Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 315
LEMBAGA PENGEMBANGAN BAHASA ASING (LPBA)
SEBAGAI SOLUSI BELAJAR BAHASA ARAB BAGI PEMULA
DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN
Karomatus Sa’idah
Universitas Negeri Malang
ABSTRAK: pembelajaran bahasa Arab di pondok pesantren adalah hal yang lazim, meskipun demikian tak jarang ditemukan beberapa pelajar/santri yang tidak bisa berbahasa Arab dengan fasih dan lancar.
Tentu saja ini adalah hal yang sangat mengherankan, karena model dan kurikulum pembelajaran bahasa Arab telah dirancang
sedemikian baik dan diterapkan di pesantren-pesantren. Bila diamati lebih teliti, akan ditemukan hal yang sangat mengejutkan,
karena ternyata tidak sedikit tamatan pesantren yang tetap tidak bisa berbahasa Arab dengan fasih dan lancar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak semua lembaga pendidikan
berbasis islam seperti pesantren mampu menjadikan pelajar/santri berbahasa Arab dengan fasih dan lancar. Mempelajari bahasa asing berarti juga harus memahami dan mengikuti aturan yang terdapat didalam nya. Tujuan utama dalam mempelajari bahasa asing adalah mampu mengungkapkan bahasa asing tersebut dengan cara lisan. Untuk itu makalah ini memaparkan bagaimana Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) ini menjadi solusi bagi pesantren sebagai wadah untuk mencetak pelajar/santri yang mampu berbahasa Arab dengan fasih
dan lancar.
KATA KUNCI: Lembaga Pengembangan Bahasa Asing,
Pembelajaran Bahasa Arab, Pondok Pesantren
Pembelajaran merupakan sebuah proses yang di dalamnya mencakup
pengertian seorang guru mengajarkan pengetahuan kepada anak didik dan usaha
anak didik untuk mempelajari suatu pengetahuan. Dalam bahasa Arab disebut
ta’lim yang berasal dari kata ‘alima, yang memiliki arti “mengetahui atau mengerti”
kemudian mengikuti wazan fa’ala-yufa’ilu-tafilan, sehingga menjadi ‘allama-
yu’allimu-ta’liman, wazan ini memiliki fungsi memuta’adikan fi’il lazim atau
dalam bahasa Indonesia sering diberi imbuhan “me” dan memberi akhiran “kan”,
sehingga kata ‘alima (mengetahui) menjadi ‘allama (memberitahukan), yang dalam
perkembangannya kata ta’lim diartikan pembelajaran atau pengajaran. Di
Indonesia, dari segi kurikulum pendidikan dibagi menjadi dua macam, pendidikan
formal dan non-formal. Pendidikan formal meliputi Taman Kanak-kanak
(TK)/Raudlatul Athfal (RA), Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyyah (MI),
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 316
Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA), hingga kuliah. Sedangkan
pendidikan non-formal meliputi Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Madrasah
Diniyah, Bimbingan belajar, hingga lembaga kursus.
Bahasa Arab adalah bahasa orang Arab dan Islam. Keduanya merupakan
unsur terbesar bangsa Arab. Dalam kenyataannya, tidak ada orang yang
mengingkari ketika kita berbicara tentang pembelajaran bahasa asing pada
masyarakat modern bahwa masyarakat merasa bahasa Arab itu sangat layak untuk
dipelajari. Keistimewaan bahasa Arab sangat banyak, dimana perubahan-
perubahan kosakatanya tidak mungkin untuk dibatasi, sehingga menjadikan bahasa
Arab sebagai salah satu bahasa terbesar di dunia. Inilah yang menjadikan bahasa
Arab layak untuk dipelajari (Rohman, 2015). Roviin (dalam Nurhidayati dan
Ridhwan, 2014) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa Arab di Indonesia
dimulai sejak masuknya islam ke tanah air. Pembelajaran dimulai dari bahasa Arab
sebagai bahasa ibadah, umat Islam melakukan ibadah dengan bacaan-bacaan
berbahasa Arab, maka pembelajaran bahasa Arab dimulai dengan pembelajaran
membaca Al-Qur’an. Dari sini kemudian berkembang pada pembelajaran bahasa
Arab untuk memahami teks-teks keagamaan dan kemudian bahasa sebagai media
komunikasi yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan dari yang klasik hingga
modern.
Pembelajaran bahasa Arab di madrasah pada umumnya memiliki banyak
kendala, bahkan tidak sedikit yang tidak berhasil memberikan pemahaman dan
keterampilan berbahasa kepada para peserta didiknya. Bahasa Arab lebih banyak
diajarkan sebagai pengetahuan atau ilmu tentang kebahasaan, bukan sebagai skill
berbahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi. Akibatnya ketika para peserta
didik belajar bahasa Arab tidak lebih dari mengenalkan bahasa Arab sebagai ilmu
yang lebih banyak mengkaji aspek qawaid nya dibandingkan dengan aspek kalam
(berbicara). Bahkan, proses pembelajaran pun sangat sedikit menggunakan bahasa
Arab sebagai bahasa pengantarnya (Makruf, 2016). Sedangkan, kebanyakan orang
berpikir bahwa pelajar dikatakan mahir berbahasa Arab apabila ia sudah mampu
berkomunikasi dengan fasih dan lancar dengan menggunakan bahasa Arab.
Dhofier (2011) menyebutkan bahwa sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat
pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah
pondok diserap dari bahasa Arab funduq yang memiliki arti hotel atau asrama.
Hingga saat ini dapat dipastikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan islam di Indonesia yang masih memegang peran sangat penting bagi
kehidupan masyarakat islam di Indonesia. Dhofier (2011) juga menyebutkan untuk
mendirikan dan mengembangkan sebuah pesantren, ada beberapa elemen yang
harus diperhatikan, antara lain:
1. Pondok
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 317
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional di mana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan
“Kyai”. Asrama untuk para santri berada dalam lingkungan komplek
pesantren di mana Kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah
masjid untuk beribadah, ruangan untuk belajar dan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi oleh
tembok untuk menjaga keluar dan masuknya para santri dan tamu-tamu
(orang tua santri, keluarga yang lain, dan tamu-tamu masyarakat luas) sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari pesantren dan
dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri,
terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang
jum’ah, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Seorang Kyai yang ingin
mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan
masjid di dekat rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah
gurunya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah
pesantren.
3. Pembelajaran Kitab Islam Klasik
Pengajaran kitab islam klasik, terutama karangan-karangan ulama yang
menganut faham Syafi’i, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang
diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utamanya ialah untuk
mendidik calon-calon ulama.
4. Santri
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren,
seorang alim hanya bisa disebut Kyai bilamana memiliki pesantren untuk
mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan
elemen penting dalam suatu lembaga pesantren.
5. Kyai
Kyai merupakan elemen paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali
bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan
suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi Kyainya.
Dengan berbagai pemaparan tersebut, makalah ini ditulis dengan harapan
dapat memberikan penjelasan bagaimana Lembaga Pengembangan Bahasa Asing
dapat menjadi solusi belajar bahasa Arab bagi pemula di lingkungan pondok
pesantren.
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 318
ISI DAN PEMBAHASAN
Belajar bahasa asing berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu
prinsip dasar pembelajarannya pun berbeda, baik dalam hal metode, materi,
maupun proses pembelajarannya. Dalam mempelajari bahasa asing berarti juga
harus memahami dan mengikuti aturan yang terdapat didalam nya. Bahasa adalah
sistem, yaitu terdiri dari beberapa unsur dan beberapa aspek yang mempunyai objek
kajian yang berbeda tetapi masih saling terkait satu sama lain, oleh karena itu
pembelajaran bahasa harus menyangkut berbagai aspek atau bidang kajian, tetapi
harus selalu dikaitkan satu dengan lainnya. Adapun aspek keterampilan bahasa pada
umumnya dibagi dalam empat kategori (Munir, 2017), yaitu keterampilan
mendengarkan/menyimak, keterampilan berbicara/bercakap, keterampilan
membaca, dan keterampilan menulis. Setiap anak pada dasarnya mempunyai
kemampuan untuk menguasai setiap bahasa. Namun demikian, belajar bahasa ibu
relatif lebih berhasil, sementara belajar bahasa asing cenderung lebih sulit.
Seperti yang sudah diketahui, bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang
mempunyai aturan atau pedoman yang harus diikuti oleh pemakainya, baik penutur
asli bahasa tersebut maupun atau siapapun yang menggunakan bahasa tersebut.
Maka dari itu, apabila seseorang mempelajari bahasa asing, sudah selayaknya dia
memahami dan mampu menggunakan bahasa tersebut sesuai dengan aturan yang
ada sehingga menyerupai penutur asli dari bahasa tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa setiap manusia yang lahir tidak
memiliki apa-apa, tidak bisa berbicara dan tidak memiliki pengetahuan, kecuali
hanya menangis saja, bahkan disebutkan dalam sebuah hadits bahwa setiap anak
yang dilahirkan itu dalam keadaan suci, artinya setiap manusia yang dilahirkan ke
dunia bagaikan kertas putih yang tidak ada tulisannya apa-apa, tidak ada muatan
apa-apa, tidak ada hal yang ia fahami dan lain sebagainya. Meskipun manusia yang
baru dilahirkan itu tidak memiliki bahasa dan tidak mengetahui apa-apa, tetapi ia
memiliki potensi diri untuk memperoleh bahasa dan menguasai bahasa yang
diucapkan oleh orang-orang di sekelilingnya. Fathur Rohman (2015) mengatakan
bahwa seseorang dapat memperoleh bahasa dengan baik jika terkumpul tiga syarat,
yaitu: pertama, sehatnya alat-alat bunyi untuk mengungkapkan bahasa; kedua,
sehatnya alat penerima bahasa; ketiga, pertumbuhan manusia di masyarakat.
Sebelum belajar bahasa Asing, seseorang pasti sudah mengalami
pengalaman berbahasa, yaitu dengan adanya hubungan komunikasi dengan orang
tua dan masyarakat sekitar. Bahasa ibu, itulah yang selanjutnya dianggap sebagai
penghambat dalam penguasaan bahasa Asing dengan baik. Proses kemajuan
berbahasa atau mempelajari bahasa Arab bagi orang Indonesia sangat tergantung
pada dua faktor. Pertama, tingginya perbedaan dan persamaan antara bahasa
mereka dan bahasa Arab yang sedang dipelajarinya. Kedua, seberapa jauh siswa
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 319
memberikan pengaruh terhadap proses mempelajari bahasa Arab. Bahasa Arab
merupakan bahasa asing yang belum dikenal oleh peserta didik sejak kecil. Tetapi,
pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing mempunyai berbagai prinsip.
Prinsip tersebut adalah persamaan-persamaan antara bahasa asing dan bahasa
ibunya akan memberikan pengaruh terhadap kemudahan dalam pembelajaran
bahasa asing tersebut. Begitu juga sebaliknya, perbedaan-perbedaan yang terdapat
pada bahasa ibu dan bahasa asing akan menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan
dalam mempelajari bahasa asing.
Banyak sekali ditemukan pondok pesantren di Indonesia yang menjadikan
bahasa Arab dan bahasa Inggris sebagai salah satu pembelajaran yang diwajibkan
bagi seluruh santri yang tinggal di pondok pesantren. Namun hal ini juga yang
menjadi permasalahan bagi beberapa pondok pesantren di Indonesia. Jumlah
pendidik yang tidak sepadan dengan jumlah santri menjadi salah satu permasalahan
di beberapa pesantren yang belum ditemukan solusinya, sehingga pembelajaran
menjadi tidak maksimal.
Effendy (dalam Roviin, 2013) menyatakan bahwa bentuk dan lembaga
pendidikan bahasa Arab di Indonesia terdiri atas:
1.) Pembelajaran bahasa Arab yang verbalistik, yaitu pembelajaran bahasa
Arab yang bertujuan untuk menguasai keterampilan membaca Al-
Qur’an. Lembaga-lembaga pembelajaran model ini berupa Taman
Pendidikan Al-Qur’an, masjid-masjid, musholla-musholla, dan
keluarga-keluarga muslim secara privat.
2.) Pembelajaran bahasa Arab yang berkaitan erat dengan pemahaman atau
pendalaman keilmuan bahasa Arab dan agama. Lembaga pembelajaran
model ini adalah pondok-pondok pesantren. Model ini menggunakan
metode Qowaid wa tarjamah dalam mengajarkan bahasa Arab dan
kitab-kitab berbahasa Arab.
3.) Pembelajaran bahasa Arab secara utuh. Pembelajaran bahasa Arab
model ini bertujuan untuk mengajarkan bahasa Arab sebagai bahasa
komunikasi disamping sebagai bahasa agama. Metode pembelajaran
yang digunakan adalah metode langsung (al-thariqah al-mubasyirah).
Lembaga yang menggunakan model ini adalah pondok pesantren
modern yang dipelopori oleh Mahmud Yunus di Sumatera dan Imam
Zarkasyi di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo.
4.) Pembelajaran dengan kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah, yaitu
di Madrasah Ibtidaiyyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah.
5.) Pembelajaran bahasa Arab dengan tujuan keahlian dan profesionalisme.
Pembelajaran model ini dilakukan di Perguruan Tinggi di Indonesia,
yaitu di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), Perguruan Tinggi
Umum, dan Pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus (li al-
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 320
aghra:dh al-khassah). Pembelajaran model ini dilakukan oleh lembaga-
lembaga kursus dengan tujuan pariwisata, haji, umrah, perdagangan,
dan tenaga kerja.
Agar dapat menguasai bahasa Arab tidak hanya dengan membaca tetapi
banyak caranya, diantaranya dengan latihan berbicara dan menulis dengan
menggunakan bahasa Arab, agar latihan itu benar-benar dapat menjadikan peserta
didik mampu menguasai bahasa Arab, peserta didik harus mempelajari kaidah
bahasa Arab, imla’, dan balagha. Selain itu, juga ada keharusan untuk menguasai
cabang-cabang bahasa Arab yang lain seperti cara mengungkapkan bahasa Arab
dengan benar, membaca yang benar dan memahaminya. Jadi tujuan utama
mempelajari bahasa Arab adalah mampu mengungkapkan dengan menggunakan
bahasa Arab, karena itu adalah alat untuk saling memahami dan barometer sebuah
kefahaman. Peserta didik harus dapat mengungkapkan keinginannya atau apa yang
ada dalam fikirannya dengan sempurna dan benar, baik secara lisan atau tulisan.
Peserta didik mampu memahami apa yang dia baca atau apa yang dia dengarkan,
dan dia bisa ikut serta dalam berfikir sesuai dengan kemampuannya, usianya, dan
kegemarannya (Rohman, 2015).
Pembelajaran bahasa Arab bagi non Arab merupakan satu hal yang tak bisa
dihindari, karena urgensi bahasa Arab bagi masyarakat dunia saat ini, cukup tinggi
baik yang muslim maupun non muslim. Banyak alasan mengapa orang-orang non
Arab mempelajari bahasa Arab, seperti yang disebutkan oleh Thu’aimah (dalam
Hermawan: 2011), antara lain:
1.) Motivasi agama terutama Islam, karena bahasa kitab suci kaum muslimin
berbahasa Arab menjadikan bahasa Arab harus dipelajari sebagai alat untuk
memahami ajaran agama yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an.
2.) Orang non Arab akan merasa asing jika berkunjung ke Jazirah Arabia yang
biasanya menggunakan percakapan bahasa Arab baik ‘amiyyah maupun
fushha jika tidak menguasai bahasa Arab.
3.) Banyak karya-karya para ulama klasik bahkan hingga yang berkembang
dewasa ini menggunakan bahasa Arab dalam kajian-kajian tentang agama
dan kehidupan keberagamaan kaum muslimin di dunia. Sehingga, untuk
menggali dan memahami hukum maupun ajaran-ajaran agama yang ada di
buku-buku klasik maupun modern, mutlak menggunakan bahasa Arab.
Bila kita perhatikan pembelajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah atau
lembaga yang ada di negara kita ini, kita melihat ada banyak peserta didik yang
telah belajar bahasa Arab sejak dia lahir di dunia ini, kemudian masuk sekolah
dasar, sekolah menengah, menengah atas, dan perguruan tinggi jenjang strata satu,
dua, dan tiga. Tetapi mereka tetap tidak bisa berbicara bahasa Arab secara fasih dan
lacar. Tentu saja ini adalah hal yang sangat mengherankan, karena kurikulum
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 321
pembelajaran bahasa Arab telah dirancang sedemikian baik dan diterapkan di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Bila kita amati lebih teliti, kita akan
mendapatkan hal yang sangat mengejutkan, karena ternyata tidak sedikit orang
yang tetap tidak bisa berbahasa Arab dengan fasih dan lancar padahal ia adalah
tamatan lembaga bahasa dan pesantren, bahkan ketika sekolah ia mengambil
jurusan bahasa Arab, demikian pula ketika ia kuliah ia juga menambil jurusan
bahasa Arab, baik ketika jenjang strata satu, jenjang magister, dan jenjang doktor.
Masih banyak kita jumpai mahasiswa-mahasiswa jurusan bahasa Arab yang tidak
bisa berbahasa Arab secara fasih dan lancar. Hal yang lebih miris lagi ternyata ada
pengakuan dari pengajar bahasa Arab di perguruan tinggi bahwa mahasiswa yang
pandai berbahasa Arab dengan fasih dan lancar adalah mereka yang sebelumnya
telah pandai berbahasa Arab sebelum mereka masuk ke jurusan bahasa Arab. Ini
artinya ada beberapa lembaga pendidikan yang tidak mampu menjadikan peserta
didiknya untuk mampu menguasai bahasa Arab dengan fasih dan lancar (Rohman,
2015).
Dalam mempelajari bahasa Arab, ada peserta didik yang hanya mempelajari
bahasa Arab sebagai alat dan ada pula yang mempelajari bahasa Arab sebagai
tujuan. Peserta didik yang mempelajari bahasa Arab sebagai alat berarti mereka
menjadikan bahasa Arab sebagai alat untuk membaca Al-Qur’an, memahaminya,
dan agar masuk dan berhubungan dengan dunia Arab, mereka menganggap bahwa
bahasa Arab memiliki daya tarik tersendiri melebihi bahasa Asing lainnya.
Sedangkan peserta didik yang mempelajari bahasa Arab sebagai tujuan berarti
mereka menjadikan bahasa Arab sebagai prioritas dan juga sebagai tujuan
profesionalitas, seperti bertujuan agar menjadi guru bahasa Arab, menjadi sesorang
yang mumpuni dalam bidang bahasa Arab, menjadi ahli bahasa Arab, dan lain
sebagainya.
Dalam artikelnya, Rozak (2018) menyebutkan bahwa pembelajaran bahasa
Arab di pondok pesantren modern ditargetkan untuk menguasai pondasi dasar
bahasa Arab, yaitu nahwu-sharf serta balaghah. Di sisi lain, pembelajaran bahasa
Arab dapat menggunakan pondasi tersebut di dalam membaca kitab kuning klasik
berbahasa Arab. Pengajar bahasa Arab menggunakan metode induktif dalam
pembelajaran bahasa Arab, yaitu diawali dengan pemberian contoh-contoh kaidah,
dan kemudian penjelasan tentang kaidah yang sedang dipelajari. Ketika santri
belum mengetahui beberapa kosakata, maka mereka mencari makna melalui kamus,
yaitu kamus Mahmud Yunus dan kamus Al-Munjid. Setelah materi disampaikan,
guru bahasa Arab memberikan latihan terkait kaidah yang dipelajari secara
lisan/tulisan dan bersifat perorangan.
Lembaga Pengembangan Bahasa Asing atau yang kerap disebut LPBA ini
adalah suatu lembaga yang memfasilitasi bagi siapapun yang ingin mempelajari
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 322
bahasa asing. Namun pada pesantren tempat penelitian ini dilaksanakan,
pengembangan bahasa asing hanya terbatas pada bahasa Arab dan bahasa Inggris
yang selanjutnya akan disebut sebaga LBA (Lembaga Bahasa Arab) dan LBI
(Lembaga Bahasa Inggris). Sistem pembelajaran pada LPBA ini adalah dengan
mendirikan asrama khusus bagi para peserta didik yang ingin mempelajari lebih
dalam terkait ilmu bahasa Arab, dengan kata lain, pesantren ingin menciptakan
lingkungan berbahasa Arab yang selanjutnya akan disebut dengan bi’ah arabiyyah.
Pihak pesantren sadar bawasannya lingkungan membawa pengaruh yang sangat
besar bagi para peserta didik.
Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) ini juga memiliki susunan
pengurus yang memiliki hak dan kewajiban untuk mendidik, melatih, dan
mengayomi para peserta didik dan juga menjadikan lembaga lebih baik dari
sebelumnya. Adapun kepengurusan Lembaga Pengambangan Bahasa Asing adalah
sebagai berikut:
Pada posisi penasihat, biasanya diberikan kepada Kyai, selaku pengasuh
pondok pesantren. Penasihat bertugas sebagai pemantau dan menjadi rujukan ketika
PENASIHAT
PEMBIMBING (MUSYRIF)
GUBERNUR (MUDIIR)
IBU ASUH (UMMUL HADI’AH)
BENDAHARA SEKRETARIS
QISMU AL-LUGHAH QISMU AL-FAAN QISMU AT-TA’LIIM
ANGGOTA
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 323
muncul permasalahan yang tidak ditemukan solusinya melalui rapat internal. Posisi
pembimbing disini bertugas sebagai jembatan antara gubernur dan penasihat, antara
pihak Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) dengan para asaatidz. Pada
posisi gubernur, biasanya diberikan kepada anggota Lembaga Pengembangan
Bahasa Asing (LPBA) yang mumpuni di bidang bahasa Arab dan memiliki jiwa
kepemimpinan yang tinggi, karena nantinya ia yang akan memimpin lembaga ini,
menentukan kebijakan untuk lembaga. Dibawah gubernur, terdapat posisi ibu asuh,
yang bertugas mengasuh seluruh anggota lembaga, dan membantu tugas gubernur.
Selanjutnya ada dua posisi yang memiliki posisi yang sama, yaitu bendahara dan
sekretaris. Seperti susunan kepengurusan pada umumnya, bendahara dan sekretaris
bertugas mengatur administrasi keuangan dan kesekretariatan lembaga.
Dibawahnya terdapat tiga posisi yang memiliki posisi sama dan mengurus
keseharian di Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA). Qismu Al-lughah
atau bidang bahasa bertugas sebagai jasus atau memata-matai anggota yang tidak
berbicara menggunakan bahasa Arab dan memberikan 10 mufradat setiap harinya
kepada anggota. Qismu At-ta’liim atau bidang pendidikan bertugas membantu
anggota dalam mentashih naskah-naskah yang akan ditampilkan pada kegiatan
maharah, qismu at-ta’liim ini juga bertugas yang bertugas untuk menjadwal nama-
nama anggota yang akan maju pada kegiatan maharah, menghubungi asaatidz atau
teman sebaya yang akan memberikan materi pada kegiatan belajar mengajar.
Sedangkan qismul faan atau bidang kesenian bertugas mengatur anggota untuk
hadir dan datang kegiatan tepat waktu dan juga melatih anggota yang akan tampil
pada kegiatan maharah.
Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) ini menyibukkan para
peserta didik dengan kegiatan berbahasa Arab, sehingga tak ada celah bagi peserta
didik untuk mempelajari hal lain kecuali di sekolah formal dan madrasah diniyah.
Adapun kegiatan harian peserta didik di Lembaga Pengembangan Bahasa Asing ini
dimulai sejak bangun tidur di pagi hari hingga menjelang tidur di malam hari.
03.30 – 04.00 Sholat tahajjud
04.00 – 05.00 Sholat shubuh berjama’ah dan mengaji Al-Qur’an
05.00 – 06.00 Kegiatan Belajar Mengajar (Qowaid)
06.00 – 06.30 Kegiatan bersih diri dan sarapan
06.30 – 07.00 Sholat Dhuha berjama’ah
07.00 – 14.00 Sekolah formal (MTs, MA/SMK)
14.00 – 16.00 Madrasah diniyah (Ibtida’iyyah dan Tsanawiyah)
16.00 – 18.00 Kegiatan bersih diri dan makan
18.00 – 19.00 Sholat magrib berjama’ah dan mengaji Al-Qur’an
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 324
19.00 – 19.30 Sholat isya’ berjamaah
19.30 – 21.00 Kegiatan 4 maharah
Kegiatan belajar mengajar terkait qawaid ini berisi tentang pembelajaran
ilmu nahwu dan sharaf yang diisi oleh para asaatidzah di pondok pesantren, tak
jarang pula diisi oleh teman sebaya yang mumpuni dalam bidangnya. Pada kegiatan
ini, asaatidzah mengawali dengan pemberian materi, baik berupa tarkib atau
wazan, lalu dilanjutkan dengan latihan soal dan Tanya jawab, kemudian diakhiri
dengan pemberian 10 mufradat baru yang harus dihafalkan oleh peserta didik dan
wajib digunakan dalam percakapan sehari-hari. Apabila ditemukan peserta didik
yang tidak berbicara dengan menggunakan bahasa Arab maka akan dikenakan
sanksi berupa insya’ dengan tema yang telah ditentukan oleh Qismul Lughah.
Sedangkan untuk kegiatan yang melatih kemahiran berbahasa peserta didik
terbentuk dalam kegiatan khatabah (pidato berbahasa Arab), mujadalah (debat
bahasa Arab), munaqasyah (diskusi bahasa Arab) dan taqdiimul qissah (bercerita
dalam bahasa Arab) untuk maharah kalam (keterampilan berbicara), qira’atul
anba’ (membaca berita) untuk maharah qira’ah (keterampilan membaca), istima’
al-ghinaa’ al-arabayyiah (mendengarkan lagu berbahasa Arab) untuk maharah
istima’ (keterampilan menyimak), sedangkan untuk maharah kitabah
(keterampilan menulis) terletak pada proses penulisan naskah di semua kegiatan.
Seperti yang kita ketahui, dalam mempelajari bahasa Arab tentu ada aturan
yang harus diikuti. Aturan tersebut sering kita sebut dengan ilmu nahwu dan ilmu
sharaf. Ilmu nahwu adalah salah satu cabang dari ilmu bahasa Arab yang membahas
tentang bagaimana menyusun kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab, baik
yang berkaitan dengan letak kata dalam suatu kalimat atau kondisi kata (harakat
akhir dan bentuk) dalam suatu kalimat. Selain ilmu nahwu, ilmu penting yang wajib
dipelajari untuk pemula adalah ilmu sharaf. Kedua cabang ilmu ini wajib dipelajari
oleh para pemula. Karena dengan kedua ilmu ini, kita dapat mengetahui dan
memahami bagaimana cara membuat kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa
Arab.
Fokus pembahasan ilmu nahwu ialah pada bagaimana kita merangkai kata-
kata menjadi sebuah kalimat yang sempurna, baik dari susunan kata tersebut atau
perubahan akhir setiap kata dalam kalimat yang dikenal dengan istilah i’rab.
Sedangkan ilmu sharaf fokus pada perubahan kata dari satu bentuk ke bentuk yang
lain yang dikenal dengan istilah tashrif. Dengan ilmu sharaf, kita bisa mengetahui
bentuk kata yang sesuai untuk digunakan dalam suatu kalimat.
Ilmu nahwu adalah ilmu yang wajib dikuasai untuk bisa memahami kaidah
penyusunan kalimat dalam bahasa Arab. Bahasa Arab memiliki pola kalimat yang
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 325
berbeda dengan bahasa Indonesia, karena ia tidak hanya berbicara tentang susunan
kata dalam suatu kalimat, tetapi juga berbicara tentang keadaan huruf terakhir dari
suatu kata yang ada pada suatu kalimat. Bila keadaan huruf terakhir suatu kata
berbeda, maka berbeda pula maknanya.
Ilmu sharaf adalah salah satu cabang ilmu penting yang harus dikuasai
dalam mempelajari bahasa Arab. Dengan ilmu ini, kita dapat mengetahui bentuk
perubahan dari suatu kata. Contohnya untuk kata “melakukan” atau “berbuat” (
(فعل
لاتفعل –افعل –مفعول –فاعل –فعلا –يفعل –فعل
Dari kanan ke kiri:
Telah melakukan – sedang (akan) melakukan – perbuatan – orang yang
melakukan – yang dilakukan – lakukanlah! – jangan kamu lakukan!
Ilmu sharaf adalah ilmu yang menerangkan tata cara merubah suatu kata
dari satu bentuk ke bentuk yang lain untuk menghasilkan makna yang berbeda-
beda. Contohnya merubah kata كتب (telah menulis) menjadi يكتب (sedang
menulis), dan Ilmu sharaf atau dikenal dengan tashrif secara bahasa .(penulis) كاتب
memiliki arti perubahan. Adapun secara istilah adalah ilmu yang mempelajari
bentuk dan keadaan beberapa bentuk kata (bina’) yang meliputi jumlah huruf,
harakat dan sukunnya seperti bentuk kata fi’il madhi (kata kerja lampau), fi’il
mudhari’ (kata kerja sekarang atau akan), masdar (kata benda), isim fa’il (orang
yang melakukan perbuatan), isim maf’ul (yang dikenai perbuatan), fi’il amr (kata
perintah), fi’il nahyi (kata larangan), dan bentuk kata yang lain.
Dalam melatih kemampuan anggota untuk berkomunikasi menggunakan
bahasa Arab, Lembaga Pengembangan Bahasa Asing ini selalu menekankan kepada
anggota untuk berani berbicara, meskipun terkadang kaidah yang digunakan kurang
tepat. Tujuan utama dari metode seperti ini adalah pelajar bahasa arab mampu
berkomunikasi menggunakan bahasa arab dengan lancar, oleh karena itu pendidik
mengenalkan bahasa arab kepada pelajar dengan memberikan kosakata atau yang
biasa kita kenal dengan mufrodat yang dibutuhkan dalam sehari-hari. Setelah
mengenalkan mufrodat kepada pelajar, maka pelajar diharuskan menggunakan atau
mengaplikasikan mufrodat yang sudah diketahui dalam berkomunikasi sehari-hari.
Seiring berjalannya waktu, pendidik mengenalkan terkait tarkib kepada pelajar.
Tarkib yang diajarkan adalah ilmu nahwu dan ilmu sharaf yang berguna untuk
menjadikan kalimat lebih mudah dipahami. Hal ini menyebabkan pelajar susah
mengaplikasikan ilmu nahwu dan ilmu sharaf dalam berkomunikasi sehari-hari
dengan menggunakan bahasa Arab, dikarenakan mereka sudah terbiasa dengan
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 326
kesalahan-kesalahan kecil yang dimulai sejak awal mula mereka mempelajari
bahasa Arab. Seperti contoh: pelajar bermaksud menyampaikan
درسة ى الم
ل هب ا
ذ
(saya pergi kesekolah)أ
namun yang terucapkan adalah:
ى مدرسة
ل هب ا
ا ذ
ن (saya pergi kesekolah) ا
Dari contoh tersebut, apabila kita membahas tentang ilmu sharaf, dapat
diidentifikasi bahwa:
هب ذ
ا fi'il mudhari' yang ber-dhamir : أ
ن (bermakna saya) ا
Fi'il mudhari' adalah fi'il (kata kerja) yang didahului oleh huruf mudhara'ah
dan memiliki zaman hal (sedang) atau istiqbal (akan).
Adapun huruf mudhara'ah dibagi menjadi 4, berikut pembagian serta
masing-masing fungsinya:
Hamzah ( أ ) : orang yang berbicara tunggal ( م ) :Contoh . وحدةللمتكل
Saya sedang atau akan memukul : أضرب
Lafadz أضرب disebut sebagai fi'il mudhari' karena didahului oleh huruf
mudhara'ah berupa hamzah. Karena huruf mudhara'ah yang digunakan adalah
hamzah, maka ia menunjukkan orang yang berbicara tunggal.
Nun ( ن ( : orang yang berbicara bersama orang lain ( م مع الغير dan ( للمتكل
mengagungkan diri sendiri ( :Contoh .( للمعظم نفسه
Kami atau kita sedang atau akan memukul : نضرب
Lafadz نضرب disebut sebagai fi'il mudhari' karena didahului oleh huruf
mudhara'ah berupa nun. Karena huruf mudhara'ah yang digunakan adalah nun,
maka ia menunjukkan orang yang berbicara bersama orang lain atau menunjukkan
pengagungan diri sendiri.
Ya' ( ي) : orang laki-laki yang dibicarakan للغائب ) ). Contoh:
Dia laki-laki tunggal sedang atau akan memukul: يضرب
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 327
Lafadz يضرب disebut sebagai fi'il mudhari' karena didahului oleh huruf
mudhara'ah berupa ya'. Karena huruf mudhara'ah yang digunakan adalah ya',
maka ia menunjukkan orang laki-laki yang dibicarakan.
Ta' ( (ت : orang perempuan yang dibicarakan للغائبة ) ) dan orang laki-laki
yang diajak bicara للمخاطب ) ) . Contoh:
Dia perempuan tunggal sedang atau akan memukul : تضرب
Lafadz تضرب disebut sebagai fi'il mudhari' karena didahului oleh huruf
mudhara'ah berupa ta'. Karena huruf mudhara'ah yang digunakan adalah ta', maka
ia menunjukkan orang perempuan yang dibicarakan atau orang laki-laki yang diajak
bicara.
Dari contoh tersebut apabila kita membahas tentang ilmu nahwu, dapat
diidentifikasi bahwa:
ىل huruf jar : ا
درسة kalimat isim yang dibaca jar (majrur) : الم
Seperti yang sudah diketahui bahwa huruf jar adalah suatu kata depan dalam
bahasa Arab yang tidak dapat mempunyai makna jika tidak dapat bergabung dengan
kata yang lain dalam suatu kalimat. Dwiyanti menyampaikan bahwa, huruf jar
adalah huruf yang menyebaban isim atau kalimat yang ada setelahnya wajib dalam
keadaan jar (berharakat kasrah). Sedangkan jar majrur adalah susunan kalimat isim
yang dibaca jar (berharakat kasrah) karena dimasuki atau diawali oleh huruf jar.
Adapun huruf jar adalah sebagai berikut:
–تاؤ القسم –اللام –ك –في –على –عن –حتى –الى –من –الباء
.لعل –متى –كي –حاش –عد –خلا –رب –مذ –منذ –واو القسم
Dari sini dapat dianalisis bahwa, pelajar masih belum mampu
mengaplikasikan ilmu nahwu yang telah diberikan oleh pendidik. Dari contoh
tersebut kata yang seharusnya berbunyi هبذ
pelajar masih (adzhabu) أ
mengucapkan dalam bentuk هبا ذ
ن selanjutnya terdapat susunan .(ana dzahaba) ا
kata jar majrur yang seharusnya berbunyi درسةى الم
ل namun (ila al-madrasati) ا
pelajar masih mengucapkan dalam bentuk ى مدرسة
ل .(ila madrasata) ا
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 328
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pelajar masih belum memasukkan
ilmu sharaf dan ilmu nahwu yang sudah didapatkan kedalam kalimat atau mufrodat
yang disampaikan, bahkan untuk hal-hal yang sudah menjadi dasar dalam ilmu
nahwu dan ilmu sharaf seperti yang sudah kami uraikan.
KESIMPULAN
Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Lembaga
Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) dapat dijadikan sebagai solusi belajar bahasa
Arab bagi pemula, hal ini dapat dilihat dari bagaimana cara Lembaga
Pengembangan Bahasa Asing tersebut menciptakan bi’ah arabiyyah dan
melatihkan empat kemahiran berbahasa kepada para peserta didik sehingga mereka
mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Arab dengan fasih dan lancar.
Lembaga Pengembangan Bahasa Asing (LPBA) ini mampu mencetak peserta didik
yang mahir berkomunikasi dengan bahasa Arab dikarenakan bi’ah arabiyyah yang
mereka kembangkan dan juga kegiatan-kegiatan yang mendukung untuk melatih
kemahiran berbahasa Arab para anggota Lembaga Pengembangan Bahasa Asing
(LPBA).
Salah satu aspek keberhasilan peserta didik dalam mempelajari bahasa Arab
adalah lingkungan yang mendukung untuk belajar bahasa Arab dan juga kegigihan
dan kemauan peserta didik untuk mempelajari bahasa Arab tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Azwar, Saifuddin. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dhofier, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai
dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES
Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Makruf, Imam. 2016. Manajemen Integrasi Pembelajaran Bahasa Arab di
Madrasah Berbasis Pondok Pesantren Pesantren. Cendekia, Vol 14
Munir. 2017. Perencanaan Sistem Pengajaran Bahasa arab. Jakarta: Kencana
Nuha, Ulin. 2016. Ragam Metodologi & Media Pembelajaran Bahasa Arab.
Yogyakarta: DIVA Press
Nurhidayati & Ridhwan, Nur Anisah. 2014. Strategi Pembelajaran Bahasa
Arab untuk Anak. Malang: Bintang Sejahtera Press
Rohman, Fathur. 2015. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang:
Madani Media
Prosiding Semnasbama IV UM Jilid 1
Peran Mahasiswa Bahasa Arab dalam Menghadapi
Revolusi Industri 4.0
P-ISSN 2598-0637
E-ISSN 2621-5632
Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa IV 2020 HMJ Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang 329
Rozak, Abdul. 2018. Modernisme Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis
Pesantren di Rangkasbitung Banten. Arabi: Journal of Arabic Studies, 3 (2)
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian
Gabungan. Jakarta : Prenadamedia Group
Top Related