7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
1/30
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
2/30
optikus memasuki mata. Papil yang normal mempunyai bentuk yang lonjong,
warna jingga muda, dibagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya
(retina) tegas, didapatkan lekukan fisiologis (physiologic cup). Pembuluh darah
muncul ditengah, bercabang ke atas dan ke bawah, jalannya arteri agak lurus,
sedangkan vena berkelokelok, perbandingan besar vena : arteri ialah 3 : 2 sampai
5 : 4.
I. 2. Jaras Penglihatan
Serabut-serabut nervus optikus merupakan akson dari sel-sel dalam
lapisan ganglionik retina. Mereka bersatu pada diskus optikus dan keluar dari
mata, sekitar 3 atau 4 mm dari sisi nasal pusatnya, sebagai nervus opticus.
Serabut-serabut n.opticus adalah bermielin, tetapi selubung mielinnya dibentuk
oleh oligodendroglia bukan oleh sel Schwann karena n.opticus sesuai dengan
traktus yang terdapat dalam susunan saraf pusat. Nervus optikus meninggalkan
rongga orbita melalui canalis opticus dan bersatu dengan nervus opticus sisi lain
untuk membentuk chiasma opticum. Chiasma opticum terletak pada perbatasan
dinding anterior dan dasar ventrikel III. Pada chiasma opticum, termasuk bagian
nasal macula, menyilang garis tengah dan masuk ke traktus opticus sisi
kontralateral, sedangkan serabut-serabut dari bagian temporal retina termasuk
bagian temporal macula, berjalan ke posterior dalam tractus opticus sisi yang
sama.
2
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
3/30
Gambar 1. Jaras Penglihatan
Tractus opticus keluar dari chiasma opticum dan berjalan ke posterolateral
sekitar pedunculus cerebri. Sebagian besar serabut berakhir dengan bersinap
dengan sel-sel saraf dalam corpus geniculatum lateral. Akson sel-sel saraf dalam
corpus geniculatum lateral meninggalkannya untuk membentuk radiation optica.
Serabut serabut radiatio optica adalah akson sel-sel saraf corpus geniculatum
lateral. Traktus berjalan ke posterior melalui pars retro-lenticularis capsula interna
dan berakhir pada korteks penglihatan (area 17) yang terletak di bibir atas dan
bawah fisura calcarina pada permukaan medial hemisphere cerebri. Korteks
asosiasi penglihatan (area 18 dan 19) bertanggung jawab untuk pengenalan obyek
dan persepsi warna.
3
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
4/30
Gambar 2. Korteks Cerebrum
Terdapat empat neuron yang berperan pada penghantaran impuls penglihatan ke
korteks penglihatan, yaitu :
1. Sel batang dan kerucut, yang merupakan neuron reseptor khusus pada retina.
2. Neuron bipolar, yang menghubungkan sel batang dan kerucut ke sel-sel
ganglion.
3. Sel ganglion
4. Neuron pada corpus geniculatum lateral, yang aksonnya berjalan ke kortex
cerebri. Pada penglihatan binokular, lapangan penglihatan kanan dan kiri di
proyeksikan pada kedua bagian retina. Bayangan obyek pada lapangan
penglihatan kanan diproyeksikan pada retina bagian nasal dan bagian temporal
retina kiri. Pada chiasma opticum, akson-akson dari kedua bagian retina ini
bersatu membentuk tractus opticus kiri. Neuron corpus geniculatum lateral
sekarang memproyeksikan seluruh lapangan penglihatan kanan ke korteks
penglihatan hemisphere kiri, dan lapangan penglihatan kiri ke korteks penglihatan
hemisphere kanan. Kuadran bawah retina (lapangan penglihatan bagian atas) di
4
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
5/30
proyeksikan ke dinding bawah fissura calcarina, sedangkan kuadran atas retina
(lapangan penglihatan bagian bawah) di proyeksikan ke dinding atas fissura.
Gambar 3. Lapang Penglihatan Dan Gangguan Pada Letak Lesi
Jika tidak ada penyakit intraokular, kerusakan penglihatan pada satu mata
selalu menandakan lesi pada bagian orbita, foramen atau kranial dari saraf opticus.
Jika pusat chiasma opticum mengalami kerusakan sehingga serat yang
menyeberang menjadi terganggu misal karena tumor hipofise, hasilnya adalah
hemianopsia bitemporal. Biasanya, serat yang datang dari separuh bawah retina
dan mengisi bagian ventral chiasma, adalah yang pertama-tama rusak.
Menjelaskan mengapa hemianopia dimulai pada kuadran atas bitemporal dari
5
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
6/30
lapangan pandang. Berlawanan dengan heteronimitas dari lesi chiasma, lesi
yang mencederai traktus opticus menghasilkan hemianopia homonimus. Sebagai
contoh, lesi pada traktus opticus kanan mengganggu impuls yang berasal dari
separuh kanan kedua retina. Akibatnya kerusakan penglihatan melibatkan kedua
separuh kiri dari lapangan pandang.
Kelainan lapangan penglihatan yang dihubungkan dengan lesi-lesi pada
lintasan penglihatan:
1. Buta sirkumferensial sisi kanan akibat neuritis retrobulbar.
2. Buta total mata kanan akibat pemotongan n.opticus kanan.
3. Hemianopsia nasalis kanan akibat lesi parsial chiasma opticum kanan.
4. Hemianopsia bitemporalis akibat lesi total chiasma opticum.
5. Hemianopsia temporalis kiri dan hemianopsia nasalis kanan akibat lesi
pada tractus opticus kanan.
6. Hemianopsia nasalis kanan dan temporalis kiri akibat lesi pada radiation
optica kanan.
7. Hemianopsia temporalis kiri dan nasalis kanan akibat lesi pada korteks
penglihatan kanan.
BAB II
6
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
7/30
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Optik Neuritis
II.1. 1. Definisi
Optic Neuritis adalah kelainan penglihatan yang ditandai dengan adanya
peradangan pada saraf optic. Optic Neuritis terjadi bila saraf optic yang
merupakan jalan untuk meneruskan informasi penglihatan dari mata ke otak
mengalami peradangan dan membuat myelin sheath (yang membungkus saraf
optic) menjadi rusak. Proses ini disebut dengan demyelination . 5 Sebanyak 70%
optic neuritis menyerang 1 mata dan membuat penglihatan menjadi hilang secara
cepat dan berkembang. Optic neuritis cenderung menyerang orang dewasa muda
dengan usia rata-rata 30 tahun dimana 75 % diantaranya adalah wanita. Optic
neuritis jarang terjadi pada anak-anak dan biasanya berhubungan dengan
postinfectious atau para infectious demyelination. Optic Neuritis pada anak kecil
kemungkinannya berkembang menjadi multiple sclerosis, akan tetapi jika terjadi
bersamaan dengan multiple sclerosis maka memiliki kesempatan yang buruk
untuk dapat memiliki penglihatan seperti sebelum terkena optic neuritis.
Gambar 4. Demyelination
II.1.2. Gejala
7
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
8/30
Tanda dan Gejala Optic neuritis umumnya bersamaan dengan multiple
sclerosis (MS). Dapat juga disebabkan oleh virus atau jamur, encephalomyelitis,
penyakit autoimmune, atau tekanan pada ayaraf yang disebabkan oleh tumor dan
penyakit pembuluh darah (seperti temporal arteritis). Beberapa racun seperti
methanol dan timah juga dapat merusak syaraf optik, demikian juga dengan
penggunan jangka panjang pada alkohol dan tembakau dapat merusak syaraf
optik. Gejala yang timbul berupa :
1. Penglihatan kabur
2. Adanya daerah hitam di lapang pandang (blind spot)
3. Rasa sakit ketika menggerakkan bola mata
4. Sakit kepala
5. Hilangnya penglihatan warna secara tiba-tiba
6. Hilangnya penglihatan malam
7. Hilangnya contras sensitivity
Tanda-tanda klinisnya berupa:
1. Penglihatan untuk jauh dan dekat yang menurun
2. Hilangnya penglihatan warna
3. Berkurangnya penglihatan contras
4. Berkurangnya penglihatan 3 dimensi
5. Mengecilnya lapang penglihatan
6. Afferent pupil defect
7. Gambaran syaraf optik yang meradang
II.1.3. Diagnosa
8
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
9/30
Untuk mendiagnosa adanya optic neuritis pada seseorang, diperlukan
pemeriksaan mata yang lengkap seperti: pemeriksaan visus(tajam penglihatan), tes
lapang penglihatan, penglihatan warna, kontras sensitivity, reaksi pupil dan
pemeriksaan retina dan optic disc dengan menggunakan ophthalmoscope.
Pemeriksaan penunjang lainnya juga diperlukan seperti lab darah meliputi
sedimentation rate, thyroid function, neuromyelitis optica IgG (pertanda spesifik
untuk neuritis optik). Tes lanjutan yang juga penting adalah MRI (Magnetic
Resonance Imaging). Dengan MRI juga dapat diketahui tanda - tanda adanya
multiple sclerosis.
Gambar 5. Optic Neuritis
II.1.4. Penatalaksanaan
Pengobatan optic neuritis tergantung dari penyebab utamanya. Hilangnya
penglihatan yang disebabkan oleh virus biasanya akan membaik sendiri dengan
disembuhkannya virus tersebut. Dan optic neuritis yang disebabkan oleh racun
akan membaik bila racunnya dihilangkan dari tubuh. Penggunaan corticosteroid
intravenous (lewat infus) dan oral dapat mempercepat penyembuhan optic
neuritis. Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Obesitas disebabkan efek samping dari corticosteroid
2. Hilangnya penglihatan
9
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
10/30
3. 20% penderita optic neuritis akan berkembang menjadi multiple sclerosis.
II.1.5. Prognosis
Hilangnya penglihatan yang disebabkan optic neuritis bersifat sementara.
Perbaikan secara spontan terjadi dalam 2 sampai 8 minggu dimana penderita akan
mencapai penglihatannya 20/30 atau lebih baik. Untuk ramalan jangka panjang
pada optic neuritis tergantung penyebab utama., jika disebabkan oleh infeksi virus
tidakakan ada efek lanjutan di masa depan. Jika disebabkan oleh multiple sclerosis
35 % optic neuritis akan timbul kembali dalam waktu 5 tahun.
II.2. Optik Neuropati
II.2.1. Definisi
Optic neuropati adalah keadaan dimana terjadi penurunan daya
penglihatan dan defek lapang pandang yang disertai pembengkakan diskus
optikus. Anterior Iskemik Optik Neuropati (AION) adalah penyebab utama akut
optik neuropati pada penderita usia lanjut. Dapat dikategorikan sebagai non-
arteritik atau arteritik yang kemudian dihubungkan dengan giant cell arteritis.
Mempunyai karakteristik penurunan kemampuan penglihatan yang disertai
dengan pembengkakan diskus optikus yang menjadi pucat dan kadang terdapat
perdarahan pada lapisan neuroretinal dan juga terdapat eksudat. Kehilangan
penglihatan biasanya terjadi secara mendadak dan menetap, mungkin dapat
membaik pada beberapa minggu atau bulan setelah onset.
II.2.2. Patofisiologi
Anterior iskemik optic neuropati diperkirakan sebagai akibat dari proses
iskemik yang mempengaruhi sirkulasi peredaran pembuluh darah posterior yang
10
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
11/30
mensuplai darah ke nervus optikus yang keluar dari mata. Hanya sel glial yang
menyusun diskus optikus di daerah tersebut dan hanya di situlah pembengkakan
dapat terjadi. Iskemik posterior juga menghasilkan kondisi serupa, tetapi tanpa
disertai pembengkakan dan disebut posterior iskemik optik neuropati.
Gambar 6. Anerior Ischemic Optic Neuropati
II.2.3. Etiologi
Penyebab dan kondisi yang berhubungan dengan anterior iskemik optic
neuropati berdasarkan Walsh dan Hoyts Clinical Neuro-opthalmology adalah :
1. Vascular
a. Giant cell arteritis
b. Post imunisasi
c. Sifilis
d. Radiasi nekrosis
e. SLE
f. Vasculitis alergi
2. Sistemik vaskulopati
a. Hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. Migraine
d. Atherosclerosis
11
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
12/30
3. Hematologi
a. Polisitemia vera
b. Defisiensi G-6-PD
c. Penyakit Sickle cell
4. Ocular
a. Post katarak
b. Glaucoma
II.2.4. Gejala Klinis
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada penderita Optic neuropati antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Ketajaman penglihatan yang turun mendadak disertai dengan skotoma
(defek lapang pandang) sesuai dengan gambaran serat saraf retina /
kadang-kadang altitudinal.
2. Bila disertai nyeri atau nyeri tekan kulit kepala maka diagnosis arteritis sel
raksasa.
3. Serangan-serangan gelap yang berlangsung beberapa detik atau menit
yang kemudian kembali menjadi normal (Amaurosis Fugaks).
4. Lempeng optik yang membengkak dan mengalami perdarahan dengan
retina dan pembuluh darah retina normal. Pada ION arteritis, lempeng
dapat terlihat pucat.
5. Lempeng pada mata kontralateral memiliki mangkuk optik yang kecil
pada penyakit nonarteritis.
12
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
13/30
6. Pada arteritis biasanya selalu didahului oleh demam dan rasa sakit kepala
yang sangat, lemah badan, disertai mialgia otot-otot, seperti: otot bahu,
leher serta tungkai atas .
7. Pada pemeriksaan didapatkan edema papil saraf optik yang sekoral/tidak
menyeluruh, pada keadaan lanjut papil menjadi pucat dan edema
berkurang.
8. Pemeriksaan penunjang pasien dengan neuropati optik iskemik nonarteritis
termasuk :
1. Hitung darah lengkap untuk menyingkirkan anemia.
2. Pemeriksaan tekanan darah
3. Pemerisaan gula darah
4. Led dan protein reaktif-C untuk memeriksa arteritis sel raksasa.
II.2.5. Penatalaksaan
Pada jenis non arteritik pengobatan ditujukan terhadap faktor dasar dan
faktor pencetusnya kadang-kadang ditemukan adanya perdarahan peripapil tapi
tidak pernah dikemukakan adanya eksudat pada retina. Jenis arteritis diberi
kortikosteroid yang mempunyai efek anti-inflamasi dan memodifikasi respon
imunitas tubuh. Methylprednisolone dapat menurunkan inflamasi dengan
mesupresi migrasi dari leukosit PMN dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Diberikan secara intravena dengan dosis 1 gram selama 3 hari dilanjutkan dengan
prednisone 100 mg selama 10 hari.8
II.2.6. Prognosis
Penglihatan jarang memburuk secara progresif pada neuropati optik
iskemik nonarteritis dan keluaran penglihatan dalam hal lapang pandang serta
13
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
14/30
tajam penglihatan sangat bervariasi. Penglihatan tidak kembali pulih bila telah
hilang. Mata kontralateral dapat terlibat dengan cepat pada pasien dengan arteritis
sel raksasa yang tidak diterapi. Selain itu juga terdapat keterlibatan mata
kontralateral yang bermakna pada bentuk nonarteritis (40- 50%).
II.3. Optik Atrofi
II.3.1. Definisi
Atrofi optik merupakan kelainan nervus optikus yang sering ditemukan
pada kelainan lintasan visual. Atrofi optik merupakan keadaan morfologi terakhir
dari berbagai penyakit yang menyebabkan degenerasi akson pada jalur
retinogenikulata. Atrofi optik bisa sangat ringan dengan gangguan visus dan
lapang pandang yang sangat ringan ( hidden visual loss ) sampai hilangnya visus
dan lapang pandangan secara total.
II.3.2. Patofisiologi
Atrofi optik terjadi sebagai akibat hilangnya akson sel-sel ganglion di
retina secara menetap berupa pengempisan nervus optikus. Terdapat dua macam
atrofi optik (atrofi papil) yaitu atrofi optik primer dan atrofi optik sekunder. Atrofi
optik primer, disebut juga atrofi simpleks yaitu hilangnya serabut saraf optik
dengan gliosis yang minimal karena tidak didahului peradangan diskus optikus
atau papiledema
14
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
15/30
Gambar 7. Optic Sehat
II.3.3. Klasifikasi
1. Atrofi optic primer
Ditandai dengan papil yang pucat, berbatas tegas, ekskavasio yang lebar
dan dangkal disertai lamina kribrosa yang tampak pada dasar ekskavasio. Secara
mikroskopik ditemukan degenerasi akson-akson saraf dan selubung myelin.
Selalu ditemukan sedikit proliferasi sel-sel glia astrosit dan bertambahnya
jaringan kolagen.
Gambar 8. Atrofi Optic Primer
2. Atrofi optic sekunder
Tampak sebagai papil yang pucat dengan tepi papil yang kabur sedangkan
lamina kribrosa tidak tampak. Terjadi akibat peradangan akut atau lesi vaskuler
saraf optic yang terletak dekat dengan bola mata serta menimbulkan reaksi aktif
15
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
16/30
sel glia dan mesenkim dekat papil. Degenerasi yang terjadi terisi oleh proliferasi
astrosit, jaringan ikat atrofi dan ditemukan pembuluh darah yang menghilang.
Gambar 9. Atrofi Optic Sekunder
II.4. Papil Edema
II.4.1. Definisi
Papiledema merupakan suatu pembengkakan diskus saraf optik sebagai
akibat sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial. Berbeda dengan penyebab
lain dari pembengkakan diskus saraf optik, penglihatan biasanya masih cukup
baik pada papiledema akut. Papiledema hampir selalu timbul sebagai fenomena
bilateral dan dapat berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa minggu.
Istilah ini tidak dapat digunakan untuk menggambarkan pembengkakan diskus
saraf optik yang disebabkan oleh karena infeksi, infiltratif, atau peradangan.
II.4.2. Anatomi
Diskus optikus (papila N. Opticus) merupakan bagian dari nervus optikus
yang terdapat intra okuler dimana dapat dilihat dengan pemeriksaan memakai alat
oftalmoskop. Adapun bagian-bagian dari Nervus Optikus yang mempunyai
panjang 50,0 mm itu adalah sebagai berikut :
Bagian intra okuler sepanjang 0,70 mm
Bagian intra orbita sepanjang 33,00 mm
16
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
17/30
Bagian intra kanalikuler sepanjang 6,00 mm
Bagian intra kranial sepanjang 10,00 mm
Nervus Optikus ini muncul dari belakang bola mata (orbita) melalui lubang pada
sclera dengan diameter sekitar 1,50 mm. Sedang letak dari pada diskus optikusnya
berada sekitar 0,3mm di bawah dan 1,0 mm disebelah nasal fovea sentralis.
Gambar 10. Jalur Optik
Gambar 10 memperlihatkan prinsip jaras penglihatan dari kedua retina ke
korteks penglihatan. Setelah meninggalkan retina, impuls saraf berjalan ke
belakang melalui nervus optikus. Di kiasma optikum semua serabut dari bagian
nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat mereka bergabung dengan serabut
17
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
18/30
serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga
terbentuklah traktus optikus. Serabut serabut dari traktus optikus bersinaps di
nucleus genikulatum lateral dorsalis, dan dari sini serabut serabut
genikulokalkarina berjalan melalui radiasi optika (atau traktus genikulokalkarina),
menuju korteks penglihatan primer yang terletak di area kalkarina lobus
oksipitalis. Selain itu, serabut penglihatan melalui tempat tempat lain di otak:
1) Dari traktus optikus menuju nukleus suprakiasmatik di hipotalamus,
mungkin untuk pengaturan irama sirkadian.
2) Ke nuklei pretektalis, untuk mendatangkan gerakan refleks mata agar mata
dapat difokuskan kearah objek yang penting dan untuk mengaktifkan
refleks pupil terhadap cahaya.
3) Ke kolikulus superior, untuk pengaturan arah gerakan cepat kedua mata.
4) Menuju nukleus genikulatum lateralis ventralis pada thalamus dan
kemudian ke daerah basal otak sekitarnya, diduga untuk membantu
mengendalikan beberapa fungsi sikap tubuh.
II.4.3. Patofisiologi
Pembengkakan diskus saraf optik pada papiledema disebabkan oleh
karenan tertahannya aliran aksoplasmik dengan edema intra-axonal pada daerah
diskus saraf optik. Ruang subaraknoid pada otak dilanjutkan langsung dengan
pembungkus saraf optik. Oleh karenanya, jika tekanan cairan cerebrospinal (LCS)
meningkat, maka tekanannya akan diteruskan ke saraf optik, dan pembungkus
saraf optik bekerja sebagai suatu torniket untuk menghalangi transpor
aksoplasmik. Hal ini menyebabkan penumpukan material di daerah lamina
kribrosa, menyebabkan pembengkakan yang khas pada saraf kepala. Papiledema
18
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
19/30
tidak terjadi pada kasus yang sebelumnya telah terjadi optik atropi. Pada kasus ini,
ketiadaan papilledema sepertinya adalah sebagai akibat sekunder terhadap
penurunan jumlah serabut saraf yang aktif secara fisiologis.
II.4.4. Etiologi
1. Setiap tumor atau space-occupying lesions (SOL) pada SSP (Susunan
Saraf Pusat).
2. Hipertensi intrakranial idiopatik.
3. Penurunan resorbsi LCS (contohnya pada thrombosis sinus venosus,
proses peradangan, meningitis, perdarahan subararaknoid).
4. Peningkatan produksi LCS (pada tumor).
5. Obstruksi pada sistem ventrikular.
6. Edema serebri/encephalitis.
II.4.5. Gejala Klinis
A. Anamnesa
Kebanyakan gejala yang terjadi pada pasien dengan papiledema adalah akibat
sekunder dari peningkatan tekanan intrakranial yang mendasarinya.
1. Sakit kepala: sakit kepala akibat peningkatan tekanan intrakranial secara
karakteristik memburuk ketika bangun tidur, dan dieksaserbasi oleh batuk
dan jenis manuver Valsava lainnya.
2. Mual dan muntah: jika peningkatan tekanan intrakranialnya parah, mual
dan muntah dapat terjadi. Ini selanjutnya dapat disertai denan kehilangan
kesadaran, dilatasi pupil, dan bahkan kematian.
19
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
20/30
3. Gejala Visual seringkali tidak ditemukan, namun gejala-gejala berikut
dapat terjadi:
Beberapa pasien mengalami gangguan visual transient (adanya penglihatan
memudar keabu-abuan, terutama ketika bangun dari posisi duduk atau
berbaring, atau penglihatan jadi kerlap kerlip seperti lampu saklar yang
dimati hidupkan secara cepat).
Penglihatan kabur, konstriksi pada lapangan pandang dan penurunan
persepsi warna dapat terjadi.
Diplopia dapat terkadang ditemukan jika suatu kelumpuhan saraf ketujuh
terjadi.
Tajam pengelihatan biasanya tidak terganggu kecuali pada penyakit yang
sudah lanjut.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Riwayat penyakit pasien harus diselidiki dan pemeriksaan fisik, termasuk
tanda vital, harus dilakukan. Terlebih lagi, tekanan darah harus diperiksa
untuk menyingkirkan hipertensi maligna.
2. Pasien harus diperiksa akan adanya gangguan neurologis dan penyakit
yang berhubungan dengan demam.
3. Tajam penglihatan, penglihatan warna dan pemeriksaan pupil seharusnya
normal. Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi
abduksi sebagai akibat sekunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam
terkadang dapat ditemukan berkaitan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
20
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
21/30
4. Pemeriksaan fundus dengan dilatasi yang cermat harus dilakukan untuk
menemukan tanda-tanda berikut:
Manifestasi awal:
A. Hiperemia diskus
B. Edema yang kurang jelas pada serabut saraf dapat diidentikasi dengan
pemeriksaan slit lamp biomikroskopi yang cermat dan oftalmoskopi
langung. Ini seringkali dimulai pada daerah nasal dari diskus. Tanda
penting ini terjadi ketika edema lapisan serabut saraf mulai menghambat
pembuluh darah peripapiler.
C. Perdarahan kecil pada lapisan serabut saraf dideteksi paling mudah dengan
cahaya bebas merah (hijau).
D. Pulsasi vena spontan yang normalnya ditemukan pada 80% individu dapat
menghilang ketika tekanan intrakranial meningkat lebih dari 200 mm air.
Gambar 11. Papil edema
21
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
22/30
Gambar 12. Papil normal
Gambar 13. Papiledema dengan bercak bercak cotton wool spots
(ditunjuk oleh panah warna putih) dan perdarahan (ditunjuk oleh panah warna
hitam).
Manifestasi lanjut
A. Jika papiledema terus memburuk, pembengkakkan lapisan serabut saraf
akhirnya menutupi batas normal diskus dan diskus secara kasar terlihat
terangkat.
22
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
23/30
B. Terjadi sumbatan vena dan perdarahan peripapiler menjadi lebih jelas,
diikuti dengan eksudat dan cotton-wool spots .
C. Retina sensoris peripapiller dapat tumbuh secara konsentris atau,
terkadang, membentuk lipatan radial yang dikenal sebagai Paton lines .
Lipatan koroidal juga dapat ditemukan.
Manifestasi kronis
A. Jika papiledema menetap selama beberapa bulan, hiperemia diskus
perlahan menghilang, memberikan gambaran abu-abu atau pucat pada
diskus yang sudah hilang sentral cup-nya.
B. Seiring dengan waktu, diskus dapat mengembangkan deposit kristalin
yang mengkilat ( disc pseudodrusen ).
C. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah biasanya tidak membantu dalam diagnosis papiledema.
Jika diagnosis meragukan, hitung darah lengkap, gula darah, angiotensin-
converting enzyme (ACE), laju endap darah (LED), dan serologi sifilis dapat
membantu dalam menemukan tanda-tanda penyakit infeksi, metabolik, atau
peradangan.
Pemeriksaan Pencitraan:
A. Neuroimaging (CT scan, MRI) otak dengan kontras harus dilakukan dalam
usaha untuk mengidentifikasi adanya lesi massa SSP.
B. B-scan ultrasonography dapat berguna untuk meningkirkan diskus drusen
yang
C. tersembunyi.
23
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
24/30
D. Fluorescein angiography dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis. Papiledema akut menunjukkan peningkatan dilatasi kapiler
peripapilar dengan kebocoran lanjut pada kontras.
Pemeriksaan Lain:
A. Perimetri
i. Lapang pandang harus diperiksa. Umumnya menunjukkan
pembesaran titik buta. Pada edema diksus yang ekstrim,
suatu pseudo hemianopsia bitemporal dapat terlihat.
ii. Pada papilledema kronis, pembatasan lapang pandang,
terutama daerah inferior, secara bertahap dapat terjadi, yang
selanjutnya dapat memburuk menjadi kehilangan
penglihatan sentral dan kebutaan total.
B. Fotografi warna stereo pada diskus optikus berguna untuk
mendokumentasikan perubahan yang terjadi.
II.4.5. Penatalaksanaan
A. Obat-obatan:
a. Terapi, baik secara medis ataupun bedah, diarahkan kepada proses
patologis yang mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan
okuler.
b. Terapi spesifik harus diarahkan kepada lesi massa yang
mendasarinya jika ditemukan.
c. Diuretik: obat carbonic anhydrase inhibitor, acetazolamide
(Diamox), dapat berguna pada kasus tertentu, terutama pada kasus-
kasus hipertensi intrakranial idiopatik. (pada keberadaan trombosis
24
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
25/30
sinus venosus, diuretik dikontraindikasikan. Pada keadaan ini,
evaluasi perlu direkomendasikan kepada seorang ahli hematologis)
d. Penurunan berat badan disarankan pada kasus hipertensi
intrakranial idiopatik.
e. Kortikosteroid mungkin efektif dalam kasus yang berkaitan dengan
keadaan peradangan (contoh: sarcoidosis).
B. Pembedahan:
a. Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.
b. Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat
digunakan untuk memintas LCS.
c. Dekompresi selubung saaf optik dapat dilakukan untuk
mengurangi pemburukan gejala okuler dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol dengan obat-obatan.
Prosedur ini kemungkinan tidak akan menghilangkan sakit kepala
persisten yang terjadi.
C. Diet:
Pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli diet dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.
II.4.6. Prognosis
Prognosis dari papiledema sangat tergantung pada penyebabnya.
Kebanyakan pasien yang terkena tumor otak metastase prognosisnya sangat
buruk. Pada penyakit obstruksi ventrikuler dapat dibuat pintasan dengan sukses.
Pada pasien dengan pseudotumor biasanya dapat diobati dengan cukup baik.
Diagnosis papiledema memerlukan penjajakan yang serius sampai keadaan
25
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
26/30
patologi yang paling buruk dapat disingkirkan. Konsultasi neurologis, bedah saraf,
atau neuroradiologis biasanya diperlukan. Namun demikian, setelah masalahnya
dapat dikurangi menjadi hanya papiledema saja, ahli penyakit mata dapat
menentukan penatalaksanaan progresif yang terbaik yang perlu dilakukan. Sangat
sering terjadi, kebutaan permanen terjadi pada kondisi yang relatif ringan seperti
hipertensi intrakranial idiopatik karena kurangnya keterlibatan ahli penyakit mata.
Penanggulangan yang kurang cepat dan tepat akan menjurus pada papil atrofi.
Bilamana papiledema timbul secara cepat maka ini akan merupakan tanda
prognosa kurang baik. Papiledema dengan elevasi lebih dari 5 Dioptri, disertai
dengan perdarahan dan eksudat yang banyak akan memperjelek prognosa
penglihatan.
II.5. Diplopia
II.5.1. Definisi
Diplopia atau penglihatan ganda adalah suatu gangguan penglihatan yang
mana obyek terlihat dobel atau ganda. Diplopia berasal dari bahasa Yunani, diplo
= dobel atau ganda, opia = penglihatan.
II.5.2. Klasifikasi
Diplopia secara umum dibagi menjadi dua yaitu :
1. Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien
melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata
ditutup. Kondisi ini disebabkan antara lain oleh gangguan pergerakan
otot bola mata sehingga sudut kedua mata tidak sinkron (tahap awal
seseorang yang akan menjadi juling atau strabismus). Penyebab
26
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
27/30
lainnya adalah kerusakan saraf yang melayani otot otot bola mata.
Kerusakan saraf ini disebabkan oleh stroke, cidera kepala, tumor otak
dan infeksi otak. Diplopia binokular juga bisa terjadi pada pasien
diabetes, miastenia gravis, penyakit graves, trauma atau cidera pada
otot mata dan kerusakan pada tulang penyangga bola mata.
2. Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata.
Penglihatan ganda muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini
dapat terjadi pada pasien dengan astigmatisme, gangguan lengkung
kornea, pterigium, katarak, dislokasi lensa mata, gangguan produksi air
mata dan beberapa gangguan pada retina.11 Karena bukan merupakan
penyakit secara khusus atau dengan kata lain diplopia merupakan
gejala yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang saya sebutkan
diatas maka pengobatan diplopia tergantung dari penyakit dasar yang
menyebabkan terjadinya diplopia.
II.6. Defisiensi / Intoksikasi Optik Neuropati
II.6.1. Definisi
Jaras penglihatan anterior sangat rentan terhadap gangguan yang berasal
dari toksin atau difisiensi vitamin. Sebuah sindrom klinis yang mempunyai
karakteristik berupa kerusakan papilomakula, skotoma sentral, dan penurunan
daya penglihatan warna. Pada sebagian besar kasus, lesi primer masih belum
dapat ditemukan dan kemungkinan berasal dari retina, chiasma atau bahkan
traktus opticus. 12
II.6.2. Etiologi
27
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
28/30
1. Penyebab defisiensi vitamin : tobacco, etanol, thiamine, vitamin B-12
2. Penyebab intoksikasi : bahan kimia dan obat-obatan termasuk
methanol, etilen glikol, etambutol, isoniazid, digitalis, cimetidine,
cyclosporine, toluene dan amiodarone.
II.6.3. Penatalaksanaan
1. Memperbaiki asupan nutrisi dengan memperbanyak mengkonsumsi
sayuran hijau dan buah-buahan.
2. Suplemen vitamin B-komplek, thiamne 100 mg oral, atau folate 1 mg
oral.
3. Mengurangi rokok dan alcohol.
4. Injeksi vitamin B-12 ditujukan pada pasien dengan anemia pernisiosa.
5. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang dapat memberikan efek
toksik
BAB III
28
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
29/30
KESIMPULAN
1. Neurooftalmologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari
mengenai gangguan visual yang disebabkan karena kelainan sistem saraf.
2. Beberapa penyakit yang termasuk dalam kategori tersebut adalah optik
neuritis, optik neuropati, optic atrofi, papil edema, penglihatan ganda
diplopia) serta defisiensi atau intoksikasi optik neuropati..
3. Kelainan lapangan penglihatan yang dihubungkan dengan lesi-lesi pada
lintasan penglihatan:
a. Buta sirkumferensial sisi kanan akibat neuritis retrobulbar.
b. Buta total mata kanan akibat pemotongan n.opticus kanan.
c. Hemianopsia nasalis kanan akibat lesi parsial chiasma opticum kanan.
d. Hemianopsia bitemporalis akibat lesi total chiasma opticum.
e. Hemianopsia temporalis kiri dan hemianopsia nasalis kanan akibat lesi
pada tractus opticus kanan.
f. Hemianopsia nasalis kanan dan temporalis kiri akibat lesi pada radiation
optica kanan.
g. Hemianopsia temporalis kiri dan nasalis kanan akibat lesi pada korteks
penglihatan kanan.
29
7/22/2019 Lapora Kasus Faritz Neuroopthalmology
30/30
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar . Edisi ke-
13. Jakarta : Dian Rakyat. Hal 116 - 126.
Neuroophtalmologyavailable at http://en.wikipedia.org/wiki/Neuroophthalmology
Lumbantobing, S.M. 2004. Neurologi Klink ; Pemeriksaan Fisik dan Mental .
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 25 - 34.
Snell, Richard S. 1987. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran : Inti-
inti Saraf Kranial dan Hubungannya dengan Sentral. Jakarta : EGC. Hal 33 - 35.
Ilyas, Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata . Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Miller NR. Anterior ischemic optic neuropathy. In: Walsh and Hoyt's Clinical
Neuro-Ophthalmology . Vol 1. 1982:212-226.
Hartono. 2007. Oftalmoskopi Dasar & Klinis . Yogyakarta: Pustaka Cendikia
Press.
Younge, Brian R. 2010. Optic Neurpathy Anterior Ischemic. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1216891
Gandhi, Rashmin. 2010. Optic Atrophy. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1217760
Mitchell V Gossman. Pseudopapilledema. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1217393
Wessels, Izak F. 2009. Diplopia. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1214490
Zafar, Aftab. 2008. Toxic / Nutritional Optic Neuropathy. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1217661
Top Related