Karaktristik Kimia Lipida
Laporan Praktikum Biokimia
Disusun oleh :
Praktikan : Alfonsa Ratna Pertiwi (2011-21-001)
Koordinator Praktikum : F.X Prastowo Agung Putranto, S.TP
Sada Rasmada
Waktu Percobaan : Selasa, 25 September 2012 Pukul 08.00 - 14.00
Kode - Nama Mata Kuliah : B21 – 201 Kimia Pangan
Program Studi : Prodi. S1 Ilmu Gizi STIK Sint Carolus
PRODI S1 ILMU GIZI
SEKOLAH ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS
JAKARTA
2012
1
Abstrak
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan, dengan kandungan
yang berbeda – beda. Lemak dan minyak juga mempunyai karaktristik kimia yang
berbeda – beda yang akan kita uji dalam praktikum kali ini. Penentuan kelautan
lemak dilakukan dengan cara mengambil masing – masing sampel 4 ml dan
dilarutkan dalam pelarut hexane, aseton, alkohol 70%, benzene dan aquades.
Diperoleh hasil bahwa minyak dan lemak larut dalam pelarut non polar dan semi
polar seperti aseton, benzene dan hexane. Uji kedua yaitu penentuan smoke point
dengan memanaskan masing-masing sampel hingga terbentuk asap, minyak
jagung memiliki smoke point yang tinggi yang menandakan bahwa minyak ini
mempunyai kualitas yang masih bagus. Praktikum ketiga yaitu identifikasi
akrolein dengan penambahan larutan KHSO4 pada 0,5 ml masing-masing sampel
lalu dipanaskan. Akrolein ini merupakan senyawa yang menyebabkan rasa gatal
pada tenggorokan, minyak gliserin dan minyak jelanta positif mengandung
akrolein. Praktikum keempat yaitu penentuan angka peroksida dengan
menambahkan campuran larutan asam asetat-chloroform 3:2 pada 5 gram masing
– masing sampel, minyak jelanta memiliki angka peroksida yang lebih tinggi,
semakin tinggi angka peroksida berarti semakin menurun mutu minyak tersebut.
Kata kunci : Kelarutan Lipid, Lemak dan Minyak, Nonpolar dan Semipolar,
Smoke Point, Akrolein, Angka Peroksida.
2
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Lemak dan minyak termasuk dalam salah satu golongan lipid, yaitu lipid netral.
Lemak dan minyak dapat di komsumsi (edible fat) dan sumbernya dapat berasal
dari hewani dan nabati. Lemak dan minyak merupakan zat maknaan yang penting
bagi tubuh manusia Lemak dan minyak nabati merupakan lemak dan minyak yang
bersal dari tumbuh-tumbuhan sedangkan lemak dan minyak hewani berasal dari
hewan.
Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi yang efektif dan cadangan
makanan, dan juga merupakan pelarut bagi vitamin A, D, E dan K. Lemak
merupakan bahan makanan yang kaya energi. Lemak yang pada suhu kamar
berupa cairan, lazim disebut minyak. Minyak biasanya berasal dari tumbuhan
seperti minyak kelapa, minayak jagung dan minyak zaitun.
Wujud lemak berkaitan dengan asam lemak pembentukannya. Lemak yang
berbentutk cair (minyak) banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Sedangkan
lemak yang berbentuk padat lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Asam
lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari pada asam lemak tak
jenuh. Lemak dan minyak memiliki sifat kelarutan yang sama, yaitu nonpolar.
1.2 Tujuan
2.1 Mengidentifikasi kelarutan lipida dalam berbagai solvent (zat pelarut).
2.2 Menentukan smoke point pada minyak baru dan minyak bekas.
2.3 Mengidentifikasi akrolein pada minyak baru dan minyak jelanta.
2.4 Menentukan angka peroksida pada minyak baru dan minyak jelanta.
3
1.3 Manfaat
Praktikum kali ini bermanfaat bagi kita calon-calon ahli gizi agar bisa mengetahui
karaktristik kimia lemak, yang sangat erat kaitannya dengan makanan dan juga
kesehatan, seperti contohnya kandungan akrolien pada minyak jelanta yang bisa
menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan.
4
2. Dasar Teori
2.1 Kelarutan Lipid
Lipid atau trigliserida merupakan bahan bakar utama hampir semua organisme
disamping karbohidrat. Trigliserida adalah triester yang terbentuk dari gliserol dan
asam-asam lemak. Asam-asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh yang dijumpai
pada trigliserida, umumnya merupakan rantai tidak bercabang dan jumlah atom
karbonnya selalu genap.
Ada dua macam trigliserida, yaitu trigliserida sederhana dan trigliserida
campuran. Trigliserida sederhana mengandung asam-asam lemak yang sama
sebagai penyusunnya, sedangkan trigliserida campuran mengandung dua atau tiga
jenis asam lemak yang berbeda. Pada umumnya, trigliserida yang mengandung
asam lemak tidak jenuh bersifat cairan pada suhu kamar, disebut minyak,
sedangkan trigliserida yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat yang
sering disebut lemak.
Trigliserida bersifat tidak larut dalam air, namun mudah larut dalam pelarut
nonpolar seperti kloroform, benzena, atau eter. Trigliserida akan terhidrolisis jika
dididihkan dengan asam atau basa. Hidrolisis trigliserida oleh basa kuat (KOH
atau NaOH) akan menghasilkan suatu campuran sabun K+ atau Na+ dan gliserol.
Hidrolisis trigliserida dengan asam akan menghasilkan gliserol dan asam-asam
lemak penyusunnya.
Trigliserida dengan bagian utama asam lemak tidak jenuh dapat diubah secara
kimia menjadi lemak padat oleh proses hidrogenasi sebagian ikatan gandanya.
Jika terkena udara bebas, trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh
cenderung mengalami autooksidasi. Molekul oksigen dalam udara dapat bereaksi
dengan asam lemak, sehingga memutuskan ikatan gandanya menjadi ikatan
tunggal. Hal ini menyebabkan minyak mengalami ketengikan.
5
Kelas lipida yang lain adalah steroid dan terpen. Steroid merupakan molekul
kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung.
Steroid yang paling banyak adalah sterol yang merupakan steroid alkohol.
Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa
turunan esternya, dengan asam lemaknya yang berantai panjang adalah komponen
penting dari plasma lipoprotein.
2.2 Smoke Point
Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik
ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash
point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar
secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan
dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga
suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu
itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang
digunakan sebagai minyak goreng (Winarno, 2002).
Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis
yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik asap, titik nyala dan titik api
adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam hubungannya dengan minyak
yang digunakan untuk menggoreng (Ketaren, 1986).
Minyak yang telah terhirolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan menjadi
coklat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan
minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan
proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik
mutunya (Winarno, 2002).
6
2.3 Senyawa Akrolein
Uji kualitatif lipid adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol
dalam bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau
akrolein. Menurut Scy Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk
menguji keberadaan gliserin atau lemak. Ketika lemak dipanaskan setelah
ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik air, maka bagian
gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal
sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan
ditandai dengan asap putih. Gliserol pada lipid yang terhidrolisis lebih lanjut akan
membentuk senyawa akrolein, senyawa ini merupakan aldehid yang mudah
terbakar, sangat reaksif dengan banyak senyawa kimia dapat menimbulkan rasa
gatal ditenggorokan dan sangat beracun. Hidrolisis sangat mudah terjadi pada
minyak yang memiliki asam lemak yang rendah (<C14) seperti minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, mentega.
2.4 Angka Peroksida apada lipid
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
hidrolitik, baik ensimatik maupun non-ensimatik. Di antara kerusakan minyak
yang mungkin terjadi ternyata kerusakan karena autooksidasi yang paling besar
pengaruhnya terhadap cita rasa. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain
peroksida, asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik atau ransid terutama
disebabkan oleh aldehid dan keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak
dapat dinyatakan sebagai angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA)
(Sudarmadji et. al., 1989).
Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah meq peroksida dalam setiap 1000
g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan peroksida ini menunjukan tingkat
kerusakan lemak atau minyak (Rohman, 2007).
Penentuan peroksida kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun
peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena
7
peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi
kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari
udara (Ketaren, 1986).
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).
Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.
8
3. Metodologi
3.1 Alat dan Bahan yang digunakan :
3.1.1 Identifikasi Kelarutan Lipida
Alat Bahan Kimia
Tabung reaksi Margarin
Pipet tetes Minyak kelapa
Gelas beker 50 ml Minyak jagung/kedelai
Gelas ukur Aquades
Alkohol 70% 4 ml
Aseton 4 ml
Hexane 4 ml
Benzene 4 ml
3.2.2 Penentuan Smoke Point
Alat Bahan
Gelas beker Minyak kelapa
Hot plate Minyak jagung/kedelai
Termometer Minyak jelanta
3.2.3 Identifikasi Akrolein
9
Alat Bahan
Tabung reaksi Minyak baru
Pipet tetes Minyak jelanta
Gelas beker 50 ml KHSO4
Gelas ukur kecil Gliserin
3.2.4 Penentuan Angka Peroksida
Alat Bahan
Timbangan analitik Minyak baru
Erlenmeyer 250 ml Minyak jelanta
Alumunium foil Asam asetat : khloroform
(2 : 3)
Pipet mohr Larutan Kl jenuh
Corong kaca Na2S2O3 0,1 N
Buret + statif + klep Larutan amilum 1%
Aquades
3.2 Cara Kerja
10
3.2.1 Identifikasi Kelarutan Lipida
3.2.2 Identifikasi Akrolein
3.2.3 Penentuan Smoke Point
11
Siap 5 tabung reaksi
Tabung 1, isi 4 ml aquades & 1 ml sampel
Tabung 2, isi 4 ml alkohol 70% & 1 ml sampel
Tabung 3, isi 4 ml aseton & 1 ml sampel
Tabung 4, isi 4 ml hexane & 1 ml sampel
Tabung 5, isi 4 ml benzene & 1 ml sampel
Siapkan 3 tabung reaksi
Tabung 1 isi 0,5 ml minyak baru & 1 ml KHSO4
Tabung 1 isi 0,5 ml minyak bekas & 1 ml KHSO4
Tabung 1 isi 0,5 ml gliserin & 1 ml KHSO4
Panaskan, amati, catat semua perubahan yang terjadi
Gojog, amati & catat semua perubahannya
Bandingkan hasil kelarutan tiap sampel yang diuji
3.2.4 Penentuan Angka Peroksida
Angka peroksida = ml Na2S2O3 (sampel-blangko) x N Na2S2O3 X 1000 / berat sampel
(gram)
4. Hasil dan Pembahasan
12
20 ml sampel kegelas beker
Pasang termometer untuk membaca suhu
Panaskan sampel hingga mulai timbul asap
Catat suhunya
Bandingkan ketiga sampel yang diuji
+ 30 ml asam asetat – choloroform (3:2), goyang sampai larut semua
Timbang 5+-0,05 gr sampel dalam 250 ml anlenmeyer bertutup
+ 0,5 ml larutan jenuh Kl
Diamkan 1 menit, kadangkala digoyang
+ 30 ml aquades
Titrasi dengan 0,1 N Na2S2O3 hingga warna kuning hampir hilang
+ 0,5 ml larutan pati 1%, titrasi sampai warna biru hampir hilang
Angka peroksida dinyatakan dalam mili-ekquivalen, dari peroksida dalam setiap 1000 gr contoh
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Identifikasi Kelarutan Lipida
Jenis Sampel Jenis Pelarut Kelarutan
Aquades Tidak larut
Alkohol 70% Tidak larut
Aseton -
Hexane Larut
Benzene Larut
Aquades Tidak larut
Alkohol 70% Tidak larut
Aseton -
Hexane Larut
Benzene Larut
Aquades Tidak larut
Alkohol 70% Tidak larut
Aseton -
Hexane Larut
13
Benzene Larut
Kesimpulan : Lipida bersifat tidak larut dalam larutan polar seperti air dan
alkohol, tetapi larut dalam larutan nonpolar seperti benzene dan hexzane.
4.1.2 Penentuan Smoke Point
Jenis sampel Suhu smoke point (0C)
Minyak kelapa 185 – 1900C
Minyak jagung 200 – 2080C
Minyak jelanta 175 – 1780C
Kesimpulan : Pada uji sampel, terlihat bahwa yang memiliki smoke point paling
kecil yaitu minyak jelanta yang menandakan pada minyak jelanta sudah banyak
terhidrolisis. Dari segi kualitas berdasarkan smoke point minyak yang memiliki
smoke point tinggi merupakan minyak yang bermutu baik yaitu minyak jagung.
4.1.3 Identifikasi Akrolein
Jenis sampel Hasil pengamatan
14
0,5 ml minyak baru
+ 1 ml KHSO4
Sebelum pemanasan : minyak baru & KHSO4 terbagi atas
2 fase, terlihat jelas pemisahanya.
Setelah pemanasan : Larutan terbagi menjadi 2 fase dan
tambah terlihat jelas.
0,5 ml minyak
jelanta + 1 ml
KHSO4
Sebelum pemanasan : larutan terpisah 2 fase, minyak
berwarna orange & KHSO4 berwarna kuning.
Sesudah pemanasan : tetap menjadi 2 fase, namun warna
minyak menjadi kuning muda.
0,5 ml gliserin + 1
ml KHSO4
Sebelum pemanasan : Larutan tercampur menjadi satu.
Setelah pemanasan : Sama seperti sebelum pemanasan,
larutan tercampur menjadi satu.
Kesimpulan : Minyak gliserin terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
Gliserol yang mengalami hidrolisis lebih larut dan menghasilkan senyawa
akrolein yang dapat menimbulkan rasa gatal ditenggorokan.
4.1.4 Penentuan Angka Peroksida
Sampel ml Na2S2O3 N (Na2S2O3) Angka
15
peroksidaJenis Berat (g) Titrasi
sampel
Titrasi
blanko
Minyak
baru
5 54,5 18,6 0,1 1462
Minyak
jelanta
5 50 5 0,1 1100
Kesimpulan : Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan, maka angka
peroksida minyak jelanta lebih kecil dibandingkan minyak baru.
4.2 Pembahasan
Dari percobaan pertama yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan pengujian
uji kelarutan / daya larut, dapat diketahui bagaimana kelarutan lemak dan minyak
16
direaksikan dengan beberapa larutan dan dilakukan dengan beberapa perlakuan.
Pada percobaan uji kelarutan / daya larut, disini digunakan minyak jagung,
minyak kelapa dan minyak jelanta sebagai sampel. Pengujian pertama minyak
diuji dengan aquades yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Hasilnya minyak
dan aquades tadi tidak bisa menyatu, sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak
bersifat nonpolar atau tidak menyatu dengan larutan polar atau air. Selanjutnya
dilakukan pengujian minyak dengan larutan etanol atau alkohol 70%, disini etanol
bersifat semipolar, yaitu dapat bereaksi dengan larutan polar maupun nonpolar.
Setelah minyak direaksikan dengan etanol dapat dilihat reaksinya yaitu terbentuk
2 fase dimana etanol berada dilapisan atas. Etanol hanya dapat bereaksi / larut
sebagian dengan minyak karena sifat semipolarnya. Reaksi selanjutnya yaitu
mereaksikan minyak dengan larutan aseton. Dimana aseton bersifat semipolar,
sehingga ketika minyak direaksikan dengan aseton keduanya dapat menyatu atau
terbentuk 1 fase, karena sifatnya sama semipolar sehingga keduanya dapat
bereaksi dengan baik. Lalu minyak sebagai sampel diuji dengan larutan hexsan,
hasilnya terbentuk 1 fase / bercampur dan perlakuan minyak dengan larutan
benzene juga dihasilkan minyak dan benzene membentuk 1 fase/ bercampur.
Kedua hal ini bisa terjadi karena benzene dan hexane adalah larutan yang non
polar, karena lipida hanya larut dalam pelarut non polar.
Praktikum kedua yaitu Pada penentuan titik asap pada minyak goreng, sampel
yang digunakan sama seperti pada penentuan uji kelarutan lipida. Tujuan dari
penentuan titik asap ini adalah untuk mengetahui mutu minyak goreng yang baik.
Pada penentuan titik asap ini dilakukan dengan memanaskan sampel minyak
sebanyak 20 ml dalam gelas beker di atas hot plate hingga terbentuk asap tipis.
Dari hasil pengamatan maka diperoleh data seperti yang tersaji. Berdasarkan data
yang telah diperoleh maka dapat diketahui bahwa pada sampel minyak jagung
memiliki smoke point paling tinggi, hal ini dikarenakan minyak yang masih baru
menunjukan mutu yang masih bagus yang ditandai dengan waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai titik asap yang lama pada suhu 2000 – 2080C.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk asap dan semakin tinggi
17
akan menunjukkan bahwa semakin bagus kualitas dari minyak tersebut. Sampel
minyak jelanta, waktu yang dibutuhkan untuk membentuk asap jauh lebih cepat
dan suhunya juga lebih kecil yaitu 1750-178oC . Hal ini dikarenakan minyak bekas
telah mengalami pemanasan berulang dimana pemanasan berulang akan
menyebabkan penurunan titik asap sehingga menurunkan kualitas minyak.
Pemanasan berulang juga akan mengakibatkan perubahan oksidatif dan hidrolitik
pada lemak dan mengakibatkan akumulasi substansi yang akan memberikan
flavour yang tidak disukai pada makanannya.
Praktikum ketiga yang kita uji adalah identifikasi senyawa akrolein pada minyak
jagung, minyak jelanta dan gliserin. Pada hasil uji akrolein, pada tabung 2 dan 3
yang berisi larutan gliserin, minyak jelanta dan 1 ml KHSO4 kemudian
diidentifikasi sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan, diperoleh hasil bahwa
gliserol dalam bentuk bebas atau yang terdapat dalam gliserin dan minyak jelanta
akan mengalami dehidrasi membentuk aldehid akrilat atau akrolein. Senyawa
pendehidrasi dalam uji ini adalah KHSO4 yang menarik molekul air dari gliserol.
Hasil uji akrolein menunjukkan bahwa gliserin dan minyak jelanta diuji
memberikan bau yang tajam yang diidentifikasi oleh praktikan sebagai bau
akrolein. Pada teorinya, hanya gliserol dalam bentuk bebas atau yang terikat
berupa senyawa yang akan membentuk akrolein, sedangkan asam-asam lemak
tidak. Gliserol yang terhidrolisis lebih lanjut akan membentuk senyawa akrolein,
senyawa ini merupakan aldehid yang mudah terbakar, sangat reaksif dengan
banyak senyawa kimia dapat menimbulkan rasa gatal ditenggorokan dan sangat
beracun. Hidrolisis sangat mudah terjadi pada minyak yang memiliki asam lemak
yang rendah (<C14) seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit, mentega.
Menurut Rusdy (2008), minyak goreng yang telah digunakan, akan mengalami
beberapa reaksi yang menurunkan mutunya. Pada suhu pemanasan sampai
terbentuk akrolein. Bila minyak digunakan berulang kali, maka semakin cepat
terbentuk akrolein sehingga membuat batuk orang yang memakan hasil
gorengannya.
18
Praktikum keempat yaitu kita menentukan angka peroksida dari minyak jagung
dan minyak jelanta. Perlakuan yang kita lakukan adalah dengan melarutkan 5
gram sampel dalam campuran asam asetat : chloroform (3 : 2) yang mengandung
kl maka akan terjadi pelepasan iod. Pada sampel minyak jelanta seharusnya
memiliki angka peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jagung yang
masih baru. Hal ini dikarenakan adanya proses pemanasaan yang menyebabkan
minyak akan cepat rusak yang menyebabkan penurunan mutu yang ditandai
tingginya nilai bilangan peroksida. Tetapi pada praktikum diperoleh angka
perosida paling tinggi pada minyak jagung, hal ini terjadi karena kesalahan dari
pihak praktikan yang kurang teliti dalam menghitung jumlah larutan yang
diperlukan. Jadi, semakin tinggi angka peroksida maka mutu minyak tersebut
semakin menurun.
5.Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
19
1. Minyak atau lemak memiliki daya larut yang sama, yaitu tidak dapat larut
dalam pelarut polar, namun bereaksi atau larut dalam pelarut nonpolar. Jadi
dapat disimpulkan lemak dan minyak merupakan larutan nonpolar.
2. Bilangan peroksida tertinggi diperoleh pada minyak jelanta, semakin tinggi
bilangan peroksida maka semakin rendah kualitas dari minyak.
3. Titik asap yang paling lama dan tinggi adalah pada sampel minyak jagung baru
yaitu pada suhu2000 – 2080C. Semakin lama waktu pemanasan dan semakin
tinggi smoke pointnya maka semakin bagus mutu minyak.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak antara lain adanya reaksi
oksidasi dan hidrolisis.
5. Senyawa akrolein itu terbentuk pada minyak yang sudah terhidrolisis, sehingga
gliserol yang mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk senyawa akrolein,
yang dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
6.Daftar Pustaka
http://dc396.4shared.com/doc/e2VrwJJU/preview.html (diakses pada 26-09-2012, 18.56 WIB)
http://www.rismaka.net/2009/06/uji-lipid.html (diakses pada 26-09-2012, 19.30 WIB)
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007. Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta
Rusdy,Ekmal.2008.DioxindanJelantahSangPembunuh. http://www.riaupos.com/v2/content/view/4862/30/ (diakses pada 26-09-2012, 18.03 WIB).
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
20
21
Top Related