MAKALAH
INTRA UTERINE FETAL DEMISE (IUFD)(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Reproduksi II)
Disusun oleh :
Aditya Bayu K 220110100082 Dini Fathania 220110100094
Shella Febrita P 220110100106 Mika Pratiwi G 220110100118
Karina Amanda 220110100130 Egi Nugraha 220110100142
Annisa Nur Arifiani 220110100035 Jelita Puspa Nirwana 220110100011
Restu Pratama W 220110100055 Sherly Marsella 220110100059
Dea arista 220110100047 Suci Perdana Putri 220110100071
Aisah Syayidah 220110100083 Anah Rostianah 220110100095
Tri Nur Jayanti 220110100131 Herti R Pardede 220110100119
Novi Hermawati 220110100107
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kehamilan merupakan suatu kejadian yang selalu ditunggu-tunggu oleh
pasangan suami-istri. Saat ini, pada umumnya seorang ibu sudah mengerti
bagaimana seharusnya ia lebih menjaga kondisi tubuh demi kelancaran
kehamilan dan perkembangan janin dalam kandungannya. Meskipun
demikian, hal-hal yang dapat mengganggu proses kehamilan masih saja tidak
dapat dihindari. Salah satunya adalah kematian janin dalam rahim.
Kematian janin dalam rahim (Intra Uterine Fetal Demise/IUFD) itu sendiri
merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, yang
mengakibatkan kehamilan tidak sempurna (Uncomplicated Pregnancy).
Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan dan dianggap sebagai
kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20 minggu atau
lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut abortus.
Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu
lahir diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO
dan American College of Obstetricians and Gynaecologists telah
merekomendasikan bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya
kematian janin intra uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia
kehamilan 22 minggu atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan
pengertian ini, masing-masing negara berhak menetapkan batasan dari
pengertian IUFD (Kliman, 2000).
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia
kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan
jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan
patologi dari plasenta.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defisini IUFD?
2. Apa saja etiologi pada IUFD?
3. Apa saja klasifikasi IUFD?
4. Apa saja manifestasi klinik IUFD?
5. Bagaimana patofisiologi IUFD?
6. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada IUFD?
7. Apa saja penatalaksanaan untuk IUFD?
8. Apa saja pencegahan IUFD?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada IUFD?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi IUFD
2. Untuk mengetahui etiologi pada IUFD
3. Untuk mengetahui klasifikasi IUFD
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik IUFD
5. Untuk mengetahui patofisiologi IUFD
6. Untuk mengetahui pemeriksaan pada IUFD
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk IUFD
8. Untuk mengetahui pencegahan IUFD
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada IUFD
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Ketiadaan janin pada berbagai tahap merupakan kematian janin. Berdasarkan
revisi tahun 2003 dari Prosedur Pengkodean Penyebab dari Kematian Janin
Berdasarkan ICD-10, Pusat Statistik Kesehatan Nasional mendefinisikan kematian
janin sebagai ”kematian yang terutama berkaitan dengan ekspulsi komplet atau
ekstraksi hasil konsepsi dari Ibu, pada durasi yang tidak dapat diperkirakan di
dalam masa kehamilan, dan merupakan terminasi kehamilan yang tidak
diinduksi”. Kematian janin diindikasikan oleh adanya fakta setelah terjadi
ekspulsi atau ekstraksi, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda lain
dari kehidupan seperti detak jantung, pulsasi umbilical cord, atau gerakan yang
berarti dari otot-otot volunter. Detak jantung tidak termasuk kontraksi transien
dari jantung, respirasi tidak termasuk pernafasan yang sangat cepat atau
“gasping”. Pengertian ini kemudian diklasifikasikan sebagai kematian awal (<20
minggu kehamilan), pertengahan (20-27 minggu kehamilan) dan lambat (>28
minggu kehamilan) (Kliman, 2000).
IUFD (Intra Uterine Fetal Demise) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). Kematian janin terjadi kira-kira pada 1% kehamilan
dan dianggap sebagai kematian janin jika terjadi pada janin yang telah berusia 20
minggu atau lebih, dan bila terjadi pada usia di bawah usia 20 minggu disebut
abortus. Sedangkan WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan kematian janin
adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan berat janin waktu lahir
diatas 1000 gram.
Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan aborsi spontan, WHO dan
American College of Obstetricians and Gynaecologists telah merekomendasikan
bahwa statistik untuk IUFD termasuk di dalamnya hanya kematian janin intra
uterine dimana berat janin 500 gr atau lebih, dengan usia kehamilan 22 minggu
atau lebih. Tapi tidak semua negara menggunakan pengertian ini, masing-masing
negara berhak menetapkan batasan dari pengertian IUFD (Kliman, 2000).
2.2 Etiologi
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui sekitar
25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan. Pada
beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan jelas, dapat dibedakan
berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan patologi dari plasenta
(Kliman, 2000).
1. Faktor Ibu
a. Ketidakcocokan Rh darah Ibu dengan janin
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah Rh
positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu Rh
positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami
ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi kondisi
janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops fetalis, yaitu suatu
reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis pada janin antara
lain berupa pembengkakan pada perut akibat terbentuknya cairan yang
berlebihan pada rongga perut (asites), pembengkakan kulit janin
penumpukan cairan di rongga dada atau rongga jantung, dan lain-lain.
Akibat dari penimbunan cairan-cairan yang berlebihan tersebut, tubuh
janin akan membengkak yang dapat berakibat pula darahnya bercampur
dengan air. Jika kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan
tertolong lagi.
b. Ketidakcocokan golongan darah Ibu dengan janin
Terutama pada golongan darah A, B, dan O yang sering terjadi adalah
antara golongan darah anak A atau B dengan ibu bergolongan darah O
atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena pada saat masih dalam
kandungan, darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, sehingga ibu
akan membentuk zat antibodi.
c. Berbagai penyakit pada ibu hamil
Salah satu contohnya adalah diabetes dan preeklampsia. Hipertensi juga
sangat berbahaya pada ibu hamil, baik yang memang memiliki riwayat
hipertensi meupun yang tidak (hipertensi gravidarum). Hipertensi dapat
menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang disebabkan oleh
berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta yang disebabkan oleh
spasme dan kadang-kadang trombosis dari pembuluh darah ibu.
d. Trauma saat hamil
Trauma bisa mengakibatkan terjadinya solusio plasenta atau plasenta
terlepas. Trauma terjadi misalnya karena benturan pada perut, baik
karena kecelakaan atau pemukulan. Trauma bisa saja mengenai
pembuluh darah di plasenta, sehingga menimbulkan perdarahan pada
plasenta atau plasenta terlepas sebagian, yang pada akhirnya aliran darah
ke janin pun terhambat.
e. Infeksi pada ibu hamil
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri maupun
virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari 103º F) dapat
menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.
f. Prolonged Pregnancy (kehamilan diatas 42 minggu)
Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu,
plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang.
Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa
berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap
masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG
dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung
ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan
cara diinduksi.
g. Hamil pada usia lanjut
Hamil pada usia lanjut adalah kehamilan pada usia >35 tahun. Kehamilan
ini rentan dikarenakan beberapa hal, yaitu:
Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan
mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh
ovarium.
Umur berkaitan pula dengan perubahan hormon. Jadi kemungkinan
pengeluaran telur lebih dari satu. Seterusnya boleh menyebabkan
berlaku kehamilan kembar dua atau lebih.
Wanita yang hamil pada usia lanjut juga mudah mengalami masalah
diabetes. Ini dapat dikarenakan ibu dengan gaya hidup yang tidak
sehat, terlalu banyak konsumsi gula, dan jarang olah raga.
Kehamilan pada usia lanjut juga mungkin sukar untuk bersalin
secara normal.
Memiliki resiko tinggi janin mengalami syndrome Down karena
kelainan kromosom.
Resiko tinggi keguguran.
h. Ruptur uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta,
dan gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan
lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai
sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah
perdarahan intrapartum sebelum kelahiran.
i. Kematian Ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan mengalami
kematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya menopang
pertumbuhan janin, tidak lagi ada.
2. Faktor Janin
a. Gerakan Sangat Berlebihan
Gerakan bayi dalam rahim yang sangat berlebihan, terutama jika terjadi
gerakan satu arah saja dapat membahayakan kondisi janin. Hal ini
dikarenakan gerakan yang berlebihan ini akan menyebabkan tali pusar
terpelintir. Jika tali pusar terpelintir, maka pembuluh darah yang
mengalirkan darah dari ibu ke janin akan tersumbat. Gerakan janin yang
sangat liar menandakan bahwa kebutuhan janin tidak terpenuhi.
b. Kelainan kromosom
Bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya kelainan genetik berat
(trisomi). Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru
terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi, yaitu dari hasil otopsi janin.
Hal ini disebabkan karena pemeriksaan kromosom saat janin masih
dalam kandungan beresiko tinggi dan memakan biaya banyak.
c. Kelainan bawaan bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni
akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam
rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung
menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung
sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan
pada paru-parunya.
d. Malformasi janin
Pada janin yang mengalami malformasi, berarti pembentukan organ janin
tidak berlangsung dengan sempurna. Karena ketidaksempurnaan inilah
suplai yang dibutuhkan janin tidak terpenuhi, sehingga kesejahteraan
janin menjadi buruk dan bahkan akan menyebabkan kematian pada janin.
e. Kehamilan multiple
Pada kehamilan multiple ini resiko kematian maternal maupun perinatal
meningkat. Berat badan janin lebih rendah dibanding janin pada
kehamilan tunggal pada usia kehamilan yang sama (bahkan
perbedaannya bisa sampai 1000-1500 g). Hal ini bisa disebabkan
regangan uterus yang berlebihan sehingga sirkulasi plasenta juga tidak
lancar. Jika ketidaklancaran ini berlangsung hingga keadaan yang parah,
suplai janin tidak terpenuhi dan pada akhirnya akan menyebabkan
kematian janin.
f. Intra Uterine Growth Restriction
Kegagalan janin untuk mencapai berat badan normal pada masa
kehamilan. Pertumbuhan janin terhambat dan bahkan menyebabkan
kematian, yang tersering disebabkan oleh asfiksia saat lahir, aspirasi
mekonium, perdarahan paru, hipotermia dan hipoglikemi.
g. Infeksi (parvovirus B19, CMV, listeria)
Infeksi ini terjadi dikarenakan oleh virus, dan jika virus ini telah
menyerang maka akan menyebabkan janin mengalami gangguan seperti,
pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan
lain-lain. Dan gangguan ini akan membuat kesejahteraan janin
memburuk dan jika dibiarkan terus-menerus janin akan mati.
h. Insufisiensi plasenta yang idiopatik
Merupakan bagian dari kasus hipertensi dan penyakit ginjal yang sudah
disebutkan diatas. Pada beberapa kasus, insufisiensi plasenta ini terjadi
pada kehamilan yang berturut-turut. Janin tidak mengalami pertumbuhan
secara normal.
3. Faktor Palsenta
a. Perlukaan cord
b. Pecah secara mendadak (abruption)
c. Premature Rupture of Membrane
d. Vasa Previa
4. Faktor Resiko
Berikut ini beberapa faktor resiko terjadinya kematian janin intra uteri
(Kliman, 2000) :
a. Ibu usia lanjut
b. Riwayat kematian janin intra uterine
c. Infertilitas Ibu
d. Hemokonsentrasi pada ibu
e. Usia Ayah
f. Obesitas
2.3 Klasifikasi
Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu
2. Gol II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu
3. Gol III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Gol IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan diatas
2.4 Manifestasi Klinik
Pada wanita yang diketahui mengalami kematian janin intra uterine (IUFD),
pada beberpa hari berikutnya mengalami penurunan ukuran payudara. Tanda-
tanda lain yang juga dapat ditemukan adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin
pertama pada usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu
(pada primipara). Gerakan janin normalnya minimal 10 kali sehari.
2. Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yng semakin
pelan atau melemah.
3. Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pada saat
kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun atau kehamilan yang tidak
kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan kehamilan tidak sesuai bulan.
4. Bunyi jantung anak tidak terdengar
5. Palpasi janin menjadi tidak jelas
6. Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan pemeriksa
7. Pada foto roentgen dapat terlihat:
Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda spalding)
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes)
Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin
Gejala dan Tanda
Selalu Ada
Gejala dan Tanda
Kadang-Kadang AdaDiagnosa Kemungkinan
Gerakan janin
berkurang atau hilang
Nyeri perut hilang
Syok
Uterus tegang/kaku
Solusio plasenta
timbul atau menetap
Perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu
Gawat janin atau DJJ
tidak terdengar
Gerakan janin dan DJJ
tidak ada
Perdarahan
Nyeri perut hebat
Syok
Perut kembung/
cairan bebas intra
abdominal
Kontur uterus
abnormal
Abdomen nyeri
Bagian-bagian janin
teraba
Denyut nadi ibu cepat
Ruptura uteri
Gerakan janin
berkurang atau hilang
DJJ abnormal
(<100/menit atau
>180/menit)
Cairan ketuban
bercampur mekonium
Gawat janin
Gerakan janin/ DJJ
hilang
Tanda-tanda
kehamilan berhenti
Tinggi fundus uteri
berkurang
Pembesaran uteri
berkurang
Kematian janin
2.5 Patofisiologi
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu hamil dengan IUFD dapat
terjadi bila janin yang sudah meninggal tidak segera dilahirkan lebih dari 2
minggu. Akan tetapi, kasus janin yang meninggal dan tetap berada di rahim
ibu lebih dari 2 minggu sangat jarang terjadi hal ini dikarenakan biasanya
tubuh ibu sendiri akan melakukan penolakan bila janin mati, sehingga
timbullah proses persalinan. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi adalah
sebagai berikut :
1) Disseminated intravascular coagulation (DIC), yaitu adanya
perubahan pada proses pembekuan darah yang dapat menyebabkan
perdarahan atau internal bleeding. Zat-zat pembekuan darah atau
fibrinogen bisa turun dan menyebabkan darah agak sulit membeku.
Bila ini terjadi, akan berakibat fatal kala ibu melahirkan. Jika
fibrinogen rendah (hipofibrinogenemia), maka perdarahan yang terjadi
pada proses persalinan akan sulit berhenti. Bila terjadi fibrinogenemia
bahayanya adalah perdarahan post partum. Terapi nya adalah dengan
pemberian darah segar atau fibrinogen.
2) Infeksi
3) Koagulopati maternal dapat terjadi walaupun ini jarang terjadi
sebnelum 4-6 minggu setelah kematian janin. Oleh karena adanya
komplikasi akibat IUFD maka janin yang telah meninggal harus
segera dilahirkan. Proses kelahiran harus segera dilakukan secara
normal, karena bila melalui operasi akan terlalu merugikan ibu.
Operasi hanya dilakukan jika ada halangan untuk melahirkan normal.
Misalnya janin meninggal dalam posisi melintang atau karena ibu
mengalami preeklamsia (William,2009).
2.7 Pemeriksaan
1. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin
sangat berkurang. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan
bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau wanita
belakangan ini merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit
seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak terlihat gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama
pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakanan janin. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi
pada tulang kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memamakai setetoskop monoral maupun dengan dopler tidak terdengar
terdengar DJJ.
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.
6. Rontgen Foto Abdomen
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar janin.
Tanda Nojosk : adanya angulasi yang tajam tulang belakang janin.
Tanda Gerhard : adanya hiperekstensi kepala tulang leher janin
Tanda Spalding : overlaping tulang-tulang kepala (sutura) janin
Disintegrasi tulang janin bila ibu berdiri tegak
Kepala janin kelihatan seperti kantong berisi benda padat.
7. Pemeriksaan HCG urin menjadi negative setelah beberapa hari kematian janin
2.8 Penatalaksanaan
Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknya
diobservasi dahulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis.
Selama observasi, 70-90% akan terjadi persalinan yang spontan (POGI,
2006).
Jika pemeriksaan Radiologi tersedia, konfirmasi kematian janin
setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak,
hiperfleksi kolumna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan
edema scalp. USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik
untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan
janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala
janin dan cairan ketuban berkurang (POGI, 2006).
Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.Sebaiknya
pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.Yakinkan bahwa
kemungkinan besar dapat lahir pervaginam. Pilihan cara persalinan dapat
secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan
pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil (POGI, 2006).
Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90% persalinan spontan
akan terjadi tanpa komplikasi (POGI, 2006).
Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,
lakukan penanganan aktif. Penanganan aktif dilakukan pada serviks
matang, dengan melakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin
atau prostaglandin. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan
serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan
lakukan amniotomi karena berisiko infeksi (POGI, 2006).
Mekanisme kerja kateter Foley adalah untuk membantu mematangkan
serviks. Secara teknis, kateter Foley ukuran no.18 dimasukkan hingga ke
Ostium Uteri Internum, mengembangkan balón kateter dengan aquadest
30 mL, dan mempertahankan selama 8–12 jam. Dari sini, akan terjadi
pemisahan antara selaput ketuban dengan Segmen Bawah Rahim. Hal ini
akan menimbulkan pelepasan lisosom oleh desidua basalis dan pelepasan
enzim lithik fosfolipase A yang akan membentuk asam arakhidonat. Asam
arakhidonat ini akan meningkatkan pembentukan prostaglandin, sehingga
serviks menjadi matang (Suparman, 2003; Nicholson, 2009). Efek
samping dari kateter Foley ini adalah demam intrapartum atau postpartum,
perdarahan per vaginam pasca pemasangan kateter, KPD, prolapsus tali
pusat, dan lain-lain (Nicholson, 2009).
Persalinan dengan sectio cesare merupakan alternatif terakhir. Jika
persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan
serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol: Tempatkan
misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam
(Gomes, 2003).
Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika.
Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati (Dickinson, 2003). Berikan kesempatan
kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual
bagi janin yang meninggal tersebut.
Pemeriksaan patologi plasenta dapat dilakukan untuk mengungkapkan
adanya patologi plasenta dan infeksi (Gomes, 2003).
Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu
setelah diagnosis, pasien belum ada tanda untuk partus, maka pasien harus
dirawat agar dapat dilakukan induksi persalinan. Induksi persalinan dapat
dimulai dengan pemberian esterogen untuk mengurangi efek progesteron
atau langsung dengan pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa
amniotomi (Gomes, 2003).
Protokol untuk Pemeriksaan Bayi Lahir Mati
Gambaran umum Tali pusat
Malformasi Prolaps
Noda kulit Lilitan leher
Derajat maserasi Hematom atau striktur
Warna - pucat, pletorik Jumlah pembuluh
Selaput ketuban Panjang
Ternoda Cairan amnion
Menebal Warna: mekonium, darah
Konsistensi
Volume
Tabel: Protokol untuk pemeriksaan bayi lahir mati
Penanganan terhadap hasil konsepsi adalah penting untuk
menyarankan kepada pasien dan keluarganya bahwa bukan suatu
kegawatan dari bayi yang sudah meninggal:
1. Jika uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan maka pengosongan uterus
dilakukan dengan suction curetase
2. Jika ukuran uterus antara 12-28 minggu, dapat digunakan prostaglandin E2
vaginal supositoria dimulai dengan dosis 10 mg,
3. Jika kehamilan > 28 minggu dapat dilakukan induksi dengan oksitosin.
Selama periode menunggu diusahakan agar menjaga mental/psikis pasien
yang sedang berduka karena kematian janin dalam kandungannya.
Kematian janin adalah suatu kejadian traumatik psikologik bagi
wanita dan keluarganya. Radestat mendapatkan bahwa interval yang lebih
dari 24 jam sejak diagnosa kematian janin sampai induksi
persalinanberkaitan dengan ansietas berlebihan (Barfield, 2002). Faktor
lain yang berperan adalah apabila wanita yang bersangkutan tidak melihat
bayinya selama yang dia inginkan dan apabila dia tidak memiliki barang
kenangan dapat timbul kecemasan pada ibu sampai gejala depresi dan
gejala somatisasi yang dapat bertahan sampai lebih dari 6 bulan. Seorang
wanita yang pernah melahirkan bayi meninggal, telah lama dianggap
memiliki resiko yang lebih besar mengalami gangguan hasil kehamilan
pada kehamilan berikutnya (Kashoghi, 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan kisaran angka kekambuhan lahir
mati antara 0 sampai 8 persen.Kematian janin sebelumnya walaupun tidak
semua lahir mati menyebabkan gangguan hasil pada kehamilan
berikutnya.Evaluasi prenatal penting dilakukan untuk memastikan
penyebab.Apabila penyebab lahir mati terdahulu adalah kelainan karyotipe
atau kausa poligenik, pengambilan sampel villus khorionik atau
amniosintesis dapat mempermudah deteksi dini dan memungkinkan
dipertimbangkannya terminasi kehamilan (Kashoghi, 2007).
Pada diabetes, cukup banyak kematian perinatal yang berkaitan dengan
kelainan kongenital.Pengendalian glikemik intensif pada periode perikonsepsi
dilaporkan menurunkan insiden malformasi dan secara umum memperbaiki hasil
(Silver, 2007).
2.9 Pencegahan
Sebenarnya faktor resiko dan komplikasi IUFD dapat dicegah apabila
ibu hamil secara rutin memeriksakan kehamilannya pada dokter ataupun
ketempat pelayanan kesehatan lain, sehingga apabila ditemukan
komplikasi kehamilan dapat ditangani sejak dini dan diharapkan dapat
mencegah terjadinya IUFD. Upaya mencegah kematian janin, khususnya
yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin
menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada
gamelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan
dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Sarwono, 2008).
Beberapa pencegahan yang dianjurkan dari beberapa pustaka yang
adaantara lain sebagai berikut (Silver, 2007) :
1. Memberikan nasehat pada waktu ANC mengenai nutrisi dankeseimbangan
diet makanan
2. Hindari merokok, tidak meminum minuman beralkohol, jamu, obat-obatan
dan hati-hati terhadapinfeksi yang berbahaya
3. Mendeteksi secara dini faktor-faktor predisposisi IUFD dan
pemberian pengobatan
4. Mendeteksi gejala awal IUFD atau tanda fetal distress
5. Diberlakukannya tindakan Cut off untuk terminasi kehamilan.
2.10 Asuhan Keperawatan
2.10.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas klien, meliputi: nama klien, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, identitas suami
b. Keluhan utama atau alasan kunjungan
Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari atau gerakan
janin sangat berkurang.
Ibu merasakan kandungan tidak bertambah besar malah mengecil.
Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan
merasakan sakit seperti mau melahirkan.
Penurunan berat badan.
Perubahan pada payudara atau nafsu makan.
c. Riwayat perkawinan, meliputi: status perkawinan (ya/tidak), lamanya
perkawinan, perkawinan yang keberapa kali.
d. Riwayat haid, meliputi: menarche, dismenore, warna, bau haid, flour
albus, lama haid.
e. Riwayat kehamilan sekarang
HPHT
Gerakan janin: tidak ada gerakan janin
Tanda-tanda bahaya atau penyulit
Obay-obatan/jamu yang dikonsumsi
Kekhawatiran khusus
f. Riwayat kesehatan keluarga
Keturunan kembar
Penyakit menular atau turunan
g. Riwayat kesehatan yang lalu, misalnya: DM, hepatitis, hipertensi, PJK,
tifoid, TB.
h. Riwayat psikososial spiritual
Bahasa yang digunakan
Keadaan emosional (kooperatif, bingung, hiperaktif, depresi, dll)
Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan orang lain
Proses berpikir (terarah, bingung, ilusi, halusinasi)
Ibadah/spiritual
Dukungan keluarga
Pengambilan keputusan dalam keluarga
Beban kerja dan kegiatan sehari-hari
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. TTV
c. Kepala
d. Leher
e. Dada
f. Abdomen
Inspeksi: Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya
dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
Palpasi
- Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ;
tdak teraba gerakan- gerakan janin.
- Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.
Auskultasi: Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak
akan terdengar denyut jantung janin
g. Panggul
h. Genitourinaria
i. Vulva/vagina
j. Ektremitas atas dan bawah
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
b. Radiologi
Spalding’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin saling tumpah
tindih, pencairan otak dapat menyebabkan overlapping tulang
tengkorak.
Nanjouk’s sign (+) : tulang punggung janin sangat melengkung.
Robert’s sign (+) : tampak gelembung-gelembung gas pada
pembuluh darah besar. Tanda ini ditemui setelah janin mati paling
kurang 12 jam.
Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah besar
janin
2.10.2 Diagnosa Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi.
2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
3. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada
kejadian hidup.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan
kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.
2.10.3 Rencana Asuhan Keperawatan
1. Berduka berhubungan dengan kematian janin/bayi
Hasil yang diharapkan :
- Mengungkapkan tahap proses berduka yang dialami.
- Mengekspresikan perasaan dengan tepat.
- Mengidentifikasi masalah proses berduka (misalnya: masalah fisik,
makan, tidur) dan mencari bantuan yang tepat.
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Berikan ruang pribadi bila klien
menginginkannya, dengan kontak yang
sering oleh perawat. Anjurkan
kunjungan yang tidak terbatas oleh
keluarga dan teman.
Tempat dimana keluarga dan teman
dapat bicara dan berbagi perasaan
dengan leluasa, sehingga meningkatkan
perasaan kekeluargaan dan membantu
menghadapi proses berduka.
Libatkan pasangan dalam perencanaan
dan perawatan. Beri kesempatan
pasangan untuk bersama.
Partisipasi dalam perencanaan dan
pembuatan keputusan membantu sekali
dalam memilih tindakan atau keputusan
yang tepat sesuai kondisi klien.
Kaji pengetahuan klien/pasangan dan
interpretasi terhadap kejadian sekitar
kematian janin/bayi. Berikan informasi
dan perbaiki kesalahan konsep
berdasarkan kesiapan pasangan dan
kemampuan untuk mendengarkan
secara efektif.
Menghindari pemahaman yang salah
terhadap kejadian sekitar kematian
janin/bayi.
Sering, setelah kematian anak, orang
tua berespon syok, menyangkal, atau
tidak percaya. Reaksi ini dapat
mengganggu pemberian informasi.
Tentukan makna kehilangan terhadap
kedua anggota pasangan. Perhatikan
bagaimana kuatnya pasangan
menginginkan kehamilan ini.
Luas dan durasi respon berduka dapat
tergantung pada makna kehilangan.
Identifikasi ekspresi sesuai tahap-tahap
berduka (misal: menyangkal, marah,
menawar, depresi, menerima). Gunakan
ketrampilan komunikasi terapeutik
(misal: mendengar secara aktif,
pengakuan), menghargai permintaan
klien untuk tidak bicara.
Perawat membantu dalam menghadapi
tahap berduka dengan waktu yang
secepat mungkin. Bila berduka tidak
segera selesai, akan mengganggu
kehidupan selanjutnya.
Akui apa yang telah terjadi, kuatkan Meningkatkan kemampuan dalam
realita situasi dan anjurkan diskusi dan
ekspresi perasaan klien
menghadapi kenyataan/kehilangan.
Diskusikan respon antisipasi secara
fisik dan emosi kehilangan.
Evaluasi ketrampilan koping.
Perhatikan keyakinan religius dan latar
belakang budaya.
Diskusikan cara-cara yang tepat bagi
orang tua menyampaikan peristiwa
kehilangan pada sibling.
Membantu pasangan untuk mengenali
bahwa respon mereka sebelum dan
berikutnya adalah normal. Berduka
merupakan hal yang individual, dan
luas serta sifat dari respon dipengaruhi
oleh sifat kepribadian, ketrampilan
koping masa lalu, keyakinan religius,
dan latar belakang budaya.
Untuk menghindari kesalahan persepsi
dari sibling dan meminimalkan tingkat
berduka.
Kaji beratnya depresi. Adanya resiko terjadi gangguan pada
kejiwaan jika kemampuan dalam
menghadapi kehilangan tidak efektif.
Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola
tidur, nafsu makan, dan hygiene
personal.
Hal ini mungkin terabaikan karena
proses berduka dan derajat depresi.
Pola tidur mungkin terganggu,
menimbulkan kelelahan dan
ketidakmampuan lanjut untuk
mengatasi distress.
Beri bantuan dalam melakukan
perawatan fisik sesuai kebutuhan.
Menunjukkan perhatian dan
pemeliharaan serta membantu klien
menghemat energi yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan proses
berduka.
Kolaborasi
Hubungi tokoh agama, sesuai keinginan Untuk pemberian nasehat dari segi
keluarga. agama dalam membantu menghadapi
proses berduka.
Rujuk pada psikiatri jika perlu. Konseling atau terapi mungkin perlu
pada kasus berduka patologis untuk
membantu individu mengidentifikasi
kemungkinan penyebab reaksi
abnormal dan mencapai resolusi proses
berduka.
2. Perubahan peran berhubungan dengan krisis situasi (kematian anak).
Hasil yang diharapkan :
- Mengekspresikan perasaan yang tepat dan sesuai.
- Menunjukkan keterlibatan individu dalam proses pemecahan masalah
yang diarahkan pada resolusi krisis.
- Mengungkapkan pemahaman tentang harapan peran/kewajiban.
- Mengidentifikasi kebutuhan dan sumber utuk memelihara peran/ikatan
keluarga.
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Evaluasi situasi keluarga saat ini dan
status psikososial (misalnya anak lain,
keluarga besar, sistem pendukung)
Anggota keluarga memberikan
dukungan satu sama lain.
Tinjau ulang ketakutan keluarga,
sumber koping, dan keterampilan
koping.
Anggota keluarga depresi, merasa
sangat tidak adekuat, dan mungkin
perlu meninjau apa yang telah terjadi
dan apa tujuan mereka dalam hidup.
Ajarkan diskusi perasaan dan
dengarkan isyarat verbal yang
menunjukkan perasaan kegagalan, rasa
bersalah atau marah. Diskusikan
kenormalan perasaan.
Pengungkapan perasaan dapat memicu
pengenalan terhadap penyebabnya dan
dapat digunakan untuk memastikan
dapat diterimanya perasaan ini. Orang
tua mungkin takut untuk
menggambarkan perasaan negatif yang
mereka yakini abnormal. Realisasi
bahwa perasaan berduka, rasa bersalah,
dan marah adalah normal dapat
membantu menghilangkan rasa gagal
orang tua.
Identifikasi harapan perubahan peran
yang diperlukan karena adanya
kehilangan.
Perubahan yang diantisipasi meliputi
periode disorientasi atau terpecahnya
pola kerja normal, diikuti periode
reorganisasi, dimana energi dengan
tepat disimpan dalam individu dan
aktivitas baru.
Berikan informasi dan bantu orang tua
menghadapi situasi, keseimbangan
perawatan diri dan kebutuhan berduka
serta tanggung jawab menjadi orang
tua.
Kematian anak memerlukan perubahan
orang tua yang tidak diantisipasi. Pada
kematian anak pertama, fungsi orang
tua yang terjadi hanya berduka. Bila
ada anak lain, orang tua dapat
mengekspresikan kekhawatiran tentang
kemampuan mereka menjadi orang tua.
Perasaan tentang kegagalan atau rasa
bersalah akhirnya dapat mengarah pada
perasaan yang tidak adekuat.
3. Harga diri, rendah berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada
kejadian hidup.
Hasil yang diharapkan:
Mengidentifikasi kekuatan dan sumber-sumber yang tersedia.
Mengekspresikan harga diri positif.
Mendemonstrasikan adaptasi terhadap kematian bayi dan integrasi
kehilangan dalam hidup sehari-hari dengan merencanakan masa depan.
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan persepsi diri dan pasangan Kehilangan kehamilan sering
sebagai individu dan orang tua.
Evaluasi respon keluarga terhadap
kehilangan, perhatikan kesalahan yang
dibuat oleh keluarga.
dihubungkan dengan perasaan tidak
adekuat, tidak berdaya, dan tidak
berharga, yang secara langsung
mempengaruhi perasaan diri dan
kemungkinan menghancurkan harga
diri seseorang sebagai orang tua.
Berikan kesempatan untuk
mengungkapkan, menyalurkan emosi
dan menangis.
Pengungkapan kehilangan memberikan
kesempatan untuk penerimaan yang
diperlukan, emmbantu orang tua untuk
menyaring dengan seksama, dan
memvalidasi perasaan normal orang tua
tentang ketidakberdayaan dan
ketidakadekuatan.
Berikan penguatan positif untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
dan masalah-masalah.
Membantu dalam koping kesedihan
terhadap situasi. Membantu orang tua
menerima diri mereka sendiri sebagai
manusia yang berharga.
4. Kurang pengetahuan, mengenai kehilangan perinatal berhubungan dengan
kurangnya informasi, kesalahan interpretasi informasi.
Hasil yang diharapkan:
Membedakan penyebab kematian yang dapat diantisipasi dan yang tidak
dapat diantisipasi.
Mengungkapkan pemahaman alasan dari kehilangan bila diketahui.
Mendiskusikan kemungkinan efek jangka pendek dan jangka panjang
dari kehilangan.
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji kesiapan dan kemampuan keluarga
untuk menyerap dan memahami
informasi.
Respon emosional dapat mempengaruhi
kemampuan untuk mendengar dan
memproses informasi
Identifikasi prioritas keluarga dalam Keluarga mempunyai perbedaan
memberikan informasi. kebutuhan untuk informasi, tergantung
pada tahap perkembangan keluarga dan
penyebab kematian intra uteri, karena
faktor eksternal, atau karena masalah
genetik.
Identifikasi persepsi klien / pasangan
tentang kejadian, dan perbaiki
kesalahpahaman sesuai indikasi.
Ketidakakuratan persepsi perlu dikaji
secara kontinyu dan informasi yang
valid diulangi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
IUFD (Intra Uterine Fetal Death) merupakan kematian janin yang terjadi
tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan kehamilan tidak sempurna
(Uncomplicated Pregnancy). WHO menyebutkan bahwa yang dinamakan
kematian janin adalah kematian yang terjadi bila usia janin 20 minggu dan
berat janin waktu lahir diatas 1000 gram.
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat diketahui
sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan usia
kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi dengan
jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin, maternal dan
patologi dari plasenta.
Tanda-tanda yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut : Tidak ada
gerakan janin. Pada umumnya, ibu merasakan gerakan janin pertama pada
usia kehamilan 18 minggu (pada multipara) atau 20 minggu (pada primipara).
Gerakan janin yang sangat hebat atau sebaliknya, gerakan janin yang semakin
pelan atau melemah. Ukuran abdomen menjadi lebih kecil dibandingkan
dengan ukuran pada saat kehamilan normal dan tinggi fundus uteri menurun
atau kehamilan yang tidak kunjung besar, dicurigai bila pertumbuhan
kehamilan tidak sesuai bulan. Bunyi jantung anak tidak terdengar. Palpasi
janin menjadi tidak jelas. Pergerakan janin tidak teraba oleh tangan
pemeriksa.
Pemastian diagnosis untuk IUFD dapat dilakukan dengan pemeriksaan
foto rontgen, dapat terlihat : Tulang-tulang cranial saling menutupi (tanda
spalding), tulang punggung janin sangat melengkung (tanda naujokes), ada
gelembung-gelembung gas pada badan janin.
Pada wanita dengan kematian janin sebelum usia kehamilan kurang dari
28 minggu, induksi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E2
vaginal suppositoria (10-20 mg tiap 4-6 jam), misoprostol pervaginal atau per
oral (400 mcg tiap 4-6 jam), dan/atau oxytocin (terutama bagi wanita dengan
sectio caessaria). Pada wanita dengan kematian janin pada usia kehamilan
setelah 28 minggu, harus menggunakan dosis yang lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Achdiat, C.M.2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC
Andra. 2007. Ruptur Uteri: Uterus Robek, Nyawa Ibu dan Bayi Melayang.
http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=1161 .Diakses
tanggal 3 April 2009 pukul 15.00 WIB
Cuningham, F.G. 2001. Williams Obstetrics (21st Edition). United States of
America: TheMcGraw-Hill Companies,Inc
Mochtar,R. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi, edisi II. Jakarta: EGC
Muhaj, Khaidir. 2009. Askep Nifas Dengan Perdarahan Post Partum.
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0004/05/UTAMA/hak01.htm.
Nie. 2008. Kehamilan Multiple/Kembar. http://www.gemari .or.id/file/
gemari7241. Diakses tanggal 3 April 2009 pukul 15.05 WIB
Wiknjosarto,H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Wildan, Moh. dan A.Aziz Alimul Hidayat. 2008. Dokumentasi Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.
Rahayu, Esti Budi. 2008. Respon dan Koping. http://lontar.ui.ac.id/file?
file=digital/126756-TESIS0534%20Est%20N08r. diakses tanggal 16 Mei
2013.
http://disnisuryaningsi.blogspot.com/