KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah
dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan refarat ini dengan baik.
Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas refarat tentang Sinusistis yang
telah dipercayakan oleh Dr. Yuswandi Affandi Sp. THT dan Dr. Ivan Djajalaga Sp. THT-KL
selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan refarat ini. Pada refarat ini, kami mengangkat
pembahasan mengenai refarat tentang tindakan invasive pada sinusitis. Tak lupa juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan refarat ini.
Kami menyadari bahwa pembuatan refarat kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan bagi
para pembaca. Kami pun siap menerima segala kritik dan saran yang konstruktif supaya di
kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan keterampilan
kami dalam pembuatan refarat selanjutnya.
Akhir kata, semoga refarat ini dapat berguna bagi para pembaca.
Karawa
ng,September 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 1
Daftar isi …………………………………………………………………………. 2
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………… 3
BAB II Tinjauan Pustaka
Embriologi…………………………………………………………………. 4
Anatomi …..……………………………………………………………….5-6
Labioschisis ……...…………………………………………………………. 7-10
Palatoschisis………………………………………………………………..11-16
Teknik-tknik operasi ……………..………………………………………. 17-27
Komplikasi ………………………………………………………………….. 28-30
Pencegahan ……………………………………………………………….. 30-33
Prognosis…………………………………………………………………… 33
BAB III Penutup…………………………………………………………………..34
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...35-36
2
BAB I
PENDAHULUAN
Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah
tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah.
Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.1 Fogh Andersen di
Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.
Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta
Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.2 Insiden
bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan- kawan di propinsi Nusa
Tenggara Timur antara April 1986 sampai November 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus
bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta
penduduk.3
Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana
atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan,
mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis,
sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis,
anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi
pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate
atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.1,2
Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan
sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan
anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan
audiolog.4
3
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
EMBRIOLOGI
Jaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum berasal dari migrasi,
penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dari sel-sel cranioneural kepala. Ketiga penonjolan utama
pada wajah (hidung, bibir, palatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus fasialis
bilateral.3
Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu pembentukan palatum
primer yang akan diikuti dengan pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai
kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan
pembentukan processus fasialis. Penyatuan processus nasalis medialis dengan processus
maxillaries, dilanjutkan dengan penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis
medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang
terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada palatum
primer.
Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer terbentuk sempurna,
kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang
berkembang dari bagian medial dari processsus maxillaries. Kemudian kedua sisi ini akan
bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang kearah
superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya
celah pada palatum sekunder.4
4
ANATOMI
Gambar : Anatomi palatum
Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama
membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan
lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu
jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior
palatum durum. Terdapat enam otot yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli
palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan
m.tensor veli palatini.3
Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah
m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam
mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine mendorong
5
velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan velum kedinding faring posterior.
Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang
membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat.
M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial.
M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom
nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir
adalah m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama
otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba
auditiva.3
Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen
palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui foramen
palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk
pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari
nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari pleksus.
6
A. Labioschisis
DEFINISI
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian
bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada
kedua sisi disebut labioschisis bilateral.6
Gambar 1. Bayi dengan Labioschisis.7
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan
berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan faktor-
faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa
7
40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi
alkohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama
kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan
labioschisis.8
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:
- insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada
gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)
- Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
- Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
- Faktor genetik
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan
maksilaris) pecah kembali.
C. KLASIFIKASI
Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :9,10
- Komplit
- Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :6
- Unilateral
- Bilateral
8
Gambar 2. Klasifikasi Labioschisis.6
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :6,7,11
- Masalah asupan makanan
Meupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya
labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau
dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek
menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih
banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat
membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat
membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum
biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian
makan/ asupan makanan tertentu.
9
- Masalah Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah
bibir yang terbentuk.
- Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.
- Gannguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan
otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga
nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-
otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat
kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/
kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat
membantu.
10
B. Palatoschisis
DEFINISI
Palatoschisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan dua
sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.2
ETIOLOGI
Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis
bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor
herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.4
Faktor Genetik
Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :
Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah.
Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang ganda.
Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan anomali kongenital yang lain.4,5
Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah bibir :
a. Defisiensi nutrisi
11
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.
a. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.
b. Virus rubella
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.5
Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :
Kurang daya perkembangan
Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent
Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat menganngu foetus
Gangguan endokrin
Pemberian hormon seks, dan tyroid
Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas dan waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang spesifik.
d. Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.
12
INSIDEN
Insidens dari berbagai tipe cleft di laporkan oleh Veau. Insidens secara keseluruhan dari
cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762
kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan
resiko palatoschisis bertambah seiring dengan meningkatnya usia maternal dan adanya riwayat
keluarga yang menderita penyakit bawaan yang sama. Faktor etnik juga mempengaruhi angaka
kejadian palatoschisis. Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras
Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan
0,41/1000 pada ras kulit hitam. Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009
kasus cleft palate dari total seluruh penduduk . Palatoschisis yang tanpa labioschisis memiliki
rasio yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran. Tipe yang paling sering adalah uvula
bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi. Setelah itu diikuti oleh palatoschisis komplit
unilateral kiri. 2,4,5
Gambar :jenis-jenis kelainan pada palatum
PATOFISIOLOGI
13
Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi
velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi.
Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan
nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan
gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.2,4
Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan
timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme
velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator
aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi
anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal
perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal).4,5
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :
Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).
Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum (gambar
2).
Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar 3).
Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar 4).6
14
15
Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan keras. C. Celah yang meliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi. (Young & Greg. Cleft lip and palate. http://www2.utmb.edu/otoref/Grnds/Cleft-lip-palate-9801/Cleft-lip-palate-9801. 2 December 2011.)X
Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :
1. Celah langit-langit primer
Celah bibir : unilateral, median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3 dan 3/3.
Celah alveolar dengan segalavariasinya.
2. Celah langit-langit sekunder
Celah langit-langit lunak dengan variasinya.
Celah langit-langit keras dengan variasinya.
3. Celah mandibula
Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark (1958), yaitu:
Group I : Celah langit-langit primer. Dalam grup ini termasuk celah bibir, dan kombinasi celah bibir dengan celah pada tulang alveolar. Celah terdapat dimuka foramen insisivum.
Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum. Celah langit langit lunak dan keras dengan variasinya.Celah langit-langit sekunder.
Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I) dengan langit-langit sekunder (group II).4,6
16
Penatalaksanaan
a. Labioschisis
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team labiopalatoschisis” yang terdiri
dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi,
psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan
sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.12 Ada tiga tahap penatalaksanaan
labioschisis yaitu :13
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang
dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih
dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus
diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah
parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu
dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup
diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau
tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu
celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik
untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla)
akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada
saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak
sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.13
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh
seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3
17
bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan
sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir
sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap
menjadi kurang sempurna.
Teknik Operasi :
A. Operasi Labioplasty
Operasi celah bibir satu sisi (cheiloraphy unilateral) dilakukan pada kelainan CLP/L------
atau CLP/ La----- atau CLP/LAHS--- atau CLP/---SHAL. Teknik operasi yang umum dipakai
adalah teknik millard, cara ini menggunakan rotation advancement flap dari segmen lateral dan
menyisipkannya ke subkutan vermillion tipis untuk membuat sentral vermillion sedikit menonjol
dan dapat menghilangkan kolobama. Flap ini disebut flap Djo. Bila celah bibir inkomplit maka
Cheiloraphy dilakukan sama seperti penanganan celah komplit. Disamping itu dasar vestibulum
nasi juga harus dibuat pada waktu yang sama.1
Beberapa prosedur bedah yang lain adalah Le Mesurier quadrilateral flap repair,
Randall-Tenison triangular flap repair, Skoog and Kernahan-Bauer and lower lip Z-plasty
repairs.
Pada teknik Hagedorn-LeMesurier, elemen bibir medial diperpanjang dengan
memasukan flap quadrilateral yang dihasilkan dari elemen bibir lateral. Sedangkan Pada teknik
Skoog, elemen bibir medial diperpanjang dengan memasukan dua flap triangular yang dihasilkan
dari elemen bibir. 12
Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik Triangular.
Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan kawan-kawan dengan menggunakan flap
triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial dari celah tepat diatas batas
vermillion, melintasi collum philtral sampai ke puncak cupid. Triangle ini menambah panjang di
sisi terpendek dari bibir. Teknik ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut
yang terbentuk tidak terlihat alami. 1,4
18
Gambar 7. Variasi Teknik operasi yang
digunakan pada unilateral cleft lip.
(dikutip dari kepustakaan 3)
Teknik Millard membuat dua flap yang berlawanan dimana pada sisi medial dirotasi ke
bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateral
dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Keuntungan dari
teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang terbentuk pada jalur anatomi normal dari collum
philtral dan ambang hidung.
19
A B C
D E FGambar 8 : A. Anatomi bibir dan hidung, B. Desain Cheiloraphy Unilateral, C. Flap Muskulus vermilion Lateral
(Flap DJO), D. Back cut incision, E. Mempertemukan flap lateral dan medial F. Hasil cheiloraphy unilateral
(dikutip dari kepustakaan Marsuki)
Operasi celah bibir dua sisi dapat dilakukan untuk celah yang ditulis lokasinya dengan
cara otto kriens sebagai CLP/LAHSHAL atau CLP/la---al atau kombinasi lain. Sering pada
cheiloraphy bilateral ditemukan keadaan premaksilanya yang sangat menonjol, ini menyulitkan
ahli bedah karena otot-otot bibir tidak bisa secara langsung dipertemukan atau bila dipaksakan
akan terjadi ketegangan dan berakibat jahitan lepas beberapa hari kemudian. Djohansjah
mengajurkan pada keadaan tersebut otot tidak perlu dipaksakan dipertemukan di tengah, cukup
kulit dan subkutan yang dijahitkan. Menempelkan saja pada tepi probelium. Otot tersebut dapat
dijahit sekunder kelak bila keadaan luka sudah tenang dan stabil, diperkirakan satu tahun (setelah
fase 3 penyembuhan luka selesai), pada celah bibir bilateral dewasa probeliumnya relatip kecil
maka perlu tambahan segmen kulit untuk memperpanjang probeliumnya. Bila didapatkan celah
bibir bilateral inkomplit maka cheilorapy dilakukan sebagai komplit.1
20
A B C
D E FGambar 9: A. Desain Cheiloraphy Bilateral, B. Insisi pada Cheiloraphy Bilateral, C. Membebaskan otot, D.
Penjahitan mukosa, E. Wedge Excision, F. Hasil Cheiloraphy bilateral
(Dikutip dari kepustakaan 1)
b. Palatoschisis
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis
khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari
intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih
dahulu sebelum diperbaiki.7
Perawatan Umum Pada Cleft Palatum
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi
dengan cleft palate yakni:
a. Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat
21
mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari
cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot
khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar
keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak
cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam
bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat
dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu,
atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-
langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai
dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi.7
b. Pemeliharaan jalan nafas
Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan
retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus
genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau
total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)
c. Gangguan telinga tengah
Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi
pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah.
Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran.
Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran
tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena
cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah
sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.5,7
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,
dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara
yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses
22
penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat
berfungsi dengan baik.6,8
A. Operasi Palatoplasty
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah
palatum, yaitu:
1. Teknik Von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Von Langenbeck. Teknik ini menggunakan
flap bipedikel mukoperiostal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk kelainan yang ada,
dasar flap ini di sebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah
paIatum.14
Gambar 10. Teknik Von Langenbeck
(Dikutip dan kepustakaan 14)
23
Indentasi medial yang tipis ke tuberositas maksilaris ditandai dengan tinta pewarna
(gentian violet). Dan titik ini, garis dan tinta pewarna diperpanjang sepanjang pterygomaksilaris
menuju ke sendi tonsilar anterior. Tanda tinta pewarna sekarang memanjang ke depan menuju
batas medial dan alveolus, secara lateral dan foramen palatina mayor, melengkung sedikit secara
medial untuk menyesuaikan dengan daerah alveolar, dan berakhir pada daerah gigi taring dan
palatum. Tanda dibuat pada kedua sisi. Hubungan antara lapisan oral dan nasal sepanjang tepi
celah dapat juga ditandai dengan tinta pewarna.
Anestesi lokal misalnya 1% lidokain, disuntikkan untuk hemostasis dan peningkatan
bagian terbesar dan jaringan. Anestesi menyebar dengan mudah jika disuntikkan antara tepi
celah dengan bagian lateral dan daerah yang direncanakan untuk diinsisi. Jika tingkatan yang
tepat didapatkan, larutan akan menyebar sepanjang jaringan ke dalam bagian belahan dan uvula.
Anestesi lokal tambahan disuntikkan ke dalam separuh posterior dan garis insisi lateral
sepanjang pterygomaksilanis.
lnsisi dibuat di bagian lateral dan garis dengan menggunakan pisau no 15 yang
diperdalam dengan gunting pediatrik Metzenbaum sehingga pain nitar process terlihat. Tendon
dan otot tensor veli palatini terdorong kearah posterior dan processus hamular. Tepi celah diinsisi
atau dipotong dengan pisau no. 11 sementara ujung dan uvula dipegang pelan dengan forsep.
Hal yang penting untuk melakukan insisi ke dalam mukoperiosteum oral pada bagian
apeks dan celah untuk memastikan bahwa bagian yang bagus dan jaringan yang kuat tersedia
untuk kebutuhan penutupan lapisan nasal yang sempit di area apeks ini. Penggunaan
mukoperiosteurn oral akan mencegah kerusakan dan mukosa nasal yang tipis pada daerah mi.
Mukoperiosteum oral antara celah dan insisi lateral diangkat dengan forceps dan dental
kuret. Hal ini akan memudahkan flap bipedikel untuk digerakkan secara media/satu sama lain
pada garis tengah, Lapisan nasal dan mukoperiosteum diangkat secara bilateral untuk
memudahkan lapisan nasal kira-kira ke tengah tanpa tarikan (tension). Fibromuskulatur
tambahan pada tepi posterior dan palatum durum diinsisi yang akan memudahkan mukosa untuk
meregang. Lapisan nasal, mulai dari apeks celah bagian anterior dijahit dengan catgut.
Penjahitan juga dilakukan sepanjang palatum molle menuju dasar dan uvula.
24
2. Teknik Wardill V-Y push-back
Teknik V-Y push back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum
unipedikel dengan dasarnya di sebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial
sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah
panjang palatum yang diperbaiki.1
A B
Gambar 11: A. Desain insisi. B. Flap mukoperiosteal (Dikutip dan kepustakaan 3)
Kepala penderita dalam posisi hiperekstensi dengan cara menyanggah bantal di punggung
sehingga posisi palatum tampak datar. Kemudian dilakukan desinfeksi dan pemasangan rink.
Dengan menggunakan tinta pewarna, digambarkan rencana insisi flap.1
A B C
Gambar 12: A. pembebasan flap. B. arteri palatine mayor yang keluar daui foramen palatine. C. membebaskan mukosa. (Dikutip dan kepustakaan 1)
25
Tindakan selanjutnya adalah menginsisi menggunakan pisau no 15 di bagian lateral pada
garis yang dibuat sampai menembus periosteum. Flap diangkat dan tulang dengan respatoriuni
ke arah medial. Dibuat irisan di tepi medial lalu mukosa dibebaskan dengan gunting mengarah
ke permukaan nasal. Kemudian dilakukan pembebasan flap mukoperiosteal dengan mendorong
ke belakang sehingga tampak arteri palatina keluar dan foramen palatina. Perlekatan mukosa oral
di dekat foramen palatina dibebaskan dan arteri palatina mayor menggunakan gunting yang
dilakukan sampai flap dapat bergerak ke medial tanpa tegangan. Perlu berhati-hati agar arteri
palatina mayor tidak putus. Ujung otot yang melekat pada sisi posterior tulang palatum
dibebaskan dan mukosa nasal dan oral sehingga dapat digeser sampai posterior dan otot tersebut
dipertemukan di tengah. Mukosa nasal dilepas dan perlekatannya dengan tulang palatum
menggunakan respatonium dan posterior ke arah anterior sampai mukosa tersebut dapat bebas ke
medial.1
Gambar 13. A. penjahitan uvula dan mukosa nasal. B. penjahitan otot.
(Dikutip dan kepustakaan 1)
Penjahitan dimulai dari daerah uvula kemudian mukosa nasal dengan simpul ke arah
nasal. Otot dijahit dengan ujung simpul pendek. Mukosa dijahit dengan matras horisontal dan
simpulnya intraoral. Pada palatum durum, jahitan dipertautkan ke mukosa nasal agar flap
tersebut melekat dan tidak jatuh mengikuti lidah. Sisi lateral dan flap yang terbuka diberi
surgicel atau spongostan untuk membantu hemostasis.1
26
3. Teknik Double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan
membuat suatu fungsi dan m.levator. teknik ini merupakan cara penutupan palatum dengan satu
tahap. 14
Gambar 14. Double opposing Z-plasty.
(Dikutip dan kepustakaan 14)
4. Teknik Velar closure
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek, dimana palatum molle ditutup (pada umur
6-8 bulan) dan palatum durum dibiarkan terbuka dan kemudian akan ditutup pada umur 12-15
tahun. 14
5. Teknik Palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap
pedikel dengan dasarnya diposterior yang meluas sampai keseluruh bagian celah alveolar. Flap
ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan. 14
27
Gambar 15: Palatoplasty two flap (dikutip dari kepustakaan 14)
Terapi bicara (speech therapy) diperlukan setelah operasi palatoraphy, untuk melatih
bicara benar dan meminimalkan timbulnya suara sengau. Bila setelah palatoraphy dan terapi
bicara masih terdapat suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara
nasal dan biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun.
Pada usia anak 8-9 tahun ahli orthodontik memperbaiki lengkung alveolus sebagai
persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastik melakukan
operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus. Evaluasi
28
perkembangan selanjutnya, sering didapatkan hipoplasia pertumbuhan maksilla sehingga terjadi
wajah cekung. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan cara operasi advancement osteotomi Le Fort
I pada usia 17 tahun dimana tulang-tulang Wajah telah berhenti pertumbuhannya.1,14
KOMPLIKASI
Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan
bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial.9
Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan
komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini
timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli
anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi
ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada
dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa
instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah
sempurna.
b. Perdarahan
Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya
darah yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication.
Because of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk
dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume
darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat
penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari
oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk
menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya
diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.
29
c. Fistel palatum
Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan
operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum
dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni
sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan
dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cara.
Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup
defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi
pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan utama
gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior
yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah
telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu
sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki
fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa
dibutuhkan untuk melakukan penutupan.
d. Midface abnormalities
Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan
terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada
beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya
demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang
abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia,
apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan
primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate
unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I
osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu
maloklusi dan deformitas dagu.
e. Wound expansion
Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini
terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada
30
saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang
terpisah.
f. Wound infection
Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki
pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma
yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang
pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.
g. Malposisi Premaksilar
Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.
h. Whistle deformity
Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan
retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari
segmen lateral otot orbikularis
i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir
Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis
yang penting lengkung.
PENCEGAHAN
1. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. 25 Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia
31
15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002). 10
2. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.30
a. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut.
Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.
b. Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi
32
celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya celah.
c. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam
industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.
5. Suplemen Nutrisi
Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.
PROGNOSIS
33
Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara
sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara
lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.8,10
BAB III
PENUTUP
Kelainan labioschisis dan palatoschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat
dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi
saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan.
Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis
yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara
yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
berbicara pada anak dengan labio-palatoschisis.8
34
DAFTAR PUSATAKA
1. Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok,
Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M
Jamil.1997.
2. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip And Palate, Introduction.
Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB
Saunders.
3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal Dan Tingginya Prevalensi
Sumbing Bibir/Langit-Langit Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
35
Tenggara Timur (Laporan Pendahuluan). Disitasi dari : http://www.kalbe.co.id
/files/cdk/files/18.html. Pada tanggal 15 November 2009.
4. Webmaster. Bibir sumbing. Disitasi dari : http://www.klikdokter.com/
illness/detail/104.htm. Pada tanggal 15 November 2009. Perbaharuan terakhir
: Januari 2008.
5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta :
EGC.2005.
6. Webmaster. Cleft Lip. Disitasi dari : http://www.allianceforsmiles.org
/?q=content/what-cleft-lip-cleft-palate.htm. Pada tanggal : 16 November 2009.
Perbaharuan terakhir : Juli 2008.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Cleft Lip and Cleft Palate.
Disitasi dari : http://cdc.gov/ncbddd/bd/cleft.htm. Pada tanggal : 16 November
2009. Perbaharuan terakhir : April 2009.
8. Webmaster. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari : http://www.healthofchild
ren.com/C/Cleft-Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id]
=4.htm. Pada tanggal : 13 November 2009. Perbaharuan terakhir : Janurai
2009.
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :
Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius – FK UI. 2005.
10. Webmaster. Cleft Lip and Cleft Palate. Disitasi dari :
http://www.wrongdiagnosis.com/c/cleft_palate/book-diseases-7a.htm. Pada
tanggal : 16 November 2009. Perbaharuan terakhir : januari 2009.
11. The Cleft Palate Foundation. Cleft Lip and Palate (Orofacial Cleft). Disitasi
dari : http://www.obfocus.com/high-risk/birthdefects/cleft%20lip%20and
%20cleft%20palate.htm . Pada tanggal : 14 November 2009. Perbaharuan
terakhir : Juli 2008.
12. Cleft Lip and Palate Association (CLAPA). Case study : Facts About Cleft Lip
and Palate Surgey. Disitasi dari : http://www.opsa-charity.org/case-study.html.
Pada tanggal : 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2006.
13. Nawasasi L. Sumbing, Kapan Harus Dioperasi ?. Disitasi dari :
http://lakshminawasasi.blogspot.com/sumbing-kapan-harus-dioperasi_
36
06.html . Pada tanggal : 11 November 2009. Perbaharuan terakhir :
Januari 2009
14. Kaneshiro NK. Cleft Lip Repair – Series. Disitasi dari :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100010_4.htm . Pada
tanggal : 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009
37