BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum
Berkembangnya bisnis ritel modern/besar sebagai perwujudan perubahan
gaya hidup masyarakat, khususnya di kota – kota besar sudah mulai tampak
pertumbuhannya. Kehadiran bisnis ritel atau eceran modern semacam hypermarket,
supermarket, minimarket, department store, swalayan serta pusat grosir atau
kulakan memang tak terelakkan sebagai bagian dari kemajuan dan perkembangan
ekonomi global.
Menurut Soliha (2008) terdapat 5 tahapan perkembangan industri ritel,
seperti terlihat di bawah ini:
1) Era sebelum tahun 1960 an: era perkembangan ritel tradisional yang terdiri
atas pedagangpedagang independen.
2) Tahun 1960 an: Era perkenalan ritel modern dengan format departement
store ditandai denga dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di Jl. MH.
Thamrin Jakarta.
3) Tahun 1970-1980 an: Era perkembangan ritel modern dengan format
supermarket dan departement store, ditandai dengan hadirnya peritel
modern sepert Matahari, Hero, dan Ramayana.
4) Tahun 1990 an: Era perkembangan convenient store, yang ditandai dengan
maraknya pertumbuhan minimarket seperti Indomaret.
5) Tahun 2000-2010: Era perkembangan hypermarket dan perkenalan e-
retailing. Era ini ditandai dengan hadirnya Carrefour.
Perkembangan yang dialami bisnis ritel, dalam perjalanannya bukannya
tanpa menimbulkan masalah sama sekali. Banyaknya pemain dalam bisnis ritel
membuat persaingan menjadi sangat ketat.Peritel besar, terutama perusahaan asing,
semakin gencar melakukan ekspansi bisnisnya di Indonesia.Peritel modern kecil
1
dan peritel tradisional menjadi pihak yang berada dalam kondisi yang tidak
menguntungkan.
Berbagai definisi dan pengertian bisnis ritel atau perdagangan eceran telah
dibuat oleh para ahli manajemen dan bisnis, satu diantaranya yaitu “ritel atau
penjualan eceran meliputi semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang atau
jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaaan pribadi dan bukan
bisnis.”(Philip Kotler,1995; dalam Kasmiruddin,2013).
Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), bisnis ritel atau
usaha eceran di Indonesia mulai berkembang pada kisaran tahun 1980 an seiring
dengan mulai dikembangkannya perekonomian Indonesia. Hal ini timbul sebagai
akibat dari pertumbuhan yang terjadi pada masyarakat kelas menengah, yang
menyebabkan timbulnya permintaan terhadap supermarket dan departement store
(convenience store) di wilayah perkotaan.
Bisnis ritel atau disebut juga perdagangan eceran secara umum bisa
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu perdagangan eceran besar dan
perdagangan eceran kecil.Perdagangan eceran kecil terdiri atas eceran kecil
berpangkalan dan eceran kecil tidak berpangkalan. Secara skema pembagian
tersebut bisa digambarkan sebagai berikut (Sopiah dan Syihabudhin, 2008:38):
Gambar 1.1 Klasifikasi Bisnis Ritel
(Sumber: Sopiah&Syihabudhin, 2008:38)
2
Perpres No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar
Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, memberikan batasan pasar
tradisional dan toko modern dalam pasal 1 sebagai berikut:
1) Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha
berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,
modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar
menawar.
2) Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual
berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket,
Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang
berbentuk Perkulakan.
Batasan Toko Modern dipertegas di pasal 3, dalam hal luas lantai penjualan
sebagai berikut: a) Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi); b)
Supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima
ribu meter per segi); c) Hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); d)
Department Store, diatas 400 m2 (empat ratus meter per segi); e) Perkulakan, diatas
5.000 m2 (lima ribu meter per segi).
1.2 Latar Belakang
Perkembangan bisnis retail modern di Indonesia dalam beberapa tahun
terakhir ternyata sudah fenomenal di Asia, khususnya di antara negara berkembang.
Indonesia tercatat menempati peringkat ketiga pasar retail terbaik di Asia. Kondisi
seperti ini mengharuskan setiap perusahaan yang bergerak dibidang ritel untuk
senantiasa melakukan berbagai strategi agar dapat merebut hati konsumen. Sebab
meskipun produk yang ditawarkan lengkap dan bervariasi, bila konsumen tidak
merasa puas dengan pelayanan, harga, dan fasilitas yang ditawarkan maka
konsumen akan beralih kepada pesaing. Kepuasan atau kesenangan yang tinggi
3
akan menyebabkan konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional
terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan
(loyalitas) konsumen yang tinggi (Pasaribu dan Sembiring, 2013).
Dari paparan hasil survei Nielsen, pertumbuhan perdagangan di pasar
modern tumbuh jauh lebih pesat ketimbang perdagangan tradisional. Dalam
triwulan pertama 2009, perdagangan modern tumbuh hingga 13,4 persen atau jauh
melampaui pertumbuhan perdagangan tradisional yang hanya 4,1 persen. Untuk
perdagangan grosir, lndonesia masih menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke
tahun yang positif yaitu 7,4 persen sampai dengan April 2009. Survei Nielsen ini
dilakukan terhadap 2.800 rumah tangga di perkotaan dan 1.600 rumah tangga di
pedesaan yang tersebar di Jakarta, Botabek, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan,
dan rural Jawa (Angga, A., 2009).
Seiring dengan pesatnya perkembangan usaha ritel ini, maka persaingan di
bidang pemasaran ritel atau eceran pun semakin meningkat. Dalam periode enam
tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia
mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah
usaha ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011
mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan
jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan.Menurut
Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di
Indonesia antara 10%–15% per tahun.Penjualan ritel pada tahun 2006 masih
sebesar Rp49 triliun, dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011.
Sedangkan pada tahun 2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu
10%–15%, atau mencapai Rp138 triliun (Apipudin, 2013).Index Pembangunan
Ritel Global (GRDI) yang dirilis oleh AT Kearney, pada tahun 2015 Indonesia
berada di peringkat 12 dunia.AT Kearney mencatat pasar ritel di Indonesia saat ini
mencapai USD326 miliar atau senilai Rp4.306 triliun (Dahwilani, 2015).
Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa dengan total
konsumsi sekitar Rp3.600-an triliun merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel
4
modern. Ini didukung oleh perilaku berbelanja penduduk Indonesia yang sudah
mulai bergeser, dari berbelanja di pasar tradisional menuju ritel modern.Masuknya
ritel asing di Indonesia erat kaitannya dengan Keputusan Presiden No. 118/2000
yang berisi tentang penghapusan bisnis ritel dari negative list bagi penanaman
modal asing. Ketua Umum APRINDO berpendapat bahwa Indonesia adalah target
sasaran yang menarik bagi peritel karena daya beli masyarakatnya semakin
menguat (Apipudin, 2013).
Sebagai kota besar yang terus berkembang, laju pertumbuhan perekonomian
serta perubahan teknologi dan arus informasinya pun semakin cepat. Salah satunya
ialah Kota Bandung.Hal ini menjadi salah satu faktor pendorong terciptanya
persaingan ketat di dalam dunia bisnis.Persaingan di sektor ritel di Kota Bandung
kian ketat ditandai dengan ekspansi perusahaan ritel modern (Sirojul,
2010).Kehadiran gerai – gerai baru membuat konsumen memiliki pilihan toko dan
produk yang semakin banyak. Namun di sisi lain, kehadiran gerai baru otomatis
akan menambah ketat persaingan usaha di bidang ritel.Selama ini, banyak investor
yang melirik pusat Kota Bandung.
Pada penelitian ini ada tiga klasifikasi yang menjadi objek penelitian, yaitu:
hypermarket, supermarket, dan minimarket.
Persaingan di sektor ritel modern di Kota Bandung, khususnya toko modern
seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket, masih cukup besar.
Digambarkan dalam survei yang dilakukan oleh Dinas Koperasi, UKM &
Perindustrian Perdagangan Kota Bandung pada tahun 2013, sebagaimana terlihat
dalam tabel 1.1 di bawah ini.
5
Tabel 1.1 Jumlah Ritel Modern di Kota Bandung 2013
Jenis Toko Modern Jumlah
Hypermarket 12
Supermarket 45
Minimarket 615
Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013
Pada tabel 1.1 menunjukan bahwa persaingan pada jenis ritel modern
minimarket mengalami persaingan yang paling besar dalam jumlah gerai sebanyak
615 gerai. Hypermarket yang merupakan format bisnis ritel yang paling besar,
hanya berjumlah 12 gerai pada tahun 2013.Menurut survei yang dilakukan peneliti,
jumlah tersebut tidak berubah dari tahun 2013 – 2015.
Tabel 1.2 Data Toko Modern Hypermarket di Kota Bandung Tahun 2013
Toko Modern Jumlah
Giant 6
Hypermart 3
Lotte Mart 1
Carrefour 2
Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013
Tabel 1.3 Data Toko Modern Supermarket di Kota Bandung Tahun 2013
Toko Modern Jumlah
Superindo 6
Borma 13
Griya/Yogya 26
Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013
Tabel 1.4 Data Toko Modern Minimarket di Kota Bandung Tahun 2013
6
Toko Modern Jumlah
Indomaret 184
Alfamart 247
Circle K 47
Yomart 61
SB Mart 27
Dan Lain-lain 49
Sumber : Dinas Koperasi, UKM & Perindag Bandung tahun 2013
Jika dijabarkan dalam konteks yang lebih kecil berdasarkan data toko
modern hypermarket pada tabel 1.2, dapat dilihat bahwa Giant mendominasi jenis
hypermarket di Kota Bandung, dengan jumlah gerai masing – masing sebanyak 6
gerai (Giant), 3 gerai (Hypermart), 1 gerai (Lotte Mart), 2 gerai (Carrefour). Pada
tabel 1.3, Griya/Yogya mendominasi jenis supermarket, dengan jumlah gerai
sebanyak 26 gerai, dibanding kompetitornya 6 gerai (Superindo) dan 13 gerai
(Borma). Sedangkan jenis minimarket pada tabel 1.4, dapat dilihat bahwa Alfamart
mendominasi dengan jumlah gerai sebanyak 247 gerai.
Kondisi persaingan dalam dunia bisnis menuntut setiap pengusaha untuk
mampu bersaing dan bertahan melawan pesaing. Banyaknya perusahaan yang
berlomba untuk mendapatkan konsumen menjadikan kondisi kompetisi antar
perusahaan berlangsung semakin ketat.Store atmosphere bisa menjadi alasan lebih
bagi konsumen untuk tertarik dan memilih dimana ia akan berkunjung dan
membeli.
Store atmosphere adalah suatu karakteristik fisik dan sangat penting bagi
setiap bisnis ritel hal ini berperan sebagai penciptaan suasana yang nyaman untuk
konsumen dan membuat konsumen ingin berlama-lama berada di dalam toko dan
secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian
(Nofiawaty dan Yuliandi, 2014).
Ada beberapa definisi mengenai store atmosphere, satu diantaranya yaitu
“Atmospherics berarti mendesain lingkungan melalui komunikasi visual,
7
pencahayaan, warna, musik, dan wangiwangian untuk merancang respon emosional
dan persepsi pelanggan dan untuk memengaruhi pelanggan membeli
barang.”(Utami,2005:138;dalam Melisa,2012). Atmosphere mampu mempengaruhi
kenikmatan konsumen dalam berbelanja, dan mampu menciptakan pengalaman
berbelanja yang nyaman dan menyenangkan.
Menurut Levy & Weits (2007:434,510) yang telah diterjemahkan dalam
Sari et al. (2014) suasana toko (store atmosphere) adalah kombinasi karakteristik
fisik toko seperti, arsitektur, tata ruang, papan tanda dan pajangan, pewarnaan,
pencahayaan, suhu udara, suara dan aroma, dimana semua itu bekerja bersama-
sama untuk menciptakan citra perusahaan di dalam benak pelanggan. Atmosfer
toko juga berhubungan dengan kegiatan mendesain suatu lingkungan melalui
komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang
persepsi dan emosi dari pelanggan dan pada akhirnya untuk mempengaruhi
perilaku pembelian mereka.
Atmosfer toko bisa dibangun melalui lima alat indera manusia, yaitu mata,
telinga, hidung, alat untuk menyentuh (tangan/kulit), dan lidah (untuk rasa) (Sopiah
dan Syihabudhin, 2008). Interior dan eksterior toko dengan desain dan penggunaan
warna yang serasi, serta permainan lampu yang apik bisa menstimulus mata
pengunjung toko.Penggunaan wangi – wangian yang cocok bisa dirasakan
pengunjung sebagai atmosfer yang menyenangkan. Musik yang cocok dengan
suasana dan selera pengunjung akan memanjakan pengunjung toko. Pengunjung
toko akan merasa lebih betah di dalam toko. Konsumen lebih menyukai toko yang
memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada pengunjung toko untuk tidak
sekedar melihat – lihat barang yang ada di toko saja, tetapi juga menyentuh barang
– barang yang ada di toko. Dengan begitu, konsumen akan merasa lebih puas.
Konsumen akan merasa lebih puas lagi jika diberi kesempatan untuk mencicipi
(jika yang dijual berupa makanan atau minuman) atau diizinkan mencoba pakaian
sebelum membeli.
8
Atas dasar penjabaran pemikiran diataslah peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian pada bisnis ritel modern seperti Giant, Griya/Yogya, Alfamart dengan
judul “Analisis Faktor – Faktor Store Atmosphere Dan Pengaruhnya Terhadap
Kepuasan Konsumen Pada Bisnis Ritel Modern Di Kota Bandung”.
1.3 Perumusan Masalah
Seiring dengan pesatnya perkembangan usaha ritel modern di Indonesia,
maka persaingan di bidang pemasaran ritel atau eceran pun semakin
meningkat.Bandung sebagai salah satu kota besar yang terus berkembang, laju
pertumbuhan perekonomian serta perubahan teknologi dan arus informasinya yang
cepat, membuat persaingan bisnis ritel modern di Bandung menjadi semakin besar.
Berkembangnya bisnis ritelmodern dan bertambahnya jenis usaha yang serupa,
membuat pelanggan dapat memilih berdasarkan kualitas pelayanan, lokasi, dan
brand yang dimiliki ritel modern tersebut.Untuk itu para pengusaha bisnis
ritelmodern meningkatkan pelayanan untuk menjaga kepuasan pelanggannya. Salah
satunya dengan meningkatkan kualitas store atmosphere di dalam maupun diluar
toko.
Faktor – faktor store atmosphere yang menjadi pertimbangan konsumen
dalam memilih toko modern di Kota Bandung belum dipahami secara baik.
Beberapa studi terdahulu yang terkait dengan masalah ini tidak diperhatikan karena
skope penelitian yang terbatas dan faktor – faktor yang menjadi pertimbangan
konsumen memilih toko ritel modern belum bisa dipastikan.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengemukakan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1) Bagaimana tanggapan responden terhadap kondisi store atmosphere
dan kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di Kota Bandung?
2) Apa sajakah faktor – faktor Store Atmosphere pada bisnis ritel
modern di Kota Bandung?
9
3) Seberapa besar pengaruh faktor – faktor store atmosphere terhadap
kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di Kota Bandung?
1.5 Tujuan Penelitian
Maksud peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data,
mengolah, menganalisis serta menginterpretasikan data sebagai informasi yang
dibutuhkan guna menyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam
memperoleh gelar sarjana pada fakultas ekonomi bisnis jurusan manajemen di
Universitas Telkom. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mempelajari tanggapan responden terhadap kondisi Store
Atmosphere dan kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di
Kota Bandung.
2) Untuk mengetahui faktor – faktor Store Atmosphere pada bisnis ritel
modern di Kota Bandung.
3) Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh faktor – faktor store
atmosphere terhadap kepuasan konsumen pada bisnis ritel modern di
Kota Bandung.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Aspek Teoritis (Keilmuan)
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu di bidang
pemasaran khususnya mengenai store atmosphere, sehingga dari hasil
penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang
pemasaran yang baik.
1.6.2 Aspek Praktis (Guna Laksana)
Manfaat yang dapat dicapai dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan
dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan
informasi bagi setiap wirausahawan tentang pentingnya pemasaran dan cara
10
mengelola store atmosphere demi meningkatkan dan menjaga kepuasan
konsumen.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
1.7.1 Lokasi dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian : Ritel modern (Giant, Griya/Yogya, Alfamart) di
Kota Bandung
Objek penelitian : Konsumen ritel modern (Giant, Griya/Yogya,
Alfamart) di Kota Bandung
1.7.2 Waktu dan Periode Penelitian
Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
Januari 2016 – Juni 2016
1.8 Sistematika Penulisan
Bab 1
Dalam penulisan bab 1 terdiri dari gambaran umum objek penelitian, latar
belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penelitian.
Bab 2
Dalam penulisan bab 2 terdiri dari tinjauan pustaka penelitian (rangkuman
teori;penelitian terdahulu), kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.
Bab 3
Dalam penulisan bab 3 terdiri dari karakteristik penelitian, alat
pengumpulan data, tahapan penelitian, populasi dan sampel, pengumpulan data dan
sumber data, validitas, serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis.
Bab 4
11
Dalam penulisan bab 4 hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan
secara kronologis dan sistematis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan
masalah.
Bab 5
Dalam penulisan bab 5 disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti
terhadap hasil analisis temuan penelitian yang disajikan dalam bentuk kesimpulan
penelitian. Dan saran yang dirumuskan secara konkrit yang merupakan implikasi
kesimpulan dan berhubungan dengan masalah serta alternatif pemecahan masalah.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pemasaran
Pemasaran adalah fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menghantarkan nilai kepada pelanggan dan
untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi
dan pemegang kepentingannya (Kotler & Keller, 2009:32)
Menurut Kotler dan Amstrong (2014:27) pemasaran adalah suatu proses
sosial dan manajerial di mana individu dan organisasi dapat memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai. Sedangkan
dalam konteks bisnis, pemasaran termasuk membangun keuntungan dan hubungan
pertukaran nilai dengan konsumen. Sehingga pemasaran sebagai proses dimana
perusahaan menciptakan nilai untuk konsumen dan membangun hubungan yang
kuat dengan konsumen untuk mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalan.
Sedangkan menurut Hasan (2014:1) mengemukakan bahwa pemasaran
(marketing) merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan
untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan,
dan pemegang saham).
2.1.2 Retail Management
2.1.2.1 Pengertian Ritel
Kebutuhan konsumen akan berbagai macam produk untuk langsung
dikonsumsi mendorong berbagai peluang usaha bermunculan, terutama pada bisnis
ritel yang semakin berkembang dengan meluasnya cakupan operasi. Secara umum
bisnis ritel menjual produknya kepada konsumen akhir untuk langsung digunakan.
13
Menurut Berman dan Evans (2010:4) menyatakan bahwa:
“Retailing encompasses the business activities involved in selling goods and
services to cunsomer for their personal, family, or household use. It includes every
sale to the final cunsomer. Retailing is the last stage in the distribution process.”
Kotler dan Keller (2012:469) mendefinisikan retailing sebagai semua
aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk
dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis.
Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2012:374) “retailing includes all
the activities involved in selling products or services directly to final consumers for
their personal, nonbusiness use”.
2.1.2.2 Karakteristik Ritel
Karakteristik dasar eceran dapat digunakan sebagai dasar dalam
mengelompokan jenis peritel. Menurut Levy dan Weitz (2009:36) terdapat empat
unsur yang digunakan eceran untuk memuaskan kebutuhan konsumen, yang
menggolongkan ritel yaitu:
1) Jenis barang yang dijual (Type of Merchandise)
Eceran dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya.Misalkan
eceran yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan
olahraga.Jenis eceran ini selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi toko
peralatan olahraga untuk anak – anak, wanita, maupun pria.Selain itu juga
dapat dibagi menurut jenis olahraga itu sendiri, seperti bola basket, golf,
sepak bola. Sedangkan pengecer lainnya adalah toko makanan, toko busana,
dan toko buku yang berbeda – beda karena perbedaan produk yang
dijualnya.
2) Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual (Variety and
Assortment)
Perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang
ditawarkan pengecer.Sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah
14
jumlah barang yang berbeda dalam satu kategori barang.Setiap barang yang
berbeda disebut SKU (stock keeping unit).
3) Tingkat layanan konsumen (Services Offered)
Eceran berbeda dalam hal jasa yang ditawarkan kepada konsumen.Seperti
toko sepeda menawarkan bantuan dalam memilihkan sepeda. Beberapa
pengecer meminta tambahan biaya untuk layanan lain, tetapi sebaliknya
bagi pengecer yang melayani pelanggan dengan berbasis layanan konsumen
menyediakan layanan tanpa bayaran atau tambahan biaya.
4) Harga barang (Price and the Cost of Offering Breadth and Depth of
Merchandise and Services)
Para pengecer dapat dibedakan berdasarkan tingkat harga dan biaya produk
yang dikenakannya.Pemotongan harga pada produk – produk yang dijual
dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan.Seringkali jasa atau
layanan yang menarik konsumen memiliki implikasi biaya bagi pengecer.
2.1.2.3 Jenis Ritel
Menurut Grewal dan Levy (2012:479) retailing dibagi menjadi 3 bagian
utama yaitu food retailer, general merchandise retailer, dan service retailer. Pada
penelitian ini, peneliti berfokus pada jenis food retailer, yaitu supermarket,
convenience store, dan warehouse club.
1) Supermarket, adalah toko ritel yang menawarkan bahan – bahan makan,
daging, dan perlengkapan yang bukan termasuk makanan, seperti kesehatan
dan kecantikan dan barang umum lainnya.
2) Convenience store, adalah toko kebutuhan sehari – hari yang menyediakan
aneka ragam barang kebutuhan yang terbatas di sebuah lokasi yang nyaman
berukuran 3.000 – 5.000 meter persegi.
3) Warehouse Club, adalah gudang pengecer besar (100.000 – 150.000 meter
persegi) yang memiliki barang yang tidak terbatas dan tidak beraturan yang
menawarkan berbagai makanan, barang – barang umum, jasa kecil, dan
biaya yang murah untuk bisnis usaha kecil menengah pada masyarakat.
15
2.1.2.4 Retailing Mix
Dalam melakukan strateginya, perusahaan ritel menetapkan retailing mix
untuk dapat memuaskan konsumennya.Hal tersebut dilakukan agar dapat unggul
bersaing dengan perusahaan ritel lainnya.
Menurut Levy dan Weitz (2009:21) retail mix merupakan suatu kombinasi
dari faktor - faktor yang digunakan retailer untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
dan mempengaruhi keputusan pembelianya.
Retailing mix terdiri dari merchandise assortments, pricing, location, store
design and display/atmosphere, advertising and promotion, dan service (Levy &
Weitz, 2009:21). Dalam penelitian ini akan membahas mengenai store atmosphere.
Store atmosphere merupakan perancangan lingkungan di dalam toko yang
berkaitan dengan komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan aroma
ruangan untuk merangsang persepsi dan respon emosional konsumen.
2.1.3 Suasana toko (Store Atmosphere)
2.1.3.1 Definisi Store Atmosphere
Atmospherics (suasana) mengacu pada desain lingkungan melalui
komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan aroma yang merangsang
persepsi konsumen dan respon emosional dan pada akhirnya mempengaruhi
perilaku pembelian mereka. Banyak pengecer (retailer) yang telah menemukan
manfaat perkembangan atmospherics yang melengkapi aspek – aspek lain dari
desain toko dan barang dagangan (Levy & Weitz, 2009:530).
Menurut Berman & Evans (2010:508) menyatakan bahwa:
“Atmosphere (atmospherics) refers to the store’s physical characteristics
that project an image and draw customers.”
Sedangkan menurut Utami (2010:279) penciptaan suasana berarti rancangan
lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-
16
wangian untuk merancang respon emosional dan perseptual pelanggan dan untuk
memengaruhi pelanggan dalam membeli barang.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dikemukakan bahwa store atmosphere
adalah suasana yang dirasakan saat berada di lingkungan toko melalui karakteristik
fisik yang mempengaruhi emosional sehingga menimbulkan kesan baik bagi
konsumen.
2.1.3.2 Elemen Store Atmosphere
Menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008:149) atmosfer toko terdiri dari
empat elemen, yaitu desain toko, perencanaan toko, komunikasi visual, dan
penyajian merchandise.
Desain toko mencakup desain eksterior (store front, marquee, pintu masuk),
lay out, dan ambience. Sedangkan perencanaan toko mencakup tata letak dan
alokasi ruangan yang terbagi ke dalam beberapa jenis ruangan atau area, seperti
selling space, merchandise space, customer space, dan personnel space.
Menurut Levy dan Weitz (2009:530) elemen penting store atmosphere
terdiri dari lighting, color, music, scent. Sedangkan elemen-elemen store
atmosphere menurut Berman & Evans (2010:509) dapat dibagi menjadi empat
elemen utama, yaitu exterior, general interior, store layout, dan interior display.
1) Exterior, terdiri dari storefront (bagian depan toko), marquee (papan nama
toko), entrance (pintu masuk toko), display window (tampilan pajangan),
exterior building height, surrounding stores and area (toko dan area
sekitarnya), parking facilities (fasilitas area parker)
2) General Interior, terdiri dari flooring (jenis lantai), colour and lighting
(warna dan pencahayaan), scent and sound (aroma dan musik), store
fixtures (perabot toko), wall textures (tekstur dinding), temperature (suhu
udara), aisle space (lorong ruangan), dressing facilities (kamar pas), vertical
transportation (alat transportasi antar lantai), store personnel (karyawan
toko), technology (teknologi), cleanliness (kebersihan)
17
3) Store layout, terdiri dari allocation of floor space (alokasi ruangan),
classification of store offerings (klasifikasi penawaran toko), determination
of traffic-flow pattern (penentuan pola lalulintas), determination of space
needs (penentuan kebutuhan ruangan), mapping out in store locations
(penentuan lokasi di dalam toko), dan arrangement of individual products
(penyusunan produk individu).
4) Interior Display, terdiri dari assortment display, theme-setting display,
ensemble display, rack display, dan cut case.
2.1.4 Kepuasan Konsumen
2.1.4.1 Definisi Kepuasan Konsumen
Konsep akan kepuasan pelanggan sebenarnya adalah merupakan sesuatu
yang sulit untuk dirumuskan karena hal ini merupakan sesuatu yang bersifat
abstrak. Pencapaian kepuasan ini bisa merupakan suatu proses yang sederhana
maupun rumit. Dalam hal ini peranan individu berpengaruh terhadap kepuasan
yang akan dibentuk.
Menurut Zeithaml dan Bitner (2009:104) yang mengemukakan tentang
kepuasan pelanggan yaitu “Evaluasi yang dilakukan oleh pelanggan terhadap
sebuah produk atau pelayanan, apakah pelayanan itu sesuai kenyataan dan
memenuhi harapan konsumen.”
Sedangkan menurut Hasan (2014:90) kepuasan atau ketidakpuasan
merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya
sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila
hasil tidak memenuhi harapan.
Dari pendapat beberapa ahli di atas pada intinya menyatakan bahwa
kepuasan pelanggan adalah merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang
dipilih sekurang – kurangnya memberikan hasil sama atau meliputi harapan
pelanggan, sedangkan ketidakpuasan pelanggan timbul apabila hasil yang diperoleh
tidak memenuhi harapan pelanggan, dan juga merupakan hasil perbandingan antara
18
kinerja yang dirasakan oleh konsumen dengan kinerja yang diharapkan oleh
konsumen.
Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu memberikan
kepuasan kepada para pelanggan, misalnya memberikan produk yang bermutu lebih
baik, harga lebih murah, penyerahan produk lebih cepat, dan pelayanan yang lebih
baik daripada para pesaingnya.
2.1.4.2 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Hasan (2014:106) mengemukakan ada 4 metode pengukuran
kepuasan konsumen, yaitu:
1. Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pelanggan memberikan kesempatan kepada
pelanggan untuk menyampaikan saran secara langsung.Informasi –
informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide – ide
baru dan masukan yang berharga untuk direspon dengan cepat untuk
mengatasi keluhan pelanggan.
2. Ghost shopping
Metode ini efektif jika para manajer perusahaan bersedia sebagai ghost
shoppers untuk mengetahui secara langsung bagaimana karyawannya
berinteraksi dan memperlakukan pelanggan.
3. Lost customer analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau
beralih pemasok, agar dapat memahami mengapa berhenti atau pindah
pemasok.Hasil ini dapat digunakan untuk mengambil kebijakan perbaikan
atau penyempurnaan selanjutnya.
4. Survei kepuasan pelanggan
Lembaga riset independen melakukan penelitian dengan menggunakan
metode survei kepuasan pelanggan. Melalui survei, perusahaan akan
memperoleh tanggapan langsung dari pelanggan.
19
2.1.4.3 Manfaat Kepuasan Konsumen
Secara garis besar, kepuasan pelanggan memberikan dua manfaat utama
bagi perusahaan, yaitu berupa loyalitas pelanggan dan gethok tular positif (Tjiptono
& Chandra, 2012:57).
Gambar 2.1 Manfaat Kepuasan Konsumen
(Sumber: Tjiptono & Chandra, 2012)
2.1.5 Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen
Store atmosphere merupakan kegiatan merancang lingkungan pembelian
melalui perantaran barang – barang dan fasilitas fisik lainnya yang dapat
mempengaruhi emosi konsumen untuk melakukan pembelian produk.Menurut
Peter dan Olson (2003), “Suasana toko (store atmosphere) terutama melibatkan
afeksi dalam bentuk status emosi dalam toko yang mungkin tidak didasari
sepenuhnya oleh konsumen ketika sedang berbelanja”. Rangsangan dari luar dapat
mempengaruhi mood, pikiran dan emosi konsumen untuk berkunjung dan beralama
– lama di dalam toko. Ruangan toko yang diatur sedemikian rupa sesuai dengan
konsep yang diusung memberikan nilai tersendiri di mata pelanggan. Tema – tema
yang diusung tersebut akan menciptakan atmosfer positif yang mempengaruhi
kepuasan pada pelanggan.
20
Kepuasan
Loyalitas
Gethok Tular
Pembelian Ulang
Penjualan Silang
Pertambahan Jumlah Pelanggan
Baru
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan telaah pustaka yang bersumber dari
penelitian – penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian terdahulu
menguraikan secara sistematis suatu penelitian yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan.
Penelitian yang diakukan Paramita (2012) menggunakan enam variabel
independen yaitu pengilahatan/sight, sentuhan/touch, bau (aroma)/smell,
pendengaran/hearing, suhu/temperature, dan tempo, serta variabel dependen yaitu
kepuasan konsumen.Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik
analisis deskriptif kuantitatif. Adapun hasil penelitian adalah bahwa faktor
penglihatan (sight), bau/aroma (smell), pendengaran (hearing), suhu (temperature)
berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen, sedangkan faktor
sentuhan (touch) dan tempo tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan
konsumen.
Penelitian yang dilakukan Putri et al. (2014) menggunakan variabel
independen yaitu store atmosphere.Metode yang digunakan adalah explanatory
research (penelitian penjelasan) dengan teknik analisis jalur. Hasil yang diperoleh
dalam penelitian adalah bahwa store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian di Monopoli Café and Resto, namun tidak berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan pelanggan.
Penelitian berikut dilakukan oleh Tendean dan Widodo (2015)
menggunakan variabel independen store atmosphere dengan sub variabel seperti
exterior, general interior, store layout, dan interior display. Metode penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif dan teknik analisis regresi berganda. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini adalah pengaruh variabel store atmosphere yang
terdiri dari: exterior, general interior, store layout dan interior display secara
simultan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Maja House Sugar & Cream
Bandung.
21
Penelitian yang dilakukan Sari (2015) memiliki empat sub variabel
independen yaitu exterior, general interior, store layout, dan interior
display.Menggunakan metode penelitian kuantitatif dan teknik analisis regresi
berganda. Memperoleh hasil bahwa store atmosphere terdiri dari exterior, general
interior, store layout, interior display berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
konsumen Roemah Kopi Bandung.
Penelitian Youlandha (2011) memiliki variabel dan sub variabel yang sama
dengan penelitian yang dilakukan Sari (2015) namun memiliki dua variabel
dependen yaitu kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Hasil yang diperolah
dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan teknik analisis data SEM
adalah bahwa store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
pelanggan dan loyalitas pelanggan.
Penelitian yang dilakukan Hadiyanti (2015) memiliki dua variabel
independen yaitu store atmosphere dan kualitas layanan. Metode yang digunakan
adalah metode penelitian kuantitatif dan teknik analisis regresi. Hasil yang
diperoleh adalah bahwa store atmosphere dan kualitas pelayanan berpengaruh
positif terhadap kepuasan pelanggan.
22
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Kategori Penelitian 1 Penelitian 2 Penelitian 3 Penelitian 4 Penelitian 5 Penelitian 6
Judul
Pengaruh Store Atmosphere Waroeng Joglo “Bu Rini” Terhadap Kepuasan Konsumen(Niken Yunie Paramita,2012)
Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian dan Kepuasan Pelanggan (studi pada Monopoli Café and Resto Soekarno Hatta Malang)(Lily Harlina Putri, Srikandi Kumadji, Andriani Kusumawati,2014)
Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen (studi pada Maja House Sugar & Cream Bandung)(Andi Tendean & Arry Widodo,2015)
Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Roemah Kopi Bandung(Netti Mulya Sari, Universitas Telkom,2015)
Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen dan Loyalitas Pelanggan Dalam Menggunakan Jasa Karaoke Keluarga Happy Puppy Di Jember(Chacha Puspa Youlandha, Universitas Jember,2011)
Pengaruh Store Atmosphere dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Di Kedai 05 Karawang(Sitti Nur Hadiyanti, Universitas Widyatama,2015)
“(Bersambung)”
23
”(Sambungan)”
Variabel
Variabel independen: penglihatan, sentuhan, bau (aroma), pendengaran, suhu, tempo.Variabel dependen: kepuasan konsumen.
Variabel independen: store atmosphere.Variabel dependen: keputusan pembelian, dan kepuasan pelanggan
Variabel independen: exterior, general interior, store layout, interior display.Variabel dependen: kepuasan konsumen
Variabel independen: exterior, general interior, store layout, interior display.Variabel dependen: kepuasan konsumen
Variabel independen: store atmosphere.Variabel dependen: kepuasan konsumen, loyalitas pelanggan
Variabel independen: store atmosphere, dan kualitas pelayanan.Variabel dependen: kepuasan konsumen
Teknik Analisis Analisis deskriptif kuantitatif
Analisis jalur Analisis regresi berganda
Analisis regresi berganda
Structural Equation Modeling (SEM)
Analisis regresi berganda
Metode
Penelitian
Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif
Persamaan
Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere.
Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere dan
Kesamaan penggunaan variabel independen
Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere.
Kesamaan mengkaji mengenai store atmosphere.
Kesamaan penggunaan variabel dependen
“(Bersambung)”
24
“(Sambungan)”
Variabel dependen yang sama, yaitu kepuasan konsumen
penggunaan variabel independen yang sama
dan variabel dependen
Variabel dependen yang sama yaitu kepuasan konsumen
dengan penelitian yang akan dilakukan
Perbedaan
Penggunaan sub variabel independen berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.
Menggunakan teknik analisis jalur.Variabel dependen terdiri dari dua variabel yaitu keputusan pembelian dan kepuasan pelanggan.
Beberapa variabel berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.Waktu dan tempat penelitian berbeda.
Beberapa variabel berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.Waktu dan tempat penelitian berbeda.
Menggunakan teknik analisis SEM.Variabel dependen terdiri dari dua variabel, yaitu kepuasan konsumen dan loyalitas pelanggan.
Variabel independen berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan.Waktu dan tempat penelitian berbeda.
Kesimpulan
Faktor penglihatan (sight), bau/aroma (smell), pendengaran
Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian di
Pengaruh variabel store atmosphere yang terdiri dari: exterior, general interior,
Store atmosphere terdiri dari exterior, general interior, store layout,
Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
Store atmosphere dan kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap
“(Bersambung)”
25
“(Sambungan)”
(hearing), suhu (temperature) berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen, sedangkan faktor sentuhan (touch) dan tempo tidak berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan konsumen.
Monopoli Café and Resto, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.
store layout dan interior display secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Maja House Sugar & Cream Bandung.
interior display berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen Roemah Kopi Bandung.
pelanggan dan loyalitas pelanggan.
kepuasan pelanggan.
Sumber: data yang telah diolah
26
Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang
akan dilakukan, baik itu variabel independennya yang sama namun variabel
dependennya berbeda, maupun varibael independennya berbeda namun variabel
dependennya yang sama.akan tetapi penggunaan metode, waktu dan tempat, serta
objek penelitian jelas berbeda.
Dari penjelasan beberapa penelitian terdahulu tersebut dapat dilihat bahwa
penelitian yang dilakukan penulis benar-benar orisinil dimana sebelumnya belum ada
penelitian yang meneliti tentang analisis faktor-faktor store atmosphere pada bisnis
ritel dengan variabel-variabel yang sama dengan penelitian yang akan dilakukan dan
dengan teknik analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan teknik analisis faktor.
2.3 Kerangka Pemikiran
Store atmosphere merupakan suasana yang dirasakan saat berada di lingkungan
toko melalui karakteristik fisik yang mempengaruhi emosional sehingga menimbulkan
kesan baik bagi konsumen.Eceran memegang peranan penting dalam penyampaian
barang dan jasa kepada konsumen.Eceran berperan untuk menjual barang dan jasa
kepada konsumen akhir.Setiap pengecer tentu saja memiliki strategi dalam pemasaran
untuk menarik konsumen.
Pada kerangka pemikiran penelitian ini menggunakan store atmosphere sebagai
variabel independen dan terbagi menjadi 20 sub variabel, yaitu storefront, marquee,
entrance, parking facilities, flooring, color and lighting, scent, music, store fixtures,
store personnel, technology, temperature, cleanliness, alokasi ruangan, pola arus
lalulintas, classification of store offerings, assortment display, theme-setting display,
ensemble display, dan rack display. Peneliti memilih variabel tersebut dengan alasan
dianggap paling sesuai dengan objek penelitian yang akan mempengaruhi kepuasan
konsumen. Adapun variabel – variabel tersebut diambil dari beberapa para ahli.
Menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008:149) atmosfer toko terdiri dari empat elemen,
27
yaitu desain toko, perencanaan toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise.
Desain toko mencakup desain eksterior (store front, marquee, pintu masuk), lay out,
dan ambience. Sedangkan perencanaan toko mencakup tata letak dan alokasi ruangan
yang terbagi ke dalam beberapa jenis ruangan atau area, seperti selling space,
merchandise space, customer space, dan personnel space.
Menurut Levy dan Weitz (2009:530) elemen penting store atmosphere terdiri
dari lighting, color, music, scent. Sedangkan elemen-elemen store atmosphere menurut
Berman & Evans (2010:509) dapat dibagi menjadi empat elemen utama, yaitu exterior,
general interior, store layout, dan interior display.
Peneliti melakukan penggabungan beberapa variabel tersebut sebelum
dilakukan proses analisis faktor. Penelitian ini memiliki batasan penggunaan variabel
yaitu hanya variabel yang dianggap paling sesuai dengan objek penelitian.
Berikut penjelasan mengenai variabel yang akan digunakan dalam penelitian
ini:
1) Storefront (bagian depan toko) meliputi kombinasi papan nama, pintu masuk,
dan konstruksi bangunan. konsumensering menilai toko dari penampilan
luarnya sehingga merupakan faktor penting untuk mempengaruhi konsumen
mengunjungi toko (Sopiah & Syihabudhin, 2008).
2) Marquee (papan nama toko) merupakan suatu tanda yang digunakan untuk
memajang nama atau logo suatu toko (Sopiah & Syihabudhin, 2008).
3) Entrance (pintu masuk toko) harus direncanakan sebaik mungkin, sehingga
dapat mengundang konsumen untuk masuk melihat ke dalam toko dan juga
mengurangi kemacetan lalu lintas keluar masuk konsumen (Sopiah &
Syihabudhin, 2008).
4) Parking Facilities. Fasilitas parkir yang luas, gratis, dekat dengan toko akan
menciptakan citra positif dibandingkan dengan parkir yang langka, mahal dan
jauh (Berman & Evans, 2010).
28
5) Flooring (jenis lantai), penentuan jenis lantai, ukuran, desain, dan warna lantai
dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra toko (Berman & Evans,
2010).
6) Color and lighting (warna dan pencahayaan). Penggunaan warna yang kreatif
dapat meningkatkan citra pengecer dan membantu menciptakan suasana hati.
Pencahayaan yang baik di toko melibatkan lebih dari sekedar untuk menerangi
ruangan. Pencahayaan dapat menyoroti barang dagangan dan menangkap
suasana hati atau perasaan yang dapat meningkatkan citra toko (Levy & Weitz,
2009).
7) Scent (aroma) memiliki dampak besar pada emosi kita, seperti kebahagiaan,
rasa lapar, jijik, dan nostalgia (Levy & Weitz, 2009).
8) Music (musik), pengecer dapat menggunakan musik untuk mempengaruhi
perilaku konsumen. Musik dapat mengendalikan laju lalulintas toko, membuat
citra toko, dan menarik perhatian konsumen (Levy & Weitz, 2009).
9) Store fixtures (perabot toko) dapat direncanakan berdasarkan kedua utilitas dan
estetika (Berman & Evans, 2010).
10) Store personnel (karyawan toko) yang sopan, rapih, berpengetahuan dapat
membuat atmosphere yang positif (Berman & Evans, 2010).
11) Technology (teknologi), toko yang menggunakan teknologi akan mengesankan
orang dengan operasi yang efisien dan cepat (Berman & Evans, 2010).
12) Temperature (suhu udara), pengelola toko harus mengatur suhu udara dalam
toko sehingga tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin (Berman &
Evans, 2010).
13) Cleanliness (kebersihan) dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen
untuk berbelanja di toko tersebut. Pengelola toko harus mempunyai rencana
yang baik dalam pemeliharaan kebersihan toko (Berman & Evans, 2010).
14) Allocation of Floor Space (alokasi ruangan) terdiri dari: selling space yang
digunakan untuk memajang barang, berinteraksi antara konsumen dan
29
karyawan toko, demonstrasi, dan lainnya; merchandise space yang digunakan
untuk ruang menyimpan barang yang tidak dipajang; personnel space yang
disediakan untuk karyawan berganti pakaian, makan siang dan coffee breaks,
dan ruangan untuk beristirahat; customer spaceyang disediakan untuk
meningkatkan kenyamanan konsumen (Berman & Evans, 2010).
15) Classification of Store Offerings, pengelompokkan produk berdasarkan fungsi,
motivasi membeli, segmen pasar, dan storability (Berman & Evans, 2010).
16) Determination of A Traffic-Flow Pattern, penentuan pola arus lalulintas di
dalam toko (Berman & Evans, 2010).
17) Assortment displays, bentuk interior display yang digunakan untuk berbagai
macam yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan,
melihat, dan mencoba produk (Berman & Evans, 2010).
18) Theme-setting displays, bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema
tertentu (Berman & Evans, 2010).
19) Ensemble display, bentuk interior displays yang digunakan untuk satu sel
produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk (Berman &
Evans, 2010).
20) Rack displays, bentuk interior displays yang memiliki fungsi utama sebagai
tempat atau gantungan untuk produk yang ditawarkan (Berman & Evans,
2010).
Secara rinci kerangka pemikiran dapat digambarkan oleh Gambar 2.2 berikut:
30
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: data yang telah diolah
2.4 Hipotesis Penelitian
Penyusunan hipotesis penelitian akan dilakukan setelah peneliti mendapatkan
hasil dari analisis faktor – faktor store atmosphere.
31
(Sopiah & Syihabudhin, 2008), (Levy & Weitz, 2009), dan (Berman Evans, 2010)
( Tjiptono & Chandra, 2012)
‘halaman ini sengaja dikosongkan’
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Karakteristik Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan kuantitatif.
Metode kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah digunakan
(Sugiyono, 2014:35).
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor – faktor
store atmosphere yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen pada bisnis ritel
modern di kota Bandung, serta mendeskripsikan tanggapan konsumen terhadap kondisi
store atmosphere pada bisnis ritel modern di kota Bandung. Jenis penelitian dalam
penelitian ini adalah jenis penelitian yang bersifat kausal dan deskriptif karena
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel serta
mendeskripsikan responden.
Penelitian kausal menurut Rangkuti (2011:24) riset kausal digunakan untuk
mencari hubungan antara sebab dan akibat, tujuannya untuk mengetahui variabel yang
menjadi akibat atau variabel terpengaruh (variabel dependen), serta untuk mengetahui
hubungan atau keterkaitan antara variabel - variabel tersebut. Dalam penelitian ini akan
mencari hubungan sebab akibat antara store atmosphere dengan kepuasan konsumen.
Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat
dari nilai rata – rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis dan skewness (Ghozali, 2013:19).
33
Karakteristik dari penelitian yang dilakukan ini digambarkan dalam tabel 3.1
berikut ini :
Tabel 3.1 Karakteristik Penelitian
No. Karakteristik Penelitian Jenis
1. Berdasarkan Metode Kuantitatif
2. Berdasarkan Tujuan Kausal dan Deskriptif
3. Berdasarkan Keterlibatan Peneliti Tidak Mengintervensi Data
4. Berdasarkan Unit Analisis Individu
5. Berdasarkan Waktu Pelaksanaan Cross Sectional
Sumber: data yang telah diolah
3.2 Alat Pengumpulan Data
3.2.1 Variabel Operasional
Variabel menurut Sugiyono (2014:96) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai
dari orang, obyek, organisasi atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Agar variabel penelitian dapat mudah dimengerti, peneliti menyebarkan
variabel tersebut kedalam dimensi sub variabel, indikator, dan skala ukur yang
digunakan. Dimensi tersebut tercantum pada tabel 3.2 yang kemudian akan digunakan
sebagai alat ukur peneliti di lapangan.
34
Tabel 3.2 Variabel Operasional
No. Variabel Sub
Variabel
Indikator Kode
Item
Skala
1. Store Atmosphere
(X)
Untuk toko yang
merupakan basic
retailer atau eceran,
suasana lingkungan
toko itu berdasarkan
karakteristik fisik
yang biasanya
dipergunakan untuk
membangun kesan
dan menarik
konsumen.
Storefront
(X1)
Untuk mengetahui
penampilan bagian
depan toko.
1 Interval
Marquee
(X2)
Untuk mengetahui
pemilihan nama atau
logo toko.
2 Interval
“(Bersambung)”
35
“(Sambungan)”
Entrance
(X3)
Untuk mengetahui
penggunaan bagian
pintu masuk toko.
3 Interval
Parking
Facilities
(X4)
Untuk mengetahui
kemampuan
menyediakan fasilitas
parkir di lingkungan
toko.
4 Interval
Flooring
(X5)
Untuk mengetahui
penentuan jenis lantai,
ukuran, desain, dan
warna lantai di toko.
5 Interval
Color and
Lighting
(X6)
Untuk mengetahui
kemampuan
penggunaan warna dan
pencahayaan di dalam
toko.
6 Interval
Scent (X7) Untuk mengetahui
kemampuan pemilihan
aroma di dalam toko.
7 Interval
Music (X8) Untuk mengetahui
pemilihan jenis musik
di dalam toko.
8 Interval
“(Bersambung)”
36
“(Sambungan)”
Store
fixtures (X9)
Untuk mengetahui
kemampuan pemilihan
perabot toko.
9 Interval
Store
personnel
(X10)
Untuk mengetahui
kemampuan pemilihan
sumber daya manusia
yang baik.
10 Interval
Technology
(X11)
Untuk mengetahui
penggunaan teknologi
pada kegiatan di dalam
toko.
11 Interval
Temperature
(X12)
Untuk mengetahui
kemampuan mengatur
suhu udara di dalam
toko.
12 Interval
Cleanliness
(X13)
Untuk mengetahui
kemampuan keadaan
toko dalam keadaan
bersih
13 Interval
Alokasi
ruangan
(X14)
Untuk mengetahui
pengalokasian ruangan
guna kepentingan di
dalam toko.
14 Interval
“(Bersambung)”
37
“(Sambungan)”
Klasifikasi
produk (X15)
Untuk mengetahui
kemampuan
mengelompokkan
produk berdasarkan
fungsi, motivasi,
segmen pasar,
storability di dalam
toko.
15 Interval
Arus
lalulintas
(X16)
Untuk mengetahui
kemampuan menetukan
pola arus lalulintas di
dalam toko.
16 Interval
Assortment
display (X17)
Untuk mengetahui
pemilihan bentuk
display yang digunakan
untuk berbagai macam
produk berbeda di dalam
toko.
17 Interval
Theme-
setting
display (X18)
Untuk mengetahui
kemampuan memilih
tema pada display di
dalam toko.
18 Interval
“(Bersambung)”
38
“(Sambungan)”
Ensemble
display
(X19)
Untuk mengetahui
kemampuan pemilihan
bentuk display yang
digunakan untuk
menggabungkan
berbagai macam
produk.
19 Interval
Rack
display
(X20)
Untuk mengetahui
kemampuan pemilihan
bentuk display rak di
dalam toko.
20 Interval
2. Kepuasan
Konsumen (Y)
Evaluasi yang
dilakukan oleh
pelanggan terhadap
sebuah produk atau
pelayanan, apakah
pelayanan itu sesuai
kenyataan dan
memenuhi harapan
konsumen.
Pembelian
Ulang
Untuk mengetahui
kemampuan toko
dalam mempengaruhi
pembelian ulang oleh
konsumen.
21 Interval
“(Bersambung)”
39
“(Sambungan)”
Penjualan
Silang
Untuk mengetahui
keberhasilan toko
dalam mempengaruhi
cross-selling oleh
konsumen
22 Interval
Pertambahan
Konsumen
Untuk mengetahui
keberhasilan toko
dalam meningkatkan
jumlah konsumen.
23 Interval
Sumber: data yang telah diolah
3.2.2 Skala Pengukuran
Skala pengukuran menurut Sugiyono (2014:131) merupakan kesepakatan yang
digunakan sebagai acuan untuk menetukan panjang pendeknya interval yang ada dalam
alat ukur, sehingga alat ukur tersebut ketika digunakan dalam mengukur dapat
menghasilkan data kuantiatif.
Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian
ini adalah skala interval. Menurut Indrawati (2015:131), fungsi bilangan pada skala
pengukuran interval adalah sebagai simbol untuk membedakan sebuah keadaan
lainnya, untuk mengurutkan kualitas(merangking) kualitas karakteristik dan untuk
memperlihatkan jarak/interval. Sedangkan menurut Sarwono (2013:68) skala
pengukuran interval mempunyai karakteristik yang sama seperti yang dimiliki oleh
skala nominal dan skala ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu interval yang
tetap. Peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau
objek dengan yang lainnya.
40
Skala untuk instrumen penelitian yang digunakan adalah semantic differential
(diferensial semantik). Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, namun tidak dalam
bentuk pilihan ganda maupun ceklis, akan tetapi tersusun dalam satu garis kontinum
yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban “sangat
negatifnya” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah
data interval (Sugiyono, 2013:138).
Berikut gambar skala interval yang akan digunakan dalam penelitian ini:
Gambar 3.1 Skala Interval
Sumber: data yang telah diolah
3.3 Tahapan Penelitian
Tahapan pada penelitian ini diantaranya yang pertama adalah perumusan
masalah. Pada tahap ini peneliti merumuskan fenomena yang terjadi pada penelitian ini
yang dapat dilihat pada poin 1.3. Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yaitu
menentukan landasan teori. Pada tahap ini peneliti menggunakan teori yang sesuai
dengan penelitian ini yang diambil dari berbagai sumber yang dapat dilihat pada bab 2
halaman 13. Tahap ketiga yang dilakukan peneliti adalah menyusun kerangka
pemikiran. Peneliti menggunakan empat sumber untuk dapat menyusun kerangka
pemikiran yang terdapat pada gambar 2.2. Setelah menyusun kerangka
pemikiran,tahapan selanjutnya adalah menentukan populasi dan sampel. Untuk dapat
menentukan sampel peneliti harus mengetahui populasi pada penelitian ini. Populasi
pada penelitian ini tidak diketahui oleh peneliti, dengan begitu peneliti menggunakan
41
rumus Bernoulli sehingga memperoleh jumlah sampel yang akan diteliti (poin 3.4.2).
Kemudian peneliti melakukan tahap pengumpulan data dengan cara menyebar
kuisioner kepada responden melalui media online dan bertemu langsung dengan
responden. Setelah data terkumpul peneliti melakukan tahap analisis data dengan
menggunakan tiga teknik analisis, yaitu analisis deskriptif, analisis faktor, dan analisis
regresi yang dijelaskan pada poin 3.7. Tahapan yang terakhir adalah kesimpulan dan
saran sesuai dengan hasil dari penelitian ini. Adapun tahapan penelitian diatas dapat
dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini.
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian
Sumber: data yang telah diolah
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
42
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013:115). Populasi pada
penelitian ini adalah konsumen ritel modern (Giant, Griya/Yogya, Alfamart) di kota
Bandung. Jumlah populasi dari konsumen Giant, Griya/Yogya, dan Alfamart adalah
tidak diketahui karena belum ada data mendukung mengenai jumlah konsumen Giant,
Griya/Yogya, dan Alfamart.
3.4.2 Sampel
Menurut Indrawati (2015:164) sampel adalah anggota-anggota populasi yang
terpilih untuk dilibatkan dalam penelitian, baik untuk diamati, diberi perlakuan,
maupun dimintai pendapat tentang yang sedang diteliti.
Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan
tabel yang dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional
jumlah sampel minimal adalah 30, sedangkan dalam penelitian eksperimental adalah
15 sampel dari masing-masing kelompok, dan untuk penelitian survei adalah 100
sampel. Acuan dalam menentukan ukuran sampel adalah sebagai berikut (Sekaran,
2006:160)
a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat.
b. Jika sampe dipecah ke dalam subsample (pria/wanita, junior/senior, dan lain-
lain), ukuran sampel minimal 30 di setiap kategori.
c. Dalam penelitian mutiverate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran
sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian.
d. Dalam penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eksperimen yang
ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil
antara 10 sampai dengan 20.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability
sampling. Nonprobability sampling, besarnya peluang elemen untuk terpilih sebagai
subjek tidak diketahui (Sekaran dan Bougie, 2013:245).Dengan begitu peneliti
menggunakan metode purposive sampling.
43
Sampling purposive menurut Sugiyono (2013:122) adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini yaitu
peneliti menentukan orang yang akan dijadikan sampel berdasarkan kapasitas atau
pengetahuan orang tersebut tentang apa yang diharapkan sehingga akan memudahkan
peneliti menjelajahi objek yang diteliti.
Jika ukuran populasi tidak diketahui, dapat dihitung dengan menggunakan
metode Bernoulli. Dalam penelitian ini peneliti meggunakan rumus yang dikemukakan
Zikmund et al (2010:436) Dengan menggunakan formula atau rumus Bernoulli sebagai
berikut:
Dimana:
n = Jumlah sampel
Z = Nilai standar distribusi normal
α = Tingkat ketelitian
p = Besarnya proporsi yang ditolak
q = Besarnya proporsi yang diterima
e = Besarnya kesalahan yang diizinkan
Pada penelitian ini, tingkat ketelitian (α) yang digunakan sebesar 5%, tingkat
kepercayaan sebesar 95% sehingga diperoleh nilai Z = 1,96. Tingkat kesalahan (e)
ditentukan sebesar 5%. Sementara itu, probabilitas kuesioner benar (diterima) atau
44
salah (ditolak) masing-masing adalah 0,5. Sehingga diperoleh jumlah sampel minimum
sebesar:
n=(z α
2)
2
p × q
e2
n=(1 , 96)2 0 , 5× 0 , 50 , 052
n=384 , 16
Dari hasil perhitungan diatas, maka sampel minimal yang didapat adalah 385
responden.
3.5 Pengumpulan Data dan Sumber Data
3.5.1 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Kuisioner
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode survei,
yaitu dengan menyebarkan kuesioner pada sampel yang akan diteliti. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang efisien dan cocok digunakan bila
jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. (Sugiyono,
2013:199). Sedangkan menurut Sekaran dan Bougie (2013:147), kuesioner
pada umumnya dirancang untuk mengumpulkan sejumlah besar data
kuantitatif, yang dapat diberikan secara pribadi, dikirim ke responden atau
didistribusikan melalui elektronik. Dalam hal ini peneliti menyebarkan
kuisioner melalui media sosial yang dimiliki peneliti dan bertemu secara
langsung dengan responden. Pertanyaan tersebut berisi daftar pernyataan yang
45
mewakili variabel independen (store atmosphere) dan variabel dependen
(kepuasan konsumen).
b. Studi Pustaka
Menurut Martono (2011:97), studi pustaka dilakukan untuk memperkaya
pengetahuan mengenai berbagai konsep yang akan digunakan sebagai dasar
atau pedoman dalam proses penelitian. Studi pustaka pada penelitian ini
dilakukan pada berbagai sumber literatur seperti jurnal dan penelitian
terdahulu.
3.5.2 Sumber Data
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan berdasarkan sumbernya yaitu
dengan menggunakan data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Menurut Sugiyono (2010:137) menjelaskan data primer adalah sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.Data primer dalam
penelitian didapatkan dengan melakukan penyebaran kuisioner kepada
konsumen Giant, Griya/Yogya, dan Alfamart.
b. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2010:137) data sekunder merupakan data yang diperoleh
tidak langsung, yaitu data tersebut diperoleh dan diolah dari sumber lain. Data
sekunder pada penelitian ini diolah menjadi informasi yang berguna bagi
penelitian, seperti data-data yang didapat dari berbagai sumber baik jurnal,
buku, dan berbagai artikel baik online maupun offline.
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.6.1 Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2013:172).
46
Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan
skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Masrun (1979)
dalam Sugiyono (2013:188) menyatakan bahwa item yang mempunyai korelasi positif
dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item
tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.
Alat ukur yang digunakan untuk menguji validitas dari setiap butir pertanyaan
yang ada dalam kuesioner, digunakan korelasi Product Moment sebagai berikut:
Keterangan:
Rxy : Koefisien validitas item yang dicari
X : Skor yang diperoleh dari subjek dalam tiap item
Y : Skor total item instrumen
Ʃ X : Jumlah skor dalam distribusi X
Ʃ Y : Jumlah skor dalam distribusi Y
Ʃ X2 : Jumlah kuadrat pada masing-masing skor X
Ʃ Y2 : Jumlah kuadrat pada masing-masing skor Y
N : Jumlah responden
Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa apabila r hitung lebih besar dari r tabel,
maka hipotesis alternatif diterima, dan H0 ditolak. Dan apabila r hitung sama persis
dengan r tabel, maka H0 diterima (Sugiyono, 2013:252). Apabila validitas setiap
jawaban yang diperoleh ketika memberikan daftar pertanyaan lebih besar dari 0,30
maka butir pertanyaan dianggap sudah valid. Berikut hasil perhitungan menggunakan
SPSS, terlihat pada Tabel 3.3:
47
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
Variabel Sub Variabel Pernyataa
n
Corrected Item
– Total
Correlation
Keterangan
Store
Atmosphere
(X)
Storefront 1 0.529 Valid
Marquee 2 0.934 Valid
Entrance 3 0.950 Valid
Parking Facilities 4 0.917 Valid
Flooring 5 0.905 Valid
Color and Lighting 6 0.781 Valid
Scent 7 0.837 Valid
Music 8 0.923 Valid
Store Fixtures 9 0.923 Valid
Store Personnel 10 0.877 Valid
Technology 11 0.901 Valid
Temperature 12 0.881 Valid
Cleanliness 13 0.865 Valid
Alokasi Ruangan 14 0.892 Valid
Klasifikasi Produk 15 0.895 Valid
Arus Lalulintas 16 0.862 Valid
Assortment Display 17 0.854 Valid
Theme-setting
Display
18 0.846 Valid
Ensemble Display 19 0.360 Valid
Rack Display 20 0.490 Valid
“(Bersambung)”
48
“(Sambungan)”
Kepuasan
Konsumen (Y)
Pembelian Ulang 21 0.450 Valid
Penjualan Silang 22 0.482 Valid
Pertambahan
Konsumen
23 0.337 Valid
Sumber: data yang telah diolah
3.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas menurut Sekaran dan Bougie (2013:228) yaitu untuk
menunjukkan sejauh mana perhitungan bebas dari kesalahan serta memastikan
pengukuran yang konsisten setiap waktu dan di berbagai item dalam instrument.
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2013:172-
173).
Menurut Suharsaputra (2012:112) terdapat rumusan perhitungan reliabilitas
dengan koefisien Cronbach Alpha. Koefisien Cronbach Alpha merupakan statistik
yang paling umum digunakan untuk menguji reliabilitas suatu instrumen penelitian.
Suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki tingkat reliabilitas memadai jika
koefisien Cronbach Alpha lebih besar atau sama dengan 0,70. Cronbach Alpha adalah
koefisien keandalan yang menunjukan seberapa baik item dalam suatu kumpulan
secara positif berkolerasi atau satu sama lain. Cronbach Alpha dihitung dalam rata-rata
interkorelasi antar item yang mengukur konsep. Semakin dekat Cronbach Alpha
dengan 1, semakin tinggi keandalan konsistensi internal. Adapun rumus Cronbach
Alpha, sebagai berikut:
α=( KK−1 )(1−∑ SD b2
SD t2 )
49
Keterangan
K : Kelompok/jumlah item
SDb2 : Varians skor kelompok
SDt2 : Varians skor total
Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama – sama terhadap seluruh item
pertanyaan. Jika nilai Alpha > 0.70 maka instrumen penelitian tersebut reliabel.
Berikut hasil perhitungan menggunakan SPSS, terlihat pada Tabel 3.4:
Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.969 23
Sumber: data yang telah diolah
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat
dari nilai rata – rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range,
kurtosis dan skewness (Ghozali, 2013:19).
Menurut Riduwan (2015:40) cara untuk menentukan nilai jenjang adalah
sebagai berikut :
50
a) Nilai kumulatif terbesar pada kuisioner adalah 5 dan terkecil adalah 1,
responden pada penelitian ini ada 385 responden.
b) Menghitung skor dengan cara : jumlah skor untuk setiap responden
dikalikan dengan nilai kumulatif (STS/TS/CS/S/SS).
c) Jumlah skor ideal atau skor tertinggi adalah 385 x 5 = 1925, dan untuk
skor terendah adalah 385 x 1 = 385.
d) Menentukan nilai pada garis kontinum, yaitu menentukan nilai
persentase terbesar adalah (1925 : 1925) x 100% = 100%, nilai
persentase terkecil adalah (385 : 1925) x 100% = 20% sehingga didapat
nilai rentang = 100% - 20% = 80% jika dibagi 5 skala pengukuran maka
didapat nilai interval persentase sebesar 16%. Sehingga diketahui
klasifikasi persentase sebagai berikut :
20% - 36% = Tidak baik
>36% - 52% = Kurang baik
>52% - 68% = Cukup
>68% - 84% = Baik
>84% - 100% = Sangat baik
e) Maka didapat hasil persentase item pernyataan nomor 1 adalah skor
total : skor ideal = 1424 : 1925 = 73,97%, yang dapat dikategorikan
Baik bila dilihat pada garis kontinum dibawah ini.
Tidak baikKurang
BaikCukup Baik
Sangat
baik
20.0% 36.0% 52.0% 68.0% 84.0% 100.0%
3.7.2 Analisis Faktor
Menurut Sarwono (2013:28), analisis faktor adalah suatu teknik analisis yang
digunakan untuk memberikan pemahaman yang mendasari dimensi-dimensi atau
51
regularitas suatu gejala. Tujuan analisis faktor adalah untuk membuat ringkasan
informasi yang dikandung dalam sejumlah besar variabel ke dalam suatu kelompok
faktor yang lebih kecil.Sedangkan kegunaan dari teknik ini adalah untuk mengurangi
jumlah data dalam rangka untuk mengidentifikasi sebagian kecil faktor yang dapat
menerangkan varians yang sedang diteliti secara lebih jelas dalam suatu kelompok
variabel yang jumlahnya lebih besar.Pada prinsipnya, analisis faktor merupaan bagian
dari multivariate yang berguna untuk mereduksi variabel.Cara kerjanya adalah
mengumpulkan variabel - variabel yang berkorelasi ke dalam satu atau beberapa faktor,
dimana antara satu faktor dengan faktor lainnya saling bebas atau tidak berkorelasi
(Usman, 2013:33).
Menurut Santoso (2010:59), proses utama analisis faktor meliputi hal-hal
berikut:
1) Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis. Variabel yang tercakup
dalam analisis harus disebutkan secara khusus berdasarkan penelitian
sebelumnya, teori, dan pertimbangan subjektif dari peneliti. Variabel harus
benar-benar diukur secara tepat diukur pada skala interval atau rasio (metric).
Besarnya sampel harus tepat. Sebagai petunjuk umum besarnya sampel (n)
paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel. Menurut Hair et al.
(2014:99), teknik analisis faktor yang paling efektif menggunakan ukuran
sampel 100 atau lebih besar.
2) Menguji variabel-variabel yang ditentukan, dengan metode Bartlett test of
sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy). Menurut
Hair et al. (2014:101) untuk angka MSA (Measure of Sampling Adequacy)
berkisar 0 sampai 1 dengan kriteria:
a) MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh
variabel yang lain.
b) MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih
lanjut.
52
c) MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih
lanjut atau dikeluarkan dari variabel lainnya.
3) Setelah sejumlah variabel yang memenuhi syarat didapat, kegiatan berlanjut ke
proses inti pada analisis faktor, yakni factoring; proses ini akan mengekstrak
satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel
sebelumnya. Ada dua cara atau metode yang bisa dipergunakan dalam analisis
faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor faktor,
yaitu principal component analysis dan common factor analysis (Hair et al,
2014:105). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Principal
Component Analysis, karena pada penelitian ini ingin mengetahui jumlah faktor
minimal yang tetap bisa menyerap sebagian besar informasi yang terkandung
dalam variabel asli atau mewakili variabel - variabel aslinya.
4) Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas
faktor yang terbentuk tersebut, yang dianggap bisa mewakili variabel - variabel
anggota faktor tersebut.
5) Validasi atas hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah
valid. Validasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan
membagi sampel awal menjadi dua bagian, lalu membandingkan hasil faktor
sampel satu dengan sampel dua. Jika hasil tidak banyak perbedaan, bisa
dikatakan faktor yang terbentuk telah valid.
3.7.3 Uji Asumsi Klasik
Pada penelitian ini juga akan dilakukan beberapa uji asumsi klasik terhadap
model regresi yang telah diatur dengan menggunakan program SPSS. Tujuan
dilakukannya uji asumsi klasik adalah untuk memberikan kepastian bahwa persamaan
regresi yang didapatkan memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten.
Uji asumsi klasik ini meliputi uji asumsi normalitas, uji asumsi heterokedastisitas, dan
uji asumsi multikolinieritas.
53
3.7.3.1 Uji Asumsi Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat apakah data yang digunakan
baik menguji apakah data terdistribusi normal atau tidak, penelitian ini menggunakan
probability plot.Distribusi normal membentuk suatu garis lurus diagonal. Apabila data
yang digunakan terdistribusi normal, maka residual plots akan mengikuti garis
normalitas dan berada di sekitar garis. (Ghozali, 2009:147).
3.7.3.2 Uji Asumsi Heterokedastisitas
Uji heteroskedastistas adalah pengujian untuk melihat apakah dalam suatu
model regresi terdapat ketidak samaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lainnya.Suatu model regresi yang baik harus bebas dari masalah
heterokedastisitas. Menurut Ghozali (2009 : 125) uji heterokedastisitas berguna untuk
mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
suatu pengamatan dengan pengamatan lainnya. Untuk menguji ada tidaknya masalah
heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat pola tertentu pada
garfik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah residual dan
sumbu X adalah X yang telah diprediksi. Apabila terdapat pola tertentu secara teratur
pada grafik scatterplot maka terdapat indikasi bahwa terdapat
heterokedastisitas.Apabila tidak terdapat pola yang jelas, maka tidak terdapat
heterokedastisitas.
3.7.3.3 Uji Asumsi Multikolinieritas
Uji Multikolinearitas adalah pengujian untuk melihat apakah terdapat korelasi
antara variabel independen, jika terjadi korelasi antara variabel independen maka hal
ini berarti terdapat multikolinieritas dan persamaan regresi ganda yang akan terbentuk
tidak dapat digunakan untuk peramalan. Menurut Ghozali (2009 : 95) uji
multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar
54
variabel independen dalam model regresi. Untuk itu diperlukan pengujian ini untuk
melihat apakah terdapat multikolinieritas pada suatu persamaan regresi. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi adalah sebagai
berikut:
Mempunyai angka tolerance di atas (>) 0,1
Mempunyai nilai VIF di bawah (<) 10
3.7.4 Ananlisis Regresi
Menurut Sugiyono (2010:270) analisis regresi dapat digunakan untuk
memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui
menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independen, atau untuk meningkatkan
keadaan variabel dependen dapat dilakukkan dengan meningkatkan variabel
independen dan sebaliknya.
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel independen yaitu store atmosphere terhadap variabel dependen yaitu
kepuasan konsumen.
Menurut Sugiyono (2010:277) persamaan umum regresi linier berganda adalah
sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11
+ b12X12 + b13X13 + b14X14 + b15X15 + b16X16 + b17X17 + b18X18 + b19X19 + b20X20 + e
Dimana:
Y = variabel dependen (kepuasan konsumen)
X = variabel independen (storefront, marquee, entrance, parking facilities,
flooring, color and lighting, scent, music, store fixtures, store personnel,
technology, temperature, cleanliness, alokasi ruangan, pola arus lalulintas,
55
classification of store offerings, assortment display, theme-setting display,
ensemble display, dan rack display)
a = nilai konstan atau tetap
b = koefisien regresi parsial
e = standar error
3.7.5 Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini apakah variabel independen
berpengaruh terhadap variabel terikat, maka digunakan uji-t dan uji-f.Uji-t digunakan
untuk melakukan pengukuran pengaruh secara parsial, sedangkan uji-f digunakan
untuk mengukur pengaruh secara simultan.
Rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : β = 0, Tidak terdapat pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen.
3.7.5.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji-t)
Menurut Ghozali (2013:98) pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Dengan tingkat signifikansi 5%, maka kriteria
pengujian adalah sebagai berikut:
a. Jika nilai signifikansi t < 0.05, maka H0 ditolak, artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen.
b. Apabila nilai signifikansi t > 0.05 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel
dependen.
56
Rumus hipotesis secara parsial berdasarkan permususan hipotesis adalah
sebagai berikut :
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor storefront terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor storefront terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor marquee terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor marquee terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor entrance terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor entrance terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor parking facilities terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor parking facilities terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor flooring terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor flooring terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor color and lighting terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor color and lighting terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor scent terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor scent terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor music terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor music terhadap kepuasan konsumen.
57
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor store fixtures terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor store fixtures terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor store personnel terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor store personnel terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor technology terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor technology terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor temperature terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor temperature terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor cleanliness terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor cleanliness terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor alokasi ruangan terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor alokasi ruangan terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor klasifikasi produk terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor klasifikasi produk terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor arus lalulintas terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor arus lalulintas terhadap kepuasan konsumen.
58
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor assortment display terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor assortment display terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor theme-setting display terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor theme-setting display terhadap kepuasan
konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor ensemble display terhadap kepuasan
konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor ensemble display terhadap kepuasan konsumen.
H0 : β = 0, Tidak Terdapat pengaruh faktor rack display terhadap kepuasan konsumen.
H1 : β = 0, Terdapat pengaruh faktor rack display terhadap kepuasan konsumen.
3.7.5.2 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji-f)
Uji-f ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-
sama atau simultan, variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.Uji
regresi simultan (Uji-f) merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya pengaruh bersama-sama antara variabel independen atau variabel bebas dan
variabel dependen atau variabel terikat (Ghozalli, 2013:98). Adapun hipotesis yang
dilakukan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Jika nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel atau probabilitas lebih kecil dari
tingkat signifikasnsi (Sig. ≤ 0,05), maka variabel X secara bersama-sama
(simultan) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.
59
b. Jika nilai F-hitung lebih kecil dari F-tabel atau probabilitas lebih besar dari
tingkat signifikansi (Sig. ≥ 0,05), maka variabel X secara bersama-sama
(simultan) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.
3.7.5.3 Koefisien Determinasi
Menurut Sugiyono (2010:257) koefisien determinasi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen
Giant, Griya/Yogya, Alfamart di kota Bandung. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya
koefisien determinasi (R2 ) antara nol (0) sampai dengan 1. Jika koefisien determinasi
sama dengan nol berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen. Apabila koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka dapat
dikatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Rumus
koefisien determinasi adalah sebagai berikut:
D = R2 x 100%
Keterangan: KD = koefisien determinasi
r = koefisien korelasi variabel independen dengan variabel dependen
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Deskriptif
4.1.1 Karakteristik Responden
Pada penelitian ini peneliti menyebar kuisioner pada 385 responden yang
merupakan konsumen bisnis ritel modern di kota Bandung. Penyebaran kuisioner
dilakukan secara online menggunakan Google Drive yang disebarkan melalui berbagai
media sosial dan forum online serta secara offline menggunakan angket yang
disebarkan langsung kepada konsumen bisnis ritel modern di kota Bandung.
a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai jenis
kelamin, diketahui 204 responden (53,0%) diantaranya adalah laki-laki dan 181
responden (47,0%) lainnya adalah perempuan. Pada Gambar 4.1 dibawah ini
menggambarkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki.
53.0%47.0%
Jenis Kelamin
Laki-lakiPerempuan
Gambar 4.1 Jenis Kelamin
Sumber: data yang telah diolah
61
b. Karakteristik responden berdasarkan usia
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai usia,
diketahui 15 responden (3,9%) diantaranya berusia dibawah 17 tahun, 295 responden
(76,6%) diantaranya berusia 17-25 tahun, 49 responden (12,7%) diantaranya berusia
26-35 tahun, 18 responden (4,7%) diantaranya berusia 36-45 tahun, dan 8 responden
(2,1%) diantaranya berusia diatas 45 tahun. Pada Gambar 4.2 dibawah ini
menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia 17-25 tahun.
3.9%
76.6%
12.7%
4.7% 2.1%
Usia<17 tahun17 - 25 tahun26 - 35 tahun36 - 45 tahun>45 tahun
Gambar 4.2 Usia Responden
Sumber: data yang telah diolah
c. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai
pekerjaan, diketahui 244 responden (63,4%) diantaranya bekerja sebagai pelajar /
mahasiswa, 22 responden (5,7%) diantaranya bekerja sebagai pegawai negeri, 86
responden (22,3%) diantaranya bekerja sebagai pegawai swasta, 20 responden (5,2%)
diantaranya bekerja sebagai wirausaha, dan 13 responden (3,4%) diantaranya bekerja
lainnya. Pada Gambar 4.3 dibawah ini menggambarkan bahwa sebagian besar
responden bekerja sebagai pelajar / mahasiswa.
62
63.4%5.7%
22.3%5.2%
3.4%
PekerjaanPelajar/MahasiswaPegawai NegeriPegawai SwastaWirausahaOther
Gambar 4.3 Pekerjaan
Sumber: data yang telah diolah
d. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai
pendapatan, diketahui 195 responden (50,6%) diantaranya berpendapatan dibawah Rp.
2.000.000, 150 responden (39,0%) diantaranya berpendapatan Rp 2.000.000 - s.d Rp
5.000.000, 33 responden (8,6%) diantaranya berpendapatan Rp 5.000.000 s.d Rp
10.000.000, dan 7 responden (1,8%) diantaranya berpendapatan diatas Rp 10.000.000.
Pada Gambar 4.4 dibawah ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden
berpendapatan dibawah Rp. 2.000.000.
50.6%39
.0%
8.6% 1.8%
Pendapatan<Rp2.000.000 Rp2.000.000 -s.d
Rp5.000.000Rp5.000.000 s.d Rp10.000.000
<Rp10.000.000
Gambar 4.4 Pendapatan
Sumber: data yang telah diolah
63
e. Karakteristik responden berdasarkan frekuensi
Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner terhadap 385 responden mengenai
pendapatan, diketahui 69 responden (17,9%) diantaranya datang kurang dari 2 kali
dalam sebulan, 165 responden (42,9%) diantaranya dateng 2-3 kali dalam sebulan, 75
responden (19,5%) diantaranya datang 4-5 kali dalam sebulan, dan 76 responden
(19,7%) diantaranya datang lebih dari 5 kali dalam sebulan. Pada Gambar 4.5 dibawah
ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden dateng 2-3 kali dalam sebulan.
17.9%
42.9%19.5%
19.7%
Frekuensi<2 kali2 - 3 kali4 -5 kali>5 kali
Gambar 4.5 Frekuensi
Sumber: data yang telah diolah
4.1.2 Tanggapan Responden Mengenai Store Atmosphere (X)
Pada tabel 4.1 berikut menggambarkan tanggapan responden mengenai Store
Atmosphere(X).
Tabel 4.1 Tanggapan Responden Mengenai Store Atmosphere
N
oPernyataan
1 2 3 4 5 Jumlah Skor
Total
Skor
Idealf % F % F % F % f % F %
1
Penampilan
bagian depan
toko menarik
1 0,3 15 3,913
936,1 174 45,2 56
14,
5385 100,0 1424 1925
“Bersambung”
64
“Sambungan”
2
Papan nama dan
logo toko
terlihat jelas
6 1,6 6 1,6 70 18,2 188 48,8 11529,
9385 100,0 1555 1925
3
Pintu masuk
toko
memudahkan
anda untuk
masuk dan
keluar toko
3 0,8 11 2,911
529,9 176 45,7 80
20,
8385 100,0 1474 1925
4
Fasilitas parkir
di lingkungan
toko tersedia
dengan baik
5 1,3 47 12,214
938,7 127 33,0 57
14,
8385 100,0 1339 1925
5
Penggunaan
jenis lantai di
dalam toko
membuat anda
merasa nyaman
1 0,3 25 6,512
632,7 166 43,1 67
17,
4385 100,0 1428 1925
6
Penggunaan
warna dan
pencahayaan
ruangan toko
terlihat menarik
1 0,3 18 4,7 99 25,7 182 47,3 8522,
1385 100,0 1487 1925
7
Aroma ruangan
toko harum
sehingga anda
nyaman berada
di dalamnya
2 0,5 37 9,611
930,9 140 36,4 87
22,
6385 100,0 1428 1925
“Bersambung”
65
“Sambungan”
8
Musik yang
dimainkan di
toko membuat
anda betah
berada di dalam
toko
6 1,6 41 10,613
434,8 138 35,8 66
17,
1385 100,0 1372 1925
9
Perabot toko
yang digunakan
terlihat menarik
2 0,5 27 7,016
943,9 139 36,1 48
12,
5385 100,0 1359 1925
10
Karyawan toko
melayani
dengan baik
1 0,3 29 7,514
437,4 141 36,6 70
18,
2385 100,0 1405 1925
11
Penggunaan
teknologi pada
kegiatan di
lingkungan toko
sudah baik
4 1,0 23 6,013
535,1 162 42,1 61
15,
8385 100,0 1408 1925
12
Suhu udara di
dalam toko
sejuk
2 0,5 14 3,6 91 23,6 170 44,2 10828,
1385 100,0 1523 1925
13
Kondisi
lingkungan toko
bersih
0 0,0 11 2,912
031,2 174 45,2 80
20,
8385 100,0 1478 1925
14
Penataan
ruangan di
dalam toko
sudah baik
2 0,5 21 5,514
337,1 155 40,3 64
16,
6385 100,0 1413 1925
15
Pengelompokan
barang di dalam
toko sudah baik
2 0,5 25 6,513
535,1 157 40,8 66
17,
1385 100,0 1415 1925
“Bersambung”
66
“Sambungan”
16
Pola arus
lalulintas di
dalam toko
mudah
3 0,8 56 14,514
537,7 139 36,1 42
10,
9385 100,0 1316 1925
17
Tersedianya
tanda penunjuk
lokasi untuk
setiap kategori
produk sehingga
memudahkan
anda dalam
mencari produk
yang dibutuhkan
5 1,3 56 14,514
236,9 132 34,3 50
13,
0385 100,0 1321 1925
18
Tema dekorasi
toko disesuaikan
dengan event
yang sedang
berlangsung
2 0,5 26 6,815
841,0 149 38,7 50
13,
0385 100,0 1374 1925
19
Penggabungan
berbagai macam
barang sudah
sesuai
0 0,0 19 4,915
540,3 161 41,8 50
13,
0385 100,0 1397 1925
20
Rak
penyimpanan
barang menarik
0 0,0 32 8,317
746,0 136 35,3 40
10,
4385 100,0 1339 1925
Jumlah Skor Total 28255
Presentase Skor 73,4%
Sumber: data yang telah diolah
Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel 4.1 di atas, dapat
dilihat bahwa skor total untuk Store Atmosphere (X) adalah 28255. Jumlah skor
67
tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan
cara :
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 20 x 385 = 38500
Nilai Indeks Minimum = 1 x 20 x 385 = 7700
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (38500 - 7700) : 5
= 6160
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (28255 :38500) x 100%
= 73,4%
Tidak baikKurang
BaikCukup Baik
Sangat
baik
20.0% 36.0% 52.0% 68.0% 84.0% 100.0%
Gambar 4.6 Garis Kontinum Store Atmosphere (X)
Sumber: data yang telah diolah
Secara ideal, skor yang diharapkan untuk jawaban responden terhadap 20
pertanyaan adalah 38500. Dari perhitungan dalam tabel menunjukkan nilai yang
diperoleh 28255 atau 73,4% dari skor ideal yaitu 38500. Dengan demikian Store
Atmosphere (X) berada pada kategori baik. Yang dimaksud pada kategori baik adalah
papan nama dan logo yang terlihat jelas, penggunaan warna dan pencahayaan ruangan
toko yang terlihat menarik, dan suhu udara di dalam toko yang sejuk. Hal itu terlihat
68
73,4%
dari perolehan skor total tertinggi. Namun disisi lain perolehan skor total terendah
terletak pada pola arus lalulintas di dalam toko, ketersediaan tanda penunjuk lokasi
untuk setiap kategori produk, fasilitas parkir dan rak penyimpanan yang tersedia.
4.1.3 Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Konsumen (Y)
Pada tabel 4.2 berikut menggambarkan tanggapan responden mengenai
Kepuasan Konsumen (Y).
Tabel 4.2 Tanggapan Responden Mengenai Kepuasan Konsumen
No
Pernyataan1 2 3 4 5 Jumlah Skor
TotalSkor Idealf % F % F % f % F % F %
1
Saya puas terhadap suasana lingkungan toko yang ditampilkan, maka dari itu saya akan berbelanja kembali di toko tersebut
00,0
7 1,8 135 35,1166
43,1 77 20,0385
100,0 1468 1925
2
Saya puas berada di dalam toko, maka dari itu saya akan berbelanja kebutuhan yang lain di toko tersebut
00,0
14 3,6 139 36,1169
43,9 63 16,4385
100,0 1436 1925
3
Saya puas terhadap suasana lingkungan
toko yang ditampilkan, maka dari itu saya akan
merekomendasikan kerabat saya untuk berbelanja di toko
tersebut
0 0,0 24 6,2 132 34,3 162 42,1 67 17,4 385 100,0 1427 1925
Jumlah Skor Total 4331
Presentase Skor 75,0%
Sumber: data yang telah diolahTabel 4.2 di atas menggambarkan tanggapan responden mengenai Kepuasan
Konsumen (Y). Berdasarkan hasil pengolahan yang disajikan pada tabel di atas, dapat
dilihat bahwa skor total untuk Kepuasan Konsumen (Y) adalah 4331. Jumlah skor
69
tersebut dimasukkan ke dalam garis kontinum, yang pengukurannya ditentukan dengan
cara :
Nilai Indeks Maksimum = 5 x 3 x 385 = 5775
Nilai Indeks Minimum = 1 x 3 x 385 = 1155
Jarak Interval = [nilai maksimum - nilai minimum] : 5
= (5775 - 1155) : 5
= 924
Persentase Skor = [(total skor) : nilai maksimum] x 100%
= (4331 :5775) x 100%
= 75,0%
Tidak baikKurang
BaikCukup Baik
Sangat
baik
20.0% 36.0% 52.0% 68.0% 84.0% 100.0%
Gambar 4.7 Garis Kontinum Kepuasan Konsumen (Y)
Sumber: data yang telah diolah
Secara ideal, skor yang diharapkan untuk jawaban responden terhadap 3
pertanyaan adalah 5775. Dari perhitungan dalam tabel menunjukkan nilai yang
diperoleh 4331 atau 75,0% dari skor ideal yaitu 5775. Dengan demikian Kepuasan
Konsumen (Y) berada pada kategori baik.Adapun yang dimaksud baik adalah ketika
konsumen merasa puas terhadap suasana lingkungan toko sehingga akan berbelanja
kembali di toko tersebut dengan perolehan skor tertinggi. Sedangkan skor terendah
70
75,0%
adalah ketika konsumen akan merekomendasikan kerabatnya untuk berbelanja di toko
tersebut.
4.1.4 Hasil Analisis Deskriptif
Dari 385 responden dalam penelitian ini, dapat diketahui persentase tanggapan
responden mengenai store atmosphere (X) dan kepuasan konsumen (Y) yaitu masing –
masing sebesar 73,4% dan 75,0% yang artinya kedua variabel dalam penelitian ini
berada pada kategori baik. Adapun responden dalam penelitian ini kebanyakan berjenis
kelamin laki – laki. Responden pada penelitian ini rata – rata berusia 17 – 25 tahun dan
kebanyakan berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa dengan pendapatan setiap
bulannya di bawah Rp. 2.000.000,-. Dapat diketahui rata – rata frekuensi kunjungan
responden yaitu sebanyak 2 – 3 kali setiap bulannya.
4.2 Analisis Faktor
Pengujian analisis faktor pada penelitian ini menggunakan software IBM SPSS
Statistic 20. Pada tahap pertama analisis faktor yang dilakukan adalah menilai variabel
manakah yang akan dimasukkan kedalam analisis selanjutnya. Variabel yang dapat
dimasukkan kedalam analisis selanjutnya adalah variabel yang mempunyai korelasi
yang cukup tinggi dengan variabel lain sehingga dapat mengelompok dan membentuk
sebuah faktor. Data hasil kuisioner sebanyak 385 responden kemudian diolah dengan
cara memasukkan data kedalam SPSS, kemudian menggunakan menu Analyze
Dimension, Reduction Factor. Kemudian akan tampak pengisian variabel mana
saja yang akan diuji.
4.2.1 Perhitungan Matrix Korelasi
Perhitungan pertama yang digunakan adalah perhitungan matrix korelasi,
dimana untuk dapat menggunakan analisis faktor semua variabel harus berkorelasi.
Alat uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji
KMO dan Bartlett’s test of sphericity.
71
4.2.1.1 KMO dan Bartlett’s Test
KMO merupakan suatu uji untuk menunjukkan apakah metode sampling yang
digunakan telah memenuhi syarat atau tidak, yang berimplikasi apakah data dapat
dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis faktor atau tidak.
Setelah nilai KMO didapat, maka akan dapat kesimpulan berdasarkan nilai
yang didapat tersebut sebagai berikut :
0,9 – 1,0 : data sangat baik untuk dilakukan analisis faktor
0,8 – 0,9 : data baik untuk dilakukan analisis faktor
0,7 – 0,8 : data agak baik untuk dilakukan analisis faktor
0,6 – 0,7 : data lebih dari cukup untuk dilakukan analisis faktor
0,5 – 0,6 : data cukup untuk dilakukan analisis faktor
≤ 0,5 : data tidak layak untuk dilakukan analisis faktor
Sedangkan Bartlett’s Test of Sphericity digunakan untuk melihat apakah
variabel yang digunakan berkorelasi dengan variabel lainnya. Berikut hasil SPSS yang
diperoleh :
Tabel 4.3 KMO dan Bartlett’s
KMO and Bartlett's Test
,951
4355,259190
,000
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of SamplingAdequacy.
Approx. Chi-SquaredfSig.
Bartlett's Test ofSphericity
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai KMO Measure of Sampling
Adequacy (MSA) sebesar 0,951 (lebih besar dari 0,5) menunjukan bahwa sampel yang
72
diambil sudah memadai. Selain itu pada penelitian ini diketahui angka Chi-Square
menunjukkan angka sebesar 4355,259 dan angka signifikansi sebesar 0,000 (lebih kecil
dari 0,05) menunjukan bahwa variabel penelitian dapat diprediksi dan dianalisis lebih
lanjut. Hal ini juga ditunjang dengan hasil yang ditunjukkan oleh Anti-image Matrices.
4.2.1.2 Anti-Image Matrices
Pada Anti-Image Matrices terdapat angka-angka yang diberi huruf (a). Angka
yang terdapat pada bagian diagonal utama ini harus lebih besar dari 0,5karena angka
ini menunjukkan seberapa besar suatu indikator dapat dijelaskan oleh indikator-
indikator lainnya sehingga semakin besar semakin baik. Sebuah variabel dapat
diprediksi dan dilakukan analisis lebih lanjut jika memiliki MSA > 0,5. Jika dalam
hasil Anti-Image Matrices terdapat variabel yang memiliki angka MSA < 0,5 maka
variabel tersebut harus dikeluarkan dan dilakukan pengolahan data kembali. Apabila
terdapat lebih dari satu variabel yang memiliki nilai MSA < 0,5 maka variabel yang
dikeluarkan adalah variabel dengan angka terkecil (Santoso, 2010:66-67).
73
Tabel 4.4 Anti-Image Matrices (Anti-Image Correlation)
“Bersambung”
74
“Sambungan”
Sumber: data yang telah diolah
Dari tabel 4.4 di atas maka seluruh indikator sudah memiliki nilai anti-image
correlation di atas 0,5 sehingga analisis dapat dilanjutkan.
75
4.2.2 Penentuan Jumlah Faktor
Pada tahap kedua analisis faktor adalah melakukan ekstraksi terhadap
sekumpulan variabel yang terpilih sehingga terbentuk satu atau lebih faktor.Nilai
extraction menggambarkan besarnya persentase varian suatu variabel yang dapat
dijelaskan oleh faktor yang akan terbentuk. Semakin besar nilai extraction
menunjukkan semakin kuat hubungan dengan faktor yang nantinya akan terbentuk.
4.2.2.1 Communalities
Communalities merupakan proporsi varian variabel yang dapat dijelaskan oleh
faktor. Semakin besar communalities sebuah variabel maka semakin kuat hubungan
variabel tersebut dengan faktor yang terbentuk. Sebaliknya, semakin kecil
communalities sebuah variabel maka semakin lemah hubungan variabel tersebut
dengan faktor yang akan terbentuk.
Tabel 4.5 Communalities
Communalities
1,000 ,4861,000 ,4161,000 ,4791,000 ,4681,000 ,5721,000 ,5851,000 ,6401,000 ,4381,000 ,6091,000 ,4621,000 ,5561,000 ,5951,000 ,6471,000 ,5361,000 ,5891,000 ,7051,000 ,6951,000 ,5891,000 ,5281,000 ,536
p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20
Initial Extraction
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Sumber: hasil pengolahan SPSS
76
Pada tabel 4.5 di atas didapat nilai initial dan nilai extraction, nilai initial
merupakan varian variabel sebelum dilakukan ekstrak. Semua nilai intial bernilai 1, hal
ini berarti bahwa sebelum dilakukan ekstraksi variabel tersebut 100% membentuk
faktor tersebut.Karena faktor tidak dilakukan ekstraksi, dengan demikian terdapat 20
faktor.
Nilai extraction untuk indikator p1, nilai extraction adalah 0,486. hal ini berarti
bahwa 48,6% varian dari indikator p1 dapat dijelaskan oleh faktor yang akan
terbentuk. Demikian juga untuk variabel yang lainnya.
4.2.2.2 Total Variance Explained
Penentuan jumlah faktor yang diperlukan untuk mewakili variabel-variabel
yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigenvalue serta persentase total
variannya. Hanya faktor yang memiliki eigenvalue ≥ 1 yang dipertahankan dalam
model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dalam model.
Tabel 4.6 Total Variance Explained
Total Variance Explained
9,656 48,278 48,278 9,656 48,278 48,278 6,451 32,254 32,2541,477 7,384 55,662 1,477 7,384 55,662 4,682 23,408 55,662,910 4,548 60,210,899 4,493 64,704,726 3,630 68,333,683 3,417 71,750,621 3,107 74,857,593 2,963 77,820,537 2,685 80,505,499 2,493 82,998,455 2,274 85,272,440 2,202 87,474,408 2,039 89,513,364 1,818 91,331,331 1,654 92,986,314 1,571 94,556,300 1,501 96,057,297 1,486 97,543,254 1,272 98,815,237 1,185 100,000
Component1234567891011121314151617181920
Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Sumber: hasil pengolahan SPSS
77
Pada tabel 4.6 diatas tersebut dapat diperoleh informasi bahwa jumlah faktor
yang terbentuk adalah 2 faktor, yaitu faktor pertama yang mempunyai eigenvalue
sebesar 9,656 dan faktor kedua yang mempunyai eigenvalue sebesar 1,477. Dari tabel
tersebut dapat diperoleh dua faktor dengan total persentase varians dari dua puluh
faktor tersebut adalah sebesar 48,278% + 7,384% = 55,662%. Dengan demikian,
55,662% dari seluruh variable yang ada dapat dijelaskan oleh 2 faktor yang terbentuk.
Akan tetapi karena pada penelitian ini ingin mendapatkan faktor atau konstruk
yang sesuai dengan teori, maka faktor yang dibentuk adalah satu dengan rotasi yang
dipilih adalah metode varimax.
4.2.2.3 Component Matrix
Component Matrix merupakan hasil pengolahan data yang menunjukkan
distribusi 20 varian terhadap dua faktor yang terbentuk. Angka pada tabel component
matrix merupakan factor loading. Factor loading adalah besar korelasi antara suatu
variabel dengan faktor yang baru terbentuk (Santoso, 2010:85).
Tabel 4.7 Component Matrixa
Component Matrixa
,674 -,180,588 -,265,673 -,163,677 -,097,712 -,255,670 -,370,745 -,291,648 -,135,780 -,015,654 ,185,745 -,045,740 -,217,772 -,223,726 ,093,752 ,153,696 ,469,592 ,587,618 ,455,690 ,228,701 ,211
p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis.2 components extracted.a.
Sumber: hasil pengolahan SPSS
78
Proses penentuan variabel mana yang akan masuk ke faktor 1 dan 2 dilakukan
dengan cara membandingkan besar korelasi pada setiap baris.
4.2.3 Perotasian Faktor
Rotasi dilakukan dengan memutar (searah ataupun berlawanan dengan arah
jarum jam) kedua faktor yang belum dirotasi. Rotasi dapat dilakukan dengan cara yaitu
Orthogonal dan Oblique. Rotasi orthogonal dilakukan dengan tetap mempertahankan
sudut kedua faktor sebesar 90o. sedangkan rotasi oblique dilakukan tanpa
memperhatikan sudut kedua faktor setelah rotasi.
Tabel 4.8 Matriks Rotasi Faktor
Rotated Component Matrixa
,638 ,281,624 ,162,627 ,294,589 ,348,715 ,247,754 ,131,763 ,240,590 ,301,618 ,477,394 ,554,609 ,431,713 ,294,742 ,309,508 ,527,490 ,590,249 ,802,094 ,828,197 ,742,396 ,610,415 ,603
p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Rotation converged in 3 iterations.a.
Sumber: hasil pengolahan SPSS
79
Tabel 4.8 diatas menunjukkan distribusi variable-variabel yang telah diekstrak
ke dalam faktor yang telah terbentuk berdasarkan faktor loadingnya setelah dilakukan
proses rotasi. Faktor yang terbentuk dapat diperoleh hasil:
1) Faktor 1
Terdapat korelasi antara P1 yang memiliki factor loading 0,638, P2 yang
memiliki factor loading 0,624, P3 yang memiliki factor loading 0,627, P4 yang
memiliki factor loading 0,589, P5 yang memiliki factor loading 0,715, P6 yang
memiliki factor loading 0,754, P7 yang memiliki factor loading 0,763, P8 yang
memiliki factor loading 0,590, P9 yang memiliki factor loading 0,618, P11
yang memiliki factor loading 0,609, P12 yang memiliki factor loading 0,713,
dan P13 yang memiliki factor loading 0,742 dengan faktor 1.
2) Faktor 2
Terdapat korelasi antara P10 yang memiliki factor loading 0,554, P14 yang
memiliki factor loading 0,527, P15 yang memiliki factor loading 0,590, P16
yang memiliki factor loading 0,802, P17 yang memiliki factor loading 0,828,
P18 yang memiliki factor loading 0,742, P19 yang memiliki factor loading
0,610, P20 yang memiliki factor loading 0,603 dengan faktor 2.
4.2.4 Interpretasi Faktor
Berdasarkan hasil analisis faktor maka diperoleh dua faktor baru yang
terbentuk dengan variabel – variabel baru di dalamnya. Pengelompokkan dilakukan
berdasarkan nilai factor loading. Berikut faktor baru yang terbentuk.
Tabel 4.9 Komponen Faktor Baru
Faktor No. Item Item Factor Loading
1 P1 Storefront menampilkan bagian depan toko menarik 0,638
P2 Marquee menampilakn nama atau logo toko dengan jelas 0,624
P3 Entrance memudahkan konsumen keluar dan masuk toko 0,627
“Bersambung”
80
“Sambungan”
P4 Parking facilities tersedia dengan baik 0,589
P5 Flooring membuat konsumen merasa nyaman 0,715
P6 Color and Lighting terlihat menarik 0,754
P7 Scent membuat konsumen merasa nyaman 0,763
P8 Music membuat konsumen merasa betah 0,590
P9 Store fixtures memberikan kemampuan pemilihan perabot toko 0,618
P11 Technology yang digunakan memudahkan transaksi 0,609
P12 Temperatrure membuat konsumen merasa nyaman 0,713
P13 Cleanliness membuat konsumen merasa nyaman 0,742
2 P10 Karyawan memberikan pelayanan yang baik 0,554
P14 Alokasi ruangan memudahkan konsumen 0,527
P15 Pengelompokkan produk memudahkan konsumen 0,590
P16 Arus lalulintas dalam toko memudahkan konsumen 0,802
P17 Assortment display terlihat menarik 0,828
P18 Theme-setting display telah sesuai 0,742
P19 Ensemble display telah sesuai 0,610
P20 Rack display terlihat menarik 0,603
Sumber: data yang telah diolah
Proses selanjutnya yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penamaan
faktor baru yang terbentuk dengan cara mengurutkan factor loading masing – masing
variabel dari angka yang terbesar ke yang terkecil pada setiap komponen.
Tabel 4.10 Penamaan Faktor Baru
Faktor Nama Faktor Baru Kontribusi
1 Public Facilities 48,278%
2 Performance 7,384%
TOTAL 55,662%
Sumber: data yang telah diolah
81
Pada tabel 4.10 diatas kedua faktor tersebut dapat menjelaskan 55,662% dari
variabilitas 20 variabel yang diteliti.
4.2.5 Validasi Faktor
Validasi faktor dapat dilakukan dengan membagi data yang digunakan dalam
proses analisis menjadi dua bagian sama besar (metode split) atau dengan
menggunakan data baru. Pada kesempatan ini digunakan cara membagi data menjadi
dua bagian sama besar dan dilakukan analisis faktor dengan kedua kumpulan data
tersebut lalu cek hasil pemfaktorannya.
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Hasil split sample menunjukkan bahwa antara sub sampel pertama dan kedua,
jumlah faktor yang terbentuk tetap sama yaitu 2 faktor, dan anggota tiap faktor juga
tidak berbeda meskipun terdapat perbedaan pada nilai-nilai factor loading. Jadi dapat
82
Tabel 4.11 Sampel (Responden) 1-192
Component Matrixa
,628 -,192,519 -,254,630 -,251,683 -,213,660 -,225,664 -,256,787 -,273,723 -,340,773 -,128,618 ,151,752 ,048,721 -,136,771 -,181,779 ,034,770 ,291,738 ,452,617 ,547,575 ,452,658 ,349,699 ,190
p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis.2 components extracted.a.
Tabel 4.12 Sampel (Responden) 193-385
Component Matrixa
,712 -,139,656 -,245,710 -,066,674 ,010,753 -,240,675 -,442,712 -,343,579 ,056,788 ,082,701 ,151,741 -,124,757 -,271,774 -,259,686 ,149,738 ,035,660 ,475,570 ,608,652 ,438,717 ,124,703 ,218
p1p2p3p4p5p6p7p8p9p10p11p12p13p14p15p16p17p18p19p20
1 2Component
Extraction Method: Principal Component Analysis.2 components extracted.a.
disimpulkan bahwa kedua faktor yang terbentuk stabil dan dapat di generalisasi untuk
populasi yang ada.
4.3 Analisis Pengaruh Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap
Kepuasan Konsumen (Y)
4.3.1 Uji Asumsi Klasik
4.3.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil
terdistribusi normal atau tidak. Distribusi normal membentuk suatu garis lurus
diagonal. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal menunjukkan pola distribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan melalui
tes Kolmogorov-Smirnov koreksi Lilliefors. Dengan bantuan software SPSS diperoleh
hasil sebagai berikut :
Tabel 4.13 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 385
Normal Parametersa,bMean 0E-7
Std. Deviation ,55380136
Most Extreme Differences
Absolute ,051
Positive ,029
Negative -,051
Kolmogorov-Smirnov Z ,994
Asymp. Sig. (2-tailed) ,276
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: hasil pengolahan SPSS
83
Gambar 4.8 Probability Plot
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Analisis kenormalan berdasarkan metode Kolmogorov-Smirnov mensyaratkan
kurva normal apabila nilai Asymp. Sig. berada di atas batas maximum error, yaitu 0,05.
Adapun dalam analisis regresi, yang diuji kenormalan adalah residual atau variabel
gangguan yang bersifat stokastik acak. Selain itu, dengan melihat tampilan grafik
normal plot data menyebar disekitar garis diagonal, maka data di atas dapat digunakan
karena variabel residu berdistribusi normal.
4.3.1.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Untuk menguji ada
tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan cara mengkorelasikan setiap variable
bebas dengan nilai mutlak residualnya menggunakan korelasi Rank Spearman. Dengan
bantuan software SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
84
Tabel 4.14 Uji Heteroskedastisitas
Correlations
Unstandardized
Residual
Spearman's rho
Public Facilities (X1)Correlation Coefficient ,052
Sig. (2-tailed) ,307
N 385
Performance (X2)
Correlation Coefficient ,034
Sig. (2-tailed) ,505
N 385
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Dari output di atas dapat dilihat bahwa terdapat korelasi yang tidak signifikan.
Hal ini dilihat dari nilai p-value (Sig) yang lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
4.3.1.3 Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
linier antar variabel independen dalam model regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas adalah dengan menggunakan Variance Inflation Factors (VIF).
Dengan bantuan software SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.15 Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1Public Facilities (X1) 1,000 1,000
Performance (X2) 1,000 1,000
a. Dependent Variable: Kepuasan
Sumber: hasil pengolahan SPSS
85
Dari output di atas dapat dilihat bahwa nilai VIF kurang dari 10, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas dalam data.
4.3.2 Analisis Korelasi Berganda
Untuk mengetahui hubungan secara bersama-sama antara Public Facilities (X1)
dan Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y), digunakan analisis korelasi
berganda (R).
Tabel 4.16 Analisis Korelasi Berganda
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,735a ,541 ,538 ,55525
a. Predictors: (Constant), REGR factor score 2 for analysis 1, REGR
factor score 1 for analysis 1
b. Dependent Variable: Kepuasan
Sumber: hasil pengolahan SPSS
Berdasarkan hasil output software SPSS di atas, diperoleh nilai koefisien
korelasi (R) sebesar 0,735. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).
4.3.3 Koefisien Determinasi
Besarnya pengaruh Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap
Kepuasan Konsumen (Y) dapat ditunjukkan oleh koefisien determinasi dengan rumus
sebagai berikut :
KD = R2 x 100%
= (0,735)2 x 100%
= 54,1%
86
Artinya variabel Public Facilities (X1) dan Performance (X2) memberikan
pengaruh sebesar 54,1% terhadap Kepuasan Konsumen (Y).Sedangkan sisanya sebesar
45,9% merupakan kontribusi variabel lain selain Public Facilities (X1) dan
Performance (X2).
4.3.4 Menguji Keberartian Koefisien Regresi
4.3.4.1 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabel-
variabel bebas secara bersama-sama atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji F.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance
(X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).
H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance (X2)
terhadap Kepuasan Konsumen (Y).
α = 5%
Statistik Uji:
F=R2 (n−k−1 )
k (1−R2)
Kriteria Uji :
1. Terima Ho jika F hitung < F tabel
2. Tolak Ho jika F hitung ≥ F tabel
F tabel = F α ; (df1, df2) ; df1 = k , df2 = n-k-1
Hasil uji F berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut :
87
Daerah Penerimaan Ho
Daerah Penolakan Ho
Ftabel
= 3,01930
Fhitung
= 224,971
Tabel 4.17 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
F hitung Df F tabel Sig Keterangan Kesimpulan
224,971df1 = 2
3,0193 0,000 Ho ditolakAda pengaruh
df2 = 382 (Signifikan)
Sumber: data yang telah diolah
Dari tabel diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 224,971. Karena nilai F
hitung (224,971) > F tabel (3,0193), maka Ho ditolak.
Gambar 4.9 Daerah Penolakan Ho Pada Pengujian Secara Simultan
Sumber: data yang telah diolah
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh
yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance (X2) terhadap Kepuasan
Konsumen (Y).
4.3.4.2 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu pengaruh dari variabel -
variabel bebas secara parsial atas suatu variabel tidak bebas digunakan uji t.
88
1. Pengaruh Public Facilities (X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y)
Hipotesis :
Ho :β1 = 0 Public Facilities (X1) tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kepuasan Konsumen (Y).
H1 :β1 ≠ 0 Public Facilities (X1) berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Konsumen (Y).
α = 5%
Statistik Uji :
thit = , derajat bebas = n-k-1
Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
2. Tolak Ho jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Hasil uji t berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.18 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)
Variabe
lt hitung Df t tabel Sig
Keteranga
n
Kesimpula
n
X1 16,438 382 1,966 0,000 Ho ditolak Signifikan
Sumber: data yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.18 di atas dapat dilihat bahwa Variabel X1 memiliki nilai t
hitung lebih besar dari nilai t tabel. Karena nilai t hitung (16,438) > t tabel (1,966),
maka Ho ditolak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat
pengaruh signifikan dari Public Facilities (X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).
89
Terima Ho
-1,966
Ho ditolakHo ditolak
16,4381,966
Gambar 4.10 Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Variabel Public Facilities
(X1) terhadap Kepuasan Konsumen (Y)
Sumber: data yang telah diolah
2. Pengaruh Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y)
Hipotesis :
Ho :β 2 = 0 Performance (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Konsumen (Y).
H1 : β 2 ≠ 0 Performance (X2) berpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Konsumen (Y).
α = 5%
Statistik Uji :
thit = , derajat bebas = n-k-1
Kriteria Uji : 1. Terima Ho jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
2. Tolak Ho jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Hasil uji t berdasarkan pengolahan SPSS disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4.19 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji T)
Variabe
lt hitung Df t tabel Sig
Keteranga
n
Kesimpula
n
X2 13,407 382 1,966 0,000 Ho ditolak Signifikan
Sumber: data yang telah diolah
90
Terima Ho
-1,966
Ho ditolakHo ditolak
13,4071,966
Berdasarkan tabel 4.19 diatas dapat dilihat bahwa Variabel X2 memiliki nilai t
hitung lebih besar dari nilai t tabel. Karena nilai t hitung (13,407) > t tabel (1,966),
maka Ho ditolak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat
pengaruh signifikan dari Performance (X2) terhadap Kepuasan Konsumen (Y).
Gambar 4.11 Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Variabel Performance (X2)
terhadap Kepuasan Konsumen (Y)
Sumber: data yang telah diolah
4.3.5 Analisis Regresi Berganda
Untuk melihat pengaruh Public Facilities (X1) dan Performance (X2) Terhadap
Kepuasan Konsumen (Y) digunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan
sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2
Dimana :
Y = Kepuasan Konsumen
X1 = Public Facilities
91
X2= Performance
a= Konstanta
b1, b2,=Koefisien Regresi
Hasil pengolahan software SPSS untuk analisis regresi berganda disajikan pada
tabel berikut :
Tabel 4.20 Analisis Regresi Berganda
Variabel Koefisien Regresi Std. Error T Sig.
(Constant
)3,206 0,028 113,287 0,000
X1 0,466 0,028 16,438 0,000
X2 0,380 0,028 13,407 0,000
Sumber: data yang telah diolah
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.20 di atas, diperoleh bentuk
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = 3,206+ 0,466 X1+0,380 X2
Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan
apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan nilai variabel bebas
lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel terikat
diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel
bebasnya.
Dari persamaan regresi linier berganda diatas diperoleh nilai konstanta sebesar
3,206. Artinya, jika variabel Kepuasan Konsumen (Y) tidak dipengaruhi oleh kedua
variabel bebasnya yaitu Public Facilities (X1) dan Performance (X2) bernilai nol, maka
besarnya rata-rata Kepuasan Konsumen akan bernilai 3,206.
92
Tanda koefisien regresi variabel bebas menunjukkan arah hubungan dari
variabel yang bersangkutan dengan Kepuasan Konsumen. Koefisien regresi untuk
variabel bebas X1 bernilai positif, menunjukkan adanya hubungan yang searah antara
Public Facilities (X1) dengan Kepuasan Konsumen (Y). Koefisien regresi variabel X1
sebesar 0,466 mengandung arti untuk setiap pertambahan Public Facilities (X1) sebesar
satu satuan akan menyebabkan meningkatnya Kepuasan Konsumen (Y) sebesar 0,466.
Koefisien regresi untuk variabel bebas X2 bernilai positif, menunjukkan adanya
hubungan yang searah antara Performance (X2) dengan Kepuasan Konsumen (Y).
Koefisien regresi variabel X2 sebesar 0,380 mengandung arti untuk setiap pertambahan
Performance (X2) sebesar satu satuan akan menyebabkan meningkatnya Kepuasan
Konsumen (Y) sebesar 0,380.
93
‘halaman ini sengaja dikosongkan’
94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari 385 responden dalam penelitian ini, dapat diketahui persentase tanggapan
responden mengenai store atmosphere (X) sebesar 73,4% yang artinya variabel
tersebut berada pada kategori baik. Sedangkan persentase tanggapan responden
mengenai kepuasan konsumen (Y) yaitu 75,0% yang artinya variabel tersebut
berada pada kategori baik.
2. Proses analisis yang telah dilakukan mendapatkan hasil bahwa terdapat dua
faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Faktor – faktor yang baru
terbentuk tersebut berasal dari faktor yang berbeda. Kedua faktor baru tersebut
adalah :
1. Public Facilities
2. Performance
3. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti memperoleh kesimpulan
bahwa pengaruh Store Atmosphere terhadap Kepuasan Konsumen secara umum
berpengaruh signifikan baik secara simultan maupun parsial. Secara simultan
terdapat pengaruh yang signifikan dari Public Facilities (X1) dan Performance
(X2) terhadap kepuasan konsumen sebesar 54,1%. Sedangkan secara parsial
terdapat pengaruh signifikan dari Public Facilities (X1) terhadap kepuasan
konsumen (Y) sebesar 46,6% dan terdapat pengaruh signifikan dari
Performance (X2) terhadap kepuasan konsumen (Y) sebesar 38,0%.
95
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Perusahaan
Saran untuk pemilik bisnis ritel modern di kota Bandung adalah perlu
meningkatkan kualitas store atmosphere di dalam toko. Peningkatan tersebut dapat
dilakukan dengan memperhatikan tanggapan dari responden :
1) Public Facilities. Faktor ini mengacu pada tingkat kenyamanan konsumen
seperti storefront, marquee, entrance, parking facilities, flooring, color and
lighting, scent, music, store fixtures, technology, temperature, cleanliness.
Dilihat dari hasil tanggapan responden, perusahaan harus lebih meningkatkan
faktor – faktor tersebut khususnya faktor marquee (papan nama dan logo) dan
temperature (suhu udara ruangan) karena memiliki tanggapan responden
dengan skor tertinggi, akan tetapi perusahaan harus memperbaiki faktor
parking facilities (fasilitas parkir) karena tanggapan responden terhadap faktor
ini memiliki skor terendah yaitu sebesar 1339.
2) Performance. Faktor ini mengacu pada tingkat ketertarikan konsumen pada
tampilan display di dalam toko seperti karyawan, alokasi ruangan,
pengelompokkan produk, arus lalulintas, assortment display, theme-setting
display, ensemble display, rack display. Hasil dari tanggapan responden,
perusahaan harus lebih meningkatkan faktor pengelompokkan produk di dalam
toko karena tanggapan responden mengenai faktor tersebut memiliki skor
tertinggi yaitu sebesar 1415, akan tetapi perusahaan juga harus memperbaiki
faktor pola arus lalulintas di dalam toko karena memiliki hasil tanggapan
responden dengan skor terendah yaitu sebesar 1316.
5.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
1) Saran untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan dapat menambahkan atau
menggunakan variabel dan faktor lain yang bersumber dari jurnal atau
96
penelitian terdahulu yang belum dipakai pada penelitian ini. Penelitian
selanjutnya dapat memilih objek penelitian lain yang belum digunakan pada
penelitian ini seperti penggunaan e-retailing atau membedakan penelitian
berdasarkan jenis ritel modern. Membagi fokus penelitian pada setiap jenis ritel
modern, seperti penelitian pada hypermarket, penelitian pada supermarket
ataupun penelitian pada minimarket. Pembagian fokus penelitian tersebut akan
memperoleh hasil yang berbeda – beda pada setiap jenisnya, sehingga hasil
penelitian akan lebih akurat.
2) Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan teknik penyebaran
kuisioner lainnya, tidak hanya melalui persebaran online pada Line, Facebook,
Whatsapp, dan penelitian selanjutnya dapat lebih mengkarakteristikan
responden dan wilayah tempat tinggal responden, serta diharapkan penelitian
selanjutnya dapat menggunakan teknik analisis lainnya untuk mengetahui
secara lebih dalam pengaruh faktor yang diteliti baik faktor yang ada dalam
penelitian ini maupun faktor lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
97
Daftar Pustaka
Angga, A. (2009). Perdagangan Modern Tumbuh 3 Kali Lipat dari Tradisional. Detik
[online].Tersedia:http://finance.detik.com/read/2009/06/16/120119/1148635/4/
perdagangan-modern-tumbuh-3-kali-lipat-dari-tradisional [20 Juni 2016].
Apipudin. (2013, 03 Januari). Brand Switching Analysis Dalam Industri Ritel
Modern.Marketing [online]. Tersedia: http://www.marketing.co.id/brand-
switching-analysis-dalam-industri-ritel-modern/ [20 Januari 2016].
Berman, B., dan Evans, J. R. (2010).Retail Management(11thed). New Jersey: Pearson
Education.
Dahwilani, D.M. (2015, 02 Juni).Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12
Dunia.Sindonews [online]. Tersedia:
http://ekbis.sindonews.com/read/1007773/34/pertumbuhan-ritel-indonesia-
peringkat-12-dunia-1433163799 [20 Januari 2016].
Dinas Koperasi UKM & Perindustrian Perdagangan Kota Bandung.(2013). Data Pusat
Perbelanjaan Dan Toko Modern Tahun 2013.
Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS(4thed).
Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. (2013) .Aplikasi Analisis Multiverate dengan Program. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponogoro.
Grewal, D., dan Levy, M. (2012).Marketing(3rded). New York: Mc Graw Hill.
Hadiyanti, S., N. (2015).Pengaruh Store Atmosphere Dan Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Di Kedai 05 Karawang.Tugas Akhir pada
Universitas Widyatama Bandung.
98
Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., dan Anderson, R. E. (2014).Multivariate
DataAnalysis: a Global Prespective(7thed). England: Pearson Education.
Hasan, Ali. (2014). Marketing dan Kasus – Kasus Pilihan. Jakarta: Center for
Academic Publishing Service).
Indrawati. (2015). Metode Penelitan Manajemen dan Bisnis Konvergensi Teknologi
Komunikasi dan Informasi. Bandung: PT. Refika Aditama.
Kasmiruddin. (2013). Analisis Kekuatan Persaingan Bisnis Ritel Modern Di
Pekanbaru (Sebagai Suatu Formulasi Strategi Bersaing), Jurnal Aplikasi
Bisnis, Vol. 4, No. 1, 10-20.
Kotler,P., dan Armstrong, G. (2012). Principles of Marketing(14thed). New
Jersey :Prentice hall.
Kotler, P., dan Amtrong, G. (2014).Principles of Marketing(15thed). England: Pearson.
Kotler, P., dan Keller, K. L. (2009).Marketing Management (13thed). New Jersey:
Pearson Education.
Kotler, P., dan Keller, K.L. (2012).Marketing Management (14thed). New Jersey:
Pearson Education.
Levy, M., dan Weitz, B. A. (2009). Retailing Management (7thed). New York: Mc
Graw Hill.
Martono, Nanang. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Melisa, Y. (2012). Pengaruh Bauran Pemasaran Ritel Terhadap Keputusan Pembelian
Ulang Konsumen Mega Prima Swalayan Payakumbuh, Jurnal Manajemen,
Vol. 1, No. 1, 1-20.
99
Nofiawaty, dan Yuliandi, B. (2014).Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan
Pembelian Konsumen Pada Outlet Nyenyes Palembang, Jurnal Manajemen
dan Bisnis Sriwijaya, Vol. 12, No. 1, 1-42.
Paramita, N., Y. (2012). Pengaruh Store Atmosphere Waroeng Joglo “Bu Rini”
Terhadap Kepuasan Konsumen, Journal.
Pasaribu, D.A., Sembiring, B.K. (2013). Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Ritel
Terhadap Kepuasaan Dan Loyalitas Pelanggan Minimarket Mest Mart
Syariah, Vol. 1, No. 2.
Peter, J.P., dan Olson, J.C. (2003). Cunsomer Behavior And Marketing Strategy ( 6th
ed). New York: Mc Graw/Irwin.
Putri, L.,H., Kumadji, S., dan Kusumawati, A. (2014). Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Keputusan Pembelian dan Kepuasan Pelanggan, Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB), Vol. 15 No. 2.
Rangkuti, Freddy. (2011). Riset Pemasaran(10thed). Jakarta: Gramedia.
Riduwan. (2015). Dasar – dasar Statistika: Edisi Revisi. Bandung: Alfabeta.
Sari, N., M. (2015).Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen Pada
Roemah Kopi Bandung. Tugas Akhir pada Universitas Telkom Bandung: tidak
diterbitkan.
Sari, D. A., Minarsih, M. M., dan Fathoni, A. (2014).Analisis Pengaruh Store
Atmosphere Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Pizza Hut Semarang, Jurnal
Skripsi Ekonomi Manajemen, 1-13.
Santoso, Singgih. (2010). Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Elex edia Kompetindo.
Sarwono, Jonathan. (2013). Statistik MultivariatAplikasi Untuk Riset Skripsi.
Yogyakarta: ANDI.
100
Sekaran, Uma. (2006). Research Method for Business. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, U., dan Bougie, R. (2013). Research Methods For Business (6thed). UK:
Wiley.
Sirojul.(2010, 29 Oktober).Persaingan Ritel Di Bandung Semakin Ketat. Bandung
Bisnis [online]. Tersedia:
http://bandung.bisnis.com/read/20101029/3/5150/persaingan-ritel-di-bandung-
semakin-ketat [20Januari 2016].
Soliha, E. (2008). Analisis Industri Ritel Di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi
(JBE), Vol. 15, No. 2, 128-142.
Sopiah, dan Syihabudhin. (2008). Manajemen Bisnis Ritel (1sted.). Yogyakarta: Andi
Offset.
Sugiyono (2010).MetodePenelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitan: Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan.
Bandung: Refika Aditama.
Tendean, A., dan Widodo, A. (2015).Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan
Konsumen (studi pada Maja House Sugar & Cream Bandung), Journal.
Tjiptono, F., dan Chandra, G. (2012).Pemasaran Strategik (2nded). Yogyakarta: Andi
Offset.
Usman, H dan Sobari, N. (2013).Aplikasi Teknik MultivariatUntuk Riset Pemasaran.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
101
Utami, Christina Whidya. (2010). Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel
Modern. Jakarta: Salemba Empat.
Utomo, T. J. (2010). LingkunganBisnis Dan Persaingan Bisnis Ritel(The Business
Environment and the Competition of Retail Business), Jurnal Fokus Ekonomi,
Vol. 5, No. 1, 70-80.
Youlandha, C., P. (2011). Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen
Dan Loyalitas Pelanggan Dalam Menggunakan Jasa Karaoke Happy Puppy Di
Jember.Tugas Akhir pada Universitas Jember.
Zeithaml, V. A., dan Marry Bitner. (2009). Delivering Quality Service Balancing
Customer Perceptions and Expectation. New York: The Free Press A Division
Of Macmillan Inc.
Zikmund, W. G., Babin, B. J., Carr, J. C., dan Griffin, M. (2010). Business Research
Methods (8thed). Canada: Cengage Learning.
102
Lampiran
103
104
105
106
107
108
Top Related