SEJARAH PERKEMBANGAN
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Untuk menyusun tata tertib hukum yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945 membutuhkan waktu, karena periode
setelah proklamasi disebut sebagai ‘masa peralihan’. Karena
itu dalam UUD 1945 dibuat beberapa pasal aturan peralihan.
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan; “Segala
Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku
selama belum ada yang baru menurut Undang-undang Dasar
ini”. Ini berarti semua peraturan yang ada dalam KUH
Perdata, KUH Dagang, KUH Pidana, AB, IS dan berbagai
peraturan buatan pemerintah Belanda lainnya masih tetap
diberlakukan.
Setelah sekian lama, aturan-aturan tesebut akhirnya
diganti, seperti Auteurwet Stb. No.600 Tahun 1912
dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya
Undang-Undang No.6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, yang
kemudian diperbaharui oleh UU No. 7 Tahun 1987.
1
Demikianlah usaha pemerintah dalam rangka pembangunan
bidang hukum sebagaimana yang diisyaratkan oleh GBHN
TAP No.II/MPR/1983, TAP MPR No.II/MPR/1988 dan TAP MPR
No.II/MPR/1993, yang diupayakan untuk menyusun kodifikasi
hukum nasional yang didasarkan kepada sumber tertib hukum
yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.1
Dalam tulisan ini diketengahkan tentang hak atas benda
immateril, yang dalam kepustakaan hukum sering disebut
dengan istilah hak atas kekayaan intelektual (intellectual
property rights), yang terdiri dari hak cipta (copyrights)
dan hak milik industri (industrial property rights). Hak
cipta adalah hasil atau penemuan dari kreatifitas manusia
dibidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Perlindungan
dari hak milik industri terdiri dari trademarks, patent,
industrial designs, trade secrets, service marks, trade
names/commercial names, appellations of origin,
indications of origin, unfair competitive protection, new
varieties of plants protection dan integrated circuits.2
Perlindungan hak milik intelektual ini menjadi lebih dari
sekedar keharusan setelah dicapainya kesepakatan GATT.
1 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), hal: 1-3.2 Ibid., hal: 3 & 11. Baca juga: Sekilas WTO (World Trade Organization). (Jakarta: Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral - Departemen Luar Negeri RI, tanpa tahun), hal: 36-37.
2
Setelah konferensi di Marakesh pada bulan April 1994, GATT
akan digantikan oleh sistem perdagangan dunia yang dikenal
sebagai WTO (World Trade Organization). Salah satunya, WTO
mengatur sistem perdagangan hak milik intelektual yang
dikenal dengan sebutan TRIPs (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rigts). Dimasukkannya TRIPs dalam
kerangka WTO lebih merupakan sebuah mekanisme yang sangat
efektif untuk mencegah terjadinya alih teknologi, yang
memainkan peranan kunci dalam pembangunan ekonomi Negara-
negara berkembang.3
C. DASAR FILSAFAT REZIM HAKI
David I. Bainbridge merumuskan bahwa:
“intellectual property” is the collective name given to legal rights which protect the product of human intellect.4 The term intellectual property seem to be
the best available to cover that body of legal rights which arisen from mental and artistic endeavour.5
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa HKI
merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif dan
3 Ibid., hal: 3.4 David I. Bainbridge, Computer and the Law. Cet. 1. (London: Pittman Publishing, 1990), hal: 7. Dikutip dari Muhamad Djumhana & Djubaedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. (Bandung: Citra Adiya Bakti, 2003), hal: 21.5 John F. Williams, A Manager’s Guide to Patent, Trade Marks & Copyright. (London: Kogan Page, 1986), hal: 11. Dikutip dari Djumhana. op.cit., hal: 21.
3
kemampuan daya pikir manusia yang memiliki manfaat dan
berguna bagi hidup manusia serta mempunyai nilai ekonomi.
Bentuk nyata dari karya intelektual tersebut bisa dibidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Orang yang
menciptakan karya intelektual ini dapat menguasainya untuk
tujuan yang menguntungkannya secara ekonomi.6
Ketika seorang penemu atau pencipta diberikan hak
paten atau diberikan perlindungan hak cipta, ia mempunyai
hak untuk melarang orang lain membuat salinan tanpa
seijinnya. Masyarakat pada umumnya menganggap perlindungan
bagi kekayaan intelektual ini sebagai insentif untuk
mendorong pengembangan teknologi baru yang pada akhirnya
juga akan berguna bagi masyarakat itu sendiri. Perlindungan
kekayaan intelektual ini harus dapat mendorong terjadinya
inovasi dan alih teknologi.7
B. SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN HKI DI INDONESIA
6 Djumhana. op.cit., hal: 21-22.7 Sekilas WTO (World Trade Organization). op.cit., hal: 35-36.
4
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang Hak
Kekayaan Intelektual telah ada di Indonesia sejak tahun
1840-an. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-
undang pertama mengenai perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual pada tahun 1844. Selanjutnya pemerintah Belanda
mengundangkan Undang-Undang Merek tahun 1885, Undang-Undang
Paten 1910 dan Undang-Undang Hak Cipta 1912. Indonesia yang
pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah
menjadi anggota Paris Convention for the Protection of
Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid
Convention dari tahun 1893-1936 dan anggota Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic
Works sejak tahun 1914. Pada masa pendudukan Jepang, yaitu
pada tahun 1942 – 1945, semua peraturan perundang-undangan
bidang HKI tersebut tetap berlaku.8
Tetapi berdasarkan pasal 131 Indische Staatregeling maka
kodifikasi hukum Belanda, seperti hukum perdata Belanda
yang bersumber dari Burgelijk Wetboek dan hukum dagang yang
bersumber dari Wetboek van Koophandel hanya berlaku bagi
golongan Eropa. Untuk golongan pribumi Indonesia berlaku
hukum adat mereka, kecuali untuk hukum pidana yang berasal
8 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. (Jakarta: Direktorat Jenderal HKI – Departemen Hukum dan HAM RI, 2006), hal: 5.
5
dari Wetboek van Strafrecht yang berlaku untuk semua
golongan penduduk yang mulai diberlakukan pada tahun 1918.9
Jadi termasuk aturan HKI masa Belanda tersebut hanya
berlaku dan melindungi hasil karya orang-orang Eropa,
tetapi tidak bagi orang pribumi.
Pengertian hak cipta pada mulanya menggambarkan hak untuk
menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. Dalam
kepustakaan hukum di Indonesia yang pertama kali dikenal
adalah hak pengarang/hak pencipta (author right), yaitu
setelah diberlakukannya Undang-undang Hak Pengarang
(Auteurwet 1912, Stb. 1912, Nomor 600), kemudian menyusul
istilah hak cipta. Istilah inilah yang dipakai dalam
peraturan perundang-undangan berikutnya.
Istilah hak pengarang/pencipta (author right)
berkembang dari daratan Eropa yang menganut hukum sipil,
sehingga di Eropa undang-undang yang mengatur karya cipta
tersebut diberi nama Undang-Undang Hak Pencipta, seperti di
Perancis disebut Droit d’ aueteur, di Jerman disebut
Urheberecht dan Italia disebut Diritto d’autore. Sedangkan
9 Dedi Soemardi, Pengantar Hukum Indonesia. (Jakarta: IND-HILL CO., 2004), hal: 8-10.
6
istilah hak cipta (copyright) berasal dari Negara sistem
common law.10
Usaha-usaha untuk menggantikan Auteurwet 1912 dilakukan
pemerintah RI. Tahun 1958 Menteri Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan bersama Menteri Kehakiman telah menyiapkan
Rancangan Undang-undang Hak Cipta. Kemudian ini diteruskan
oleh Departemen Kehakiman yang dilanjutkan oleh LPHN
(sekarang BPHN) pada tahun 1965.
Kemudian tidak ketinggalan pula rancangan Undang-
Undang Hak Cipta berikutnya dari IKAPI tahun 1972. Atas
usaha-usaha diatas-lah Undang-Undang Hak Cipta No.6
Tahun 1982 disusun. Dengan disahkannya Undang-Undang Hak
Cipta 1982, berakhirlah aturan Auteurwet 1912 setelah 70
tahun berlaku di Indonesia.11
Tetapi Undang-Undang Hak Cipta No.6 tahun 1982 hanya
berlaku selama 5 tahun yang kemudian digantikan oleh
Undang-Undang Hak Cipta No.7 Tahun 1987. Dalam penjelasan
Undang-Undang No.7 Tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa
perubahan ini dilakukan karena semakin meningkatnya
10 Djumhana. op.cit., hal: 47.11 Saidin, op.cit., hal: 31-32.
7
pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan
sosial dan menghancurkan kreatifitas masyarakat.12
Sistem paten mulai berkembang di Eropa pada daerah
perdagangan pada abad ke-14 dan ke-15, seperti Italia dan
Inggris. Hanya saja ini bukan ditujukan atas suatu penemuan
(invention), tetapi untuk menarik para ahli dari luar
negeri untuk mengembangkan keahliannya dinegara pengundang.
Baru pada abad XVI diadakan peraturan pemberian hak paten
terhadap hasil temuan (uitvinding), yaitu dinegara-negara
Venesia, Inggris, Belanda, lalu Jerman dan Australia. Namun
pada saat itu telah ada aturan paten yang hampir sesuai
dengan aturan paten sekarang, misalnya Peraturan Paten
Venesia (1474) yang mewajibkan pendaftaran paten dan
melarang orang lain untuk menirunya tanpa izin penemu dalam
jangka waktu 10 tahun. Undang-Undang Monopoli 1624 yang
dikeluarkan oleh Raja James I dari Inggris, menetapkan
prinsip hasil temuan dan bukan penemu sebagai dasar
pemberian paten, yang sampai sekarang masih dipakai.13
Di Indonesia pengaturan hak paten sebelum keluarnya
Undang-Undang No.6 Tahun 1989 Tentang Paten adalah
12 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 7.13 Djumhana. op.cit., hal: 109-110.
8
berdasarkan Octrooiwet 1910 yang mulai berlaku pada 1 Juli
1912 hingga dikeluarkannya pengumuman Menteri Kehakiman
tertanggal 12 Agustus 1953 No. J.S.5/41/4 tentang
pendaftaran sementara oktroi/paten dan pengumuman menteri
kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 No.J.G.1/2/17 tentang
permohonan sementara oktroi dari luar negeri.
Mengenai pengertian paten dalam Octrooiwet 1910 adalah:
“Paten ialah hak khusus yang diberi kepada seseorangatas permohonannya kepada orang itu yang menciptakansebuah produk baru, cara kerja baru atau perbaikanbaru dari produk atau dari cara kerja.” (Art. 1Octrooiwet 1910. Nederland, S. 1910-313)
Sementara pengertian paten menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang ditulis oleh W.J.S. Poerwadarminta adalah:
“Kata paten berasal dari bahasa Eropa (paten/ocktroi)yang mempunyai arti suatu surat perniagaan atau izindari pemerintah yang menyatakan bahwa orang atauperusahaan boleh membuat barang pendapatannya sendiri(orang lain tidak boleh membuatnya).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa paten
adalah hak bagi seseorang yang telah mendapat penemuan baru
atau cara kerja baru dan perbaikannya yang diberikan oleh
pemerintah dan kepada pemegang hak tersebut
9
diperkenankannya untuk mempergunakan sendiri atau atas
izinnya mengalihkan hak tersebut ke orang lain.14
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem
Hak Kekayaan Intelektual ditanah air. Pada tanggal 23 Juli
1986, Presiden Republik Indonesia, membuat tim khusus
bidang HKI melalui Keputusan Presiden No. 34 tahun 1986.
Tugas utama tim ini adalah mencakup penyusunan kebijakan
nasional dibidang HKI, perancangan peraturan perundang-
undangan dibidang HKI dan sosialisasi sistem HKI dikalangan
instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan
masyarakat luas. Tim ini selanjutnya membuat sejumlah
terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru
dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem
paten ditanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali
RUU Paten yang telah diselesaikan tahun 1982 dan pada
akhirnya tahun 1989, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU
Tentang Paten, yang selanjutnya disahkan oleh pemerintah
menjadi Undang-Undang Paten No.6 Tahun 1989 pada tanggal 1
November 1989.15
14 Saidin, op.cit., hal: 147-148.15 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 6.
10
Undang-Undang Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1
Agustus 1991. Pengesahan Undang-Undang Paten 1989
mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya
sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia.
Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan Undang-Undang
Paten 1989, perangkat hukum dibidang paten diperlukan untuk
memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim
yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini
disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum
dan khususnya disektor industri, teknologi memiliki peranan
yang sangat penting. Pengesahan Undang-Undang Paten 1989
juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan
mempermudah masuknya teknologi kedalam negeri. Namun
demikian ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan
sistem HKI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-
mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena
kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem
perlindungan HKI yang efektif.16
Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat
dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda dikeluarkan
Undang-undang Hak Milik Perindustrian yaitu Reglement
16 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 7.
11
Industriele Eigendom Kolonien (RIE) yang dimuat dalam
Stb. 1912 No.545 Jo. Stb. 1913 No. 214. Kemudian pada masa
penjajahan Jepang, dikeluarkan peraturan merek yang dikenal
dengn Osamu Seirei No.30 tentang Menyambung Pendaftaran Cap
Dagang.17
Setelah Indonesia merdeka RIE 1912 ini diganti dengan
Undang-undang No.21 tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan
Merek Perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11
Oktober 1961 dan dimuat dalam Lembaran Negara RI No.290 dan
penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara RI
No.2341 yang mulai berlaku bulan November 1961.18 Undang-
Undang Merek 1961 merupakan undang-undang Indonesia pertama
di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Penetapan Undang-Undang
Merek 1961 bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
barang-barang tiruan/bajakan.19
Pada tanggal 10 Mei 1979, Indonesia meratifikasi Konvensi
Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial
Property – Stockholm Revision 1967) berdasarkan Keputusan
Presiden No.24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam
Konvensi Paris pada saat itu belum penuh karena Indonesia
17 Djumhana. op.cit., hal: 160.18 Saidin, op.cit., hal: 255.19 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 6.
12
membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah
ketentuan, yaitu pasal 1 sampai 12 dan pasal 28 ayat 1.20
Undang-undang Merek Tahun 1961 ternyata hanya bertahan
sampai tahun 1992, dengan dikeluarkannya Undang-undang
No.19 Tahun 1992 Tentang Merek, yang diundangkan pada
Lembaran Negara RI tahun 1992 No.81 dan penjelasannya
dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No.3490 yang disahkan
pada 28 Agustus 1992.21
Pada tanggal 15 April 1992, Pemerintah RI menandatangani
Final Act Embodying the result of the Uruguay round of
Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(TRIPs).22
Dengan keanggotaan Indonesia dalam WTO maka Indonesia
terikat dalam aturan-aturan TRIPs, melalui ratifikasi WTO
Agreement dengan Undang-undang No.7 Tahun 1994. Ratifikasi
ini kemudian diimplementasikan dalam perubahan terhadap
ketiga undang-undang tentang hak kekayaan intelektual yang
20 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 6.21 Saidin, op.cit., hal: 256.22 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. (Bandung: Alumni, 2005), hal: 3-4.
13
berlaku serta pengundangan beberapa bidang hak kekayaan
intelektual yang baru bagi Indonesia, antara lain:23
1. Undang-undang No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
2. Undang-undang No.32 Tahun 2000 Tentang Desain tata
Letak Sirkuit Terpadu
3. Undang-undang No.30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
4. Undang-undang No.29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman
5. Undang-undang No.12 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
6. Undang-undang No.14 Tahun 2001 Tentang Paten
7. Undang-undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek
C. PENGARUH INTERNATIONAL CONVENTIONS DALAM PEMBENTUKAN HKI
INDONESIA
Seperti telah disebutkan diatas, secara historis, peraturan
dalam bidang Hak Milik Intelektual di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda
memperkenalkan undang-undang pertama mengenai HKI pada
tahun 1844. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama
Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris
23 Ibid., hal: 7. Baca juga: Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 8.
14
Convention for the Protection of Industrial Property sejak
tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893
sampai 1936 dan anggota Berne Convention for the
Protection of Literary and Artistic Works sejak 1914.24
Paris Convention diubah beberapa kali dan terakhir tahun
1967 di Stockholm dan diubah lagi tahun 1979. Indonesia
turut meratifikasi konvensi ini pada tanggal 18 Desember
1979 dan juga menjadi anggota dari Paris Union. Indonesia
juga termasuk Negara anggota Berne Convention (revisi
Paris) sejak 5 September 1997.25
Setelah ikut menandatangani WTO Agreement maka Indonesia
terikat dalam aturan-aturan TRIPs, melalui ratifikasi
dengan Undang-undang No.7 Tahun 1994. Seperti telah
disebutkan diatas, dengan ratifikasi ini maka Indonesia
harus menyelaraskan peraturan-peraturan dibidang HKI dengan
aturan-aturan Trips diatas. Hasilnya terjadinya beberapa
revisi terhadap beberapa Undang-Undang HKI yang telah ada
sebelumnya serta pemberlakuan beberapa undang-undang yang
baru dalam bidang HKI, seperti yang telah disebutkan
diatas.
24 Buku Panduan: Hak Kekayaan Intelektual. op.cit., hal: 5.25 Umar Purba, op.cit., hal: 30 & 44.
15
D. PENGARUH INTERNATIONAL PRESSURE DALAM PEMBENTUKAN HKI
INDONESIA
1. Copyright
Walaupun copyright law di Indonesia dibuat pada tahun
1982, tetapi atas tekanan Amerika Serikat telah terjadi
beberapa perubahan-perubahan setelahnya, yang tujuan
utamanya untuk melindungi foreign rights.26
Pada Maret 1989, Indonesia dan Amerika serikat
menandatangani persetujuan bilateral yang melindungi hak
cipta terhadap buku, rekaman suara, film, software komputer
dan karya kreatif lainnya. Persetujuan ini mengatur
perlindungan timbal-balik untuk karya setiap Negara dan
untuk karya pertama yang diterbitkan di wilayahnya masing-
masing.27
Indonesia juga menandatangani reciprocal audio-recording
treaties dengan Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa (EC)
pada tahun 1988. Pengaruh yang dibuatnya yaitu dilarangnya
26 Dylan A. MacLeod. “US Tarde Pressure and The Developing Intellectual Property Law of Thailand, Malaysia and Indonesia”, University of British Columbia Law Review, (Vol. 26, Summer, 1992): 365. Diambil dari Reading Material: Hak Kekayaan Intelektual. (Pasca Sarjana FHUI: 2006): 376.27 Ibid., hal: 366.
16
secara total produksi dan penjualan audio-recording bajakan
di Indonesia.28
2. Patent
Untuk memahami TRIPs, perlu mengetahui bahwa
persetujuan ini sesungguhnya adalah globalisasi hukum paten
Negara-negara barat yang secara historis digunakan sebagai
instruments of conquest. Kata “patent” berasal dari
“letters patent” – surat terbuka yang diberikan oleh
penguasa Eropa untuk menaklukkan tanah-tanah asing
(jajahan) atau untuk mendapatkan monopoli impor.
Christopher Columbus mendapatkan haknya untuk menaklukkan
Amerika melalui “the letter patent” yang diberikan
kepadanya oleh Ratu Isabel dan Raja Ferdinand dari
Spanyol.29
Hukum Paten di Indonesia dibuat pertama kali pada 1989, dan
berlaku pada 1 Agustus 1991. Peraturan ini melindungi paten
selama 14 tahun dengan masa perpanjangan selama 2 tahun.30
Peraturan ini mengharuskan pemegang paten untuk
28 Ibid., hal: 366.29 Vandana Shiva, Biopiracy: The Plunder of Nature and Knowledge. South End Press and RFSTE,New Delhi, 1998. Diambil dari Sarah Anderson, (ed.). Views from The South: The Effects ofGlobalization and The WTO on Third World Countries.(San Francisco: IFG, 2000), hal: 115. 30 MacLeod, loc.cit., hal: 367.
17
melaksanakan patennya di Indonesia. Lebih jauh, paten
dianggap batal oleh hukum jika tidak dilaksanakan di
Indonesia selama 4 tahun sejak pendaftarannya. Hukum ini
juga berisi aturan-aturan lisensi wajib yang membolehkan
pemohon menjalankan paten yang dipunyai orang lain dengan
imbalan pembayaran atau royalty.31
Peraturan ini menandai peningkatan yang penting dalam
perlindungan paten di Indonesia dan jelas menampilkan
kesediaan pemerintah Indonesia terhadap perhatian
pemerintah Amerika Serikat terhadap perlindungan paten.
3. Trademark
Aturan merek di Indonesia dibuat pada tahun 1961 dan
tidak mengalami banyak perubahan yang berarti. Amerika
Serikat menilai aturan merek Indonesia telah outdated dan
menyatakan bahwa hukum tersebut sangat sulit untuk
melindungi merek dagang Amerika Serikat di Indonesia.32
Aturan merek yang baru dibuat yaitu Undang-undang Tentang
Merek No.19 Tahun 1992. Aturan ini berisi perluasan
perlindungan trademarks sampai kepada service marks,
collective marks dan certifications marks, proses
31 MacLeod, loc.cit., hal: 368.32 MacLeod, loc.cit., hal: 368-369.
18
pendaftaran dan aturan kriminal bagi pelanggarannya.
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius terhadap
kepedulian Amerika Serikat atas perlindungan merek
dagang.33
33 MacLeod, loc.cit., hal: 369.
19
D A F T A R P U S T A K A
Anderson, Sarah. (ed.). Views from The South: The Effectsof Globalization and The WTO on Third World Countries. SanFrancisco: IFG, 2000.
Djumhana, Muhamad dan R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. Edisi revisi. Bandung: Citra aditya Bakti, 2003.
Purba, Achmad Zen Umar. Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs. Edisi I, Cet. I. Bandung: Alumni, 2005.
Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997.
Sardjono, Agus. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional. Bandung: Alumni, 2006.
_______________. (Ed.). Reading Materials: Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Program Pacasarjana FHUI, 2006.
Soemardi, Dedi. Cet. 2. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: IND- HILL CO., 2003
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Direktorat Jenderal HKI – Departemen Hukum dan HAM, tanpa tahun.
Departemen Luar Negeri RI. Sekilas WTO (World Trade Organization). Ed. III. Jakarta: Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral – Deplu RI, tanpa tahun.
MAKALAH HUKUM ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
20
SEJARAH PERKEMBANGAN
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA
NAMA MAHASISWA : F A U Z A N
NPM : 6505001653
NOMOR URUT ABSEN : 44
KELAS A - HUKUM EKONOMI (SORE)
PENGAJAR : Dr. AGUS SARDJONO, S.H.
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
ANGKATAN XI/2 0 0 5
21