LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT
Oleh:Resti Dwi Minarni (P17433109031)Restuti (P17433109032)Rike Afri Oktani (P17433109033)Rosita Oktaviani (P17433109034)Rofik Rizkiadi (P17433109035)
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SEMARANGPRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Suspectibility Test
B. Tujuan : Untuk menguji daya tahan vector terhadap disinfektan.
C. Metode : Dengan menggunakan standar WHO.
D. Tinjauan Teori :
Suceptibility test atau uji kerentanan adalah suatu test untuk mengetahui
tingkat kerentanan atau kekebalan serangga, terhadap suatu racun/insektisida. Uji
ini bertujuan untuk menyelidiki apakah ada kekebalan atau tidak, dan kalau ada,
kapan timbulnya. Oleh karena itu uji ini tidak cukup hanya dilakukan sekali saja,
melainkan berulang-ulang sejak sebelum ada penyemprotan sampai sesudahnya.
Uji ini untuk menyelidiki kekebalan fisiologis, bukan untuk mengetahui kekuatan
racun/insektisida. Jadi pada dasarnya, uji ini untuk mengetahui basic LD50
beserta perubahanperubahan yang terjadi. Perubahan LD50 ini bisa jadi tambah
besar, yang berarti nyamuknya tambah kebal; atau tetap, atau bahkan kadangkala
malah sebaliknya yakni LD50 bertambah kecil. Hal demikian terjadi karena
adanya index absorbsi yang berlainan, ada tidaknya jaringan tubuh yang dapat
menyimpan racun (misal: lemak), organ ekskresi yang berlainan, kemampuan
regenerasi dan detoksikasi yang dimiliki, dan karena perilaku yang
berubah/berbeda (misal: mampu menghindari racun).
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
Suspectibility test (Holding Tube)
Aspirator
Krurungan Nyamuk.
Termometer dan Hygrometer.
B. Bahan :
Nyamuk hidup.
Insektisida
C. Cara Kerja :
1 Nyamuk yang akan diuji harus dalam kondisi yang sama (Umur,
kesehatan, kondisi perut)
2 Disiapkan test kit dengan impregnated paper dari konsentrasi dari
konsentrasi insektisida yang berbeda-beda.
3 Uji kerentanan secara sederhana dilakukan dengan dua tahap yaitu Uji
pendahuluan dan uji lanjutan.
4 Uji Pendahuluan:
Siapkan 25 ekor nyamuk untuk tiap-tiap tabung pada masing-masing
perlakuan dan kelompok kontrol.
Tabung yang berisi racun disebut ”exposure tube” (tanda merah) dan
yang kelompok kontrol disebut ”control exposure tube” (tanda hijau).
Nyamuk dipindahkan dikurungan nyamuk kedalam masing-masing
holding tube dengan menggunakan aspirator.
Masing-masing nyamuk dimasukan/dikontakkan selama satu jam,
kedalam exposure tube yang sudah berisi impregnated paper dengan
tingkat konsentrasi insektisida tertentu.
Selama satu jam diamati dan dicatat ada tidaknya nyamuk yang mati.
5. Uji Lanjutan:
Kemudian nyamuk yang masih hidup dipindahkan kembali ke masing-
masing tabung holding tube, disini nyamuk perlu diberi makan air
gula.
Nyamuk disimpan selama 24 jam. Tempat penyimpanan hendaknya
kondisinya sesuai untuk hidup nyamuk dan lembab, gelap, suhu
maximum 300C, bebas dari serangga.
Setelah 24 jam diperiksa dan dicatat jumlah nyamuk yang mati,
temperatur udara dan kelembabannya.
6. Interpretasi Suspectibility Test. Bila kematian nyamuk :
98% - 100% Rentan Suspectible.
80% - 97% Meragukan.
< 80% Resisten (kebal)
BAB III
HASIL
Berdasarkan pengamatan selama satu jam dapat diketahui bahwa jumlah nyamuk
yang mati pada tabung exposure tube adalah 10 ekor dari total jumlah nyamuk yaitu
10ekor. Sehingga dapat diketahui nyamuk tersebut rentan terhadap disemprotkan
sebanyak tiga kali yaitu dengan jumlah kematian nyamuk adalah 100%. Sedangkan
prosentase kematian untuk tabung control exposure tube 0%.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa sample nyamuk yang kami teliti
bersifat rentan atau suseptibility terhadap insectisida dengan angka kematian 100%.
B.Saran
Dari praktikum ini kami dapat menyaerankan bahwa :
Nyamuk yang akan diuji harus dalam keadaan sama (umur, kesehatan dan kondisi
perut) dan satu spesies.
Dalam penyemprotan insectisida pada exposure tube jangan terlalu banyak dan
harus sesuai dosis agar tidak terjadi kesalahan hasil dalam uji kerentanan ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Bio Assay Jentik.
B. Tujuan : Untuk mengetahui daya bunuh insektisida terhadap larva.
C. Metode : Pengamatan langsung jumlah jentik yang mati pada container.
D. Tinjauan Teori :
Memasukkan jentik dari spesies tertentu yang berasal dari koloni
laboratorium, dalam jangka waktu tertentu kedalam sarang nyamuk atau container
yang telah diberi larvasida. Maksud dan tujuannya adalah mengadakan Penilaian
langsung dengan segera terhadap efek daya racun pada sarang nyamuk atau
container yang telah diberi racun jentik.
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
Container.
Silinder (P: 20cm, D: 10cm).
Pipet kecil untuk jentik.
Termometer air.
B. Bahan:
Jentik instar III/IV.
Pellete.
Air.
Larvasida.
C. Cara Kerja :
1 Masukan larvasida dengan dosis tertentu pada container/ sarang nyamuk.
Diamkan supaya larut sempurna.
2 Masukan silinder kedalam container dengan posisi 13-15cm terendam dan
sisanya dipermukaan.
3 Masukan sejumlah jentik kedalam silinder, amati terhadap akibat-akibat
yang ditimbulkan oleh larvasida selama 24 jam.
4 Catat dan hitung kematian jentik pada akhir pengamatan.
5 Sebaiknya dilakukan pengukuran temperatur air.
6 Interpretasi Data : Jika kematian kontrol adalah
< 5% = Baik.
5 – 20% = Pakai rumus abott.
> 20% = Gagal.
Rumus Abott = % Kematian perlakuan – Kematian control x 100%
100 – Kematian kontrol
BAB III
HASIL
Setelah pengamatan 24 jam pada container dapat diketahui jumlah larva yang mati pada
masing-masing cage adalah……..
● Tabel Hasil Pengamatan
No Cage
∑ Jentik Perlakuan
∑ Jentik Mati % Mati Keterangan
1 10 10 100% Baik2 7 7 100% Baik3 7 6 85,7% Baik4 7 7 100% Baik5 10 10 100% Baik6 15 12 80% Baik7 15 15 100% Baik8 10 10 100% Baik
Prosentase Kematian Rata-rata 97,7% Baik
Pengukuran dilakukan pada :
Kelembaban = 84%
Suhu Air = 24,5 0C
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa Insektisida (abate) yang kami gunakan pada
bio assay jentik adalah baik, kerena prosentase rata-rata kematian berkisar 95,7% pada
perlakuan. Sedangkan pada kontrol prosentase kehidupan adalah 100%, karena larva
masih hidup semua.
B. Saran
Dari praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa dalam pemberian Insektisida (abate)
dalam uji bio assay jentik harus sesuai dengan jumlah jentik yang akan digunakan
sebagai sampel, tidak boleh berbanding terbalik antara jumlah dosis insektisida dan
jumlah jentik yang akan diperiksa.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Bio Assay Kontak.
B. Tujuan : Untuk mengetahui daya bunuh insectisida terhadap nyamuk.
C. Metode : Pengamatan langsung jumlah nyamuk yang mati pada kerucut bio assay.
D. Tinjauan Teori :
Suatu uji untuk mengetahui kekuatan atau daya bunuh insektisida baik terhadap
nyamuk dewasa maupun jentik. Uji bio assay untuk nyamuk dewasa, salah satunya
adalah dengan Uji bio assay kontak (bio assay sentuhan) : untuk insektisida efek residu :
DDT, Malathion, fenitrothion
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
Aspirator
Kerucut Bio assay
Paper Cup
Timer
B. Bahan :
Nyamuk spesies tertentu.
Insektisida yang bersifat residual
Larutan gula + kapas
C. Cara Kerja :
1. Tempelkan bio assay cone pada permukaan dinding yang telah disemprot insectisida.
2. Masukkan nyamuk yang sehat kedalam bio assay cone sebanyak 5 ekor denagn
aspirator.
3. Biarkan kontak sampai periode tertentu (1 jam).
4. Pindahkan nyamuk yang masih hidup untuk masing- masing cone ke paper cup.
5. Simpan selama 24 jam dalam kotak nyamuk dan diberi makan larutan air gula.
6. setelah 24 jam penyimpanan., periksa dan hitung jumlah nyamuk yang mati.
7. catat kelembaban dan temperature ruangan selama perlakuan.
Interprestasi data : - insektisida masih dikatakan baik jika kematian 50 – 100%
- Kontrol di tempatkan pada permukaan tidak beracun
BAB III
HASIL
Setelah pengamatan 24 jam pada container dapat diketahui jumlah nyamuk yang mati
pada masing-masing cage adalah……..
● Tabel Hasil Pengamatan
No Cage
∑ Nyamuk Perlakuan
∑ Nyamuk Mati
% Mati Keterangan
1 5 10 100% Baik2 5 7 100% Baik3 5 6 100% Baik4 5 7 100% Baik5 5 10 100% Baik6 5 12 80% Baik7 5 15 100% Baik8 5 10 100% Baik
Prosentase Kematian Rata-rata 100% Baik
Pengukuran dilakukan pada :
− Kelembaban = 84%
− Temperatur = 28 0C
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa Insectisida (baygon) yang kami
gunakan pada bio assay kontak adalah baik, karena jumlah kematian adalah 100%.
Sedangkan pada kontrol, prosentase kematiannya adalah 0% karena nyamuk masih hidup
semua.
B. Saran
Dari praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa dalam pemberian Insektisida
(baygon) dalam uji bio assay kontak harus sesuai dengan jumlah nyamuk yang akan
digunakan sebagai sampel, tidak boleh berbanding terbalik antara jumlah dosis
insektisida dan jumlah nyamuk yang akan diperiksa.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Predasi (ikan pemangsa jemtik/larva)
B. Tujuan : Untuk mengetahui jenik ikan yang suka makan jentik.
C. Metode : Pengamatan langsung jumlah larva yang dimakan ikan pada container.
D. Landasan Teori :
Prinsip pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah harus
menerapkan bermacam-macam cara pengendalian, agar vektor senantisa berada dibawah
ambang yang membahayakan kesehatan. Disamping itu juga harus aman bagi mahluk
hidup dan lingkungan. Konsekwensi dari prinsip dimaksud perlu diterapkan metode yang
tepat, aman dan terarah. Salah satunya adalah dengan pengendalian secara biologi, yakni
dengan pemanfaatan predator. Kemampuan predator untuk memangsa vektor perlu untuk
diketahui secara pasti dan akurat, melalui uji predasi. Dengan demikian data yang
diperoleh dapat dipakai untuk memprediksi besarnya kontribusi predator tertentu dalam
hal pengendalian vektor. Predator yang dapat dipakai dalam pengendalian nyamuk,
terutama terhadap larva nyamuk, adalah dengan menggunakan berbagai ikan pemakan
larva. Ikan pemakan larva umumnya termasuk jenis Omnivora (pemakan semua) dan
Carnivora (pemakan daging), misalnya : ikan gendol, kepala timah, ghuppi, mujair, sepat,
dll. Kemampuan masing-masing ikan tersebut dalam memangsa larva nyamuk perlu
diketahui, yakni dengan uji predasi
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
− Container
− Pipet
− Becker glass
B. Bahan :
− Larva
− Ikan
− Air
C. Cara Kerja :
a) Siapkan container yang berisi air.
b) Masukan ikan dalam container.
c) Tiap container dengan ikan yang jenis lainnya, dan besarnya relative sama.
d) Masukan larva kedalamnya.
e) Setiap saat dilihat dan dihitung yang dimakan oleh ikan.
BAB III
HASIL
Dari praktikum ini kelompok kami menggunakan jenis ikan mas sebanyak 3 ekor
untuk predasi. Waktu yang dibutuhkan dalam praktikum ini 25 menit. Sehingga diketahui
bahwa jumlah larva yang dimakan ikan mas adalah 36 ekor untuk 3 ekor ikan mas = 12
larva.
Tabel hasil Pengamatan
No Jenis Ikan KelompokJumlah Jentik yang
Dimakan1 Ikan Cupang
142
2 Ikan Pedang 393 Ikan Gembung 01 Ikan Mas
2
442 Ikan Pedang 143 Ikan Gembung 04 Ikan Blendong 01 Ikan Gabus 3 181 Ikan Lemon 4 341 Ikan Sepat
528
2 Ikan Gabus (3) 25/3 =81 Ikan Cupang 6 401 Ikan Mas (3) 7 36/3 = 121 Ikan Cupang
80
2 Ikan Bawal 0
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
a) Dari Praktikum predasi ini bertujuan untuk mengetahui jenis ikan mas yang suka
memangsa jentik
b) Jenis ikan yang paling banyak memakan jemtik/ larva yaitu ikan mas sejumlah 44
dan ikan cupang 42.
c) Dari praktikum ini diketahui bahwa ikan yang tidak suka memakan larva yaitu
ikan gambung, ikan blendong dan ikan bawal.
B. Saran
Dari praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa ikan pemakan larva (predasi) perlu
kita pelihara dalam rangka pengendalian vektor khususnya larva nyamuk.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Penyisiran dan Identifikasi Tikus.
B. Tujuan : Untuk mengetahui jenis-jenis tikus dan jenis ektoparasit yang ada pada
tikus tersebut.
C. Metode : Identifikasi tikus dengan menggunakan kunci identifikasi dan
pengukuran langsung.
D. Landasan Teori :
Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataannya telah menjadi saingan
bagi manusia. Lebih dari itu insect dan rodent, dapat mempengaruhi bahkan mengganggu
kehidupan manusia dengan berbagai cara. Dalam hal jumlah kehidupan yang terlibat
dalam gangguan tersebut erat kaitannya dengan kejadian/ penularan penyakit. Hal
demikian dapat dilihat dari penularan penyakit pest yang melibatkan empat faktor
kehidupan, yakni manusia-pinjal- kuman dan tikus.
Beranjak dari pola tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan tikus menjadi
sangat relavan salah satunya adalah mengetahui jenis atau spesies tikus yang ada, melalui
identifikasi maupun deskripsi.
Untuk keperluan ini diperlukan kunci identifikasi tikus atau table diskripsi tikus,
yang memuat ciri- ciri morfoligi masing- masing jenis tikus. Ciri- ciri morfologi tikus
lazim dipakai untuk keperluan tersebut diantara adalah : berat badan (BB), panjang
kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telingga (E), tengkorak (SK), dan
susunan mamae (M. Disamping itu lazim pula untuk diketahui bentuk moncong, warna
bulu, macam bulu ekor, kulit ekor, gigi, dll.
Insect atau ektoparasit yang menginfestasi tikus penting untuk diketahui,
berkaitan dengan penentuan Jenis vector yang berperan dalam penularan penyakit yang
tergolong rat borne deseases.
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat
− Insectisida Aerosol.
− Cloroform.
− Umpan Tikus.
− Tikus Hidup.
B. Bahan
− Kunci Identifikasi tikus.
− Spuit (Suntikan).
− Perangkap tikus hidup (Cage Trap).
− Mistar 50 cm dan 30 cm.
− Timbangan .
− Kantong plastik volume 50 kg.
− Sisir tikus/ sikat sepatu.
C. Cara Kerja
1. Pre baiting
- Pasanglah berbagai makanan
ditempat- tempat yang akan dipasang perangkap tikus (sesuai dengan kaidah
sampling). Hindarkan kemungkinan termakan oleh binatang paraan)
- Biarkan selama sehari semalam, kemudian amati jenis makanan yang paling
banyak dimakan oleh tikus.
- Ulangi cara diatas hingga diperoleh data yang cukup menyakinkan.
- Interprestasi data diatas ialah : makanan yang paling banyak dimakan tikus,
berarti paling disukai.
2. Trapping
− Semua perangkap yang akan dipakai, dicuci terlebih dahulu dengan
memasukannya pada air panas untuk menghilangkan lemak / bau khas tikus,
gunakan perangkap tikus hidup.
− Pasanglah perangkap dibeberapa tempat (sesuai dengan kaidah sampling),
dengan menggunakan umpan berdasarkan data dari pre baiting, waktu
pemasangan dilakukan sore hari.
− Pada pagi hari berikutnya, semua perangkap diambil. Pisahkan antara perangkap
yang kosong dan perangkap yang ada tikusnya.
− Perangkap yang ada tikusnya dibawa ke laboratorium untuk di identifikasi
tikusnya dan ektoparasitnya.
3. Identifikasi.
BAB III
HASIL
Dari praktikum ini dapat diketahui hasil identifikasi tikus yang kami periksa adalah :
− Berat badan (BB) = 10 gram.
− Panjang kepala + badan = 3 cm + 7,5 cm = 10,5 cm = 105 mm.
− Panjang ekor = 11,5 cm = 115 mm.
− Panjang telapak kaki belakang = 2 cm = 20 mm.
− Panjang telinga = 0,9 cm = 9 mm.
− Jenis Kelamin = Betina.
− Bentuk hidung = Mancung.
− Rumus mamae = 2 + 2 = 8
− Panjang total = 22 cm = 220 mm.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa jenis tikus yang kami identifikasi
adalah Rattus exulans. Hal tersebut dapat diketahui dari morfologinya yaitu :
Tikus sedang, panjang total 180 mm.
Panjang kaki belakang = 20 mm.
Warna ekor bagian atas, bawah dan ujung sama.rumus mamae = 2 + 2= = 8.
Warna badan bagian bawah putih kelabu.
Ujung ekor tidak berambut, panjang 1 – 1,2 kali panjang badan.
B. Saran
Dari praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa kita perlu mengidentifikasi jenis-jenis
tikus yang ada sehingga kita dapat menemukan dan mengetahui cara pengendalian tikus
yang tepat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Uji daya larut insektisida (suspensibility test)
B. Tujuan : Untuk mengetahui daya larut suatu insektisida.
C. Metode : Pengamatan langsung endapan larutan yang terjadi.
D. Tinjauan Teori :
Insektisida formulasi padat sebagai tepung seperti WDP (Water Dispersible
Powder) atau WWP (water Wettable Powder) sebelum dikirim ke daerah-daerah
untuk penyemprotan perlu diuji daya larutnya terlebih dahulu. Insektisida yang
dibenarkan untuk digunakan penyemprotan adalah insektisida yang daya larutnya
masih baik, apabila disemprotkan dengan alat semprot yang telah ditentukan akan
memberikan bekas semprotan yang merata.
Uji daya larut insektisida dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara
kimia dan cara pengamatan endapan. Cara kimia hanya dapat dilakukan di
laboratorium dengan peralatan yang cukup. Sedangkan untuk praktek lapangan
cukup bila dilakukan dengan pengamatan endapan yang terjadi. Uji daya larut
cara endapan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara dikocok dan
dengan cara cara disemprotkan.
Uji Suspensi bertujuan untuk mengetahui mutu suspensi (tingkat daya
kelarutan pestisida) yang akan digunakan untuk menyemprot apakah masih layak
atau tidak. Prinsip uji suspensi ini adalah dengan cara pengendapan. Semakin
banyak endapan yang terjadi, berarti semakin kecil powder yang larut dalam air
menjadi suspensi. Dengan demikian mutu suspensi dan mutu powder pestisida
semakin jelek. Dalam uji suspensi pestisida dikenal ada dua macam cara, yakni
cara praktis yang biasanya dilakukan di gudang sesaat sebelum pestisida
dibagikan ke lapangan. Cara ini di sebut sebagai Visual Suspensibility Test. Cara
yang lain adalah dengan cara menyemprotkan. Cara ini biasa digunakan untuk
mengetahui keadaan pestisida seperti kondisi sesungguhnya dilapangan. ( Baca
Kimia : Masalah Larutan dan Pengendapan )
BAB II
PELAKSANAAN
Cara Dikocok
A. Alat :
Gelas ukur 100 ml berpenutup.
Beeker glass 100 ml.
Pengaduk.
B. Bahan :
Insektisida dalam bentuk tepung.
Air.
C. Cara Kerja :
1 Timbang insektisida sebanyak 3,3 gram.
2 Masukan kedalam beecker glass 100 ml ditambah air sebanyak 100 ml dan
diaduk sampai rata.
3 Masukan kedalam gelas ukur 100 ml berpenutup.
4 Kocoklah gelas takar tersebut 30 kali dengan membalikan gelas takar
tersebut sehingga dasar diatas dan dibawah bergantian. Jika dasar gelas
telah berasa dibawah lagi dihitung satu kali.
5 Kemudian gelas yang berisi larutan yang telah dikocok, dibiarkan selama
15 menit.
6 Kemudian endapan insektisida yang terjadi diamati. Bila endapan < 5 ml
menerangkan bahwa daya larut insektisida yang di uji masih baik.
Sebaliknya jika endapan > 5 ml dikatakan bahwa daya larut insektisida
tersebut sudah tidak baik dan tidak dibenarkan untuk disemprotkan. Makin
banyak endapan dalam wakti 15 menit berarti daya larut racun serangga
tersebut makin buruk.
Uji Daya Larut dengan Cara Disemprotkan.
A. Alat :
Gelas ukur 250 cc sebanyak 12 buah.
Spraycan.
Ember.
Pengaduk.
Saringan.
Timer.
B. Bahan :
Insektisida dalam bentuk tepung (dust)
Air.
C. Cara Kerja :
1 Masukan racun serangga ke ember dan tambahkan 3 liter air. Aduklah
dengan baik dan kemudian tambahkan air sehingga cukup untuk mengisi
tangki spraycan.
2 Masukan larutan tersebut kedalam tangki spraycan dengan melalui
saringan yang baik.
3 Pompa sampai mendapatkan tekanan 50 psi (3,49), kurang lebih 55 kali
memompa.
4 Kocoklah tangki sebanyak 20 kali, dengan cara membolak-balikan tangki.
5 Tempatkan tangki sedemikian rupa sehingga lubang dari ”supply tube”
berada pada tempat yang terendah, tangki miring dan dijaga supaya jangan
bergerak.
6 Mulai menyemprot dan nozzel dibiarkan terbuka.
7 Setelah 30 detik terbuka, mulailah ditampung kedalam gelas takar
sehingga isinya 250 ml. Selanjutnya dengan jarak 1 menit suspensi yang
keluar ditampung pada gelas takar lain sampai tangki menjadi kosong.
8 Setiap menit tangki dipompa lagi untuk mendapatkan tekanan semula.
9 Biarkan gelas takar yang berisi suspensi selama 24 jam, setelah itu periksa
jumlah cairan dan endapan yang ada.
Biasanya isi gelas takar tidak semuanya 250 ml, oleh karena itu perlu
dicatat isi dari masing-masing tabung dan isi endapan. Kemudian dihitung
masing-masing tinggi endapan jika 250 ml. Perhitungan ini disebut
”correct sediment” dengan rumus :
S = Keterangan:
o S = Isi endapan setelah diperhitungkan pada isi 250
ml.
o So = Isi endapan yang terdapat dalam tabung.
o Vo = Isi seluruh gelas takar.
10. Hitung rata-rata endapan pada 250 ml (correct sedimen) dengan rumus :
Š = ∑ Keterangan :
Š = Rata –rata endapan pada 250 ml.
S = Jumlah endapan pada 250 ml
N = Jumlah tabung gelas takar.
11. Hitung presentase penyimpangan S (correct sediment) dari endapan rata-
rata (S) dengan Rumus :
% Penyimpangan = ─ 100Š
Rata-rata endapan dibulatkan kepada angka yang terdekat.
12. Jika presenrtase penyimpangan dari rata-rata melebihi 33% pada tiga
tabung atau lebih, maka racun serangga tersebut sudah tidak baik daya
larutnya.
BAB II
HASIL
Pada praktikum ini kami memperoleh hasil endapan insektisida < 5 ml untuk uji
daya larut insekrtisida atau suspensibility test dengan cara dikocok. Sedangkan untuk uji
daya larut insektisida dengan cara disemprot diperoleh hasil seperti pada tabel :
NoVolume
EndapanVolume Tabung
Corrected Sediment % Penyimpangan
1 7 ml 243 ml 7,20 ml -4,26%2 15 ml 235 ml 15,96 ml 112,23%3 6 ml 244 ml 6,15 ml -18,22%4 5 ml 245 ml 5,10 ml -32,18%5 10 ml 240 ml 10,42 ml 38,56%6 12 ml 238 ml 12,61 ml 67,69%7 10 ml 240 ml 10,42 ml 38, 56%8 5 ml 245 ml 5,10 ml -32,18%9 3 ml 247 ml 3,03 ml -59,71%
10 5 ml 240 ml 5,10 ml -32,18%11 4 ml 246 ml 4,07 ml -45,88%
12 5 ml 245 ml 5,10 ml -32,18%Jumlah Corrected Sediment 90,26 ml
Perhitungan
Correct Sediment
1) S =
= = 7,20 ml
2) S = = 15,96 ml
3) S = = 6,15 ml
4) S = = 5,1 ml
5) S = = 10,42 ml
6) S = = 12,61 ml
7) S = = 10,42 ml
8) S = = 5,10 ml
9) S = = 3,03 ml
10) S = = 5,10 ml
11) S = = 4,07 ml
12) S = = 5,10 ml
Rata – rata endapan pada 250 ml
Š = ∑ = = 7,52 ml
% Penyimpangan
% Penyimpangan = ─ 100Š
1) = -4,26%
2) = 112,23%
3) = -18,22%
4) = -32,18%
5) = 38,56%
6) = 67,69%
7) = 38, 56%
8) = -32,18%
9) = -59,71%
10) = - 32,18%
11) = -45,88%
12) = -32,18%
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa :
1. Pada metode atau cara dikocok, Daya larut insektisida yang kami periksa masih
baik untuk digunakan. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil suspensibility test <
5ml.
2. Pada metode atau cara disemprot, Daya larut insektisida yang kami periksa sudah
tidak baik digunakan. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil presentase
penyimpangan dari rata-rata yang melebihi 33% ada empat tabung.
B. Saran
Pada praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa dalam uji daya larut insektisida
(suspensibility test) diperlukan ketelitian dan ketepatandalam menimbang insektisida
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Spraying.
B. Tujuan : Menempelkan pestida/racun pada permukaan dinding dengan dosis
tertentu secara merata.
C. Metode : Praktek langsung dengan menggunakan alat (spraycan).
D. Tinjauan Teori :
Penyemprotan rumah dengan efek residual (IRS) dilakukan dalam rangka
pemberantasan malaria. Hal tersebut dikarenakan Nyamuk Anopheles yang suka
menggigit manusia sering menempel pada dinding rumah. Penyemprotan (spraying) yang
dimaksud, bertujuan untuk membunuh nyamuk agar polpulasinya menurun, sehingga
tidak menggangu kesehatan manusia. Penyemprotan dalam rangka pengendalian nyamuk,
lazimnya digunakan tangki semprot (spraycan) dengan spesifikasi dan persyaratan
tertentu. Tangki semprot yang dipakai adalah Spraycan Hudson expert, dan beberapa hal
yang harus dipenuhi adalah antara lain
Konsentrasi larutan, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis akhir, berat
kemasan pestisida, penimbangan, pembungkusan, dan pembuatan larutan.
Nozzle yang dipakai adalah Nozletip HSS 8002, yang keluarannya berbentuk
pelat kipas (flat fan), dengan sudut pancar 800 dan debit keluaran 0.2 gallon (757
cc) per menit. lebar semprotan (swat) 75 Cm, lebar efektip 70 Cm.
Jarak nozle dengan dinding 46 Cm.
Tekanan dalam tangki 40 - 55 psi (3,8 kg/ cm2).
kecepatan menyemprot 19 M2 per menit, dan iramanya (langkah dan goyang)
yang benar. Untuk Malation, dosis 1gr/ m2 = = 19 gr = =
19 m2
Disamping hal tersebut diatas, perlu diperhatikan pula tentang waktu, cakupan dan
keteraturan dalam penyemprotan. (Lebih lanjut baca PSBP tentang pengendalian nyamuk
malaria, dan Fisika hydrostatik hususnya masalah tekanan).
Penyemprotan dengan type nozzel 8002 HSS
3 m
6,35 m
Syarat – syarat Penyemprotan
Menurut kerentuan WHO, syarat-syarat penyemprotan adalah sebagai berikut :
1 Rumah/ Bangunan yang disemprot adalah:
Rumah/ bangunan tempat tinggal yang pada malam hari digunakan untuk
tidur termasuk gubug/saung untuk menunggu sawah atau ladang.
Kandang hewan
Tempat-tempat umum yang digunakan pada malam hari.
2 Cakupan permukaan yang disemprotkan :
Bila dinding ≤ 3 meter, seluruh dinding dusemprot.
Bila dinding > 3 meter, maka yang disemprot hanya setinggi 3 meter saja.
Langit-langit yang tingginya ≤ 3 meter harus disemprot, sedangkan yang
> 3 meter tidak perlu disemprot.
2 3 4 5 6 7 8 91 : : : :-----70cm
------75cm
Pintu dan jendela yang membuka ke luar, maka kedua permukaan harus
disemprot,. Sedangkan pintu yang membuka keluar, maka hanya bagiabn
permukaan dalam saja yang disemprot.
Perabot rumah tangga seperti kursi, lemari, meja, tempat tidur dan
sebagainya disemprot bagian bawahnya.
Rumah panggung bila tingginya > 1 meter dari permukaan tanah dan ada
ruangan, bagian bawahnya harus disemprot.
Tritis atau bagian yang menonjol di luar rumah yang tingginya < 3 meter
haris disemprot.
Apabila pintu atau jendela yang terbuat dari kaca, maka tidak perlu
disemprot karena selain kotor, nyamuk juga tidak suka hinggap dikaca
yang licin.
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
Spraycan HUDSON dan kelengkapannya.
Nozzletip HSS 8002.
Gelas ukur.
stop watch.
Timbangan.
Ember saringan.
Pengaduk.
B. Bahan :
Pestisida bentuk WDP (Pemisalan sebagai malation).
Pelarut (air).
Kantong plastik.
Tali/karet gelang
C. Cara Kerja :
1) Isilah tangki spraycan dengan air sebanyak 8,5 liter.
2) Pompa sebanyak 55 kali (periksa manometer, teka nan = 55 psi).
3) Tempatkan ujung nozle pada mulut gelas kimia, kemudian semprotkan
selama 1 menit. Cairan yang tertampung diukur volumenya. Kerjakan
sebanyak 3 kali, kemudian pompa sebanyak 25 kali. Kerjakan dengan cara
yang sama sampai air dalam tangki habis. Volume cairan yang keluar pada
setiap menit, idealnya harus 0,8 gallon ( = 757 ml).
4) Tangki diisi kembali dengan air sebanyak 8,5 liter, lalu pompa sebanyak
55 kali.
5) Ujung nozle diarahkan tegak lurus bidang dinding dengan jarak 46 cm.
Posisi lubang nozle mendatar.
6) Semprotkan pada bidang dinding, kemudian ukurlah lebar semprotan
(swat) yang mengenai dinding tersebut. Lebar swat idealnya harus 75 Cm.
7) Interpretasi : Apabila volume keluaran per menit dan lebar swat tidak
sesuai, maka spraycan atau nozle tidak layak pakai.
8) Timbanglah pestisida untuk kemasan satu kali rumus : adonan (8,5 L),
dengan
= .....% = .....gr
Permukaan yang disemprotkan dalam satu menit adalah :
= ......m2
9) Masukan pestisida kedalam kantong plastik dan kemudian ikat dengan tali.
Kemasan tidak boleh menggelembung.
10) Masukan 1 liter air kedalam ember saringan. Dengan hati-hati masukan
pestisida separuh kema san. Tunggu sampai tenggelam (basah) kemudian
aduk hingga larut. Tambahkan air hingga 4 liter.
11) Masukan larutan tersebut kedalam spraycan.
12) Ulangi dengan cara yang sama terhadap sisa pestisida, dan kemudian
tambahkan air kedalam spraycan hingga 8,5 liter.
13) Setelah semua larutan (8,5 l) dimasukan spray can, spraycan ditutup,
kemudian pompa 55 kali (tekanan 55 psi / 3,8 kg/cm2).
14) Spraycan diangkat, nozle diarahkan pada bidang yang akan disemprot.
Semprotkan pada bidang seluas 19 M2 dalam waktu 1 menit. Jarak nozle
dengan bidang semprot 46 Cm. ( Untuk keperluan latihan, diperlukan bidang
semprot seluas 3 x 6,35 M yang dibagi menjadi 9 kolom, lihat gambar.
Perhatikan irama (langkah kaki dan goyang) menyemprot seperti yang
ditunjukkan oleh in struktur, agar diperoleh kecepatan dan jarak sesuai dengan
ketentuan.).
15) Pertahankan tekanan dalam tangki ( 55 psi) dengan cara : Setelah dipakai
menyemprot 3 menit, pompa 25 kali. Gunakan untuk menyemprot 3 menit,
kemudian pompa 25 kali lagi, terus semprotkan sampai habis.
16) Apabila telah selesai digunakan untuk menyem prot, spraycan dicuci dan
dibilas dengan mengisi air bersih, kemudian semprotkan sampai habis.
Gunakan juga bahan pembersih (sabun). Selanjutnya sparaycan dikeringkan
dan disimpan.
BAB III
HASIL
Untuk Malation, dosis 1gr/ m2 = = 19 gr = = 19 m2
Langkah pertama yaitu memasukan suspensi ke dalam spraycan, kemudian pompa
sebanyak 55 kali.
Disemprotkan selama 3 menit.
− Semprot permukaan diding seluas 3 x 19 m2 = 57 m2
− Cairan yang keluar = 3 x 757 cc = 2,271 liter
− Tekanan yang tersisa tinggal 30 PSI.
Pompa lagi sebanyak 25 kali.
Semprotkan lagi selama 3 menit.
− Semprot permukaan dinding seluas 3 x 19 m2 = 57 m2
− Cairan yang telah keluar 2(3 x 757) cc = 4,5 liter.
Pompa lagi sebanyak 25 kali.
Semprotkan terus menerus hingga cairan habis.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa :
Spraying adalah salah satu cara untuk memberantas nyamuk anopheles penyebab
penyakit malaria.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Pengendalian Rayap (Termit)
B. Tujuan : Untuk mengendalukan atau mengurangi jumlah populasi rayap yang
merugikan manusia.
C. Metode : Praktikum langsung dengan menggunakan alat (power sprayer).
D. Tinjauan Teori :
Rayap merupakan serangga kecil berwarna putih pemakan selulosa yang
sangat berbahaya bagi bangunan yang dibangun dengan bahan-bahan yang
mengandung selulosa seperti kayu dan produk turunan kayu. Rayap termasuk dalam
ordo isoptera yang mempunyai 7 famili termitidae. Rayap hidup berkoloni dan terdiri
dari tiga kasta yaitu kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif. Selain itu
menurut Nandika dan Tambunan et al, rayap mempunyai sifat antara lain:
a) Cryptobiotik, sifat rayap yang tidak tahan dengan cahaya.
b) Thropalasis, perilaku rayap yang saling menjilati dan bertukar makanan satu sama
lain.
c) Kanibalistik, perilaku rayap yang memakan individu lain yang sakit atau lemas.
d) Neurophagy, perilaku rayap yang memakan bangkai individu lain.
Faktor pendukung perkembangan Rayap
Menurut Nandika , beberapa faktor pendukung perkembangan rayap antara lain:
a. Tipe tanah
Berguna sebagai tempat hidup dan dapat mengisolasi rayap dari kelembaban dan
suhu yang sangat ekstrim.Rayap lebih menyukai tipe tanah yang banyak
mengandung liat.
b. Tipe vegetasi
Akar tanaman dimakan oleh rayap, akan tetapi tanaman tersebut tidak mati. Hal
tersebut menunjukan adanya interaksi yang baik antara rayap dan tanaman yang
sama-sama menggunakan tanah.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan rayap meliputi curah hujan
, suhu, kelembaban, ketersediaan makanan dan musuh alami. Faktor-faktor
tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Perubahan
lingkungan menyebabkan perubahan perkembangan , aktivitas dan perilaku rayap.
Serangan rayap dari waktu ke waktu diindikasikan tidak ada penurunan
yang signifikan, tetapi sebaliknya justru ada gejala peningkatan yang cukup
mengkhawatirkan bahayanya. Kondisi ini dapat dilihat dari semakin seringnya
didengar keluhan tentang serangan rayap, munculnya banyak promosi maupun
penawaran pengendalian serangan rayap dan banyaknya perusahaan Pest Control
Operator (PCO) serta semakin seringnya diadakan diskusi, seminar ataupun
pelatihan bagi upaya pengenalan kehidupan rayap beserta cara pengendaliannya.
Tanpa bermaksud mengecilkan arti perlindungan terhadap lingkungan hidup, segala
upaya pembasmian rayap sangat diharapkan oleh banyak pihak, terutama bagi
mereka yang pernah mengalami kerugian akibat serangan rayap. Bahkan lebih dari
itu sering muncul pemikiran seandainya di lingkungan sekitar kita bisa terbebaskan
dari kehidupan rayap, niscaya segala kerugian akibat serangan rayap dapat
dieliminasi, terlepas dari hal tersebut akan dapat menimbulkan masalah
pengurangan kesempatan kerja para PCO. Apalagi sekiranya pembasmian tersebut
dapat dilaksanakan dalam waktu secepatnya dan sangat jelas bukti keberhasilannya.
Dengan telah diterbitkannya SNI-03-2404- 1991, maka segala usaha ‘pembasmian’
rayap menjadi lebih terarah pada usaha ‘pengendalian’ rayap, baik pada perlakuan
pra konstruksi (pre-construction treatment) maupun perlakuan pasca konstruksi
(postconstruction treatment). Berikutnya untuk melindungi kayu elemen maupun
komponen bangunan telah diterbitkan pula SNI-03-2405-1991. Diharapkan
mencegah kerugian akibat serangan rayap tidak harus menimbulkan gangguan pada
lingkungan hidup, termasuk kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
musnahnya kehidupan rayap dari sekitar kita. Pada saat awal pembangunan gedung,
jarang sekali pihak-pihak yang terkait dengan proses pelaksanaan pembangunan
tersebut sadar, memahami atau waspada terhadap serangan rayap. Kalaupun ada
yang mengingatkan, tidak semua pihak dapat segera memahami atau mendukung,
apalagi bila dijelaskan segala proses pencegahan sebagai bagian dari pengendalian,
beserta nilai nominal pembiayaannya. Selama ini bahaya serangan rayap selalu
dihubungkan dengan kayu atau bahan sejenisnya yang mengandung selulosa dan
tidak diawetkan maupun yang bermutu rendah, sehingga bila diyakini konstruksi
bangunan gedung telah terbuat dari bahan bangunan non kayu, diantaranya beton,
baja dan tembok batu, maka dianggap telah terbebaskan dari serangan rayap. Fakta
di lapangan telah memberikan penjelasan yang sangat baik bagi kita semua, dimana
bangunan gedung yang lantai terbawahnya terbuat dari konstruksi beton bertulang,
berada pada ketinggian 1,5m di atas permukaan tanah tetap terserang rayap setelah
mencapai umur bangunan antara 15 – 20 tahun, dengan bentuk kerusakan yang
sangat fatal, yaitu memerlukan penggantian komponen bangunan yang terbuat dari
kayu, meskipun berada pada ketinggian > 7m. Perlu diketahui bahwa terdapat
ratusan jenis/species rayap di Indonesia (Nandika, D.2003. RAYAP biologi dan
pengendaliannya), beberapa diantaranya memang mempunyai kemampuan
menyerang sasarannya dengan sangat baik, meskipun sasaran tersebut berada jauh
di atas permukaan tanah. Rayap merupakan serangga penggangu yang dapat
merugikan, utamanya dalam bidang kontruksi. Dari sudut kesehatan lingkungan
memang tidak berkaitan secara nyata. Namun perlu diketahui, bahwa salah satu
bidang yang merupakan aspek perhatian kesehatan lingkungan adalah perumahan.
Dimana salah satu syarat perumahan sehat, adalah terpenuhinya persyaratan
konstruksi yang aman dan kuat.
Pengendalian rayap dalam bidang perumahan / gedung, bila ditilik dari
waktu pengendaliannya, dapat dibedakan menjadi sebelum dibangun (pra
konstruksi) dan sesudah dibangun (pasca konstruksi). Ada beberapa teknik
pengendalian rayap yang lazim dipakai yakni spraying (penyemprotan), soil
injecting (penyuntikan tanah), Brushing (pelaburan), cold bath /dipping
(perendaman) dan glue (lem).
Metode pra treatment (pra konstruksi) dapat dilakukan melalui dua cara
yaitu perlakuan khemis dan perlakuan khemis mekanis.
1 Perlakuan khemis diterapkan pada pondasi bangunan
yang tidak dilengkapi sloof beton bertulang. Dengan tahapan yaitu:
a. Setelah parit pondasi selesai digali, dasar parit disemprot larutan
termitisida dengan dosis 5 liter permeter panjang pondasi.
b. Setelah pondasi tersusun dan pergurugannya mencapai setengahnya,
dilakukan penyemprotan pada tanah urugan (back fill) dikedua sisi
pondasi. Jumlah larutan semprot pada masing- masing sisi sebesar 5 liter
larutan termitisida per 30 cm kedalaman pondasi dengan lebar 20 cm.
c. Setelah pergurugan tanah selesai, dilakuakan penyemprotan kedua sisi
pondasi dengan jumlah larutan semprot 5 liter per meter panjang pondasi.
d. Penyemprotan permukaan tanah yang akan tertutup lantai.
Penyemprotan ini merupakan tahap akhir yaitu setelah penyemprotan
disekitar pondasi selesai dilaksanakan. Dosis Penyemprotan permukaan
tanah yang akan tertutup lantai adalah 5 liter per meter persegi. Setelah
semua selesai, maka tanah disekitar pondasi serta dibawah lantai menjadi
beracun sehingga rayap tidak dapat menembusnya (termitisida berperan
sebagai rintangan khemis atau chemical barier).
2 Perlakuan khemis- mekanis diterapkan pada pondasi
bangunan yang dilengkapi dengan sloof beton bertulang. Dengan tahapan
pelaksanaannya :
a.Setelah parit pondasi diurug, kedua sisi diinjeksi larutan termitisida
dengan dosis 5 liter per meter panjang pondasi setiap sisinya dengan
kedalaman 30 cm.
b. Sloof dan dinding pondasi serta tempat- tempat retan rayap disemprot
larutan termitisida dengan dosis 4- 7,5 liter per meter persegi permukaan
tergantung kebutuhan.
c.Penyemprotan permukaan tanah yang akan tertutup lantai dilakukan
setelah penyemprotan sekeliling pondasi dan persiapan tanah untuk
pemasangan lantai sudah selesai dilaksanakan. Setelah semua proses
selesai, maka tanah disekitar pondasi serta dibawah lantai menjadi beracun
sehingga rayap tidak dapat menembusnya
Metode post treatment (pasca konstruksi) merupakan tindakan pengendalian
(tindakan kuartif) untuk menghilangkan atau melindungi bangunan yang terserang
rayap. Pemilihan tindakan pengendalian memerlukan pemahaman yang baik
terhadap karakteristik rayap yang menyerang bangunan, kondisi lingkungan
maupun kondisi bangunan yang terserang itu sendiri. Metode pre- treatment
meliputi :
1 Perlakuan pasca kontruksi
Perlakuan tanah dengan injeksi termitisida pada bangunan yang telah
terserang rayap merupakan tekmologi yang sering dipakai masa kini.
Termitisida digunakan untung mengisolasi bangunan dari koloni rayap
dibawah bangunan sehingga rayap yang telah menginfestasi bangunan akan
terputus dengan sarangnya. Perlakuan tanah pasca construksi dilakukan
dengan penyemprotan bertekanan tinggi (power sprayer) yang berfungsi
memasukan termisida kepermukaan tanah dibawah lantai bangunan
sehingga termisida dapat menyebar merata. Akan tetapi terlebih dahulu
sepanjang pondasi dibor dengan jarak 30-40cm sehingga terbentuk lubang
yang berhubungan dengan tanah tempat dimana penyemprotan dilakukan.
Hal tersebut juga bisa dilakukan untuk kayu yang masih bisa digunakan.
2 Penekanan popiulasi (pengumpanan)
Dalam metode pengumpanan, insektisida dikemas dalam bentuk yang
disenangi rayap. Prinsip teknologi ini adalah memanfaatkan sifat
tropalaksis, dimana racun yang disebar kedalam koloni oleh rayap pekerja.
Maka dari itu racun yang digunakan harus bersifat lambat. Keberhasilan
penggunaan umpan tergantung pada tingkah laku dari aktivitas jelajah
rayap, jenis umpan yang digunakan daya tarik umpan serta penempatan
umpan. Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan teknik
lain, diantaranya lebih ramah lingkungan karena bahan kimia yang
digunakan tidak mencemari tanah, memiliki sasaran yang spesifik, mudah
dalam penggunaannya dan mempunyai kemampuan mengeliminasi atau
membunuh koloni secara total.
3 Pengendalian hayati
Pengendalian hayati cukup potensial untuk menekan populasi rayap. Salah
satunya dengan mengembangkan potensi nemathoda sebagai agen hayati.
Contoh Gambar Spayer beserta bagian-bagian nya.
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
Sprayer / spraycan.
Power sprayer.
Soil injector.
Bor listrik.
Kuas / roll paint.
Ember.
Gelas penakar.
Cetok
B. Bahan :
Termitisida.
Pelarut / air.
Semen warna
C. Cara Kerja :
Pra konstruksi
1 Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan
dengan jumlah sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec,
pengenceranya adalah 12,5 ml /liter air.
2 Larutan dimasukkan ke spraycan atau ember power sprayer.
3 Pompa atau hidupkan mesin power sprayer.
4 Semprot semua permukaan lubang galian pondasi, permukaan
pondasi, tanah urugan pondasi, permukaan tanah bawah lantai.
5 Buatlah parit sepanjang pondasi bagian luar gedung dengan
lebar dan kedalaman 30 Cm. Jarak parit dengan pondasi tidak lebih dari 2
m. Kemudian seluruh permukaan parit disemprot. Selanjutnya ditutup
dengan tanah yang sudah disemprot juga.
Pasca Konstruksi
1 Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai aturan
dengan jumlah sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet 380ec,
pengenceranya adalah 12,5 ml /liter air.
2 Larutan dimasukkan ke spraycan atau ember power sprayer.
3 Pompa atau hidupkan mesin power sprayer.
4 Buatlah lubang (di bor) dengan diameter 15 mm sepanjang sisi
pondasi bangunan. Jarak lubang dengan dinding / pondasi 15-30 Cm.
Kedalaman lubang 50 –60 Cm dengan interval lubang 30 Cm.
5 Untuk bagian teras / luar bangunan, buatlah parit sepanjang
pondasi dengan lebar dan kedalaman 30 Cm. Jarak parit dengan pondasi
30 Cm. Pada dasar parit dibuat lubang (di bor) dengan kedalaman seperti
diatas.
6 Lakukan penyuntikan pada masing masing lubang tersebut
dengan larutan pestisida sebanyak 2 liter, menggunakan soil injector.
Tutuplah lubang dimaksud dengan adukan semen yang warnanya telah
disesuaikan.
7 Lakukan penyemprotan pada seluruh permukaan dinding parit,
kemudian diurug dengan tanah yang sudah disemprot.
8 Pelaburan : Buat larutan termitisida dengan konsentrasi sesuai
aturan dengan jumlah sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan dragnet
380ec, pengenceranya adalah 12,5 ml /liter solar (air, minyak tanah).
9 Lakukan pelaburan menggunakan kuas cat ke seluruh
permukaan kayu / bahan yang akan di awetkan / di anti rayap. Sebaiknya
bukan kayu yang masih mentah (belum diolah).
10 Perendaman: Buat larutan termitisida dengan konsentrasi
sesuai aturan dengan jumlah sesuai perhitungan. Misal : bila digunakan
dragnet 380ec, pengenceranya adalah 12,5 ml /liter air.
BAB III
HASIL
Pada praktikim ini kami melakukan pengendalian rayap pada pasca konstruksi.
Kami melakukan pengeboran pada lantai dengan kedalaman 50-60 cm, diameter 15 mm,
dan jarak/ interval antara lubang yang satu dengan lainnya yaitu 30-40 cm. Kemudian
kami masukan cairan termisida kedalam lubang tersebut dengan menggunakan power
sprayer. Setelah itu lubang tersebut ditutup kembali dengan menggunakan semen.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapatmenyimpulkan bahwa, ketika membangun gedung
atau rumah perlu dilakukan pengendalian rayap agar bangunan tersebut bisa bertahan
lama dan tidak rusak akibat rayap. Baik melalui pengedalian rayap saat pra konstruksi
maupun saat pasca konstruksi.
B. Saran
Dari praktikum ini kami dapat memberi saran agar pengendalian rayap lebih baik
dilakukan saat pra konstruksi atau saat membuat sebuah bangunan karena hal tersebut
lebih efektif dan tidak akan merusak bangunan akibat injeksi dari power spraying.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Fogging
B. Tujuan : Untuk membunuh nyamuk Aedes sp sebagai vector pentyakit DHF
sehingga dapat menurunkan jumlah populasi nyamuk maupun penularan DHF.
C. Metode : Praktikum langsung dengan menggunakan alat (fogg mechine).
D. Tinjauan Teori :
Pengasapan atau fogging yang dimaksud, bertujuan untuk Menyebarkan
pestisida ke udara/lingkungan melalui asap, yang diharapkan dapat membunuh
nyamuk dewasa (yang infektif), sehingga rantai penularan DHF bisa diputuskan
dan populasinya secara keseluruhan akan menurun. Pengasapan dalam rangka
pengendalian nyamuk vektor DHF, lazimnya digunakan fog machine atau fog
generator dengan spesifikasi dan persyaratan tertentu. Ada dua jenis fog
generator, yakni sistem panas (misalnya Pulsfog, swingfog) dan sistem dingin
( yaitu : ULV ground sprayer). Untuk memperoleh hasil yang optimum, beberapa
hal yang perlu diperhatikan sbb. :
Konsentrasi larutan/solusi, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis
akhir (misal : konsentari solusi untuk Mala thion = 4-5% dan dosis = 438
gr/ha) dan cara pembuatan larutan.
Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan
dan debit keluaran yang diinginkan.
Jarak moncong mesin dengan obyek/target (max. 100 m, efektif 50 m).
kecepatan dan posisi berjalan ketika mem-fog. Untuk swingfog ñ 2-3
menit setiap 500 mý atau 2-3 menit untuk satu rumah berikut halamannya,
sedangkan untuk ulv 6-8 km/jam.
waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktifitas puncak dari vektor
yang bersangkutan. Biasanya untuk AE jam 09.00 sampai 11.00
ulangan (cycle), biasanya dengan interval seminggu.
tenaga/operator, untuk sitem panas 2 orang per mesin. untuk sistem dingin
3 orang per mesin
Contoh Gambar Mesin Fogging
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat :
Fog mechine / Fog generator dan kelengkapannya.
jerican plastik vol 20 liter.
jerican plastik vol 5 liter.
alat penakar satu liter.
ember plastik.
corong bersaring.
alat pelindung diri.
alat tulis.
B. Bahan :
Pestisida cair (Malathion 96 %).
Bahan pelarut (solar).
Bahan bakar (bensin).
Batu bateray (4 buah).
serbet/tissue.
C. Cara Kerja :
1 Tangki bahan bakar diisi dengan bensin sebanyak demikian
juga tangki solusi diisi dengan solar yang telah diberi pewarna dengan
volume tertentu.
2 Pasang nozle sesuai nomor/seri yang telah diten tukan.
Demikian juga bateraynya.
3 Tempatkan fog machine pada lokasi yang telah ditentukan
(sedapat mungkin hindarkan dari pengaruh angin.
4 Hidupkan mesin dan buka kran solusi. Catat waktu mulai
mesin hidup dan waktu membuka kran solusi. Biarkan mesin hidup dan kran
solusi membuka selama 30 menit.
5 Jika menggunakan mesin Puls Fog Buka kran bensin
secukupnya, kemudian tekan bulb (dipompa) beberapa kali hingga mesin
hidup.
6 Jika menggunakan mesin Swing Fog SN11 Tutup kran bensin
dan pompa 5 kali. Kran bensin dibuka, kemudian tekan tombol starter
bersama-sama dengan dipompa beberapa kali hingga mesin hidup.Atur kran
bensin dan katup udara hingga bunyi mesin terdengar normal dan stabil.
Angkat (gendong) fog machine, Arahkan moncong mesin ketempat-tempat
yang akan di fog, dan moncong mesin dengan lantai diusahakan memben
tuk sudut lancip. Kemudian kran larutan dibuka, asap akan menyembur
keluar dari moncong mesin.
7 Jika target sudah selesai, kran larutan ditutup kembali, hingga
asap tidak lagi menyembur keluar dari moncong mesin. Matikan mesin
dengan cara menutup kran bahan bakar.
BAB III
HASIL
Pada praktikum ini kami melakukan fogging di rumah sampah. Kami melakukan
praktikum tersebut secara bergantian. Langkah pertama dalam praktikum ini yaitu
mengisi bahan bakar mesin dengan solar, kemudian kami pasang nozzel dan kami
hidupkan mesin fogg dan buka kran solusi. Arahkan mesin ke tempat yang akan di
fogging dan berlawanan dengan arah angin. Kami melakukan praktikum tersebut selama
± 30 menit.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat dapat menyimpulkan bahwa :
1. Fogging merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam
memberantas nyamuk Aedes yang menyebabkan penyakit DHF.
2. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap fogging : Insektisida yang
digunakan, mesin fogg yang digunakan, luas tempat yang akan di fogging,
arah mata angin dan pengetahuan petugas atau pelaksana fogging.
Saran
Pada praktikum ini kami dapat menyarankan agar dalam melakukan fogging perlu
memperhatikan faktor-faktor yang dapat berpengaruh, sehingga bisa mendapatkan
hasil yang optimum dalam fogging.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Pengukuran Kepadatan Lalat dan Kecoa
B. Tujuan : Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat dan kecoa di suatu daerah.
C. Metode : Pengukuran langsung dengan menggunakan alat (Flygrill dan Kuadran).
D. Tinjauan Teori :
Kepadatan lalat disuatu tempat perlu diketahui untuk menentukan apakah daerah
tersebut potensial untuk terjadinya fly borne diseases atau tidak. metode pengukuran
kepadatan lalat yang populer dan sederhana adalah dengan menggunakan alat flygrill.
Prinsip kerja dari alat ini didasarkan pada sifat lalat yang menyukai hinggap pada
permukaan benda yang bersudut tajam vertikal. Lokasi yang perlu dilakukan pengukuran
kepadatan lalat, utamanya adalah perumahan, rumah makan dan tempat pembuangan
sampah. ......... Keuntungan penggunaan flygrill diantaranya adalah mudah, cepat dan
murah. Dengan demikian dapat dengan cepat menentukan kriteria suatu daerah potensial
atau tidak. Adapun kriteria tersebut adalah ...... Kendati demikian, flygrill mempunyai
beberapa kelemahan. Utamanya adalah bahwa flygrill sangat tidak cocok untuk
menghitung kepadatan lalat, dimana populasinya sangat banyak atau sangat sedikit.
Dalam kondisi seperti itu, penghitungan kepadatan lalat dengan flygrill, hasilnya tidak
dapat mewakili keadaan yang sesungguhnya.
BAB II
PELAKSANAAN
Kepadatan Lalat
A. Alat :
Fly grill
Counter.
Stopwatch.
B. Bahan :
Tempat yang akan diukur kepadatan lalatnya (Kantin Bu Lala)
C. Cara Kerja :
1 Menentukan tempat yang akan diukur kepadatan lalatnya.
2 Meletakan fly grill pada tempat tersebut.
3 Mengamati dan menghitung jumlah lalat yang hinggap pada flygrill ± 3
sekon.
4 Mengulangi kegiatan diatas sebanyak 10 kali.
5 Menghitung kepadatan lalat dengan rumus :
KP = Jumlah lalat hinggap pada 5 titik pengukuran tertinggi
5
=............
Kepadatan Kecoa
A. Alat :
Kuadran
B. Bahan :
Tempat yang akan diukur kepadatan kecoa nya
C. Cara Kerja :
1 Tentukan tempat yang akan diukur.
2 Meletakan kuadran yang mungkin dilewati kecoa.
3 Mengamati dan menghitung jumlah kecaoa yang
melewati kuadran.
4 Pengamatan selama 12 jam.
BAB III
HASIL
Pada pengukuran lalat dengan menggunakan fly grill diperoleh hasil sebagai
berikut :
No30 Sekon
Ke-Jumlah Lalat yang
Hinggap1 1 5 2 2 3 3 3 1 4 4 2 5 5 4 6 6 8 7 7 0 8 8 7 9 9 4 10 10 2
Jumlah 36KP = Jumlah lalat hinggap pada 5 titik pengukuran tertinggi
5
=............
=
=
= 5,4
Pada pengukuran kepadatan kecoa dengan menggunakan kuadran diperoleh hasil
sebagai berikut :
Setelah pengamatan selama 12 jam pada kuadran yang diletakan di dapur dan
ruang makan diketahui bahwa jumlah kecoa = 0.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa :
1. Untuk Kepadatan lalat di kantin bu lala adalah sedang. Hal tersebut dapat
diketahui dari tingkat kepadatan lalat di kantin tersebut berkisar 5
. Maka dari itu perlu adanya upaya pengendalian lalat di
kantin tersebut.
2. Untuk kepadatan kecoa dirumah X adalah rendah. Hal tersebut dapat
diketahui dari tidak ditemukannya kecoa di rumah tersebut dan tingkat
kepadatan kecoanya adalah 0. Maka tidak perlu adanya upaya
pengendalian kecoa di rumah tersebut.
Saran
Dari praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa perlu adanya sanitasi
lingkungan yang baik agar tingkat kepadatan lalat dan kecoa rendah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Acara : Fumigasi.
B. Metode : Praktikum langsung dengan menggunakan alat dan bahan tersedia.
C. Tujuan : Untuk PENGENDALIAN HAMA (RAYAP,KUTU BUKU, TIKUS,
KECOA, KUMBANG, NGENGAT,dll)
D. Tinjauan Teori :
Fumigasi adalah suatu kegiatan memasukan atau melepaskan pestisida (fumigant) kedalam rauangan kedap udara dalam selang waktu tertentu. Fumigan Adalah suatu jenis pestisida (obat pembasmi hama) yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dan dalam konsentrasi serta waktu tertentu dapat membunuh hama (organisme pengganggu).
FUMIGASI STANDARD
1) Penerbitan Fumigation Certificate bernomor registrasi AFASID yang merupakan registrasi resmi pemerintah dan diakui sah secara internasional.
2) Sertifikat fumigasi wajib ditanda tangani oleh tenaga teknis kompetensi fumigasi (authorized competence) beregister internasional;
3) Ketentuan dan tatacara pelaksanaan fumigasi standar pemerintah dan standar internasional yang berlaku,
a. Fumigasi wajib dilaksanakan oleh perusahaan fumigasi yang telah terdaftar dalam Program Pemerintah cq. Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian (mempunyai nomor registrasi resmi pemerintah)
b. Container atau komoditi yang akan di fumigasi harus bersih, bebas dari kontaminasi hama dan organisme pengganggu lainnya, tanah atau lumpur serta kotoran lainnya.
c. fumigasi yang menggunakan container, maka container wajib diturunkan dari sasis kendaraan, karena fumigasi harus menggunakan cungkup atau coversheet, serta peralatan standar yang berlaku lainnya, khusus container untuk ekspor, maka fumigasi wajib dilakukan di depo fumigasi yang telah memperoleh rekomendasi dari Badan Karantina pertanian
d. Beberapa syarat depo fumigasi yang wajib mendapat rekomendasi dari pemerintah adalah : lantai kedap dan rata, aman dari lalu lintas orang, terhindar dari kemungkinan reinvestasi hama/penyakit/organisme pengganggu lainnya.
e. Fumigant (obat /pestisida) yang dipakai adalah Methyl Bromide (Ch3Br) dengan dosis yang umum dipakai adalah 48 gram/m3/24 jam. Apabila terjadi penambahan atau pengurangan dosis, dikenakan biaya sesuai tambahan/pengurangan jumlah obat yang dipakai.
f. proses fumigasi efektif memerlukan waktu paling sedikit 1 x 24 jam.g. Kualitas hasil terjamin, mengurangi tingkat resiko re-fumigasi (atau claim)
dari negara tujuan.
h. Pemberitahuan atau order fumigasi agar disampaikan paling lambat 24 jam sebelum clossing kapal.
i. fumigasi dapat dilakukan untuk keperluan lainnya seperti kemasan kayu atau komoditas. Untuk komoditas dalam gudang, fumigasi juga wajib menggunakan cungkup atau coversheet.
j. Tempat penumpukan atau depo fumigasi, lokasi pabrik/gudang, atau dermaga pemuatan, harus bersih dan bebas dari berbagai hama dan organisme pengganggu lainnya, khusus untuk fumigasi diluar container (seperti di gudang), maka wajib dilakukan ditempat/lokasi yang terhindar dari panas dan hujan, kondisi bersih, dan jauh dari lalu lintas orang.
k. Container atau komoditi yang telah selesai di fumigasi, harus diletakan terpisah dari container atau komoditi lain yang belum di fumigasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi kembali selama di tempat penumpukan/penyimpanan.
l. Komoditi yang telah selesai di fumigasi, disarankan tidak berada terlalu lama dalam tempat penyimpanan, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi kembali. Dalam hal ini apabila penyimpanan melewati batas resistensi fumigant (21 hari), maka harus dilakukan refumigasi.
m. Dosis fumigasi bervariasi tergantung jenis komoditi yang di fumigasi atau atas persyaratan negara tujuan.
4) Tarif / biaya fumigasi terbagi dalam beberapa kategori, disesuaikan dengan tatacara dan lokasi fumigasi yang akan dilakukan. Beberapa kategori dan kriteria untuk menetapkan tarif tersebut adalah:
● Fumigasi dalam container yang dilakukan di depo container yang telah ditetapkan. Posisi container diletakkan diatas lantai yang kedap (diturunkan dari sasis kendaraan). Untuk jenis fumigasi ini, pengenaan tarif fumigasi sudah termasuk:
a). Biaya sewa depo container.b). Lift on/off selama di depo container.c). Biaya trucking dari depo container sampai CY.● Fumigasi LCL atau fumigasi yang dilaksanakan diluar container
(sebelum stuffing). Untuk fumigasi jenis ini, dapat dilakukan di pabrik atau lokasi lain yang disepakati bersama. Tarif biaya fumigasi dihitung berdasarkan volume komoditi yang di fumigasi.
Untuk melengkapi kegiatan fumigasi, diperlukan peralatan yang memadai. Peralatan tersebut antara lain adalah :1 Interferometer (Alat Pengukur Konsentrasi Gas)2 Gas Leak Detector (Alat Pendeteksi Kebocoran Gas)3 Coversheet (Penutup Container)4 Masker Full Face
5 Canister6 Topi Keselamatan / Helm7 Safety Shoes8 Gas Methyl Bromide, 9 Timbangan10 Tangga Lipat
11 Hazard Tape / Police Line12 Tanda Awas Bahaya Racun / Sticker Danger13 Pemanas / Evaporizer14 Selang Monitor15 Sarung Tangan Katun16 Kunci Inggris17 Nozzles18 Meteran19 Termometer (Alat pengukur Suhu)20 Selang Gas Fumigan21 Seal Tape22 Tali / Tambang23 Kain pel24 Kipas Angin25 Sand Snake26 Alat Bantu Penempatan Selang27 Tiang Police Line28 Belalai29 Klem30 Lakban Putih31 Lakban Hitam32 Kabel Rol33 Troli34 Tangga Lipat35 Obeng36 Blower37 Tube Detector
● Dosis Fumigasia. HCN 2 gr/m3 2 jam.b. SO2 50 gr/ m3 6 jam.c. CH3Br6 gr/ m3 4 – 6 jam.
BAB II
PELAKSANAAN
A. Alat Tin opener / Can opener Ember / wadah - Gelas penakar. Pot belerang - Alat komunikasi Senter - APD (masker, sarung tangan, dll)
B. Bahan Fumigan (HCN, Methyl bromide, Phosphin, belerang, dll). Kapas - Spiritus - Korek api - Koran bekas / kertas penutup. Plester / selotype - Kapur atau vaselin.
C. Cara Kerja :1. Buka semua pintu / lubang yang ada dalam ruangan Catat (ingat-ingat) dan
tentukan jalur-jalan kerja2. Lapisi benda-benda logam dengan vaselin / kapur (bila fumigasi dengan
belerang).3. Tentukan titik perletakan fumigan sesuai dengan jumlah yang telah
diperhitungkan.4. Tutup semua lubang yang berhubungan dengan udara luar.5. Letakan wadah / pot belerang pada titik/tempat yang telah ditentukan.6. Masukan belerang yang telah dipecah dengan ukuran ± 2 Cm3, pada pot
belerang bagian atas atau tengah. Pot bagian bawah atau pinggir diisi air. - Siramlah belerang dengan spirtus, dan kemudian aduk hingga merata. Pasang sumbu dari kapas.
7. Segera pakai APD, khususnya masker dan pasang canister yang sesuai. - Nyalakan sumbu kapas menggunakan korek api.
8. Bila menggunakan methyl bromid, tuangkan pada wadah yang telah dipersiapkan sesuai jumlah dan tempat yang ditentukan
9. Bila menggunakan HCN, segera buka kaleng HCN menggunakan tin / can opener dan tebarkan sesuai jumlah dan tempat yang telah ditentukan.
10. Diamkan selama waktu kontak (sesuai jenis dan dosis fumigan).11. Buka semua tutup lubang yang berhubungan dengan udara luar. Hidupkan
mesin blower. Perhatikan arah angin.
BAB IIIHASIL
Pada praktikum fumigasi ini, diperoleh hasil sebagai berikut :
Dosis yang digunakan untuk fumigasi adalah 50 gr/m3 untuk belerang dan 2
gr/m3.
Jumlah pot yang digunakan adalah 2 buah, yaitu pot bertingkat dan kaleng.
Jumlah fumigan dua buah yaitu belerang dan HCN.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari praktikum ini kami dapat menyimpulkan bahwa :
Fumigasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengendalikan
vektor dan binatang pengganggu.
B. Saran
Pada praktikum ini kami dapat menyarankan bahwa ketika melakukan fumigasi
harus memakai alat pelindung diri agar tidak terjadi keracunan. Serta ketika
melakukan fumigasi pada suatu ruangan, pastikan ruangan tersebut telah tertutup
rapat, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimum.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/14268248/praktek-pvbp-baru
http://id.wikipedia.com
Top Related