PENGELOLAAN SAMPAH
Observasi Pengelolaan Sampah di TPST Piyungan Dusun Ngablak, Desa
Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten bantul, Yogyakarta
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pengelolaan Sampah
Dosen Pengampu : Eram Tunggul Pawenang, S.KM., M.Kes.
Laporan Observasi
Oleh
Nimas Dwi Ayu R (6411413126)
Ainur Rohmah (6411413130)
M Lutfi Yahya (6411413135)
Ziko Nuzulul Imanu (6411413142)
Triyanik Istikomah (6411413147)
Rombel 5
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Pengelolaan ini dengan lancar. Penulisan
laporan observasi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
oleh dosen pengampu mata kuliah prodi Pengelolaan Sampah, yakni Bapak Eram
Tunggul P, S.T., M.Sc
Laporan ini disusun dari hasil pengumpulan data serta informasi yang
kami peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Pengelolaan Sampah,
infomasi dari media massa yang berhubungan dengan tema makalah ini,
wawancara langsung dari pekerja dan penduduk sekitar di TPA terkait, serta
observasi langsung pengelolaan sampah di TPST Piyungan Bantul.
Akhirnya, kami berharap laporan ini dapat memberi manfaat bagi kami
dan kita semua para pembaca.Sesuai pepatah ‘tak ada gading yang tak retak’,
tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca agar tugas-tugas kami kedepan menjadi lebih baik.
Semarang, 05 April 2015
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
URAIAN KEGIATAN................................................................................................... 1
1. PENDAHULUAN ................................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 2
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 3
1.3. Tujuan ............................................................................................................... 3
1.4. Metode............................................................................................................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4
3. METODE PELAKSANAAN................................................................................... 18
1.1. Waktu dan tempat pelaksanaan........................................................................ 18
1.2. Alat dan Bahan................................................................................................. 18
1.3. Metode pengukuran tingkat kepadatan lalat...................................................... 19
4. HASIL....................................................................................................................... 20
4.1. Profil TPST Piyungan........................................................................................ 20
4.2. Data.................................................................................................................... 30
5. PEMBAHASAN....................................................................................................... 34
5.1. Batasan .............................................................................................................. 34
5.2. Lokasi ............................................................................................................... 34
5.3. Metode Pengolahan Sampah.............................................................................. 35
5.4. Analisa Masalah yang dihadapi TPA................................................................ 37
6. PENUTUP ................................................................................................................ 39
6.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 39
6.2. Saran.................................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 40
LAMPIRAN ................................................................................................................... 41
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Pengawasan 30
Tabel 4.2 Data pengamatan kepadatan lalat pada zona 1 32
Tabel 4.3 Data pengamatan kepadatan lalat pada zona 2 32
Tabel 4.4Data pengamatan kepadatan lalat pada zona 3 33
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Tampak atas TPST Piyungan 20
v
Nama Kegiatan :
Observasi Pengelolaan Sampah di TPST Piyungan, Bantul
Tujuan Kegiatan :
Untuk mengetahui jenis, masalah pencemaran, mengetahui angka kepadatan lalat
di zona-zona TPA Piyungan Bantul Yogyakarta, mengetahui keluhan atau dampak
bagi masyarakat di sekitar TPA serta mengetahui aspek kesehatan di TPA
Piyungan Bantul.
Uraian Kegiatan :
Kegiatan ini dimaksudkan dengan tujuan tersebut diatas serta sebagai salah satu
hal guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Sampah yang di ampu oleh
Bapak Eram Tunggul P, S.KM., M.Kes. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari
Sabtu, 28 Maret 2015 yang beralamatkan di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo,
Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dalam kegiatan ini
berlangsung proses wawancara oleh tim dengan petugas di TPA terkait (staff
perencanaan, staff administrasi, operator jembatan timbang), pemulung,
pengepul, dan penduduk sekitar. Selain itu dilakukan pula observasi dan
pengamatan secara langsung ke TPST Piyungan guna mengetahui system
pengelolaan sampah yang digunakan.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Sampah secara umum dapat diartikan sebagai sisa aktifitas yang berwujud
padat dan tidak digunakan lagi. Sampah menurut SK SNI T-13-1990-F, yaitu
limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah akan menumpuk bila
tidak dilakukan pengelolaan sampah yang sesuai. Dalam pengelolaan sampah
dapat dilakukan dengan berbagai sistem, seperti individual, kolektif, TPS, dan
TPST. Pengelolaan sampah juga tidak lepas dari pengelolaan gaya hidup
masyarakat yang selalu menambah jumlah volume sampah perharinya.
Setiap sampah yang dihasilkan penduduk akan diangkut ke truk-truk
sampah dan akhirnya dibuang di TPA. Sampah yang sudah menumpuk di TPA
kemudian tidak dibiarkan begitu saja, karena dapat menimbulkan permasalahan
bagi masyarakat sekitar. Proses pengolahan sampah perlu dilakukan dimasing-
masing TPST untuk menjaga kelestarian lingkungan, menjaga kesehatan
masyarakat dari sumber penyakit akibat timbunan sampah, dan juga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan hasil dari olahan sampah yang
bernilai ekonomi tinggi. Meskipun masih banyak TPST-TPST yang sistemnya
masih menggunakan penumpukan terbuka (open dumping), tidak adanya usaha
dalam mengurangi jumlah sampah itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut kami mencoba melakukan observasi TPA di
Piyungan Bantul Yogyakarta untuk mengetahui sistem atau jenis apa yang
digunakan pada pengelolaan sampah di TPST tersebut, serta dampak apa yang
terjadi di masyarakat terutama di aspek kesehatannya.
1.2 Rumusan Maslah
1. Termasuk jenis apakah TPA yang berada di Piyungan Bantul Yogyakarta?
2. Masalah apa sajakah yang ada di TPA Piyungan Bantul Yogyakarta?
2
3. Berapa tinggi tingkat kepadatan lalat di TPA Piyungan Bantul
Yogyakarta?
4. Apa saja keluhan atau dampak bagi masyarakat di sekitar TPA Piyungan
Bantul Yogyakarta?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis TPA di Piyungan Bantul Yogyakarta
2. Untuk mengetahui masalah pencemaran di TPST Piyungan Bantul
Yogyakarta
3. Untuk mengetahui angka kepadatan lalat di zona-zona TPA Piyungan
Bantul Yogyakarta
4. Untuk mengetahui keluhan atau dampak bagi masyarakat di sekitar TPA
Piyungan Bantul Yogyakarta
5. Untuk mengetahui aspek kesehatan di TPA Piyungan
1.4 Metode Kegiatan
Kami melakukan kegiatan ini dengan metode wawancara secara langsung
kepada petugas dan masyarakat sekitar, serta melakukan observasi langsung
terhadap TPST Piyungan Bantul Yogyakarta.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Sampah
Pengertian sampah adalah suatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang
punya dan bersifa padat. Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari
manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat
organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang
dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan, ( Ayu 2008
mengutip pada Slamet 2002)
1.1.1. Sumber- Sumber Sampah
Menurut Gilbert dkk.(1996), sumber-sumber timbulan sampah adalah
sebagai berikut :
1. Sampah dari pemukiman penduduk
Pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu kluarga
yang tinggal disuatu bangunan atau asrama.Jenis sampah yang dihasilkan
biasanya cendrung organik, seperti sisa makanan atau sampah yang
bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya.
2. Sampah dari tempat – tempat umum dan perdagangan
Tempat- tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya
orang berkumpul dan melakukan kegiatan.Tempat – tempat tersebut
mempunyai potensiyang cukup besar dalam
memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan
pasar.Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa – sisa
makanan, sampah kering, abu, plastik, kertas, dankaleng- kaleng
serta sampah lainnya.
3. Sampah dari sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah
Hiburan umum, pantai, masjid, rumahsakit, bioskop, perkantoran, dan
sarana pemerintah lainnya yangmenghasilkan sampah kering
dan sampah basah.
4
4. Sampah dari industri
Pabrik – pabrik sumber alam perusahaan kayudan lain – lain, kegiatan
industri, baik yang termasuk distribusi ataupun prosessuatu bahan
mentah. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini
biasanyasampah basah, sampah kering abu, sisa – sisa makanan, sisa
bahan bangunan
5. Sampah Pertanian
Sampah dihasilkan oleh tanaman atau binatang daerah pertanian,
misalnyasampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah yang dihasilkan
berupa bahanmakanan pupuk maupun bahan pembasmi serangga tanaman.
1.1.2. Jenis– Jenis Sampah
Jenis sampah yang ada di sekitar kita cukup beraneka ragam, ada yang
berupa sampah rumah
tangga, sampah industri, sampah pasar, sampah rumahsakit, sampah pertanian, sa
mpah perkebunan, sampah peternakan, sampah institusi / kantor/sekolah, dan
sebagainya Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2
(dua) yaitu
sebagai berikut :
1. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan – bahanhayati
yang dapat didegradasi oleh mikroba atau
bersifat biodegradable. Sampahini dengan mudah dapat diuraikan melalui
proses alami. Sampah rumah tanggasebagian besar merupakan bahan
organik. Termasuk sampah organik, misalnyasampah dari dapur, sisa –
sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet danplastik), tepung ,
sayuran, kulit buah, daun dan ranting.
5
2. Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-
hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahanbahan tambang.
Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan produk –
produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan
keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai
olehalam/mikroorganisme secara keseluruhan
(unbiodegradable).Sementara, sebagianlainnya hanya dapat diuraikan
dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini padatingkat rumah tangga
misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng,(Gelbert dkk,
1996).
1.1.2.1.Berdasarkan Sifat Fisik
Berdasarkan keadaan fisiknya sampah dikelompokkan atas :
1. Sampah basah (garbage)
Sampah golongan ini merupakan sisa – sisa pengolahan atau sisa
sisamakanan dari rumah tangga atau merupakan timbulan hasil sisa
makanan,seperti sayur mayur, yang mempunyai sifat mudah membusuk,
sifat umumnyaadalah mengandung air dan cepat membusuk sehingga
mudah menimbulkanbau.
2. Sampah kering (rubbish)
Sampah golongan ini memang diklompokkan menjadi 2 (dua) jenis :
1) Golongan sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tak akan
bisalapuk secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun –
tahun,contohnya kaca dan mika.
2) Golongan sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sulit
lapuk, sampah jenisini akan bisa lapuk perlahan – lahan secara
alami.Sampah jenis ini masih bisa dipisahkan lagi
6
atas sampah yang mudahterbakar, contohnya seperti kertas dan
kayu, dan sampah tak mudah lapukyang tidak bisa terbakar, seperti
kaleng dan kawat.(Gelbert dkk., 1996)
1.2. Pengelolaan Sampah
Sistem Pengolahan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang
meliputi 5 (lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu
dengan lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (SNI 19-2454-
2002).
2.2.1. Aspek Pengelolaan Sampah
1.1.1.1. Aspek teknis operasional
Aspek teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-
dasar perencanaan untuk kegiatan-kegiatan pewadahan sampah, sampah,
pengangkutan sampah, pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir.
d
1) Penampungan Sampah/ Pewadahan
Proses awal dalam penampungan sampah terkait langsung dengan
sumbersampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu
carapenampungan sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan
dibuang keTPST. Tujuannya adalah menghindari agar sampah tidak
berserakan sehinggatidak mengganggu lingkungan (SNI 19-2454-
2002).Bahan wadah yang dipersyaratkan sesuai Standart Nasional
Indonesiaadalah tidak mudah rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan
dibuat olehmasyarakat dan mudah dikosongkan.
7
SAMPAH
Gerobak sampah
Container Truk Arm Roll
TPST
2) Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai
dari tempat penampungan / pewadahan sampai ketempat pembuangan
sementara.Pola pengumpulan sampah pada dasarnya dikelompokkan
dalam 2 (dua) yaitu :
pola individual dan pola komunal (SNI 19-2454-2002) sebagai berikut :
a. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah
kemudiandiangkut ketempat pembuangan sementara/TPS sebelum
dibuang ke TPST.
b. Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah
ketempatpenampungan sampah komunal yang telah disediakan/ ke
truk sampah yangmenangani titik pengumpulan kemudian diangkut
ke TPST tanpa prosespemindahan.
3) Pemindahan Sampah
Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah
hasilpengumpulan ke dalam alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat
pembuanganakhir. Tempat yang digunakan untuk pemindahan sampah
adalah depopemindahan sampah yang dilengkapi dengan container
pengangkut (SNI 19-2454-2002).
4) Pengangkutan Sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang
telahdikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat
sumber sampahke tempat pembuangan akhir.Berhasil tidaknya
penanganan sampah jugatergantung pada sistem pengangkutan yang
8
diterapkan. Pengangkutan sampahyang ideal adalah dengan truck
container tertentu yang dilengkapi alat pengepres(SNI 19-2454-2002)
5) Pembuangan Akhir Sampah
Tempat pembuangan sampah akhir (TPST) adalah sarana fisik
untukberlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. Tempat
menyingkirkansampah kota sehingga aman (SK SNI T-11-1991-
03).Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk
membuang sampahdari semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah
lebih lanjut. Prinsippembuangan akhir adalah memusnahkan sampah
domestik di suatu lokasipembuangan akhir.Jadi tempat pembuangan akhir
merupakan tempat pengolahansampah. Menurut SNI 19-2454-2002
tentang teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan, secara umum
teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi3 (tiga) metode
yaitu : Open Dumping, Sanitary Landfill, Controlled Landfill.
a. Open Dumping
Metode open dumping ini merupakan sistem pengolahan sampah
denganhanya membuang / menimbun sampah disuatu tempat tanpa
ada perlakuankhusus atau sistem pengolahan yang benar, sehingga
sistem open dumpingmenimbulkan gangguan pencemaran
lingkungan.
b. Sanitary Landfill
Metode pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara
sampahditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah
sebagai lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup
dilakukan setiap hari pada akhirjam operasi.
a. Controlled Landfill
Metode controlled landfill adalah sistem open dumping yang
diperbaiki yangmerupakan sistem pengalihan open dumping dan
9
sanitary landfill yaitudengan penutupan sampah dengan lapisan
tanah dilakukan setelah TPSTpenuh yang di padatkan atau setelah
mencapai periode tertentu
3. Aspek kelembagaan
Menurut Syafrudin dan Priyambada (2001), bentuk kelembagaan
pengelola sampah disesuaikan dengan katagori kota. Adapun bentuk
kelembagaan tersebut adalah sebagai berikut :Kota Raya dan Kota Besar
(jumlah penduduk > 500.000 jiwa) bentuk lembaga pengelola sampah
yang dianjurkan berupa dinassendiri.
1) Kota sedang 1 (jumlah penduduk 250.000 – 500.000 jiwa) atau Ibu
Kota Propinsi bentuk lembaga pengelola sampah yang dianjurkan
berupa dinassendiri.
2) Kota sedang 2 (jumlah penduduk 100.000 – 250.000 jiwa) atau
Kota/Kotifbentuk lembaga yang dianjurkan berupa dinas / suku
dinas /UPTD DinasPekerjaaan Umum atau seksi pada Dinas Pekerjaan
Umum.
3) Kota kecil (jumlah penduduk 20.000 – 100.000 jiwa) atau kota
kotif bentuklembaga pengelolaan sampah yang dianjurkan berupa
dinas / suku dinas /UPTD, Dinas Pekerjaan Umum atau seksi pada
Dinas Pekerjaan Umum
4. Aspek hukum dan peraturan
Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan
dandasar hukum, seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan
retribusi,keterlibatan masyarakat.
5. Aspek pembiayaan
Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda system
pengelolaan persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar.
Sistempengolahan persampahan di Indonesia lebih di arahkan kesistem
pembiayaansendiri termasuk membentuk perusahaan daerah. Masalah
umum yang seringdijumpai dalam sub sistem pembiayaan adalah retribusi
yang terkumpul sangatterbatas dan tidak sebanding dengan biaya
10
operasional, dana pembangunandaerah berdasarkan skala prioritas,
kewenangan dan struktur organisasi yang adatidak berhak mengelola dana
sendiri dan penyusunan tarif retribusi tidakdidasarkan metode yang benar
(Ni Komang A. A, 2008).
Komponen pembiayaan system pengelolaan sampah :
1) Biaya Investasi
2) Biaya operasi dan pemeliharaan
3) Biaya manajemen
4) Biaya untuk pengembangan
5) Biaya penyuluhan dan pembinaan
Dalam pembiayaan perlu diperhatikan beberapa aspek yang
mempengaruhi pembiayaan system pengelolaan sampah meliputi :
1) Proporsi APBN / APBD pengelolaan sampah
2) Proporsi komponen biaya untuk gaji, transportasi, pemeliharaan,
pendidikan, dan pengembangan serta administrasi
3) Proporsi antara retribusi dengan pendapatan msyarakat
4) Struktur dan penarikan retribusi berlangsung
6. Aspek peran serta masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan
kesediaanmasyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan
pengelolaansampah sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti
mengorbankankepentingan diri sendiri.
Menurut Hadi (1995:75) dari segi kualitas, partisipasi atau peran serta
masyarakat penting sebagai :
1) Input atau masukan dalam rangka pengambilan
keputusan/kebijakan.
2) Strategi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat sehinggga
kredibilitas dalam mengambil suatu keputusan akan lebih baik.
3) Komunikasi bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
menampung pendapat, aspirasi dan concern masyarakat.
11
4) Media pemecahan masalah untuk mengurangi ketegangan dan
memecahkan konflik untuk memperoleh konsensus. (Ni Komang A.
A, 2008)
2.2.1. Metode Pengukuran
Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh dengan survey
pengukuran atauanalisa langsung di lapangan, yaitu:
1. Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah
tangga dan non-rumahtanga) yang ditentukan secara random-proporsional
di sumber selama 8 hari berturut-turut (SNI 19-3964-1995 dan SNI M 36-
1991-03)
2. Load-count analysis: Mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah
yang masuk ke TPS,misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari
berturut-turut. Dengan melacak jumlah dan jenispenghasil sampah yang
dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut, sehingga
akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk
3. Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah
sampah yang masuk kefasilitas penerima sampah akan dapat diketahui
dengan mudah dari waktu ke waktu. Jumlahsampah sampah harian
kemudian digabung dengan perkiraan area yang layanan, dimana data
penduduk dan sarana umum terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh
satuan timbulan sampahper-ekuivalensi penduduk
4. Material balance analysis: merupakan analisa yang lebih mendasar, dengan
menganalisa secaracermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang
dalam system, dan aliran bahan yang menjadisampah dari sebuah sistem
yang ditentukan batas-batasnya (system boundary)
Metode yang umum digunakan untuk menentukan kuantitas total sampah yang
akan dikumpulkan dandiangkut ke TPST adalah sebagai berikut:
12
1) Rata-rata angkutan per hari dikalikan volume rata-rata pengangkutan dan
dikonversikan ke satuan berat dengan menggunakan densitas rata-rata
yang diperoleh melalui sampling.
2) Mengukur berat sampel di dalam kendaraan angkut dengan menggunakan
jembatan timbang, kemudian rata-ratanya dikalikan dengan total angkutan
per hari.
3) Mengukur berat setiap angkutan di jembatan timbang di TPST.
Jumlah sampah yang sampai di TPST sulit untuk dijadikan indikasi yang akurat
mengenai timbulansampah yang sebenarnya di sumber. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya kehilangan sampah di setiaptahapan proses operasional pengelolaan
sampah tersebut, terutama karena adanya aktivitas pemulungan atau pemilahan
sampah
2.2.2. Konsep Pengurangan dan Pengelolaan Sampah menurut UU – 18/2008
Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama
pengelolaan sampah,yaitu:
1) Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan
terjadinya sampah R1),guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3)
2) Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
a. Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat sampah
b. Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ketempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu
c. Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber
dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari
tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
akhir
d. Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan
jumlah sampah
13
e. Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasilpengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
UU-18/2008 ini menekankan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh
semua fihak adalahbagaimana agar mengurangi sampah semaksimal
mungkin.Bagian sampah atau residu dari kegiatanpengurangan sampah yang
masih tersisa selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupunpengurugan
(landfilling). Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi:
a. Pembatasan (reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan
sesedikit mungkin
b. Guna-ulang (reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan
memanfaatkan limbah tersebutsecara langsung
c. Daur-ulang (recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat
dimanfaatkan secaralangsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat
dimanfaatkan, baik sebagai bahan bakumaupun sebagai sumber enersi
Ketiga pendekatan tersebut merupakan dasar utama dalam pengelolaan sampah,
yang mempunyai sasaran utama minimasi limbah yang harus dikelola dengan
berbagai upaya agar limbah yang akandilepas ke lingkungan, baik melaui tahapan
pengolahan maupun melalui tahan pengurugan terlebihdahulu, akan menjadi
sesedikit mungkin dan dengan tingkat bahaya sesedikit mungkin.
Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero
waste).Secara teoritis,gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai
saat ini belum pernah dapat direalisir.Olehkarenanya, gagasan ini lebih
ditonjolkan sebagi semangat dalam pengendalian pencemaran limbah,yaitu agar
semua kegiatan manusia handaknya berupaya untuk meminimalkan terbentuknya
limbah ataumeminimalkan tingkat bahaya dari limbah, bahkan kalau muingkin
meniadakan.Konsep pembatasan (reduce) jumlah sampah yang akan terbentuk
dapat dilakukan antara lain melalui:
a. Efisiensi penggunaan sumber daya alam
14
Rancangan produk yang mengarah pada penggunaan bahan atau proses
yang lebih sedikit dan menghasilkan sampah, dan sampahnya mudah
untuk diguna-ulang dan didaur-ulnag
b. Menggunakan bahan yang berasal dari hasil daur-ulang limbah
c. Mengurangi penggunaan bahan berbahaya
d. Menggunakan eco-labeling
Dalam UU-18/2008 juga terkait dengan upaya minimasi (pembatasan)
timbulansampah seperti
a. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan:
a) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka
waktu tertentu
b) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan
c) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan
d) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang
e) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
b. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi
yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat
didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
c. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah
menggunakan bahan yang dapatdiguna ulang, didaur ulang, dan/atau
mudah diurai oleh proses alam
d. Pemerintah memberikan:
− insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah
− disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah
Ketentuan tersebut di atas masih perlu diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan
Pemerintah agar dapatdilaksanakan secara baik dan tepat sasaran.
Sebagai pembanding, Jepang membagi stakeholders utama dalam pengelolaan
sampah yang berbasis
3R dalam 5 kelompok, yang masing-masing mempunyai peran utama dalam
membatasi sampah yang
akan dihasilkan, yaitu [29]:
15
a. Masyarakat penghasil sampah:
− Memahami dampak akibat sampah yang dihasilkan
− Mempertimbangkan ulang pola hidupnya
− Memilih barang dan pelayanan yang berwawasan lingkungan
− Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, misalnya pemilahan sampah
− Berpartsipasi dalam pengembangan pengelolaan sampah berbasis 3R
b. LSM:
− Mempromosikan kegiatan-kegiatan positif 3R dalam level masyarakat
− Mempromosikan peningkatan kesadaran
− Menyiapkan-melakukan training dan sosialisasi
− Memantau upaya-upaya yang dilakukan oleh kegiatan bisnis dan pemerintah
− Memberikan masukan kebijakan yang sesuai
c. Fihak Swasta:
− Menyiapkan barang dan jasa yang berwawasan lingkungan
− Melaksanakan kegiatan ’take-back’, guna-ulang dan daur-ulang terhadap
produk bekas-nya
− Mengelola limbah secara berwawasan lingkungan
− Mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan
− Memberi informasi yang jujur kepada konsumen melalui label dan laporan
d. Pemerintah Daerah:
− Memastikan diterapkannya peraturan dan panduan
− Menyiapkan rencana tindak
− Mendorong ’green purchasing’, dan peningkatan pemahaman masyarakat
− Menjamin masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan
− Bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan 3R dan fihak bisnis
− Bertindak sebagai koordinator lokal dalam pengembangan masyarakat
berwawasan daur-bahan
− Menyedian ruang dan kesempatan untuk saling bertukar barang-bekas dan
informasi antar
stakeholders
− Promosi kerjasama internasional
16
e. Pemerintah Pusat:
− Mengembangkan sistem, termasuk aspek legal yang dibutuhkan
− Memberikan subsidi dan pengaturan pajak untuk fasilitas, penelitian dan
pengembangan untukmembangun masyarakat yang berwawasan daur-bahan
− Memberikan dorongan dan infoirmasi bagi warga dan LSM yang akan
melaksanakan kegiatansecara sukarela
− Menyiapakan dasar yang dibutuhkan bagi kegiatan seluruh stakeholders
− Mempromosikan kerjasama dan dialog internasional terkait dengan kegiatan 3R
17
BAB III
METODE PELAKSANAAN
1.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1. Waktu
Observasi system pengelolaan sampah dilakukan pada hari Sabtu 28
Maret 2015.
2. Tempat
Observasi system pengelolaan sampah dilakukan di TPST ( Tempat
Pembuangan Sampah Akhir Piyungan. Yang bertempat di Dusun
Ngablak, Desa Sitimulo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul,
Yogjakarta.
1.2. Alat dan Bahan observasi
1. Fly Grill
Digunakan untuk menghitung tingkat kepadatan lalat di area TPST.
2. Materi panduan Observasi
Digunakan untuk panduan pelaksanaan boservasi d TPST terkait.
3. Bolpoint
Digunakan untuk mencatat hasil observasi.
4. Buku catatan
Digunakan untuk mencatat hasil observasi.
5. Masker
Digunakan sebagai alat perlindungan diri dari dampak negative sampah
seperti keracunan.
6. Kamera
Digunakan untuk mengambil dokumentasi pengamatan.
7. Stopwatch
Digunakan untuk menghitung kepadatan lalat.Disini sropwatch
berperan sebagai alat hitung waktu.
18
1.2. metode penghitungan tingkat kepadatan lalat
1. menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. menelentangkan fly grill di atas sampah
3. mengamati lalat yang hinggap di fly grill selama 30 detik sebanyak
10 kali
4. mencatat hasil pengamatan
5. menganalisis hasil pengamatan
19
BAB IV
HASIL
1.3. Profil TPST Piyungan
Gambar 4.1 Tampak Atas Lokasi TPST Piyungan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPST) Piyungan terletak di
Kabupaten Bantul, ± 16 km sebelah tenggara pusat Kota Yogyakarta. Tepatnya di
Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Pembangunan TPST ini dilakukan pada tahun 1992 dan mulai
dioperasikan tahun 1995 di atas tanah seluas 13 hektar dengan kapasitas 2,7 juta
meter kubik sampah. Masa penggunaannya diperkirakan mencapai 10 tahun,
dengan asumsi prosentase daur ulang 20%.Apabila prosentase daur ulangnya
dapat ditingkatkan menjadi 50 % maka masa penggunaannya bisa mencapai 13
tahun.TPST Piyungan di bangun dalam tiga zona, zona I dengan kapasitas sampah
sebesar 200.000 meter kubik yang berakhir pada tahun 2000. Zona II dengan
kapasitas sampah sebesar 400.000 meter kubik yang berakhir pada tahun 2006 dan
Zona III dengan kapasitas sampah sebesar 700.000 meter kubik pada tahun 2015.
TPST Piyungan merupakan titik akhir pembuangan sampah yang
dihasilkan warga tiga wilayah di Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sleman dan Kabupaten Bantul, yang dalam seharinya bisa mencapai 200-300 ton
sampah.
TPST ini dikelola melalaui SEKBER KARTAMANTUL yang
memfasilitasi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dalam
20
berkoordinasi dan menentukan kebijakan yang akan diambil dalam pengelolaan
sampah di TPST Piyungan. Dasar hukum dari kerjasama antar pemerintah daerah
tersebut dituangkan dalam perjanjian Nomor: 07/Perj/Bt/2001, 05/PK.KDH/2001,
dan 02/PK/2001 tentang Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPST) Sampah
di Piyungan Kabupaten Bantul. Perjanjian kerjasama ini dibuat atas dasar saling
membantu dan menguntungkan dalam pengelolaan operasi dan pemeliharaan
prasarana dan sarana TPST dengan tujuan agar pemanfaatan, pengelolaan dan
pengembangan TPST dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta memenuhi
standar teknis lingkungan. Mulai 1 Januari 2015, pengelolaan TPA ini diserahkan
ke Pemerintah DIY.
1.3.1. Pengelolaan Dari Sekber Kartamantul ke Pemda DIY
Pengelolaan sampah menjadi topik yang sangat menarik di Kartamantul.
Tidak heran mengingat awal mula terbentuknya Sekretariat Bersama Kartamantul,
kerjasama 3 daerah Kota Yogyakarta , Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul,
diawali dengan proyek pembangunan TPST bersama. TPST Piyungan sebagai
TPST Regional di ketiga daerah seiring dengan berjalannya waktu mempunyai
permasalahan yang semakin kompleks.Jumlah penduduk yang semakin meningkat
berbanding lurus dengan peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan.Persoalan
lainnya kapasitas TPST Piyungan untuk dapat menampung sampah yang masuk
juga semakin turun. Umur TPST sendiri diperkirakan akan bertahan hanya sampai
2015. Sehingga keberlanjutan TPST Piyungan perlu dipikirkan dengan matang.
UU No 18 Tahun 2008 menuntut adanya konversipembuangan sampah dari open
dumping menjadi sanitary landfill yang diberlakukan 5 tahun sejak pemberlakuan
undang-undang tersebut. Tuntutan Sanitary landfill ini cukup memberatkan
karena memerlukan biaya yang jauh lebih tinggi.
Sistem pengolahan sampah TPST Piyungan sendiri perlu lebih ditingkatkan
dengan adanya optimalisasi.
Optimalisasi TPST Piyungan diantaranya dilakukan dengan penerapan dan
pengembangan teknologi pengolahan sampah.Penerapan dan pengolahan
teknologi pengolahan sampah diperkirakan dapat membantu mereduksi sampah
21
cukup signifikan sehingga umur pakai TPST Piyungan bisa diperpanjang.
Penerapan dan pengembangan teknologi juga dapat mendatangkan profit dari
output pengolahan sampah ini. Namun demikian, penerapan dan pengembangan
teknologi juga membutuhkan dana yang tidak sedikit seperti halnya dengan
sanitary landfill. Dengan dana yang cukup tinggi ini sedikit memberatkan ketiga
pemerintah daerah.
DIY diharapkan dapat memberikan bantuan dan dukungan kepada ketiga
daerah yang tergabung dalam Kartamantul untuk mengelola TPST Piyungan.
Masuknya pihak DIY untuk mengelola TPST Piyungan perlu dicermati dengan
seksama apa dan bagaimana bentuk pengelolaan yang ideal dan menguntungkan
semua pihak. Oleh karena itu dilaksanakan beberapa kali rapat koordinasi terkait
dengan posisi DIY ini. Hasil rapat dapat cermati ada 3 opsipengelolaan: pertama
pengelolaan TPST Piyungan tetap di ketiga daerah sedangkan pihak DIY berperan
memberikan fasilitasi; kedua pengelolaan TPST Piyungan dengan DIY masuk
sebagai pihak sehingga terdapat 4 pihak; dan ketiga pengelolaan TPST Piyungan
diserahkan dari 3 pemerintah daerah keDIY.
Masing-masing opsi telah diidentifikasi dengan analisis SWOT sehingga
dapat diperoleh pandangan lebih jelas.Untuk selanjutnya dapat didiskusikan
dengan pihak DIY pilihan mana yang paling ideal.Pada perkembangannya bahkan
sempat muncul opsi keempat yakni pengelolaan TPST Piyungan dilakukan pihak
DIY dan Kabupaten Bantul.Namun opsi ini dipandang sedikit memberatkan
Kabupaten Bantul. Dari keempat opsi ini kemudian dikerucutkan menjadi 2 opsi
yakni : DIY masuk sebagai pihak sehingga ada 4 pihak dan pengelolaan TPST
Piyungan diserahkan dari 3 pemerintah daerah ke DIY. Kedua opsi tersebut sudah
jelas kelebihan dan kekurangannya yang termuat dalam analisis SWOT yang
dilakukan.Rapat koordinasi pengarah diadakan di Indische Koffie pada tanggal 29
Nopember 2013.Rapat ini membahas tentang penentuan kebijakan terkait
kerjasama Pengelolaan TPST Piyungan.
Sebelumnya telah dilakukan pembahasan pengelolaan TPST Piyungan dari
4 opsi yang ditawarkan kemudianmengerucut menjadi 2 opsi.Kartamantul sepakat
perlu mengetahui wacana DIY terkait pengelolaan TPST Piyungan. Sehingga
sempat dilakukan pula rapat tim yang melibatkan DIY. Tujuannya adalah untuk
22
mensinkronisasi opsi dan hasil kesepakatan.Rapat koordinasi pengarah dihadiri
empat sekretaris daerah yakni DIY, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul.Selain itu juga perwakilan dari masing-masing
daerah.Pembahasan terkait dengan kondisi serta pengelolaan TPST Piyungan
kedepan.Kondisi TPST sekarang masih perlu pembenahan terutama terkait
pengolahannya.perlu melibatkan teknologi dalam pengolahan sampah yang ada.
Selain itu pembenahan dari sisi kelembagaan perlu dilakukan.Pengelolaan TPST
Piyungan sendiri sepakat untuk dikelola DIY mengingat posisi TPST Piyungan
yang merupakan TPST regional yang melayani 3 daerah.Namun demikian hal ini
tidak menghilangkan peran dari masing-masing kabupaten/kota.Terkait
pengelolaan oleh DIY ini perlu diperhatikan bahwa Kabupaten Bantul yang
merupakan lokasi tempat TPST Piyungan berada justru penyumbang sampah
terkecil.Namun jika terjadi suatu permasalahan justru Kabupaten Bantul menjadi
penanggung beban terberat. Hal lain yang disoroti terkait dengan aset dan
pembiayaan, aset hukum serta aspek lingkungan. Segi aset dan pembiayaan perlu
mendapatkan perhatian.Hal ini terkait kepemilikan aset yang masih belum
seragam, mulai dari aset pusat, DIYmaupun aset TPST yang tidak mungkin
dicatatkan di kabupaten/kota. Pengelolaan TPST juga perlu dikuatkan dengan
landasan hokum yang akan memudahkan baik dalam pengelolaan maupun dalam
rangka menangkap kerjasama investor. Sehingga pengelolaannya harus sesuai
dengan undang-undang yang berlaku.Aspek lingkungan lebih terkait dampak yang
dirasakan penduduk.Baik lingkungan terkait dengan kesehatan maupun
lingkungan sosial.Permasalahan cukup berat terkait dengan keberadaan pemulung
dan sapi di TPST Piyungan.Oleh karena itu dalam pengelolaan konsep lingkungan
harus benar-benar diperhatikan.
Hasil rapat dapat disepakati bahwa pengelolaan TPST diserahkan ke DIY
dengan catatan ditindaklanjuti dengan kerjasama kabupaten/kota.Selain itu selama
masa peralihan perlu dilakukan inventarisasi permasalahan yang ada. Dengan
demikian solusi dari permasalahan permasalahan yang ada dapat segera
dirumuskan
23
1.3.2. Sistem Pengelolaan Sampah di TPST Piyungan
Pengelolaan sampah di TPST Piyungan menggunakan metode pengolahan
sanitary landfill, yaitu dengan membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi
yang cekung, memadatkan sampah tersebut dan kemudian menutupnya dengan
tanah. Idealnya sampah yang masuk ke dalam sanitary landfill adalah sampah
orgaik yaitu sampah yang dapat terurai, sehingga dapat mempercepat proses
komposisi. Namun dalam pengelolaan sampah ini, di TPST Piyungan tidak
dilakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik.Pemilahan sampah-
sampah tersebut hanya dilakukan para pemulung di sekitar TPST, itu pun sampah
yang memiliki nilai ekonomi atau bisa dijual kembali.Jika sudah tidak memiliki
nilai ekonomis, sampah-sampah tersebut menjadi makanan untuk ratusan ekor
sapi dan domba milik penduduk setempat yang digembala di sekitar lokasi TPST
Piyungan.Selain itu di TPST Piyungan juga terdapat kolam pengelolaan leacheate
atau lindi, pipa pengendali gas buang, sistem drainase dan lapisan kedap
air.Dengan penutupan sampah yang dilakukan secara periodik bisa untuk
meminimalisasi potensi gangguan lingkungan.
1.3.3. Kerjasama Piyungan dengan Pihak Lain
Gas metan yang ada di TPST Piyungan yang selama ini dibiarkan dan
cenderung merusak akan segera dimanfaatkan. Untuk mengelola dan
memanfaatkan gas metan ini, Pemprov DIY akan bekerjasama dengan Shimizu,
sebuah perusahaan dari Jepang. Untuk memanfaatkan gas metan ini, 60 persen
lahan yang ada di TPST Piyungan akan ditutup dengan tanah setebal 60
centimeter. Penutupan sampah ini dimaksudkan untuk melokalisir gas metan agar
tidak mencemari udara.
Selanjutnya, gas metan akan diambil dengan cara mengebor. Akan ada 38
sumur bor untuk merubah CH4 (metan) menjadi CO2.Gas metan 21 kali lebih
berusak dari pada CO2.Mesin pengolahan tersebut merupakan hibah yang
pengelolaannya dilakukan oleh TPST Piyungan dengan kerjasama selama 7 tahun
sejak beroperasi.Diharapkan, pengolahan dan pemanfaatan gas metan di TPST
Piyungan ini bisa segera direalisasikan.
24
Selain itu, TPST Piyungan juga bekerja sama dengan Uni-Eropa serta Pabrik
Semen Holcim yang akan mengubah sampah menjadi bahan bakar.
1.3.4. Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Di TPST Piyungan
1.1.1.1. Sistem Operasional Pengelolaan Sampah Di TPST
Piyungan
Metode yang digunakan di TPST Piyungan saat ini adalah Controlled
Landfill menuju Sanitary Landfill yaitu menimbun sampah pada daerah yang
cekung untuk mempertinggi daerah tersebut sampai pada ketinggian yang
dikehendaki kemudian tumpukan sampah itu ditimbun dengan lapisan tanah dan
dilakukan pemadatan dengan menggunakan alat berat, selain itu terdapat pula
system pengelolaan lindi dan gas metana yang di hasilkan oleh sampah yang
terdapat di TPST.
1.1.1.2. Sarana dan Prasarana Di TPST Piyungan
Untuk mendukung operasi dan fungsi TPST maka diperlukan sarana dan
prasarana penunjang antara lain :
1. Ventilasi Gas, untuk mengalirkan gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi
sampah
2. Jembatan Timbang dan Komputerisasi, untuk mengetahui dan mencatat
volume sampah, jenis sampah, tanggal dan waktu kedatangan sampah.
3. Sistem Drainase, berfungsi untuk menyalurkan air hujan, baik dari sekeliling
TPST maupun dari permukaan TPST yang ditutup tanah.
4. Sumur Monitor, berfungsi untuk memonitor atau kontrol kualitas air tanah di
sekitar TPST.
5. Kolam Lindi, sebagai sarana untuk mengelola lindi atau leachete hasil dari
TPST sebelum di alirkan ke sungai opak.
6. Ruang perkantoran,
7. Ruang workshop untuk memperbaiki dan memelihara kendaraan operasional.
8. Alat ukur curah hujan.
9. Tempat cuci dan garasi kendaraan dan
10. Jalan masuk keareal TPST Piyungan
25
1.1.1.3. Aktivitas Pengelolaan Sampah Di TPST Piyungan
Langkah-langkah pengelolaan sampah di TPST Piyungan dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Penerimaan dan pendaftaran sampah
Semula penerimaan sampah di TPST dilayani pada jam kerja yaitu jam
8.00 – 18.00, namun karena volume sampah terus bertambah maka penerimaan
sampah yang terjadi sekarang ini bisa melampaui jadwal baik pagi maupun sore,
dan bisa berlangsung antara jam 6.00 – 20.00. Truk yang masuk ditimbang dulu di
jembatan timbang sehingga dapat diketahui beratnya.Kategori sampah yang
diterima di TPST adalah sampah yang berasal dari rumah tangga, sampah dari
daerah komersial, sampah industri tidak berbahaya, bongkaran bangunan, dan
lumpur tidak berbahaya.
b. Pembuangan sampah
Setelah penerimaan dan pendaftaran sampah, truk dapat masuk ke
pelataran anjungan pembuangan sampah untuk menumpahkan sampahnya secara
berurutan atau antre, hal ini bertujuan agar pembuangan berjalan dengan tertip dan
menghindari kecelakaan kerja karena banyak truk yang masuk
c. Kegiatan Pemulungan
Setelah sampah ditumpahkan dari truk di anjungan pembuangan sampah,
selanjutnya pemulung mengambil barang-barang yang masih dapat dijual
sedangkan sapi-sapi mencari makanan dari sampah yang ditumpahkan diantara
kerumunan pemulung.
Kegiatan pemulungan di TPST Piyungan tidak dapat dicegah, sehingga
pihak TPST hanya membatasi kegiatan pemulungan yaitu di pelataran
pembuangan sampah. Keberadaan pemulung di TPST sangat membantu dalam
upaya mengurangi jumlah timbunan sampah yang akan dikelola di TPST,
sehingga bisa memperpanjang umur pemakaian TPST.
Pemulung mengambil barang-barang yang masih laku dijul seperti gelas
plastik, kaleng muniman ringan, plastik pembungkus (kresek), potongan besi,
kertas, botol kecap atau sirup dan lain sebagainya.Hasil pulungan tersebut dipisah-
pisahkan sesuai jenisnya, dikelompokkan, lalu dijual ke pedagang pengepul.Jadi
26
pemulung di sini membantu dalam pengelolaan sampah an organik meskipun
kadang mengganggujalannya operasional petugas TPST.
d. Pembangunan Sel Sampah
Pembangunan sel sampah di lokasi TPST merupakan proses kontinyu dan
dilaksanakan selama jam kerja TPST pada hari-hari kerja. Sampah dipindahkan
dari pelataran pembongkaran sampah ke tempat penimbunan sampah dengan
menggunakan wheel loader atau buldozer.Pembangunan sel sampah dilakukan
pada tempat penimbunan dengan lebar maksimum 15 meter untuk mengurangi
dampak lingkungan dengan ketinggian 2-3 meter dan kemiringan 20-30 derajat
kemudian dipadatkan dengan buldozer.Pemadatan sampah dilakukan setiap hari
pada sore hari atau malam sesuai kebutuhan dengan perulangan pemadatan
sebanyak dua kali.Fungsi dari pemadatan ini adalah untuk mencegah
berkembangbiaknya vektor penyakit, memperpanjang umur TPST, mencegah
keluarnya gas ke udara bebas, dan mengurangi bau yang berasal dari sampah.
e. Penutupan sampah
Penutupan sampah untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan
di sekitarnya, sampah yang ada di TPST perlu dilapisi secara rutin, dengan
demikian bau busuk, lalat, binatang pengerat, burung dan serangga akan
berkurang. Penutupan sampah meliputi
a) Penutupan sampah harian yang dilakukan dalam jangka waktu 5 hari sekali
dengan lapisan tanah yang tipis dan lebar penutupan kurang lebih 15 cm.
b) Penutupan sampah antara yang dilakukan setiap ketinggian sampah telah
mencaai 2-3 meter dengan ketebalan tanah penutup kurang lebih 10 cm.
Fungsi dari penutupan ini adalah untuk membentuk sel sampah baru,
mengurangi bau, mencegah gas keluar ke udara dan mencegah infiltrasi oleh
air hujan dan
c) penutupan sampah akhir yang dilakukan kalau lokasi TPST sudah penuh atau
setelah berakhirnya masa operasional TPST
27
f. Penyemprotan dan Penyiraman
Penyemprotan dan penyiraman dilakukan apabila dirasakan
perlu.Penyemprotan desinfektan dilakukan untuk mencegah berkembangbiaknya
bibit penyakit, dan mengurangi tingkat kepadatan lalat.Penyiraman dilakukan tiap
hari terutama bila hari panas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi debu yang
dikhawatirkan akan mempengaruhi kesehatan pemulung.
g. Monitoring Kualitas Air dan Monitoring Leachate
Pengecekan atau uji kualitas air dan leachate di TPST sampah Piyungan
Yogyakarta biasanya dilakukan 3-4 bulan sekali atau menurut ada tidaknya
anggaran biaya.
1.1.1.4. Pemrosesan Sampah melalui usaha daur ulang dan
pengomposan
TPST Piyungan mempunyai luas = 92660 m2, volume total = 1776224 m3,
volume tersisa = 723706 m3. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, perlu
dilakukan pemrosesan sampah di TPST Piyungan melalui usaha daur ulang dan
pengomposan.
Usaha pemanfaatan sampah merupakan komponen penting dalam
pengelolaan sampah yang dapat mengurangi dampak lingkungan. Penelitian ini
bertujuan merencanakan perbaikan sistem pengolahan sampah di TPST Piyungan
dengan daur ulang dan pengomposan, masa layan TPST Piyungan dengan adanya
perbaikan pengolahan sampah, dan manfaat ekonomi dan kelayakan usahanya
serta pengaruhnya terhadap sistem pembuangan akhir sampah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampah yang masuk ke TPST Piyungan
sebesar 1508 m3/hari; daur ulang hasil pemulungan sebesar 8,95% dan sebagai
pakan ternak sapi sebesar 0,7% dari total sampah yang masuk ke TPST Piyungan.
Perencanaan perbaikan pengolahan di TPST Piyungan adalah:
1) Pengomposan sebesar 120 m3/hari dan tidak mengalami peningkatan
karena keterbatasan lahan yang dimiliki yaitu sebesar 8900 m2;
2) Menggunakan tanah penutup sebesar 20% dari volume sampah yang
telah dipadatkan dan
3) Adanya faktor settlement sebesar 10% dari volume sampah setelah
pemadatan.
28
1.1.2. Dampak Operasional Pengelolaan Sampah Di TPST Piyungan
Terhadap Kualitas air Sumur Masyarakat Di Sekitar TPST
Untuk mengetahui dampak operasional pengelolaan sampah di TPST
Piyungan terhadap kualitas air sumur masyarakat di sekitar TPST perlu dilakukan
pengujian kualitas air pada sumur di sekitar lokasi TPST. Sumur-sumur ini
dinamakan sumur pantau.Jumlah sumur pantau di TPST Piyungan ini ialah
sebanyak 7 buah dan tersebar di sekitar TPST. Lokasi Sumur pantau ini yang
paling dekat ialah 3 meter dan lokasi sumur pantau terjauh jaraknya sepanjang 2,5
km dari aliran TPST. Disamping itu juga perlu dilakukan pengujian terhadap
limbah cair (leachate) TPST Piyungan baik di inlet (air masuk) maupun di outlet
(air keluar).
29
1.1. Data
1.1.1. Data Pengawasan TPST Piyungan
FORM : TPA
FORMULIR PENGAWASAN
TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH (TPA)
LOKASI : TPST Piyungan KOTA : Bantul
NO ITEMHASIL
PENGAWASANKETERANGAN
1.
2.
3.
4.
TEKNIK PENGOLAHAN SAMPAH
baik 1; sedang 3; buruk 10
LETAK/LOKASI TERHADAP
a. Pemukimanbaik 1; sedang 3; buruk 10
b. Sumber Air Bersihbaik 1; sedang 3; buruk 10
c. Sungai/Pantaibaik 1; sedang 3; buruk 10
PENGOLAHAN SAMPAH
a. Penyebaran dan Pemadatanbaik 1; sedang 3; buruk 10
b. Penutupan dengan tanahbaik 1; sedang 3; buruk 10
c. Penanganan terhadap sampah khusus/ sampah toksik/bahan buangan berbahayabaik 1; sedang 3; buruk 10
TERSEDIANYA SARANA & FASILITAS KERJA
a. Alat Keselamatan Kerjabaik 1; sedang 3; buruk 10
b. Alat Pemadam Kebakaranbaik 1; sedang 3; buruk 10
1
10
3
10
1
1
1
3
1
Sanitary landfill
a. Jarak pemukiman kurang dari 25 m
b. Kontak langsung
c. Jarak sungai kurang dari 5 km
a.Dilakukan pemadatan
b. Dilakukan penutupan tanah
c. Gterdapat penanganan khusus
a.APD tidak lengkap
b. Sedia alat pemadam kebakaran
30
5.
PENCEMARAN LINGKUNGAN
a. Masalah Baubaik 1; sedang 3; buruk 10
b. Masalah Asapbaik 1; sedang 3; buruk 10
c. Sumber Air Bersihbaik 1; sedang 3; buruk 10
d. Pengairan air dan leachatebaik 1; sedang 3; buruk 10
TINGKAT KEPADATAN VEKTOR
a. Lalatbaik 1; sedang 3; buruk 10
b. Tikusbaik 1; sedang 3; buruk 10
10
1
10
1
10
1
a. Tercium baik lebih 1 km
b. Tidak ada kebakaran yang menimbulkan asap
c. Ada tanda tanda tercemar
d. Tidak terdapat genangan
a. Kepadatan lalat lebih dari 21 per blok grill
b. Tidak ada tanda tikus
TOTAL NILAI 65
KESIMPULAN : TPST Piyungan memiliki system pengolahan sampah yang buruk karena skor mencapai 65.
CATATAN : BAIK = 1 – 18 ; SEDANG = 19 – 59 ; BURUK = 60 – 124
Dari hasil formulir tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun
pengelolaan sampah di TPST piyungan ini menggunakan metode sanitary landfill,
tetapi dalam pelaksanaannya TPST ini memiliki system pengolahan sampah yang
masih buruk. Dilihat dari jarak pemukiman penduduk yang sangat dekat, yakni
hanya berjarak ±3 meter dari lokasi TPST.Sumber air untuk masyarakat
menggunakan air dari PDAM karena air tanah sudah tercemar.Selain itu, jarak
dari sungai dekat dengan lokasi TPA.
31
1.1.1. Data Pengamatan Kepadatan Lalat
Tabel 4.1 Data pengamatan kepadatan lalat pada zona 1 TPST Piyungan
No Lokasi
Pengukuran 30 detik ke Rata-rata
Dari 5 detik
yang tertinggi1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Lokasi 1
24 26 29 39 25 24 26 32 21 28 30. 8
Dari data tersebut dapat dilihat dari rata – rata 5 detik tertinggi pengamatan
jumlah kepadatan lalat pada zona 1 sebanyak 30.8 lalat yang hinggap pada fly
grill yang sudah disiapkan.
Tabel 4.2 Data pengamatan kepadatan lalat pada zona 2 TPST Piyungan
N
oLokasi
Pengukuran 30 detik ke Rata-rata
Dari 5 detik yang
tertinggi1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Lokasi 2
18 17 19 15 16 21 23 18 19 24 21
Dari data tersebut dapat dilihat dari rata – rata 5 detik tertinggi pengamatan
jumlah kepadatan lalat pada zona 2 sebanyak 21 lalat yang hinggap pada fly grill
yang sudah disiapkan
Tabel 4.3 Datapengamatan kepadatan lalat pada zona 3 TPST Piyungan
32
N
oLokasi
Pengukuran 30 detik ke Rata-rata
Dari 5 detik yang
tertinggi1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Lokasi 3
14 16 17 15 18 11 13 14 12 11 16
Dari data tersebut dapat dilihat dari rata – rata 5 detik tertinggi pengamatan
jumlah kepadatan lalat pada zona 3 sebanyak 16 lalat yang hinggap pada fly grill
yang sudah disiapkan
Penghitungan kepadatan lalat dilakukan pada seetiap zona di lokasi TPST
Piyungan. Pada zona satu ditemukan data kepadatan lalat sebanyak 30.8 dari rata
rata 10 kali 30 detik perhitungan yang dilakukan.Lalat paling banyak datang pada
waktu 30 detik ke 4.Selanjutnya pada zona dua rata – rata didapatkan kepadatan
lalat sebanyak 21. Di zona dua lalat yang paling banyak datang pada perhitungan
30 detik ke 10 dengan 23 lalat. Dan pada zona 3 ditemukan data dengan rata rata
kepadatan lalat sebanyak 16. Data tersebut diambil dari perhitungan 30 detik.
Dengan lalat tertinggi pada data hitungan 30 detik ke 5. Dari 3 zona di TPST
Piyungan kepadatan lalat terbanyak pada zona 1 sebanyak 30.8. hal itu
dikarenakan pada zona 1 sampah paling penuh dan terdapat sapi dengan jumlah
yang paling banyak sekitar 100 sapi.
BAB V
33
PEMBAHASAN
1.1. Batasan
Tempat pembuangan akhir sampah adalah tempat dimana sampah dikelola
untuk dimusnahkan baik dengan cara penimbunan dengan tanah secara berkala
(sanitay landfill), pembakaran tertutup (insenerasi), pemadatan, dan lain-lain.
Untuk TPST Piyungan digunakan system control landfill menuju sanitary
landfill. Pada mulanya TPST ini menggunakan system open dumping. 5 tahun
terakhir diterapkan system controlled landfill. Dan mulai 1 Januari 2015,
TPST ini menerapkan system sanitary landfill.
1.2. Lokasi
Lokasi untuk penempatan tempat pembuangan akhir harus memenuhi
persyaratan teknis sebagai berikut :
1. Jarak terhadap pemukiman minimal 2 km.
Hal ini mengingat :
a. Jarak terbang lalat mencapai 2 km.
b. Bau yang ditimbulkan oleh sampah yang membusuk dapat terbawa
angin ke pemukiman.
c. Debu dan suara bising yang ditimbulkan sewaktu pembongkaran
sampah.
→ Namun pada kenyataan di lapangan, untuk TPST Piyungan ini, jarak
pemukiman bahkan kurang dari 10 meter. Di sekitar area TPST dibangung
rumah-rumah penduduk dan gubuk-gubuk untuk pengepul barang yang
disetor dari para pemulung.
2. Jarak terhadap sumber air baku untuk minum (mata air, sumur, sungai,
danau dan lain-lain) minimal 200 meter.
Hal ini mengingat bahwa hasil dekomposisi sampah dapat meresap
melalui lapisan tanah dan menimbulkan pencemaran terhadap sumber air
tersebut.
34
→ Penduduk sekitar menggunakan air dari PDAM karena air sumur tercemar
oleh hasil dekomposisi sampah yang ada. Terdapat 7 sumur pantau yang di
buat guna menegetahui tingkat pencemaran yang ada. Sumur paling dekat
ialah 3 meter dari TPA sedangkan yang terjauh dengan jarak 2,5 km.
3. Tidak terletak pada daerah banjir.
Hal ini mengingat kemungkinan terbawanya sampah di TPS oleh air, yang
akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan yang tak dapat
dikendalikan.
→ TPST Piyungan dibangun pada lokasi daerah perbukitan/dataran tinggi
yang merupakan bukit kapur yang berada di bantul Yogyakarta,
4. Tidak terletak pada lokasi yang permukaan airtanahnya tinggi.
Hal ini mengingat bahwa lokasi TPA pada tempat yang air tanahnya tinggi
akan berakibat pada pencemaran air tanah baik kualitas maupun
jumlahnya. Bila sampah langsung kontak dengan air
tanah,pencemarannyaakan meluas dan terjadi dalam waktu yang lama.
→ Tanah di TPST Piyungan merupakan tanah kapur sehingga agak sulit
untuk kontak lagsung dengan air tanah.
5. Jarak tepi paling dekat terhadap jalan/umum, setidaknya 200 meter.
Hal ini mengingat alasan estetika, tidak terlihat dari jalan umum.Ini bisa
dilakukan dengan membangun pagar atau penanaman pepohonan dan
sebagainya.
→ Untuk TPST Piyungan, jarak antar TPST ini dengan jalan umum kurang
lebih 1 km dengan jalan raya Bantul-Wonosari.
1.3. Metode pengolahan sampah di TPA
Metode pengolahan sampah di TPST Piyungan ialah sanitary landfill
Operasi penanganan
1. Harus dilakukan penyebaran untuk meratakan permukaan sampah dan
pemadatannya dimana tebal lapisan sampah yang didapatkan tidak lebih
dari 60 cm.
Hal ini mengingat bahwa pemadatan yang tepat akan mengurangi velume
sampah dan dengan sendirinya memperpanjang umur sebagai TPA serta
35
stabilitas tanah akan meningkat dengan pemadatan tanah yang baik.
2. Setiap 1 (satu) lapisan sampah yang telah didapatkan ditutup dengan tanah
minimal setebal 15 cm.
Hal ini mengingat bahwa penutupan dengan tanah yang tidak cukup tebalnya
dan tidak rata tetap memungkinkan tikus maupun binatang lain memperoleh
makanannya.
3. Frekwensi penimbunan sampah denagn tanah harus dilakukan setiap hari.
Hal ini mengingat bahwa penutupan dengan tanah yang dilakukan setiap hari
adlah untuk mencegah pencemaran lingkungan maupun perkembangbiakan
tikus, lalat dan serangga lain yang dapat menularkan penyakit.
4. Penutupan akhir dengan lapisan tanah, setidaknya setebal 60 cm.
Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya serangga dan tikus berkembang
biak, mendukung tumbuhnya tanaman dan memperbaiki pemandangan dan
lain-lain.
→ Pada TPST Piyungan, pemadatan dan penimbunan dengan tanah dilakukan
setiap harinya dan sampah yang diiterima oleh TPST ini bukanlah sampah
yang merupakan jenis B3
Pengawasan/pengaturan
1. Pengawasan terhadap proses pengolahan sampah di TPA harus dilakukan
sepanjang waktu.
Hal ini memngingat bahwa pengolahan smpah di TPA memerlukan koordinasi
pekerjaan, pemisahan buangan berbahaya/beracun, melarang pemulung
sampah membongkar sampah yang telah dipadatkan dan menyakinkan bahwa
pembuangan sampah dilakukan secara baik.
2. Pengaturan penempatan sampah di TPA harus teratur dan pada tempat
tertentu.
Hal ini mengingat bahwa pengaturan yang tidak teratur dan tidak tepat akan
mengakibatkan lebih banyak sampah bertebaran, pandangan jelek,
membutuhkan waktu, tenaga dan tanah penutup yang lebih banyak.
→ Aturan aturan yang berhubungan dengan TPST Piyungan telah di temple
di beberapa titik seperti di pos jembatan timbang dan kantor TPST. Selain
36
itu, pengawasan dilaksanakan secara berkala di TPST ini oleh DPU.
1.1.Analisa Masalah yang dihadapi TPA
1. Pencemaran
Tidak dipungkiri bahwa dengan adanyaTPST Piyungan ini, pencemaran
terjadi di sekitar area TPST. Pencemaran yang ada meliputi pencemaran air dan
tanah serta udara.Adanya TPST ini jelas menimbulkan pencemaran yang terdapat
pada sumber air disekitarnya.Air tanah tidak dapat digunakan sebagai sumber air
minum penduduk, sehingga masyarakat dusun ngablak mengandalkan air dari
PDAM sebagai air untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, menurut penelitian
yang dilakukan sebelumnya, lindi yang dihasilkan oleh dekomposisi sampah yang
ada meskipun telah dilakukan water treatment, masih belum layak untuk di buang
ke lingkungan, padahal hasil dari lindi ini dialirkan ke sungai Opak.
Selain masalah pencemaran air dan tanah, masalah bau juga menjadi
masalah serius yang dihadapi oleh TPA.Bau menyengat dirasakan penduduk
sekitar, namun berdasarkan hasil wawancara, hal itu sudah menjadi hal biasa bagi
para penduduk.Masalah estetika juga ada dalam permasalahan TPST ini.
Menurut penduduk yang bermukim di jarak 1 km dari TPST sering mengeluh
dengan sampah-sampah yang kadang jatuh di jalan di depan rumah penduduk.
Selain itu, apabila hujan turun, bau akan lebih menyengat hingga jarak yang jauh
dari TPST sendiri. Hal ini terjadi pada masyarakat Ngipik, Piyungan yang kadang
tidak tahan dengan bau yang ada apabila sedang terjadi hujan.
2. Vektor penular penyakit dan binatang pengganggu
Beberapa binatang turut berkontribusi dalam TPST Piyungan diantaranya
seperti, sapi yang berjumlah kurang lebih 500 ekor, ratusan kambing, puluhan
ayam, ribuan lalat, nyamuk dan tikus. Sapi-sapi ini merupakan binatang
peliharaan masyarakat sekitar TPA yang di lepaskan secara bebas untuk mencari
makan sendiri di TPST Piyungan.
Dengan sampah yang menjadi makanan sehari-hari sapi, membuat
penduduk resah apabila ingin mengkonsumsi daging sapi.Namun pada
37
kenyataannya, warga sekitar tetap menggunakan sapi tersebut untuk keperluan
seperti idul qurban.
Bisa dibayangkan dengan kandungan sampah yang menjadi berbahaya
kemudian masuk ke dalam tubuh sapi melalui makanan dan kemudian masuk
kedalam tubuh manusia, tentu akan menimbulkan masalah pula. Namun menurut
pemeriksaan, sapi-sapi ini aman untuk dikonsumsi dan tidak pula mengandung
cacing hati.
3. Keluhan Masyarakat
Mayoritas penduduk mengeluh dengan air tanah yang telah tercemar, bau yang
menyengat serta estetika yang ada. Namun menurut wawancara yang telah
dilakukan, masyarakat menganggap hal itu biasa dan tidak menjadi masalah yang
berarti untuk mereka. Menurut hasil wawancara dengan staff perencanaan TPST
Piyungan, belum pernah ada protes yang dilontarkan oleh masyarakat sekitar
dengan adanya TPST ini. Salah satu penduduk menjelaskan pada mulanya ada
kabar akan dibangun TPST ini, masyarakat sempat ingin mengadakan protes,
namun dengan dilakukannya musyawarah, hal itu tidak terjadi dan belum pernah
ada keluhan yang disampaikan oleh masyarakat kepada TPST.
Menurut Pekerja di TPST ini, TPST Piyungan dalam pengelolaannya turut
memikirkan dan bekerja sama dengan masyarakat. TPST Piyungan ini setiap 6
bulan sekali, mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis untuk masyarakat di
sekitar TPST agar kesehatan penduduk tetap terjaga.
BAB V
PENUTUP
38
Kesimpulan
TPST Piyungan merupakan TPA yang menggunakan metode sanitary
landfillsejak 1 Januari 2015.TPA ini mulai beroperasi sepenuhnya pada tahun
1996.Lokasi TPA ini terdapat di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan
Piyungan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.Geografis dari lokasi TPA ini berada di
daerah perbukitan kapur yang di aliri sungai Opak di bawahnya.
Dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pengelolaan sampah di TPST piyungan ini menggunakan metode sanitary
landfill, tetapi dalam pelaksanaannya TPST ini memiliki system pengolahan
sampah yang masih buruk. Dilihat dari jarak pemukiman penduduk yang sangat
dekat, yakni hanya berjarak ±3 meter dari lokasi TPST.Sumber air untuk
masyarakat menggunakan air dari PDAM karena air tanah sudah tercemar.Selain
itu, jarak dari sungai dekat dengan lokasi TPA.
Saran
Perlu peningkatan kualitas pengelolaan TPA di TPST Piyungan agar
menjadi TPA dengan metode sanitary landfill yang optimal.Untuk mengurangi
polutan yang ada di sekitar lokasi TPA dapat dilakukan penanaman tumbuhan
puring maupun lidah mertua yang berfungsi untuk menyerap polutan. Agar
pengelolaan sampah di TPST ini dapat berjalan dengan baik, diperlukan
kerjasama berbagai pihak guna menciptakan TPST yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
39
Artiningsih Ni Komang Ayu, 2008, Tesis : Peran Serta masyarakat Dalam
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Studi Kasus Di Sampangan Dan
Jomblang, Kota Semarang), Universitas Diponegoro, Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/18387/1/Ni__Komang__Ayu__Artiningsih.pdf.
http://kartamantul.jogjaprov.go.id/wp-content/uploads/2014/01/edisi-4.pdf
DK Halim, 2008, Psikologi Lingkungan Perkotaan, PT Bumi Aksara. Jakarta
Timur
Damanhuri Enri & Padmi Tri, 2010, Diktat Kuliah TL-3104: Pengelolaan
SAmpah, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
http://anilapurnamawati.blogspot.com/2013/12/makalah-TPST-sampah-
kawatuna.html (diakses pada tanggal 4 April 2015)
http://eprints.uny.ac.id/8147/2/bab%201%20-%2008304241033.pdf (diakses pada
tanggal 4 April 2015)
https://adampartner.files.wordpress.com/2012/09/pkm_gt_zero_waste_society.pdf
(diakses pada tanggal 4 April 2015)
http://www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2010/09/diktatsampah-2010-
bag-1-3.pdf
40
Gambar jumlah sampah yang masuk ke TPST Piyungan per januari 2015 –
februari 2015
Gambar TPST PIYungan
41
Gambar tim observas
Gambar pengamatan kepadatan lalat
42
Gambar tempat penyimpanan alat pengolahan sampah TPST
Gambar tim obeservasi dengan warga setempat setelah dilakukan wawancara
43
Gambar tim observasi dengan warga setempat setelah dilakukan wawancara
Gambar tim observasi dengan petugas TPST
44
45
Top Related