terlepas dan larut dalam sayur dan lauk pada saat pemasakan.
Keracunan timbal
Secara umum tertimbunnya timbal dalam tubuh akan bersifat racun
kumulatif, yang dapat mengakibatkan efek yang kontinyu. Terutama pada sistem
hematopoietic dan urat syaraf dan ginjal serta mempengaruhi perkembangan otak
anak balita. Pada wanita hamil muda, kadar timbal yang tinggi dapat
menyebabkan keguguran atau kelahiran premature. Pada kadar yang agak tinggi
akan menghambat perkembangan sistem syaraf dan otak janin (fetus) dalam
kandungan.
Ion timbal ikut menyebar di setiap kalsium yang bergerak dalam sistem
syaraf, sehingga hal itu akan mempengaruhi biokimia dan perkembangan sel-sel
otak tanpa membunuh si jabang bayi itu sendiri. Karena air susu ibu sebagian
besar berasal dari darah, adanya timbal dalam darah merupakan ancaman
tersendiri pada bayi yang akan disusuinya.
Pada wanita usia setengah lanjut maupun yang telah lanjut usia, keracunan
timbal dapat mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit rapuh
tulang yang mengakibatkan bengkoknya tulang punggung sehingga menjadi
bungkuk. Dr. Ellen Silbergerd (1989) menyatakan bahwa kadar timbal di dalam
darah wanita akan meningkat setelah menopause. Hal ini terjadi karena timbal
yang biasanya telah disimpan oleh tubuh di dalam tulang, hati dan ginjal; pada
saat memasuki menopause terjadi proses perubahan hormonal yang
mengakibatkan timbal yang telah dipindahkan ke tulang dan bagian tubuh lain
beberapa tahun sebelumnya ditarik kembali masuk ke dalam darah.
Kadar timbal yang cukup tinggi di dalam darah dapat menginaktifkan
vitamin D dan akibatnya akan mempengaruhi penggunaan ion kapur (kalsium) di
dalam tubuh, dimana adanya vitamin D dan kalsium diperlukan untuk
memperkuat struktur tulang. Semakin tinggi kadar timbal dalam tulang wanita
semasa muda akan mempertinggi peluang terjadinya osteoporosis ketika wanita
tersebut memasuki usia lanjut.
Perubahan hormonal dapat juga mempengaruhi kadar timbal dalam
tenunan tubuh wanita yang sedang mengandung atau menyusui. Timbal yang
disimpan dalam tulang sebelu wanita itu mengandung, apabila telah mengandung
maka timbal ditarik kembali ke dalam darah dan akhirnya masuk ke dalam janin
(fetus) melalui ari-ari (placenta).
Anak kecil dan bayi senang sekali pada benda yang manis. Cat mainan
anak yang mengandung timbal dan cadmium justru banyak yang manis rasanya,
dengan demikian anak-anak senang menggigitnya. Ditambah dengan konsumsi
air, makanan dan ASI yang tercemar timbal akan berakibat sangat serius pada
anak, yakni sangat membahayakan bagi kecerdasan si anak.
Keracunan timbal pada balita sangat membahayakan perkembangan
kecerdasannya. Hal ini disebabkan karena tahun pertama pada kehidupannya, otak
mengalami perkembangan yang sangat cepat. Pada saat perkembangan, otak
sangat peka terhadap keracunan timbal. Perlu diketahui bahwa pada anak usia 7
tahun, lebih dari 95%pembentukan sel-sel otak telah selesai dan otak telah
memiliki ukuran yang sama dengan otak orang dewasa.
Sejak tahun 1972 JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives)
telah mengeluarkan pedoman batas toleransi konsumsi timbal per minggu, yaitu
maksimum 50 μg/kg beratbadan orang dewasa. Sedang untuk bayi dan anak
maksimum 25 μg/kg berat badan.
Codex Alimentarius Commision (FAO/WHO) telah pula menentukan
batas maksimum timbal pada sari buah dan nectar, yang diolah memakai alat-alat
logam, yaitu berturut-turut 0,3 dan 0,2 mg/kg. Sedangkan oleh ISO (International
Standart Organization) telah ditentukan batas maksimum timbal yang boleh
terlepas (bermigrasi) masuk kedalam makanan melalui alat-alat dapur dan alat
makan yang etrbuat dari keramik adalah 1,7 mg/dm2 untuk alat yang datar dan
2,5 sampai 5,0 mg/L bagi wadah yang cekung.
b. Merkuri
Logam merkuri bila menguap akan mengumpul di udara. Di udara gas
merkuri akan turun ke bumi lewat air hujan dan kembali ke tanah dan perairan di
muka bmi ini dari danau, sungai hingga laut. Sebagin besar merkuri akan
menempel pada sediment dan diubah menjadi metal merkuri oleh bakteri
Methanohacterium omellanskii. Merkuri yang sudah berubah menjadi senyawa
metil merkuri tetap akan larut dalam air. Di perairan, metal merkuri masuk ke
tubuh ikan lalu terakumulasi pada pemangsa alaminya hingga meracuni manusia.
Daya serap metil merkuri di tubuh mencapai 95 persen.
Batas maksimum merkuri yang boleh dikomsumsi adalah 0,3 mg/orang
per minggu atau 0,005 mg/kg berat badan, dan dari jumlah tersebut tidak boleh
lebih dari 0,0033 mg/kg berat badan sebagai metil merkuri. Merkuri selain
meracuni ikan, juga bertanggung jawab terhadap keracunan bahan makanan. Pada
gambar 10.8, dapat dilihat jalur keracunan merkuri pada manusia melalui
makanan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Keracunan merkuri disebut juga penyakit minamata dengan gejala-gejala:
terasa geli dan panas pada anggota badan, mulut, bibir, dan lidah, kehilangan
penglihatan, sukar berbicara dan menelan, kehilangan pendengaran, tidak stabil
emosinya, koma, dan kematian.
D. Senyawa Beracun Sintetis
Senyawa beracun sintetis yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari adalah sebagai berikut:
a. Pemanis Buatan
Badan Pengawan Obat dan Makanan menjelaskan pemanis buatan hanya
digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula, namun
kenyatannya banyak ditemukan pada produk permen, jelly dan minuman yang
mengandung pemanis buatan. Tidak hanya mengandung konsentrasi tinggi, tetapi
dalam kenyataannya cenderung banyak disembunyikan.
- Sakarin (Saccharin)
Sakarin adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan sangat manis, kira-
kira 550 kali lebih manis dari pada gula biasa. Oleh karena itu, sangat populer
dipakai sebagai bahan pengganti gula.
Tikus-tikus percobaan yang diberi makan 5% sakarin selama lebih dari 2
tahun, menunjukkan kanker mukosa kandung kemih (dosisnya kira-kira setara
175 gram sakarin sehari untuk orang dewasa seumur hidup).
Hasil penelitian ini masih kontroversial, namun para epidemiolog dan
peneliti berpendapat, sakarin memang meningkatkan derajat kejadian kanker
kandung kemih pada manusia kira-kira 60% lebih tinggi pada para pemakai,
khususnya pada kaum laki-laki.
Food and Drug Administation (FDA) Amerika menganjurkan untuk
membatasi penggunaan sakarin hanya bagi para penderita kencing manis dan
obesitas. Dosisnya agar tidak melampaui 1 gram setiap harinya.
- Siklamat (Cyclamate)
Siklamat adalah bubuk kristal putih, tidak berbau dan kira-kira 30 kali
lebih manis dari pada gula tebu (dengan kadar siklamat kira-kira 0,17%). Apabila
kadar larutan dinaikkan sampai dengan 0,5%, maka akan terasa getir dan pahit.
Siklamat dengan kadar 200 mg per ml dalam medium biakan sel leukosit
dan monolayer manusia (in vitro) dapat mengakibatkan kromosom sel-sel tersebut
pecah. Tetapi hewan percobaan yang diberi sikiamat dalam jangka lama tidak
menunjukkan pertumbuhan ganda.
Di Inggris dan di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat penggunaan
siklamat untuk makanan dan minuman sudah dilarang.
- Dulsin
Dulsin atau dulcin juga dikenal dengan nama perdagangan sucrol, valsin
merupakan senyawa p-etoxiphenil-urea,p-phenetilurea atau p-phenetolkarbamida
dengan rumus C9H12N2O2.
Kristal dulsin membentuk jarum yang mengkilap dan intensitas rasa
manisnya sekitar 250 kali ( antara 70 – 350 kali ) dari rasa manis sukrosa. Dulsin
dalam bahan pangan digunakan sebagi pengganti sukrosa bagi orang yang perlu
diet karena dulsin tidak memiliki nilai gizi.
Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang
membahayakan bagi kesehatan, karena ternyata dosis kematian pada anjing
sebesar 1,0 gl/2 kg.
b. Pengawet
- Nitrosamin
Dalam bahan pangan dalam kondisi tertentu akan terjadi reaksi antara
nitrit dan beberapa amin secara alami sehingga membentuk senyawa nitosoamin
yang dikenal sebagai senyawa karsinogenik.
Sodium nitrit adalah bahan kristal yang tak berwama atau sedikit semu
kuning. Ia dapat berbentuk sebagai bubuk, butir-butir atau bongkahan dan tidak
berbau. Garam ini dapat mempertahankan warna asli daging serta memberikan
aroma yang khas seperti sosis, keju, kornet, dendeng, ham, dan lain-lain.
Baik dalam pangan maupun pencernaan, senyawa mudah diubah menjadi
nitrit, yaitu senyawa yang tergolong racun, khususnya NO yang terserap dalam
darah, mengubah hemoglobin darah manusia menjadi nitrose hemoglobin atau
methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut oksigen.
Kebanyakan methaemoglobin, penderita menjadi pucat, cianosis, sesak
nafas, muntah, dan shock dan bisa mati bila dosis lebih dari 70%. Nitrosamin
dapat menimbulkan tumor pada bermacam-macam organ, termasuk hati, gimjal,
kandung kemih, paru-paru, lambung, saluran pernafasan, pankreas dan lain-lain.
Penggunaan nitrat dan nitrit dalam makanan dibatasi karena adanya efek
meracuni dari kedua zat tersebut. LD (lethal dose = dosis mematikan) rata-rata
dari nitrat dan nitrit pada tikus (secara oral) adalah 250 mg/kg (ppm) berat badan.
Umumnya nitrit lebih beracun dibandingkan dengan nitrat, oleh karena itu
konsumsi nitrit pada manusia dibatasi sampai 0,4 mg/kg berat badan per hari.
Sodium nitrit adalah precursor dari nitrosamines, dan nitrosammes sudah
dibuktikan bersifat karsinogenik pada berbagai jenis hewan percobaan. Oleh
karena itu, pemakaian sodium nitrit harus hati-hati dan tidak boleh melampaui
500 ppm.
Konsentrasi nitrat dan nitrit yang diijinkan digunakan dalam makanan
berbeda-beda antar negara, tetapi berkisar antara 10 – 200 ppm untuk nitrit dan
500 – 1000 ppm untuk nitrat (Di Indonesia, 500 ppm untuk nitrat dan 200 ppm
untuk nitrit).
Jumlah nitrit sekitar 50 ppm disertai dengan penggunaan sorbat sebagai
pengawet, cukup efektif untuk mengawetkan produk daging. Demikian pula
penambahan vitamin C atau vitamin E telah banyak dilakukan pada produk
daging yang diawetkan dengan nitrit, karena vitamin-vitamin tersebut ditemukan
dapat mencegah terjadinya reaksi pembentukan “nitrosamin”.
Untuk pembuatan keju dianjurkan supaya kandungan sodium nitrit tidak
melampaui 50 ppm, sedangkan untuk bahan pengawet daging dan pemberi aroma
yang khas bervariasi antara 150 – 500 ppm.
- Sulfur Oksida
Sulfur Oksida merupakan bahan pengawet yang sangat luas
pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada
kesehatan tetapi belum ada pengganti belerang dioksida yang sama efektifnya.
Keracunan sulfur dioksida dapat menyebabkan luka usus dan suatu hasil
penelitian menyatakan bahwa anak-anak pengidap asma hipersensitivitas atau
intolerasnsinya terhadap bahan pengawet lebih kecil dibanding dengan orang
dewasa.
- Asam Borat
Asam borat merupakan senyawa borat yang dikenal juga dengan nama
borax. Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk
meningkatkan kekenyalan, kerenyahan, serta memberikan rasa gurih dan
kepadatan terutama pada jenis makanan yang mengandung pati.
Oleh karena toksisitas lemah sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi
berlebihan dapat mengakibatkan toksik ( keracunan ).
Gejala dapat berupa mual, muntah, diare, suhu tubuh menurun,
lemah,sakit kepala, rash erythematous, anoreksia, berat badan menurun, ruam
kulit, anemia, dan konvulsi dan bahkan bisa menimbulkan shock. Dan bila
dikonsumsi terus menerus bisa menyebabkan gangguan pada gerak pencernaan
usus, kelainan pada susunan saraf, depresi, dan kekacaun mental.
Dalam jumlah serta dosis tertentu borak bisa menyebabkan degradasi
mental,serta rusaknyta saluran pencernaan, ginjal, hati, dan kulit karena boraks
cepat terabsorpsi oleh saluran pernapasan dan pencernaan, kulit luka, atau
membrane mukosa.
- Formalin
Formalin merupakan gas formaldehid yang tersedia dalam bentuk larutan
40% (40% gas formaldehid dalam air). Formalin bisa berbentuk cairan jernih,
tidak berwarna, dan berbau menusuk, uapnya merangsang selaput lender hidung
dan tenggorokan,dan rasa membakar, atau berbentuk tablet dengan berat masing
masing 5 gram.
Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia
kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Fungsinya sering
diselewengkan untuk bahan pengawet makanan dengan alasan karena biaya lebih
murah seperti mengawetkan ikan, dengan sebotol kecil dapat mengawetkan ikan
secara praktis tanpa harus memakai batu es.
Formalin jika dalam konsentrasi yang tinggi dalam tubuh, akan bereaksi
secara kimia dengan hampir semua zat kimia di dalam sel dan menyebabkan
iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagenic, serta orang
yang mengonsumsi akan muntah, diare bercampur darah, dan kematian yang
disebabkan kegagalan dalam peredaran darah.
c. Pewarna Sintetis
Zat pewarna alami sudah dikenal sejak dulu dalam industri makanan untuk
meningkatkan daya tarik produk makanan sehingga konsumen tergugah untuk
membelinya. Namun ada juga penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan
yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat adiktif. Contoh yang sering
ditemui adalah penggunaan bahan pewarna Rhodamin B, yaitu zat pewarna yang
lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan dalam zat pewarna
makanan.
Kedua zat pewarna ini termasuk golongan zat pewarna industri untuk
mewarnai kertas, tekstil, cat, kulit dsb. dan bukan untuk makanan dan minuman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kedua zat warna tersebut kepada
tikus dan mencit mengakibatkan limfoma.
- Rhodamin B & Metanil Yellow
Rhodamin adalah bahan kimia yang digunakan untuk pewarna merah pada
industri tekstil plastik. Rhodamin B dan Menatil Yellow biasanya sering
digunakan untuk mewarnai makanan seperti, kerupuk, makanan ringan, terasi,
kembang gula, sirup, biskuit, sosis, makaroni goreng, minuman ringan, cendol,
manisan, gipang dan ikan asap.
Makanan yang diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan
memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis Rhodamin B dan Metanil Yellow bisa
menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan
usus
d. Penyedap
- Monosodium Glutamat (MSG)
Monosodium glutamat (MSG) adalah penyedap masakan dan sangat
populer di kalangan para ibu rumahtangga, warung nasi dan rumah makan.
Hampir setiap jenis makanan masa kini dari mulai camilan untuk anak-anak
seperti chiki dan sejenisnya, mie bakso, sampai makanan tradisional dibubuhi
MSG atau vetsin.
Pada hewaan percobaan, MSG dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosi
sel-sel neuron, degenerasi dan nekrosis sel-sel syaraf lapisan dalam retina,
menyebabkan mutasi sel, mengakibatkan kanker kolon dan hati, kanker ginjal,
kanker otak dan merusak jaringan lemak.
e. Pengenyal
- Boraks
Boraks dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa
yang bagus pada makanan seperti bakso. Bakso yang menggunakan boraks
memiliki kekenyalan yang khas yang berbeda dari bakso yang menggunakan
banyak daging, sehingga terasa renyah dan disukai serta tahan lama. Dalam
industri borks dipakai untuk mengawetkan kayu, anti septic kayu dan pengontrol
kecoa.
Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak
dan selaput lender. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berulang-ulang
akan memiliki efek toksik. Pengaruh kesehatan secara akut adalah muntah dan
diare. Dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, dan kanker.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahan toksik yang terbawa oleh makanan bisa bersumber dari lima hal, yaitu:
1. Secara alami terdapat di dalam makanan itu sendiri,seperti alkoloid pada
kentang, asam sianida pada singkong, asam jengkolat pada jengkol serta
mimosin dan leukonin pada petai cina.
2. Senyawa racun dari residu pencemaran merupakan sisa buangan hasil
aktivitas manusia yang terkontaminasi dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan
yang dikonsumsi manusia, seperti pestisida.
3. Akibat penambahan senyawa tertentu selama proses pengolahan pangan,
misalnya penggunaan bahan tambahan pangan (food additives) secara
berlebih atau penggunaan senyawa beracun sintetis diantaranya sakarin,
nitrosiamin dan monosodium glutamate.
4. Akibat kontaminasi dari lingkungan yang tidak sehat, berupa kontaminasi
senyawa kimia yang beracun atau mikroba penghasil racun.
5. Senyawa beracun dari mikroba (bakteri patogen) yang membahayakan
kesehatan manusia, antara lain: Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae, Clostridium botulinum, Pseudomonas
cocovenenans dan Kapang dan khamir.
B. Saran
Tidak ada cara untuk menghindar 100% dari bahan-bahan kimia itu dalam
kehidupan sehari-hari, yang perlu dilakukan adalah meminimalkan
penggunaannya sehingga tidak melewati ambang batas yang disarankan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2007. Kenali Ciri-ciri Zat Berbahaya pada Makanan (online).
http://www.harian-global.com. (Diakses pada tanggal 1 Januari 2014)
2. Anonim. 2009. Bahaya Residu Pestisida (online). http://forum.travian.co.id.
(Diakses pada tanggal 1 Januari 2014)
3. Anonim. 2007. Zat-zat Kimia Beracun Yang Sering Dimakan Manusia
(online). http://www.smallcrab.com. (Diakses pada tanggal 1 Januari 2014)
4. Anonim. 2007. Wapadai Bakteri Patogen pada Makanan (online).
http://cybermed.cbn.net.id. (Diakses pada tanggal 1 Januari 2014)