BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoartritis merupakan tipe paling umum dari arthritis, dan dijumpai khususnya pada
orang usia lanjut atau sering disebut penyakit degeneratif. Kadang kadang kondisi ini disebut
juga penyakit sendi degeneratif atau osteoarthrosis.
Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti penyebabnya, akan
tetapi ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat. Penyakit ini paling
banyak ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan
disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Osteoartritis
menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan
fisik (seperti berjalan dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10 –
15% orang dewasa lebih dari 50 tahun menderita osteoartritis. Dampak ekonomi, psikologi
dan sosial dari osteoartritis sangat besar, tidak hanya untuk penderita, tetapi juga keluarga
dan lingkungan.
Prevalensi osteoartritis total di indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan mencapai
36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi usia di atas 70 tahun
menderita osteoartritis, dan 80% pasien osteoartritis mempunyai keterbatasan gerak dalam
berbagai derajat dari ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya
karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik progresif, osteoartritis
mempunyai dampak sosio-ekonomik yang besar, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat
karena osteoartritis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah osteoarthtitis itu ?
2. Apa penyebabnya dan bagaimana terbentuknya osteoarthritis ?
3. Bagaimana epidemiologi penyakit osteoarthritis ?
4. Apa tanda dan gejala dari osteoarthritis ?
5. Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menunjang diagnose osteoarthritis ?
1
6. Bagaimana penatalaksanaannya osteoarthritis ?
7. Bagaimana prognosis dari osteoarthritis ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyakit osteoarthritis
2. Mengetahui penyebab dan mekanisme terbentuknya penyakit osteoarthritis
3. Mengetahui epidemiologi penyakit osteoarthritis yang terjadi di masyarakat
4. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit osteoarthritis
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang bisa dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
Osteoarthritis
6. Mengetahui penatalaksanaan osteoarthritis
7. Mengetahui prognosis dari osteoarthritis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi yang bersifat kronik, berjalan progresif
lambat, seringkali tidak meradang atau hanya menyebabkan inflamasi ringan, dan ditandai
dengan adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi serta pembentukan tulang baru pada
permukaan sendi. Osteoartritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight bearing)
misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu, sendi-sendi jari tangan,
dan pergelangan kaki.
2.2 Anatomi
Sendi lutut merupakan persendian yang
paling besar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak
pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai
bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari
dua articulatio condylaris diantara condylus
femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae
yang terkait dan sebuah sendi pelana , diantara
patella dan fascies patellaris femoris.
Pada bagian atas sendi lutut terdapat
condylus femoris yang berbentuk bulat, pada
bagian bawah terdapat condylus tibiae dan
cartilago semilunaris. Pada bagian bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan
patella.
Fascies articularis femoris . tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies
articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut sebagai plateau tibialis
medialis dan lateralis.
3
Tulang pada sendi lutut
Tulang pembentuk sendi lutut antara lain :
1. Tulang femur : merupakan tulang panjang terbesar bagian tulang pangkal yang
berhubungan dengan acetabulum. Membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris.
2. Tulang Tibia : Bentuknya lebih kecil pada bagian pangkal melekat pada os fibula, pada
bagian ujung membentuk persendiaan dengan tulang pangkal kaki dan terdapat tonjolan
yang disebut os maleolus medialis.
3. Tulang Fibula : Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya terdapat tonjolan
yang disebut os maleolus lateralis.
4. Tulang Patella : Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang
femur. Jarak patella dan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya
jarak patella dengan femur. Fungsi patella disamping sebagai perekat otot-otot atau
tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut . Pada fleksi lutut 90 derajat , kedudukan
patella diantara kedua condylus femur dan saat ekstensi maka patella terletak pada
permukaan anterior femur.
4
Kapsul Sendi lutut
Kapsul sendi adalah struktur ligament tebal yang mengelilingi seluruh lutut. Di dalam
kapsul ini adalah membran khusus yang dikenal sebagai membrane synovial yang
menyediakan makanan untuk semua struktur di sekitarnya. Struktur lainnya termasuk
bantalan lemak infra patellar dan bursa yang berfungsi sebagai bantal untuk pasokan
eksterior pada lutut. Kapsul itu sendiri diperkuat oleh ligamen sekitarnya.
Ligamentum pada sendi lutut
Ligamentum extracapsular
1. Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas
tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon
bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan
lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra
patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.
2. Ligamentum Collaterale Fibulare
Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan
dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul
sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus
lateralis melalui bursa m. poplitei.
3. Ligamentum Collaterale Tibiae
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas
pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo
infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian
melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis,
ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu.
4. Ligamentum Popliteum Obliquum
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut,
letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini
berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi
membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus.
5
5. Ligamentum Transversum Genu
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus, terdiri dari
jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya ,
sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang.
Ligamentum intracapsular
1. Ligamentum Cruciata Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah
atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial
condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan
menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi
untuk mencegah femur bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada
dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah tibiae tertarik ke
posterior.
2. Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan
kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral
condylus medialis femoris. Serat-serat anterior akan mengendur bila lutut sedang
ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat
posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior
berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam
keadaan fleksi , ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke
posterior.
Cartilago semilunaris (meniscus )
Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C , yang pada
potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat
pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan atasnya
cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris.
Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis
untuk menerima condylus femoris yang cekung.
6
Macam Cartilago Semilunaris:
1. Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada
bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan
berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut
ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior
tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi.
Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.
2. Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat
pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu
posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia
intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan
mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris.
Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m.
popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang
demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di
bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis.
7
Persarafan sendi lutut
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang
mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi
lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh :
1. N. Femoralis
2. N. Obturatorius
3. N. Peroneus communis
4. N. Tibialis
Suplai darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi
ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis,
cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia
femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior.
Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan
memasuki vena femoralis.
Sistem lymph
System limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia subcutaneous.
Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymph node sub inguinal superficialis.
Sebagian lagi aliran lymph ini akan memasuki lymph node popliteal, dimana aliran
lympe berjalan sepanjang vena femoralis menuju deep inguinal lymph node.
Pergerakan sendi lutut
Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi , ekstensi , dan sedikit rotasi.
Gerakan fleksi dilaksanakan oleh m. biceps femoris , semimembranosus, dan
semitendinosus, serta dbantu oleh m.gracilis , m.sartorius dan m. popliteus. Fleksi sendi
lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha. Ekstensi
dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula oleh ligamentum
cruciatum anterior yang menjadi tegang.
Ekstensi sendi lutut lebih lanjut disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta
ligamentum collaterale mediale dan lateral serta ligamentum popliteum obliquum
menjadi tegang , serat-serat posterior ligamentum cruciatum posterior juga di eratkan.
8
Sehingga sewaktu sendi lutut mengalami penuh ataupun sedikit hiper-ekstensi, rotasi
medial dari femur mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua ligamentum utama
dari sendi, dan lutut berubah menjadi struktur yang secara mekanis kaku.
Rotasio femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia , dan cartilago
semilunaris dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus
tibialis. Lutut berada dalam keadaan hiper-ekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci.
Selama tahap awal ekstensi , condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan
mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus lateralis.
Bila sendi lutut di gerakkan ke depan , femur ditahan oleh ligamentum cruciatum
posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubah menjadi gerak memutar.
Sewaktu ekstensi berlanjut , bagian yang lebih rata pada condylus femoris bergerak
kebawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk
condylus femoris yang berubah. Selama tahap akhir ekstensi , bila femur mengalami
rotasi medial, condylus lateralis femoris bergerak ke depan, memaksa cartilago
semilunaris lateralis ikut bergerak ke depan.
Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung , ligamentum-ligamentum utama harus
mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan diantara
permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan
oleh m. popliteus, yang memutar femur ke lateral pada tibia. Sewaktu condylus lateralis
femoris bergerak mundur , perlekatan m. popliteus pada cartilago semilunaris lateralis
akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi cartilago semilunaris harus menyesuaikan
bentuknya pada garis bentuk condylus yang berubah.
Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasio sangat
luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus. Rotasi
lateral dilakukan oleh m. biceps femoris. Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia
secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan belakang terhadap femur , hal ini
dimungkinkan karena ligamentum utama , terutama ligamentum cruciatum sedang dalam
keadaan kendur.
Jadi disini tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot
yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan kigamentum.
9
Dari faktor-faktor ini , tonus otot berperan sangat penting, dan menjadi tugas ahli
fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini , terutama m. quadriceps femoris,
setelah terjadi cedera pada sendi lutut.
2.3 Epidemiologi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia.
melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap
Osteoarthritis. Osteoartritis juga merupakan penyakit sendi yang menduduki rangking
pertama penyebab nyeri dan disabilitas (ketidakmampuan) pada lansia yang umumnya
menyerang sendi – sendi penopang berat badan terutama sendi lutut (Bambang,2003). OA
pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Prevelensi
OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7%
pada wanita. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010) menemukan bahwa orang
dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%. Pada pria dengan kelompok
umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya
didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi
merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak
24,7 %.
2.4 Etiologi
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui penyebabnya yang dikenali sebagai idiopatik.
Osteoartritis sekunder dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, perkembangan, kelainan
neurologi dan metabolik. Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan
penyakit ini, yaitu :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Jenis kelamin, wanita lebih sering
3. Suku bangsa
4. Genetik
5. Kegemukan dari penyakit metabolik
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga
7. Kelainan pertumbuhan
10
8. Kepadatan tulang
2.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Osteoarthritis (OA) dianggap berpengaruh terutama pada tulang rawan artikular sendi
synovial, namun perubahan patofisiologis juga diketahui terjadi dalam cairan synovial, serta
didasari (sub-kondrium) tulang, kapsul sendi diatasnya dan jaringan sendi lainnya.
Berdasarkan penyebabnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA
primer, atau dapat disebut OA idiopatik, tidak memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak
disebabkan oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Meskipun OA primer
telah diklasifikasikan sebagai non inflamatori arthritis, penelitian menunjukkan bahwa
peradangan terjadi yang digambarkan dengan dilepaskannya sitokin dan metalloproteinase ke
11
dalam sendi. Neurotransmiter ini terlibat dalam degradasi matriks yang berlebihan yang
mencirikan degenerasi kartilago pada OA.
Pada OA dini pembengkakan tulang rawan biasanya terjadi karena peningkatan sintesis
proteoglikan. Hal ini mencerminkan upaya dari kondrosit untuk memperbaiki kerusakan tulang
rawan. Fase ini berlangsung selama bertahun-tahun dan ditandai dengan perbaikan hipertrofik
dari sendi tulang rawan.
Selama OA berlangsung mengakibatkan pembentukan proteoglikan yang semakin hari
semakin menurun (sangat rendah), menyebabkan tulang rawan melunak dan kehilangan
elastisitas sehingga lebih mengorbankan integritas permukaan sendi. Pada pemeriksaan
mikroskopis terdapat penglupasan dan fibrilasi yang berkembang sepanjang sendi tulang rawan,
biasanya pada permukaan sendi yang mengalami OA ditemukan lebih halus. Seiring waktu
berkurangnya tulang rawan menyebabkan berkurangnya ruang gerak sendi.
Pada orang dengan OA, sendi yang mempunyai kerja utama sebagai penahan beban
mengalami penyempitan space terutama titik yang menyangga beban paling berat. Ini
berkebalikan dengan arthritis karena inflamasi yang mana penyempitan sendi terjadi secara
seragam.
Pada OA lutut contohnya, penyempitan joint space banyak terjadi pada medial dari
kompartemen femotibial, walaupun daerah lateral dan kompartemen patellofemoral juga terjadi
penyempitan. Kerusakan dari medial atau lateral nantinya akan menyebabkan deformitas varus
atau valgus.
12
Erosi dari kartilago akan terjadi secara progresif sampai tampak dasar dari tulang. Tulang
yang tidak mempunyai kartilago sebagai pelindung akan terus bergesekan yang mengakibatkan
tekanan oleh beban tubuh meningkat melebihi kekuatan biomekanik dari tulang sendiri.
Subkondrium merespon dengan mengadakan invasi vascular dan selular sehingga subkondrium
menebal dan memadat (proses ini dikenal sebagai eburnasi) pada daerah tekanan.
Subkondrium yang mengalami trauma juga akan mengalami degenerasi kistik, yang
disebabkan nekrosis sekunder oleh karena impaksi kronis atau intrusi cairan synovial. Kista OA
disebut juga kista subkondrium, pseudochyst, atau geodes (Eropa), berukuran antara 2mm
sampai 20mm.
Pada daerah sepanang batas sendi, vaskularisasi subkondrium, metaplasi tuklang jaringan
ikat synovial, dan pengerasan tonjolan kartilaago mengakibatkan pembentukan tulang baru yang
tidak teratur (osteofit).
Selama terjadi kerusakan sendi, OA juga menimbulkan perubahan pada ligament dan
neomuscular. Contohnya, abnormalitas komplek ligament lateral dan medial biasa terjadi pada
OA.
Nyeri merupakan gejala utama OA diduga merupakan kombinasi dari beberapa mekanisme,
termasuk berikut :
Elevasi periostepit
Hambatan vascular tulang subchondral yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraoseus
Kelelahan dari otot yang melewati sendi
Spasme otot periarticular
Faktor psikologi
Dari patofisiologi, OA dapat diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder sebagai berikut :
IDIOPATIK
Local
Tangan : nodus heberden dan bouchard (nodal), arthritis antarfalang erosive (nonnodal), karpal
metacarpal pertama.
Kaki : haluks valgus, halluks rigidus, jempol terkontraksi (jempol palu/cock-up), talonavikularis.
Lutut :
13
Kompartemen medial, kompartemen lateral, kompartemen patelofemoralis.
Panggul :
Ekstrensik (superior), konsentrik (aksial, medial), difus (koksa senilis)
Tulang belakang :
Sendi apofisialis, antarvetebra (diskus), spondilosis (osteofit), ligamentosa (hyperostosis,
penyakit forestier, hyperostosis rangka, idiopatik difus)
Tempat tungkai lainnya misalnya glenohumeralis, okromnioklavikularis, tibiotalar, sakroiliaka,
temporomandibula)
Generalisata (OAG) : mencangkup tiga atau lebih daerah tercantum diatas ( Kellgren-Moore)
SEKUNDER
Trauma : akut, Kronik (pekerjaan, olahraga)
Congenital atau perkembangan
Penyakit local : Leg-Calve-Perthes, dislokasi panggul congenital, epifisis selip
Faktor mekanis : panjang ekstremitas inferior yang tidak sama, deformitas varus/valgus,
sindroma hipermobilitas,
Dysplasia tulang : dysplasia epifisis, dysplasia spondiloapofisis, osteokondrodistrofi
Metabolic
Okronosis, hemokromatisitosis, penyakit Wilson, penyakit Gaucher.
Endokrin
Akromegali, hipertiroidisme, DM, kegemukan, hipotiroidisme
Penyakit endapan kalsium
Endapan kalsium pirofosfat dihidrat, atropati apatit
Penyakit tulang dan sendi yang lain
Local : fraktur, nekrosis, avaskuler, infeksi, gout
Difus : arthritis rheumatoid, Paget disease, osteopetrosis, osteokondritis
Neuropatik (sendi Charchot)
Endemik
Kashin-beck, msleni
Lain – lain: frostbite, Penyakit Casson, Hemoglobinopati
14
2.6 Tanda dan Gejala Klinis
1. Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara radiologis).
Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerak)
maupun eksentrik (salah satu gerakan saja) (Joewono Soeroso et al., 2006).
2. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hnya berupa
perasaan akan adanya suatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini
mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakan atau
secara pasif dimanipulasi (Joewono Soeroso et al., 2006).
3. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tidak
banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya ostefit, yang dapat mengubah permukaan sendi
(Joewono Soeroso et al., 2006).
4. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya
tanda tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan. Seringkali dijumpai di lutut, pergelangan
kaki dan sendi sendi kecil tangan dan kaki (Joewono Soeroso et al., 2006).
5. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi,
berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi (Joewono
Soeroso et al., 2006).
6. Perubahan gaya berjalan
15
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan.
Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal.
Pada sendi sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, OA juga menimbulkan
gangguan fungsi (Joewono Soeroso et al., 2006).
Pada OA lanjut timbul kecacatan, hipertrofi tulang, subluksasi karena kelemahan ligament
dan berkurangnya gerakan sendi yang mencolok. Pada lutut dapat dijumpai varus atau valgus.
Anggapan bahwa OA merupakan proses yang selalu progresif tidak benar, banyak pasien
yang bersifat stabil, sebagian terjadi penurunan nyeri dan bahkan perbaikan radiografik.
Pemeriksaan fisik khusus :
Pada pemeriksaan OA yang perlu kita lakukan untuk mengetahui tanda khas OA berupa
krepitasi dan juga beberapa test untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang ditimbulkan
dengan memeriksa ligament disekitar sendi (untuk OA lutut)
1. Krepitasi
Dengan palpasi sendi lutut lalu kita gerakkan sendi fleksi ekstensi bisa secara aktif
maupun pasif. Positif bila terasa sensasi gesekan antar tulang.
2. Patella Grinding Test
Disebut juga tanda Shrug. Dilakukan dengan cara menekan patella secara manual kea rah
femur sewaktu kontraksi kuadrisep, positif bila terasa nyeri, menandakan adanya OA
patellofemoralis.
16
3. Anterior Drower Test
Lutut kita fleksikan lalu tangan pemeriksa diletakkan di posterior lalu dorong kea rah
anterior. Positif bila ada penonjolan tibia ke anterior. Merupakan tanda kelemahan
ligament Anterior cruciata (ACL)
Posterior Drower Test
Merupakan kebalikan dari Anterior drower test, positif bila ada pergeseran kea rah
posterior. Merupakan tanda klemahan Posterior Cruciata Ligamen (PCL).
4. Varus Test
Dilakukan dengan cara menahan sendi di bagian lateral kemudian mendorong region
cruris dari arah medial ke lateral. Apabila ada pergeseran merupakan tanda kelamahan
Ligamen Collateral Lateral.
5. Valgus Test
Merupakan kebalikan dari varus test dengan menahan sendi pada bagian medial
kemudian mendorong cruris dari arah lateral ke medial. Apabila ada pergeseran
menandakan kelemahan ligament collateral medial.
17
Kriteria Diagnosis dan Indeks Osteoartritis Sendi Lutut
Bila pada seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut, maka untuk diagnosis
osteoartrosis sendi lutut harus ditambah 3 kriteria dan 6 kriteria berikut, yaitu umur lebih
dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit, nyeri tekan pada tulang, pembesanan
tulang dan pada perabaan sendi lutut tidak panas. Kriteria ini memiliki sensitifitas 95%
dan spesifisitas 69%.
Bila selain nyeri lutut juga didapatkan gambaran osteofit pada foto sendi lutut,
maka untuk diagnosis osteoartrosis sendi lutut dibutuhkan 1 kriteria tambahan dan 3
kriteria berikut, yaitu: umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan
krepitus. Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitas 86%. Selain itu
dikembangkan pula kriteria untuk menilai berat ringannya osteoartrosis sendi lutut
dengan menggunakan index.
18
Dengan sistem ini, maka bila indexnya ≥ 14, maka derajat osteoartrosisnya ekstrim berat; 11–13, sangat berat; 8–10, berat; 5–7, sedang dan 1–4, ringan.
2.7 Diagnosa Banding
Rheumatoid arthritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti anemia ,
fatigue dan osteoporosis. Terutama terkena pada pergelangan tangan, serta
metacarpophalangeal dan proksimal interphalangeal.
Manifestasi klinisnya berdasarkan kriteria dari American Rheumatism
Association (ARA) yang direvisi tahun 1987,adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian
dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
19
2. Artritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian
(soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang
(hyperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan.
Terdapat 14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal,
metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan
metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan
satu persendian tangan seperti tertera seperti diatas.
4. Arthritis simetris. Keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak harus simetris)
pada kedua sisi secara serentak.
5. Nodul rematoid. Yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang
dokter
6. Factor rematoid serum positif. Terdapat titer abnormal factor rematoid serum
yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5%
kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar
rontgent tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsofikasi tulang yang berlokalisasi pada
sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4
dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6
minggu.
2.8 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
20
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografik. Pada tahap
awal mungkin radiografik tampak normal. Namun seiring dengan berkurangnya
kartilago sendi tampak penyempitan ruang sendi. Temuan radiografik lain yang khas
adalah sklerosis tulang subkondral, kista subkondral, dan osteofit mrginalis. Dapat
dijumpai perubahan kontur sendi, akibat remodeling tulang, dan subluksasi.
Pada pemeriksaan radiologis juga dapat diklasifikasikan derajat OA seperti berikut
menurut Kellgren-Lawrence (OA lutut) :
OA Severity Radiografik finding
Grade 0 None None feature of OA
Grade 1 Doubtfull Minute osteophyte, doubtful significant
Grade 2 Minimal Definite osteophyte, unpairment joint space
Grade 3 Moderate Moderate diminution of joint space
Grade 4 Severe Joint space gretly impaired with sclerosis of
subchondral bone.
21
Walaupun penyempitan ruang sendi tibiofemoral dianggap sebagai pengganti
radiografik untuk penipisan tulang rawan sendi, pada pasien OA dini tidak ada bukti
radiografik penyempitan ruang sendi. Penyempitan ruang sendi saja tidak dapat
secara akurat memperkirakan status tulang rawan sendi. Demikian juga osteofit saja,
tanpa gambaran radiografik OA yang lain mungkin disebabkan oleh penuaan bukan
OA.
Pemeriksaan Laboratorium
Osteoarthritis biasanya didiagnosis berdasarkan gejala klinis dan radiografi.
Jarang ada kelainan dari laboratorium yang berhubungan dengan OA. Tetapi pemeriksaan
laboratorium spesifik dapat dilakukan pada OA sekunder karena OA primer bukan sistemik,
LED, penentua kimia serum, hitung darah, dan urinalisis member hasil normal.
2.9 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Tujuan penatalaksanaan osteoartritis sendi lutut adalah untuk menghilangkan
nyeri dan peradangan, menstabilkan sendi lutut dan mengurangi beban pada sendi lutut.
Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan pada stadium dini, terutama sebelum deformitas sendi
dan instabilitas sendi terjadi.
Untuk mengurangi beban pada sendi lutut, maka dalam melakukan aktifitas
sehari-hari disarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut :
1. Jangan berjalan atau jogging sebagai pilihan olah raga. Berenang dan bersepeda
merupakan alternatif pilihan yang baik.
22
2. Hindari naik-turun tangga.
3. Duduk lebih baik daripada berdiri.
4. Duduk di kursi yang lebih tinggi lebih baik daripada duduk di sofa yang rendah.
5. Hindari berlutut dan jongkok.
6. Sebelum bangkit dan duduk, geserlah dudukan ke tepi kursi dengan posisi kaki di bawah
badan, kemudian gunakan tangan untuk mengangkat badan dan kursi.
Diet memegang peranan penting dalam penatalaksanaan penderita osteoantrosis sendi
lutut, terutama untuk menurunkan kelebihan berat badan penderita. Walaupun sampai saat ini
belum pernahditeliti penganuh penurunan berat badan terhadap nyeri lutut dan progresifitas
osteoartrosis sendi lutut, tetapi diharapkan beban terhadap sendi lutut akan berkurang. Evaluasi
psikologik sangat penting untuk diperhatikan, karena beratnya nyeri dan gangguan fungsional
berhubungan erat dengan keadaan psikologik penderita.
Terapi fisik memegang peranan yang sangat penting; latihan otot yang teratur akan
memperbaiki gangguan fungsional, mengurangi ketergantungan terhadap orang lain dan
mengurangi nyeri. Perbaikan tersebut mencapai 10–25% pada rehabilitasi selama 2–4 bulan dan
dapat bertahan sampai 8 bulan setelah rehabilitasi. Terapi fisik dapat berupa pemanasan atau
pendinginan Pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya diaterini, ultrasound,
sinar inframerah dan lain sebagainya. Pemanasan selama 15–20 menit cukup efektif untuk
mengurangi nyeri dan kekakuan sendi.
Latihan-latihan otot yang dapat dilakukan untuk penderita osteoartrosis sendi hitut antara
lain adalah quadriceps setting exercise, straight leg raises, progressive resistive exercise (PRE)
dan hamstring exercise. Pada quadriceps setting exercise, pen- derita dalam posisi berbaring di
tempat tidur dengan lutut lurus, kemudian penderita disuruh menekan lututnya ke bawah.
Pertahankan selama 5 detik, kemudian istirahat selama 5 detik dan diulangi sampai 10–15 kali.
Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali perhari, kemudian dapat ditingkatkan sampai 10 kali
sehari. Pada straight leg raises, penderita dalam posisi berbaring telen- tang. Bila tungkai kanan
yang akan dilatih, maka tungkai kiri dipertahankan lurus, kemudian tungkai kanan diangkat lurus
setinggi-tingginya, kemudian turunkan perlahan-lahan sampai kira-kira 6 inchi dari alas dan
pertahankan selama 5 detik, lalu istirahat 5 detik. Ulangi sampai 5–10 kali dan latihan dilakukan
2–3 kali sehari. Pada progressive resistive exercise (PRE), pen- denta dalam posisi duduk dengan
lutut dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah diberi beban. Kemudian lutut diekstensikan per-
23
lahanlahan sampai tercapai ekstensi maksimal dan pertahankan selama 5 detik, kemudian
istirahat. Latihan diulangi sampai 10 kali dan dilakukan 3 kali perhari. Pada hamstring exercise,
penderita dalam posisi berdini kemudian lutut difleksikan 20 kali atau sampai penderita lelah.
2. Farmakologi
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari
ketidakstabilan sendi ( Felson, 2006 ).
a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan
Asetaminofen.
Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS
dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun
karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap
menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk
mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara mengombinasikannnya
dengan menggunakan inhibitor COX-2 . Jika parecetamol atau NSAID topikal tidak bisa
meredakan nyeri pada pasien dengan OA, maka direkomendasikan untuk menggunakan
analgesik opiod, dengan mempertimbangkan resiko dan keuntungannya, terutama pada
orang lanjut usia.
24
NICE clinical guideline 59 – Osteoarthritis
1. Jika paracetamol atau topikal NSAID tidak efektif untuk meredakan nyeri, maka
dapat direkomendasikan untuk di ganti dengan oral NSAID/COX-2 inhibitor.
2. Jika paracetamol atau topical NSAID kurang efektif untuk meredakan nyeri, maka
direkomendasikan untuk menambahkan oral NSAID atau COX-2 inhibitor.
Semua jenis NSAID/COX-2 inhibitor oral mempunyai efek analgesik yang sama,
tetapi mempunyai perbedaan potensi toksisitas terhadap sistem gastrointestinal, hepar,
dan kardio-renal. Jadi setiap pemberian NSAID maupun COX-2 inhibitor harus
mempertimbangkan faktor resiko yang meliputi usia, dan riwayat gangguan
gastrointestinal (peptic ulcer, gastritis), hepar, dan kardio-renal (GGA). Pada pasien OA
yang mempunyai riwayat gangguan gastrointestinal misalnya peptic ulcer, harus
diberikan PPI atau H2 blocker atau sukralfat untuk melindungi mukosa lambung. Selain
itu untuk mengurangi efek toksik NSAID, dapat juga menyarankan pasien untuk minum
banyak air putih dan memakan obat setelah makan. Pada pasien OA dengan gangguan
hepar maupun kardio-renal, sebaiknya dosis obat di kurangi untuk mengurangi efek
toksiknya
b. Analgesik Topikal
1. NSAID topikal harus dipertimbangkan untuk meredakan nyeri sebagai tambahan
dari terapi inti untuk penderita OA tangan dan lutut.
2. NSAID topikal dan atau paracetamol harus dipertimbangkan sebelum pemberian
NSAID oral, COX 2 inhibitor atau opioid.
3. Capsaicin topikal harus dipertimbangkan sebagai terapi tambahan untuk OA
tangan dan lutut
c. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat – obatan yang termasuk
dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.
25
d. Injeksi Intra-artikular
1. Injeksi kortikosteroid intraartikular dapat di rekomendasikan sebagai terapi
tambahan untuk meredakan nyeri sedang sampai berat.
2. Injeksi intraartikular hyaluronan tidak direkomendasikan sebagai terapi utama
OA
3. Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang
mengganggu aktivitas sehari – hari.
Indikasi operasi :
a. Semakin meningkatnya nyeri
b. Restriksi aktivitas yang progresif
c. Deformitas yang jelas
d. Semakin hilangnya gerakan (abduksi)
e. Tanda – tanda destruksi sendi pada foto X-ray
Knee Total Replacement
26
Hip Total Replacement
4. Ortesa
Digunakan untuk penguatan sendi dan proteksi sendi.
a. Penggunaan sepatu yang benar. Hindari memakai sepatu hak tinggi. Gunakan
sepatu yang sesuai dengan bentuk kaki.
b. Penanganan masalah psiososial dan vokasional
27
2.10 Prognosis
Prognosis pada pasien OA tergantung pada sendi yang terlibat dan pada keparahan kondisi.
Tidak ada obat yang dapat memodifikasi struktur dari OA sehingga pengobatan farmakologi
ditujukan untuk mengurangi gejala. Secara sistematis gambaran klinis ini dapat dikaitkan dengan
kemajuan pada proses OA lutut :
Usia tua
BMI yang berlebih
Adanya deformitas
Melibatkan beberapa sendi
28
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Osteoarthritis (OA) adalah penyakit degenerative sendi yang mencerminkan
kegagalan sendi diartrodial (dapat digerakan, dilapisi oleh sinovium). Penyakit ini
merupakan kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan
dengan usia.
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor resiko
yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Jenis kelamin, wanita lebih sering
3. Suku bangsa
4. Genetik
5. Kegemukan dari penyakit metabolic
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga
7. Kelainan pertumbuhan
Kepadatan tulang
Kriteria Diagnostik OA Lutut :
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik : nyeri lutut dan 3 dari berikut ini :
Umur > dari 40 tahun
Kaku sendi <30 menit
Krepitasi pada gerakan aktif
Pembesaran sendi
Nyeri tulang
Tidak hangat pada perabaan
29
Bedasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan radiologi nyeri lutut dan 1 dari berikut ini :
Umur >40 tahun
Kaku sendi <30 menit
Krepitus pada gerakan aktif
Osteofit
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium : nyeri lutut dan 5 diantara
berikut ini :
Umur > dari 40 tahun
Kaku sendi <30 menit
Krepitasi pada gerakan aktif
Pembesaran sendi
Nyeri tulang
Tidak hangat pada perabaan
LED < 40 mm/jam
Rematoid faktor < 1:40
Analisis cairan sendi menunjukkan OA
Penatalaksanaannya :
- Medikamentosa (analgesic / kortikosteroid)
- Edukasi (aktivitas dan pola hidup)
- Rehabilitasi medis dan fisioterapi
- Pembedahan
30
IV. DAFTAR PUSTAKA
Isselbacher et al, 2000, Harrison Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4,
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius
Lozada, J.Carlos et al. 2013. Osteoarthritis Reference.
www.medscape.emedicine.com /article/330487-overview. Diakses Selasa, 30 Juli
2013
Konthen, Putu Gede et al. 2008. Pedoman Diagnostik dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi III. Surabaya : Universitas Airlangga Surabaya
31
LAPORAN KASUS
IDENTITASNama : Tn. Suhermanto
Umur : 61 tahun
Pekerjaan : pensiunan PNS
Alamat : Jl. Mulyo Rejo No. 28, Bojonegoro
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tinggi Badan : 158,5 cm
Berat Badan : 85 kg
2.2 Anamnesa
KU : Nyeri lutut sebelah kanan
RPS : Pasien mengeluh nyeri lutut pada kaki kanan dan kiri sejak 2 bulan terakhir,
nyeri lutut kanan lebih berat daripada lutut kiri. Nyeri terutama saat sholat dari sujud ke
posisi berdiri, dan saat berjalan jauh. Waktu pagi tidak ada nyeri, kaki terasa kaku kurang
lebih 15 menit sehabis bangun tidur, tidak nyeri saat dipakai berjalan.
RPD: Dua tahun yang lalu lutut sebelah kanan pernah sakit seperti ini lalu lutut kiri
mengalami nyeri yang serupa tapi sembuh setelah minum obat anti nyeri dan berobat ke
poli saraf. Riwayat HT disangkal, Diabetes Mellitus pasien tidak tahu.
RPSosial: Pasien pensiunan dan sekarang tidak bekerja.
RPKeluarga: Ibu kandung pasien menderita penyakit yang sama
2.3 Pemeriksaan
Keadaan Umum : Compos Mentis
Kesadaran: 4-5-6
Tekanan Darah: 160/100 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respiratory rate: 20x/menit
Suhu : 36,2 C
BMI: 34. (Obesitas)
32
2.4 Pemeriksaan Fisik
Kepala : A/I/C/D : -/-/-/-
Leher: struma: -, pembesaran KGB: –
Thorax : Cor : S1 S2 tunggal regular
Pulmo : rh – wh –
Abdomen : soefl
Bising usus +
H/L tidak teraba
Ekstremitas : crt < 2 dtk
Ext.atas : normal.
Ext bawah : inspeksi : lutut kanan dan kiri tidak ada pembesaran
Palpasi : lutut kanan terdapat krepitasi, tidak terasa hangat,
lutut kiri terdapat krepitasi dan tidak terasa hangat.
Bagian Tubuh Gerakan sendi Kekuatan Otot
Gerakan Luas Gerak
Sendi
Otot MMT
Leher Fleksi
Ekstensi
Fleksi Lateral
Rotasi
Penuh
Penuh
Penuh
Penuh
Fleksor
Ekstensor
Fleksor lateral
Rotator
5
5
5/5
5/5
Batang Tubuh Fleksi
Ekstensi
Fleksi lateral
Rotasi
Penuh
Penuh
Penuh
Penuh
Fleksor
Ekstensor
Fleksor lateral
Rotator
5
5
5/5
5/5
Bahu Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Rotasi masuk
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh
Penuh
Penuh/Penuh
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Rotator internal
5/5
5/5
5/5
5/5
5/5
33
Rotasi keluar Penuh/Penuh Rotator eksternal 5/5
Siku Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Fleksor
Elstensor
Pronator
Supinator
5/5
5/5
5/5
5/5
Pergelangan tangan Fleksi
Ekstensi
Deviasi
Radial
Deviasi ulnar
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Fleksor
Ekstensor
Deviator radial
Deviator ulnar
5/5
5/5
5/5
5/5
Jari-jari tangan Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
5/5
5/5
5/5
5/5
Panggul Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Rotasi masuk
Rotasi Keluar
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Rotator Interna
Rotator Eksternal
5/5
5/5
5/5
5/5
5/5
5/5
Lutut Fleksi
Ekstensi
Dorso Fleksi
Plantar Fleksi
Eversi
Inversi
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Penuh/Penuh
Fleksor
Ektensor
Dorso Fleksi
Plantar Fleksi
Evertor
Invertor
5/5
5/5
5/5
5/5
5/5
5/5
34
2.5 Pemeriksaan Neurologi
Meningeal Sign :
Kaku kuduk : -
Brudzinky I,II,III : -
Kernig : -
Lasegue : -
Saraf Kranialis:
N I-XII : Tidak dilakukan
Refeks Fisiologis:
BPR : + / +
TPR : + / +
KPR : - / -
APR : -/ -
Refleks Patologis :
Babinsky: - / -
Chaddock : - / -
Oppenheim : - / -
Gordon : - / -
Gonda : - / -
Rosolimo : - / -
Mendel bechthrew: - / -
Hoffman : - / -
Tromner : - / -
Status Lokalis Genu Joint
Inspeksi :
o Deformitas : - / -
35
o Rubor : - / -
o Tumor: - / -
Palpasi:
Kalor : - / -
Dolor : - / -
Functiolaesa: - / -
Special Test
Krepitasi : + / +
Patella grinding test: - / -
Anterior drower test: - / -
Posterior drower test: - / -
Varus test (Ligament collateral lateral ): - / -
Vagus test (Ligament colateral medial ): - / -
Pemeriksaan Penunjang
Foto Genu Dekstra et Sinistra AP/ Lateral :
Alignment baik
Trabekulasi tulang normal
Tak tampak garis fraktur pada tulang
Tampak lipping di interminentia intercondylaris
36
OS patella normal
Femurotibia sisi medial menyempit
Tak tampak jelas soft tissue swelling
Kesimpulan: Osteoarthritis Genu Dextra dan Sinistra
Assesment :
Osteoarthritis Genu Dekstra et Sinista
Planning:
Medikamentosa :
Analgesik non steroid
Rehabilitasi medik:
Kompres Dingin
TENS
Olahraga renang atau bersepeda
Orthesa
Edukasi
- Mengistirahatkan sendi yang sakit
- Mengurangi aktivitas berat yang berlebihan, seperti mengangkat beban berat,
- Larangan untuk duduk dilantai , jongkok, naik turun tangga (naik tangga dengan kaki
yang sehat, turun tangga dengan kaki yang sakit).
- Diharapkan buang air besar dengan duduk dan sholat dengan kursi.
- Pasien diharapkan untuk bersepeda atau berenang untuk mengurangi berat badan.
Prognosis
37
Dubia at Bonam. Jika taat pada nasehat dokter dan melakukan latihan secara teratur.
Kesimpulan
Tn. Suhermanto, 61 tahun , seorang pensiunan datang ke poli rehabilitasi medik
dengan keluhan nyeri lutut sebelah kanan dan kiri.
Nyeri dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien tidak merasakan nyeri saat
bangun tidur, kaki terasa kaku kurang lebih 15 menit dan nyeri saat perubahan posisi dari
sujud ke berdiri pada waktu sholat dan saat berjalan jauh. Pada aktivitas tidak terasa
nyeri. Dua tahun yang lalu pernah mengalami hal yang serupa dilutut kanan dan kiri tapi
sembuh karena berobat dan minum anti nyeri. Ibu kandung pasien juga menderita
penyakit serupa.
Pemeriksaan Fisik pada Tn. Suhermanto didapatkan krepitasi pada lutut kanan
dan kiri, serta BMI yang menunjukkan tanda obesitas. Berdasarkan hasil foto rontgen
pada alignment tampak baik, trabekulasi tulang normal, tak tampak garis fraktur pada tulang,
tampak lipping di interminentia intercondylaris, OS patella normal, Femuro tibia sisi medial
genu dextra dan sinistra menyempit. Tak tampak jelas soft tissue swelling. Maka bisa
disimpulkan bahwa pasien menderita Osteoarthritis genu dextra et sinistra.
38