LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita : An. Orae
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir : Palangkaraya, 11 Desember 1992
Umur : 11 tahun 11 bulan
2. Identitas Orang tua/wali
AYAH : Nama : Jagau ademus
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl. Suprapto No. 4 Palangkaraya
IBU : Nama : Pristila (Alm)
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Suprapto No. 4 Palangkaraya
II. ANAMNESIS
Kiriman dari : RS. Doris Silvanus Palangkaraya
Dengan diagnosa : Talasemia
Aloanamnesis dengan : Ayah
Tanggal/jam : 9 November 2004/ 17. 30 Wita
1. Keluhan Utama : Pucat, cepat lelah dan ingin transfusi darah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Kurang lebih 3 minggu anak terlihat pucat dan lemah, semakin hari semakin
pucat, badan terasa lemah dan cepat lelah. Anak masih bisa beraktivitas tetapi
cepat lelah. Tidak ada keluhan pusing, nyeri kepala maupun panas, tidak
pernah ada keluhan jantung berdebar-debar dan sesak napas. Tidak ada mual
maupun muntah, anak masih memiliki nafsu makan yang baik. Kurang lebih 1
hari sebelum masuk Rumah Sakit Ulin Banjarmasin, anak masuk Rumah
Sakit Doris Silvanus di Palangkaraya untuk tambah darah. Setelah diperiksa
ternyata darah yang diperlukan tidak tersedia, kemudian anak dirujuk ke
Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Anak didiagnosa menderita talasemia sejak berusia 2 tahun dan sejak usia itu
anak mulai mendapatkan transfusi darah untuk pertama kali. Setiap 2 bulan
sekali atau 1,5 bulan sekali, anak rutin mendapatkan transfusi darah.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat antenatal :
Ibu kandung pasien sudah meninggal 2 bulan yang lalu dan ayah tidak ingat
riwayat antenatal pasien
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : Spontan
Berat badan lahir : ayah tidak ingat
Panjang badan lahir : ayah tidak ingat
Lingkar kepala : ayah tidak ingat
Penolong : Bidan
Tempat : Rumah
Riwayat Neonatal
Ayah tidak ingat
5. Riwayat Perkembangan
Tiarap : 4 bulan
Merangkak : 5 bulan
Duduk : 6 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 9 bulan
Saat ini : Anak tidak melanjutkan sekolah setelah lulus kelas
VI SD
6. Riwayat Imunisasi
NamaDasar
(Umur dalam hari/bulan)
Ulangan
(umur dalam bulan)
BCG 2 -
POLIO 2 3 4 5 -
HEPATITIS B 3 4 5 -
DPT 2 3 4 -
CAMPAK 9
7. Makanan
Setiap hari anak biasa makan nasi, lauk dan sayur yang bervariasi. Anak
makan 3 kali sehari sebanyak 1 piring dan habis dan kadang-kadang lebih dari
1 piring.
8. Riwayat Keluarga
Ikhtisar keturunan :
Susunan keluarga
No Nama Umur L/P Keterangan
1 Jagau Ademus 45 L Sehat
2 Pristila 40 P Meninggal (40 tahun, hipertensi)
3 Melisa 18 P Sehat
4 Orae 12 P Sakit (Talasemia)
5 Martinae 10 P Sehat
9. Riwayat Sosial Lingkungan
Anak tinggal bersama ayah dan adiknya di rumah yang terbuat dari kayu
dengan ventilasi dan penerangan yang cukup. Keluarga mempunyai
kebiasaan menggunakan air PDAM untuk minum dan MCK.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 4 – 5- 6
2. Pengukuran
Tanda vital : Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 102 X/menit, kualitas kuat, regular, cepat
Suhu : 37,2 °C
Respirasi : 30 X/menit
Berat badan : 28 Kg
Panjang/tinggi badan : 144 cm
Lingkar Lengan Atas (LLA) : 18 cm (Untuk 5 tahun keatas)
Lingkar Kepala : 17 cm
3. Kulit : Warna : sawo matang
Sianosis : tidak ada
Hemangiom : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Pucat : ada
4. Kepala : Bentuk : simetris
UUB : datar
UUK : sudah menutup
- Rambut : Warna : hitam
Tebal/tipis : tebal
Distribusi : tidak
Alopesia : tidak ada
- Mata : Palpebra : tidak ada edem, tidak cekung
Alis dan bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : anemis
Sklera : ikterik
Produksi air mata : cukup
Pupil : Diameter : 3 mm/ 3mm
Simetris : isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : jernih
- Telinga : Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada Lokasi : -
- Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan Cuping Hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : minimal
- Mulut : Bentuk : simetris
Bibir : mukosa bibir kering, warna hitam pucat
Gusi : tidak mudah berdarah
Gigi-geligi : gigi tumbuh lengkap
- Lidah : Bentuk : simetris
Pucat/tidak
Tremor/tidak
Kotor/tidak
Warna : merah muda
- Faring : Hiperemi : tidak ada
Edem : tidak ada
Membran/pseudomembran : +/-
- Tonsil : Warna : merah muda
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak
Membran/pseudomembran : + / -
4. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : terlihat
Tekanan : meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : tidak teraba
- Kaku kuduk : tidak ada
- Massa : tidak ada
- Tortikolis : tidak ada
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru
Inspeksi : - Bentuk : simetris
- Retraksi : tidak ada
- Dispnea : tidak ada Lokasi : -
- Pernafasan : ekspirasi dan Inspirasi tidak memanjang
Palpasi : Fremitus fokal : menurun
Perkusi : Sonor ke pekak
Auskultasi : Suara Napas Dasar : vesikuler
Suara Tambahan : ronkhi basah halus nyaring
b. Jantung ;
Inspeksi : Iktus : terlihat
Palpasi : Apeks : teraba Lokasi : ICS III - IV
Thrill + / - : -
Perkusi : Batas kanan : ICS VI LPS Kanan
Batas kiri : ICS III-IV LMK Kiri
Batas atas : ICS II LPS Kanan
ICS II LPS Kiri
Auskultasi : Frekuensi : 140 X/menit, Irama : Reguler, takikardi
Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal
Bising : tidak ada Derajat : -
Lokasi : -
Punctum max : -
Penyebaran : -
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : datar
Palpasi : Hati : teraba : pembesaran 6 cm di bawah arcus
costae dan 10 cm di bawah processus
xiphoideus
Lien : teraba : pembesaran sampai titik Schuffner 5
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak teraba
- Ukuran : -
- Lokasi : -
- Permukaan : -
- Konsistensi : -
- Nyeri : -
Perkusi : Timpani/pekak : pekak
Asites : tidak ada
Auskultasi : bising usus positif normal
7. Ekstremitas :
- Umum : ekstremitas atas : akral hangat, pucat, tidak
edem dan parese tidak ada
ekstremitas bawah : akral hangat, pucat, tidak
edem dan parase tidak ada
- Neurologis
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi - - - -
Klonus - - - -
Reflek
fisiologis+ + + +
Reflek
patologis- - - -
Sensibilitas + + + +
Tanda
meningeal_ _ _ _
8. Susunan Saraf : tidak ada kelainan
9. Genitalia : tidak ada kelainan
10. Anus : tidak ada kelainan
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA
Darah :
WBC : 2,80* (10^3/ul)
RBC : 1,67* (10^6/ul)
HGB : 4,3 – (g/dl)
HCT : 12,2* (%)
MCV : 73,1* (FI)
MCH : 25,7* (pq)
MCHC : 35,2* (g/dl)
PLT : 113* (10^3/ul)
RDW-SD : 58,2* (fl)
RDW-CV : 23,7* (%)
PDW - (fl)
MPV - (fl)
P-LCR - (%)
PCT (%)
Neut : 1,14 (10^3/ul) 40,8* (%)
Lymph : 1,39* (10^3/ul) 49,6* (%)
Mono : 0,20* (10^3/ul) 7,1* (%)
Eo : 0,02* (10^3/ul) 0,7* (%)
Baso : 0,05* (10^3/ul) 1,8* (%)
Urin : -
Feses : -
V. RESUME
Nama : An. Orae
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 11 tahun 11 bulan
Berat badan : 28 Kg
Keluhan Utama : pucat, cepat lelah dan mau transfusi darah
Uraian : ± 3 minggu anak terlihat pucat dan lemah
kalau melakukan aktivitas anak cepat lelah.
Tidak ada keluhan pusing, nyeri kepala maupun
panas. ± 1 hari sebelum masuk RS Ulin, anak
masuk RS Doris Silvanus di Palangkaraya untuk
transfusi darah, ternyata darah tidak tersedia,
kemudian anak dirujuk ke RSUD Ulin
Banjarmasin untuk transfusi darah
Pemeriksaaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis GCS : 4 - 5 - 6
Tensi : 100/60 mmHg
Denyut Nadi : 102 kali/menit
Pernafasan : 30 kali/menit
Suhu : 37,2 °C
Kulit : sawo matang, turgor cepat kembali
Kepala : simetris,UUB datar dan UUK sudah menutup
Mata : anemis (+), ikterik (+)
Telinga : simetris, sekret (-)
Mulut : simetris, mukosa bibir kering, pucat dan
berwarna kehitaman
Toraks/Paru : simetris, fremitus fokal menurun, perkusi
sonor ke pekak
Jantung : iktus terlihat, apek teraba lokasi ICS III-IV,
thrill (-), bising (-).
Abdomen : datar, hepar dan lien teraba, perkusi pekak,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : edem (-), parese (-), akral hangat
Susunan saraf : tidak ada kelainan
Genitalia : tidak ada kelainan
Anus : tidak ada kelainan
VI. DIAGNOSA
1. Diagnosa banding : Anemia defisiensi besi
Anemia aplastik
2. Diagnosa Kerja : Talasemia susp. Decompensasio cordis
3. Status Gizi : KEP ringan (71 % Standar Depkes)
VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD D5 ¼ N5 1400 cc/ 58 / 15 tetes / menit
- Pro transfusi PRC
VIII. USULAN PEMERIKSAAN
- X foto thorak
- USG abdomen
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
X. PENCEGAHAN
- Perbanyak minum teh untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus.
- Nasihat perkawinan dan diagnosis pra kelahiran sangat penting untuk
mencegah lahirnya talasemia mayor.
- Sedapat mungkin hindari perkawinan antara dua insan heterozigot, agar
tidak terjadi bayi homozigot.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, diagnosa talasemia didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium. Talasemia merupakan penyakit anemia
hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya
secara resesif, menurut Hukum Mendel(7).
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu talasemia mayor
(bentuk homozigot) yang memberikan gejala klinis yang jelas dan talasemia minor
yang biasanya tidak memberikan gejala klinis(7). Secara molekuler talasemia juga
dibagi 2 golongan yaitu talasemia alfa dan talasemia beta(6).
Ada empat tipe talasemia alfa dan tiga tipe talasemia beta. Tipe pertama
talasemia alfa minor (trait) adalah karier tanpa anemia dan gejala. Tipe kedua
mempunyai sedikit sel darah merah yang abnormal tanpa anemia. Tipe ketiga
talasemia alfa mengakibatkan anemia ringan yang secara umum tidak
membahayakan, sel darah merah sedikit abnormal dan mirip anemia defisiensi besi.
Tipe keempat adalah talasemia alfa mayor yang mempunyai gejala membahayakan
dan mempengaruhi anak Asia Selatan, China dan Pilipina. Biasanya mati sebelum
atau segera setelah lahir. Tipe ini biasanya hanya terlihat di Asia Selatan(6).
Tiga kategori talasemia beta adalah mayor, intermedia dan minor. Talasemia
beta minor (Talasemia trait) tidak menimbulkan gejala tetapi dapat dikenali dari
perubahan bentuk darah. Anak dengan talasemia beta minor cenderung menjadi karier
dan seluruh fungsi tubuh tetap normal, hidup sehat. Talasemia beta intermedia adalah
bentuk ringan dari anemia Cooley’s. Anak dengan talasemia intermedia tumbuh
dengan beberapa kelainan, tetapi biasanya tidak mengganggu sampai mencapai usia
dewasa. Anak ini tidak dianjurkan untuk transfusi darah, tetapi jika kelainan yang
ditimbulkannya mengganggu pertumbuhan, anak disarankan untuk transfusi darah.
Cooley’s anemia atau talasemia mayor adalah tipe yang paling berbahaya. Bayi
dengan talasemia mayor dapat sehat waktu lahir tetapi gejala penyakit tersebut akan
timbul sekitar usia 8-10 bulan(6) dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa
minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang
masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan
lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung(8).
Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan
pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system
eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan
kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat
anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien
menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5
tahun dan mudah mnengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat
timbul pansitopenia akibat hipersplenisme(8).
Pada kasus ini, secara klinis anak menderita talasemia mayor dan secara
molekuler yaitu talasemia beta mayor. Berdasarkan anamnesa diketahui bahwa anak
telah mendapatkan transfusi darah sejak umur 2 tahun dan telah berlangsung selama
10 tahun sampai saat ini dan anak merasakan cepat lelah bila melakukan aktivitas.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa gejala dari talasemia beta mayor
yaitu anak tampak lemah, konjungtiva anemis, sklera ikterik, mukosa bibir kering dan
pucat, hepatosplenomegali dan kardiomegali.
Hepatosplenomegali yang terjadi karena penghancuran sel darah merah yang
berlebihan, hemopoesis ekstramedullar dan kelebihan besi. Limfa yang besar
meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan penghancuran sel darah merah
dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
Kardiomegali terjadi akibat mekanisme kompensasi tubuh untuk
menyesuaikan diri karena jumlah efektif sel darah merah berkurang sehingga lebih
sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Mekanisme kompensasi tubuh yang terjadi
yaitu melalui peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah
pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah. Peningkatan beban kerja
jantung dan curah jantung yang terus menerus akan mengakibatkan kardiomegali(10).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hemoglobin (Hb) 4,3 g/dl,
hematokrit dan RBC yang menurun, MCV, MCH dan MCHC yang juga menurun,
dan terjadi trombositopenia(8,9).
Fungsi Hb adalah mengangkut oksigen (O2) dari paru kemudian membawanya
ke seluruh tubuh untuk menghasilkan energi untuk reaksi kimia dan kehidupan sel.
Hb mengandung banyak zat besi. Ketika sel darah merah pecah, banyak zat besi dari
Hb digunakan untuk membuat Hb baru(6).
Dalam kasus talasemia ini, kadar Hb lebih rendah daripada keadaan normal
yang disebabkan adanya mutasi gen yang mengatur produksi rantai beta yang terletak
disisi pendek kromosom 11. Mutasi gen disertai berkurangnya produksi mRNA dan
berkurangnya sintesis globin dengan struktur normal. Defisit sintesis globin beta
hampir paralel dengan defisit globin beta mRNA yang berfungsi sebagai template
untuk sintesis protein(1). Karena produksi rantai beta terganggu akan mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan Hb F tidak terganggu karena tidak
memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak daripada keadaan
normal, mungkin sebagai usaha kompensasi. Kelebihan globin yang tidak terpakai
karena tidak ada pasangannya akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis berlangsung tidak efektif dan eritrosit memberikan
gambaran anemia hipokrom dan mikrositik(1). Mikrositik berarti kecil, hipokromik
berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV
kurang; MCHC kurang)(10).
Pada kasus talasemia ini, penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan adalah
mengatasi anemia dengan transfusi PRC (packed red cell). Transfusi diperlukan
untuk memberikan pasien waktu sel darah merah sehat yang mengandung
hemoglobin normal membawa oksigen untuk keperluan tubuh pasien. Transfusi
hanya diberikan bila saat diagnosis ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya sekali
diputuskan untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl
dan tidak melebihi 15,5 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum
transfusi di atas 5 g/dl, diberikan 10-15 mg/kgBB per satu kali pemberian selama 2
jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah
ada kelainan jantung, atau Hb < 5 g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih
dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Penderita dengan
tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 l/menit,
transfusi darah dan diuretika. Kemudian bila masih diperlukan, diberi digitalis setelah
HB > 8 g/dl bersama-sama dengan transfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb >
12 g/dl. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi
diperiksa 30 menit setelah pemberian transfusi terakhir(8).
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu
Desferal secara im atau iv yang dilakukan dengan cara berikut jarum dihubungkan
dengan baterai kecil- pengoperasi pompa infus dan dimasukkan ke dalam kulit perut
atau kaki 5 atau 7 kali seminggu selama 12 jam. Desferal mengikat besi dan
prosesnya disebut kelasi. Kelasi besi kemudian dihilangkan, mengurangi jumlah
simpanan besi tubuh (5,8).
Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar
sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang
mengganggu napas dan berisiko mengalami ruptur. Hipersplenisme dini ditandai
dengan jumlah transfusi melebihi 250 ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya
penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia.
Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limpa dalam
system imun tubuh telah dapat diambil alih olerh organ limfoid lain (8).
Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi virus tersebut melalui transfusi darah (8).
Transplantasi sumsum tulang (BMT) perlu dipertimbangkan pada setiap kasus
talasemia mayor. Pengobatan berisiko tinggi ini memungkinkan pada beberapa pasien
saja yang mempunyai donor sumsum tulang cocok dengan dirinya. Cara transplantasi
sangat berisiko dan dapat menyebabkan kematian. Angka kesuksesan BMT adalah
95%, jika tidak ada kerusakan organ serius seperti penumpukan zat besi. Sekitar 1/3
dari semua pasien BMT mempunyai kecocokan sumsum tulang jika sumsum tulang
tersebut diambil dari saudaranya (6).
Diagnosis banding dari talasemia adalah anemia defisiensi besi dan anemia
aplastik. Pada anemia defisiensi besi didapatkan gejala pucat, tidak ada manifestasi
perdarahan dan tidak ada organomegali. Cara yang mudah untuk membedakannya
adalah dengan menghitung kadar ferritin, jika seorang kelihatan kekurangan zat besi,
tetapi kadar ferritinnya normal, mungkin dia menderita talasemia beta mayor dan
pada anemia defisiensi besi tidak terdapat organomegali. Diagnosa anemia aplastik
juga disingkirkan karena pada anemia aplastik didapatkan gejala perdarahan, tidak
ada organomegali dan dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya
trombositopeni dan leukopeni(6).
Komplikasi akut talasemia terjadi akibat reaksi transfusi dimana terjadi
inkompatibilitas darah penderita dengan donor. Jumlah darah yang diberikan juga
harus diperhatikan karena bisa menyebabkan gagal jantung akibat overload cairan.
Komplikasi kronis terjadi akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal
jantung. Transfusi darah yang berulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi
dalam darah sangat tinggi sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti
hepar, limfa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengganggu fungsi alat tubuh
(hemokromatosis). Limfa yang besar akan mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
Kematian terutama disebabkan infeksi dan gagal jantung(7).
Prognosa pasien talasemia tanpa transfusi dapat hidup hanya beberapa tahun.
Pada penderita yang mendapat transfusi dapat bertahan 6 tahun sampai dekade kedua,
hanya sedikit yang mencapai dekade ketiga, walaupun digunakan antibiotik untuk
mencegah infeksi dan pemberian chelating agents untuk mengurangi
hemosiderosis(7).