Michael Anthonius Lim / 07120100075
1
DAFTAR ISI
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................................................ 2
1.1. IDENTITAS PASIEN ...................................................................................... 2
1.2. ANAMNESA ..................................................................................................... 3
1.3. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................................. 8
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................... 11
1.5. RESUME ......................................................................................................... 14
1.6. DIAGNOSIS .................................................................................................... 15
1.7. TATALAKSANA ........................................................................................... 15
1.8. PROGNOSIS ................................................................................................... 16
1.9. FOLLOW UP .................................................................................................. 17
BAB II DISKUSI .......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 31
Michael Anthonius Lim / 07120100075
2
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. A
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 3 tahun 8 bulan
• Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 25 April 2011
• Alamat : Binong Blok P5/No.4 RT 02/09
• Pendidikan : Belum Sekolah
• Agama : Islam
• Kebangsaan : Indonesia
• Suku bangsa : Jawa
• Nomor Rekam Medis : RSUS.00-62-97-50
• Tanggal MRS : 12 Januari 2015
• Tanggal KRS : 17 Januari 2015
Gambar 1. Pasien An.A Gambar 2. Orangtua pasien
Michael Anthonius Lim / 07120100075
3
1.2. ANAMNESA
Anamnesis : Alloanamnesis dengan ibu pasien di IGD Rumah Sakit Umum
Siloam, pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 20.00.
Keluhan Utama
Sesak nafas yang memberat sejak 2 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Batuk, pilek, muntah, dan lemas.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami batuk dan pilek sejak sore 1 hari SMRS. Batuk berdahak
tetapi tidak dapat dikeluarkan dahaknya. Batuk dirasakan terus menerus, dan
bertambah parah sejak 4 jam SMRS, selalu batuk-batuk setiap kurang dari 10
menit. Tidak ada pencetus yang jelas dari batuk ini. Pilek dengan sekret cair
berwarna bening, tanpa darah. Tidak ada demam, sesak nafas, nyeri
tenggorokan, atau nyeri saat menelan.
Pasien juga mengalami muntah pada malam 1 hari SMRS. Muntah 5 kali berisi
makanan dan cairan, berwarna seperti makanan yang ia makan, tidak ada lendir
dan darah, dengan jumlah ±1/2 gelas aqua setiap kali muntah. Tidak ada
pencetus atau konsumsi makanan baru atau asing bagi pasien sebelumnya. Tidak
ada kembung atau nyeri perut.
Pasien merasa sesak sejak pagi hari setelah bangun tidur (±12 jam SMRS).
Sesak dirasakan terus menerus, dan semakin memberat hingga sore hari (2 jam
SMRS) pasien tampak pucat dan bibirnya terlihat biru. Pasien segera dibawa ke
klinik dekat rumah (tempat pasien biasa diuap), kemudian pasien sempat diuap
satu kali (ibu pasien tidak komposisi obat yang diuap), lalu dirujuk ke IGD RSU
Siloam. Saat di IGD pasien terlihat lemas, pucat, berkeringat dingin, dan bibir
biru. Tidak ada bunyi ngik-ngik (mengi) saat bernafas.
Michael Anthonius Lim / 07120100075
4
Pasien menjadi susah makan sejak sakit, tetapi minum masih mau. BAK dan
BAB ada dan kesannya normal. Pasien masih mengalami batuk dan pilek, tidak
ada demam. Pasien belum diobati selain diuap untuk mengatasi keluhannya ini.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien didiagnosa asma sejak 2 tahun lalu (2013) oleh dokter di RS Harapan
Kita, dengan kaluhan pasien saat itu sesak nafas dan batuk, tidak ada bunyi ngik-
ngik (mengi) saat bernafas. Kemudian pasien sempat menjalani fisioterapi tetapi
kemudian putus. Frekuensi serangan asma pasien ±3 kali dalam setahun.
Serangan dapat terjadi sepanjang hari, biasa dicetuskan oleh alergi pasien. Bila
mengalami serangan asma pasien biasa dibawa ke klinik dekat rumah untuk
diuap. Ibu pasien tidak tahu apa komposisi obat dalam uap tersebut. Tidak ada
alat untuk uap di rumah dan pasien tidak mengkonsumsi obat rutin untuk
mengontrol atau mengatasi serangan asmanya.
Pasien sempat dirawat tahun lalu (Januari 2014) karena asma, namun tidak
separah serangan yang sekarang. Saat itu pasien dirawat dan diuap 1 kali sehari
selama 3 hari, kemudian telah membaik dan dipulangkan. Pasien dibekali obat
minum untuk mengontrol asmanya namun tidak dilanjutkan oleh pasien.
Pasien memiliki alergi debu jalanan dan perubahan suhu udara menjadi dingin,
yang biasa mencetuskan serangan asmanya, namun tidak menimbulkan keluhan
lain. Pasien belum pernah menjalani tes alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat asma (+) yakni kakak pertama pasien.
Riwayat alergi (+) perubahan suhu udara menjadi dingin, yakni ayah, ibu, kakak
kedua dan ketiga pasien. Keluhan yang timbul adalah gatal dan bentol
kemerahan pada kulit. Namun belum pernah menjalani tes alergi.
Michael Anthonius Lim / 07120100075
5
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien pernah hamil 3 kali. Anak pertama laki-laki, anak kedua dan ketiga
kembar perempuan dan perempuan, anak keempat perempuan (pasien An.A).
Selama hamil ketiga, ibu pasien kontrol antenatal rutin di bidan dan dokter,
dilakukan beberapa kali USG dan perkembangan kehamilannya baik. Ibu pasien
mengkonsumsi susu ibu hamil, multivitamin, sulfas ferosus, asam folat, dan
menerima suntik TT sebanyak 2x. Ibu pasien sempat mengalami mual muntah
selama 2 bulan pertama kehamilan. Selain itu, ibu pasien tidak mengalami
penyakit lain selama hamil. Riwayat diabetes, hipertensi, bengkak pada kaki
disangkal.
Kesan: riwayat kehamilan baik
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki alergi
Perempuan alergi
Laki-laki asma
Perempuan asma
Anak kembar
Gambar 3. Pedigree keluarga An.A
Michael Anthonius Lim / 07120100075
6
Riwayat Persalinan dan Masa Perinatal
Pasien adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara.
Lahir section caesarea (SC) saat usia kehamilan 40 minggu atas indikasi partus
lama karena tidak ada kemajuan setelah diinduksi, ditolong oleh dokter Sp.OG.
Keadaan saat lahir bayi langsung menangis spontan, warna pink kemerahan,
keadaan umum baik. Setelah lahir segera diberikan injeksi vitamin K dan
vaksinasi hepatitis B. BB lahir 2800 gr, panjang badan 48 cm, lingkar kepala
tidak ingat. Riwayat sianosis (biru) dan ikterus (kuning) saat masa perinatal
disangkal. Tidak didapatkan kelainan bawaan atau cacat lahir.
Kesan : NCB-SMK, riwayat persalinan dan masa perinatal baik.
Riwayat Nutrisi
• 0-24 bulan : ASI à 0-5 bulan ASI eksklusif
• 6-24 bulan : susu formula (Bebelac)
• 24 bulan – sekarang : susu UHT (Bendera)
• 6 bulan : biskuit (Sun)
• 8 bulan : bubur saring, buah-buahan
• 1 tahun : nasi tim
• sekarang
o makan 3-4 kali sehari, menu: nasi (±1/2 centong), lauk (daging,
ayam), sayur
o susu bendera 3-4 botol (200 ml) per hari
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
Riwayat Tumbuh Kembang
• BB : 16 kg à bertambah
• TB : 97 cm à bertambah
• 3 bulan : tengkurap, angkat kepala
• 5 bulan : duduk dibantu
Michael Anthonius Lim / 07120100075
7
• 6 bulan : duduk sendiri
• 8 bulan : merangkak
• 9 bulan : berdiri dengan berpegangan
• 11 bulan : berjalan
• 12 bulan : bicara memanggil mama papa
• 24 bulan : bicara lancar
Kesan : sesuai dengan usia
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar Ulangan
I II III IV V VI BCG ✔ ✔ ✔ DTP ✔ ✔ ✔ Polio ✔ ✔ ✔ ✔ Campak ✔ Hepatitis B ✔ ✔ ✔ HiB ✔ ✔ ✔ PCV ✔ ✔ ✔ Rotavirus ✔ ✔ ✔ MMR ✔ Varisela Hepatitis A Tifoid Influenza HPV Kesan : imunisasi dasar 9 bulan lengkap, terakhir MMR saat berusia 1½ tahun
Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Kondisi Lingkungan
Biaya perawatan pasien di RS ditanggung BPJS. Pasien tinggal bersama kedua
orang tua dan ketiga kakaknya di rumah. Ayah pasien berusia 41 tahun,
pendidikan terakhir S1, bekerja sebagai pegawai swatsa. Ibu pasien berusia 39
tahun, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai pegawai swasta. Selama orang
tua pasien bekerja, biasa pasien dititipkan di tempat penitipan anak. Bahasa yang
digunakan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia.
Michael Anthonius Lim / 07120100075
8
Tempat tinggal adalah daerah perkampungan, menurut ibu pasien tidak padat
dan kumuh, dan cukup bersih. Di dalam rumah tidak ada anggota keluarga yang
merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol. Di lingkungan tempat tinggal
pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien, namun ada
yang menderita TB, tetapi pasien tidak pernah kontak dengan penderita.
Kesan : sosio-ekonomi menengah, pendidikan orang tua baik, kondisi
lingkungan ada penderita TB
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD Rumah Sakit Umum Siloam, pada tanggal
12 Januari 2015, pukul 20.00.
• Keadaan umum : sakit sedang
• Tingkat kesadaran : compos mentis (GCS 15, E4 M6 V5)
• Tanda vital
o Laju nadi : 124x per menit (regular, kuat, isi cukup)
o Laju nafas : 52x per menit
o Suhu tubuh : 36.7o C
o Tekanan darah : 100/70 mmHg
Kesan: takipnea
Status gizi & antropometri
• Berat badan : 16 kg
o BB/U : 15.3 à antara (0) dan (+2) Z-scores kurva WHO
o 16/15.3 x 100% = 104.6% (gizi baik)
• Tinggi badan : 97 cm
o TB/U : 100.3 à antara (0) dan (-2) Z-scores kurva WHO
o 97/100.3 x 100% = 96.7% (normal)
• BB ideal : 15.34 kg
o BB/TB : 14.4 à antara (+1) dan (+2) Z-scores kurva WHO
Michael Anthonius Lim / 07120100075
9
o 16/14.4 x 100% = 111.1% (overweight)
• Lingkar lengan atas : 15 cm
o LLA/U : 16.1 à antara (0) dan (-1) Z-scores kurva WHO
o 15/16.1 x 100% = 93.2% (gizi baik)
• Lingkar kepala : 49 cm (normosefali)
Kesan : overweight, perawakan normal, gizi baik
Status generalis
Sistem Deskripsi Kepala Normosefali
Ubun-ubun besar sudah menutup, datar Massa (-) Rambut hitam, distribusi merata, tidak rontok, tidak mudah dicabut
Wajah Simetris Pucat (+), deformitas (-), bells palsy (-)
Mata Orthotropia, simetris Kojungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/- Pupil isokor, 2mm/2mm, RCL +/+, RCTL +/+, RAPD -/- Gerak bola mata ke segala arah, gangguan gerak -/- Mata cekung -/-, air mata +/+
Hidung Simetris, nafas cuping hdung (-) Mukosa merah, deviasi septum nasi (-), sekret (-), epistaksis (-), massa (-)
Telinga Simetris Pinna normal, kanalis auditus eksterna normal, hiperemis -/-, nyeri tekan tragus -/- Membrane timpani utuh +/+, retraksi -/-, edema -/- Gangguan pendengaran -/-
Mulut Bibir biru (sianosis), mukosa bibir basah Lidah merah, tidak kotor Gigi belum lengkap, karies (-), gigi goyang (-) Gusi merah muda, perdarahan (-) Bau pernapasan (-)
Michael Anthonius Lim / 07120100075
10
Tenggorok Tonsil T1-T1, hiperemis -/- Faring hiperemis -/-, post nasal drip (-)
Leher Bentuk normal, deviasi trakea (-) Pergerakan bebas, kaku kuduk (-) Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada Simetris, bentuk dada cembung (pectus karinatum/pigeon chest) Retraksi (+) interkostal, expiratory effort (+) Precordial bulging (-) Massa (-), lesi (-)
Paru Gerak dada pasif dan aktif simetris Taktil fremitus kanan = kiri Sonor pada seluruh lapang paru Vesikular +/+, ronki +/+, wheezing +/+
Jantung Pulsasi iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba Batas jantung dalam batas normal Bunyi jantung S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Datar, retraksi (-), massa (-), lesi (-) BU (+) normal, meteorismus (-) Timpani pada seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok CVA -/- Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, balotemen -/-
Punggung Simetris, lordosis (-), skoliosis (-), kifosis (-) spina bifida (-), meningokel (-), massa (-), lesi (-)
Genitalia Genitalia perempuan, deformitas (-) Sekret (-), perdarahan (-), bau (-)
Ekstremitas Deformitas (-), gerakan aktif, normotous Akral hangat, edema -/-, sianosis perifer (-), CRT <2 detik
Kullit Warna kulit sawo matang, pucat (+) Lesi (-), perdarahan (-), jaringan parut (-)
Michael Anthonius Lim / 07120100075
11
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (12 Januari 2015, pukul 21.05)
*AGD dilakukan setelah pemberian O2
Test Result Unit Reference Range
Full Blood Count
Hemoglobin 14.62 g/dL 10.7-14.7
Hematocrit 44.7 % 31-43
Eritrosit (RBC) 5.75 x 106/µL 3.7-5.7
Leukosit (WBC) 20.46 x 103/µL 5.5-15.5
Differential Count
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit
1
0
3
85
7
4
%
%
%
%
%
%
0-1
1-3
2-6
50-70
25-40
2-8
Trombosit 537.2 x 103/µL 150-440
LED 24 mm/jam 0-20
MCV 77.78 fL 72-88
MCH 25.45 Pg 23-31
MCHC 32.72 g/dL 32-36
Biokimia
GDS 124 mg/dL 52-98
Elektrolit
Na 145 mmol/L 137-145
K 4 mmol/L 3.6-5.0
Cl 105 mmol/L 98-107
Michael Anthonius Lim / 07120100075
12
Imunologi/serologi
CRP-Hs 36.05 mg/L 0-3
Kesan : leukositosis, inflamasi (+)
Test Result Unit Reference Range
Analisa Gas Darah
Temperatur 38.1 Celcius
pH 7.31 % 7.36-7.44
pO2 113 mmHg 80-100
pCO2 41.4 mmHg 32-45
HCO3 19.9 mmol/L 21-28
Total CO2 21.1 mmol/L 24-30
Base Excess -5.2 mmol/L (-)2.4-(+)2.3
Saturasi O2 97.7 % 95-98
Elektrolit Gas Darah
Na 144 mmol/L
K 3.42 mmol/L
Cl 0.72 mmol/L
Hematokrit 47 % RNF
Kesan : asidosis metabolik
Michael Anthonius Lim / 07120100075
13
X-ray thoraks AP/PA (13 Januari 2015, pukul 08.13)
Kedua sinus costophrenicus dan diafragma normal
Cor : CTR <50%
Aorta : Baik
Kedua hilus : Kasar
Pulmo : Tampak fibroinfiltrat paru kanan atas
Tampak infiltrat pada kedua perihiler
Terdapat hiperinflasi, tulang iga mendatar, dan soft tissue baik
Kesan : infiltrat yang terlihat adalah slem. Hiperinflasi dan iga mendatar
mendukung diagnosis asma
Michael Anthonius Lim / 07120100075
14
1.5. RESUME
Pasien An.A, usia 3 tahun 8 bulan, datang dibawa ibunya ke IGD RSUS
pada 12/01/2015 – 20.00 dengan sesak nafas yang memberat sejak 2 jam SMRS.
Sesak dirasakan sejak pagi hari SMRS, terus-menerus dan semakin memberat
hingga sore hari. Pasien tampak lemas, pucat, berkeringat dingin, dan bibir biru.
Pasien juga mengalami batuk sejak sore 1 hari SMRS. Pasien mengalami batuk
dan pilek sejak sore 1 hari SMRS. Batuk berdahak, namun tidak bisa
dikeluarkan, dirasakan terus-menerus dan semakin memberat sejak 4 jam
SMRS. Pilek sekret cair berwarna bening. Pasien juga mengalami muntah saat
malam 1 hari SMRS. Muntah 5 kali, berisi makanan dan cairan, dengan jumlah
±1/2 gelas aqua setiap kali muntah. Sejak sakit pasien menjadi susah makan.
Pasien sudah diuap untuk mengatasi keluhan-keluhannya ini.
Pasien pernah dirawat karena serangan asma, namun tidak separah saat
ini. Frekuensi serangan asma ±3 kali dalam setahun. Pasien tidak menggunakan
obat apapun untuk mengontrol asma, hanya bila timbul serangan pasien diuap di
klinik dekat rumah. Pasien memiliki alergi terhadap debu jalanan dan cuaca
dingin, yang biasa mencetuskan serangan asmanya. Dalam keluarga, kakak
pertama pasien memiliki riwayat asma, sedangkan ayah, ibu, kakak kedua dan
ketiga pasien memiliki alergi cuaca dingin. Riwayat kehamilan, persalinan, dan
masa perinatal baik. Riwayat nutrisi kualitas dan kuantitas cukup, dan tumbuh
kembang sesuai usia. Imunisasi dasar 9 bulan lengkap, terakhir MMR saat
berusia 1½ tahun. Sosio-ekonomi keluarga menengah, pendidikan orangtua baik,
kondisi lingkungan ada yang menderita TB.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital takipnea, antropometri overweight,
perawakan normal, gizi baik, status generalis didapatkan kulit pucat, bibir biru,
bentuk dada cembung (pigeon chest), retraksi intercostal, expiratory effort,
bunyi nafas ronki +/+, wheezing +/+. Pemeriksaan penunjang laboratorium
ditemukan leukositosis, peningkatan LED dan CRP-Hs, asidosis metabolik, x-
ray thoraks kesan suspek proses spesifik.
Michael Anthonius Lim / 07120100075
15
1.6. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
• Asma bronkial serangan berat, frekuensi episodik jarang
Diagnosis Banding
• Bronkopneumonia
• Tuberkulosis paru
1.7. TATALAKSANA
Diagnostik
• Full blood count
• Analisa gas darah
• X-ray thoraks AP/PA
• Tes alergi dengan uji kulit dan kadar IgE
Terapeutik
• Rawat inap
• O2 non-rebreathing mask (NRM) 10 lpm
• IVFD D5 ¼ NS 1300 ml/24 jam
o (100 ml x 10 kg) + (50 ml x 6 kg) = 1300
• IVFD Aminofilin: loading (6 mg/kg/jam) 100 mg dalam NS 20 ml drip
30 menit, lanjut maintenance (1 mg/kg/jam) 140 mg dalam NS 100 ml
drip 10 jam
o Loading: 6 mg x 16 kg = 96 à 100
o Maintenance: 1 mg x 16 kg x 10 jam = 160 à 140
• Inj. Dexamethasone 3x2 mg (IV)
o 0.5 mg x 16 kg / 3 kali = 2.67 à 2
Michael Anthonius Lim / 07120100075
16
• Nebuliser: Combivent + NS 20 tpm, tiap 2 jam hingga perbaikan klinis
atau wheezing minimal, selanjutnya tiap 6 jam
o Combivent nebuliser mengandung ipratropium bromide 0.5 mg &
salbutamol sulfat 0.31 mg
o Ipratropium bromide: 0.1 ml x 16 kg = 1.6
o salbutamol sulfat: 0.1 ml x 16 mg = 1.6
• Diet makan lunak 1280 kalori/hari (80 kal/kg/jam)
o 80 kal x 16 kg = 1280
• Monitor tanda-tanda vital, saturasi O2, dan perbaikan tanda dan gejala
Edukasi
• Menjelaskan orangtua mengenai serangan asma yang diderita anaknya
dan rencana pengobatan yang akan diberikan untuk mengurangi gejala
• Memberitahu orangtua untuk mencari tahu dan menghindari faktor
pencetus serangan asma anaknya
• Menjelaskan bahwa asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol
1.8. PROGNOSIS
• ad vitam : bonam
• ad functionam : dubia ad bonam
• ad sanationam : dubia ad bonam
Michael Anthonius Lim / 07120100075
17
1.9. FOLLOW UP
Day 2
13/01/15
16.00
S: sesak (+) tetapi membaik, setelah diuap 3x merasa lebih lega,
serangan asma (-), batuk (+), frekuensi tiap jam, dahak (+), masih
susah dikeluarkan, pilek (+) cair bening, demam (-), muntah (-),
BAK/BAB N, makan/minum sedikit
O: SS/CM
N 96, RR 40, T 36.5o C
Wajah pucat (-), bibir biru (-)
Mata: CA -/-, SI -/-
THT: NCH (-), sekret (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
Thoraks: simetris, pigeon chest (+), retraksi interkostal (+)
minimal, expiratory effort (+)
Jantung: S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru: vesikular +/+, ronki +/+ minimal, wheezing +/+
Abd: datar, BU(+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekst: akral hangat, CRT <2s
A: Pasca asma bronkial serangan berat, persisten
P: O2 nasal kanul 2 lpm
IVFD D5 ¼ NS 1300 ml/24 jam
IVFD Aminofilin: maintenance (1 mg/kg/jam) 140 mg dalam NS
100 ml drip 10 jam (10cc/jam), bila perbaikan klinis dalam 24
jam dari serangan, dilanjutkan aminofilin 3x50 mg (PO)
Inj. Dexamethasone 3x2 mg (IV), bila perbaikan klinis dalam 24
jam dari serangan, dilanjutkan metilprednisolon atau triamsinolon
2x18 mg (PO)
Nebuliser: Combivent + NS 20 tpm, tiap 6 jam
Lasal syr 4x2.5 ml (PO)
Diet makan lunak 1280 kalori/hari
Day 3
14/01/15
17.00
S: sesak (+) membaik, serangan asma (-), batuk (+), frekuensi lebih
jarang, dahak (+), masih susah dikeluarkan, pilek (-), demam (-),
muntah (+) 2x siang dan sore (saat minum susu), berisi susu dan
cairan, jumlah ±¼ gelas aqua setiap kali muntah, BAK/BAB N,
Michael Anthonius Lim / 07120100075
18
makan/minum sedikit
O: SS/CM
N 104, RR 40, T 36.2o C
Wajah pucat (-), bibir biru (-)
Mata: CA -/-, SI -/-
THT: NCH (-), sekret (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
Thoraks: simetris, pigeon chest (+), retraksi interkostal (-),
expiratory effort (+)
Jantung: S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru: vesikular +/+, ronki -/-, wheezing +/+ minimal
Abd: datar, BU(+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekst: akral hangat, CRT <2s
A: Pasca asma bronkial serangan berat, persisten
P: O2 off
IVFD D5 ¼ NS 1300 ml/24 jam
Aminofilin 3x50 mg (PO)
Triamsinolon 2x8 mg (PO)
Nebuliser: combivent + NS 20 tpm, tiap 6 jam
Lasal syr 4x2.5 ml (PO)
Diet makan lunak 1280 kalori/hari
Day 4
15/01/15
16.15
S: sesak (+) membaik, serangan asma (-), batuk (+) tetapi membaik,
frekuensi jarang, dahak (+), masih susah dikeluarkan, pilek (-),
demam (-), muntah (-), BAK/BAB N, makan/minum N
O: SS/CM
N 92, RR 32, T 36.7o C
Wajah pucat (-), bibir biru (-)
Mata: CA -/-, SI -/-
THT: NCH (-), sekret (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
Thoraks: simetris, pigeon chest (+), retraksi interkostal (-),
expiratory effort (-)
Jantung: S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru: vesikular +/+, ronki -/-, wheezing +/+ minimal
Michael Anthonius Lim / 07120100075
19
Abd: datar, BU(+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekst: akral hangat, CRT <2s
A: Asma bronkial persisten dengan perbaikan
P: IVFD D5 ¼ NS 1300 ml/24 jam
Aminofilin 3x50 mg (PO)
Triamsinolon 2x8 mg (PO)
Nebuliser: combivent + NS 20 tpm, tiap 6 jam
Lasal syr 4x2.5 ml (PO)
Diet makan lunak 1280 kalori/hari
Day 5
16/01/15
13.30
S: sesak (-), serangan asma (-), batuk (+) tetapi membaik, frekuensi
jarang, dahak (+), masih susah dikeluarkan, pilek (-), demam (-),
mual (-), muntah (-), BAK/BAB N, makan/minum N
O: SS/CM
N 92, RR 32, T 36.5o C
Wajah pucat (-), bibir biru (-)
Mata: CA -/-, SI -/-
THT: NCH (-), sekret (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
Thoraks: simetris, pigeon chest (+), retraksi interkostal (-),
expiratory effort (-)
Jantung: S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru: vesikular +/+, ronki -/-, wheezing +/+ minimal
Abd: datar, BU(+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekst: akral hangat, CRT <2s
A: Asma bronkial persisten dengan perbaikan
P: IVFD stopper
Aminofilin 3x50 mg (PO)
Triamsinolon 2x8 mg (PO)
Nebuliser: combivent + NS 20 tpm, tiap 6 jam
Lasal syr 4x2.5 ml (PO)
Diet makan lunak 1280 kalori/hari
Day 6 S: sesak (-), serangan asma (-), batuk (+) membaik, frekuensi jarang,
Michael Anthonius Lim / 07120100075
20
17/01/15
08.30
dahak (+), masih susah dikeluarkan, pilek (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), BAK/BAB N, makan/minum N
O: SS/CM
N 96, RR 28, T 36.4o C
Wajah pucat (-), bibir biru (-)
Mata: CA -/-, SI -/-
THT: NCH (-), sekret (-), T1-T1, faring hiperemis (-)
Thoraks: simetris, pigeon chest (+), retraksi interkostal (-),
expiratory effort (-)
Jantung: S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru: vesikular +/+, ronki -/-, wheezing +/+ minimal
Abd: datar, BU(+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (-)
Ekst: akral hangat, CRT <2s
A: Asma bronkial persisten dengan perbaikan
P: Rawat jalan, kontrol 19/01/15 di poli anak RSU Siloam
Rencana tes mantoux saat kontrol
Lasal syr 4x2.5 ml (PO)
Salbutamol 2 semprotan per 4 jam, MDI dengan spacer
Edukasi orangtua untuk mencari tahu dan menghindari faktor
pencetus timbulnya serangan asma anaknya, diberi penjelasan
bila asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol,
menganjurkan untuk segera membawa anak ke IGD bila terjadi
serangan asma tidak dapat diatasi.
Michael Anthonius Lim / 07120100075
21
BAB II
DISKUSI
Asma adalah suatu kondisi inflamasi kronik yang terjadi pada saluran nafas
paru-paru yang menagakibatkan obstruksi aliran udara secara episodik. Menurut
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, definisi asma adalah mengi berulang
dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik,
cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta
terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. Eksaserbasi
(serangan) asma adalah episode peburukan gejala-gejala asma secara progresif, seperti
sesak nafas, batuk, mengi, dada rasa tertekan, atau kombinasi gejala tersebut, dan
umumnya disertai distress pernafasan. Serangan asma bervariasi mulai ringan hingga
berat yang mengancam kehidupan, perburukan dapat terjadi dalam bebrapa menit, jam,
atau hari.
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7.2% (6% pada dewasa dan 10%
pada anak). Prevalensi asma pada anak lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan
(3:2 pada usia 6-11 tahun, 8:5 pada usia 12-17 tahun). Faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya asma antara lain jenis kelaimn, usia, riwayat atopi,
lingkungan, ras, asap rokok, polusi udara, dan infeksi respiratorik. Serangan biasa
timbul akibat pajanan faktor pencetus, seperti olahraga (exercise), alergen, infeksi,
perubahan suhu udara mendadak (cuaca dingin), refluks gastroesofageal (GER), dan
emosi tidak stabil (psikis).
Pada penderita asma terdapat hiperreaktivitas saluran respiratori. Banyak faktor
yang dapat mencetuskan sehingga terjadi eksaserbasi, termasuk stimulus yang
menyebabkan bronkokonstriksi (udara dingin, olahraga) dan stimulus yang
menyebabkan inflamasi saluran nafas (paparan alergen, polutan, infeksi). Faktor-faktor
pencetus tersebut merangsang pengeluaran IgE oleh sel plasma, yang kemudian
menempel pada reseptor dinding sel mast, sehingga mengalami degranulasi dan
megeluarkan mediator kimia seperti histamin, leukotrien, platelet activating factor
(PAF), bradikinin, dan prostaglandin. Mediator kimia inilah yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkial (bronkokonstriksi), peningkatan permeabilitas kapiler
Michael Anthonius Lim / 07120100075
22
(edema mukosa), dan peningkatan sekresi mukus (hipersekresi mukus). Hal-hal ini
menyebabkan obstruksi saluran respiratori yang mengakitabkan keterbatasan aliran
udara yang bersifat reversibel, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dan/atau penurunan compliance paru.
Klasifikasi asma tergantung dari derajat penyakit asma dan derajat serangan
asma. Derajat penyakit asma dibagi menjadi asma episodik jarang, asma episodik
sering, dan asma persisten. Derajat serangan asma oleh dibagi menjadi asma serangan
ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat.
Tabel 1. Pembagian derajat penyakit asma pada anak
Sumber: PNAA 2004
Michael Anthonius Lim / 07120100075
23
Tabel 2. Pembagian derajat serangan asma
Sumber: GINA 2006
Diagnosis asma dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini, pasien mengalami sesak terus-menerus bahkan
saat istirahat. Sesak semakin memberat hingga pasien terlihat pucat dan bibir biru
(pertanda sianosis), dan terlihat nafas cuping hidung. Pasen juga mengalami batuk dan
pilek. Tanda vital ditemukan laju nafas 52 x/menit, untuk anak berusia 3 tahun 8 bulan
tergolong takipnea. Thoraks terlihat bentuk dada cembung (pigeon chest), retraksi
interkostal, dan expiratory effort. Auskultasi kedua lapang paru terdengar ronki saat
inspirasi dan wheezing saat ekspirasi. Hal ini menunjukkan pasien memerlukan usaha
lebih untuk bernafas, terutama saat ekspirasi karena terdapat hambatan aliran udara
Michael Anthonius Lim / 07120100075
24
pada saluran respiratori. Pada asma yang sering terlihat adalah expiratory effort,
sedangkan pada bronkopneumonia yang mungkin ditemukan adalah inspiratory effort.
Dari tanda dan gejala ini, derajat serangan asma pasien termasuk asma serangan berat.
Dari anamnesis diketahui bila pasien sudah pernah didiagnosis asma sebelumnya, dan
frekuensi serangan asma ±3 kali dalam setahun, pasien tidak menggunakan obat apapun
untuk mengontrol asmanya, hanya bila terdapat serangan pasien biasa dibawa ke klinik
untuk diuap. Derajat penyakit asma yang diderita pasien tergolong asma episodik
jarang. Pasien juga dipikirkan memiliki alergi terhadap debu jalanan dan perubahan
suhu udara menjadi dingin yang dapat menjadi pencetus serangan asmanya. Ada
penderita TB di lingkungan, meskipun tidak kontak dengan pasien, sehingga juga
dipikirkan kemungkinan tuberkulosis paru.
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan peningkatan leukosit 20,46 x 103/µL,
eosinofil 0%, neutrophil segmen 85%, limfosit 7%, sehingga dicurigai terjadi infkesi
bakteri sehingga dipikirkan diagnosa banding bronkopneumonia. Pada kasus asma yang
dicetuskan alergi, biasa ditemukan eosinoflia. Peningkatan ESR 24 mmol/jam dan CRP-
Hs 36.05 mg/L menunjukkan adanya inflamasi. Hal ini dapat terjadi pada kasus asma
dimana terdapat inflamasi dan dapat dicetuskan oleh infeksi bakteri, meskipun paling
sering pencetusnya adalah alergi atau infeksi virus. ESR dapat digunakan sebagai salah
satu parameter reaksi alergi. Menurut penelitian, tidak ada korelasi antara peningkatan
ESR dengan reaksi positif dari debu rumahan. CRP-Hs adalah marker untuk inflamasi
sistemik yang secara tidak langsung dapat mencerminkan derajat keparahan inflamasi
saluran nafas pada asma bronkial dan berhubungan dengan inflamasi oleh alergi.
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi mengakibatkan hipoventilasi alveolar dan
peningkatan kerja nafas yang menyebabkan perubahan gas darah. Pada serangan asma,
awalnya (umumnya ringan-sedang) terjadi hipokapnia dan alkalosis respiratorik akibat
dari hiperventilasi untuk mengkompensasi hipoksia (PaCO2 menurun), selanjutnya
(pada obstruksi saluran nafas berat) terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi
alveolar, yang mengakibatkan hiperkapnia dan asidosis respiratorik (PaCO2 meningkat).
Keadaan hiperkapnia dapat menghambat pergerakan otot nafas dan usaha bernafas
(keracunan CO2) sehingga akhirnya timbul gagal nafas dan berujung pada kematian.
Analisa gas darah pada asma serangan akut umunya menunjukkan hipoksemia,
hipokapnia, dan alkalosis respiratorik. Namun, pada kasus asma serangan akut yang
Michael Anthonius Lim / 07120100075
25
berat dapat terjadi asidosis metabolik, dimana derajat hipoksemia dan obstruksi saluran
nafas (bronkospasme) lebih berat dibanding kasus tanpa asidosis metabolik. Hal ini
diperkirakan karena penumpukan asam laktat yang dihasilkan oleh otot nafas yang
mulai lelah, hipoksia jaringan, dan alkalosis intraselular. Pada kasus ini, terjadi
metabolik asidosis dengan pH 7.31 (asidosis), pO2 113 mmHg (tinggi), pCO2 42.4
mmHg (normal), HCO3 19.9 (rendah) mmol/L, total CO2 21.2 mmol/L, dan BE -5.2
mmol/L (rendah). Tingginya pO2 bisa disebabkan oleh karena pengambilan darah arteri
dilakukan setelah pemberian O2 dan nebulisasi pada pasien.
Pemeriksaan x-ray thoraks bukan pemeriksaan rutin asma yang dilakukan pada
anak belum sekolah. Pada kebanyakan pasien dengan asma tanpa komplikasi, gambaran
radiografi adalah normal. Pada pasien dengan asma yang lebih berat, berbagai derajat
hiperinflasi dicerminkan dengan pendataran hemidiafragma, peningkatan ruang udara
retrosternal, dan perbedaan minor relatif dari posisi diafragma antara inspirasi dan
ekspirasi. Gambaran lain pada asma bronkial termasuk peningkatan corakan
bronkovaskular perihilar sebagai akibat dari hipertensi pulmonal transien dan
penymbatan oleh mukus/slem dengan/tanpa atelektasis. Pada kasus ini, hasil X-ray
terdapat hiperinflasi dan iga mendatar yang mendukung diagnosis asma. Infiltrat pada
kedua perihiler menunjukkan adanya slem.
Bila didapatkan manifestasi gejala asma yang tidak khas, pemeriksaan fungsi
paru sangat bermanfaat, yakni dapat mengevaluasi volume paru, fungsi jalan nafas, dan
pertukaran gas. Pemeriksaan fungsi paru dapat dilakukan mula dari pengukuran
sederhana, yaitu peak expiratory flow rate (PEFR), pulse oxymetry, spirometri, sampai
pengukuran kompleks, yaitu muscle strength testing, volume paru absolut, serta
kapasitas difusi. Pada uji fungsi jalan nafas, dilakukan maneuver ekspirasi paksa secara
maksimal, yang dapat dilakukan pada anak di atas 6 tahun atau sudah kooperatif.
Pengukuran ini menilai forced expiratory volume in 1 second (FEV1) dan vital capacity
(VC) dengan alat spirometer serta pengukuran peak expiratory flow rate (PEFR) dengan
peak-flow meter. Pada PNAA 2004, untuk mendukung diagnosis asma dipakai batasan
sebagai berikut:
1. variabilitas PEF dan FEV1 ≥ 15%
2. kenaikan PEF dan FEV1 ≥ 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator
3. penurunan PEF dan FEV1 ≥ 20% setelah provokasi bronkus
Michael Anthonius Lim / 07120100075
26
Pengukuran variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama ≥2 minggu.
Pada anak yang belum kooperatif, seperti pada kasus ini, untuk menentukan derajat
serangan dapat dilakukan dengan pemberian terapi, lalu dilihat hasil atau perbaikan
serangan asma terhadap terapi tersebut, atau disebut sebagai tes trial/percobaan terapi.
Pada pasien dengan gejala asma tetapi fungsi parunya tampak normal, penilaian
respons saluran nafas terhadap uji provokasi bronkus dengan histamine, metakolin, atau
latihan/olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis asma. Tes ini memiliki
sensitivitas tinggi namun spesifisitas rendah terhadap asma. Penilaian petanda inflamasi
saluran nafas non invasif dapat dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum,
pengukuran kadar NO ekshalasi, yang biasa ditemukan meningkat pada penderita asma,
namun hal ini tidak spesifik untuk asma dan kurang membantu diagnosis. Penilaian
status alergi dengan uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik dalam serum kurang
membantu diagnosis asma, namun dapat membantu menentukan faktor resiko atau
pencetus asma, meskipun memiliki nilai negatif palsu yang tinggi. Pasien dianjurkan
untuk menjalani tes alergi untuk mencari tahu faktor pencetus asmanya, juga karena
kondisi keluarga pasien ada yang memiliki riwayat asma dan alergi.
Pasien asma dengan serangan yang datang ke IGD harus dinlai serangannya
menurut klasifikasi. Pemeriksaan uji paru merupakan bagian integral dalam penilaian
tatalaksana serangan asma, namun di Indonesia penggunaannya masih jarang.
Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian β2 agonis kerja cepat dengan
penambahan garam fisiologis secara nebulisasi, dapat diulang 2x dengan selang 20
menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan antikolinerik. Tatalaksana awal ini
sekaligus menentukan derahat serangan.
1. Serangan asma ringan
Bila dengan nebulisasi 1x respon baik (complete response) maka derajat
serangan ringan. Pasien diobservasi 1-2 jam, jika respon bertahan, pasien dapat
dipulangkan dengan dibekali β2 agonis (inhalasi atau oral) tiap 4-6 jam.
Dianjurkan kontrol dalam 24-28 jam untuk reevaluasi tatalaksana. Bila timbul
gejala selama observasi pasien diperlakukan sebagai serangan sedang.
2. Serangan asma sedang
Bila dengan nebulisasi 2x respon parsial (incomplete response) maka derajat
serangan sedang. Bila seerangan termasuk sedang, nebulisasi langsung β2
Michael Anthonius Lim / 07120100075
27
agonis + antikolinergik. Diberi oksigen 2-4 lpm sejak awal termasuk saat
nebulisasi. Pasien perlu diobservasi & ditangani di ruang rawat sehari (RRS).
Pasang jalur parenteral untuk persiapan keadaan darurat.
• Kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon 0.5-1 mg/kgBB/hari
selama 3-5 hari.
• Nebulisasi diteruskan bila perlu tiap 2 jam.
• Bila dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien dipulangkan dan
dibekali obat seperti serangan ringan.
• Bila dalam 12 jam respon tidak baik, pasien dialih rawat ke ruang rawat
inap dengan tatalaksana serangan asma berat.
3. Serangan asma berat
Bila dengan nebulisasi 3x tidak ada respon (poor response) maka derajat
serangan berat. Bila pasien datang jelas serangan berat, nebulisasi langsung β2
agonis + antikolinergik. Diberi oksigen 2-4 lpm. Pasien harus dirawat di ruang
rawat inap.
• Pasang jalur parenteral dan lakukan foto thoraks.
• Jika dehidrasi dan asidosis, atasi dengan pemberian cairan IV dan
koreksi asidosis.
• Kortikoteroid IV bolus 0.5-1 mg/kgBB/hari tiap 6-8 jam.
• Nebulisasi dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam; jika dengan 4-6x
pemberian mulai perbaikan klinis, jarak pemberian menjadi tiap 4-6 jam.
• Aminofilin IV dengan ketentuan:
o Dosisi inisial à Jika belum mendapat aminofilin: 6-8 mg/kgBB
dilarutkan dalam 20 ml dekstrosa atau garam fisiologis, diberikan
dalam 20-30 menit. Jika sudah mendapat aminofilin <4 jam
sebelumnya, diberikan ½ dosis inisial.
o Dosisi rumatan à Diberikan 4 jam kemudian: 0.5-1
mg/kgBB/jam.
o Kadar aminofilin dalam darah dipertahankan 10-20 µg/ml.
• Jika terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6 jam, sampai
dengan 24 jam. Steroid dan aminofilin ganti per oral.
• Jika dalam 24 jam pasien stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
Michael Anthonius Lim / 07120100075
28
dibekali β2 agonis (inhalasi atau oral) tiap 4-6 jam selama 24-48 jam.
Setelah itu steroid oral lanjut hingga pasien kontrol rawat jalan dalam
24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.
Alur Tata Laksana Serangan Asma pada Anak
DIRUJUK
Nilai Derajat Serangan (1) (sesuai tabel)
Tata laksana awal: * nebulisasi β-agonis 1- 3x, selang 20 menit(2) * nebulisasi ketiga + antikolinergik * jika serangan berat, nebulisasi 1x (+antikolinergik)
Serangan Ringan (nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang) x observasi 1-2 jam x jika efek bertahan, boleh
pulang x jika gejala timbul lagi
perlakukan sebagai serangan sedang
Serangan Sedang (nebulisasi 2-3x, respons parsial) x berikan oksigen(3) x nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruang rawat sehari
x pasang jalur parenteral
Serangan Berat (nebulisasi 3x, respons buruk) x sejak awal beri O2 saat/ di
luar nebulisasi x pasang jalur parenteral x nilai ulang gejala klinis, jika
sesuai dengan serangan berat, rawat di r. rawat inap
x foto rontgen thorax
Boleh Pulang x Bekali dengan obat β-agonis
(hirupan/oral) x Jika sudah ada obat
pengendali, teruskan x Jika infeksi virus sebagai
pencetus, dapat diberi steroid oral
x Dalam 24-48 jam, kontrol rawat jalan untuk evaluasi
Ruang Rawat Sehari x Oksigen teruskan x Berikan steroid oral x Nebulisasi tiap 2 jam x Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil, boleh pulang
x Jika dalam 12 jam klinis belum membaik, alih rawat ke R. Rawat Inap (dirujuk)
Ruang Rawat Inap x Oksigen diteruskan x Atasi dehidrasi dan asidosis
jika ada x Steroid IV tiap 6 – 8 jam x Nebulisasi tiap 1 – 2 jam x Aminofilin IV awal, lanjutkan
rumatan x Jika membaik dlm 4 – 6 x
nebulisasi, interval jadi 4 – 6 jam
x Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
x Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke R. Rawat Intensif
Catatan: 1. Jika menurut penilaian serangan berat, nebulisasi cukup 1x
langsung dengan β agonis + antikolinergik 2. Jika tidak tersedia, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin
subkutan 0,01ml/kgBB/kali, maks 0,3ml/kali 3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2 –
4L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi.
Gambar 4. Tatalaksana serangan asma pada anak
Michael Anthonius Lim / 07120100075
29
β2 agonis digunakan sebagai bronkodilator, yang merupakan terapi fundamental
dan obat pilihan pada serangan asma. Kombinasi β2 agonis dengan antikolinergik
menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik. Kortikosteroid digunakan untuk
mempercepat perbaikan serangan asma melalui efek anti inflamasi. Teofilin kerja cepat
memiliki efek bronkodilatasi yang setara dengan β2 agonis inhalasi. Obat lain yang juga
sering digunakan pada serangan asma antara lain magnesium sulfat, mukolitik, dan
antibiotik.
Pemberian obat asma dapat menggunakan berbagai cara. Nebuliser prinsipnya
adalah mengubah larutan menjadi aerosol, keuntungannya memerlukan koordinasi
pasien, namun pemakaiannya membutuhkan waktu lebih lama. Meterd dose inhaler
(MDI) adalah arat hirupan biasa, ada yang menggunakan alat peregang (spacer) dan ada
yang tidak, pemakaiannya lebih singkat/cepat. MDI tanpa spacer praktis dibawa,
namun memerlukan kordinasi penekanan canister dan isnpirasi. MDI dengan spacer
meningkatkan deposisi obat di paru sebanyak 20%, contoh: Aerochamber, Babyhaler.
Dry powder inhaler (DPI) adalah obat hirupan dalam bentuk bubuk kering, contoh:
Dishaler, Turbuhaler. Pada DPI tidak ada propelan (cairan pendorong, tidak
memerlukan koordinasi, tetapi memerlukan inspirasi yang kuat. Cara pemberian obat
asma harus disesuaikan usia anak.
• < 5 tahun : nebuliser, MDI dengan spacer
• 5-8 tahun : nebuliser, MDI dengan spacer, DPI
• >8 tahun : nebuliser, MDI dengan spacer, DPI, MDI tanpa spacer
Pemberian oksigen dapat memakai nasal kanul, masker, atau terkadang head box
(terutama bayi). Nasal kanul: FiO2 24-40% dengan aliran 1-6 lpm, nyaman dan
sederhana bagi pasien yang masih bernafas spontan menggunakan hidung. Simple
oxygen mask: FiO2 40-60% dengan aliran 5-8 lpm, prinsipnya menggunakan udara
ruangan. Rebreathing mask (RM): FiO2 40-70% dengan aliran 6-10 lpm, prinsipnya
pada kantong sebagian udara inspirasi tercampur dengan udara ekspirasi, digunakan
pada keadaan pCO2 rendah. Non-rebreathing mask (NRM): FiO2 60-80% dengan aliran
≥10 lpm, prinsipnya udara inspirasi tidak tercampur dengan udara ekspirasi karena ada
katup, digunakan pada keadaan pCO2 tinggi. Saturasi oksigen sebaiknya dipertahankan
sekitar 95% pada bayi dan anak kecil. Pada nebulisasi β2 agonis, oksigen sebaiknya
Michael Anthonius Lim / 07120100075
30
diberikan untuk mengatasi efek samping hipoksia.
Pada kasus ini pasien ditatalaksana sebagai asma serangan berat. Pasien segera
dinebulisasi combivent dan oksigen NRM 10 lpm. Combivent mengandung ipratropium
bromide (antikolinergik) dan salbutamol sulfat (β2 agonis kerja cepat). Nebulisasi
diberikan tiap 2 jam, jika terdapat perbaikan klinis interval menjadi tiap 6 jam.
Dipasang jalur parenteral dan diberikan cairan rumatan D5 ¼ NS 1300 ml/24 jam. Lalu
diberikan dexametason (kortikosteroid) IV bolus dan aminofilin (metilsantin) IV dosis
inisial, lalu dilanjutkan dosis rumatan 4 jam kemudian. Monitoring tanda-tanda vital,
saturasi O2, dan perbaikan tanda dan gejala. Pasien dirawat di ruang rawat inap, untuk
pemenuhan kebutuhan kalori diberikan diet makan lunak 1280 kal/hari. Observasi
keluhan pasien dirasakan membaik, setelah 3x uap merasa lebih lega, saturasi O2 stabil
baik, namun auskultasi masih terdengar wheezing. Hal ini makin memperkuat derajat
serangan asma berat. Perwatan hari ke 2: keluhan membaik, wheeezing masih (+),
terapi O2 menggunakan nasal kanul 2 lpm, nebulisasi combivent menjadi setiap 6 jam,
ditambahkan Lasal (salbutamol) syrup (PO), aminofilin dan kotrikosteroid diganti
pemberian per oral, ditetapkan sebagai asma persisten. Perawatan hari ke 3-4: keluhan
semakin membaik, wheezing masih (+), terapi oksigen dihentikan, terapi lain
dilanjutkan. Pada perawatan hari ke 5: sudah tidak sesak, wheezing masih (+) tetapi
minimal, tatalaksana cairan parenteral distop, hanya menggunakan stopper, terapi lain
dilanjutkan, pasien direncanakan rawat jalan besok. Perawatan hari ke 6: wheezing
masih (+) tetapi minimal, pasien berobat rawat jalan, dibekali obat pengontrol lasal
syrup dan salbutamol semprotan (inhalasi) menggunakan MDI dengan spacer,
direncanakan kontrol 2 hari lagi (19/01/15). Pada saat kontrol direncanakan untuk tes
mantoux.
Orang tua pasien diedukasi untuk mencari tahu faktor pencetus timbulnya
serangan asma anaknya, sehingga dapat menghindari pencetus tersebut. Mereka juga
dijelaskan bila asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Obat pengontrol
yang diberikan berupa obat lasal syrup dan salbutamol semprotan (inhalasi)
menggunakan MDI dengan spacer, agar anak mudah menghirup obat tersebut, dan lebih
praktis untuk dibawa. Orang tua dianjurkan untuk segera membawa anaknya ke IGD
bila serangan asma tidak dapat diatasi.
Michael Anthonius Lim / 07120100075
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Liu AH, Covar RA, Spahn JD, Leung DYM. Chidhood Asthma. Dalam: Kliegman
RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BMD, pengarang. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi 18. United States: Saunders; 2007.
2. Kartasasmita CB, Supriyatno B, Wahyudin B, Makmuri MS, Nataprawira HMD,
Rahajoe NN, Suardi AU, Sudarwati Sri, Rosmayudi O. Asma. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1
cetakan 3. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. KMK RI No. 1023, Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Jakarta: Menkes; 2008.
4. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit,
pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.
Jakarta:WHO; 2008.
5. Mountain RD, Heffner JE, Brackett NC, Sahn SA. Acid-Base Disturbances in Acute
Asthma. Chest. 1990.
6. Bohn D. Metabolic acidosis in severe asthma: Is it the disease or is it the doctor?.
Pediatric Critical Care Medicine. 2007.
7. Harsono A, Utomo MT. Erythrocyte Sedimentation Rate Determination in
Childhood Asthma. Folia Medica Indonesia. 2003.
8. Allam MH, Said AF, Omran AAES, El-Reheim DMA, Kasem AH. High sensitivity
C-reactive protein: Its correlation with sputum counts in bronchial asthma. Journal
of Respiratory Medicine. 2009.
9. Fujita M, Ueki S, Ito W, Chiba T, Takeda M, Saito N, Kayaba H, Chihara J. C-
reactive protein levels in the serum of asthmatic patients. Annals of Allergy,
Asthma, and Immunology. 2007.
10. Henderos CA, Jansosn S, Andersson H, Hedlin G. Chest X-ray investigation in
newly discovered asthma. Pediatric Allergy Immunology. 2004.
11. Said M, Daulay R, Naning R, Dadiyanto DW. Prosedur Tindakan Pada Penyakit
Respiratori. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi 1 cetakan 3. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2012.