BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke
kehidupan ekstra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan
Asfiksia neonatus akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluran CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah
satu penyebab pentiong morbilitas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa
neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini.
Aspirasi melonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit, yang sering terjadi
pasca asfiksia. Pada penderita asfiksia dapat pula ditemukan penyakit lain yaitu
gangguan fungsi jantung, renjatan neonatus, gangguan fungsi ginjal, atau kelainan
gastrointestinal. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah benyak berperan dalam
menurunkan angka kematian dan kesakitan neonatus.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan 28
hari,dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi
diluar rahim.
Angka kejadian akibat asfiksia di Rumah sakit di Jawa Barat adalah 25,2% dan
angka kematian di rumah sakit rujukan propinsi di Indonesia mencapai 41,94%. Data
mengungkapkan bahwa sekitar 10% bayi baru lahir di rumah sakit membutuhkan bantuan
bantuan bernafas, dari yang ringan hingga resusitasi ekstensif.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.
Melihat dari prosentasi diatas bayi yang mengalami asfiksia akan menimbulkan
masalah lanjut seperti kematian. Oleh karena peran perawat sangatlah penting dalam
memberikan asuhan keperawatan diantaranya preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Upaya preventif yaitu mencegah asfiksia ini terjadi degan cara ibu menjaga
1
nutrisi saat kehamilan dan perat tim medis dalam membantu persalinan. Upaya promotif
yaitu pendidikan kesehatan bagi keluarga.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari asfiksia?
2. Apa saja Etiologi dari asfiksia?
3. Bagaimana Patofisiologi dari asfiksia?
4. Apa saja Manifestasi dari asfiksia?
5. Apa saja klasifikasi dari asfiksia?
6. Apa saja Komplikasi dari asfiksia?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari asfiksia?
8. Bagaimana Pemeriksaan diagnostic dari asfiksia?
9. Bagaimana farmakologi dari asfiksia?
10. Bagaimana Asuhan keperawatan dari asfiksia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari asfiksia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari asfiksia.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari asfiksia.
4. Untuk mengetahui manifestasi dari asfiksia.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari asfiksia.
6. Untuk mengetahui komplikasi dari asfiksia.
7. Untuk mengetahui penatalaksanan asfiksia.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari asfiksia.
9. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dari asfiksia.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari asfiksia.
1.4 Manfaat
1. Sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan padi bayi asfiksia.
2. Bisa memberikan tindakan keperawatan secara tepat pada bayi asfiksia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang
berhenti") merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat
mengancam jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan
hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya
depresi dari susunan saraf pusat ( CNS ) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk
bernafas.
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
2.2 Etiologi
A. Penyebab asfiksia pada bayi menurut monhtar (1989)
1. Asfiksia dalam kehamilan :toksik obat bius,anemia berat,cacat bawan.
2. Asfiksia dalam persalinan : Asfiksia ini karena bayi Kekurangan O2 saat
persalinan,adapun penyebabya adalah :
a. partus lama
b. kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke
uri,tekanan terlalu kuat dari kepala anak ke plasenta.
B. Penyebab asfiksia menurut Straight 2004 :
3
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi
oleh kehamilan, obat-obataTinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi
plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan
kelahiran.
C. Penyebab asfiksia menurut Towel (1996)
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pembertian obat analgetik atau
anastesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi, dsb.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solution plasenta, dsb.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilicus dan menghambat gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin,
dll.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi
saat persalinan misalnya perdarahan intracranial, kelainan congenital pada
4
bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran
pernapasan, hipoplasia paru.
D. Faktor Tali Pusat
1. Lilitan tali pusat
2. Tali pusat pendek
3. Simpul tali pusat
4. Prolapsus tali pusat
E. Faktor Bayi
1. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
2. Kelainan bawaan (kongenital)
3. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
2.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
5
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
6
Hipoksia ibu,ganggun aliran darah uterus,faktor plasenta,faktor fetus,faktor tali pusat
ASFIKSIA
Janin kekurangan O2 dan kadar CO2
Nafas cepat
dipneu
Pola nafas inefektif
Suplai O2 dalam darah
Suplai O2 di perifer
Perfusi jaringan
Gangguan perfusi jaringan
hipotermi
Gangguan termoregulasi
Alveoli terisi cairan
Gangguan pertukaran gas
2.4 WOC
7
2.5 Manifestasi Klinis
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
2.6 Klasifikasi
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian
APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan
sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan
perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai
apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai
oleh Apgar, yaitu :
8
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
1. Appearance
(warna kulit)
Seluruh tubuh
biru atau putih
Badan merah,
kaki biru
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
2. Pulse
(bunyi jantung)
Tidak ada Kurang dari
100 x/ menit Lebih dari
150 x/ menit
3. Grimance
(reflek)
Tidak ada
Lunglai
Menyeringai
Fleksi ekstremitas
Batuk dan bersin
4. Activity
(tonus otot)
Tidak ada
Fleksi kuat, gerak
aktif
5. Respirotary
effort
(usaha bernafas)
Lambat atau
tidak ada Menangis kuat
atau keras
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian
frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila
frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang.
Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila
apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi
menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga
tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-
merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
9
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali
permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit,
tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada.
2.7 Klomplikasi
a.Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b.Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d.Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
10
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor Adalah Sebagai Berikut :
1. Apgar skor menit I : 0-3
a. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan
segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang
nafas lekukan resusitasi.
b. Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube
ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian
dibawa ke ICU.
c. Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium
Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada
asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam.
Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat
jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung
disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2. Apgar skor menit I : 4-6
Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang
dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag
dan mask ventilation dan pijat jantung.
3. Apgar skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi
adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian
mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia
dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian
hidung karena untuk menghindari aspirasi paru.
Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut
kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
11
2.7.2 Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya
bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang
diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
a. Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
2. Metode :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan
atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke
paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-3
cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian
belakang) sehingga mudah disingkirkan.
Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan
nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir
(sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no
10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan
hidung.
2.7.3 Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
2. Metode :
12
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan
temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut
hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu
tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang
dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu
ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang
tembus pandang.
2.7.4 Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
1. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
2. Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi
harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai
pengukur tekanan.
Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal.
Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan
paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini
dapat menyebabkan pneumotorax.
Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut
mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
13
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua
paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab
berikut :
Perlekatan sungkup kurang sempurna.
Arus udara terhambat.
Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
a. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
b. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
c. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
d. Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-
nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin
dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :
3. Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH
1. 0 – 3 Berat < 7,2
2. 4 – 6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994
14
2.9 Farmakologi
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun
telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk
paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan,
apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan
intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.
2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan
(cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1
disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
15
2.10 Asuhan Keperawatan
2.10.1 Tahap pengkajian
1. Identitas umum
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah
saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan
dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Data riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang
kaki atau sungsang
3. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama
lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan
belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan
b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan
tremor.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
16
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan
yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6.Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan lemah
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
4. Pemeriksaan penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa
atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering
terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik
sering terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
17
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
4. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas infektif b/d kadar CO2 meningkat di paru.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d suplai O2 di perifer menurun.
3. Gangguan pertukaran gas b/d alveoli terisi oleh cairan.
4. Gangguan termoregulasi b/d hipotermi.
Dx 1. pola nafas inefektis b/d kadar CO2 meningkat.
Tujuan :
a. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi
(-)
b. Pasien bebas dari dispneu
Intervensi
1. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
R/ Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha
dalam bernafas
2. Observasi dari kemampuan exspansi dada dan peningkatan fokal fremitus
R/ Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya
cairan dapat meningkatkan fremitus
cairan dapat meningkatkan fremitus
3. Catat karakteristik dari suara nafas
18
R/ Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran
nafas
5. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu
R/ Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten
Dx 2. Gangguan perfusi jaringan b/d suplai O2 dalam darah menurun.
Tujuan
setelah dilakukan asuha keperawatan, maka klien menunjukkan keefektifan pompa
jantung, perfusi jaringan jantung dan perfusi jaringan perifer.
Intervensi
1. Monitoring gas darah
R/ menegetahui keadaan normal
2. Kaji denyut jantung
R/ Untuk mengetahui keadaan normal denyut jantung DJJ 80-120 x/menit
3. Monitoring system jantung dan paru (resusitasi)
R/ Untuk mengetahui fungsi kerja jantung dan paru secara normal.
4. Berikan O2 secara adekuat
R/ Agar kebutuhan O2 terpenuhi dan tidak terjadi sianosis.
Dx 3. Gangguan pertukaran gas b/d alveoli terisis oleh cairan
Tujuan
a. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai BGA
normal
b. Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas
R/ Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha
nafas
19
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan
wheezing
R/ Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena
peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi
atau adanya mukus pada jalan nafas
3. Kaji adanya cyanosis
R/ Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis
muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat
R/ Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
R/ Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
6. Berikan humidifier oksigen dengan masker rebreathing / non rebreathing jika ada
indikasi
R/ Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang
sesuai
Dx 4. Gangguan termoregulasi b/d hipotermi
Tujuan
a. Tidak terjadi hipotermia
Kriteria
b. Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
20
c. Akral hangat, Warna seluruh tubuh kemerahan
Intervensi
1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer)
R/ Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi
menjadi hangat
2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering dan hangat.
R/ Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi
3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
R/ Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
21
BAB III
TINJAUAN KASUS
Contoh kasus
Ny.G 26 th suku batak pendidikan SMA pekerjaan IRT agama Kristen alamat jln
ciliwung no 1 Bengkulu dan Tn.B 29 th suku batak pendidikan SMA pekerjaan PNS
agama Kristen alamat jln ciliwung no 1 Bengkulu.Datang ke klinik bersalin Irmia
dengan kehamilan 39 minggu. Sebelumnya Ny.G periksa ANC 6X selama kehamilan
ke bidan. Kemudian Ny.G melahirkan anak “C” perempuan merupakan anak pertama
dengan pertolongan dokter secara pervaginaan. Kala I :18 jam,kala II :2,5 jam, kala
III:20 menit dank ala IV :2 jam. Keadaan bayi tidak langsung menangis warna kulit
kebiruan dan terlihat sianosis tonus otot lemah. Pada pemeriksan fisik diperoleh data
RR:28x/menit,HR :98x/menit,suhu :35,5oC,BB :3200 gram,PB :43 cm,lil:14
cm,LK/LD :32/32 cm.
PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Bayi : an”c”
Umur : BBL 1 jam yang lalu
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke : 1
Nama Orang Tua
Nama Ibu : Ny. G
Umur : 26 tahun
Suku/bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen
Alamat : Jl.Ciliwung no 1 Bengkulu
Nama Ayah : Tn.B
Umur : 29 tahun
22
Suku/bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Agama : Kristen
Alamat : Jl.Ciliwung no 1 Bengkulu
2.Keluhan Utama
Ibu mengatakan saat anaknya lahir,bernafas dengan megap,warna kulitnya kebiru-biruan
dan ekstremitas terkulai
3.Riwayat Kesehatan
a.Penyakit Menular
Ibu mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit TBC,Hepatitis,PMS
b.Penyakit Keturunan
Ibu mengatakan bahwa keluarganya tidak ada menderita penyakit DM,Asma dan jantung
4.Riwayat Kehamilan
- Umur Kehamilan : 39 Minggu
- Periksa ANC : ke Bidan
- Frekuensi ANC : 6x selama hamil
- Penyakit Ibu Selama hamil : ada Diametes melitus
5.Riwayat Persalinan
- Jenis Persalinan : Pervaginam dengan tindakan vakum
- Atas Indikasi : Diabetes Melitus
- Partus di : Klinik Bersalin Irmia
- Ditolong oleh : Dokter
- Kala 1 :18 jam : Kala II : 2,5 Jam : Kala III: 20
Menit Kala IV:2 Jam
- Keadaan bayi saat lahir :-Bayi tidak langsung menangis
-Warna kulit kebiru-biruan dan tonus
Otot lemah
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum Bayi : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
23
· Tanda-tanda vital :
RR : 28 x/menit
Pols : 98 x/menit
Temp : 35,5 0C
· Antropometri
BB : 3200 gr
PB : 43 cm
LILA : 14 cm
LK/ LD : 32 cm / 32 cm
C. Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama
lambung belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan
belum sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan
b.a.k, saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan
tremor.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi penurunan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura
belum menutup dan kelihatan masih bergerak
24
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan
yang cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6. Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan lemah
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c. Tanda-tanda vital;
hipotermi Tanda : ketidakefektifan termoregulasi
25
Analisa data dan perumusan masalah
No. Data Etiologi Masalah
1.
2.
3.
4.
4.
DS: px mengatakan nafas
anaknya megap dan
terdapat cuping hidung.
DO: RR : 28x/menit
DS:ibu mengatakan
ekstremitas anaknya
berwarna
kebiruan,pergerakan
ekstreitas lemah
DO: sianosis
DS :ibu mengatakan
DO :terdapat cairan amnion
di alveoli
DS :ibu mengatakan
bayinya akr
DO :akral dingin,suhu :35,5 0C
Polas nafas inefektif
Gangguan perfusi
jaringan
Gangguan
pertukaran gas
Gangguan
termoregulasi
26
Nafas cepat
dipsneu
Pola nafas inefektif
Suplai O2 dlm darah
Suplai O2 di perifer
Perfusi jaringan
Alveoli terisi cairan
Gangguan pertukaran gas
Suplai O2 dalam darah
hipotermi
Gangguan termoregulasi
2.10.2 Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas infektif b/d kadar CO2 meningkat di paru.
2. Gangguan perfusi jaringan b/d suplai O2 di perifer menurun.
3. Gangguan pertukaran gas b/d alveoli terisi oleh cairan.
4. Gangguan termoregulasi b/d hipotermi.
27
2.10.3 Rencana keperawatan
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
1 Pola nafas inefektif b/d
meningkatnya kadar
CO2
Tujuan:
a. Pasien dapat
mempertahankan
jalan nafas
dengan bunyi
nafas yang jernih
dan ronchi (-)
b. Pasien bebas dari
dispneu
c. Mengeluarkan
sekret tanpa
kesulitan
d. Memperlihatkan
tingkah laku
mempertahankan
jalan nafas
e. Jalan napas
paten
1. Catat perubahan
dalam bernafas dan pola
nafasnya.
2. Observasi dari
kemampuan
exspansi dada dan
peningkatan fokal
fremitus
3. Catat karakteristik
dari suara nafas
Penggunaan otot-otot
interkostal/abdominal/lehe
r dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
Pengembangan dada dapat
menjadi batas dari
akumulasi cairan dan
adanya cairan dapat
meningkatkan fremitus
Suara nafas terjadi karena
adanya aliran udara
melewati batang tracheo
branchial dan juga karena
adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran
28
nafas
4. Pertahankan posisi
tubuh/posisi kepala
dan gunakan jalan
nafas tambahan bila
perlu
Pemeliharaan jalan
nafas bagian nafas
dengan paten
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
5. Kolaborasi dengan team
medis dalam pemberian
O2 dan pemeriksaan
Menjamin oksigenasi
jaringan yang adekuat
terutama untuk jantung
29
3
kadar gas darah arteri. dan otak. Dan
peningkatan pada kadar
PCO2 menunjukkan
hypoventilasi
2
2
Gangguan perfusi
jaringan b/d suplai O2
dalam darah menurun.
Tujuan
setelah dilakukan asuhan
keperawatan, maka klien
menunjukkan keefektifan
pompa jantung, perfusi
jaringan jantung dan perfusi
jaringan perifer.
1. Monitoring gas
darah
2. Kaji denyut jantung
3. Monitoring system
jantung dan paru
(resusitasi)
4. Berikan O2 secara
adekuat
menegetahui keadaan
normal gas darah.
Untuk mengetahui
keadaan normal
denyut jantung DJJ
80-120 x/menit
Untuk mengetahui
fungsi kerja jantung
dan paru secara
normal.
Agar kebutuhan O2
terpenuhi dan tidak
terjadi sianosis.
Gangguan pertukaran
gas b/d alveoli terisis
oleh cairan
Tujuan
d. Pasien dapat
5. Kaji status
pernafasan,
catat
Takipneu adalah
mekanisme
kompensasi untuk
30
memperlihatkan
ventilasi dan
oksigenasi yang
adekuat dengan
nilai BGA
normal
e. Bebas dari gejala
distress
pernafasan
peningkatan
respirasi atau
perubahan
pola nafas
6. Catat ada
tidaknya
suara nafas
dan adanya
bunyi nafas
tambahan
seperti
crakles, dan
wheezing
7. Kaji adanya
cyanosis
hipoksemia dan
peningkatan usaha
nafas
Suara nafas
mungkin tidak
sama atau tidak ada
ditemukan. Crakles
terjadi karena
peningkatan cairan
di permukaan
jaringan yang
disebabkan oleh
peningkatan
permeabilitas
membran alveoli –
kapiler. Wheezing
terjadi karena
bronchokontriksi
atau adanya mukus
pada jalan nafas
Selalu berarti bila
diberikan oksigen
31
8. Berikan
istirahat yang
cukup dan
nyaman
9. Berikan
humidifier
oksigen
dengan
(desaturasi 5 gr dari
Hb) sebelum
cyanosis muncul.
Tanda cyanosis
dapat dinilai pada
mulut, bibir yang
indikasi adanya
hipoksemia
sistemik, cyanosis
perifer seperti pada
kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
Hipoksemia dapat
menyebabkan
iritabilitas dari
miokardium
Menyimpan tenaga
pasien, mengurangi
penggunaan oksigen
32
masker
rebreathing /
non
rebreathing
jika ada
indikasi
Memaksimalkan
pertukaran oksigen
secara terus menerus
dengan tekanan yang
sesuai
e
3
3
.
Gangguan perfusi
berhubunga dengan
suplai dalam darah
menurun.
Tujuan
setelah dilakukan askep,
maka klien
menunjukkan
keefektifan pompa
jantung, perfusi jaringan
jantung dan perfusi
jaringan perifer.
1. Monitoring gas darah
2. Kaji denyut jantung
3. Monitoring system
jantung dan paru
(resusitasi)
4. Berikan O2 secara
adekuat
menegetahui keadaan
normal
Untuk mengetahui keadaan
normal denyut jantung DJJ
80-120 x/menit
Untuk mengetahui fungsi
kerja jantung dan paru
secara normal
Agar kebutuhan O2
terpenuhi dan tidak terjadi
33
sianosis.
5. Gangguan
termoregulasi
berhubungan dengan
hipotermi
Tujuan
Tidak terjadi hipotermia
Kriteria
Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C
Akral hangat
1. Letakkan bayi terlentang
diatas pemancar panas
(infant warmer)
Mengurangi kehilangan
panas pada suhu
lingkungan sehingga
meletakkan bayi
menjadi hangat
Warna seluruh tubuh
kemerahan
2. Singkirkan kain yang
sudah dipakai untuk
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang
kering dan hangat.
2. Mencegah kehilangan
tubuh melalui konduksi.
No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
34
3. Observasi suhu bayi
tiap 6 jam.
3. Perubahan suhu tubuh
bayi dapat menentukan
tingkat hipotermia
4. Kolaborasi dengan
team medis untuk
pemberian Infus
Glukosa 5% bila ASI
tidak mungkin
diberikan.
4. Mencegah terjadinya
hipoglikemia
35
36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran
gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau
tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai
dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga
terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat
awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob
yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung
berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan
fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak
yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
B. Saran
Adapun saran yang dapat tim penyusun sampaikan untuk mahasiswa Prodi S1
Keperawatan agar dapat memahami masalah pada anak dengan asfiksia neonatorum, agar
dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dalam memberikan tindakan keperawatan
pada pasien
37
Top Related