Ikterus Neonatorum yang Disebabkan oleh Inkompatibilitas Golongan Darah ABO
Wendy Yudija Limbong Allo
Fakultas Kedokteran Ukrida
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Masa kehidupan neonatus yang berlangsung 4 minggu merupakan masa hidup yang
paling kritis karena paling banyak terjadi kematian, khususnya beberapa hari setelah
persalinan. Masa kritis kebanyakan disebabkan oleh kegagalan neonatus untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang baru, yang merupakan perubahan dari kehidupan intrauteri dalam air
menjadi di luar uterus. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai
oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi.
Ikterus neonatorum bisa diakibatkan oleh pemecahan eritrosit yang berlebihan, gangguan
clearance (transport) metabolisme, gangguan konjugasi, atau gangguan ekskresi bersama air.
Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab dari penyakit hemolitik pada
neonatus. Biasanya, kasus ini terjadi pada janin dengan golongan darah A atau B dari ibu
yang bergolongan darah O, karena antibodi yang ditemukan pada golongan darah O ibu
adalah dari kelas IgG yang dapat menembus plasenta. Pada inkompatibilitas ABO, jika tidak
ditangani menjadi cukup berat dan menyebabkan kern ikterus bahkan kematian. Tetapi,
hanya 10% - 20% dari janin dengan inkompatibilitas ABO yang mengalami ikterus.
Skenario yang didapatkan: seorang bayi usia 38 minggu lahir normal per vaginam,
tampak kuning setelah 12 jam dilahirkan. Bayi tampak kurang aktif, menangis lemah, dan
tidak mau menyusu. Warna kuning tampak di wajah pada usia 12 jam, menjalar cepat ke
seluruh tubuh pada usia 24 jam. Pada PF: jaundice + seluruh tubuh, TTV dbn. Oleh karena
itu, pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai cara pemeriksaan fisik pada bayi
dan hal-hal yang berhubungan dengan kuning pada bayi tersebut atau biasa disebut juga
dengan ikterus neonatorum (ikterus fisiologis dan patologis).
Anamnesis
Karena pada kasus ini, pasien merupakan bayi yang baru lahir, maka
anamnesis seyogyanya ditanyakan kepada ibunya (anamnesis dilakukan
secara allo-anamnesis). Pada anamnesis perlu ditanyakan:
Riwayat kehamilan ibu yaitu kesehatan ibu saat kehamilan, pernah sakit atau tidak,
makan obat-obatan, atau tetanus toxoid.1
Riwayat kelahiran, yaitu :
- Tanggal & tempat lahir,
- Ditolong oleh siapa,
- Cara kelahiran,
- Kehamilan ganda,
- Keadaan segera setelah lahir, pasca lahir, hari-hari pertama kehidupan,
- Masa kehamilan,
- Berat badan & panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan,
kurang atau besar)
Riwayat pertumbuhan, yaitu kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur.1
Riwayat perkembangan, yaitu patokan perkembangan pada bidang motor kasar, motor
halus, dan sosial-personal.
Riwayat imunisasi
Riwayat makanan
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Riwayat keluarga
Corak reproduksi ibu biasanya ditanyakan: Graviditas (G) adalah jumlah total
kehamilan, termasuk kehamilan intrauterin normal dan abnormal, abortus, kehamilan
ektopik, kehamilan multipel dihitung sebagai satu kali kehamilan. Paritas (P) adalah
kelahiran satu atau lebih bayi dengan berat >500 gram, hidup atau mati. Jika berat bayi
tidak diketahui, gunakan usia kehamilan >24 minggu. Kehamilan multipel sekali lagi
dihitung sebagai satu kali kehamilan. Nullipara adalah wanita yang belum pernah
melahirkan keturunan dengan berat >500 gram atau kehamilan <24 minggu. Abortus
(A) adalah kehamilan yang berakhir pada usia kehamilan <24 minggu atau berat janin
<500 gram.
Data perumahan1
Pemeriksaan Fisik
Komponen yang penting dalam pemeriksaan fisik bayi meliputi pengukuran besar
tubuh (tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala) dan tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut nadi, frekuensi pernapasan serta suhu tubuh). Neonatus berada dalam keadaan paling
responsif selama 1-2 jam setelah menyusu.2 Pemeriksaan dimulai dengan melepaskan pakaian
bayi. Pemeriksaan dilakukan sehingga rangsangan dan gerakan yang dapat membangunkan
bayi dari tidurnya terjadi secara bertahap.
Pada inspeksi umum, kebanyakan bayi lahir dengan menangis keras lalu cenderung
tetap terjaga selama setengah jam atau lebih dan sangat aktif selama waktu tersebut. Mata
bayi terbuka dan mereka memperlihatkan gerakan menghisap, mengunyah, serta menelan.
Bayi mungkin menyeringai, menangis singkat, atau mendadak melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi berulang pada lengan atau tungkai mereka.3 Jadi, jika bayi tersebut berada dalam
keadaan lemah, tidak mau menyusu, dan kurang aktif, hal ini bisa menjadi tanda-tanda
adanya abnormalitas pada bayi yang harus kita observasi selanjutnya.
Pemeriksaan penting lainnya yang berhubungan dengan skenario ini adalah
pemeriksaan warna kulit bayi. Normalnya berwarna merah muda. Pucat bisa disebabkan oleh
anemia atau perfusi yang buruk, seperti yang sering dijumpai pada asfiksia, syok, dan
kelainan jantung kongenital.4 Jika berwarna kuning atau ikterus hingga jingga, disebabkan
oleh peningkatan bilirubin indirek. Derajat ikterus seorang BBL akan lebih mudah dinilai
dengan memberi tekanan singkat menggunakan jari ke kulit bayi dan kemudian mengamati
warna di daerah yang memucat tersebut. Tindakan ini bermanfaat terutama pada bayi yang
berkulit gelap. Derajat hiperbilirubinemia pada keadaan normal dapat diperkirakan secara
kasar lewat sebuah sistem yang ditemukan oleh Kramer. Tetapi, sistem ini tidak valid jika
bayi sudah mendapatkan fototerapi.
Gambar 1. Skala intensitas ikterus menurut Kramer5
Sebenarnya ada 1 cara lagi untuk mengestimasi transcutaneous bilirubin pada
neonatus, yaitu dengan membandingkan warna kulit dari bayi dengan sebuah skala warna.
Pada tahun 1960, Gosset memperkenalkan untuk pertama kalinya penggunaan icterometer
untuk mengetahui ikterus pada bayi.5 Gosset memetakannya pada garis-garis transversal
sebanyak 5 buah dengan 5 warna kuning yang berbeda, dan ditempatkan pada strip plastik.
Alat ini kemudian agak ditekankan pada hidung bayi, kemudian warna kuning yang muncul
disesuaikan dengan skor jaundice yang terletak pada strip tersebut. Jika warna kuning
terdapat di antara 2 skor berbeda, dapat diberikan poin 0,5 untuk hal tersebut. Untuk setiap
poin yang diperoleh, ada nilai rerata dari TSB dan 2 standar deviasi di atas rerata tersebut.
Sebagai alat skrining, icterometer dapat menjadi alat yang cukup baik digunakan untuk bayi
yang tergolong usia aterm dan preterm, dan biasa digunakan oleh perawat dan orang tua di
rumah karena cukup praktis.
Pengukuran antropometrik pada bayi baru lahir:
1. Panjang Badan
Bagi anak <2 tahun, pengukuran panjang badan dilakukan dengan menempatkan bayi
dalam posisi berbaring telentang pada papan pengukur (infantometer).
2. Berat Badan
Lakukan penimbangan berat badan bayi secara langsung dengan alat timbang bayi
(infant scale). Bayi berada dalam keadaan telanjang. Berikut ini merupakan klasifikasi
menurut berat lahir, yaitu:6
1. Bayi berat lahir ekstrim rendah: <1000 gram
2. Bayi berat lahir sangat rendah: <1500 gram
3. Bayi berat lahir rendah: berat <2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
4. Bayi berat lahir cukup/normal: berat >= 2500 - 4000 gram.
5. Bayi berat lahir lebih: berat >4000 gram.
Usia kehamilan (gestasional) ditentukan berdasar tanda-tanda neuromuskular yang
khas dan ciri-ciri fisik yang berubah menurut maturitas kehamilannya. Jika usia
kehamilan <37 minggu (<259 hari), bayi tergolong prematur. Jika usia kehamilan
berada antara 37-42 minggu, bayi tergolong aterm. Dan jika usia kehamilan >42
minggu, bayi termasuk postmatur.
3. Lingkar Kepala
Lingkar kepala harus diukur selama usia 2 tahun pertama. Lingkar kepala pada bayi
mencerminkan pertumbuhan cranium & otak. Untuk mengukur lingkar kepala, pita
pengukur ditempatkan pada prominensia oksipitalis & frontalis sehingga didapatkan
hasil yang maksimal. Pengukuran pada bayi paling baik didapatkan ketika bayi dalam
posisi telentang.6
Tanda-tanda Vital:
1. Tekanan darah
Bayi akan mengalami peningkatan tekanan darah pada saat melakukan
aktivitas fisik seperti menangis dan berada dalam keadaan cemas. Hasil pengukuran
yang tinggi harus selalu dikonfirmasi dengan beberapa kali pengukuran berikutnya.2,3
Pengukuran tekanan darah sistolik yang paling mudah dilakukan pada bayi adalah
dengan menggunakan metode Doppler yang akan mendeteksi getaran aliran darah
arterial (hasil pemeriksaan ini kemudian dikonversi secara otomatis oleh alat Doppler
menjadi tingkat tekanan darah sistolik dan kemudian alat tersebut meneruskan hasil
pengukurannya ke alat pembaca digital.
2. Denyut nadi
Frekuensi jantung pada bayi dan anak cukup bervariasi. Frekuensi jantung
pada usia ini lebih sensitif terhadap pengaruh keadaan sakit, aktivitas fisik, dan
keadaan emosi dibanding pada orang dewasa. Berikut ini merupakan daftar frekuensi
jantung rata-rata pada bayi dan anak saat istirahat:3
Lahir: 140 kali/menit
6 bulan pertama: 130 kali/menit
6-12 bulan: 115 kali/menit
1-2 tahun: 110 kali/menit
2-6 tahun: 103 kali/menit
6-10 tahun: 95 kali/menit
10-14 tahun: 85 kali/menit
3. Frekuensi napas
Seperti halnya frekuensi jantung, frekuensi napas pada bayi & anak memiliki
kisaran yang lebih lebar serta bersifat lebih responsif terhadap keadaan sakit, aktivitas
dan emosi bila dibandingkan dengan frekuensi pernapasan orang dewasa. Frekuensi
pernapasan per menit berkisar antara 30-60x pada neonatus.3 Pola napas diamati
selama 60 detik. Pada masa bayi, pernapasan diafragma terlihat paling dominan.
4. Suhu tubuh
Pada bayi yang berusia <2 bulan, pengukuran suhu rektal lebih disenangi
karena pedoman klinis untuk evaluasi terhadap infeksi bakteri yang berat harus
menggunakan suhu rektal sebagai kriteria utamanya.3
Selain pemeriksaan keadaan umum seperti cara-cara di atas, terdapat pula
pemeriksaan neonatus yang berguna untuk menilai tingkat perkembangan neonatus. Terdapat
beberapa sistem skoring yang digunakan untuk mengetahui bayi tersebut digolongkan dalam
tingkat tertentu. Dengan adanya tingkat tersebut, dokter dapat mengetahui apakah bayi
tergolong normal atau tidak.
Skor Apgar
Merupakan pemeriksaan paling awal & penting untuk bayi yang baru lahir.
Pemeriksaan ini terdiri atas 5 komponen untuk menggolongkan pemulihan status neurologi
neonatus dari proses kelahirannya & kemampuan adaptasinya yang segera terhadap
kehidupan ekstra uteri.
Penilaian 0 1 2
Appearance (warna
kulit)
Seluruh tubuh bayi
berwarna kebiru-
biruan atau pucat
Warna kulit tubuh
normal, tetapi
tangan dan kaki
berwarna kebiruan
Warna kulit seluruh
tubuh normal
Pulse (denyut
jantung)
Tidak ada denyut
jantung
Denyut jantung
kurang dari 100 kali
per menit
Denyut jantung
lebih atau di atas
100 kali per menit
Grimace (respon
refleks)
Tidak ada respon
terhadap stimulasi
Wajah meringis saat
distimulasi
Meringis, menarik,
batuk, atau bersin
saat distimulasi
Activity (tonus otot)Lemah, tidak ada
gerakan
Lengan dan kaki
dalam keadaan
fleksi dengan sedikit
gerakan
Bergerak aktif dan
spontan
Respiration
(pernapasan)Tidak bernapas
Menangis lemah,
seperti merintih,
pernapasan lambat
dan tidak teratur
Menangis kuat,
pernapasan baik dan
teratur
Tabel 1. Skor Apgar3
Skor Apgar dalam 1 menit, jika angkanya:
o 0-4: menunjukkan bahwa bayi mengalami depresi berat & memerlukan resusistasi
segera
o 5-7: bayi mengalami depresi saraf
o 8-10: normal
Skor Apgar dalam 5 menit, jika angkanya:
o 0-7: berisiko tinggi untuk terjadinya disfungsi selanjutnya pada system saraf pusat dan
organ lain
o 8-10: normal
Skor Ballard
Bertujuan untuk memperkirakan usia kehamilan dengan estimasi waktunya berkisar
antara 2 minggu. Sistem ini dapat digunakan pada bayi dengan prematuritas yang ekstrim.
Penilaian dengan menggunakan skor Ballard ini menguji nilai-nilai dari 6 tanda
neurolomuskular dan 6 tanda psikologis bayi.
Gambar 2. Skor Ballard7
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
1. TORCH atau pemeriksaan terhadap infeksi Toxoplasma virus, Rubella virus,
Cytomegalovirus dan Herpesvirus. Pemeriksaan TORCH di laboratorium dilakukan
dengan memeriksa adanya antibodi dalam darah berupa IgG dan IgM. Nilai normal
pemeriksaan TORCH adalah:
- Anti Toxoplasma IgG : <4 negatif, ≥4-<8 equivocal, ≥8 positif.
- Anti Toxoplasma IgM : <0.55 negatif, ≥0.55-<0.65 equivocal, ≥0.65 positif
- Anti Rubella IgG : <10 negatif, ≥10-<15 equivocal, ≥15 positif
- Anti Rubella IgM : <0.8 negatif, 1.2 ≥0.8-<1.2 equivocal, ≥1.2 positif
- Anti CMV IgG : <4 negatif, ≥4-<6 equivocal, ≥6 positif
- Anti CMV IgM : <0.7negatif, ≥0.7-<0.9 equivocal, ≥0.9 positif
- Anti Herpers I IgG : <16 negatif, ≥16-<21 equivocal, ≥21 positif
- Anti Herpes I IgM : <0.8 negatif, ≥0.8-<1.1 equivocal, ≥1.1 positif
- Anti Herpes II IgG : <16 negatif, ≥16-<21 equivocal, ≥21 positif
- Anti Herpes II IgM : <0.8 negatif, ≥0.8-<1.1 equivocal, ≥1.1 positif
Jika pada pemeriksaan pertama kali mendapat hasil equivocal (nilai ambang batas,
terlalu tinggi untuk dikatakan negatif tetapi terlalu kecil untuk dikatakan positif)
biasanya akan diminta pemeriksaan ulang dengan rentang waktu tertentu.
2. Skrining TSH Neonatus
Skrining pada bayi dilakukan pada bayi sehat dan cukup umur pengambilan
sampel pada usia 72-120 jam sejak lahir. Bayi prematur atau yang sakit dirawat di RS
hingga usia 7 hari. Skrining yang dianjurkan pada bayi yang baru lahir adalah TSH
neonatus. Tes tersebut dipilih karena dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya dan
angka kejadiannya tinggi. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid yang terletak di bagian depan leher dan berperan besar dalam: proses
pertumbuhan, fungsi metabolisme & pengaturan cairan tubuh. Pada keadaan normal,
hormon tiroid bernilai 40 mU/L.7 Hipotiroid bawaan (Congenital Hipothyroidism)
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh tidak adanya/kurangnya hormon
tiroid sejak lahir. Ini dapat menyebabkan keterbelakangan mental padahal hal ini
dapat dicegah secara mudah dengan pengobatan yang dilakukan dari awal. Penyebab
hipotiroid bawaan dibagi menjadi 2 yaitu:
- Permanen (jika hasil >90%), karena kegagalan pembentukan kelenjar tiroid secara
total atau parsial atau karena kelenjar tiroid tumbuh ditempat yang salah.
Penanganannya dilakukan dengan memberikan hormon pengganti seumur hidup
dan diberikan sedini mungkin pada usia 0-3 tahun.
- Sementara (jika hasil <20%), karena ibu hamil menggunakan obat-obatan yang
menekan produksi hormon tiroid. Penanganannya tidak diperlukan pengobatan
karena fungsi kelenjar tiroid akan kembali normal dalam waktu bervariasi
tergantung penyebabnya.
3. Tes kadar bilirubin
Pengambilan sampel darah kapiler melalui tusukan tumit. Pengambilan darah
ini dapat digunakan untuk pemeriksaan hematokrit, analisis gas darah, kadar gula
darah, skrining sepsis, kadar bilirubin, dan kimia darah. Pada neonatus matur dalam
keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3
mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam. Ikterus
baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4,
dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah
dari 2 mg/dl antara lain pada hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini
dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah
janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh
hati.
4. Coomb’s Test
Test Coomb ini memiliki 2 jenis tes yaitu Direct Coomb’s Test atau Direct
Antiglobulin Test (DAT) dan Indirect Coomb’s Test atau Indirect Antiglobulin Test
(IAT). Kedua tes ini dilakukan berdasarkan kepada fakta bahwa anti-human
antibody (yang dihasilkan oleh non-manusia, dalam hal ini hewan, dengan serum
manusia) akan berikatan pada human antibody, di mana hal ini bisa menyebabkan
munculnya antigen pada permukaan eritrosit yang dapat menuju pada aglutinasi dari
eritrosit itu sendiri. Penggunaan klinis dari Coomb’s Test ini penting pada saat
skrining ibu hamil sebelum melahirkan dan deteksi antibody untuk mendiagnosa
anemia hemolitik immune-mediated. Coomb’s Test dilakukan dengan cara
mengambil serum darah dari sample darah vena (dengan venepuncture).
DAT bisa digunakan untuk memeriksa adanya anemia hemolitik tipe
autoimun, misalnya pada kondisi di mana hitung sel darah merahnya menurun oleh
karena system imun yang melisiskan eritrosit sehingga menyebabkan destruksi
eritrosit. Prosedur tes ini adalah, sample darah diambil kemudian eritrosit “dicuci”
(maksudnya, plasma darah pasien disingkirkan) dan kemudian diinkubasi dengan
antihuman globulin (yang dikenal dengan reagen Coomb’s). Jika hal ini
menimbulkan adanya aglutinasi eritrosit, DAT bernilai positif dan hal ini dapat
menjadi indikasi bahwa antibody menempel pada permukaan eritrosit.
Sedangkan, IAT biasa digunakan dalam pemeriksaan ibu hamil sebelum
melahirkan, memeriksa pasien sebelum melakukan transfuse darah. IAT dapat
mendeteksi antibodi yang menyerang eritrosit (eritrosit yang tidak terikat pada
serum pasien). Dalam kondisi ini, serum pasien diekstraksi dari sample darah
pasien. Kemudian, serum tsb diinkubasi dengan eritrosit yang diambil dari sample
darah pasien yang lain. Jika terjadi aglutinasi, IAT bernilai positif.
Diagnosis Banding
1. Ikterus neonatorum ec infeksi TORCH
Keempat jenis penyakti infeksi TORCH berbahaya bagi janin bila infeksi
diderita oleh ibu hamil. Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Pada umumnya, infeksi dapat terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Hanya 10-
20% kasus Toxoplasma yang bergejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul
lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi ini
berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan
tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang
mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma
maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir
mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan,
gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi
mental, kejang-kejang dan ensefalitis. Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar
ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan
gejala (subklinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan
untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah
Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Diagnosis infeksi ini perlu ditegakkan dengan bantuan
pemeriksaan lab. Pemeriksaan lab yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella
IgG dan IgM.
Infeksi CMV disebabkan oleh Cytomegalovirus yang tergolong dalam famili
Herpesvirus. CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin
bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika
ibu hamil terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga
mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pengapuran otak, tuli,
retardasi mental. Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui
infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih
tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM,
serta Aviditas Anti-CMV IgG.
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem saraf otonom. Bayi
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada
kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi
HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal. Pemeriksaan laboratorium,
yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada
bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Jadi, untuk menyingkirkan diagnosa
banding dari TORCH, maka harus dilihat dari pemeriksaan serologi untuk TORCH.
2. Ikterus neonatorum ec defisiensi enzim G6PD
Dilihat dari penyebabnya, sebenarnya defisiensi enzim glucose-6-phosphate
dehydrogenase ini sudah termasuk golongan HDN tipe yang non imun.9 Jadi pada
hasil Coomb’s Test didapatkan hasil yang negatif, kemudian Tes MCV (Mean
Corpuscular Volume) didapatkan hasil yang normal atau tinggi, setelah itu didapatkan
hasil yang abnormal pada apusan darah tepi. Defek ini dapat mengakibatkan
hemolysis juga dalam masa neonates dan hiperbilirubinemia. Tetapi, ikterus muncul
sesudah lebih dari 24 jam dan kelainan ini merupakan penyakit familiar.
3. Ikterus neonatorum ec inkompatibilitas Rh
Bayi Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selalu menunjukkan gejala-gejala
klinik pada waktu lahir. Gejala klinik yang dapat terjadi adalah ikterus pada hari
pertama. Ikterus tersebut semakin lama semakin berat disertai dengan anemia.
apabila sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat, maka bayi dapat lahir
dengan edema umum disertai ikterus dan perbesaran hepar dan lien.
Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin dalam serum
yang berlebihan, untuk mencegah kern-ikterus.Penyakit ini sangat mirip dengan
inkompatibilitas ABO, tetapi memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Perbedaannya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Perbedaan Rh ABO
Gol darah ibu Negatif O
Bayi Positif A atau B
Jenis antibody Tidak lengkap (7S) Imun
Aspek klinis yang tampak
pada anak pertama
4% 40-50%
Progresivitas pada kelahiran
berikutnya
Biasanya Tidak
Lahir mati/hidrops Sering Jarang
Anemia berat +++ +
Hepatosplenomegali +++ +
Test Coomb direk + +/-
Antibodi maternal Selalu ada Tidak jelas
Sferosit _ +
Terapi memerlukan
“antenatal measures”
Ya Tidak
Transfusi tukar
- frekuensi
- golongan darah
donor
- kira-kira 2/3
- Rh negative
dengan gol
darah sesuai
- kira-kira 1/10
- Rh, sesuai
dengan
golongan darah
O
Insiden “late anemia” Sering Jarang
Diagnosis Kerja
Inkompatibilitas antigen golongan darah utama A dan B merupakan kausa tersering
penyakit hemolitik pada neonatus. Sekitar 20 persen bayi mengalami inkompatibilitas
golongan darah ABO dengan ibunya, dan 5 persen mengalami gejala klinis. Untungnya,
inkompatibilitas ABO hampir selalu menyebabkan penyakit yang ringan yang bermanifestasi
sebagai ikterus neonatus atau anemia, tetapi bukan eritoblastosis fetalis (hidrops imun) dan
terapi umumnya hanya berupa fototerapi. Inkompatibilitas ABO berbeda dengan
inkompatibilitas Rh (antigen CDE) karena beberapa alasan :7
1. Penyakit ABO sering dijumpai pada bayi yang lahir pertama
2. Penyakitnya hampir selalu lebih ringan daripada isoimunisasi Rh dan jarang
menyebabkan anemia yang bermakna
3. Sebagian besar isoantibodi A dan B adalah immunoglobulin M, yang tidak dapat
menembus plasenta dan melisiskan eritrosit janin. Oleh karena itu, meskipun dapat
menyebabkan penyakit hemolitik pada neonatus, namun isoimunisasi ABO tidak
menyebabkan hidrops fetalis dan lebih merupakan penyakit pediatri daripada obstetris
4. Inkompatibilitas ABO dapat mempengaruhi kehamilan mendatang, tetapi tidak seperti
penyakit Rh CDE, jarang menjadi semakin parah
Tidak diperlukan deteksi antenatal. Induksi persalinan dini, atau amniosentesis,
karena inkompatibilitas ABO tidak menyebabkan anemia janin yang parah. Akan tetapi, pada
masa neonatus diperlukan perawatan yang cermat karena dapat terjadi hiperbilirubinemia
yang membutuhkan terapi. Kriteria yang lazim digunakan untuk menegakkan hemolisis
neonatus akibat inkompatibilitas ABO adalah seperti ibu memiliki golongan darah O dengan
antibody anti-A dan anti-B di dalam serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah
A,B, atau AB; ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama; terdapat anemia, retikulositosis,
dan eritroblastosis dengan derajat bervariasi; dan kausa hemolisis yang lain telah disingkirkan
dengan teliti.7
Diagnosis pasti inkompatibilitas ABO adalah dengan menemukan immunoglobulin G
ibu yang bereaksi dengan eritrosit pada bayi. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan sehingga
diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya anemia hemolitik pada bayi dengan golongan
darah A atau B yang lahir dari ibu golongan darah O, adanya test Coombs direk dan indirek
yang positif serta didukung dengan peningkatan mikrosferosit pada darah tepi bayi.
Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan
sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali
pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan
kelainan pada pemeriksaan darah tepi.7
Etiologi
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat berupa
gejala yang patologis misalnya seperti pada skenario yang didapatkan yaitu berupa
inkompatibilitas ABO. Sebelum membahas lebih dalam mengenai ikterus yang terjadi pada
skenario ini, ada baiknya jika dijelaskan terlebih dahulu mengenai jalur pembentukan
bilirubin, pengertian ikterus fisiologis dan apa yang menjadi syarat pasien sehingga dapat
dikatakan mengalami ikterus yang patologis.8
Jalur pembentukan bilirubin dimulai dari adanya pemecahan sel darah merah yang
terdiri dari Hemoglobin, menjadi heme dan globin. Heme kemudian teroksidase oleh enzim
heme oksigenase menjadi biliverdin. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan
kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida yang diekskresikan ke dalam
paru. Biliverdin kemudia berubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (yang sering disebut
dengan B1) di dalam darah. B1 bersifat larut dalam lemak dan ada yang bebas dan yang
terikat. B1 bebas dapat menembus sawar darah otak. Oleh karena itu, jika didapatkan kadar
B1 yang berlebih dalam kadar yang toksik, B1 bisa mempengaruhi ganglia basalis sehingga
bisa muncul kern icterus pada bayi. Sedangkan B1 diikat oleh albumin untuk kemudian
dikonjugasikan oleh enzim uridine diphosphate glucoronyl transferase (UDPG-T) di dalam
hati menjadi bilirubin terkonjugasi (biasa disebut B2). Melalui kanalikulus empedu di dalam
hepar, B2 dibawa menuju usus lewat duktus choledocus. Di dalam usus besar, terdapat enzim
β-glukoronidase yang akan mengubah B2 tadi menjadi urobilinogen. Urobilinogen ini
kemudian yang menjadi sterkobilinogen yang merupakan pigmen pada feses. Sebagian dari
B2 yang masuk ke dalam usus halus mengalami reabsorbsi dan kemudian diubah menjadi B1
kembali. Proses ini kemudian termasuk ke dalam siklus enterohepatik. Terdapat perbedaan
antara neonatus dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus halus & feses bayi baru lahir
mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan
diglukoronida kembali menjadi B1 yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali.6 Selain itu,
pada neonates, lumen usus halusnya steril sehingga B2 tidak dapat diubah menjadi
sterkobilin. Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada neonatus didapatkan adanya
defisiensi aktivitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, enzim ini meningkat melebihi
bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun.6 Hal inilah
yang kemudian mendasari diferensiasi dari ikterus yang fisiologis dan patologis.
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi yang kurang
maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan. Untuk beberapa bayi, fenomena ini
tergolong ringan dan tidak butuh pengobatan untuk sembuh. Ikterus fisiologis disebabkan
oleh karena belum optimalnya hepar bayi bekerja sehingga enzim UDPG-T belum dihasilkan
seutuhnya.9 Sehingga terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah bayi
tergolong ikterus yang fisiologis, yaitu:
Ikterus muncul setelah 24 jam kelahiran
Total bilirubin meningkat kurang dari 5 mg/dL per hari
Bilirubin tertinggi terdapat pada saat bayi berumur 3-5 hari dengan total bilirubin
tidak lebih dari 15 mg/dL
Warna kuning hilang dalam waktu 14 hari dengan tidak memerlukan pengobatan
Sedangkan, kriteria bayi mengalami ikterus yang patologis adalah:
Ikterus muncul dalam waktu 24 jam kelahiran (sebelum ikterus fisiologis muncul dan
sebelum bayi tsb menerima ASI dari ibunya)
Bilirubin mengalami kenaikan kadar lebih dari 5 mg/dL
Kadar bilirubin total serum lebih dari 15 mg/dL dengan bilirubin direk didapatkan
lebih dari 2 mg/dL
Warna kuning berlangsung lebih dari 14 hari
Warna feses bayi seperti dempul dan urin seperti the
Ikterus pada bayi baru lahir (BBL) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang
menyebabkan peningkatan bilirubin.
1. Produksi yang berlebihan
Merupakan keadaan dimana tidak seimbangnya antara produksi dan ekskresi, dimana
produksi tidak diimbangi dengan ekskresi sehingga terjadi penumpukan dalam tubuh.
Ikterus dapat terjadi pada keadaan dimana ada peningkatan hemolisis.
Keadaan tersebut misalnya pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi enzim G6PD, pituvat kinase, pendarahan tertutup, dan sepsis.6
2. Gangguan transportasi
Bilirubin yang terdapat dalam darah akan diangkut oleh albumin dan akan
dibawa ke hepar. Namun, ikatan antara bilirubin dan albumin dapat diganggu
dengan obat-obatan seperti salisilat, sulfafurazole. Selain gangguan ikatan
tersebut, dapat pula disebabkan oleh defisiensi albumin itu sendiri.6
3. Adanya gangguan pada proses uptake dan konjugasi di hepar
Terganggunya proses uptake dan konjugasi di hepar dapat disebabkan oleh
imaturitas hepar; gangguan fungsi hepar oleh asidosis, hipoksia maupun infeksi;
kurangnya enzim glukuronil transferase baik secara total maupun tidak total;
kurangnya protein ‘Y’ dalam hepar.6
4. Gangguan ekskresi
Gangguan ekskresi bilirubin dari hepar juga dapat menimbulkan
penumpukan bilirubin. Gangguan ekskresi ini bisa dari dalam hepar sendiri atau
dari luar hepar.6
Epidemiologi
65% bayi baru lahir mengalami ikterus dengan kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dalam
minggu pertama masa kehidupannya. Bilirubin merupakah antioxidan yang poten yang dapat
membantu bayi, yang mengalami defisiensi zat-zat antioxidan seperti vit E, katalase, dan
superoxide dismutase, untuk menghindarkan adanya toksisitas oksigen selama hari-hari
setelah bayi tersebut lahir. Sedangkan, untuk kejadian di mana ditemukannya kadar bilirubin
yang sangat tinggi di mana Total Serum Bilirubin (TSB) >20 mg/dL ada sekitar 1-2%
neonatus.9 Ada 0,16% yang memiliki TSB >25 mg/dL, dan 0,03 % yang memiliki TSB >30
mg/dL.7 Dengan kadar yang sangat tinggi seperti itu, bayi bisa mengalami ensefalopati yang
lebih dikenal dengan nama kern icterus.
Patogenesis
Adanya peningkatan pada kedua jenis bilirubin bisa disebabkan oleh berbagai
keadaan. Karena pada skenario ini yang dibahas adalah mengenai BBL, maka yang akan
dibahas lebih lanjut adalah hiperbilirubinemia bilirubin indirek (unconjugated
hyperbilirubinemia). Penyebabnya antara lain:
1. Produksi bilirubin yang berlebih
a. Peningkatan kecepatan hemolysis
b. Pasien dengan Coomb’s Test negatif
2. Menurunnya kecepatan konjugasi
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat
akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sclera dan kulit.6 Pada masa transisi
setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukoronidasi bilirubin
tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi B1 dalam darah.
Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu contoh ikterus yang berdasarkan pada
Hemolytic Disease of The Newborn (HDN). HDN dapat disebabkan oleh 1 hal lagi yaitu
inkompatibilitas Rh. Inkompatibilitas ABO ini sering ditemukan biasanya tidak berat dan
dapat menyertai kehamilan apapun pada ibu yang bergolongan darah O.9 Tingkat
keparahannya tidak dapat diprediksi karena hal ini tergantung pada variabilitas dari
banyaknya anti A atau anti B IgG antibody di tubuh ibu. Bayi yang memiliki golongan darah
A atau B dapat terkena. Berbeda dengan penyakit Rh, penyakit hemolitik ABO tidak menjadi
lebih berat pada kehamilan berikutnya.10 Hemolisis yang terjadi lebih ringan karena antibodi
anti-A atau anti-B dapat melekat pada sel non-eritrosit yang mengandung antigen A atau B
atau karena eritrosit janin mempunyai determinan antigenic A atau B lebih sedikit daripada
determinan Rh.10 Sekitar 15% dari neonates memiliki faktor resiko mengalami
inkompatibilitas ABO, tetapi hanya 0,3-2,2% yang penyakitnya berkembang hingga
menimbulkan manifestasi klinik. Pada pemeriksaan laboraturium, kemungkinan besar
penderita inkompatibilitas ABO memiliki hasil Coomb’s Test positif dan adanya spherosit
pada apusan darah.11 Hemoglobin mungkin normal, tetapi tidak tertutup kemungkinan
didapatkan 10-12 g/dL.11 Retikulosit mungkin meningkat hingga 10-15%.11
Eritrosis dari fetus saat dalam kandungan, bisa mencapai sirkulasi darah ibu saat
trimester akhir kehamilan (di mana sititrofoblas tidak lagi dapat muncul sebagai barrier atau
pelindung, atau saat kelahiran bayi itu sendiri).12 Tubuh ibu kemudian menjadi tersensitisasi
oleh karena adanya antigen asing di dalam sirkulasi darahnya. Kebanyakan anti-A dan anti-B
antibodi tergolong ke dalam tipe IgM, yang oleh karena itu tidak dapat menembus plasenta.12
Bayi bergol darah A atau B yang dilahirkan dari ibu bergol darah O, dengan alasan yang
masih diperdabatkan oleh para ilmuwan, beberapa ibu gol darah O mengeluarkan IgG
antibodi yang menyerang antigen A atau B anak, walaupun tanpa adanya sensitisasi
(penyerangan dari antigen tersebut).12
Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang muncul pada bayi yang mengalami ikterus akibat inkompatibilitas
ABO adalah anemia yang bermakna dan hiperbilirubinemia.10 Kriteria yang lazim digunakan
untuk menegakkan hemolisis neonatus akibat inkompatibilitas ABO adalah:10
1. Ibu memiliki golongan darah O dengan antibody anti-A dan anti-B di dalam
serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah A, B, atau AB.
2. Ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama.
3. Terdapat anemia, retikulosis, dan eritriblastosis dengan derajat bervariasi.
4. Kausa hemolisis yang lain telah disingkirkan dengan teliti.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non-medikamentosa dapat berupa informasi yang bersifat edukatif
terhadap orang tua bayi yang bersangkutan. Informasi tersebut dapat berupa info gizi, peran
imunisasi, dan pentingnya kasih sayang orang tua terhadap tumbuh kembang bayi. Perlunya
diberikan edukasi kepada orang tua supaya kebutuhan anaknya dapat terpenuhi dengan baik.
Penatalaksanaan medicamentosa digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia
dengan merangsang induksi sel-sel hati guna mepengaruhi penghancuran heme atau untuk
mengikat bilirubin dalam usus halus sehingga reabsorbsi enterohepatik menurun. Di
antaranya adalah penggunaan Imunoglobulin I.V pada bayi dengan inkompatibilitas ABO
untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi tukar. Penggunaan
immunoglobulin iv 0,5-1 g/kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian
hanya dilakukan jika bayi mengalami penyakit autoimun hemolitik dan kadar bilirubin total
meningkat walaupun telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL kadar
transfusi tukar.
Yang harus diperhatikan sebelum melakukan fototerapi intensif dan atau transfusi
tukar adalah Bilirubin total & direk, golongan darah (ABO, Rh), Coomb’s Test, serum
albumin, pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi, dan jumlah
retikulosit. Fototerapi diperbolehkan untuk dilakukan di rumah sakit atau di rumah pada
kadar bilirubin total 2-3 mg/dL untuk bayi dengan usia >= 38 minggu dan sehat. Fototerapi
intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang
gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan 30 uW/cm2.6 Bayi harus ditutup matanya, dalam
keadaan telanjang dan dalam jarak 45 cm antara sinar dan bayi. Berikan ASI tiap 2 jam, ukur
suhunya tiap 4 jam, dan cek kadar bilirubin tiap 12 jam. Jika kadarnya sudah <10 mg/dL
makan hentikan terapi sinar. Tetapi bila konsentrasi bilirubin tidak juga turun atau justru
cenderung mengalami kenaikan pada bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan
besar telah terjadi hemolisis. Beberapa efek samping fototerapi adalah perubahan suhu tubuh
bayi, konsumsi oksigen, laju napas, dapat timbul kemerahan jika terlalu panas (Bronze Baby
Syndrome), dan hilangnya cairan tubuh (insensible loss).6
Transfusi tukar dilakukan jika fototerapi intensif gagal dilakukan. Pada kasus-kasus
yang berat dan jarang terjadi, di mana untuk mengoreksi tingkat anemia atau
hiperbilirubinemia yang sudah berbahaya, penatalaksanaan untuk bayi adalah dengan cara
melakukan transfusi tukar dengan gol darah O yang memiliki tipe Rh sama dengan bayi.11
Transfusi tukar memiliki efek samping untuk bayi, di antaranya bayi bisa mengalami
hipokalsemia, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa, pendarahan, infeksi,
hemolysis, dan bisa menyebabkan gangguan kardiovaskular.6
Komplikasi
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin, atau
kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat tinggi,
cedera sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk
mengikat albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia, hipotermia,
hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolalitas, dapat menurunkan ambang toksisitas
bilirubin dengan cara membuka sawar darah otak. Pada bayi cukup bulan tanpa hemolisis,
kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25 mg/dl (428 µmol/l).
Semakin rendah berat lahir bayi, semakin rendah kadar toksik.13
Pada bayi cukup bulan, ensefalopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2
dan ke-5. Gambaran klinis ensefalopati bilirubin tidak dapat dibedakan dari sepsis, asfiksia,
perdarahan intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi,
tidak mau makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi
menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (high-pitched cry). Refleks
tendon dan respirasi menjadi terdepresi. Bayi akan mengalami opistotonus disertai
penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik-klonik umum. Jika bayi dapat
bertahan hidup, gambaran-gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia dua bulan,
kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan irregular, dan kejang. Pada akhirnya anak
tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus, kelainan pandangan ke atas,
dan disartria.13
Prognosis
Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati
dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat
dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan
kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami
sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif. Jika
titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan. Titer
kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka prognosis
janin diperkirakan baik. Prognosis inkompatibilitas ABO adalah dubia ad bonam.14
Kesimpulan
Bayi usia 38 minggu yang pada saat usianya 12 jam terdapat warna kuning yang
menjalar dari muka hingga ke seluruh badannya dalam waktu 24 jam mengalami ikterus
neonatorum yang termasuk keadaan patologis karena munculnya ikterus kurang dari 24 jam.
Selain itu, pembuktian bahwa bayi ini tergolong ikterus patologis adalah dengan cara
memeriksa kadar bilirubinnya. Kemudian, untuk mengetahui penyebabnya, diperlukan
adanya pemeriksaan penunjang seperti Tes Coomb. Karena bayi ini baru lahir, penyebab
tersering ikterus ini adalah ketidakcocokan golongan darah bayi dengan golongan darah ibu,
sehingga untuk terapinya, tergantung dari keparahan anemia yang ditimbulkan (akibat adanya
hemolysis) dan hiperbilirubinemia pada bayi. Ada beberapa pilihan terapi, di antaranya
immunoglobulin, fototerapi, transfusi tukar, atau jika sudah sangat parah kombinasi antara
transfusi tukar dengan fototerapi.
Daftar Pustaka
1. Hassan R, Alatas H, ed. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-4. Jakarta: Infomedika; 2007.
h.1051-165.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC;
2009.h.77-89.
3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan
riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2009.h.649-54.
4. Alpers A, Rudolph AM, et al. Buku ajar pediatric rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC,
2006.h.245.
5. Maisels MJ. Historical perspectives: transcutaneous bilirubinometry. Neoreviews
[internet]. 2006 [cited 2013 June 17]; 7(5): 217-25. doi: 10.1542/neo.7-5-e217.
Available from: http://neoreviews.aappublications.org/content/7/5/e217/F3.full.
6. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar
neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI, 2008.h.11-21, 147-69.
7. Skor ballard. 22 Januari 2010. Diunduh dari
http://www.uichildrens.org/childrens-content.aspx?id=234004. 18
Juni 2013.
8. American Academy of Family Physicians. Updated AAP guidelines on newborn
screening and therapy for congenital hypothyroidism [internet]. 2007 [cited 2013 June
17]. Available from: http://www.aafp.org/afp/2007/0801/p439.html.
9. Sydor AM, Lebowitz H, Carr P, ed. Current pediatric diagnosis & treatment. 18 th ed.
USA: McGraw-Hill, 2007.p.14.
10. Behrman, Richard E. Esensi pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta: EGC, 2003.h.242.
11. Kliegman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 2007.p.772.
12. Kumar V, et al. Robbins and cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier, 2010.p.460-1.
13. Schwartz MW.Pedoman klinis pediatri.Jakarta : EGC;2005.h.483-4
14. Insley J. Vade mecum pediatri ed 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
h.249.