LAPORAN KASUS OBSGYN
MYOMA UTERI DAN KISTA OVARIUM
Disusun Oleh:
Donna I. V. Patty, S.KedNIM : 09700065
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
2013
BAB I
LAPORAN KASUS OBSGYN
MYOMA UTERI DAN KISTA OVARIUM
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama Penderita : Ny. Sutini
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku :
Pekerjaan : karyawan swasta
Pendidikan : SLTA
Status : menikah
Alamat : Kandangan RT 12 RW 06, Krembang
Tanggal MRS : 24 Juni 2013
Tanggal Pemeriksaan : 24 Juni 2013
Tanggal KRS :
No. Rekam Medik : 1-33-79-17
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap pasien.
A. Keluhan utama :
B. Anamnesis khusus : pasien kiriman dari poli kandungan dengan myoma
uteri + kista ovarium pro laparotomi. Pasien mengeluh perdarahan
pervaginam 2x/bulan, lama 7 hari. P1001 ATK 22 tahun. Menikah 23
tahun.
C. Riwayat Menikah : 23 tahun
D. Riwayat Persalinan : 8bulan/spt/P/2600gr/hidup/22tahun
III. PEMERIKSAAN UMUM
1. Pemeriksaan Umum
STU
a. Keadaan umum : composmentis
b. A/I/C/D : (-)
c. Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg
N : 88x/menit
RR : 18x/menit
d. Cor/Pulmo : dbn
Kesan : didapatkan keadaan umum pasien cukup
STG
a. v/v : flx (+) flr (-)
b. P : tertutup, licin
c. CU : AF, membesar
d. Adneksa D : massa (+)
e. Adneksa S : massa (-), nyeri
f. CD : tidak ada kelainan
2. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
Bentuk : bulat, simteris
Rambut : -
Mata : -
Hidung : tidak ada secret, tidak ada bau, tidak perdarahan
Telinga : tidak ada secret, tidak ada bau, tidak perdarahan
Mulut : tidak sianosis
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi
b. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher
Kaku kuduk : tidak ada
c. Dada
RH: -/-
WH : -/-
S1 S2 : Tunggal
Paru
Kanan Kiri
Depan I : simetris, retraksi (-) I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) normal P : fremitus raba (+) normal
P : sonor P : sonor
A : Rh (-); Wh (-) A : Rh (-); Wh (-)
Belakan
g
I : simetris, retraksi (-) I : simetris, retraksi (-)
P : fremitus raba (+) normal P : fremitus raba (+) normal
P : sonor P : sonor
A : Rh (-); Wh (-) A : Rh (-); Wh (-)
d. Abdomen : dbn
e. Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium
2. Elektrokardiogram
Tidak dilakukan pemeriksaan ECG.
V. DIAGNOSIS KERJA MYOMA UTERI + KISTA OVARIUM
Ditegakkan diagnosis ini dilihat dari hasil pemeriksaan dalam ginekologi dan
hasil USG.
VI. PLANNING
1. Planning terapi
a. Medikamentosa : pro laparotomi
2. Planning Edukasi
a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnya
b. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya menghindari faktor-
faktor pencetus
c. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya berobat dan control
VII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. MYOMA UTERI
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dalam kepustakan dikenal juga istilah fibromioma,
leiomioma, atau pun fibroid. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27%
wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit
hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah (dilaporkan) terjadi
sebelum menars. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih
bertumbuh. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat.
Patogenesis
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada
tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan
pemberian preparat progresteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mloma lebih banyak didapati dari
pada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan
dari selaput otot yang matur.
Patologi anatomi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya
adalah dari korpus uterus.
Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:
a.mioma submitkosHm: berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus.
b. mioma intramnral: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometnum.
c.mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dindlng uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadl pollp, kemudian
dilahirkan melalui saluran ser^iks (myomgeburt). Mioma subserosum dapat
tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mloma
intraligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada
jaringan lain misahaya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
membebaskan diri dari ucerus, sehingga disebut wandering/parasitic fihroid.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma
pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga ostium uteri
ekstemum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dlbelah maka tampak bahwa
mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
konde/ pusaran air (whorl like pattern), dengiin pseudocapsule yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.
Pemah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya
5-20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari
5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling
banyak pad aumur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Pertumbuhan mioma
diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapal ukuran sebesar
tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause
banvak mioma meniadi lisut, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih
lanjut.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang
subur. Faktor keturunan juga memegang peran. Perubahan sekunder pada
mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini
berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
Perubahan sekunder
1. Atrofi: scsudah monopause atau pun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
2. Degenerasi hialin: pcrubahan ini scring terjadi terutama pada penderita
berusia lanjut. Tumor kchilangan struktur aslinya menjadi homogen.
Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya
seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok
lainnya.
3. Degenerasi kistik: dapat meliputi dacrah kecil maiipun luas, di mana
sebagian dari mioma menjadi cair, schlngga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi
pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan
dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
4. Degenerasi membatu (caldreous degeneration): terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut olch karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Dcngan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma mcnjadi keras mcmberikan bayangan pada foto Rontgen.
5. Degenerasi merah (cameous degeneration): perubahan ini biasanya
terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesls: diperkirakan karena suatu
nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan
dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkin oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah
tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus,
sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinis seperti pada putaran tangkai tumor ovarium
atau mioma bertangkai.
6. Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan kelanjutan degencrasi
hialin.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena
gangguan sirkulasl darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang jilahirkan
hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragla disertai leukore dan
gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
Gejala dan tanda
Hampir separuh kasus mloma uteri dkemykan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak menggangu. Gejala yang
dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks,
intramurai, submukus, subserus), besamya tumor, perubahan dan komplikasi
yang terjadi.
Gejala tersebut dapat digolongkan sebagal berikut.
Perdarahan abnormal. Gangguan perdai-ahan yang terjadi umumnya adalah
hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
pengaruh ovarlum sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disenai nekrosis setempat
dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis'dapat
mcnyebabkan juga dismenore.
Gejala dan tanda penekanan. Gangguan ini tergantung dari bcsar dan tcmpat
mioma utcri. Pcnckanan pada kandung kemih akan menycbabkan poliuri, pada
uretra dapat mcnyebabkan retensio urine, pada urctcr dapat menycbabkan
hidrouretcr dan hidroncfrosis, pada rektum dapat mcnyebabkan obsupasi dan
tcncsmia, pada pembuluh darah dan pcmbuluh limfe di panggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nycri panggul.
Infertilitas dan abortus
Infertilitas dapat terjadl apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
interstisialis tuba, sedangkan mioma submuksum juga memudahkan terjadinya
abortus oleh karena dlstorsi rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa
apabila penyebab lain infertilltas sudah dlsingkirkan, dan mioma merupakan
penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi.
Mioma uteri dan kehamilan
Mioma uterl dapat mempengaruhl kehamilan, misalnya menyebabkan
infertilitas; risiko terjadlnya abortus bertambah karena distorsi rongga uterus;
khususnya pada mioma submukosum; letak janin; menghalangi kemajuan
persalinan karena letaknya pada senriks uteri; menyebabkan inersia maupun
atonia uterl, sehlngga menyebabkan perdarahan pasca persalinan karena adanya
gangguan mekanlk dalam fungsl miometrium; menyebabkan plasenta sukar
lepas dari dasarnya; dan mengganggu proses involusi dalam nifas.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas adanya kehamilan pada mioma uteri
memerlukan pengamatan yang cennat secara ekspektatif.
Kehamilan sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri, antara
lain:
a. Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama karena pengaruh
estrogen yang kadarnya meningkat.
b. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas
seperti telah diutarakan di atas, yang kadang-kadang memerlukan
pembedahan segera guna mengangkat sarang mioma. Anehnya
pengangkatan sarang mioma demikian itu jarang menyebabkan banyak
perdarahan.
c. Meskipun jarang mioma uteri bertangkai dapat juga mengalami torsi
dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut.
Diagnosis
Seringkali penderita sendiri mengeluh akan rasa berat dan adanya benjolan pada
perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat
uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,
seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat mempunyai
tangkai yang berhubungan dengan uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang
ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma submukosum
kadang-kala dapat teraba dengan jari yang masuk ke dalam kanalis servikalis,
dan terasanya benjolan pada perm'ukaan kavum uteri.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di bagian bawah
atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum
dilahirkan harus dlbedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus
dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karslnoma korpons
uteri atau suatu sarkoma uteri. USG abdominal dan transvaginal dapat
membantu dan menegakkan dugaan klinis
Pengobatan
Tidak semua mloma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua
mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun,
terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau
keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6
bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut.
Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi
dengan cepat agar dapat diadakan tlndakan segera.
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH
agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemiklran leiomioma uterus terdiri
atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh estrogen. GnRHa yang
mengatur reseptor gonadotropin di hlpofisis akan mengurangi sekresi
gonadotropin yang mempengaruhl leiomioma.
Pemberian GnRHa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri
menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam
keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah pemberian GnRHa,
dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh kembali di bawah pengaruh
estrogen oleh karcna mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam
konsentrasi yang tinggi. Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering
mengalami menopause yang terlambat.
Pengobatan operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada
myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambllan sarang mioma
subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila
miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka
kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Perlu disadari bahwa 25
—35% dari penderita tersebut akan masih memerlukan histerektomi.
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan
terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per abdommam atau per vaginam.
Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa
dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya uteri akan mempermudah
prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal
hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya.
Radioterapi
Tindakan ini bertuj'uan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga penderita
mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya dikerjakan kalau
terdapat kontrak indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-akhir ini kontra
indikasi tersebut makin berkurang. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan
apabila tidak ada keganasan pada uterus.
2. KISTA OVARIUM
a. Kista Folikel
Kista ini berasal dari folikel de Graaf yang tidak sampai berovulasi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang
setelah bertumbuh di bawah pengaruh estrogen tidak mengalami proses
atresia yang lazim, melainkan membesar menjadi kista. Bias didapati satu
kista atau beberapa, danbesarnya biasanya dengan diameter 1-1.5cm.
Kista yang berdiri sendiri bias menjadi sebesar jeruk nipis. Bagian
dalam dinding kista yang tipis terdiri dari beberapa lapisan sel granulose,
akan tetapi karena tekanan di dalam kista, terjadilan atrofi pada lapisan ini.
Cairan dalam kista jernih dan sering kali mengandung estrogen; oleh sebab
itu, kista kadang-kadang dapat menyebabkan gangguan haid. Kista folikel
lambat laun mengecil dan dapat menghilang spontan, atau bias terjadi
rupture dan kista menghilang pula.
Dalam menangani tumor ovarium timbul persoalan apakah tumor yang
dihadapi itu neoplasma atau kista folikel. Umumnya, jika diameter tumor
tidak lebih dari 5cm, dapat ditunggu dahulu karena kista folikel dalam 2
bulan akan hilang sendiri.
b. Kista Korpus Luteum
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi
korpus albikans. Kadang-kadang korpus luteum mempertahankan diri;
perdarahan yang sering terjadi di dalamnya menyebabkan terjadinya kista,
berisi cairan yang berwarna merah coklat karena darah tua. Frekuensi kista
korpus luteum lebih jarang daripada kista folikel, dan yang pertama bias
menjadi lebih besar daripada kedua.
Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum member gambaran
yang khas. Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdisi atas
sel-sel luteum yang bersal dari sel-sel teka.
Kista korpus luteum dapat menimbulkan gangguan haid, berupa
manorea diikuti oleh perdarahan tidak teratur. Adanya kista dapat pula
menyebabkan rasa berat di perut bagian bawah. Perdarahan yang berulang
dalam kista dapat menyebabkan rupture. Rasa nyeri di dalam perut yang
mendadak dengan adanya amenore yang sering menibulkan kesulitan dalam
diagnosis diferensial dengan kehamilan ektopik yang tertanggu. Jika
dilakukan operasi, gambaran khas kista korpus luteum memudahkan
pembuatan diagnosis.
Penanganan kista korpus luteum ialah menunggu sampai kista hilang
sendiri. Dalam hal ini dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik
korpus luteum diangkat tanpa mengorbakan ovarium.
c. Kista Teka Lutein
Pada mola hidatidosa, koriokarsinoma, dan kadang-kadang tanpa adanya
kelainan tersebut, ovarium dapat membesar dan menjadi kistik.
Kista biasanya bilateral dan bias menjadi sebesar tinju. Pada
pemeriksaan mikroskopik terlihat luteinisasi sel-sel teka. Sel-sel granulose
dapat pula menunjukkan luteinisasi, akan tetapi seringkali sel-sel
menghilang karena atresia. Tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh
hormone koriogonadotropin yang berlebihan, dan dengan hilangnya mola
atau koriokarsinoma, ovarium mengecil spontan.
d. Kista Inklusi Germinal
Kista ini terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian kecil dari epitel
germinativum pada permukaan ovarium. Tumor ini lebih banyak terdapat
pada wanita yang lanjut umurnya, dan besarnya jarang melebihi diameter
1cm. kista ini biasanya secara kebetulan ditemukan pada pemeriksaan
histologik ovarium yang diangkat waktu operasi. Kista terletak di bawah
permukaan ovarium; dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau
torak terendah, dan isinya cairan jernih dan serus.
e. Kista Endometrium
Kista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium.
f. Kista Stein-Leventhal
Pada tahun 1955 Stein dan Leventhal meminta perhatian terhadap
segolongan wanita muda dengan gejala-gejala infertilias, amenore atau
oligomenorea sekunder, kadang-kadang agak gemuk, sering kali hirsutisme,
membesar 2 sampai 3 kali, polikistik, dan permukaannya licin. Kapsul
ovarium menebal.
Kelainan ini terkenal dengan nama sindrom Stein-Leventhal dan
kiranya disebabkan oleh gangguan keseimbangan hormonal. Umunya pada
penderita terdapat gangguan ovulasi; oleh karena endometrium hanya
dipengaruhi oleh estrogen, hyperplasia endometrii sering ditemukan.
Diagnosis dibuat atas dasar gejala-gejala klinis; laparoskopi dapat
membantu dalam pembuatan diagnosis. Sebagai diagnosis diferensial perlu
dipikirkan tumor ovarium yang mengeluarkan androgen; tetapi tumor yang
akhir ini umunya terdapat hanya pada satu ovarium, dan menyebabkan
perubahan suara dan pembesaran klitoris. Perlu disingkirkan pula
kemungkinan hyperplasia korteks adrenal atau tumor adrenal; pada sindrom
Stein-Leventhal tidak ada tanda-tanda defeminisasi, dan fungsi glandula
suprarenalis normal.
Terapi: dahulu banyak dilakukan wedge resection ovarium, tetapi
sekarang untuk sebagian besar diganti pengobatan dengan klomifen yang
bertujuan menyebabkan ovulasi.
Wedge resection perlu dipertimbangkan, apabila terapi dengan klmifen
tidak berhasil menyebabkan ovulasi, atau menimbulkan efek samping.
B. DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pada saat eksplorasi didapatkan :
Uterus: ∞ 10/12 mgg melekat di bagian post dengan usus
Ad D : kista coklat uk 8x5cm, melekat dengan bagian lat post uterus
didapatkan focus 2 endotel saat dibebaskan → pecah → keluar cairan
kista berwarna coklat → dilakukan kistektomi
Ad S : kista coklat diameter 5x5cm melekat hebat dengan usus dan post
uterus → dilakukan kistektomi
Diputuskan dilakukan kistektomi + kauterisasi
Kista dilepas pada kapsulnya
Dilakukan marsupialisasi
Lap op ditutup lapis demi lapis
Perdarahan +/- 200cc
DPO : myoma uteri + kista ovarium D/S
Dx : kista coklat D/S + adenomyosis
Tx : kistektomi D/S + kauterisasi endometriosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kandungan Edisi Kedua Cetakan Ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.