Download - Makala h

Transcript

BAB I KONSEP TEORI

A. Definisi Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis), tubulus, dan jaringan intestinal dari salah satu atau kedua ginjal. (Brunner dan Suddarth, 2002)Pielofritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama satu sampai dua minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.

B. Etiologi Penyebab dari pielonefritis adalah berbagai macam bakteri. uropatogen adalah agen bakteri yang meliputi Escherichia coli, klebsilla, proteus, dan staphylococcus aureus. Infeksi saluran kemih terutama pada kondisi statis kemih akibat batu saluran kemih, refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses penuaan, serta peningkatan kadar glukosa dalam urine pada pasien diabetes melitus dimana akan menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih besar. C. KlasifikasiGinjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih atau urin keluar tubuh. berbagai penyakit dapat menyerang komponen komponen ginjal, antar lain yaitu infeksi ginjal. Pielonefritis dibagi dua macam yaitu :1. Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Pielonefritis akut biasanya sin gkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru, 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesardisertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi. Infeksi ginjal lebih sering terjadipada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebihpendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.2. Pielonefritis kronisPyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan reflukurin. Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjalpun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidakberfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pielonefritis akut Sering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan hidro nefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

D. Manisfestasi Klinis Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudiandapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah.Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapatberupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.Dapat terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebatyang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanyairitasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaranpada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perutberkontraksi kuat.Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebihsulit untuk dikenali. Tanda gejala sesuai dengan klasifikasi meliputi : 1. Pyelonefritis akut ditandai dengan :a. Pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjalb. Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil,nausea,c. nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahanfisik.d. Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.e. Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapahari.f. Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuriadengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darahputih.

2. Pielonefritis kronis Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:a. Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidakmempunyai gejala yang spesifik.b. Adanya keletihan.c. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.d. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun.e. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalamigagal ginjal.f. Ketidak normalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.g. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan lukapada jaringan.h. Hipertensi

E. PatofisiologiInvasi bakteri pada parenkim ginjal memberikan manisfestasi peradangan dalam bentuk pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor invasi bakteri dan faktor imunologis host. Faktor bakteri seperti Escherichia coli yang bersifat uropatogenik menempel pada sel epitel, dan mampu bertahan dari pembersihan aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada epitel dan memicu respon peradangan aliran urine. Invasi bakteri ini melakukan proses fagositosis dalam urine secara maksimal pada pH 6,5-7,5 dan osmolalitas dari 485 mOsm. Apabila nilai-nilai ini menyimpang akan mengakibatkan penurunan proses fagositosis secara signifikan. Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjalberasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagianatas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal,yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alatseperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bilaterdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang mempersulitpengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik danpelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang daripielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecilserta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal. Respon perubahan patologis pada saluran kemih bagian atas akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami pielonefritis akut. F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritisadalah:1. Laboratorium : pada pemeriksan darah menunjukan adanya leukositosis disertai peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal akan mengakibatkan terjadinya penurunan faal ginjal. Hasil kultur urine terdapat bakteriuria dan tes sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab sehingga dapat ditemukan agens antimikroba yang tepat. 2. Radiologi : pemeriksaan foto polos pada abdomen menunjukan adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dan batu saluran kemih. Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnosa banding dengan inflamasi pada organ disekitar ginjal antara lain : pankreatitis, apendisitis, kolesistitis, divertikulitis, pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis. dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan airkemih lainnya3. Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obtruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran. 4. BUN/ kreatinin : meningkat diatas normal (rasio normal 10:1 hingga 20:1)5. Serum Electrolytes6. Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologik.7. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahanatau abnormalitas struktur.

G. Penatalaksanaan Medis Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akansembuh tuntas. Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakitkambuh kembali terutama pada penderita yang kekebalan tubuhnya lemahseperti penderita diabetes atau adanya sumbatan atau hambatan aliran urinmisalnya oleh batu, tumor dan sebagainya. 1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro)selama 14 hari.b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasanyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obatfarmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic sepertioxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine).c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakanginjal secara progresif.

2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E.Smith tahun 2007:a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.b. Monitor Vital Sign.c. Melakukan pemeriksaan fisik.d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.f. Memantau input dan output cairan.g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes).h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedurpengobatan. Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama danmemakan banyak biaya yang dapat membuat pasien berkecil hati.

H. KomplikasiAda tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut(Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669)1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal,terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinyaobstruksi.2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yangdekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dansistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami pereganganakibat adanya pus.3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluaske dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu)(Brunner & Suddarth, 2002: 1437).

Invasi kuman bakteri kesaluran kemih WOC

Ketidakmampuan pertahanan lokal terhadap infeksi

Penempelan bakteridiurotelium lokal terhadap infeksi

Pemenuhan informasi Pielonefritis akut

Resiko kekambuhan infeksi saluran kemihReaksi infeksi-inflamasi lokal, iritasi pada saluran kemihProses demam, menggigilReaksi infeksi inflamasi sistemik

Hipertermi Maturia, piuria, disuria, urgensiAnoreksia, mual

Nyeri pada pinggang, perut, panggul, pinggang, nyeri tekan pada sudut kostovertebraBB menurun

Kelemahan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Laju metabolik meningkatPerubahan eliminasi urine

Nyeri

Resiko kekurangan volume cairan

BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. PENGKAJIANDalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri dari informasi subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan yang diidentifikasi pada daftar diagnose keperawatan pada tahun 1992 yang dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif yang dilaporkan oleh klien dan orang terdekat, informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa yang seseorang inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian yang dapat menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan, mitos, kesalahan konsep, atau rasa takut. Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges yang dimana pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal solution plasenta (tergolongi ntrapartum) terdiri dari :

1. Identitas klien langkap2. Aktivitas atau istirahatDikaji secara subyektif yang terdiri dari data tidur istirahat 24 jam terakhir, pekerjaan, kebiasaan aktivitas atau hobi. Dan secara obyektif, data terdiri dari pengkajian neuro muscular.3. SirkulasiSecara subyektif mulai dari riwayat, peningkatan tekanan darah, masalah jantung, keadaan ekstremitas serta kelaian-kelainan yang disamapaikan oleh klien perihal sirkulasi. Dan secara obyektif yang terdiri dari TD berbagai posisi (duduk, berbaring, berdiri, baik kanan maupun kiri), nadi secara palpasi, bunyi jantung, ekstremitas (suhu, warna, pengisian kapiler, tanda hofman, varises), warna/sianosis diberbagai region tubuh.

4. Integritas EgoSecara subyektif mulai dari kehamilan yang direncanakan, pengalaman melahirkan sebelumnya, sikap dan persepsi, harapan selama persalinan, hubungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan (ayah), masalah financial, religious, faktor budaya, adanya faktor resiko serta persiapan melahirkan. Dan secara obyektif, terdiri dari respon emosi terhadap persalinan, interaksi dengan orang pendukung, serta penatalaksanaan persalinan.

5. Eliminasi Data didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan eliminasi6. Makanan atau cairanData didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan makanan atau cairan yang masuk kedalam tubuh baik secara parenteral maupun enteral serta kelainan-kelainan yang terkait. 7. HigieneData didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kebersihan diri klien.8. NeurosensoriData didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan kondisi neurosensori dari klien9. Nyeri/KetidaknyamananData didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan rasa nyeri atau ketidaknyamanan dari klien akibat dari proses persalinan.10. PernafasanData didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan pernafasan serta kelainan-kelainan yang dialami dan kebiasaan dari klien.11. KeamananData didapat secara subyektif dan obyektif terkait dengan alergi/sensitivitas, riwayat PHS, status kesehatan, bulan kunjungan prenatal pertama, masalah dan tindakan obstetric sebelumnya dan terbaru, jarak kehamilan, jenis melahirkan sebelumnya, tranfusi, tinggi dan postur ibu, pernah terjadi fraktur atau dislokasi, keadaan pelvis, persendian, deformitas columna fertebralis, prosthesis, dan alat ambulasi. Dan data objektif diperoleh dari suhu, integritas kulit (terjadi ruam, luka, memar, jaringan parut), parastesia, status dari janin mulai dar frekuensi jantung hingga hasil, status persalinan serta kelainan-kelainan terkait, kondisi dari ketuban, golongan darah dari pihak ayah ataupun ibu, screening test dari darah, serologi, kultur dari servik atau rectal, kutil atau lesi vagina dan varises pada perineum.

12. SeksualData subjektif di dapat dari periode menstruasi akhir serta keadaan - keadaan terkait seksual dari ibu ataupun bayi dan juga riwayat melahirkan. Data objektif di dapat dari keadaan pelvis, prognosis untuk melahirkan, pemeriksaan bagian payudarah dan juga tes serologi.13. Interaksi SosialData subjektif di dapat dari status perkawinan, lama tahun berhubungan anggota keluarga, tinggal dengan, keluarga besar, orang pendukung, leporan masalah. Data objektif di dapat dari komunikasi verbal/non verbal dengan keluarga/orang terdekat, pola interaksi social (perilaku).B. Analisa dataAnalisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pengelompokan temuan yang berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap parameter normal yang dibuat. Kemudian, untuk membuat diagnose keperawatan manjadi akurat adalah identifikasi masalah yang memfokuskan perhatian pada respon fisik atau perilaku saat ini atau beresiko tinggi yang mempengaruhi kualitas hasrat hidup klien atau pada apa yang menjadi kebiasaan (Doenges, 2001).Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien, orang terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan penatalaksanaan (Doenges, 2001:14).The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) telah menerima definisi kerja dari diagnose keperawatan, yaitu: penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnose keperawatan memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat.Diagnosa keperawatan dari ASKEP solution plasenta, diantaranya : 1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jaringan.2. Ansietas berhubungan dengan ancaman yang dirasakan pada klien atau janin3.

C. Rencana Keperawatan dan ImplementasiRencana keperawatan tidak hanya terdiri dari tindakan yang dilakukan karena pesanan/ketentuan medis, tetapi juga koordinasi tertulis dari perawatn yang diberikan oleh semua disiplin pelayanan kesehatan yang berhubungan. Tindakan keperawatan mandiri adalah bagian integral dari proses ini. Tindakan kolaboratif didasarkan pada aturan medis sertan anjuran atau pesanan dari disiplin lain yang terlibat dengan asuhan terhadap klien.Pada bagian ini, mengkomunikasikan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mencapai hasil klien yang diinginkan. Rasional untuk intervensi perlu logis dan dapat dikerjakan dengan tujuan memberikan perawatan individual. Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratifdan mencakup pesanan dari keperawatan, kedokteran, dan disiplin lain (Doenges, 2001).

Rencana keperawatan1. Diagnosa 1 : Nyeri b.d infeksi pada ginjal.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien merasa nyaman dan nyeri berkurang ataupun hilang.Kriteria hasil : Tidak ada keluhan nyeri saat berkemih. Tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah. Tidak ada kegelisahan.

IntervensiRasional

1. Pantau intensitas,lokasi, dan faktor yang memperberat atau meringankan nyeri.Untuk mengetahui skala nyeri yang dialami oleh klien.

2. Anjurkan klien untuk beristirahat yang cukup.Dengan istirahat yang cukup dapat merilekskan otot-otot klien.

3. Anjurkan klien untuk minum dalam jumlah banyakUntuk membantu klien dalam berkemih.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesik.Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri.

2. Diagnosa 2 : Hipertermi b.d respon imunologi terhadap infeksi.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam demam klien berkurang.Kriteria hasil: Suhu tubuh kembali normal. Suhu kulit lembab.

IntervensiRasional

1. Mengobservasi suhu tubuh klien.

Untuk mengetahui seberapa tinggi suhu tubuh klien.

2. Pantau suhu lingkungan.

Suhu rungan dan jumlah elimut harus diubah untuk mmpertahankan suhu mendekati normal.

3. Berikan kompres hangat pada daerah sekitar axila, dan hindari penggunaan alkohol.Untuk membantu mnurunkan suhu tubuh,selain itu alkohol dapa mngeringkan kulit.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi antipiretik.Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

3. Diagnosa 3: Perubahan pola eliminasi urine(disuria,dorongan,frekuensi dan atau nokturia b.d infeksi pada ginjal.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola eliminasi kembali normal.Kriteria hasil : Tidak ada disuria maupun nokturia Input dan output seimbang Pola eliminasi normal kembali

IntervensiRasional

1. ukur dan catat urine setiap kali berkemih.Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mrngetahui input serta output klien.

2. Anjurkan klien untuk minum dalam jumlah banyak agar klien dapat segera berkemih.Untuk membantu meningkatkan input dan output klien.

3. Palpasi kandung kemih.Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian terapi.Untuk membantu menpercepat proses penyembuhan klien.

4. Diagnosa 4 : Resiko kekurangan volume cairan b/d intake tidak adekuat.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secra adekuat.Kriteria hasil : Tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

IntervensiRasional

1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih.Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input ataupun output.

2. Tempatkan klien pada posisi telentang atau sesuai kenutuhan.Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi.

3. Patntau membran mukosa kering.Tugor kulit yang kurang baik, dan rasa haus yang berlebih akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pasien.

BAB III ANALISA KASUS

A. Kasus Seorang remaja Ny.S berumur 18 tahun sudah 1 hari berada diruang penyakit dalam RS.Mawar. Ny.S dibawa keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data Ny. S mengalami disuria. Disuria juga sudah dialami sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan urin didapatkan protein +2, Ny. S sering meminta minum karena merasa haus baik siang maupun malam. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD : 160/100 mmHg, suhu 38,5 0C, Hr 105 x/menit. Lakukan asuhan keperawatan pada Ny.S tersebut. B. Pengkajian Nama : Ny. S Umur : 18 tahun Bangsa / suku: Indonesia Jenis kelamin : perempuan Pendidikan : -Diagnosa Medis: pielonefritis

Keluhan Utama : Px mengeluh nyeri.Riwayat penyakit sekarang :Ny.S dibawa keluarganya ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data Ny. S mengalami disuria. Disuria juga sudah dialami sejak 1 minggu yang lalu. Menurut hasil pemeriksaan urin didapatkan protein +2.Riwayat penyakit dahulu : Klien tidak ada riwayat penyakit dahulu seperti (hipertensi maupun infeksi lain), klien merasakan nyeri sudah sejak 2 minggu yang lalu dan mengalami disuria sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat penyakit keluarga :Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

C. Observasi dan Pemeriksaan fisik :1. Tanda tanda Vital TD : 160/100mmhgSuhu : 38,5 oCNadi : 105 x/menitKesadaran : compos metis Pemeriksaan laboratorium : urin protein +2Pemeriksaan Fisik 1. Sistem Pernafasan (B1)a. Keluhan : tidak Sesak,tidak Nyeri waktu nafasb. Batuk : tidak c. Sekret : tidakd. Irama Nafas: terature. Jenis: Normalf. Suara Nafas : Normal g. Alat bantu nafas : Tidak

2. Sistem KardioVaskuler (B2)a. Keluhan Nyeri Dada: Tidakb. Irama Jantung : Regulerc. S1/S2 tunggal: Yad. Suara Jantung : Normal e. Heart rate : 105x/menit f. CRT : Normal 2 detik g. Akral: Hangat

3. Sistem Persyarafan (B3)a. Kesadaran : Compos metisb. Keluhan Pusing: Tidakc. Pupil: Isokor d. Sclera: Normal e. Konjungtiva: Normal

4. Sistem Perkemihan (B4)a. Inspeksi : Didapatkan disuria, pada pielonefritis yang mengenai kedua ginjal sering didapatkan penurunan urine output karena terjadi penurunan dari fungsi ginjal. b. Palpasi : Didapatkan perasaan tidak nyaman nyeri dan mungkin didapatkan adanya massa dari pembesaran ginjal akibat infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi pada palpasi ginjal. c. Perkusi : perkusi pada sudut kostovertebra memberikan stimulus nyeri lokal disertai suatu penjalaran ke nyeri ke pinggang dan perut.d. Auskultasi : tidak didapatkan adanya bruit ginjal

5. Sistem Pence rnaan (B5)Tidak didapatkan mual atau muntah, didapatkan klien sering meminta minum karena sering haus pada siang maupun malam hari.

6. Sistem Muskoleskeletal (B6)Inspeksi : Tidak didapatkan kelainan pada ekstermitas, pergerakan sendi bebas.Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

D. Analisa Data DataEtiologiMasalah

DO : px mengeluh nyeriDS : Gelisah Wajah menyeringai Skala nyeri 6 Nyeri sudah 2 minggu TD : 160/100 mmHg Suhu : 38,5 C

Pielonefritis

Infeksi pada pieleum dan parenkim ginjal

Reaksi infeksi inflamasi

Nyeri pada pinggang, nyeri perut

Nyeri akut

DO : Suhu Tubuh Pasien meningkat DS : TD = 160/100 mmHg S = 38,5 C RR = 105 x/menit Kulit hangat

Peradangan/ infeksi ginjal proses demam, menggigil

peningkatan suhu tubuh

Hipertermi

DO : Px mengalami disuria DS : Disuria sudah 1 minggu Di dapat hasilpemeriksaan protein 2+ S = 35,5 CIritasi pada saluran kemih

Disuria

Perubahan eliminasi urinPerubahan eliminasi urine

DO : pasien mengeluh sering haus DS : haus dirasakan siang maupun malam hari, kelelahan S : 38,5 Haus berlebih

Kelemahan

Laju metabolik meningkat

volume cairan Resiko kekurangan volume cairan

E. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim 2. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi3. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan respon inflamasi saluran kemih, iritasi saluran kemih 4. kekurangan volume cairan berhubungan dengan rasa haus yang berlebih F. Intervensi Keperawatan 1. Diagnosa : Nyeri akut b/d respon inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.Kriteria hasil: Skala nyeri menurun atau hilang. Px dapat melakukan prinsip management nyeri tanpa bantuan.IntervensiRasional

1. Pantau intensitas nyeri dan skala nyeri.Untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dirasakan px.

2. Lakukan manajemen nyeri keperawatan : a. Atur posisi fisiologis

b. Istirahatkan klien

c. Manajemen lingkungan, berikan lingkungan yang nyaman dan kondusif, batasi pengunjung ruangan

a. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang mengalami iskemia sekunder dari inflamasi b. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer sehingga akan meningkatkan suplai darah ke jaringanc. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien membantu meningkatkan kondisi O2, ruangan yang akan berkurangapabila banyak pengunjung yang berada diruangan

3. Ajarkan teknik relaksasi pada px.

Untuk mengurangi rasa nyeri,meningkatkan kenyamanan pada px.

4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik.Untuk membantu penyembuhan dengan farmakologi.

2. Diagnosa : Hipertermi b/d respon imunologi terhadap infeksi.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah teratasi.Kriteria hasil : Suhu tubuh px turun ataupun normal 36,5o C 37,5o C Tidak merasakan panas lagi

IntervensiRasional

1. Observasi ttv.Untuk mengetahui keadaan umum px.

2. Monitor intake dan output setiap 8 jam.Untuk mengetahui input output cairan melalui parental dan oral.

3. Anjurkan banyak minum bila tidak ada kontra indikasi.Agar tidak mengalami rasa lemas dan dehidrasi.

4. Berikan kompres hangat pada daerah sekitar axilla.Untuk membantu menurunkan suhu tubuh px.

5. Berikan antipieretik sesuai program.Untuk membantu proses penyembuhan px.

3. Diagnosa : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan respon inflamasi saluran kemih Tujuan : Selama 3 x 24 jam gangguan eliminasi dapat teratasi secara optimal sesuai kondisi klien Kriteria hasil : tidak ada keluhan iritasi dalam melakukan miksi, seperti disuria dan urgensi mampu melakukan miksi setiap 3-4 jam produksi urine 50 cc/jam, urine tidak keruh atau urine yang keluar berwarna kuning jernih

IntervensiRasional

1. kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6 jam Menegtahui fungsi ginjal

2. palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih Menilai perubahan kandung kemih akibat dari infeksi saluran kemih

3. istirahatkan pasien Pada kondisi istirahat, maka ada kesempatan jaringan untuk memperbaiki diri

4. anjurkan klien untuk minum minimal 2000 cc/hari Membantu mempertahankan fungsi ginjal

5. kolaborasi : diagnostik kultur dan uji sensitivitas

pemberian antimikroba Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas dapat menentukan jenis antimikroba yang sesuai

Antimikroba yang bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang diberikan sesuai dengan uji sensitivitas

4. Diagnosa 4 : resiko kekurangan volume cairan b.d rasa haus yang berlebihTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam volume cairan terpenuhi dengan baikKriteria hasil : klien tidak merasakan haus lagi baik siang maupun malam memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam IntervensiRasional

1. pantau pola berkemih ukur dan catat produksi urine setiap kali berkemih Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input dan out put

2. pantau membran mukosa yang kering turgor kulit yang kurang baik dan rasa haus yang berlebih memperkuat tanda tanda dehidrasi turgor kulit yang kurang baik dan rasa haus yang berlebih memperkuat tanda tanda dehidrasi

3. Tempatkan pasien pada posisi terlentang tandelenburg sesuai kebutuhan pasien 4. KolaborasaiBerikan terapi cairan ( normal salin ) sesuai indikasi. 3. Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi

4. Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajad kekurangan cairan.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Pielofritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal yang sifatnya akut maupun kronis. Penyebab pielonefritis ini adalah berbagai. uropatogen adalah agen bakteri yang meliputi Escherichia coli, klebsilla, proteus, dan staphylococcus aureus. Infeksi saluran kemih terutama pada kondisi statis kemih akibat batu saluran kemih, refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses penuaan. Dari kasus diatas dapat dilakuakan pengkajian. Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual, muntah.

Saran Untuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien dengan pielonefritis. Untuk mahasiswa agar dapat memahami teentang pielonefritis agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan pielonefritis secara optimal.

Daftar pustaka

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Jakarta : EGCMuttaqin, Arif & Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba MedikaSmeltzer, S,C & Bare B.G. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth edisi 8. Jakarta : EGC