BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor
fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh karena
itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu ekosistem
sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat besar, baik
dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang surut maupun dalam skala waktu
yang panjang karena adanya pergantian musim.
Pada ekosistem estuari ini terbentuk habitat-habitat yang memiliki ciri khas
tersendiri dengan organisme-organisme penyusunnya yang spesifik seperti Habitat Rawa
Asin. Oleh karena itu ekosistem estuari sangat erat kaitannya dengan habitat rawa asin.
Hal ini disebabkan karena organisme tersebut harus mampu untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Respon dari tingkah laku organisme tersebut dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga beragam dan memiliki ciri khas
tersendiri. Pada batas ambang toleransi organisme terhadap lingkungan membatasi
keberadaannya di suatu organisme. Organisme yang mampu bertahap pada kondisi fisik
dan kimia perairan dapat tetap hidup dan tinggal nyaman di habitatnya, tetapi bagi
organisme yang tidak mampu bertahan pada ambang toleransinya akan menjadi
organisme pengunjung transisi, dimana pada saat sesuai dengan batas ambangnya
organisme ini akan masuk ke habitat di estuari, tetapi jika tidak maka organisme ini akan
meninggalkan daerah estuari ini.
Seperti halnya pada setiap ekosistem, pada ekosistem estuari ini juga dibentuk
oleh komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keanekaragaman komponen biotik dan abiotik yang terdapat di dalamnya menyebabkan
terjadinya interaksi yang cukup kompleks dan menarik untuk diteliti. Namun ekosistem
estuari ini ternyata tidak cukup dikenal oleh masyarakat pada umumnya dan jarang sekali
dibahas atau disosialisasikan, padahal ekosistem estuari ini memiliki keanekaragaman
yang cukup tinggi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah mengenai Ekosistem Estuari ini adalah sebagai
berikut :
- Untuk mengetahui dan memahami komposisi organisme laut di daerah estuari
- Untuk mengetahui komponen – komponen biotik dan abiotik dalam daerah muara
( estuari) beserta interaksi/ hubungan timbal balik yang terbentuk didalamnya.
- Untuk mengetahui keanekaragaman organisme dan adaptasi organisme ( makhluk
hidup ) yang terdapat dalam daerah estuary terhadap lingkungannya.
- Memperkenalkan dan memberikan informasi mengenai ekosistem estuary.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ekosistem Estuari
Ekosistem estuari merupakan bagian dari ekosistem air laut yang terdapat dalam
zona litoral ( kelompok ekosistem pantai ). Estuari berasal dari kata aetus yang artinya
pasang-surut. Estuari didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah
tertutup, yang berhubungan dengan laut bebas. Lingkungan estuari merupakan peralihan
antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, seperti halnya pantai,
namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang laut. Lingkungan estuari
umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindung oleh pulau-
pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan tanah liat. Kita mungkin
sering melihat hamparan daratan yang luas pada daerah dekat muara sungai saat surut.
Itu adalah salah satu dari sekian banyak tipe estuari yang ada . Tidak terlalu sulit untuk
memilah atau menetukan batas lingkungan estuari dalam suatu kawasan tertentu. Hanya
dengan melihat sumber air tawar yang ada di sekitar pantai dan juga dengan mengukur
salinitas perairan tersebut. Karena perairan estuari mempunyai salinitas yang lebih
rendah dari lautan dan lebih tinggi dari air tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm.
Estuaria adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai
dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan terjadinya percampuran
antara air tawar dan air laut (Dahuri, 2004; Efrieldi, 1999). Atau merupakan daerah
pertemuan massa air asin dan air tawar, yang secara periodik berubah-ubah karena
adanya percampuran. Percampuran ini menyebabkan zona lingkungan dikawasan muara
sungai sangat labil. Walaupun demikian kawasan ini merupakan daerah yang sangat
produktif karena input nutrient dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai (Thoha,
2007).
Estuari mempunyai kelebihan nilai alami berupa beberapa karakteristik fisik
yang secara sendiri-sendiri ataupun berkombinasi satu sama lain menghasilkan suatu
fungsi khas. Karakteristik tersebut adalah: lingkungan yang relatif terlindung dari ombak,
kedangkalan dalam hubungannya dengan tumbuhan litoral dan biota dasar, salinitas yang
khas sehubungan dengan masukan air tawar, sirkulasi air yang dinamis dan pasang-surut
dalam kaitannya dengan transport nutrien dan pembilasan limbah, peranannya dalam
tingkah laku makan dan reproduksi biota, serta adanya mekanisme perangkap yang
menjadikan estuari sebagai gudang nutrien (nutrien storage) (Clark, 1974; Clark, 1996).
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting antara lain : sebagai
sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal
circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria
sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai
tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi
sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia
untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur
transportasi, pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
2.2 Tipe Estuaria
Secara umum estuari dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1. Estuari positif adalah suatu estuari dimana air tawar yang masuk dari sangai dan
hujan lebih banyak dibandingkan dengan penguapan, sehingga salinitas
permukaan lebih rendah daripada laut terbuka. Kebanyakan estuari yang ada
adalah estuari positif.
2. Estuari negatif yaitu penguapan lebih besar daripada aliran sungai dan hujan,
karena itu akan terjadi keadaan “asin berlebih” atau hypersaline.
Penggolongan Estuaria Berdasarkan Pencampuran Air
Estuaria positif adalah perairan di mana jumlah air tawar yang masuk lebih besar
daripada penguapan air laut maka air tawar berada di atas air laut sehingga
menimbulkan pergerakan air laut ke atas mengikuti pola percampuran air tawar dan
air laut. Hal ini terjadi pada bulan Oktober sampai Februari.
Estuaria negatif adalah perairan yang memiliki penguapan air laut lebih besar
daripada pemasukan air tawar, sehingga menimbulkan peregerakan air laut dari atas
ke bawah. Hal ini terjadi pada bulan April- Agustus
Estuaria netral adalah perairan yang mengalami percampuran air karena adanya
penghadangan air laut terhadap air tawar yang datang. Hal ini terjadi pada bulan
Maret dan bulan September.
Penggolongan Estuaria Berdasarkan Topografi
Drowned river valleys, yaitu tipe estuaria yang berbentuk lembah, banyak dijumpai di
daerah temperate. Kedalaman estuaria umumnya raetip dalam, bias mencapai sekitar
30 m. Masukan air tawar dari sungai relatip kecil dibandingkan dengan volume air
laut ketika pasang.
Estuaria yang berbentuk fjord, yaitu profile lembahnya berbentuk huruf U. Seperti
halnya Drowned river valley, estuaria fjord ini juga banyak dijumpai di daerah
temperate dan terbentuk akibat pelelehan gunung es (glaciers) ketika jaman
Pleistocene. Di mulut esturia biasanya terdapat sill (dataran lembah yang mencuat),
sehingga perairan di bagian tersebut cukup dangkal. Sedangkan kedalaman lembah
(water basin) di bawah sill sangat dalam, bias mencapai sekitar 300-400 m, bahkan
ada yang mencapai 800 m. masukan air tawar dari sungai relative besar dibandingkan
dengan volume air laut ketika pasang, sedangkan yang keluar dari sungai
dibandingkan dengan total volume fjord relative kecil.
Bar-built estuaries, yaitu estuaria yang hubungannya dengan laut lepas dibatasi
dengan timbunan atau palung pasir, yang biasanya berbentuk lonjong sejajar pantai.
Kedalaman estuaria ini biasanya dangkal, hanya beberapa meter saja dan sering
mempunyai goba atau laguna yang ekstensif, serta jalan keluar air di mulut estuaria
yang sangat dangkal. Tipe ini banyak dijumpai di daerah tropis atau daerah-daerah
yang pantainya aktif menerima endapan sedimen. Estuaria yang dihasilkan oleh
proses tektonik, seperti patahan atau tenggelamnya permukaan tanah, yang
memungkinkan terjadinya aliran air tawar ( Abdurahim, 2009 ).
Penggolongan Estuaria Berdasarkan Distribusi Salinitas : ( Supriharyono. 2009 )
The highly stratifies estuary (salt wedge estuary), air laut masuk ke sungai seperti taji
(menukik ke dasar), sedangkan air tawar menuju ke laut melalui permukaan air laut
yang masuk. Ketika pencampuran selesai, maka terbentuklah strata atau lapisan air,
yang mana bagian bawah adalah air laut.
The highly stratifies estuary (fjord type), estuaria ini pada prinsipnya sama dengan
tipe estuaria sebelumnya (salt wedge estuary), kecuali adanya sill di mulut fjord
sehingga arus pasang lebih ketat. Air tawar secara terus-menerus keluar melalui
permukaan, tetapi penggantian arus pasang mungkin hanya terjadi tahunan dan tidak
menentu, sehingga kondisi oksigen terlarut di dekat dasar fjord biasanya.
Partially mixed estuary, estuaria ini dicirikan dengan efisiensi pertukaran air asin dan
air tawar. Permukaan air tidak begitu asin dibandingkan bagian dasar perairan.
Pencampuran air masuk dari dasar perairan dan keluar melalui permukaan terjadi di
sepanjang estuaria.
The vertically homogeneous estuary, pada estuaria ini arus pasang sangat kuat
dibandingkan dengan aliran sungai yang masuk ke estuaria, sehingga pencampuran
vertical menjadi intensif dan membuat salinitas di estuaria secara vertical dari dasar
ke permukaan homogeny.
Berdasarkan pada sirkulasi air dan stratifikasi airnya estuaria terbagi atas 3 tipe
yaitu:
1. Estuaria berstratifikasi sempurna/nyata atau estuaria baji garam, cirinya adanya batasan
yang jelas antara air tawar dan air laut/asin. Air tawar dari sungai merupakan lapisan
atas dan air laut menjadi lapisan bawah. Terjadinya perubahan salinitas dengan cepat
dari arah permukaan ke dasar. Estuaria ditemukan didaerah-daerah dimana aliran air
tawar dan sebagian besar lebih dominan daripada intrusi air laut yang dipengaruhi oleh
pasang surut, contoh: muara Missisipi, Amerika.
2. Estuaria berstratifikasi sebagian/parsial (paling umum di jumpai). Aliran air tawar dari
sungai seimbang dengan air laut yang masuk melalui air pasang. Percampuran air dapat
terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh pasang surut,
contoh: Teluk Chesapeaks, Amerika.
3. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertikal. Dijumpai di lokasi-lokasi
dimana arus pasang surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuaria tercampur dan
tidak terdapat stratifikasi.
2.3 Sifat Fisik Estuaria
Sifat fisik estuari yang mempunyai variasi besar dalam banyak parameter yang
sering kali menciptakan suatu lingkungan yang sangat menekan bagi organisme. Mungkin
inilah yang menyebabkan mengapa jumlah spesies yang hidup di daerah estuari lebih sedikit
dibanding dengan di habitat laut lainnya. Sifat fisik tersebut antara lain :
1. Salinitas
Estuaria memiliki peralihan (gradien) salinitas yang bervariasi, terutama tergantung pada
permukaan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan
kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi mendukung kehidupan biota yang padat dan
juga menyangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan
salinitas yang rendah.
2. Substrat
Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang
dibawa melalui air tawar (sungai) dan air laut. Sebagian besar partikel lumpur estuaria
bersifat organik, bahkan organik ini menjadi cadangan makanan yang penting bagi
organisme estuaria (Efrieldi, 1999).
3. Suhu
Suhu air di estuaria lebih bervariasi daripada diperairan pantai didekatnya. Hal ini terjadi
karena di estuaria volume air lebih kecil, sedangkan luas permukaan lebih besar. Dengan
demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air estuaria lebih cepat panas dan lebih cepat
dingin. Penyebab lain terjadinya variasi ini ialah masuknya air tawar dari sungai. Air tawar
di sungai lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman daripada air laut. Suhu estuaria
lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi pada musim panas daripada perairan
pantai sekitarnya (Dianthani, 2003; Thoha, 2003).
4. Pasang surut
Arus pasang-surut berperan penting sebagai pengangkut zat hara dan plankton. Disamping
itu arus pasang-surut juga berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah
yang sampai ke estuaria.
5. Sirkulasi air
Selang waktu mengalirnya air dari sungai kedalam estuaria dan masuknya air laut melalui
arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan bermanfaat bagi biota estuaria,
khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
6. Kekeruhan air
Karena besarnya jumlah partikel tersuspensi dalam perairan estuaria, air menjadi sangat
keruh, kekeruhan tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan minimum
di dekat mulut estuaria dan makin meningkat ke arah pedalaman atau hulu. Pengaruh
ekologi dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Selanjutnya
hal ini akan menurunkan fotosintesis dan tumbuhan bentik yang mengakibatkan turunnya
produktivitas.
7. Oksigen (O2)
Masuknya air tawar dan air laut secara teratur kedalam estuaria bersama dengan
pendangkalan, pengadukan, dan pencampuran air dingin biasanya akan mencukupi
persediaan oksigen di dalam estuaria. Karena kelarutan oksigen dalam air berkurang
dengan naiknya suhu dan salinitas, maka jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai
dengan variasi parameter tersebut di atas.
8. Penyimpanan Zat Hara
Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar. Pohon mangrove dan lamun
serta ganggang lainya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan
organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.
2.3 Biota Ekosistem Estuari
Biota yang hidup di ekosistem estuari umumnya adalah percampuran antara
yang hidup endemik, artinya yang hanya hidup di estuari, dengan mereka yang berasal
dari laut dan beberapa yang berasal dari perairan tawar, khususnya yang mempunyai
kemampuan osmoregulasi yang tinggi. Dan yang paling penting adalah lingkungan
perairan estuary merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi
unsur terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari keunikan
lingkungan estuari. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuari
dikenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground) bagi berjuta ikan,
invertebrate (Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan masih banyak lagi
kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis penting seperti
siganus, baronang, sunu dan masih banyak lagi menjadikan daerah estuari sebagai daerah
pemijahan dan pembesaran. Udang niaga yang memijah di laut lepas membesarkan
larvanya di ekosistem ini dengan memanfaatkannya sebagai sumber makanan.
Berdasarkan adaptasinya organisme di lingkungan estuaria mempunyai 3 (tiga )
tipe adaptasi untuk mempertahankan hidupnya (Kennish, 1990). yaitu :
1. Adaptasi morfologis
organisme yang hidup di Lumpur memiliki rambut-rambut halus (setae) untuk
menghambat penyumbatan-penyumbatan permukaan ruang pernapasan oleh partikel
lumpur.
2. Adaptasi fisiologis
berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh dalam menghadapi
fluktuasi salinitas eksternal.
3. Adaptasi tingkah laku
pembuatan lubang ke dalam Lumpur oleh rganisme, khususnya invertebrata
a. Komposisi Fauna
Di perairan estuaria terdapat 3 komponen fauna yaitu: fauna laut, fauna air tawar
dan fauna payau. Komponen fauna yang terbesar adalah fauna air laut yaitu hewan
stenohaline yang terbatas kemampuannya dalam mentolelir perubahan salinitas
(umumnya ≥ 300/00) dan hewan euryhaline yang mempunyai kemampuan untuk
mentolerir berbagai perubahan atau penurunan salinitas di bawah 300/00. Fauna lautan
yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya
hanya dijumpai terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas
airnya masih berkisar di atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin)
mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga
15‰ atau kurang. Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir
salinitas di atas 5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari
estuaria.
Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam
antara 5-30‰, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair
tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea,
Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta
Nereis. Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang
berada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeus,
misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke
laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo,
Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulu
sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari
golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari
makanan (Nybakken, 1988). Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies,
fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keragaman
fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna
khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya
dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama
salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit relung
(niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas setempat sehingga
jumlah spesies organisme yang mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkan
dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Hal ini karena
ketidakmampuan organisme air tawar mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air
laut mentolerir penurunan salinitas estuaria. Akibatnya hanya spesies yang memiliki
kekhususan fisiologi yang mampu bertahan hidup di estuari.
b. Komponen Flora
Hampir semua bagian esturari terendam terdiri dari subtrat lumpur dan tidak
cocok untuk melekatnya makroalga. Selain karena substrat, pengaruh sinar cahaya
yang minim menyebabkan terbentuknya dua lapisan. Lapisan bawah tanpa tumbuhan
hidup dan lapisan atas mempunyai tumbuhan yang terbatas. Di daerah hilir estuari
terdapat padang rumput laut (Zostera dan Cymodeca). Selain itu terdapat padang
lamun. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya
cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar
sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air
berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta
berbiak dengan biji dan tunas.
Selain miskin dengan jumlah fauna estuari juga miskin dengan flora. Keruhnya
perairan estuari menyebabkan hanya tumbuhan yang mencuat yang dapat tumbuh
mendominasi, mungkin terdapat padang rumput laut (Zosfera thalassia, Cymodocea)
selain di tumbuhi oleh alga hijau dari Genera Ulva, Entheromorpha dan Chadophora.
Estuaria berperan sebagai perangkap nutrien (nutrient trap) yang mengakibatkan semua
unsur-unsur esensial dapat didaur ulang oleh bermacam kerang, cacing dan oleh detritus
atau bekteri secara berkesinambungan sehingga terwujud produktivitas primer yang
tinggi.
Plankton estuaria miskin dalam jumlah spesies. Dengan demikian,yang
ditemukan hanya jenis diatom dan diflagellata. Jenis diatom yang dominan adalah
Skeletonema, Asterionella dan Melosira. Sedangkan diflagellata yang melimpah
adalah Gymnodinium,Gonyaulax dan Ceratium. Banyaknya zooplankton yang
berkembang membuktikan bahwa terjadi keterbatasan produktivitas fitoplankton.
2.4 Tingkah Laku dan Adaptasi Nekton di Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya debit sungai partikel baru garam
laut. Estuari dipegaruhi oleh pasang. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari
daerah air tawar ke laut. Salinitas udara berubah secara bertahap mulai dari daerah udara
tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut
airnya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di
estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton dan komunitas hewan
antara lain berbagai Jumlah Cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa
invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau
bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. (Harvey et al 1983.)
Jenis interaksi pada spesies seperti persaingan, predasi, saling eksklusi,
gangguan dan perilaku kelompok dapat mempengaruhi struktur komunitas, Karena
nekton yang tidak merata di antara habitat perairan. Ekologi muara merupakan suatu
habitat yang memiliki daya tarik yang tinggi dalam menentukan kehadiran mereka,
ekologi Komunitas merupakan pola struktur komunitas ditentukan oleh interaksi antara
spesies dalam suatu lokasi tertentu. Pola dalam kelompok sering menyiratkan keteraturan
dalam kelimpahan relatif spesies atau jumlah jenis yang ada di lingkunga, terjadinya
berulang atau kelangkaan spesies tertentu atau perbedaan perilaku atau morfologi suatu
spesies yang tergantung pada kehadiran pesaing (Rozas dan Odum, 1987). Pada
organisme laut yang masuk ke daerah estuari, konsentrsi garam internalnya lebih tinggi
dari pada konsentrasi garam air estuaria, sehingga air cenderung melewati selaput, masuk
ke dalam tubuh untuk menyamakan konsentrasi. Pengaturan dilakukan melalui
pengeluaran kelbihan air tanpa kehilangan garam atau pengantian garam yang hilang
dengan penyerapan iondari lingkungan secra aktif. Untuk binatang air tawar, terjadi
proses sebaliknya, Pada binatang bertubuh lunak tertentu, seperti cacing polichaeta,
respon pengaturan osmosisnya relatif lambat. Organisme ini dapat mentolerir kisaran
konsentrasi internal yang lebar, untk jangka waktu tertentu. Sedangkan pada molluska
bivalvi biasanya merupakan osmoregulator yang buruk dan tanggap terhadap penurunan
salinitas yang drastis dengan menutup diri di dalam cangkangnya untuk menghindrai
pengenceran cairan tubuhnya yang berlebihan dengan air (Weinstein et al. 1980).
2.5. Rantai makanan di estuari
Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya
tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-
carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang
sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah
saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi
yang tersedia (Anonim,2010). Ada dua tipe dasar rantai makanan, yaitu:
1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalanya tumbuhan-herbivora-
carnivra.
2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati imkroorganisme (detrivora =
organisme pemakan sisa) predator.
Rendahnya produktivitas primer di kolom air, sedikitnya herbivora dan
terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa rantai makanan pada
ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus. Detritus membentuk substrat
untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian menjadi sumber makanan
penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Suatu penumpukan bahan
makanan yang dimanfaatkan oleh organisme estuaria merupakan produksi bersih dari
detritus ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting, kerang, dan berbagai jenis cacing
berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan yang kompleks (Bengen,
2002).
Rantai makanan di estuari tergantung pada pasokan energi dari sinar matahari
dan transportasi senyawa organik ke dalam estuari dari sungai dan dari arus pasang
surut air laut. Di dalam estuari, tumbuhan atau produsen primer mengubah pasokan
itu menjadi senyawa organik tumbuhan. Tumbuhan itu kemudian dimakan oleh hewan
pemakan tumbuhan (herbivor) atau konsumen pertama, lalu konsumen pertama
dimakan oleh karnivor atau konsumen kedua, dan seterusnya sampai ke konsumen
tingkat akhir. Setiap tingkat dalam rantai makanan disebut dengan tingkat trofik,
produsen adalah trofik tingkat pertama.
a. Produsen Primer
Di dalam ekosistem estuari dapat dijumpai berbagai jenis produsen primer. Pada
paparan pasir atau lumpur, dapat dijumpai lamun (Enhalus acoroides) yang
merupakan tumbuhan berbunga, dan beberapa jenis algae, antara lain algae berfilamen
seperti Enteromorpha sp., dan Padina sp. Di dalam kolom air estuari dijumpai
fitoplankton, seperti diatom atau dinoflagellata.
Produktivitas primer jenis-jenis tumbuhan tersebut sudah tentu tergantung pada
sinar matahari dan suhu, serta juga dipengaruhi oleh adanya nutrisi, terutama nitrogen
dan fosfat. Begitu tingginya tingkat produktivitas primer di estuari dibanding dengan
di laut ini terutama disebabkan oleh tingginya tingkat nutrisi di estuari. Nutrisi ini
sangat banyak terdapat di perairan estuari, baik yang datang dari laut, sungai, atau
daratan di sekitar estuari. Di dalam estuari, nutrisi itu digunakan oleh tumbuhan.
Tumbuhan yang mati kemudian didaur ulang oleh bakteri pembusuk atau dekomposer
menjadi nutrisi kembali untuk dimanfaatkan lagi oleh tumbuhan. Detritus juga
memegang peranan penting. Detritus yang terdiri dari sisa–sisa pembusukan
tumbuhan produsen primer dan mikroba, mempunyai peran penting dalam menjaga
kestabilan ekosistem estuari. Keberadaan detritus menjamin suplai makanan
sepanjang tahun dan diabsorbsinya kembali nutrisi yang telah larut.
b. Konsumen primer (herbivor dan detritivor)
Estuari kaya akan sumber makanan bagi konsumen primer dari rantai makanan.
Sumber makanan utama diperoleh dari besarnya jumlah detritus yang melimpah di
dalam kolom air dan di dasar estuari. Sebagian besar hewan konsumen primer
terdapat di dasar estuari, seperti teritip (Krustasea, Cirripedia), kerang dan keong
(Bivalvia dan Gastropoda) yang berada di permukaan dasar estuari, ataupun hewan
lainnya yang hidup di dalam lumpur, seperti cacing. Zooplankton biasanya berada di
kolom air. Akan tetapi, adanya arus pasang surut dan aliran sungai yang masuk ke
estuari ditambah lagi dengan keterbatasan yang ditimbulkan dari kekeruhan, membuat
zooplankton mempunyai peran kecil dalam rantai makanan estuari dibanding dengan
perannya di laut. Makanan zooplankton dan bentos kebanyakan berada dalam bentuk
partikel organik halus, apakah itu berupa fitoplankton hidup atau macam-macam
fragmen hasil pembusukan yang menjadi detritus. Konsumen primer yang ada di
ekosistem estuari antara lain:
Bentos
Bentos dalam estuari dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Yang hidup di permukaan lumpur
Contoh: Perna viridis (kerang hijau) dan siput Strombus sp
Strombus adalah karnivorus (pemakan jenis siput yang lebih kecil) di permukaan
paparan lumpur estuari, hidupnya merayap,sedangkan kerang hijau, Perna viridis,
hidup menempel di permukaan dan mendapatkan makanannya dengan jalan
menyaring partikel-partikel organik yang ada dalam kolom air dan terbawa oleh
arus.
b. Yang hidup di dalam lumpur
Contoh: cacing Marphysa sp. dan Branchimaldane sp.
Cacing ini memakan benda-benda organik (detritus), diatom yang terdapat di
dasar, atau benda organik yang tersuspensi pada waktu air pasang dan surut
Cacing Marphysa terutama terdapat di dasar perairan dengan sedimen tidak
lebih kecil dari 80 ųm. Biomassa cacing ini tergantung dari banyak sedikitnya
senyawa organik di dalam lumpur.
Crustacea
Berbagai macam jenis krustasea ditemukan dalam habitat estuari mulai dari yang
besar sampai yang kecil. Komponen utama dari krustasea yang hidup di estuari
adalah amfipod (Amphipoda) yang hidup di dalam lumpur dekat permukaan.
Amfipod membuat liang yang khas berbentuk U. Binatang ini memakan berbagai
detritus organik dan keluar dari liang untuk mencari fragmen detritus di sekitarnya.
Selain Amphipoda, krustasea lain yang biasa ditemukan adalah kelompok kepiting
(Brachyura), kelomang (Anomura), dan udang-udangan (Macrura)
Meiofauna
Meiofauna adalah hewan bentik bersel banyak (multiseluler) yang mempunyai
ukuran tubuh antara 32ųm-1000ųm. Mereka hidup di antara rongga-rongga butiran
pasir sehingga tidak pernah membuat liang. Seluruh siklus hidupnya tidak pernah
mengalami fase planktonik sehingga fase larva juga hanya terjadi di lingkungan
bentik. Keberadaan meiofauna dapat dijumpai di perairan pasang surut sampai
dengan dasar perairan laut dalam. Termasuk meiofauna adalah hewan yang dapat
melewati lubang saringan berukuran 0.5 mm. Sebagai contoh adalah Copepoda
Harpacticoida yang hidup di dasar perairan.
c. Konsumer sekunder
Ikan
Berbagai jenis ikan ditemukan di perairan estuari. Ikan-ikan ini ada yang menetap,
ada yang datang untuk mencari makan dan bertumbuh besar, atau untuk bertelur.
Ikan-ikan ini memakan biota yang lebih kecil (pemangsa), memakan tumbuhan
(herbivor), atau menyaring busukan organik (detritus) dengan cara memasukkan
lumpur ke dalam mulutnya lalu memuntahkannya kembali setelah menyaring
fragmen-fragmen organiknya seperti yang dilakukan oleh ikan-ikan Belanak
(Mugilidae).
Avertebrata
Berbagai jenis hewan avertebrata ditemukan menghuni perairan estuari.
Sebagaimana halnya dengan ikan, avertebrata yang ditemukan di perairan estuari
sebagian merupakan penghuni tetap, sebagian lagi datang untuk mencari makan,
membesar, atau bertelur. Salah satu contoh adalah udang satang (Macrobrachium
sp.) yang datang ke perairan estuari dari hulu untuk bertelur. Avertebrata lainnya
adalah larva udang penaeid yang bergerak dari laut menuju perairan estuaria untuk
membesar.
Burung
Burung-burung laut yang datang mencari makan di perairan estuari sebagian
adalah burung bermigrasi. Burung bermigrasi ini mengunjungi perairan estuari
tropik selama musim dingin di tempat mereka tinggal untuk bertelur.
Jumlah hewan dan tumbuhan yang hidup di estuari lebih kecil dari yang hidup di
laut atau di air tawar. Berkurangnya jumlah jenis hewan dan tumbuhan itu
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kadar garam dan substrat. Perbedaan yang
terjadi ditunjukkan dengan berkurangnya keanekaragaman jenis, tetapi jumlah
individu tiap jenis itu dapat sangat banyak.
2.6. Jejaring makanan dan rantai makanan
Estuari adalah suatu ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi. Hal ini
karena estuari merupakan suatu ekosistem yang menjadi penjebak nutrient sehingga di
estuari banyak ikan yang mencari makan di ekosistem estuari. Berdasarkan de Sylva
(1975), kunci penting dalam ekosistem estuari yang berhubungan dengan ikan adalah
kemampuan estuari untuk menjebak nutrient baik dari produksi primer maupun produksi
sekunder. Sehingga estuari menjadi ekosistem yang kaya dan berlimpah akan sumber
makanan untuk organisme yang cara makannya dengan filter dan deposit yang menjadi
makanan invertebrate, spesies ikan detrivor dan semua kejadian ini dapat di lihat di
estuari (McLusky, 1989).
Produksi alami nutrient berasal dari mangrove, Reed beds, lamun (Zostera,
Thallasia), Phytoplankton dan makroalgae. Sedangkan nutrient buatan berasal dari aliran
sungai, dari limbah rumah tangga. De Sylva (1975) dalam (Elliot, Hemmingway, 2002)
mengklasifikasikan jaring-jaring makanan berdasarkan Nekton di estuari sebagai berikut:
a. Jejaring makanan yang berasal dari phytoplankton
Jejaring makanan yang dimulai dari phytoplankton sebagai berikut :
phytoplankton zooplankton ikan pelagis planktivorous dan ikan pelagis dasar
phytoplankton zooplankton ikan pemakan plankton ikan predator
b. Jejaring makanan yang berasal dari detritus
Jejaring makanan yang berasal dari detritus sebagai berikut :
detritus benthos ikan benthopagous
detritus benthos ikan predator besar
detritus zooplankton ikan-ikan kecil dan invertebrate ikan besar
2.7. Peranan Ekologis Estuari
Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting sebagai berikut:
1. Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang-
surut (tidal circulation).
2. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan (ikan, udang...) yang bergantung pada
estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground).
3. Sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground)
terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.
Sedangkan oleh manusia dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
Sebagai tempat pemukiman.
Sebagai tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan.
Sebagai jalur transportasi.
Sebagai pelabuhan dan kawasan industri.
2.8. Produktifitas Estuaria
Salah satu bagian wilayah pesisir yang memiliki tingkat kesuburan cukup tinggi
adalah estuaria (muara sungai). Daerah ini merupakan ekosistem produktif yang setara
dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena perannya adalah sebagai sumber
zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang beragam sehingga proses fotosintesis dapat
berlangsung sepanjang tahun, serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air
akibat aksi pasang surut. Kondisi ekosistem yang produktif ini kemudian menjadikannya
sebagai salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi. Produktifitas
merupakan suatu proses produksi yang menghasilkan bahan organik yang meliputi
produktifftas primer ataupun sekunder. Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat
di artikan sebagai banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifltas
fotosintesis dari organisme produser, terutama tanaman yang berklorofil dalam bentuk-
bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan. Produktifftas ini
dilakukan oleh organisme ‘outotroph’ seperti juga semua tumbuhan hijau mengkonversi
energi cahaya ke dalam energi biologi dengan fiksasi karbondioksida, memisahkan
molekuler air dan memproduksi karbohidrat dan oksigen ( Anonim, 2011 ).
2.9. Sirkulasi Estuaria
Perbedaan salinitas di wilayah estuaria mengakibatkan terjadinya proses
pergerakan masa air. Air asin yang memiliki masa jenis lebih besar dari pada air tawar,
menyebabkan air asin di muara yang berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar
menuju laut. Sistem sirkulasi dalam estuaria yang demikian inilah, yang mengilhami
proses terjadinya up-welling. Proses pergerakan antara masa air laut dan air tawar ini
menyebabkan terjadinya stratifikasi yang kemudian mendasarnya tipe-tipe estuaria,
yaitu: a). Estuaria berstratifikasi sempurna atau estuaria baji garam (salt wedge estuary),
jika aliran sungai lebih besar dari pada pasang surut sehingga mendominasi sirkulasi
estuaria; b). Estuaria berstratifikasi sebagian atau parsial (moderately stratified estuary),
jika aliran sungai berkurang, dan arus pasang surut lebih dominan maka akan terjadi
percampuran antara sebagian lapisan masa air; c). Estuaria bercampur sempurna atau
estuaria homogen vertikal (well-mixed estuaries), jika aliran sungai kecil atau tidak ada
sama sekali, dan arus serta pasang surut besar, maka perairan menjadi tercampur hampir
keseluruhan dari atas sampai dasar.
2.10. Ancaman Wilayah Estuaria
Estuaria merupakan wilayah yang sangat dinamis (dynamics area), rentan terhadap
perubahan dan kerusakan lingkungan baik fisik maupun biologi (ekosistem) dari
dampak aktifitas manusia di darat ataupun pemanfaatan sumberdaya perairan laut
secara berlebihan (over-exploited). Beberapa hal yang dimungkinkan menjadi sumber
kerusakan dan perubahan fisik lingkungan wilayah estuaria antara lain (Zalfa. 2011 ):
1. Semakin meningkatnya penebangan hutan dan jeleknya pengelolaan lahan di
darat, dapat meningkatkan sedimentasi di wilayah estuaria. Laju sedimentasi di
wilayah pesisir yang melalui aliran sungai bisa dijadikan sebagai salah satu
indikator kecepatan proses kerusakan pada wilayah lahan atas, sehingga dapat
menggambarkan kondisi pada wilayah lahan atas. Sedimen yang tersuspensi
masuk perairan pantai dapat membahayakan biota laut, karena dapat menutupi
tubuh biota laut terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut,
terumbu karang dan organisme lainnya. Meningkatnya kekeruhan akan
menghalangi penetrasi cahaya yang digunakan oleh orgnisme untuk pemapasan
atau berfotosintesis. Banyak-nya sedimen yang akhirnya terhenti atau terendapkan
di muara sungai dapat mengubah luas wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti
terjadinya perubahan garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya
delta baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-biota di
muara sungai.
2. Pola pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya dukung
produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya perikanan,
sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat tekanan dan menyebabkan
menurunnyaproduktifitasnya.
3. Meningkatnya pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan Industri,
pemukiman, pertanian menjadikan sumber limbah yang bersama-sama dengan
aliran sungai akan memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80% bahan
pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal dari kegiatan manusia
di darat UNEP(1990).
4. Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian, seperti
pembuatan saluran irigasi, drainase dan penebangan hutan akan mengganggu pola
aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas, volume, dan
debit air. Pengurangan debit air yang di alirkan bagi irigasi, dapat mengubah
salinitas dan pola sirkulasi air di daerah estuaria danmenyebabkan jangkauan
intrusi garam semakin jauh ke hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan
pada sebagian ekosistem perairan pantai itu sendiri, juga pada ekosistem daratan di
sekitar perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah ( Anonim.
2011).
2.11. Upaya Pengelolaan Wilayah Estuaria
Fungsi wilayah estuaria sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai tempat
pemukiman, penangkapan ikan dan budidaya, jalur transportasi, pelabuhan dan
kawasan industri. Wilayah estuaria juga merupakan ekosistem produktif karena dapat
berperan sebagai sumber zat hara. Dengan memperhatikan fungsi dan manfaat
tersebut, maka potensi wilayah estuaria menjadi sangat tinggi, sehingga diperlukan
adanya suatu tindakan pengelolaan di wilayah tersebut. Adapun hal-hal yang perlu
dilakukan di antaranya adalah ( Zalfa, 2011 ) :
1. Memperbaiki Daerah Lahan Atas (up-land)
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi dampak kerusakan pada ekosistem
perairan wilayah estuaria yaitu dengan menata kembali sistem pengelolaan daerah
atas. Khususnya penggunaan lahan pada wilayah daratan yang memiliki sungai.
Jeleknya pengelolaan lahan atas sudah dapat dipastikan akan merusak ekosistem
yang ada di perairan pantai. Oleh karena itu, pembangunan lahan atas harus
memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan lahan yang ada di wilayah
pesisir. Jika penggunaan lahan wilayah pesisir sebagai lahan perikanan tangkap,
budidaya atau konservasi maka penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif.
Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan budidaya yang
memerlukan kualitas perairan yang baik maka penggunaan lahan atas tidak
diperkenankan adanya industri yang memproduksi bahan yang dapat menimbulkan
pencemaran atau limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui
pengolahan terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
2. Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Secara Optimal
Wilayah estuaria yang berfungsi sebagai penyedia habitat sejumlah spesies untuk
berlindung dan mencari makan serta tempat reproduksi dan tumbuh, oleh
karenanya di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di wilayah
estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang bijaksana yang berorientasi
pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan sebaiknya memperhatikan
daya dukung lingkungan (carrying capacity).
3. Konsenvasi Hutan Mangrove
Perlindungan hutan mangrove pada wilayah estuaria sangat penting, karena selain
mempunyai fungsi ekologis juga ekonomis. Secara ekologis hutan mangrove
adalahsebagai penghasil sejumlah besar detritus dari serasah, daerah asuhan
(nursery ground), mencari makan (feeding ground) dan sebagai tempat pemijahan
(spawning ground). Secara fisik, hutan mangrove dapat berperan sebagai filter
sedimen yang berasal dari daratan melalui sistem perakarannya dan mampu
meredam terpaan angin badai. Secara ekonomis, dalam konser-vasi hutan
mangrove juga akan diperoleh nilai ekonomis sangat tinggi. Nilai ekonomi total
rata-rata sekitar Rp 37,4 juta/ha/tahun yang meliputi manfaat langsung (kayu
mangrove), manfaat tidak langsung (serasah daun, kepiting bakau, nener bandeng
ikan tangkap dan ikan umpan), option value dan existence value. Upaya konservasi
tersebut juga mempunyai nilai dampak positip terhadap sosial-ekonomi bagi
masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah estuaria, yaitu mampu memberikan
beberapa alternatif jenis mata pencaharian dan pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym ,2010. http://id.wikipedia.org/wiki/rantai_makanan.
Begen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
serta PrinsipPengelolaannya. PK-SPL. IPB, Bogor.
Kasim, Ma’Ruf. 2005. PolaPercampuran Estuary. http://maruf.wordpress.com/ 2005 / 12 /22 /
polapercampuran-estuary/.
Nybakken, James W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta:PT. Gramedia.
Top Related