LAPORAN PENDAHULUANCRF
A. Pengertian
1. Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang
menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).
2. Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten (menetap) dan
irreversible atau tidak dapat pulih kembali. (Mansjoer, 2000).
3. Gagal ginjal kronik merupakan penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak dapat pulih
dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik cairan dan
elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. (Baughman & Hackley, 2000).
B. Etiologi/penyebab
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi : pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna
nefrosklerosis maligna
stenosis arteri renalis
4. Gangguan jaringan penyambung : SLE
Poli arteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubuler ginjal
: DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
7. Nefropati obstruktif : penyalahgunaan analgetik
nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif : Sal. Kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
Sal. Kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra
C. Tanda dan Gejala
1. Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s
negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi
sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung
dan usus
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan
kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase
3. Kelainan mata
4. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
-toksik uremia yang kurang terdialisis
-peningkatan kadar kalium phosphor
-alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit
c. Kulit mudah memar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi → kejang otot
8. Kardiomegali
D. Patofisiologi
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
-Kreatinin serum dan kadar BUN normal
-Asimptomatik
-Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
-Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
-Kadar kreatinin serum meningkat
-Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
-kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
-ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
-air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
E. Patofisiologi umum GGK
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang
masih utuh tetap bekerja normal”
Jumlah nefron turun secara progresif
↓
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
-sisa nefron mengalami hipertropi
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi
tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal
↓
Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan
↓
Jk 75% massa nefron hancur
Kecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat
↓
Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan
↓
Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu
↓
Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)
↓
poliuri, nokturia
nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau ai
Toksik U Toksik Uremik
Gagal ginjal tahap akhir
↓
↓GFR
Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum
Dalam darah ↓ kalsium serum
Sekresi parathormon
Tubuh tdk berespon dgn N
Kalsium di tulang ↓
Met.aktif vit D↓
Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal
Sumber: Doengoes (2000); Price & Wilson (2006)
Skema 2.2 Pathway Keperawatan
F. Manifestasi Klinis
Menurut Price dan Wilson (2006), Smeltzer dan Bare (2002) menyebutkan bahwa
menifestasi klinis gagal ginjal mencakup beberapa system. antara lain :
a. Mata
Mata merah dan fundus hipertensif.
b. Pernafasan
Hiperventilasi asidosis, udem paru dan efusi pleura.
c. Kardiovaskuler :
Hipertensi (akibat cairan dan natrium dari aktivasi system renin angiotensin-aldosteron),
gagal jantung kongestif dan edema pulmonal (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat
iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik), pitting udema (kaki, lengan, sacrum),
edema periorbital, pembesaran vena leher.
d. Integument
Rasa gatal yang parah (pruritus). Terutama pada klien dengan dialisis rutin karena toksik
uremia yang kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor, alergi bahan-bahan
dalam proses dialisis. Selain itu juga kulit bersisik, karena adanya penimbunan kristal urea di
kulit, warna kulit abuabu, mengkilat, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
e. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan, nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, konstipasi dan diare, perdarahan pada saluran GI.
f. Neuromuskuler
Perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, kejang,
konfusi, disorientasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan
perilaku.
g. Musculoskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, osteosklerosis, osteomalasia,
osteoitisfibrosa dan foot drop.
h. Urinarius
Nokturia, poliuria dan proteinuria.
i. Reproduksi
Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas dan atrofi testikuler.
j. Kelainan hemopoesis : timbul anemia yang terjadi karena :
1) Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa saluran cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubin serum meningkat/ normal, uji comb's
negative dan jumlah retikulosit normal.
2) Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal cumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. hormon eritropoetin . Depresi
sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/
perdarahan anemia normokrom normositer.
G. Komplikasi
-Hipertensi
-hiperkalemia
-anemia
-asidosis metabolic
-osteodistropi ginjal
-sepsis
-neuropati perifer
-hiperuremia
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
-ureum kreatinin
-asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
-analisis urin rutin
-mikrobiologi urin
-kimia darah
-elektrolit
-imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
-progresifitas penurunan fungsi ginjal
-ureum kreatinin, klearens kreatinin test
CCT = (140 – umur ) X BB (kg)
72 X kreatinin serum
wanita = 0,85
pria = 0,85 X CCT
-hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
-elektrolit
-endokrin : PTH dan T3,T4
-pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik
a. Etiologi GGK dan terminal
-Foto polos abdomen
-USG
-Nefrotogram
-Pielografi retrograde
-Pielografi antegrade
-mictuating Cysto Urography (MCU)
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
-retogram
-USG
I. Manajemen Terapi
GGK
Terapi konservatif
Penyakit ginjal terminal
Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD
Transplantasi ginjal
Penatalaksanaan konservatif
Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik
Suplemen alkali, transfuse, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti
HD, CAPD, transplantasi.
J. Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease) :
Stage Gbran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis ≤ 15
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Doengoes (2000) hal-hal yang perlu dikaji meliputi :
a. Wawancara
1. Apakah pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi lama atau berat ?
2. Adakah riwayat diabetes dalam keluarga ?
3. Apakah pasien sering terpajan pada toksik misal obat atau racun yang ada di lingkungan ?
4. Apakah pasien pernah atau sedang mengkonsumsi obat antibiotik nefrotosik ?
5. Apakah pasien merasakan nyeri panggul dan sakit kepala ?
6. Apakah pasien mengalami gejala anoreksia, mual, muntah, sesak nafas, rasa lelah, penurunan
frekuensi urin dan oliguria ?
7. Sejak kapan keluhan-keluhan tersebut dirasakan ?
b. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas atau istirahat
Menunjukkan adanya kelelahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot, kehilangan tonus,
dan penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Palpitasi, nyeri dada, disritmia jantung, pucat, edema jaringan, hipertensi,nadi lemah dan
halus.
3. Integritas ego
Menunjukkan perilaku menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, kembung, diare atau konstipasi.
5. Nutrisi
Anoreksia, nyeri ulu hati, edema, perubahan turgor, ulserasi gusi, distensi abdomen, mual dan
muntah.
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kesemutan pada ekstremitas bawah, kedutan, kejang.
7. Pernafasan
Takipneu, nafas pendek, dispneu, pernafasan kusmaul, batuk produktif dengan sputum merah
encer (udema paru)
8. Keamanan atau kulit
Pruritis, demam, petekie.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (2000) dan Smeltzer dan Bare (2002) diagnosa yang muncul pada
penderita gagal ginjal kronik antara lain:
1. Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan kemampuan ginjal
untuk mengeluarkan urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mulut.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia, keletihan, retensi, produk sampah prosedur
dialisa.
4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan dan elektrolit, kerja miokardial dan tekanan vaskuler sistemi.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan tirah baring lama.
6. Resiko tinggi terhadap perubahan mukosa oral berhubungan dengan penurunan saliva,
pembatasan cairan.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnnya informasi.
C. INTERVENSI
Fokus intervensi menurut Dongoes, dkk (2000); Smeltzer dan Bare (2001) pada pasien gagal
ginjal kronik sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan adalah:
1. Diagnosa I
Kelebihan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan ginjal untuk mengeluarkan
urine, diet berlebih dan retensi cairan natrium.
Tujuan: mempertahankan berat badan ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria evaluasi:
- BB stabil/ ideal
- Menunjukan turgor kulit normal tanpa edema
- Menunjukan tanda-tanda vital normal
Intervensi:
a. Kaji status cairan: timbang BB setiap hari, keseimbahgan masukan dan keluaran, turgor kulit
normal dan tidak ada edema, TTV.
Rasional: Pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
b. Batasi masukan cairan sesuai dengan kebutuhan.
Rasional: Dengan pembatasan cairan sesuai dengan kebutuhan akan terdapat keseimbangan antara
pemasukan dan keluaran.
c. Identifikasi sumber input cairan, medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral
dan intravena, makanan.
Rasional: Dengan mengetahui input cairan, sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat
diidentifikasi.
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga, rasional pembatasan masukan cairan.
Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama klien dan kelurga dalam pembatasan cairan.
e. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan.
Rasional: Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
f. Tingkatkan dan dorong oral hygiene yang sesuai dengan kebutuhan.
Rasional : Oral hygiene mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.
g. Kolaborasi medis untuk pemberian obat antideuretik (Lasik) sesuai kebutuhan tubuh.
Rasional: Dengan pemberian antidiuretik akan membantu ginjal mengeluarkan cairan yang berlebih.
2. Diagnosa II
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi / tercukupi dengan adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Melaporkan peningkatan nafsu makan
- BB ideal
- Badan tidak lemah
- Menunjukan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dalam batas
normal (3,5-5,3 gr / dl)
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi : perubahan BB, pengukuran antropometri, nilai laboratorium (elektrolit
serum, BUN, kreatinin, dan kadar besi).
Rasional: Dengan mengetahui status nutrisi akan dapat memberikan diit yang tepat kepada pasien.
b. Kaji pola diit pasien: riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.
Rasional: Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam penyusunan menu.
c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi: anoreksia, diet yang tidak
menyenangkan bagi klien, depresi, kurang pemahaman pembatasan diet, stomatitis.
Rasional: Dengan mengetahui faktor penghambat dapat dilakukan
tindakan penanganan seperti pemberian antasid.
d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas diet.
Rasional: Mendorong peningkatan masukan.
e. Tingkatkan pemasukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi misalnya telur, produk
susu dan daging.
Rasional: Protein yang lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan
untuk penyembuhan dan pertumbuhan.
f. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional: Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan.
g. Timbang BB secara harian.
Rasional: Dengan penimbangan BB setiap hari dapat diketahui peningkatan retensi cairan / edema.
h. Lakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diit yang tepat (diit rendah garam).
Rasional : Pemberian diit yang tepat akan membantu kerja ginjal dan tidak menambah beban kerja
ginjal.
3. Diagnosa III
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia, keletihan, retensi, produk sampah prosedur
dialisa.
Tujuan: Pasien dapat mandiri.
Kriteria evaluasi :
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri.
- Melakukan aktivitas dan istirahat secara bergantian .
- Berpartisipasi dalam beraktivitas perawatan mandiri own emi:
Intervensi:
a. Kaji aktivitas yang menimbulkan keletihan, anemia, ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, retensi produk sampah, depresi. Identifikasi faktor yang dapat mendukung pasien
untuk toleransi terhadap aktifitas.
Rasional : Menyediakan informasi tentang kegiatan pasien yang menyebabkan keletihan.
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika
keletihan.
Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan memperbaiki harga diri
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Rasional : Mendorong aktivitas dan latihan dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang
adekuat.
d. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisa.
Rasional : Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisa karena tindakan ini sangat melelahkan bagi
pasien.
e. Kaji jadwal pasien sehari untuk menghindari imobilisasi dan kelelahan .
Rasional: Imobilisasi dapat meningkatkan reabsorbsi kalsium dan tulang.
4. Diagnosa IV
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan dan elektrolit, kerja miokardial dan tekanan vaskuler sistemik.
Tujuan: Curah jantung dalam batas normal.
Kriteria evaluasi:
- Curah jantung dalam batas normal dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam
batas normal.
- Nadi kapiler kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
- Tidak cepat lelah.
Intervensi:
a. Kaji auskultasi bunyi jantung dan paru.
Rasional: Takikardi, frekuensi jantung tidak teratur, takipnea, dispnea, mengi dan edema menunjukan
gagal ginjal.
b. Kaji adanya / derajat hipertensi: awasi tekanan darah, perhatikan postural, contoh: duduk,
berbaring dan berdiri.
Rasional: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada system aldosteron, renin angiostensin.
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, beratnya (skala 0-10)
Rasional: Hipertensi dan gagal jantung kongestif kronis dapat kurang lebih pada pasien gagal ginjal
kronik dengan dialisis mengalami perikarditis, potensial resiko efusi takikardial /
tamponade.
d. Kaji tingkat aktivitas respons terhadap aktivitas.
Rasional: Kelelahan dapat menyertai gagal ginjal kongestif juga anemia.
e. Kolaborasi medis untuk pemberian anti hipertensi.
Rasional : Dengan menurunkan tekanan darah dapat mengurangi kerja jantung dan mencegah resiko
terjadinya infrak miokard.
5. Diagnosa V
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema.
Tujuan: kerusakan integriatas kulit tidak terjadi.
Kriteria evaluasi :
- Mempertahankan integritas kulit yang baik .
- Menunjukan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Kaji kulit dari kemerahan, kerusakan membrane vasikuler suhu dan turgor.
Rasional : Menandakan area sirkulasi buruk, kerusakan yang menimbulkan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit.
Rasional : Adanya dehidrasi/ hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.
c. Inspeksi area terhadap edema.
rasional: Mengidentifikasi secara dini terjadinya edema dan
kerusakan jaringan.
d. Jaga kulit tetap bersih dan kering.
Rasional: Dengan kulit kering menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
e. Anjurkan pasien untuk mempertahankan kuku tetap pendek.
Rasional:Menurunkan / menghindari resiko cidera dermal akibat garukan kuku.
6. Diagnosa VI
Resiko tinggi terhadap perubahan mukosa oral berhubungan dengan penurunan saliva,
pembatasan cairan.
Tujuan: Mukosa oral tetap lembab.
Kriteria Evaluasi :
- Mempertahankan membrane mukosa tetap bersih.
- Mengidentifikasi / melakukan intervensi khusus oral hygiene untuk meningkatkan kesehatan
mukosa oral.
Intervensi:
a. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karekterisitik saliva adanya inflamasi,
ulserasi dan leukapia.
Rasional: Memberi kesempatan untuk intervensi segera dan mencegah infeksi.
b. Berikan perawatan mulut.
Rasional : Perawatan mulut menyejukan, melumasi dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering
terjadi karena uremia dan keterbatasan masukan oral.
c. Anjurkan hygiene gigi yang baik setelah makan dan sebelum tidur.
Rasional : Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial infeksi.
d. Anjurkan pasien untuk menghentikan merokok dan menghindari produk pencuci mulut,
lemon / gliserin yang mengandung alkohol.
Rasional : Bahan ini dapat mengiritasi mukosa dan mempengaruhi efek mengerikan dan
ketidaknyamanan.
e. Kolaborasi medis untuk pemberian anti histamine.
Rasional : Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.
7. Diagnosa VII
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan: menyatakan pemahaman
kondisi/ proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria evaluasi :
- Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan pengobatan.
- Menunjukan/ melakukan perubahan pola hidup yang perlu.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional: Memberikan data dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
b. Diskusikan masalah nutrisi
Rasional: Metabolik yang terakumulasi dalam darah menurunkan hampir secara keseluruhan dari
metabolisme protein bila fungsi ginjal menurun protein mungkin dibatasi proporsinya.
c. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal kronik sesuai sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan klien.
Rasional : Pasien belajar menerima diagnosis dan konsekuensinya.
d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat
penyakit dan penangan yang mengetahui hidupnya.
Rasional : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.
e. Lakukan pendidikan/ penyuluhan kesehatan.
Rasional: Dengan pendidikan kesehatan pasien secara leluasa dapat mengekspresikan ketidaktahuannya
disamping dengan waktu yang sudah direncanakan.
D. EVALUASI
1. Diagnosa I
- BB stabil/ ideal.
- Menunjukan turgor kulit normal tanpa edema.
- Menunjukan tanda-tanda vital normal.
2. Diagnosa II
- Melaporkan peningkatan nafsu makan.
- BB ideal.
- Badan tidak lemah.
- Menunjukan turgor kulit yang normal tanpa edema, kadar albumin plasma dalam batas
normal (3,5-5,3 gr/ dl).
3. Diagnosa III
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri.
- Melakukan aktivitas dan istirahat secara bergantian .
- Berpartisipasi dalam beraktivitas perawatan mandiri.
4. Diagnosa IV
- Curah jantung dalam batas normal dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam
batas normal.
- Nadi kapiler kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
- Tidak cepat lelah.
5. Diagnosa V
- Mempertahankan integritas kulit yang baik.
- Menunjukan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
6. Diagnosa VI
- Mempertahankan membrane mukosa tetap bersih.
- Mengidentifikasi/ melakukan intervensi khusus oral hygiene untuk meningkatkan kesehatan
mukosa oral.
7. Diagnosa VII
- Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit dan pengobatan.
- Menunjukan/ melakukan perubahan pola hidup yang perlu.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta
Bongard, Frederic, S. Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment, first Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles
McCloskey, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby, USA
Ralph & Rosenberg, 2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006, Philadelphia USA
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit,
Edisi empat, EGC, Jakarta
www. Us. Elsevierhealth.com, 2004, Nursing Diagnosis: for guide to Palnning care, fifth Edition