BAB I
PENDAHULUAN
I.I . Latar Belakang
Latar belakang dari hasil laporan ini bahwa sebagai mahasiswa kita harus mengetahui
perihal karakter, sifat, yang terkandung dalam bahan bangunan, seperti halnya beton
sebagai struktur yang kuat juga sangat berperan dalam pembangunan pembuatan gedung
dan sebagainya sehingga kebutuhan penelitian begitu begitu menunjang dalam
pemanfaatan dalam bidang bangunan, seiring perkembangan jaman yang pesat, beton
menjadi sasaran utama dalam aktifitas sebagai konstruksi bangunan serba guna sehingga
semakin hari banyak peminatnya.
I.II. Tujuan
Tujuan dari pada pembuatan laporan ini, salah satunya sebagai pemenuhan tugas
sebagai dasar kepahaman kita terhadap proses praktikum sebelumnya, selain itu laporan
bisa menjadi wawasan bagi kita semua untuk bisa mempelajari serta memahami dari
hasil praktikum ini yang hasil akhirnya bisa mengamalkan secara integritas atas dasar
laporan ini
Adapun Tujuan lain dari Uji Bahan adalah :
1) Mahasiswa dapat berkerja dengan terampil dalam Uji Bahan
2) Mahasiswa dapat mempraktekan hasil praktikum ini dimana pun tempat ia kerja kelak
3) Mahasiswa lebih mengenal bahan yang akan diujikan
4) Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat uji bahan
I.III. Waktu dan Tempat Praktek
Adapun waktu praktek yang telah di tentukan masuk Jam 08.00 – SELESAI. Dan
Tempat Praktek dilaksanakan di Laboratorium Teknik Spil
BAB II
DASAR TEORI
II.I. Pengertian Beton
Beton didefinisikan sebagai sebuah bahan yang diperoleh dengan mencampurkan
agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil / batu pecah), semen, air, dan bahan
tambahan lain (admixtures) bila diperlukan dan telah mengeras. Bila campuran beton
belum mengeras (plastis), bahan tersebut disebut spesi beton. Agar beton dapat menahan
gaya tarik, maka di dalam beton diberi besi tulangan dan biasa disebut beton bertulang.
Definisi beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan, dengan atau tanpa pratekanan
dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material (beton dan besi tulangan)
bekerja bersama-sama dalam menahan beban yang diterima. Agregat sebagai salah satu
komposisi bahan beton (baik agregat halus atau agregat kasar) bisa didapat dari alam
(alami: kerikil, pasir sungai), atau dari industri (buatan: batu pecah, pasir giling).
Keduanya harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti kebersihan yang terjaga, gradasi
yang baik, dan kadar organik yang rendah sebelum digunakan sebagai campuran. Begitu
pula semen dan air. Harus disesuaikan dengan kebutuhan bahan beton yang akan dipakai.
Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh
bahan-ikat. Singkatnya dapat dikatakan pasta bahwa semen mengikat pasir dan bahan-
bahan agreget lain (kerikil,basalt, dll). Sifat-sifat beton pada suhu tinggi di pengaruhi
dalam batas tertentu oleh jenis agregat. Beton structural dapat digolongkan ke dalam tiga
jenis agregat, antara lain:
1. Karbonat. Meliputi batu kapur dan dolomite dan dimasukkan dalam satu golongan
kedua zat ini mengalami perubahan susunan kimia pada suhu antara 1300F sampai
1800F.
2. Silikat. Meliputi granit, kuarsit, batu pasir. “schist”, dan bahan lain yang mengandung
silikat, tidak mengalami perubahan kimia pada suhu yang biasa dijumpai dalam
kebakaran. Walaupun silikat mengalami perubahan volume yang tiba-tiba setelah inverse
kuarsa terjadi pada suhu sekitar 1060F, beton yang beragregat silikat tidak menunjukan
perubahan volume atau sifat fisika lain yang tiba-tiba.
3. Berbobot ringan. Bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang, batu tulis tanah
liat, dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekiyar 1900F sampai 2000F selama
pembuatan. Pada suhu ini, agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya, agregat berbobot
ringan ini yang berada dekat permukaan beton yang mengalami uji kekealan standar
mulai melunak setelah terbakar selama sekitar empat jam. Dalam praktek, pengaruh
pelunakan ini umumnya kecil. Selain sifat sifat beton, aspek lain yang besar pengaruhnya
terhadap pembentukan panas hidratasi adalah faktor-air-semen.
· Faktor air semen (F.A.S) adalah perbandingan antara berat air dan berat semen:
Berat air (kg/m3) = F.A.S x berat semen (l/m3)
· Bila spesi beton di tambah extra air, maka sebenarnya hanya pori-porinya yang
bertambah banyak. Akibatnya beton lebih berpori-pori dan kekuatan serta masa pakainya
berkurang. Pedoman untuk komposisi spesi beton yang dapat dipegang yaitu,
semen:pasir:kerikil=1:2:3.Satuan perbandingan ini adalah volume.
a) Sifat Teknis Beton Non-Pasir, adalah kajian tentang pengertian, manfaat, dan sifat-
sifat beton non-pasir, serta penerapannya baik pada struktur atau pada non struktur
pekerjaan Teknik Sipil.
b) Bahan – bahan Penyusun Beton, adalah kajian tentang air sebagai bahan penyusun,
fungsi dan kriterianya, Semen Portland, dan agregat, meliputi jenis, fungsi dan perannya,
serta proses pembentukan beton.
c) Sifat Teknis Agregat, adalah kajian tentang agregat dan permasalahan nya, jenis dan
macam-macamnya, sifat-sifat teknis, cara pembuatan serta fungsi dan perannya dalam
pembentukan beton.
d) Pembuatan Agregat Beton Non-Pasir, adalah kajian dan pelaksanaan tentang
metodologi pembuatan, gradasi, pengkondisian dan pengujian sifat teknis agregat untuk
beton non-pasir.
e) Perancangan adukan Beton, adalah kajian dan pelaksanaan tentang Mix Design
adukan beton berdasarkan coba-coba, SNI, ACI, dan ROAD NOTE No.4, sehingga
kebutuhan bahan dapat dianalisis secara pasti.
f) Pengujian Beton Segar, adalah kajian dan pelaksanaan tentang proses pengadukan,
pengujian beton dalam keadaan plastis, meliputi sifat teknis, kelecakan (Consistency),
dan Slump Test.
g) Pembuatan Spesimen Beton Non-Pasir, adalah kajian dan pelaksanaan tentang
pembuatan benda uji baik berupa kubus atau silinder Beton Non-Pasir, berdasarkan
variasi adukan yang telah ditentukan, ketepatan dimensi, serta ketentuan kepadatannya.
h) Pengendalian Mutu Beton, adalah kajian dan pelaksanaan tentang pengendalian mutu
beton, meliputi pengawasan, perawatan / Curing, Caping, kodefikasi, Evaluasi dan
Rehabilitasi cacat yang terjadi.
i) Pengujian Spesimen Beton Non-Pasir, adalah kajian dan pelaksanaan tentang
pengujian sifat teknis Beton Non-Pasir, meliputi dimensi, Berat Jenis, Volume Rongga,
dan Kuat Tekan
II.II. Sifat – Sifat Beton
Adapun sifat – sifat beton adalah :
1. Sifat tahan lama,
2. Rayapan ( Perubahan bentuk dalam jangka panjang (dalam militon)),
3. Daya tahan terhadap pengausan,
4. Daya tahan terhadap kimia,
5. Penyusutan dan pemuaian,
6. Kedap air.
II.III. Bahan – bahan Penyusun Beton
1. Semen
Semen adalah zat yang digunakan untuk merekat batu, bata, batako, maupun
bahan bangunan lainnya. Kata semen sendiri berasal dari bahasa
Latin, caementum , yang artinya memotong menjadi bagian-bagian kecil tak
beraturan. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat
bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis.
Campuran bubuk ini pertama kali ditemukan pada masa Kerajaan Romawi,
tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia yang dinamakan pozzuolan.
Baru pada abad ke-18, John Smeaton insinyur asal Inggris menemukan
kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan
memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar
Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris. Sayangnya bukan Smeaton yang
akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini tapi Joseph Aspdin
(insinyur berkebangsaan Inggris) yang mengurus hak paten ramuan. Ia menyebut
bubuk campuran tersebut dengan nama Semen Portland. Mengapa? Sebab warna
hasil akhir olahannya mirip dengan tanah liat dari Pulau Portland, Inggris.
Jenis – jenis semen adalah :
1. Semen Portland Type I
Fungsi semen portland type I digunakan untuk keperluan konstruksi umum
yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan
tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang mengandung sulfat 0, 0% –
0, 10 % dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-
gedung bertingkat, perkerasan jalan, struktur rel, dan lain-lain.
2. Semen Portland Type II
Fungsi semen portland type II digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton
massa yang memerlukan ketahanan sulfat ( Pada lokasi tanah dan air yang
mengandung sulfat antara 0, 10 – 0, 20 % ) dan panas hidrasi sedang, misalnya
bangunan dipinggir laut, bangunan dibekas tanah rawa, saluran irigasi, beton
massa untuk dam-dam dan landasan jembatan.
3. Semen Portland Type III
Fungsi semen portland type III digunakan untuk konstruksi bangunan yang
memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah
pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan
tingkat tinggi, bangunan-bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan
terhadap serangan sulfat.
4. Semen Portland Type IV
Fungsi Semen Portland type IV digunakan untuk keperluan konstruksi yang
memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus diminimalkan. Oleh karena itu
semen jenis ini akan memperoleh tingkat kuat beton dengan lebih lambat
ketimbang Portland tipe I. Tipe semen seperti ini digunakan untuk struktur
beton masif seperti dam gravitasi besar yang mana kenaikan temperatur akibat
panas yang dihasilkan selama proses curing merupakan faktor kritis.
5. Semen Portland Type V
Fungsi semen portland type V dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan
pada tanah/ air yang mengandung sulfat melebihi 0, 20 % dan sangat cocok
untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan, dan pembangkit tenaga nuklir.
2. Agregat
Agregat merupakan batuan yang terbentuk dari formasi kulit bumi yang padat
dan solid. Berdasarkan asal pembentukannya agregat diklasisifikasikan kedalam
batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Sedangkan berdasarkan proses
pengolahannya agregat digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu agregat alam
dan agregat buatan.
a. Agregat alam merupakan agregat yang bentuknya alami, terbentuk
berdasarkan aliran air sungai dan degradasi. Agregat yang terbentuk dari
aliran air sungai berbentuk bulat dan licin, sedangkan agregat yang
terbentuk dari proses degradasi berbentuk kubus ( bersudut) dan
permukaannya kasar. Contoh agregat alam yang sering dipergunakan
adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah agregat yang mempunyai diameter
lebih dari ¼ inchi (6,35 mm), sedangkan pasir berukuran kurang dari ¼
inchi, tetapi lolos saring No. 200 atau lebih besar dari 0,075 mm.
b. Agregat buatan merupakan agregat yang berasal dari hasil sambingan
pabrik-pabrik semen dan mesin pemecah batu. Agregat buatan sering
disebut filler (material yang berukuran lebih kecil dari 0,075 mm).
Berdasarkan besar partikel-partikelnya agregat dapat dibedakan atas
agregat kasar, agregat halus dan abu/filler. Menurut ASTM agregat kasar
berukuran > 4,75 mm, dan agregat halus berukuran < 4,75 mm. Sedangkan
menurut AASHTO agregat kasar berukuran > 2 mm dan agregat halus
berukuran antara 0,075 mm hingga < 2 mm.
BAB III
PEMBAHASAN MATERI
III.I. Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
III.I.I. Alat
- Timbangan
- Oven Pengering
- Cawan
- Talam
- Sendok Spesi
III.I.II. Bahan
- Batu Pecah ( Agregat Kasar )
III.I.III. Langkah Kerja
1. Timbang berat cawan (W1)
2. Masukkan benda uji ke dalam cawan dan timbang beratnya (W2)
3. Hitung berat benda uji (W3=W2-W1)
4. Keringkan benda uji berikut dengan cawan dalam oven dengan suhu
(110±5º)C sampai beratnya tetap
5. Timbang berat cawan dan benda uji (W4)
6. Hitung berat benda uji kering oven (W5=W4-W1)
III.I.IV. Perhitungan
Kadar air agregat = (W 3−W 5)
W 5 x 100%
W3 = berat benda uji semula (gram)
W5 = berat benda uji kering oven (gram)
III.II. Pengujian Kadar Air Agregat Halus
III.II.I. Alat
- Timbangan
- Oven Pengering
- Cawan
- Talam
- Sendok Spesi
III.II.II. Bahan
- Pasir ( Agregat Halus )
III.II.III. Langkah Kerja
1 Timbang berat cawan (W1)
2 Masukkan benda uji ke dalam cawan dan timbang beratnya (W2)
3 Hitung berat benda uji (W3=W2-W1)
4 Keringkan benda uji berikut dengan cawan dalam oven dengan suhu
(110±5º)C sampai beratnya tetap
5 Timbang berat cawan dan benda uji (W4)
6 Hitung berat benda uji kering oven (W5=W4-W1)
III.II.IV. Perhitungan
Kadar air agregat = (W 3−W 5)
W 5 x 100%
W3 = berat benda uji semula (gram)
W5 = berat benda uji kering oven (gram)
III.III. Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
III.III.I. Alat
- Timbangan 0,01 GR- Piknometer / gelas ukur
- Kerucut terpancung untuk menentukan keadaan SSD
- Barang penumbuk
- Saringan No.4 (4,75mm)
- Thermometer
- Cawan
- Hot plate
- Desikator
- Alat pembagi contoh
III.III.II. Bahan
- Benda uji adalah agregat yang lewat saringan no.4, yang diperoleh dari alat
pembagi contoh atau sistem perempat (Quatering) sebanyak ±1000 gram
- Benda uji terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jenuh air kering
permukaan (SSD)
III.III.III. Langkah Kerja
1. Cuci benda uji untuk menghilangkandebu atau bahan – bahan lain yang
melekat pada permukaan agregat
2. Keringkan benda uji pada oven dengan suhu (110±5º)C sampai berat tetap
3. Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang beratknya (BK)
4. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam
5. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air
pada permukaan agregat hilang (agregat ini dinyatakan dalam keadaan
jenuh air keringpermukaan atau SSD)
6. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering permukaan (Bj)
7. Masukkan benda uji kedalam bejana gelas dan tambahkan air hingga
benda uji terendam dan permukaan air pada tanda batas ( pada bejana gelas
di beri tanda batas )
8. Timbang berat bejana yang berisi benda uji + air (B1)
9. Bersihkan bejana dari benda uji dan masukkan lagi permukaannya ada
pada tanda batas ( seperti pada No.7)
10. Timbang beratnya (B2)
11. Timbang berat bejana yang berisi air (B3)
III.III.IV. Perhitungan
Berat jenis bulk/ov = B 2
B 3+Bj−B1
Berat jenis SSD =Bj
B 3+Bj−B1
Berat jenis app = B 2
B 3+B 2−B 1
Penyerapan = Bj−B 2
B2 x 100%
Bj = Berat benda uji jenuh permukaan kering
B1 = Berat bejana + benda uji + air
B2 = Berat benda uji kering oven
B3 = bejana isi air
III.IV. Pengujian Kadar Air Agregat Halus
III.IV.I. Alat
- Timbangan 0,01 GR- Piknometer / gelas ukur
- Kerucut terpancung untuk menentukan keadaan SSD
- Barang penumbuk
- Saringan No.4 (4,75mm)
- Thermometer
- Cawan
- Hot plate
- Desikator
- Alat pembagi contoh
III.IV.II. Bahan
- Benda uji adalah agregat yang lewat saringan no.4, yang diperoleh dari alat
pembagi contoh atau sistem perempat (Quatering) sebanyak ±1000 gram
- Benda uji terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jenuh air kering
permukaan (SSD)
III.IV.III. Langkah Kerja
A. Penentuan SSD Agregat Halus
1. Masukkan benda uji kedalam Kerucut terpancung 3 lapisan, yang
masing – masing lapisan ditumbuk sebanyak 8 kali, ditambah 1 kali
penumbukan untuk bagian atas nya (seluruhnya 25 kali tumbukan)
2. Angkat cetakan kerucut terpancung perlahan – lahan perhatikan !
a. Sebelum diangkat, cetakan kerucut terpancung harus diberisihkan
dari butiran agregat yang berada di ibagian luar cetakan
b. Pengangkatan cetakan harus benar – benar vertikal
3. Periksa bentuk agregat hasil pencetakan setelah kerucut terpancung
diangkat :
Bentuk agregat, umumnya ada 3, yang masing – masing menyatakan
keadaan kandungan air dari agregat tersebut, yaitu :
Perhatikan !
1. Jika keadaan agregat kering, maka agregat perlu ditambah air
2. Jika keadaan agregat basah, maka agregat perlu dikeringkan
diudara
B. Penentuan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
1. Timbang agregat dalam keadaan SSD tersebut pada a seberat 500 gram
dan masukkan ke dalam piknometer / gelas ukur
2. Masukkan air bersih mencapai 90% isi piknometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya
Perhatikan !
Proses untuk menghilangkan udara dalam piknometer dapat dipercepat
dengan menggunakan pompa hampa udara atau dengan merebus
piknometer
3. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas
4. Timbang piknometer berisi air dan benda uji (B1)
5. Keluarkan benda uji, keringkan dalam open dengan suhu (110±5º)C
sampai berat tetap kemudian dinginkan benda uji dalam desikator, lalu
timbang beratnya (B2)
6. Isi kembali piknometer dengan air sampai tanda batas, lalu timbang
beratnya (B3)
III.IV.IV. Perhitungan
Berat jenis bulk/ov = B 2
B 3+SSD−B 1
Berat jenis SSD =SSD
B 3+SSD−B 1
Berat jenis app = B 2
B 3+B 2−B 1
Penyerapan = SSD−B 2
B 2 x 100%
SSD = Berat benda uji jenuh permukaan kering
B1 = Berat bejana + benda uji + air
B2 = Berat benda uji kering oven
B3 = bejana isi air
III.V. Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
III.V.I. Alat
- Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
- Talamberkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
- Tongkat pemadat dengan diameter 15mm, panjang 16cm dan dengan
ujung bulat, terbuat dari baja tahan karat
- Mistar perata
- Wadah baja yang cukup kaku berbentuk sillinder dengan alat pemegang
III.V.II. Bahan
- Masukkan contoh agregat kedalam talam sekurang – kurang nya sebanyak
kapasitas wadah sesuai daftar, keringkan dalam oven dengan suhu
(110±5º)C, sampai beratnya tetap digunakan sebagai benda uji
III.V.III. Langkah Kerja
A. Berat isi lepas
1. Timbang dan catat mould / cetakan (W1)
2. Masukkan benda uji kedalam mould denngan hati – hati agar tidak
terjadi pemisahan butiran. Ketinggian maksimum 5 cmdiatas wadah
dengan menggunakan sendok speci atau sekop sampai penuh
3. Ratakan pemrukaan benda uji dengan perata
4. Timbang dan catat berat wadah beserta benda uji (W2)
5. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1)
6. Hitung berat air / isi mould (V = W4 – W1)
B. Berat isi padat agregat ukurn butir maksimum 38,1 mm
1. Timbang dan catat berat mould/cetakan ( W1 )2. Isilah wadah dengan benda uji dengan 3 lapisan kurang lebih sama
tebalnya.3. Setiap lapis harus dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25
kali tusukan secara merata.4. Setelah lapisan terahir dan telah di padatkan, ratakan permukaan
atasnya.5. Timbang dan catat berat wadah beserta benda uji ( W2 )6. Hitung berat benda uji ( W3=W2-W1 )7. Hitung berat air / isi mould (V = W4 – W1)
III.V.IV. Perhitungan
Berat isi = W 3V
W3 = berat benda uji (gram)
V = berat air / isi mould (gram)
III.VI. Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
III.VI.I. Alat
- Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
- Talamberkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
- Tongkat pemadat dengan diameter 15mm, panjang 16cm dan dengan
ujung bulat, terbuat dari baja tahan karat
- Mistar perata
- Wadah baja yang cukup kaku berbentuk sillinder dengan alat pemegang
III.VI.II. Bahan
- Masukkan contoh agregat kedalam talam sekurang – kurang nya sebanyak
kapasitas wadah sesuai daftar, keringkan dalam oven dengan suhu
(110±5º)C, sampai beratnya tetap digunakan sebagai benda uji
III.VI.III. Langkah Kerja
A. Berat isi lepas
1. Timbang dan catat mould / cetakan (W1)
2. Masukkan benda uji kedalam mould denngan hati – hati agar tidak
terjadi pemisahan butiran. Ketinggian maksimum 5 cmdiatas wadah
dengan menggunakan sendok speci atau sekop sampai penuh
3. Ratakan pemrukaan benda uji dengan perata
4. Timbang dan catat berat wadah beserta benda uji (W2)
5. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1)
6. Hitung berat air / isi mould (V = W4 – W1)
B. Berat isi padat agregat ukurn butir maksimum 38,1 mm
1. Timbang dan catat berat mould/cetakan ( W1 )2. Isilah wadah dengan benda uji dengan 3 lapisan kurang lebih sama
tebalnya.3. Setiap lapis harus dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25
kali tusukan secara merata.4. Setelah lapisan terahir dan telah di padatkan, ratakan permukaan
atasnya.5. Timbang dan catat berat wadah beserta benda uji ( W2 )6. Hitung berat benda uji ( W3=W2-W1 )7. Hitung berat air / isi mould (V = W4 – W1)
III.VI.IV. Perhitungan
Berat isi = W 3V
W3 = berat benda uji (gram)
V = berat air / isi mould (gram)
III.VII. Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
III.VII.I. Alat
- Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
- Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
- Ayakan standart
- Kuas
III.VII.II. Bahan
- Batu pecah (Agregat kasar)
III.VII.III. Langkah Kerja
1. Ayak benda uji tersebut dengan menggunakan susunan ayakan sebagai
berikut : 38 mm, 31,5 mm, 25,4 mm, 19,1 mm 16 mm, 12,7 mm, 9,5 mm
4,75 mm, sedangkan ayakan yang terbesar diletakkan paling atas.
Pengayakan ini dilakukan dengan meletakkan susunan ayakan pada
mesin pengguncang dan di goncangkan selama 15 menit atau di ayak
menggunakan tangan
Perhatikan !
Jika yang tembus dari ayakan 4 mm lebih dari atau sama dengan 500
gram maka yang tembus harus di ayak lagi, menggunakan ayakan
agregat halus yaitu 2 mm ke bawah.
2. Timbang berat agregat yang tertahan diatas masing – masing lubang
ayakan terhadap berat total
3. Hitung persentase berat benda yang tertahan diatas masing – masing
lubang ayakan terhadap berat total
III.VII.IV. Perhitungan
Persentase berat benda uji yang tertahan diatas saringan a = AB
x 100%
A = Berat benda uji yang tertahan diatas saringan a mm (gram)
B = Berat benda uji total (gram)
III.VIII. Pengujian Kadar Air Agregat Kasar
III.VIII.I. Alat
- Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
- Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
- Ayakan standart
- Kuas
III.VIII.II. Bahan
- Pasir (Agregat halus)
III.VIII.III. Langkah Kerja
1. Agregat halus dikeringkan didalam oven dengan suhu (110±5º)C,
sampai berat tetap
2. Saring benda uji yang tembus ayakan 4 mm, timbang sebanyak 500 gr
3. Ayak agregat tersebut, dengan susunan ayakan sebagai berikut : 4,75
mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,6 mm, 0,3 mm, 0,15 mm, 0,075 mm,
sedangkan ukuran ayakan paling besar di tempatkan paling atas.
Pengayakan ini dilakukan dengan ayakan tangan selama 10 – 15 menit
4. Bersihkan masing – masing ayakan, dimulai dari ayakan teratas dengan
kuas cat yang lemas.
Perhatikan !
Pengikatan jangan terlalu keras, sekedar menurunkan debu yang
mungkin masih melekat pada ayakan
5. Timbang berat agregat yang tertahan diatas masing – masing lubang
ayakan
6. Hitung presentase berat benda uji yang tertahan diatas masing – masing
ayakan terhadap berat total
III.VIII.IV. Perhitungan
Persentase berat benda uji yang tertahan diatas saringan a = AB
x 100%
A = Berat benda uji yang tertahan diatas saringan a mm (gram)
B = Berat benda uji total (gram)
III.IX. Uji Kuat Tekan Beton
III.IX.I. Alat
- Timbangan
- Mistar
- Mesin penekan
- Talam
- Sendok Spesi
- Tongkat pemadat
- Cetakan beton
III.IX.II. Bahan
- Adukan beton untuk pembuatan benda uji harus diambil langsung dari
mesin pengaduk dengan menggunakan peraltan yang tidak menyerap air.
Adukan beton harus diaduk lagi sebelum di isikan kedalam cetakan
III.IX.III. Langkah Kerja
A. Pembuatan benda uji
1. Isi cetakan dengan adukan beton dalam 3 lapis, setiap lapis berisi kira
– kira 1/3 cetakan. Setiap lapisan dipadatkan dengan tongkat pemadat
sebanyak 25 kali secara merata.
Perhatian !
Jika pemadatan nya dilakukan dengan menggunakan vibrator
(penggetar), baik itu internal vibrator atau meja getar, pengisian
adukan beton kedalan cetakan dapat dilakukan sekaligus. Penggetar
dihentikan apabila permukaan adukan beton nampak mengkilap oleh
air semen dan udara tidak ada yang keluar dari adukan beton
2. Ratakan permukaan beton
3. Biarkan beton dalam cetakan selama ±24 jam dan letakkan pada
tempat yang bebas getaran serta di tutup oleh bahan yang kedap air
4. Setelah 24 jam, bukalah cetakan dan keluarkan benda uji
5. Rendam benda uji dalam bak yang berisi air agar proses pemotongan
(curing) beton berlangsung dengan baik, maka perendaman ini
dilakukan sampai batas waktu pengujian kuat tekan
B. Penekanan benda uji
1. Ambil benda uji dari bak perendam dan lap menggunakan lap lembab
2. Tentukan berat dan ukuran benda uji
Perhatian !
Jika benda ujinya berbentuk silinder, sebelum benda uji tersebut
ditekan harus di beri lapisan mortar semen / belerang di permukaan
atas dan bawah setebal 4 mm untuk meratakan permukaan bidang
tekan
3. Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentriks
4. Jalankan mesin dengan penambahan beban terutama berkisar antara 2
sampai 4 kg/cm2 per detik
Pembebanan ini dilakukan sampai batas maksimum dan catat hasilnya
5. Hitung kuat tekan dari benda uji tersebut
III.IX.IV. Perhitungan
Kekuatan tekan beton (bm) = PA
(kg/cm2)
P = Beban maksimum (kg)
A = Luas penampang bidang tekan (cm2)
III.X. Uji Hammer Test
III.X.I. Alat
- Hammer Test
III.X.II. Bahan
- Permukaan beton berupa kolom, balok, lantai, dan tangga
III.X.III. Langkah Kerja
1. Tentukan point yang akan diuji, lakukan 9 kali tembakan pada titik yang
berbeda (disekitar point tersebut)
2. Sentuhkan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat hammer test pada
titik – titik yang akan di tembak dengan memegang hammer sedemikian
rupa dengan arah tegak lurus atau miring pada bidang permukaan beton
yang akan ditest
3. Catat nilai hammer test nya
4. Ambli rata - rata dari 9 nilai tembakan tersebut, kemudian angkan pantul
yang kurang atau lebih dari 7 harus dihapus ( nilai yang diperoleh belum
terkoreksi)
5. Kemudian ambil nilai koreksi penambahan atau pengurangan sesuai jenis
alat hammer test yang digunakan (masing – masing alat mempunyai jenis
berbeda, sehinggan mempunyai nilai koreksi yang berbeda pula)
6. Setelah dilakukan koreksi terhadap nilai – nilai tersebut, kemudian
hitunglah rata – ratanya
III.X.IV. Perhitungan
Raverage = R 1+R 2+R 3+…+Rn
n
R = Nilai Hammer test
n = Jumlah titik – titik uji
III.XI. Uji Abrasi
III.XI.I. Alat
- Mesin Abrasi
- Timbangan
- Bola baja
- Kuas
- Talam
III.XI.II. Bahan
- Batu pecah
III.XI.III. Langkah Kerja
1. Benda uji dan bola baja di masukkan ke dalam mesin abrasi
2. Putarkan dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm dengan 500 kali putaran
Perhatian !
Jika material uji homogen, pengujian cukup dilakukan dengan 100 kali
putaran
3. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian
saring dengan saringan No.12 (1,7 mm)
4. Butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih, selanjutnya hitung
presentase angka keausan
III.XI.IV. Perhitungan
Keausan = a−b
a x 100%
a = Berat benda uji semula (gram)
b = Berat benda uji tertahan di saringan No.12 (1,7 mm) (gram)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah selesai praktikum pengujian bahan I diharapkan mahasiswa :
1. Mampu menentukan presentase air yang dikandung agregat
2. Menghitung perbandingan agregat halus dan agregat kasar menjadi agregat
gabungan yang mempunyai gradasi yang diinginkan
3. Menentukan berat jenis dan presentase berat air yang dapat diserap agregat kasar
dihitung terhadap berat kering
B. Saran
Usahakan dalam praktikum pengujian bahan I mahasiswa mendengarkan
penjelasan istruktur dan teknisi agar mahasiswa paham bagaimana menggunakan alat
lab, mahasiswa di harapkan juga harus berhati – hati pada saat praktikum pengujian
bahan I dan dibutuhkan ketelitian agar pada saat penimbangan tidak terjadi kesalahan
yang fatal dalam penimbangan
Top Related