MAKALAH HASIL DISKUSI KELOMPOK VI
FISIKA MODERN
Nama anggota kelompok : 1. Misael Soaduan R. (110801067)
2. Hendra L Nababan (110801069)
3. Henny Setianingsih (110801071)
4. Lurani Br Sitorus (110801073)
5. Ancela Simbolon (1108010
6. Wahyu sola fide (1108010
Kelompok : VI
Judul : Arti Fisis Persamaan Schroedinger
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur praktikan panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah Arti Fisis Persamaan Schroedinger
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen fisika modern yang telah
membimbing dan mendidik saat menulis makalah ini ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
standar akademis yang telah ditetapkan oleh Departemen Fisika Universitas Sumatera Utara.
Selain itu makalah ini dapat digunakan sebagai bahan ajar bagi mahasiswa yang akan
mempelajari tentang persamaan schodinger.
Untuk mempermudah mempelajari makalah ini terdiri dari tiga bab, bab pertama yaitu
pendahuluan, bab kedua berisi persamaan schodinger dan Probabilitas dan Normalisasi, bab
ketiga adalah penutup, penulis menyadari jikalau makalah ini masih terdapat kesalahan oleh
karena itu praktikan meminta kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakannya.
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa- mahasiswi khusunya
Departemen Fisika.
Medan,11 Oktober 2012
Penulis,
( )
BAB I
PENDAHULUAN
Erwin Schrodinger dilahirkan di Wina. Ia menerima gelar doctor di kota itu di bawah
bimbingan mantan murid Bolztman.selama perang dunia I , ia menjadi perwira artileri.
Setelah perang dunia 1, ia menjadi gguru besar fisika di Zurich,Swiss. Di Zurich ia
menangkap pengertian de brogile yang menyatakan bahwa partikel yang bergerak memiliki
sifat gelombang dan mengembangkan pengertian itu menjadi suatu teori yang terinci dengan
baik. Setelah ia menemukan persamaanya yang tekenal, ia dan ilmuwan lainyamemecahkan
persamaan tersebut untuk berbagai masalah ; di sini kuantitas muncul secara
alamiah ,misalnya dalam masalah tali yang bergerak. Setahun sebelumnya Heinsberg telah
mengemukakan formulasi mekanika kuantum, tetapi formulasinya agak sukar dipahami oleh
ilmuwan pada waktu itu. Schodinger memperlihatkan bahwa kedua kedua formulasi itu setara
secara matematis. Schodinger menggantikan Planck di berlin dalam tahun 1927, tetapi dalam
tahun 1933, ketika Nazi berkuasa, ia meninggalkan Jerman. Dalam tahun itu ia juga
menerima Hadiah Nobel.
Pada tahun 1925 Erwin Schroedinger mengajukan suatu teori, Mekanika Kuantum,
yang mana lebih menyeluruh tentang gejala yang bersumber pada proses atom dan sub-atom.
Perbedaan
pokok antara mekanika Newton (klasik) dengan mekanika kuantum terletak pada cara
menggambarkannya. Dalam mekanika klasik, masa depan partikel telah ditentukan oleh
kedudukan awal, momentum awal serta gaya-gaya yang beraksi padanya. Dalam dunia
makroskopik kuantitas seperti ini dapat ditentukan dengan ketelitian yang cukup sehingga
mendapatkan ramalan mekanika Newton yang cocok dengan pengamatan. Dalam mekanika
kuantum ketentuan tentang karakteristik masa depan seperti mekanika Newton tidak mungkin
diperoleh, karena kedudukan dan momentum suatu partikel tidak mungkin diperoleh dengan
ketelitian yang cukup, sehingga dalam teori ini digunakan prinsip ketidakpastian dan
probabilitas.
Hal yang dapat membuat kita lebih paham akan keberadaan dari mekanika klasik dan
kuantum
adalah, kenyataan bahwa mekanika klasik merupakan versi aproksimasi dari mekanika
kuantum.
Erwin Schrodinger merupakan ilmuwan yang menyumbang berkembangnya model
atom modern atau yang disebut sebagai model atom mekanika kuantum. Penerapan
persamaan Schrodinger pada sistem fisika memungkinkan kita mempelajari sistem tersebut
dengan ketelitian yang tinggi. Penerapan-penerapan tersebut telah memungkinkan
perkembangan teknologi saat ini yang telah mencapai tingkat nano. Penerapan ini juga sering
melahirkan ramalan-ramalan baru yang selanjutnya di uji dengan eksperimen.Penemuan
positron yang merupakan anti materi dari electron adalah salah satu ramalan yang kemudian
terbukti. Perkembangan teknologi dengan kecenderungan alat yang semakin kecil ukurannya
pada gilirannya akan menempatkan persamaan Schrodinger sebagai persamaan sentral seperti
halnya yang terjadi pada persamaan Newton selama ini.
BAB II
ISI
2.1 Persamaan Schrödinger
Berdasarkan gagasan de Broglie dan prinsip ketidakpastian Heisenberg, Erwin
Schrodinger mengajukan pendapat bahwa apabila elektrom mempunyai sifat gelombang.
Maka tentu elektrom mempunyai fungsi gelombang yang menyatakan keadaan elektron
tersebut. Karena elektron mempunyai fungsi gelombang, maka menurut Schrodinger electron
pada atom tidak mengorbit inti, tetapi lebih bersifat sebagai gelombang yang bergerak pada
jarak tertentu dan dengan energi tertentu di sekeliling inti. Model atom Schrodinger terbukti
lebih tepat dan berdasarkan model ini, para ahli fisika tidak lagi mencoba untuk menemukan
lintasan electron dan posisinya dalam sebuah atom, akan tetapi mereka menggunakan
persamaan yang menggambarkan gelombang electron tersebut untuk menemukan daerah
dimana electron paling mungkin ditemukan.
Kita bayangkan sejenak bahwa kita adalah Erwin Schrӧdinger dan sedang meneliti
suatu persamaan difrensial yang akan menghasilkan pemecahan bagi fisika kuantum. Akan
kita dapati bahwa kita dihalangi oleh tidak adanya hasil percobaan yang dapat kita gunakan
sebagai perbandingan. Oleh karena itu kita harus merasa puas dengan hasil berikut kita
daftarkan semua sifat yang kita perkirakan akan dimiliki oleh persamaan kita, dan kemudian
menguji macam persamaan manakah yang memenuhi semua kriteria tersebut.
2.1.1 Taat asas dengan kekekalan energi
Hukum kekekalan energi adalah jumlah energi kinetik ditambah energi potensial bersifat
kekal, artinya tidak bergantung pada waktu maupun posisi. Persamaan Schrödinger harus
konsisten dengan hukum kekekalan energi . Secara matematis, hukum kekekalan energi dapat
diungkapkan dengan rumusan:
K + V = Etot
p2
2m+V (x )=¿E……………………………………………………………2.0
Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyatakan energi
potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang biasanya disebut sebagai energi
total.
Dimana energi kinetik digunakan bukanlah dalam bentuk ¿12
m v2 . Karena pada Persamaan
Schrödinger berbicara tentang dunia atom. Sehingga digunakan ”Prinsip ketidakpastian”
∆×∆p≈ h, dengan h = 6,63 x 10 -34 J.s. Ketidakpastian ini adalah sesuatu yang akurat dan
pasti. Pada skala ini memberikan makna terhadap gejala fisika dalam dunia atom. Dan karena
momentum itu sebanding dengan kecepatan. Ini berarti partikel tidak dapat memiliki posisi
dan kecepatan yang akurat pada saat bersamaan bahkan ketidakpastian dalam posisi
dikalikan dengan ketidakpastian momentum selalu lebih besar nilainyadari konstanta planck
sangat kecil. Sehingga digunakan dalam kawasan mikroskopik misalnya electron.
2.1.2 Linear dan bernilai tunggal
Persamaannya haruslah Berperilaku Baik dalam pengertian matematikanya.
Pemecahannya harus memberi informasi tentang probabilitas untuk menemukan partikelnya,
walaupun ditemukan probabilitas berubah secara kontinu dan partikelnya menghilang secara
tiba-tiba dari satu titik dan muncul kembali pada titik lainnya, namun fungsinya haruslah
bernilai tunggal, artinya tidak boleh ada dua probabilitas untuk menemukan partikel di satu
titik yang sama. Ia harus linear , agar gelombangnya memiliki sifat superposisi yang
diharapkan sebagai milik gelombang yang berperilaku baik.
2.1.3 Pemecahan partikel bebas sesuai dengan gelombang de Broglie tunggal
Dengan memilih bernalar dalam urutan terbalik,akan kita tinjau terlebih dahulu
pemecahan dari persamaan yang sedang kita cari. Diketahui bahwa gelombang tali memiliki
bentuk persamaan y(x,t) = A sin (kx – wt), dan gelombabg elektomagnetik yang memiliki pula
bentuk serupa E(x,t) = E0 sin (kx – wt) dan B(x,t) = B0 sin (kx – wt). oleh karena itu kita
postulatkan bahawa gelombang deBroglie partikel bebas 𝜓 (x,t) memiliki bentuk matematik
yang serupa A sin (kx – wt). yaitu bentuk dasar sebuah gelombang dengan amplitude A yang
merambat dalam arah x positif. Untuk sementara kita akan mengabaikan ketergantungannya
terhadap waktu,dan membicarakan saja keadaan gelombang pada suatu saat tertentu,
katakanlah t= 0. Jadi, dengan mendefinisikan 𝜓 (x,) sebagai 𝜓 (x,t=0), maka
𝜓 (x)= A sin kx
Persamaan difrensial, yang pemecahnya adalah 𝜓 (x,t), dapat mengandung turunan
terhadap x atau t; tetapi, ia haruslah hanya bergantung pada pangkat satu dari 𝜓 dan turun –
turunannya, suku seperti 𝜓2 atau ¿¿¿ tidak boleh muncul. (karena kita menganggap
perasmaandan pemecahannya adalah linear dan bernilai tunggal ). Perasamaan kita haruslah
mengandung potensial V ; jika V yang muncul berpangkat satu, maka agar memenuhi hukun
kekekalan energi (V +K = E), K juga harus muncul dalam pangkat satu. Diketahui bahwa K
= ħ2k2/2m, sehingga satu – satunya cara untuk memperoleh suku yang mengandung kx
terhada x.
∂2ψ∂ x
=−2mħ2 K ψ=−2m
ħ2( E−V ) ψ…………………………………………2.1
−ħ2
2m∂2ψd x2 +V ψ=Eψ ¿………………………………………………………2.2
V = Energi potensial partikel (elektron)
E = Energi total partikel
m = massa partikel
ψ = fungsi gelombang
2.2 Probabilitas dan Normalisasi
Fungsi gelombang ψ(x) menyatakan suatu gelombang yang memiliki panjang gelombang dan
bergerak dengan kecepatan fase yang jelas. Masalah yang muncul ketika hendak menafsirkan
amplitudonya. Apakah yang dinyatakan oleh amplitudo ψ(x) dan variabel fisika apakah yang
bergetar? Ini merupakan suatu jenis gelombang yang berbeda, yang nilai mutlaknya
memberikan probabilitas untuk menemukan partikelnya pada suatu titik tertentu. Dimana |
ψ(x)|2 dx memberikan probabilitas untuk menemukan partikel dalam selang dx di x. Rapat
probabilitas P(x) terhadap ψ(x) menurut persamaan Schrödinger sebagai berikut:
P(x)dx=|ψ(x)|2 dx 2.3
Tafsiran |ψ(x)|2 ini membantu memahami persyaratan kontinu ψ(x), walaupun amplitudonya
berubah secara tidak jelas dan kontinu. Probabilitas untuk menemukan partikel antara x1 dan
x2 adalah jumlah semua probabilitas P(x)dx dalam selang antara x1 dan x2 adalah sebagai
berikut:
∫x1
x2
p ( x ) dx=∫x1
x2
¿ψ (x)¿2 dx 2.4
Dari aturan ini, maka probabilitas untuk menemukan partikel disuatu titik sepanjang sumbu x,
adalah 100 persen, sehingga berlaku:
∫−∞
+∞
¿ψ ( x )¿2dx=1
Persamaan (2.5) dikenal dengan syarat Normalisasi, yang menunjukkkan bagaimana
mendapatkan tetapan A. Dimana tetapan A tidak dapat ditentukan dari persamaan
Differensialnya. Sebuah fungsi gelombang yang tetapan pengalinya ditentukan dari
persamaan (2.5) disebut ternormalisasikan. Hanyalah fungsi gelombang yang ternomalisasi
secara tepat, yang dapat digunakan untuk melakukan
semua perhitungan yang mempunyai makna fisika. Jika normalisasinya telah dilakukan
secara tepat, maka persamaan akan selalu menghasilkan suatu probabilitas yang terletak
antara 0 dan 1.
Setiap pemecahan persamaan Schrödinger yang menghasilkan |ψ(x)|2 bernilai tak hingga,
harus dikesampingkan. Karena tidak pernah terdapat probabilitas tak hingga untuk
menemukan partikel pada titik manapun. Maka harus mengesampingkan suatu pemecahan
dengan mengembalikan faktor pengalinya sama dengan nol. Sebagai contoh, jika pemecahan
matematika bagi persamaan differensial menghasilkan ψ(x) = A+ B bagi seluruh daerah x > 0
, maka syaratnya A = 0 agar pemecahannnya mempunyai makna fisika. Jika tidak |ψ(x)| akan
menjadi tak hingga untuk x menuju tak hingga ( Tetapi jika pemecahannya dibatasi dalam
selang 0 < x < L, maka A tidak boleh sama dengan nol). Tetapi jika pemecahannya berlaku
pada seluruh daerah negatif sumbu x < 0, maka B = 0.
Kedudukan suatu partikel tidak dapat dipastikan,dalam hal ini tidak dapat menjamin
kepastian hasil suatu kali pengukuran suatu besaran fisika yang bergantung pada
kedudukannnya. Namun jika menghitung probabilitas yang berkaitan dengan setiap
kooordinat, maka ditemukan hasil yang mungkin dari pengukuran satu kali atau rata-rata
hasil dari sejumlah besar pengukuran berkali-kali.
Aplikasi dari konsep yang ditemukan oleh Schrodinger adalah sebagai berikut;
1. Menjelaskan sejumlah pengukuran termasuk spectrum dari atom kompleks dan sifat –
sifat reaksi kimia
2. Untuk mendapatkan fungsi gelombang serta menggambarkan batas kemungkinan
ditemukannya electron dalam tiga dimensi
3. Pembuatan televise dan radio
BAB III
PENUTUP