LAPORAN PRAKTIKUM
KETERAMPILAN DASAR LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK
Disusun oleh :
Kelompok 2B
Arfi Kurniawan (1206292654)
Debie (1206178640)
Enny Nugraheni (1206178685)
Fairuz (1206178754)
Maharani Harahap
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta
2012
PRAKTIKUM I
PENENTUAN SERAPAN MAKSIMAL LARUTAN BERWARNA
A. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan panjang gelombang (λ) optimal dengan
serapan maksimum.
B. Landasan Teori
Radiasi elektromagnetik atau cahaya, merupakan suatu bentuk energi yang wujudnya
berupa gelombang dan partikel. Banyak interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi
menyebabkan absorpsi dan emisi. Jika suatu samper menyerap suatu radiasi elektromagnetik,
maka akan menyebabkan perubahan energy. Interaksi antara sampel dan radiasi
elektromagnetik paling mudah dipahami jika kita berasumsi bahwa radiasi elektromagnetik
terdiri dari sinar partikel energi yang disebut dengan foton. Ketika foton diserap oleh sampel,
maka energi tersebut juga digunakan oleh sampel.1
Frekuensi dan gelombang radiasi elektromagnetik sangat bervariasi. Tiap-tiap jenis
radiasi elektromagnetik memiliki kisaran spektrum yang berbeda-beda berdasarkan tipe
transisi atom atau molekul yang menunjukkan kemampuan penyerapan foton (Gambar 1).
Gambar 1 Pembagian spektrum elektromagnetik
Spektrum cahaya tempak memiliki kisaran spektrum antara 380-780. Gelombang
cahaya inilah yang dapat dilihat oleh manusia sehingga bisa melihat bermacam-macam warna
yang berbeda. Sinar tampak yang lewat ke suatu materi ada yang diserap dan ada yang
dilewatkan. Suatu larutan berwarna karena larutan tersebut menyerap suatu gelombang
elektromagnetik terterntu atau spesifik ketika cahaya dilewatkan pada larutan tersebut. Dan
warna yang bisa dilihat oleh mata, merupakan gelombang cahaya yang tidak diserap atau bisa
dilewatkan.2
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor
fototube. Prinsip kerja dari spektrofotometer adalah didasarkan pada fenomena penyerapan
sinar oleh spesi kimia tertentu di daerah ultra lembayung (ultra violet) dan sinar tampak.
Spektrometer menghasilkan sinar dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer
mengukur intensitas sinar yang dihasilkan. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber
spektrum yang kontinyu, monokromotor, sel pengabsorbsi untuk sampel serta blanko dan
suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbs antara sampel dan blanko tersebut (Gambar
2).3-4
Gambar 2 Diagram prinsip kerja spektrofotometer.
Sinar yang digunakan pada spektrofotometer adalah sinar monokromatis. Hal ini
disebabkan karena setiap larutan memiliki serapan maksimal pada panjang gelombang
tertentu. Oleh karena itu sebelum dilakukan pengukuran konsentrasi suatu larutan, perlu
dilakukan pemilihan panjang gelombang yang menyerap molekul larutan paling maksimal.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah spektrofotometer, tabung reaksi, rak
tabung reaksi dan kuvet. Bahan yang digunakan adalah larutan kobalt nitrat 1% dan aquades.
D. Cara Kerja
Larutan kobalt nitrat 1% di siapkan. Spektrofotometer dinyalakan dengan memutar
tombol on/off kemudian ditunggu selama 5 menit sampai alat menjadi panas. Dengan
menggunakan tombol pengatur panjang gelombang, dipilih panjang gelombang yang akan
digunakan untuk pemeriksaan. Panjang gelombang yang akan diukur berkisar antara 400-550
nm. Untuk pengukuran awal, diatur pada panjang gelombang terkecil.
Langkah pengukuran diawali dengan standarisasi spektrofotometer menggunakan
larutan blanko yaitu aquades. Masukkan akuades ke dalam kuvet, dengan volume ± 3 ml.
Kuvet dimasukkan ke dalam tempat sampel. Tombol pengatur cahaya diputar sehingga jarum
menunjukan nilai A= 0, T = 100%. Kuvet yang berisi aquades dikeluarkan dari
spektrofotometer, lalu diganti dengan kuvet yang berisi larutan Kobalt Nitrat 1%. Nilai
serapan larutan atau absorbansi akan ditunjukkan oleh pergeseran jarum pada layar. Hasil
serapan spektrofotometer dibaca dan dicatat. Kuvet dikeluarkan kembali, kemudian panjang
gelombang diubah ke panjang gelombang yang lebih besar, kemudian langkah pengukuran
diulangi kembali secara berurutan setiap pengukuran panjang gelombang yang ditentukan
hingga panjang gelombang terbesar.
E. Hasil
Tabel 1. Hubungan Panjang Gelombang dan Absorbansi
Panjang Gelombang(λ (nm))
Nilai Absorbansi
400 0410 0,009420 0,018430 0,027440 0,04450 0,062460 0,089470 0,11480 0,127490 0,14500 0,16510 0,17520 0,178530 0,167540 0,141550 0,115
* Serapan maksimum (0,178) pada panjang gelombang 520 nm.
380 400 420 440 460 480 500 520 540 5600
0.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
0.2
Nilai Absorbansi
Gambar 2. Nilai Absorbansi larutan cobalt nitrat dengan panjang
gelombang yang berbeda.
F. Pembahasan
Jika suatu samper menyerap suatu radiasi elektromagnetik, maka akan menyebabkan
perubahan energy. Interaksi antara sampel dan radiasi elektromagnetik paling mudah
dipahami jika kita berasumsi bahwa radiasi elektromagnetik terdiri dari sinar partikel energi
yang disebut dengan foton. Ketika foton diserap oleh sampel, maka energi tersebut juga
digunakan oleh sampel.1
Frekuensi dan gelombang radiasi elektromagnetik sangat bervariasi. Tiap-tiap jenis
radiasi elektromagnetik memiliki kisaran spektrum yang berbeda-beda berdasarkan tipe
transisi atom atau molekul yang menunjukkan kemampuan penyerapan foton.
Pada praktikum ini penentuan panjang gelombang maksimum larutan kobalt nitrat
dimulai dengan menggunakan panjang gelombang 400 nm dan dinaikkan 10 nm sampai
dengan 550 nm. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan hasil seperti yang terlihat pada
tabel 1, bahwa panjang gelombang tertinggi dari larutan cobalt nitrat adalah 520 nm. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai absorbansi paling tinggi yaitu sebesar 0,178
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa larutan
Kobalt Nitrat memiliki panjang gelombang maksimal 520 nm. Hal ini berarti terdapat
hubungan kadar dan panjang gelombang (serapan) tergantung dari tingkat kadar larutan.
PRAKTIKUM II
PEMBUKTIAN HUKUM BEER-LAMBERT
A. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar larutan uji dan membuktikan hukum
Beer-Lambert.
B. Landasan Teori
Spektrofotometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang murni maupun
yang tidak murni. Spektrofotometri bekerja berdasarkan dua prinsip fisika yaitu Hukum
Lambert dan Hukum Beer. Hubungan antara kadar senyawa dan absorpsi cahaya dinyatakan
dengan hukum Lambert-Beer.1,2
Hukum Lambert menyatakan : “bila berkas cahaya monokromatis melalui suatu larutan
berwarna, intensitas cahay yang keluar akan berkurang secara eksponensial sejalan dengan
bertambahnya jarak yang ditempuh cahaya dalam larutan. Persamaannya dapat ditulis sebagai
berikut ini,
I = I0 e-αl
ln I0/I = α
α = 2,303 K
Dimana I0 = intensitas cahaya datang; I = intensitas cahaya yang ditransmisikan/ dilewatkan;
k = konstanta, dan l = jarak yang ditempuh cahaya dalam kuvet. Persamaan tersebut
kemudian diubah menjadi bentuk logaritama,
Log10 I0/I = Kl
Log10 I0/I merupakan nilai absorbansi (A) atau optical density (OD). Absorbansi
menunjukkan penyerapan dari suatu larutan pada panjang gelombang tertentu pada
spektrofotometri.2
Gambar 3 Cahaya monokromatis menembus kuvet yang berisi senyawa
yang menyerap cahaya.
Hukum Beer menyatakan : “bila berkas cahaya monokromatis melalui suatu larutan
berwarna, intensitas cahaya yang keluar akan berkurang secara eksponensial sejalan dengan
peningkatan kadar larutan.
Hukum Beer-Lambert menyatakan bahwa intensitas cahaya yang masuk akan berkurang
sesuai dengan kenaikan kadar senyawa penyerap cahaya. Penurunan intensitas cahaya (dI)
saat melewati larutan berbanding lurus dengan I, c, dan dI.
dI = -k.C.I.dI
Nilai c merupakan konsentrasi larutan. Nilai koefisiensi absdorpsi (k) bervariasi tergantung
pada panjang gelombang cahaya yang digunakan. Persamaan tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
Log10 I0/I = ε. C. l
A = ε. C. l
Nilai ε adalah koefisien molar ekstinsi. Dari persamaan Beer-Lambert dapat diketahui bahwa
bila l konstan karena menggunakan kuvet yang sama, maka nilai absorbansi akan berbanding
lurus dengan konsentrasi senyawa. Dengan menggunakan seri larutan standar dengan kadar
yang berbeda-beda maka dapat dibuat kurva standar yang berupa garis lurus sehingga dapat
dicari persamaan liniernya untuk menentuka konsentrasi senyawa yang diuji.
Persamaan kurva standar menggunakan persamaan garis: y = ax + b dengan,
a =
N (∑ xy )−(∑ x )(∑ y )
N (∑ x2)−(∑ x )2
b=
(∑ y )(∑ x2 )−(∑ x )(∑ xy )N (∑ x2 )−(∑ x )2
x merupakan variabel yang menunjukkan kadar atau konsentrasi larutan standar (sumbu x).
Sedangkan y adalah variabel yang menunjukkan nilai serapan atau absorbansi (sumbu y).5
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah spektrofotometer, tabung reaksi, rak
tabung reaksi dan kuvet. Bahan yang digunakan adalah larutan kobalt nitrat dengan kadar
0,5%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%, larutan uji U1 dan U2, serta aquades.
D. Cara Kerja
Spektrofotometer dan tabung reaksi yang berisi larutan Kobalt-Nitrat disiapkan. Dengan
menggunakan tombol pengatur panjang gelombang, dipilih panjang gelombang yang akan
digunakan untuk pemeriksaan. Pada percobaan awal dihasilkan panjang gelombang untuk
serapam maksimal larutan kobalt nitrat adalah 520, sehingga dipilih panjang gelombang
tersebut untuk percobaan ini. Kuvet yang berisi aquadest dimasukkan ke dalam
spektrofotometer untuk menstandardisasi alat tersebut. Mengeluarkan kuvet yang berisi
aquadest dari spektrofotometer, lalu menggantinya dengan larutan Kobalt-Nitrat. Tombol
pengatur cahaya diputar sehingga jarum menunjukan nilai A= 0, T = 100%. Kuvet yang
berisi aquades dikeluarkan dari spektrofotometer, lalu diganti dengan kuvet yang berisi
larutan seri standar Kobalt Nitrat dengan kadar yang bervariasi dari konsentrasi 0,5%, 1%,
1,5%, 2%, 2,5%, dan 3%. Kemudian dilanjutkan dengan larutan uji 1 dan uji 2. Setiap macam
larutan diukur secara duplo. Nilai absorbansi yang ditunjukkan pada layar dibaca dan dicatat.
Setelah diketahui nilai absorbansi larutan standar, dicari persamaan linear untuk menentukan
kadar larutan uji.
E. Hasil
Tabel 2. Hubungan Konsentrasi Larutan dengan Absorbansi pada λ 520 nm
Kadar (%)(X)
Absorbansi (A)
Absorbansi Rata-rata
(Y)XY X2
I II 0,5 0,091 0,091 0,091 0,045 0,25 1,0 0,167 0,168 0,1675 0,1675 1 1,5 0,26 0,259 0,2595 0,38925 2,25 2,0 0,359 0,351 0,355 0,71 4 2,5 0,44 0,445 0,4425 1,10625 6,25 3,0 0,55 0,55 0,55 1,65 9
Σ 10,5 1,867 1,864 1,8655 4,068 22,75
Persamaan garis : y = ax + b
a=N (∑ xy )−(∑ x ) (∑ y )N (∑ x2 )−(∑ x)2
a=(6 x 4 ,068 )−(10 ,5 x 1,8655 )(6 x 22 ,75 )−(10 ,5 )2
a=0 ,18362
b=(∑ y )(∑ x2 )−(∑ x ) (∑ xy )N (∑ x2 )−(∑ x )2
b=(1 ,8655 x22 ,75)−(10 ,5 x 4 ,068 )(6 x 22 ,75 )−(10 ,5 )2
b=0 ,01043
Persamaan diperoleh Y= 0,18362x + 0,01043
0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00% 2.50% 3.00% 3.50%0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
Absorbant
Gambar 4 Grafik Hubungan Absorbansi dengan kadar larutan
bromofenol blue
Tabel 3. Absorbansi dan Kadar Larutan Uji pada λ 520 nm
Larutan UjiAbsorbansi (A) Absorbans
i Rata-rataKadar (%)
I II
U1 0,111 0,110 0,1105 ?
U2 0,218 0,218 0,218
U3 0,4 0,4 0,4 ?
Persamaan garis : y = ax + b
U1 : Y
0,1105
X
= 0,18362x-0,0104
= 0,18362x-0,0104
= 0,659 %
U2 : Y
0,218
X
= 0,18362x-0,0104
=0,18362x-0,0104
= 1,244 %
U3 : Y
0,4
X
= 0,18362x-0,0104
= 0,18362x-0,0104
= 2,234 %
F. Pembahasan
Hukum Beer menyatakan : “bila berkas cahaya monokromatis melalui suatu larutan
berwarna, intensitas cahaya yang keluar akan berkurang secara eksponensial sejalan dengan
peningkatan kadar larutan. Pada praktikum ini cahaya monokromatis melalui suatu larutan
berwarna Bromofenol blue dengan kadar larutan yang berbeda. Didapatkan hasil setiap
kenaikan konsenntrasi terdapat penurunan intensitas cahaya yang menurun sehingga
mengakibatkan terdapat kenaikan absorbansi larutan terhadap sinar yang datang pada panjang
gelombang 520 nm.
Kemudian data yang diperoleh hasil spektrofotometer absorban Kobalt Nitrat dapat
dilihat pada Tabel 2. Metode yang digunakan dalam percobaan ini menghitung persamaan
garis dengan metode grafik, kadar larutan Kobalt Nitrat sebagai sumbu x dan absorban
sebagai sumbu y, sehingga persamaan garisnya adalah Persamaan diperoleh : 0,18362x +
0,01043
Pada kurva standar “Hubungan Konsentrasi Larutan dan Absorbansi Kobalt Nitrat”
menunjukkan bahwa peningkatan kadar larutan berbanding lurus dengan absorbansi pada
panjang gelombang () 520 nm, sehingga hukum Beer-Lambert berlaku yaitu jumlah cahaya
yang diserap oleh suatu larutan pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan kadar
senyawa dalam larutan.
Kemudian dilakukan pengujian larutan bromofenol blue yang belum diketahui
konsentrasi dengan terlebih dahulu menentukan panjang gelombang larutan tersebut dengan
memasukkan nilai a, b, dan Y (absorbansi) pada persamaan yang telah didapatkan
sebelumnya. Sehingga didapatkan hasil untuk konsentrasi larutan pertama adalah 0, 659 %,
1, 224 %, 2,234 %. Konsentrasi tersebut jika dimasukkan kedalam grafik persamaan tersebut
sesuai dengan absorbansi yang seharusnya dimiliki.
G. Kesimpulan
Dari pengujian tersebut terbukti dari pernyataan hukum beer lambert bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan maka cahaya monokromatis yang diteruskan semakin sedikit dan
absorbasni semakin tinggi.
PRAKTIKUM IV
PENETAPAN KADAR PROTEIN PADA λ 280 (METODE WARBURG-CHRISTIAN)
A. Teori
Banyaknya protein yang terkandung dalam suatu sampel perlu kita ketahui ketika
akan memurnikan protein. Suatu metode pengukuran digunakan untuk mengetahui
konsentrasi atau jumlah suatu substansi dalam sampel. Sejumlah metode pengkuran kadar
protein telah banyak dikembangkan , dan beberapa metode seringkali digunakan dalam
penelitian, di antaranya adalah Metode Lowry, Commasine Blue, Absorbansi 280 nm, dan
Metode Warburg-Christian.
Protein menyerap cahaya pada daerah ultraviolet dengan panjang gelombang 280nm.
Serapan cahaya terutama disebabkan oleh adanya residu asam amino triptofan dan tirosin
yang terdapat dalam protein tersebut.
Beberapa reaksi kimia penting pada asama amino disebabkan oleh gugus karboksil
dan gugus amino di dalamnya. Gugus karboksil asam amino dapat :
1. Membentuk ester dengan adanya alkohol
2. Membentuk peptida dengan gugus amino asam amino lainnya dengan ikatan
peptida
3. Gugus karboksil asam amino dapat terdekarboksilasi baik secara kimia maupun
secara biologis membentuk amina (Toha, 2009).
Metode umum ini hanya mengambil larutan protein murni, masukkan ke dalam
spektrofotometer, kemudian baca serapannya pada panjang gelombang 280 nm. Namun pada
kenyataannya, bukan hanya protein yang bisa terbaca pada panjang gelombang 280 nm,
melainkan juga banyak senyawa lain yang bisa terserap pada panjang gelombang tersebut
(Whitford, 2005). Kontaminan yang paling banyak yang seringkali mengganggu pengukuran
kadar protein adalah asam nukleat.
Metode Warburg-Christian dikembangkan untuk menghilangkan gangguan asam
nukleat dalam pengukuran kadar protein, sehingga yang terbaca hanya absorbansi protein
saja. Asam nukleat diserap dengan baik pada panjang gelombang 260 nm sedangkan protein
tidak. Metode ini didasarkan pada faktor koreksi dari perbandingan absorbansi 280 nm
sampai 260 nm. Metode Warburg-Christian menggunakan absorbansi pada panjang
gelombang 260 nm dan 280 nm untuk menghitung kadar protein. Tujuan penggunaan kedua
nilai tersebut adalah untuk menghilangkan pengaruh kontaminan asam nukleat dalam sampel
yang mengandung protein.
Metode ini kurang spesifik dibandingkan dengan metode kolorimetri, tetapi
keuntungannya larutan uji tidak rusak sehingga dapat dikumpulkan dan digunakan kembali.
Senyawa yang dapat mengganggu adalah asam nukleat. Dibanding protein , pergram asam
nukleat menyerap cahaya lebih besar sepuluh kali.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menetapkan kadar larutan protein pada larutan uji
menggunakan metode Warburg-Christian pada panjang gelombang 280nm.
C. Alat dan Bahan
1. Larutan standar albumin sapi (BSA) mengandung 1mg/mL
2. Larutan uji protein (uji 1 diencerkan 800 kali, uji 2 diencerkan 400 kali)
3. Alat spektrofotometer
4. Peralatan gelas
5. Pipet.
D. Pelaksanaan
TABUNG STANDAR UJI0 50 100 150 200 300 400 500
Standar BSA 1mg/mL 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.3 0.4 0.5akuades(ml) 1 0.095 0.9 0.85 0.8 0.7 0.6 0.5larutan uji 1 dan 2 (ml) 1
1. Baca serapan pada panjang gelombang 280nm2. Buat kurva standar BSA dengan menggunakan kadar BSA sebagai sumbu x dan
serapan sebagai sumbu y3. Hitung kadar protein larutan uji dengan membandingkan serapan larutan uji terhadap
kurva standar BSA.
E. Hasil
Tabel 1. Data Absorbansi Seri Larutan Standar BSA
Kadar larutan
Absorbansi 1
Absorbansi 2
Rerata Absorbansi
0 0 0 0
50 0.033 0.032 0.03250100 0.063 0.067 0.06500150 0.088 0.087 0.08750200 0.115 0.119 0.11700300 0.173 0.178 0.17550400 0.228 0.227 0.22750500 0.283 0.289 0.28600
0 100 200 300 400 500 6000
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
f(x) = 0.000564736842105263 x + 0.00386842105263156
Kurva Standar BSA
kadar BSA
sera
pan
Gambar 1. Kurva Standar BSA
Untuk mengetahui kadar protein pada larutan uji kita harus mencari persamaan garis kurva standar tersebut dengan cara sebagai berikut:
Tabel 2. Data Perhitungan Kurva Standar
Nomor
X (kadar larutan)
Y (absorbans
i) XY X2
1 0 0 0 0 2 50 0.03250 1.625 2500
3 100 0.06500 6.5 10000 4 150 0.08750 13.125 22500 5 200 0.11700 23.4 40000 6 300 0.17550 52.65 90000
7 400 0.22750 9116000
0
8 500 0.28600 14325000
0JUMLAH(Σ) 1700 0.99100 331.3
575000
a=N ¿¿
a=8 (331.3 )−(1700 )(0.991)
8 (575000 )−(1700)2
a= 965.71710000
=0.00056
b=¿¿
b=(0.991 ) (575000 )−(1700 )(331.3)
8 (575000 )−(1700)2
b= 66151710000
=0.00387
Jadi persamaan garis yang didapat:y = 0.00056 x + 0.00387
Tabel 3.Hasil pembacaan absorbansi larutan ujilarutan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rerata absorbansiU1 0.082 0.081 0.0815U2 0.164 0.160 0.162
untuk uji 1(U1) --> y = 0.00056 x + 0.003870,0815 = 0.00056 x + 0.00387X =(0,0815-0,00387) : 0,00056X = 138,625μg/ml
Karena dilakukan 800 kali pengenceran maka kadar protein larutan uji 1 adalah138,625 x 800 = 110900μg/ml
= 110,9 mg/ml
untuk uji 2(U2) --> y = 0.00056 x + 0.003870,162 = 0.00056 x + 0.00387X =(0,162-0,00387) : 0,00056X = 282,375 μg/ml
Karena dilakukan 400 kali pengenceran maka kadar protein larutan uji 2 adalah282,375 x 400 = 112950μg/ml
= 112,95 mg/ml
F. Pembahasan
Secara umum, protein meyerap cahaya pada daerah ultraviolet dengan panjang
gelombang 280 nm yang disebabkan oleh adanya interaksi antara radiasi ultraviolet dengan
elektron-elektron pada cincin aromatik dari asam amino seperti triptofan, tirosin, penilalanin,
dan sistein. Seperti juga semua senyawa organik, reaksi kimia asam amino mencirikan gugus
fungsionil yang terkandung. Karena semua asam amino mengandung gugus amino dan
karboksil, senyawa ini akan memberikan reaksi kimia yang mencirikan gugus-gugus tersebut
(Lehningger, 1982).
Metode Warburg-Christian dapat meminimalkan gangguan asam nukleat dalam
pengukuran kadar protein, sehingga yang terbaca hanya absorbansi protein pada panjang
gelombang 280 nm. Asam nukleat diserap dengan baik pada panjang gelombang 260 nm
sedangkan protein tidak. Metode ini didasarkan pada faktor koreksi dari perbandingan
absorbansi 280 nm sampai 260 nm. Metode Warburg-Christian menggunakan absorbansi
pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm untuk menghitung kadar protein. Tujuan
penggunaan kedua nilai tersebut adalah untuk menghilangkan pengaruh kontaminan asam
nukleat dalam sampel yang mengandung protein. Daya serap pada λ 280 nm ini bisa
digunakan untuk mengukur kandungan protein antara 50 – 500 µg/mL tanpa kehadiran
bahan-bahan gangguan (kontaminan).
Pada praktikum ini dilakukan pengujian kadar protein pada larutan uji (U1 dan U2, ).
Metode ini (Warburg-Christian) menggunakan spektrofotometer, dimana larutan uji dibaca
serapannya pada panjang gelombang 280 nm. Hasil pembacaan masing-masing sampel
kemudian dibandingkan dengan kurva standar yang telah dibuat dari larutan BSA dengan seri
standar 0 sampai 500 µg/mL. Pembacaan absorbansi sampel dilakukan secara duplo untuk
memperoleh keakuratan data pengamatan.
Dari hasil penentuan kadar protein dengan metode Warburg-Christian terhadap larutan
BSA, diperoleh persamaan linear = 0.00056 x + 0.00387. Dari persamaan ini, kemudian
kadar protein dari masing-masing larutan uji ditentukan, caranya dengan mengganti nilai y
menjadi nilai absorbansi dan x sebagai kadar protein dalam mg/mL yang ditanyakan. Untuk
sampel larutan uji U1, diperoleh kadar protein sebesar110,9 mg/ml . Untuk U2 diperoleh kadar
protein sebesar 112,95 mg/ml. Kadar dari masing-masing sampel tidak begitu jauh berbeda
meskipun telah mengalami pengenceran yang berbeda. Ini mungkin disebabkan karena
tingginya pengenceran yang diberikan pada larutan uji.
G. Kesimpulan
Beradasarkan hasil pengamatan dan perhitungan kadar porotein yang dilakukan
menggunakan metode Warburg-Christian, diperoleh persamaan garis lurus untuk kurva
standar BSA y = 0.00056 x + 0.00387. Dari persamaan ini maka kadar protein dari larutan uji
dapat ditentukan. Untuk uji 1 kadar protein sebesar 110,9 mg/ml, sedangkan uji 2 sebesar
112,95 mg/ml.
PRAKTIKUM V
PENETAPAN KADAR PROTEIN DENGAN MIKROASSAI (BRADFORD)
A. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar protein dalam larutan uji
berdasarkan metode Bradford.
B. Landasan Teori
Protein merupakan komponen penting yang bertindak sebagai building block pada
hampir semua makhluk hidup. Protein terdiri atas sejumlah unsur kimia, antara lain 50%
karbon, 7% hydrogen, 23% oksigen, 16% nitrogen, 3% belerang, dan 3% fosfor. Hidorlisis
protein oleh asam atau enzim dapat menghasilkan asama-asam amino. Sejauh ini, telah
diketahui terdapat 20 jenis asam amino (Stoschek 1990: 111--116).
Pengukuran kadar protein umumnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara
kuatitafif dan kuantitatif. Contoh metode yang termasuk dalam kategori kualitatif antara lain
reaksi Xantoprotein, Hopkins-Cole, Millon, dan sakaguchi, sedangkan yang termasuk dalam
kategori kuantitatif antara lain metode Kjeldahl, Lowry, dan Bradford. Pada percobaain ini
dilakukan pengukuran kadar protein dalam suatu larutan dengan metode Bradford. Metode
Bradford merupakan metode analisa kadar protein yang didasarkan pada pengukuran
absorbansi protein dalam suatu larutan yang telah ditambahkan pewarna Coomassie Brilliant
Blue (CBB) (Gambar 1) (Stoschek 1990: 111--116).
Gambar 1. Metode Bradfor dengan menggunakan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB)
Pengikatan antara protein dan pewarna tersebut menyebabkan perubahan warna
CBB yang berwarna merah dalam kondisi asam menjadi biru. Selama proses pengikatan
kompleks protein dan pewarna, terjadi pemberian elektron bebas dari perwarna CBB merah
ke protein yang mengandung residu asam amino dengan rantai samping aromatik (tirosin,
triptofan, dan fenilalanin) atau bersifat basa (arginin, histidin, dan leusin). Hal tersebut
menyebabkan lapisan hidrofobik protein berikatan dengan bagian non-polar pewarna melalui
gaya van der waals yang berujung pada mendekatnya posisi positif protein ke bagian yang
bermuatan negatif dari pewarna CBB (Gambar 2) (Bradford 1976: 248--254).
Gambar 2. Kompleks pengikatan antara protein dan pewarna Coommassie Briliant Blue
Pengikatan protein menyebabkan perubahan warna dari merah kecoklatan (reagen
coomassie dalam keadaan bebas) dengan (Amax = 465 nm) menjadi biru dengan (Amax =
595 nm). Perubahan menjadi warna biru tersebut terus bersifat stabil karena terjadinya
penstabilan anion dari pewarna biru commassie oleh kation dari pewarna merah coomassie
(Gambar 3).
Gambar 3. Perubahan warna pewarna coommassie dari merah ke biru
Terdapat dua jenis assay protein dengan metode Bradford ini, yaitu standard assay
yang cocok digunakan untuk pengukuran kadar protein dengan kisaran 10--100µg, dan
microassay yang dapat mendeteksi protein dengan kisaran 1--10µg. Metode Bradford
memiliki ketelitian yang cukup tinggi, cepat, dan efisien dengan pengikatan protein dan
pewarna terjadi setelah kurang lebih 2 menit, serta stabilitas warna yang dapat berlangsung
selama kurang lebih 1 jam (Experimental Biosciences 2011:1).
C. Alat dan Bahan
Alat:
1. Alat spektrofotometer
2. Peralatan gelas
3. Pipet mikro
Bahan:
1. Zat warna biru (Bio-Rad Lab) yang dilarutkan dalam asam fosfat dan methanol
2. Larutan standar albumin sapi (BSA) (25µg/mL)
3. Larutan uji: serum
D. Cara Kerja
1. Menyiapkan tabung reaksi dan memipetkan sebagai berikut (Duplo):
Tabung Standar Uji 1 Uji 21 2 3 4 5 6
0 µg/mL
2,5 µg/mL
5 µg/mL
10 µg/mL
15 µg/mL
20 µg/mL
Standar BSA (25 µg/mL)
- 0,1mL 0,2mL 0,4mL 0,6mL 0,8mL
Larutan uji protein
- - - - - -0,8mL
0,8mL
Akuades 0,8 mL 0,7 mL 0,6 mL 0,4 mL 0,2 mL -Larutan warna
0,2 mL 0,2 mL 0,2 mL 0,2 mL 0,2 mL 0,2 mL0,2 mL
0,2 mL
2. Menggunakan kuvet 1mL, dilakukan pembacaan serapan pada panjang gelombang
595nm dengan tabung 1 sebagai blanko
3. Analisa hasil
E. Hasil Pengamatan
Kesimpulan
PRAKTIKUM VI
UJI PEROKSIDA LIPID DALAM CAIRAN BIOLOGIS
A. Teori
Asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) dapat mengalami proses peroksidasi menjadi
peroksida lipid. PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acids) pada manusia disintesis dari MUFA (Mono
Unsaturated Fatty Acid ). Peroksidasi lipid adalah reaksi penyerangan radikal bebas terhadap asam
lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat
terjadi secara alami di dalam tubuh yang diakibatkan oleh pembentukan radikal bebas secara endogen
dari proses metabolisme di dalam tubuh. Peroksidasi lipid diinisiasi oleh radikal bebas seperti radikal
anion superoksida, radikal hidroksil dan radikal peroksil. Radikal bebas secara berkesinambungan
dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu
reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal bebas lain
dan oleh sistem antioksidan tubuh.
Peroksida lipid selanjutnya mengalami dekomposisi menjadi malondialdehid (MDA).
Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu senyawa produk dari reaksi peroksidasi lipid yang
digunakan sebagai marker (petanda) terjadinya stress oksidatif. Pada keadaan stress oksidatif yang
tinggi, terjadi peningkatan kadar MDA serum secara signifikan. Bila keadaan stress oksidatif teratasi,
kadar MDA kembali menurun. Pengujian MDA dilakukan dengan TBA (Asam tiobarbiturat) yaitu
akan membentuk senyawa warna merah muda dan diukur serapan pada panjang gelombang 532 nm.
B. Tujuan
Menetapkan kadar peroksida lipid dalam cairan biologis.
C. Alat dan Bahan
1. Serum
2. Larutan Asam Trichloro acetat (TCA 10 %)
3. Larutan TBA 0,67 %
4. Aquades
5. Sentrifugator
6. Penangas air
7. Vortex
8. Spektrofotometer
D. CARA KERJA
1. Pipetkan ke dalam tabung-tabung reaksi sebagai berikut, lalu dibuat duplo untuk tiap larutan uji
dan blanko.
Bahan Uji BlankoSerum 1 mL -Aquadest - 1 mLLar. TCA 10 % dingin
2 mL 2 mL
2. Dikocok dengan vortex, dipisahkan dengan sentrifugator, dan diambil supernatannya.
Lalu tambahkan larutan TBA 0,67%
Lar. TBA 0,67 % 3 mL 3 mL
A. Dimasukkan ke dalam penangas air yang sedang mendidih selama 10 menit, lalu didinginkan.
B. Dilakukan pembacaan nilai serapan tiap larutan uji dan blanko pada panjang gelombang 532 nm.
C. Catat nilai hasil pembacaan. Untuk hasil pembacaan tiap pasangan duplo nilainya dirata-rata.
E. Hasil Pengamatan
AbsorbansiBlanko U1 U2
1 0 0,11 0,122 0 0,14 0,13Rata-rata 0 0,125 0,125Absorbansi larutan uji setelah dikurangi absorbansi blanko
0,11 0,44
Pengolahan Data
Kadar MDA = A .M ɛ
A = Nilai absorbansi sampel dikurangi blanko
ɛ = konstanta yang nilainya tergantung jenis senyawa dan panjang gelombang yang
digunakan
= dalam eksperimen ini, nilai ɛ yang dipakai adalah sebesar 153000 M-1cm-1
BM = 82 gr/L
Kadar MDA Uji 1 = 0,125 . M
153.000
= 0,125 x 82 g/L
153.000
= 10,25 x 10-3 g/mL
153.000
= 10,25 x 10-3 x 109 ng/mL
153.000
= 66,993 ng/mL
Kadar MDA Uji 2 = 0,125 . M
153.000
= 0,125 x 82 g/L
153.000
= 10,25 x 10-3 g/mL
153.000
= 10,25 x 10-3 x 109 ng/mL
153.000
= 66,993 ng/mL
F. PEMBAHASAN
Senyawa peroksida lipid atau lipid peroxide (LP) dapat menyebabkan kerusakan pada
sistem membran di sel. Lipid membran memiliki struktur asam lemak tak jenuh atau
Polyunsaturated fatty acid (PUFA) pada salah satu ekornya. Struktur inilah yang diserang
oleh LP sehingga fluiditas membran menjadi terganggu. Peroksidasi juga dapet mendegradasi
fungsi enzim yang berasosiasi dengan membran. LP menyebabkan inaktivasi pemompaan ion
yang bertanggungjawab terhadap keseimbangan ion pada sel. Akibat yang ditimbulkan
peroksida lipid dapat berimplikasi terhadap munculnya beberapa penyakit, seperti bayi
prematur, diabetes, penyakit Parkison, penyakit Alzeimer, dan sebagainya.6
Senyawa mayor yang dihasilkan adalah lipid hidroperoksida (LOOH) yang cukup
stabil. Reaksi transisi kompleks metal mengkatalisis penguraiannya (Gambar 4). Beberapa
senyawa minor yang dihasilkan LP diantaranya adalah malondialdehida (MDA), 4-
hydroxynonenal (4-HNE) dan beberapa 2-alkenal. MDA yang dihasilkan inilah yang menjadi
prinsip dasar uji kadar peroksida lemak.
Gambar 4 Reaksi peroksida lipid pada sel.
Penambahan TCA bertujuan mengendapkan protein pada darah. Pengendapan protein
dilakukan karena kandungan protein yang terkandung dalam darah dapat mengganggu
penetapan kadar peroksida lipid. Mekanisme yang terjadi yaitu TCA 10 % sebagai agen
pengendap yaitu ion negatif dari TCA akan bergabung dengan protein yang sedang berada
pada kondisi sebagai kation hingga membentuk garam protein. Umumnya agen presipitasi
akan melarut sedangkan garam protein akan terdekomposisi dengan adanya penambahan basa
(membentuk protein yang bermuatan negatif atau anionic protein). TCA umumnya digunakan
untuk protein-protein yang telah berada dalam keadaan bebas pada filtrat darah dan pada
pemeriksaan awal materi biologis.
Penambahan TBA pada sampel merupakan prinsip dari metode ini. TBA akan bereaksi
dengan peroksida lipid menghasilkan senyawa berwarna pink. Hasil reaksi ini yang akan
diukur dengan spektrofotometer. Kemudian Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk
mempercepat reaksi. Perubahan warna menjadi merah muda pada larutan uji hampir tidak
kasat mata, namun spektofotometer dapat membaca nilai serapan dari larutan tersebut dengan
sensitivitas tinggi.
Hasil perhitungan konversi dari nilai absorbansi menjadi kadar MDA menunjukkan
bahwa pada sampel uji 1 dan 2 memiliki kadar MDA yang sama yaitu 66,993 ng/ml. Nilai
tersebut mencerminkan jumlah MDA yang berikatan dengan TBA. Secara tidak langsung
konsentrasi dari MDA yang didapatkan dari perhitungan di atas mencerminkan aktivitas
peroksidasi dari PUFA menjadi peroksida lipid. Semakin tinggi konsentrasi MDA, semakin
tinggi proses peroksidasi lipid.
G. Kesimpulan
Kadar peroksida lipid MDA yang terkandung di dalam kedua serum uji sama yaitu
66,993 ng/ml, sehingga aktivitas peroksidasi lipid pada kedua sampel sama besar.
Referensi :
Harvey D. Modern Analytical Chhemistry. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2000.
Switzer R, Garrity L. Experimental Biochemistry, 3rd ed [E-Book]. New York: W.H.
Freeman and Company; 1999.
Huda N. Pemeriksaan kinerja spektrofotometer UV-VIS GBC 911A menggunakan pewarna
tetrazine CL 19140. Sigma epsilon. 2001 (9): 20-21.
Boyer R. Modern Experimental Biochemistry, 3rd ed[E-Book]. California: Addison Wesley
Longman Inc; 2000.
Devasagayam TPA, Boloor KK, Ramasarma T. Methods for Estimating Lipid Peroxidation: An Analysis of Merits and Demerits. Indian J Chem Biophys. 2003. (40): 300-308.