BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam visi dan misi Indonesia Sehat 2010 yang dituangkan dalam konteks
pembangunan nasional, dijelaskan bahwa kesehatan seharusnya menjadi lanjasan
dan pertimbangan pokok. Selama wawasan kesehatan belum dijadikan azas
pembangunan nasional dan belum menjadi salah satu kriteria kunci penentu layak
tidaknya suatu upaya pembangunan, masalah kesehatan akan tetap menjadi isu
nasional yang serius. Pembangunan kesehatan tanpa disertai upaya menjadikan
kesehatan itu sendiri sebagai azas pembangunan akan tergilas oleh laju
pembangunan yang semakin cepat dan seringkali tanpa pertimbangan dampak
terhadap masyarakat. (Depkes, Indonesia Sehat 2010)
AKI di Indonesia masih cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN yakni
307 kematian per 100.000 kelahiran hidup, AKI di Filipina 170 kematian per
100.000 kelahiran hidup, di Vietnam 95 kematian per 100.000 kelahiran hidup,
Malaysia 30 kematian per 100.000 kelahiran hidup. (Susanto, C.E, 2007,
www.mediaIndonesia.com/berita Asp)
Adapun penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan yang
mencapai 28%, pre eklampsi dan eklampsi 24%, infeksi 11% dan aborsi tidak
aman sebesar 5%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah masih rendahnya
akses pada perempuan dalam mendapatkan layanan, terlalu tua saat melahirkan
13,9%, terlalu muda 0,3%, terlalu sering melahirkan 37%, dan terlalu pendek
waktu melahirkan 9,4%. (Susanto, C.E, 2007, www.mediaIndonesia.com/berita
Asp)
Menurut WHO, di seluruh dunia sekitar 40–60 juta ibu yang tidak
menginginkan kehamilannya melakukan aborsi setiap tahun. Sekitar 500.000 ibu
mengalami kematian yang disebabkan oleh kehamilan dan persalinan, sekitar 30-
50% diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan
1
sekitar 90% dari kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk
Indonesia. (Ericca, 1997)
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang terjadi pada umur
kehamilan < 20 minggu dan berat badan janin < 500 gram. Adapun dampak dari
masalah bila tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat maka dapat
menambah angka kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi dari abortus
yaitu dapat terjadi infeksi, syok, dan perforasi.
Penanganan yang terpenting dalam menangani masalah abortus adalah
bidan mampu mengetahui gejala-gejala dari abortus agar dalam mendiagnosa
suatu masalah tepat dan sebaiknya dalam hal ini bidan melakukan kolaborasi
dengan dokter dan ditunjang oleh fasilitas yang memadai.
Di Sulawesi-Selatan berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Tingkat I dari bulan Januari sampai bulan Desember 2009 angka
kematian ibu berjumlah 141 orang, yang disebabkan oleh perdarahan 73 orang
(51,8%), infeksi 8 orang (5,7%), eklampsi 39 (27,7%) dan lain-lain berjumlah 24
orang (17,0%).
Di RSUD Syekh Yusuf dari bulan Januari – Desember tahun 2009 dari
1544 orang yang memeriksakan kehamilannya ditemukan angka kejadian abortus
sebanyak 326 orang (21,1%) dan abortus inkomplit sebanyak 265 orang (17,2%).
Angka tersebut menunjukkan bahwa abortus inkomplit masih merupakan
masalah yang memerlukan
penanganan untuk menjadi suatu prioritas di RSUD Syekh Yusuf. Masih
tingginya angka kejadian abortus yang menyebabkan perdarahan, memberikan
motivasi pada penulis untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus abortus
inkomplit.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
2
Berdasarkan data dan masalah yang telah diuraikan dalam latar belakang
masalah, maka penulis ingin melakukan studi kasus yang diharapkan dapat
membahas lebih mendalam mengenai Asuhan Kebidanan Abortus Inkomplit.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan kebidanan
abortus insipiens di Rumah Sakit dengan pendekatan manajemen kebidanan.
2. Tujuan khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan kasus abortus insipiens
di RS.
b. Dapat menganalisa dan mempresentasikan data untuk menentukan
diagnosa masalah aktual pada kasus abortus insipien di RS.
c. Dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya diagnosa atau masalah
potensial pada kasus abortus insipiens di RS.
d. Dapat melaksanakan tindakan segera dan kolaborasi pada kasus abortus
insipiens di RS.
e. Dapat melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan pada kasus
abortus insipiens di RS.
f. Dapat melaksanakan implementasi secara langsung dari rencana tindakan
asuhan kebidanan yang telah disusun pada kasus abortus insipien di RS.
g. Dapat mengevaluasi tentang efektifitas tindakan yang telah dilaksanakan
pada kasus abortus insipiens di RS.
h. Dapat mendokumentasikan hasil asuhan kebidanan pada kasus abortus
insipiens di RS.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi institusi
3
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III
Akademi Kebidanan Sandi Karsa Makassar
2. Manfaat bagi instansi kesehatan
a. Hasil asuhan yang telah diberikan diharapkan dapat menjadi informasi
pada instansi Departemen Kesehatan dan instansi terkait.
b. Hasil asuhan yang telah diberikan diharapkan dapat menjadi sumber
informasi untuk RS
3. Manfaat bagi penulis
Merupakan pengalaman paling berharga bagi penulis, sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan khususnya untuk kasus
abortus insipiens
E. Metode Penelitian
Penulisan kasus ini menggunakan beberapa metode yaitu:
1. Studi Kepustakaan
Penulis mempelajari dan membaca buku serta literatur yang berhubungan
dengan abortus insipiens.
4
2. Studi Kasus
Dengan menggunakan proses manajemen kebidanan komprehensif data yang
dikumpulkan hingga evaluasi yang didapatkan dengan menggunakan metode:
a. Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan klien, keluarga, petugas kesehatan
terutama bidan dan dokter diruang perawat ginekologi yang berhubungan
dengan masalah yang dihadapi klien.
b. Observasi
Data diperoleh dengan cara melakukan kunjungan dan pemantauan secara
langsung kepada klien.
c. Pemeriksaan fisik
Penulis melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis mulai dari kepala
hingga kaki pada klien untuk memperoleh data objektif.
3. Studi Dokumentasi
Penulis membaca dan mempelajari status klien berdasarkan catatan medik
yang berkaitan dengan kasus klien.
4. Diskusi
Dalam hal ini penulis melakukan diskusi dengan tenaga kesehatan terutama
bidan demi kelancaran dan terselesaikannya penulisan karya tulis ini.
F. Sistematika Penulisan
Studi kasus ini terdiri dari 5 bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Pembahasan
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
5
E. Sistematika Penulisan
BAB II :TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Abortus Insipien
1. Pengertian
a. Abortus Secara Umum
b. Abortus Insipiens
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi Abortus
5. Tanda dan Gejala
6. Diagnosis
7. Komplikasi
8. Penanganan
B. Proses Manajemen Bidan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
2. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
3. Metode 7 langkah Asuhan Kebidanan
BAB III : STUDI KASUS
Langkah I : Pengumpulan Data dan Analisa Dasar
Langkah II : Perumusan Diagnosa / Masalah Aktual
Langkah III : Perumusan Diagnosa / Masalah Potensial
Langkah IV : Melaksanakan Tindakan Segera / Kolaborasi
Langkah V : Perumusan Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Langkah VI : Implementasi Asuhan Kebidanan
Langkah VII: Evaluasi Asuhan Kebidanan
BAB IV : PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori
dan fakta yang telah didapatkan.dilahan praktek pada pelaksanaan
asuhan kebidanan pada kasus abortus insipiens.
6
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab terakhir dari karya tulis yang berisi tentang
kesimpulan hasil pelaksanaan studi kasus yang dilakukan dan berisi
tentang saran-saran untuk meningkatkan kualitas asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Abortus Insipiens
1. Pengertian
1) Abortus adalah kegagalan kehamilan sebelum umur 28 mingguatau berat
janin kurang dari 1000 gram (Prof.dr.I.B.G Manuaba,Sp.OG,2008)
2) Definisi lain dari abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan (Prof.Dr.Rustam Mochtar,MPH)
3) Abortus dapat juga dikatakan sebagai perdarahan pervaginam pada
kehamilan kurang dari 22 minggu. (Prof. dr. eAbdul Bari Syaifuddin,
SpOG, 2000)
4) Menurut Jeffcoat, Abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum
usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum dapat hidup di dunia luar.
(Rustam Mochtar, M. Ph,1998, hal. 209)
5) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Prof. dr. Ida Bagus
Gde Manuaba, SpOG, 1998)
6) Menurut Eastman,Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan di
mana fetus belum sanggup hidup sendiridi luar uterus.(Rustam
Mochtar,M. Ph, 1998,hal 209)
Berdasarkan pengertian diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik
bahwa abortus adalah keluarnya hasil konsepsi dari dalam rahim sebelum
kehamilan mencapai 20 minggu dan berat kurang dari 500 gram. (Prof. dr. Ida
Bagus Gde Manuaba, SpOG, 1998)
8
2. Klasifikasi Abortus
a. Abortus Spontan
Abortus spontan yang terjadi dengan tidak diketahui faktor-faktor
mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah atau terjadi tanpa unsur tindakan diluar dan dengan kekuatan
sendiri. Dimana abortus spontan dapat dibagi atas: (Rustam Mochtar, M.
Ph, 1998)
1) Abortus Kompletus (keguguran lengkap) adalah seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.
(Rustam Mochtar, M. Ph, 1998)
2) Abortus Insipiens adalah keguguran yang sedang berlangsung dengan
ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba, pada abortus insipiens
kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi. (Rustam Mochtar, M. Ph,
1998)
3) Abortus inkomplit adalah keguguran bersisa artinya pengeluaran
sebagian konsepsi pada kehamilan sebelum 22 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus. (Rustam Mochtar, M. Ph, 1998)
4) Abortus Imminens adalah keguguran yang membakat dan akan terjadi.
Dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dipertahankan atau dicegah
dengan memberikan obat-obatan hormonal dan anti pasmodika serta
istirahat. (Rustam Mochtar, M. Ph, 1998)
5) Missed abortion (keguguran tertunda) adalah keadaan dimana janin
sudah mati,tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak di keluarkan
selama 2 bulanatau lebih (Rustam Mochtar,M. PH,1998)
6) Abortus habitualis adalah keguguran berulang dimana penderita
mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih. (Rustam
Mochtar, M. Ph, 1998)
9
7) Abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi ginetalia
sedangkan abortus septic adalah abortus infeksiosus berat disertai
penyebaran kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah atau
peritoneum. (Rustam Mochtar, M. Ph, 1998)
b. Abortus Provocatus (Induced Abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun dengan alat, abortus ini dibagi lagi menjadi sebagai berikut
(Rustam Mochtar, M. Ph, 1998):
1) Abortus medisinalis
Adalah abortus karena berdasarkan indikasi medis, dengan
alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu,
biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter. (Rustam
Mochtar, M. Ph, 1998)
2) Abortus kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. (Rustam Mochtar, M. Ph,
1998)
3. Etiologi Abortus
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian
mudigah atau sebaliknya, pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin
dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal ini dapat disebabkan:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat, kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada
hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan ialah sebagai berikut:
1) Kelainan kromosom, kelainan yang sering ditemukan pada abortus
spontan ialah trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan
kromosom seks.
10
2) Lingkungan yang tidak sempurna, bila lingkungan di endometrium
sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga pemberian zat-zat
makanan pada hasil konsepsi terganggu.
3) Pengaruh dari luar, radiasi, virus, obat-obatan dan sebagainya.
Dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan
hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh
teratogen.
b. Kelainan pada plasenta
1) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak
dapat berfungsi.
2) Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya pada
penderita diabetes mellitus.
3) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga
menimbulkan keguguran.
c. Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin,
bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin,
sehingga dapat menyebabkan kematian janin dan kemudian terjadi
abortus, anemia berat, keracunan, laparatomi, peri tonitis umum dan
penyakit menahun.
d. Keadaan traktus genitalis
Retroversion uteri, mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat
menyebabkan abortus, tetapi harus diingat bahwa hanya retroversion uteri
gravid inkaserata atau mioma submukosum yang memegang peranan
penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke II adalah serviks inkomplit
yang dapat disebabkan oleh kehamilan bawaan pada serviks, dilatasi
serviks atau robekan serviks uteri luas yang tidak dijahit. (Prof. dr. Hanifa
Wiknjosastro, SpOG, 2002)
11
4. Patofisiologi Abortus
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian
atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga janin
kekurangan oksigen. Bagian yang terlepas dianggap benda asing sehingga
rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan berkontraksi. Pengeluaran
tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih tertinggal
sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit. Oleh karena itu keguguran
memberi gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan
dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. (Prof. dr. Ida
Bagus Gde Manuaba, SpOG, 1998)
Pada permulaan terjadi perdarahan dalam desidua, diikuti oleh
nekrosis jaringan sekitarnya, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi
terlepas. Karena dianggap benda asing, maka uterus berkontraksi untuk
mengeluarkannya. Pada kehamilan dibawah 8 minggu, hasil konsepsi
dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu
dalam, sedangkan pada kehamilan 8 – 14 minggu telah masuk agak dalam,
sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, karena itu banyak
terjadi perdarahan. (Rustam Mochtar, M. Ph, 1998)
12
5. Komplikasi abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,
infeksi dan syok.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila petolongan tidak diberikan pada
waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperrentrofleksi.
c. Infeksi
Pada abortus septic virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
miometrium, tuba, parametrium dan peritoneum. Apabila infeksi
menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis dan
kemungkinan diikuti oleh syok.
d. Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat. (Pro. Dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, 2002)
6. Diagnosa Abortus
Diagnosa abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Terjadi perdarahan
c. Disertai sakit perut
d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e. Pemeriksaan hasil tes hamil dapat masih positif atau sudah negatif
13
Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi:
1) Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan.
2) Pemeriksaan fundus uteri
a) Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai umur kehamilan
b) Tinggi dan besarnya sudah mengecil
c) Fundus uteri tidak teraba diatas sympisis
3) Pemeriksaan dalam
a) Serviks uteri masih tertutup
b) Serviks sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi
dalam kavum uteri pada kanalis servikalis
c) Besarnya rahim (uterus) telah mengecil
d) Konsistensinya lunak. (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG,
1998)
4) Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita anemia, PID, gejala
abortus atau keluhan nyeri tidak biasanya. (Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin,
SpOG, 2002)
7. Gejala Abortus Insipiens
a. Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil
konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai
berikut:
1) Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis.
2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
3) Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
4) Dapat terjadi degenerasi ganas (koriokarsinoma)
b. Gejala lain dari abortus incomplit antara lain:
1) Amenorea
2) Sakit perut
3) Mulas-mulas
4) Perdarahan bias sedikit atau banyak
14
5) Biasanya perdarahan berupa stolsel
6) Sudah ada keluar fetus atau jaringan
7) Pada abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provocatus
yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak ahli, sering terjadi infeksi.
8) Pada pemeriksaan dalam (VT) untuk abortus yang baru terjadi didapati
serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam
kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih
kecil dari seharusnya. (Rustam Mochtar, M. Ph, 1998).
8. Gambaran Klinis dan Penanganan Abortus Inkomplit
a. Gambaran Klinis Abortus Inkomplit
Pada pemeriksaan dapat dijumpai gambaran sebagai berikut:
a) Kanalis servikalis terbuka
b) Dapat dirba jaringan dalam rahim atau kanalis servikalis
c) Dengan pemeriksaan inspekulum perdarahan bertambah. (Prof.
dr. Hanafi Wiknjosastro, SpOG, 2002)
b. Penanganan Umum
1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien,
termasuk tanda-tanda vital
2) Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan
sistolik < 90 mmHg, nadi lebih dari 112 x/menit)
3) Jika dicurigai ada syok, segera mulai penanganan syok, jika tidak
terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat, jika terjadi syok, sangat
penting untuk memulai penanganan syok dengan segera.
4) Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkan kemungkinan kehamilan
ektopik terganggu
15
5) Pasang infus dengan jarum besar (16 G atau lebih besar) berikan
larutan garam fisiologis atau RL dengan tetesan cepat (500 ml dalam 2
jam pertama).
(Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin, 2002)
c. Penanganan Abortus Inkomplit
1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan < 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital ataudengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, beri ergometrium 0,2 mg IM atau misoprostol
400 mg per oral.
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan <
16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
a) Aspirasi Vacum Manual (AVM) merupakan metode evakuasi yang
terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan
jika AVM tidak tersedia.
b) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrium 0,2
mg IM (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)
3) Jika kehamilan > 16 minggu
a) Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam
fisiologis arau RL) dengan kecepatan 40 tetes/menit sampai terjadi
ekspulsi konsepsi.
b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 80 mg)
c) Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan. (Prof.
dr. Abdul Bari Saifuddin, SpOG, 2002)
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian manajemen kebidanan menurut Varney’s Midwifery
16
a) Manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan
masalah yang digunakan oleh bidan dalam pemberian asuhan kebidanan.
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisasi melalui tindakan
yang logical dalam pemberian pelayanan.
b) Pengertian lain dari manajemen kebidanan adalah alat yang mendasari
seorang bidan untuk memecahkan masalah klien dalam berbagai situasi
dan kondisi yaitu dengan teknik antara lain observasi, wawancara,
anamnesa dan pemeriksaan.
2. Tahapan manajemen kebidanan
Proses manajemen adalah suatu proses pemecahan masalah dimulai
dalam bidang keperawatan kebidanan pada awal tahun 1970-an. Hal ini
merupakan suatu metode pengorganisasian rangkaian pemikiran dan tindakan
dalam ukuran logis bagi kedua pihak yaitu pasien dan pelaksana pelayanan
kesehatan. Proses ini menggambarkan ketentuan atau syarat-syarat prilaku
yang diharapkan dan si pemberi jasa pelayanan klinik
Hal tersebut diatas menyatakan dengan jelas tidak hanya menyangkut
proses pikir dan bertindak akan tetapi juga tingkat perilaku yang diharapkan
untuk dicapai dan setiap step dalam penemuan dan pengambilan keputusan
demi menyediakan pelayanan kebidanan yang aman dan menyeluruh.
Proses manajemen terdiri dari 7 rangkaian (step) yang pada waktu-
waktu tertentu dapat diperhalus / diperbaharui. Hal ini dimulai dengan
pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi.
Ke 7 step terdiri dari keseluruhan kerangka kerja yang dapat dipakai
dalam segala situasi. Setiap step bagaimanapun juga dapat dipecah/dirubah
untuk sebagai batas tugas dn kewajiban, dan ini sangat bervariasi dengan
bagaimana kondisi klien saat itu.
Rangkaian / step tersebut sebagai berikut :
17
a. Memeriksa dengan memperoleh seluruh data yang dibutuhkan untuk
penilaian secara sempurna dari klien.
b. Mengidentifikasi masalah atau diagnosa secara teliti berdasarkan
interpretasi data yang benar.
c. Mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin dapat
terjadi dan masalah / diagnosa yang telah diidentifikasi.
d. Menilai adanya kebutuhan untuk intervensi segera oleh bidan atau oleh
dokter dan atai tindakan konsultasi / kolaborasi oleh tim kesehatan lain
berdasarkan kondisi klien.
e. Mengembangkan suatu rencana tidakan yang komprehensif dengan
didukung oleh penjelasan serta rasional yang benar dengan penekanan
pada kepoutusan yang diamnbil pada tagap selanjutnya.
f. Melaksanakan rencana tindakan secara efisien dan menjamin rasa aman
klien.
g. Menilai tentang efektivitas tindakan yang telah diberikan serta
mengadakan penyesuaian kembali pada step sebelumnya pada setiap
aspek dan proses manajemen yang tidak efektif
Hal – hal yang perlu dari setiap proses manajemen :
Langkah I
Adapun pengumpulan data yang komplit untuk menilai klien. Data ini
termasuk riwayat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan panggul atas indikasi
review dari keadaan sekarang dan catatan RS terdahulu, review dan data
laboratorium serta laporan singkat dan keterangan tambahan. Semua
informasi saling terkait dan semua sumber adalah berhubungan dengan
kondisi klien.
Bidan mengumpulkan data dasar secara komplit walaupun pasien
mengalami komplikasi yang membutuhkan penyampaian kepada dokter untuk
konsultasi atau kolaborasi. Pada saat seperti ini step I mungkin overlap denga
18
step V atau VI (atau merupakan bagian dari rangkaian yang berkelanjutan)
sesuai data yang dikumpulkan dari hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil
pemeriksaan diagnostic lain.
Langkah II
Step ini dikembangkan dari interpretasi data ke dalam identifikasi
yang spesifik mengenai masalah atau diagnosa.
Kata masalah atau diagnosa digunakan keduanya. Betapa masalah
tidak dapat didefinisikan sebagai suatu diagnosa, akan tetapi membuthkan
suatu pertimbangan dalam pengembangan suatu rencana yang komprehensif
untuk pasien.
Masalah lebih sering berhubungan dengan apa yang dialami oleh
pasien dan diagnosa yang telah ditetapkan dan lebih sering diidentifikasi oleh
bidan dengan berfokus pada apa yang dikemukakan oleh klien secara
individual.
Langkah III
Identifikasi adanya diagnosa atau masalah potensial lain dan diagnosa
atau masalah saat sekarang adalah merupakan urusan antisipasi, pencegahan
jika memungkinkan, menuggu dan waspada dalam persiapan untuk segala
sesuatu yang dapat terjadi. Pada step ini sangat vital untuk perawatan yang
aman.
Langkah IV
Menggambarkan sifat proses manajeen secara terus menerus tidak
hanya pada pemberian pelayanan dasar pada kunjungan antenatal secara
periodic akan tetapi juga pada saat bidan bersama klien.
Data yang baru tetap diperoleh dan dievaluasi, beberapa data mmberi
indikasi adanya situasi emergensi dimana bidan harus bertindak segera dalam
19
rangka menyelamatkan nyawa ibu atau janin. Beberapa jenis data dapat
menunjukkan adanya situasi yang memerlukan tindakan segera sambil
menunggu tindakan dokter. Pada situasi lain yang tidak dalam keadaan
emergensi akan tetapi tetap membutuhkan konsultasi atau kolaborasi dokter.
Langkah V
Pengembangan suatu rencana tindakan yang komprehensif yang
ditentukan berdasarkan step sebelumnya, sebagai hasil perkembangan dan
tanda-tanda khas sekarang ini dan antisipasi diagnosa dan masalah, juga
meliputi pengumpulan data dasar atas informasi tambahan yang diperlukan.
Pada suatu tindakan yang komprehensif tidak hanya termasuk indikasi
apa yang timbul berdasarkan kondisi klien dan masalah yang berhubungan
dengan kondisi tersebut, tetapi juga bimbingan yang diberikan lebih dahulu
kepada ibu terhadap apa yang diharapkan pasien selanjutnya, pendidikan
kesehatan dan kepercayaan/agama, keluarga / budaya atau masalah-masalah
psikologis, atau dengan kata lain apapun yang menyinggung setiap aspek yang
termasuk dalam perawatan yang diterima.
Agar efektif suatu rencana seharusnya disetujui bersama oleh bidan
serta pasien, sebab pada akhirnya si ibulah yang akan atau tidak akan
mengimplementasikan rencana tersebut. Oleh karena itu, tugas pada step ini
termasuk diskusi dan penyusunan rencana tindakan bersama dengan pasien
sebagai suatu konfirmasi atau persetujuan. Seluruh keputusan yang dibuat
untuk pengembangan suatu rencana tidakan seharusnya menggambarkan
rasional yang tepat berdasarkan pengetahuan yang relevan dan sesuai teori
terbaru (up to date) dan asumsi yang tepat tentang kelakuan pasien (apa yang
akan atau tidak akan dilakukan oleh pasien).
Rasional berdasarkan pengetahuan teoritis yang keliru atau kurang
atau data yang tidak komplit dan tidak tepat akan memberi hasil perawatan
yang tidak sempurna dan mungkin tidak aman.
20
Langkah VI
Step ini adalah pelaksanaan rencana tindakan. Hal ini mungkin dapat
dikerjakan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilaksanakan oleh ibu sendiri,
bidan atau tim kesehatan lain. Jika seorang bidan tidak melaksanakan tindakan
sendiri maka ia menerima tanggung jawab mengurus pelaksanaannya
(mengamati pasien adalah memastikan bahwa tindakan tersebut memang
tindakan yang benar terlaksana).
Dalam situasi dimana bidan melakukan tindakan kolaborasi dengan
seorang dokter, dan masih tetap terlibat dalam penatalaksanaan perawatan
klien yang mengalami komplikasi, maka seorang bidan yang memikul
tanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan kolaborasi dan perawatan secara
menyeluruh bagi pasien. Implementasi yang efektif dapat mengurangi biaya
perawatan dan meningkatnya kualitas pelayanan kepada pasien.
21
Langkah VII
Evaluasi pada kenyataannya adalah cara untuk mengecek apakah
rencana yang telah dilaksanakan benar memenuhi kebutuhan pasien, yaitu
kebutuhan yang diidentifikasi pada tahap penentuan diagnosa dan masalah.
Rencana yang dianggap efektif bila dilaksanakan dan tidak efektif,
sementara pada bagian lain dikatakan tidak efektif. (Varney Helen, 1997).
Pendokumentasian proses manajemen kebidanan dalam asuhan kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk
pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.
Langkah-langkah dalam kebidanan menggambarkan alur pola pikir
dan bertindak bidan dalam pengambilan keputusan klinis untuk mengatasi
masalah. Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, logis
dalam suatu metode pendokumentasian.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang dapat
mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai aturan yang telah dilakukan
dan yang akan dilakukan pada seorang klien, yang di dalamnya tersirat proses
berfikir secara sistematis. Seorang bidan dalam menghadapi seorang klien
sesuai langkah-langkah dalam proses manajemen kebidanan.
Menurut Helen Varnei’s, alur berfikir bidan saat menghadapi klien
meliputi 7 langkah. Untuk orang lain mengetahui apa yang telah dilakukan
oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, didokumentasikan
dalam bentuk SOAP yaitu:
22
Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
anamnesis
Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan test diagnostic lalu yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung assesment.
Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan intrepretasi data
subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi
1. Diagnosa / masalah
2. Antisipasi diagnosa / masalah potensial
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi
atau rujukan.
Planning
Menggambarkan pendokumentasian, tindakan dan evaluasi
berdasarkan assesment (Varney Helen, 1997).
23