LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PASCA PANEN PENYIMPANAN SUHU RENDAH PADA
BUAH PISANG DENGAN BERBAGAI MACAM VARIASI PERLAKUAN
Oleh :
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut
dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah (1) pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme; (2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan; (3) suhu baik
suhu tinggi maupun suhu rendah; (4) udara khususnya oksigen; (5) kadar air dan
kekeringan; (6) cahaya; dan (7) serangga, parasit serta pengerat. Pengawetan
pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangakan
faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen produk hasil pertanian tetap
melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai jaringan yang masih hidup.
Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan produk pertanian akan terus mengalami
perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas
tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk
nabati atau pembusukan pada produk hewani. Susut ”losses” kualitas dan
kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi.
Besarnya susut sangat tergantung pada jenis komoditi dan cara penanganannya
selepas panen. Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang (1) harus mengetahui
factor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan,
(2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan atau
kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai.
Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya
dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan
dimana produk pertanian tersebut disimpan. Perbedaan factor biologis komoditi
nabati dengan komoditi hewani menyebabkan cara penanganan keduanya juga
berbeda. Secara umum factor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua
komoditi pertanian adalah sama yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara
(CO, CO2, O2), polutan dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat
dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi,
produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga
penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap
suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Laju respirasi merupakan petunjukyang baik untuk daya simpan buah dan
sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasidianggap sebagai ukuran laju
jalannyametabolisme, dan oleh karena itu seringdianggap sebagai petunjuk
mengenai potensidaya simpan buah dan sayuran. Laju respirasiyang tinggi
biasanya disertai oleh umursimpan yang pendek. Hal itu juga merupakanpetunjuk
laju kemunduran mutu dan nilainyasebagai bahan makanan. Faktor yang
sangatpenting yang mempengaruhi respirasi dilihatdari segi penyimpanan adalah
suhu.Peningkatan suhu antara 00C – 350C akanmeningkatkan laju respirasi buah-
buahan dansayuran, yang memberi petunjuk bahwa baikproses biologi maupun
proses kimiawidipengaruhi oleh suhu. Sampai sekarangpendinginan merupakan
satu-satunya caraekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan
sayuran segar.
Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu
tersebut (Pantastico, l997).Pendinginan dapat memperlambat kecepatanreaksi-
reaksi metabolisme, dimana padaumumnya setiap penurunan suhu 80C,kecepatan
reaksi akan berkurang menjadikira-kira setengahnya. Selain dapat menekan laju
respirasi, penyimpanan pada suhu rendah juga dapat menekan pertumbuhan
mikroba, sehingga kerusakan buah-buahan dan sayuran karena mikrobia dapat
dihambat Oleh karena itupenyimpanan dapat memperpanjang masahidup
jaringan-jaringan dalam bahan pangan,karena keaktifan respirasi menurun
(Winarnodkk, l982). Perubahanyang terjadi selama penyimpanan yaitu penurunan
ketegaran dan kepadatan,warna oksidasi lemak dan melunaknyajaringan-jaringan
serta rasa pada bahan pangan.
B. Tujuan
Tujuan praktikum penyimpanan suhu rendah dan suhu kamar yaitu untuk
mengetahui pengaruh penyimpanan suhu rendah dan suhu kamar pada buah
pisang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal
sebagai bahan panganyang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buahsangat erat kaitannya dengan
proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan dimana akan
menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;
susut kualitaskarena perubahan ujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur
yang menyebabkan bahan pangankurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang
berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buahakan lebih bertahan lama
jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan
meningkatkankelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya
komoditas yang mempunyai umur simpanpendek mempunyai laju respirasi tinggi
atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Buah pisang yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi.
Proses respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-
perubahan kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-
vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang
menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi inilah
yang menyebabkan pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa
dihambat yaitu dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah.
Penyimpanan suhu rendah dapat dilakukan secara sederhana dalam lemari es,
namun di tempat ini kelembabannya tinggi. Mengingat barang-barang yang
mudah menguap juga tersimpan di dalam lemari es proses respirasi buah pisang
tidak dapat dihambat dengan sempurna. (Kanara,2009)
Selain respirasi, buah pisang juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas
tersebut tidak dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu
dirombak dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan
susut berat pada buah pisang. Susut berat komoditas ini berakibat pada
penampilan komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Oleh karena
kelembaban udara juga harus diperhatikan dalam penyimpanan. Menurut
Tranggono dan Sutardi (1990), mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika
laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan
kelembaban relatif dan menurunkan suhu udara.
Ada beberapa macam cara penyimpanan yang dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran buah pisang, antara lain yaitu (Liu, 1999):
1. Udara dingin biasanya digunakan pada rumah-rumah penyimpanan, atau di
bawah tanah atau di gudang penyimpanan menggunakan udara dingin
alami.
2. Penyimpanan menggunakan lemari pendingin (cold storage) mengontrol
suhu dan kelembaban udara.
3. Penyimpanan dengan kontrolled atmosphere (CA) mengendalikan
konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, sebagai tambahan untuk suhu dan
kelembaban.
4. Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) juga mengontrol
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, walau tidak sebaik CA, dengan
menggunakan lembar polimer semipermiabel.
Menurut Liu (1999), pengendalian yang baik pada temperatur, kelembaban dan
komposisi udara memaksimalkan umur simpan suatu produk.
Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu
penyimpanan rendah, namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan
resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organismeperusak. Oleh karena itu
lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami(kehilangan
kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu
dingin(Tranggono dan Sutardi, 1990).Asas dasar penyimpanan dingin adalah
penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l997).Penyimpanan pada
suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan
fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada
pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang
tertua.Namun dalam praktikum ini kami hanya menggunakan penyimpanan suhu
rendah yaitu pendinginan.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata
yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan
biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan
proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan
pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis
bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga
adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.Pendinginan
dapat memperlambat kecepatanreaksi-reaksi metabolisme, dimana padaumumnya
setiap penurunan suhu 8C,kecepatan reaksi akan berkurang menjadikira-kira
setengahnya. Karena itupenyimpanan dapat memperpanjang masahidup jaringan-
jaringan dalam bahan pangan,karena keaktifan respirasi menurun (Winarno dkk,
l982).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :Suhu, Kualitas
bahan mentah. Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang
baik, perlakuan pendahuluan yang tepat misalnya pembersihan/ pencucian atau
blansing, Kelembaban umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %.
Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %. Aliran udara
yang optimum distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di
seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air
setempat.(Ossir, 2011)
Pengendalian suhu di dalam ruang penyimpanan memiliki peranan yang
penting terhadap daya simpan komoditi pertanian. Mengingat kegiatan respirasi
sangat dipengaruhi oleh suhu dan terjadinya peningkatan suhu akan mempercepat
proses kerusakan bahan pangan. Sedangkan penurunan suhu sekitar 8 derajat
Celcius dapat diperkirakan kecepatan reaksi berkurang menjadi setengahnya dan
mampu memperlambat proses respirasi lanjutan. Selain itu penurunan suhu juga
dapat menghambat pembusukan akibat pertumbuhan mikroba karena rusaknya
jaringan – jaringan sel yang ada di dalam bahan pangan. Besar kecilnya jumlah
mikroba sangat menentukan keberhasilan proses pendinginan dan pembekuan.
Proses pendinginan sehari – hari umumnya menggunakan suhu antara 1
derajat - 4 derajat Celcius. Sedangkan pendinginan beku menggunakan suhu di
bawah 0 derajat Celcius sekitar - 1,5 ± 0,2 derajat Celcius dapat digunakan untuk
menyimpan bahan pangan antara 9 – 10 minggu. Proses pendinginan ini biasanya
disebut dengan Chilling. Selain suhu, kelembaban udara juga berpengaruh
terhadap proses penyimpanan. Sehingga kombinasi keduanya sangat diperlukan
untuk mendapatkan daya simpan optimum yang dikehendaki.Komoditi pertanian
seperti sayur dan buah – buahan merupakan produk yang mudah sekali
mengalami kerusakan sehingga diperlukan penanganan dalam penyimpanan.
Seperti tomat matang yang disimpan pada suhu 4,4 derajat Celcius dengan
kelembaban relatif 85 - 90 % memiliki daya simpan sekitar 7 – 10 hari. Suhu
dibawah 4,4 derajat celcius dapat menghambat proses pewarnaan tetapi justru
mempercepat proses pembusukan. Sedangkan pada buah pisang yang masih hijau
tidak dapat lagi matang jika didinginkan menggunakan suhu rendah.Penyimpanan
buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur yang optimum untuk
mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur optimum dapat menyebabkan
kerusakan karena pendinginan (chilling injury). (Sinar tani, 2009)
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : timbangan,
refigerator, buah pisang, plastik, pisau, dan sealer.
B. Prosedur kerja
1. Suhu kamar + plastik : Buah pisang sebanyak 3 butir ditimbang bersama
plastik kemudian disimpan dalam suhu kamar
2. Suhu kamar tanpa plastik : Buah pisang sebanyak 3 butir ditimbang
kemudian disimpan dalam suhu kamar.
3. Suhhu rendah + plastik : Buah pisang sebanyak 3 butir ditimbang bersama
plastik kemudian disimpan dalam suhu rendah.
4. Suhu rendah tanpa pastik : Buah pisang sebanyak 3 butir ditimbang
kemudian disimpan dalam suhu rendah.
C. Pengamatan
Dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna dan susut bobotnya selama
penyimpanan. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali, sampai buah mulai
rusak.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari praktikum yang dilakukan maka didapatkan hasil pengamatan sebagai
berikut :
Suhu Penyimpanan Pada Buah Pisang
Komoditi Perlakuan Hari ke Keterangan
Bobot (gr) Tekstur Warna Visual
Pisang
Suhu Kamar
IIIIIIIVVVI
900890880790780702
+++ ++ + +
+ + ++ + + +
+++ ++ ++ + ++ + + +
MentahMentahMatangMatang Busuk 15 %, tidak berjamurBusuk
Suhu 400 c
IIIIIIIVVVI
800790780720710700
+++ ++ + ++ + ++ + + +
+++ ++ ++ ++ + + +
MentahMentahMulai matangSangat matangBusuk 25 %, berjamurBerjamur, busuk 50 %
Suhu 10 – 150 c
IIIIIIIVVVI
610570570570560560
++ ++ + + ++ + + ++ + + ++ + + +
++ ++ + + ++ + + ++ + + ++ + + +
Hijau mentahMulai matangWarna berubah menjadi kehitamanAgak layuMulai busuk berairBusuk layu berjamur
B. Pembahasan
Dalam praktikum ini langkah pertama untuk menentukan pengaruh
penyimpanan suhu rendah terhadap buah tomat yaitu dengan mempersiapkan
control dimana control ini akan digunakan sebagai pembanding dengan suhu
rendah. Sebagai control buah tomat 1 butir ditempatkan pada nampan steroform
kemudian ditimbang beratnya dan disimpan dalam suhu ruang. Langkah ke 2
yaitu mempersiapkan buahtomat yang disimpan pada suhu rendah caranya buah
tomat sebanyak 1 butir ditimbang bersama steroform kemudian disimpan dalam
suhu rendah.Kemudian dilakukan pengamatan setiap hari meliputi warna, tekstur
dan bobotnya selama 3 hari untuk kemudian dihitung susut bobotnya.Dari
pengamatan yang dilakukan dari segi warna buah tomat yang disimpan dalam
suhu ruang masih tetap bewarna sangat hijau hingga pada hari ke 2 sedangkan
pada hari ketiga warna buah sudah berubah menjadi hijau kekuningan dan bila
dilihat dari presentasi warna buah hijau pada hari ke 3 warna hijau buah menurun
dari 100 % menjadi 85% sedangkan buah tomat yang disimpan pada suhu rendah
masih berwarna sangat hijau hingga pada hari ke-3 hanya pada hari ke3 jika
dilihat dari presentasi warna hijau buah menurun 5% ini sangat jauh dengan buah
yang di simpan pada suhu ruang yang turun hingga 15%.
Perubahan warna buah pada control kemungkinan disebabkan penguraian
klorofil oleh enzimklofofilase selama penyimpanan.Menurut Fantastico
(1986):Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula merupakan proses
pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur
buah dan bau pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda
kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang
sedang masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik klorofilase
bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil.Selainitu bagian profirin
pada molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga
warnahijauakan
hilan
g.Padasuhurendahwarnacenderungtidakmengalamiperubahanhaltersebutdikarenak
anpadapendinginanbuahtomattidakdapatmematangkanbuahtomatlagisehinggawarn
anyamasihtetaphijauselainituterhambatnyaaktivitasenzimklorofilasesehinggatidak
mampumenguraikan klorofil. MenurutFantastico (1986):Penguraian hidrolitik
klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang
masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan
perubahan warna.
Dari segitekstur buah tomat yang disimpan dalam suhu ruang mengalami
perubahan tekstur yang lebih cepat dibandingkan buah tomat yang disimpan di
suhu rendah. Buah tomat yang disimpan di suhu ruang pada hari ke dua sudah
keras dan diari ke tiga sudah agak keras sedangkan pada suhu rendah buah tomat
masih sangat keras hingga hari ke tiga. Perbedaan ini bisa disebabkan karena pada
suhu ruang tekstur buah tomat menjadi lunak karena serangan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang ada pada buah membantu penguraian senyawa-senyawa
kompleks selain itu enzim pemecah protopektin masih aktif sehingga protopektin
yang tidak larut air akan berubah menjadi pektin yang mudah larut air sehingga
teksturnya menjadi lunak. Pada suhu rendah tekstur masih sangat keras
disebabkan pada suhu rendah respirasi bisa terhambat (Priyanto, 1988), sehingga
perombakan (degradasi) senyawa penyusun dinding sel terhambat juga sehingga
tekstur buah menjadi keras. Selain itu Hal lain yang mempengaruhi perubahan
tekstur yaitu kelembaban buah yang relatif lebihtinggi dibanding kelembaban
dilingkungan sekitarnya, sehingga tomat yang disimpan padakondisi yang
memiliki kelembaban relatif lebih kecil maka uap air akan bergerak keluar
darijaringan buah ke atmosfir dan lama kelamaan dapat menyebabkan buah
mengalami kelayuan danakhirnya berkeriput. Menurut Tranggono dan Sutardi
(1990), bahwa kelayuan yang terjadi padabuah diakibatkan laju kecepatan
respirasi meningkat, suhu udara yang tinggi atau dengan katalain kelembaban
relatif dibawah 85-95%. Uap air seperti halnya gas-gas lainnya bergerak
daribagian konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Kelembaban relatif dalam
atmosfir buah segar minimal 99 % sedang atmosfir sekitarnya biasanya lebih
kecil. Oleh karena itu bilakomoditas ditempatkan pada atmosfir dengan
kelembaban relatif yang lebih kecil dari 99% makauap air akan bergerak ke luar
dari jaringan ke atmosfir. Semakin kering udara dalam ruangpenyimpan semakin
cepat kehilangan air dari buah yang disimpan. Perubahan tekstur yang terjadi pada
buah yaitu dari keras menjadi lunak dan sangat lunakselain akibat terjadinya
proses kelayuan pada buah oleh traspirasi dan respirasi juga yangberperan penting
dalam kualitas jaringan tanaman adalah enzim pektolitik.
Dari segi bobot baik tomat yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu
rendah dari hari kehari mengalami penurunan, tetapi penurunan bobot paling
tinggi dialami suhu ruang. Ini dapat dilihat pada tabel pengamatan yang mana
pada suhu ruang yang tadinya beratnya 29,31 setelah 3 hari berubah menjadi
28,56 dan setelah dihitung mengalami susut bobot sekitar 0,75 sedangkan pada
suhu rendah yang awalnya 28,03 setelah 3 hari berubah menjadi 27, 45 dan
setelah dihitung mengalami susut bobot sekitar 0,58 lebih sedikit dibandingkan ya
ng disimpan pada suhu ruang hal tersebut dikarenakan pada suhu rendah
transpirasi dan respirasi terhambat sehingga kadar air dari buah juga sedikit yang
keluar dan susut bobotpun kecil.sedangkan pada suhu ruang transpirasi dan
respirasi berjalan lebih cepat dibandingkan suhu rendah sehingga kadar air yang
keluar juga lebih banyak dan susut bobot menjadi lebih besar. Menurut Setyadjit
dan Syaifullah (1994), suhu tinggi menyebabkan proses transpirasi lebih cepat
dari pada suhu rendah. Transpirasi yang tinggi dapat menurunkan kadar air buah
anggur sehingga susut berat menjadi besar. Selain itu suhu tinggi menyebabkan
respirasi meningkat. Diduga gula yang dihasilkan pada proses fotosintesis akan
dipecah untuk menghasilkan CO2 dan air pada proses respirasi, sehingga berat
buah berkurang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah kami lakukan maka kami dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Penyimpanan terhadap suhu rendah berpengaruh terhadap warna,
tekstur dan bobot buah pisang.
2. Pada penyimpanan suhu rendah warna kuning pisang dapat
dipertahankan hingga akhir pengamatan yaitu hari ke lima
sedangkan pada suhu ruang warna kuning hanya bisa
dipertahankan hingga hari ketiga saja hal tersebut dikarenakan
adanya proses penguraian klorofil oleh enzim klorofilase.
3. Pada penyimpanan suhu rendah tekstur sangat keras hanya dapat
dipertahankan hingga dua hari saja sedangkan dihari ketiga buah
sudah dalam keadaan keras sedangkan untuk kondisi suhu ruang
buah tomat sudah mulai keras dihari kedua dan dihari ke tiga buah
sudah sedikit keras perbedaan ini disebabkan pada suhu ruang
adanya perubahan protopektin yang tidak larut didegradasi oleh
enzim proteolitik menjadi pektin yang mudah larut dalam air
sehingga teksturnya menjadi lebih cepat lunak.
4. Pada penyimpanan suhu rendah susut bobot lebih sedikit
dibandingkan suhu ruang hal tersebut dikarenakan adanya proses
transipirasi dan respirasi yang lebih cepat pada suhu ruang
dibandingkan suhu rendah sehingga kadar air yang keluar semakin
banyak sehingga susut bobotnya lebih banyak.
B.SARAN
Dari praktikum dan hasil pengamatan yang dilakukan maka penulis
dapat menyarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh berbagai metode suhu rendah terhadap sifat karakteristik buah.
DAFTAR PUSTAKA
Liu, F.W. 1999. Postharvest Handling in Asia 2 Horticultural
Crops.http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb465b.html . Diakses
tanggal 24 Desember 2011.
Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.
(Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Priyanto G. 1988. Teknik Pengawetan Pangan. PAU Pangan Gizi.Universitas
Gadjah Mada.
Yogyakarta. 244 h.
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan
dan Gizi UGM. Yogyakarta
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia : Jakarta.
Kanara, Nahda. 2009. Pengemasan dan penyimpanan buah
tomat.http://agrikanara.blogspot.com/. Diakses tanggal 24 Desember 2011
Sinar tani. 2011. Penyimpanan Sayuran Pada Suhu
Rendah.http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1015 . Diakses
tanggal 24 Desember 2011
Sjalfullah. 1997. Petulijuk Memilili Buah Segar. PT . Penebar Swadaya, Jakarta.
Rizky, OsSir. 2011. Penyimpanan Bahan Pangan Suhu Rendah (Pendinginan &
Pembekuan)
.http://lordbroken.wordpress.com/category/keilmuan/pengemasan-dan-
pengawetan/. Diakses tanggal :24 Desember2011