BAB I
PENDAHULUAN
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.upaya itu
dapat bersifat sementara, dapat pula permanen penggunaan kontrasepsi
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas.sarwono
Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang
paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi.(kontrasepsi
hormonal, hormonal contraception) Kebanyakan jenis hormon yang terkandung
dalam kontrasepsi hormonal adalah jenis hormon sintetik, kecuali yang
terkandung dalam depo medroksiprogesteron asetat (depo MPA), yang jenis
hormonnya adalah jenis progesteron alamiah. Kebanyakan kontrasepsi hormonal
diberikan secara oral.
Dewasa ini tersedia berbagai jenis kontrasepsi hormonal sehingga dapat
membingungkan pada dokter dan masyarakat. Yang terpenting adalah mengetahui
jenis hormon, dosis, cara kerja, efek samping, dan cara pemberiannya.
Sebelum menganjurkan seorang wanita menggunakan kontrasepsi
hormonal, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan ginekologik yang cermat.
Kepada semua wanita perlu dijelaskan tentang cara penggunaan, keamanan serta
kemungkinan risiko dan efek samping yang mungkin dapat terjadi.
BAB II
1
KONTRASEPSI HORMONAL
II.1. Sejarah
Pengaruh korpus luteum yang menghambat ovulasi telah diketahui pada
awal abad ke 20. Pada tahun 1921 Haberlandt melakukan transplantasi ovarium
binatang percobaan yang sedang hamil kepada binatang lain dari spesies yang
sama. Ia menemukan kemandulan sementara pada binatang yang menerima
transplantasi. Pada tahun 1930 Allen melakukan isolasi progesteron, dan pada
tahun-tahun berikutnya Bickenbach dan Von Massenbach menemukan bahwa
progesteron, testosteron, dan esterogen dapat menghambat ovulasi. Walaupun
demikian, sampai tahun 1950 hormon steroid ini belum mendapat tempat sebagai
obat antifertilitas, tetapi banyak diselidiki untuk menghasilkan kortison.sarwono
Barulah pada tahun 1950-an setelah Pincus, Chang dan Rock menemukan
bahwa pemberian progesteron per os pada hari ke 5 sampai ke 25 daur haid dapat
menghambat ovulasi, hormon steroid ini dipakai untuk keperluan kontrasepsi.
Percobaan pertama pemakaian kontrasepsi oral dengan noretinodrel dan mestranol
di Puerto Rico pada tahun 1956 membuktikan daya guna yang sangat tinggi
sebagai kontrasepsi.sarwono
Semenjak itu perkembangan kontrasepsi hormonal berlangsung terus.
Tahun 1960,pil kombinasi esterogen-progesteron mulai digunakan. Tahun 1963
piL skuensial diperkenalkan. Sejak tahun 1965 sampai sekarang banyak diadakan
penyesuaian dosis atau penggunaan progesteron saja, sehingga muncul pil mini,
dan lain-lain. Perkembangan ini pada umumnya bertujuan untuk mencari suatu
kontrasepsi hormonal yang mempunyai daya guna tinggi, efek samping minimal,
dan keluhan pasien yang sekecil-kecilnya. sarwono
II.2. Mekanisme Kerja Hormon
2.1. Esterogen
Esterogen mempunyai khasiat kontrasepsi dengan jalan mempengaruhi
ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi.
Ovulasi dihambat melalui pengaruh esterogen terhadap hipotalamus dan
selanjutnya menghambat FSH dan LH. Ovulasi tidak selalu dihambat oleh pil
kombinasi yang mengandung esterogen 50 mikrigram atau kurang. Kalaupun daya
2
guna preparat ini tinggi (95-98% menghambat ovulasi), hal itu adalah pengaruh
progesteron disamping esterogen.
Implantasi telur yang sudah dibuahi dihambat oleh esterogen dosis tinggi
(dietil stilbestrol, etinil estradiol) yang diberikan pada pertengahan siklus haid.
Jarak waktu diantara konsepsi dan implantasi rata-rata 6 hari. Biopsi endometrium
yang dilakukan sesudah pemberian esterogen dosis tinggi pasca-konsepsi
menunjukkan efek antiprogesteron, yang dapat menghambat implantasi.
Perjalanan ovum dipercepat dengan pemberian esterogen pasca konsepsi.sarwono
2.2. Progesteron
Fungsi progesteron ialah menyiapkan endometrium untuk implantasi dan
mempertahankan kehamilan.
Disamping itu, progesteron mempunyai pula khasiat kontrasepsi, sebagai
berikut:sarwono
1. Lendir serviks mengalami perubahan menjadi lebih pekat, sehingga
penetrasi dan transportasi sperma selanjutnya lebih sulit.
2. Kapasitasi sperma dihambat oleh progesteron.kapasitasi diperlukan oleh
sperma untuk membuahi sel telur dan menembus rintangan disekeliling
ovum.
3. Jika progesteron diberikan sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum
dalam tuba akan terhambat.
4. Implantasi dihambat bila progesteron diberikan sebelum ovulasi.
Walaupun ovulasi dapat terjadi, produksi progesteron dari korpus luteum
akan berkurang, sehingga implantasi dihambat.
5. Penghambatan ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Hormon yang Terdapat dalam Kontrasepsi
1. Esterogen Sintetik
2. Gestagen Sintetik
3. Noretisteron
4. DL-Norgestrel dan Levonorgestrel
5. Desogestrel
3
6. Gestoden
7. Dienogest
8. Norgestimat
9. Klormadinon Asetat (KMA)
10. Siproteron Asetat (SPA)
11. Medroksi Progesteron Asetat (MPA)
12. Mifepriston
13. Danazol
II.3. Jenis-Jenis Kontrasepsi Dan Dosisnya
Kebanyakan kontrasepsi hormonal mengandung estrogen dan gestagen sintetik,
tetapi ada juga kontrasepsi hormonal yang mengandung gestagen saja. (Gambar 6)
Monofasik
Bifasik
Trifasik
Normofasik
Progesteron saja
Hari
Gambar 6. Skema kontrasepsi oral (putih=progesterone, hitam = estrogen)
II.4. Bentuk Pemberian
Pemberian kontrasepsi dapat berbentuk tablet atau drags dan berupa depo injeksi.
Kontrasepsi oral biasanya dikemas dalam satu kotak yang berisi 21 atau 22 tablet,
dan sebagian kecil ada yang berisi 28 tablet dengan 6 atau 7 tablet terakhir berupa
4
Bebas hormon
Bebas hormon
Bebas hormon
Bebas hormon
0 2814
plasbo sehingga tidak perlu lagi masa istirahat 6 atau 7 hari. Minipil digunakan
tanpa masa istirahat yang terdiri dari 35 tablet. Sediaan depo injeski dapat berupa
injeksi mikrokritalin (depoprovera) atau cairan minyak dari asam lemak steroid
ester (noristerat) sediaan estrogen-gestagen dibagi menjadi kombinasi monofasik,
bertingkat, dan sekuensial bifasik. Sediaan yang mengandung gestaten saja seperti
minipil, depo injeksi, AKDR yang mengandung progesterone dan implan. Sediaan
yang mengandung estrogen saja hanya terbatas pada penggunaan pascaikoitus
(postcoital pil).
II.5. Sediaan Estrogen-Gestagen
Sediaan Kombinasi (monofasik)
Sediaan kombinasi merupakan sediaan yang paling banyak digunakan. Setiap
tablet mengadung 20-100 g etinilestradiol dan gestagen dengan dosis tertentu.
Pada pemilihan berbagai jenis kontrasepsi oral (pil kontrasepsi) yang
terpenting adalah memilih jenis yang memiliki khasiat kontrasepsi yang paling
sedikit kegagalannya. Selain cepatnya kembali fertilitas setelah penggunaannya
dihentikanb, keuntukngan lain pil ini adalah: mencegah kehamilan ektopik,
proteksi terhadap terjadinya infeksi pelvik karena menebaknya mukosa serviks
yang bekerja sebagai barier bakteri, mengurangi periode nyeri, mengurangi gejala
sindroma premenstruasi, menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium.
(kontrasepsi hormonal, hormonal contraception) Meskipun harus memilih
jenis yang memiliki efek samping yang paling sedikit, ini bukan merupakan
prioritas utama dalam pemilihan pil kontrasepsi. Semua jenis kombinasi memiliki
keampuhan yang sama, tetapi belum tentu setiap individu memiliki kenyamanan
yang sama. Kebanyakan efek samping yang terjadi disebabkan oleh kandungan
estrogen dalam sediaan tersebut sehingga pil kontrasepsi dibagi menjadi pil
dengan estrogen rendah (20-35 g) dan pil dengan dosis estrogen tinggi (50 g).
pada dasarnya pilihlah sediaan dengan dosis estrogen yang rendah. Penggunaan
dosis yang tinggi hanya dibenarkan pada kasus-kasus yang terjadi perdarahan
pada penggunaan sediaan dengan dosis estrogen rendah.
Menentukan dosis estrogen pada suatu pil kontrasepsi jauh lebih mudah
bila dibandingkan dengan menentukan dosis gestagen karena hampir semua
5
gestagen memiliki struktur kimia dan proses metabolisme yang hampir sama.
Berdasarkan struktur kimia dan metabolismenya, jenis gestagen yang ada dalam
pil kontrasepsi dibagi dalam 3 kelompok, yaitu turunan nortestesteron, turunan
progesterone dan estrane (13-metil-gonane) dan “gonane” (13-etil gonane). Yang
termasuk estrane adalah noretisteron atau gestagen yang dalam tubuh akan diubah
menjadi noretisteron (etinodiol diasetat, linestrenol, noretisteron asetat, noretister
onantat, dan noretinodrel). Yang termasuk turunan progesterone adalah
klormadinon asetat, siproteron asetat, dan medroksiprogesteron asetat, sedangkan
yang termasuk “gonanen” adalah levonorgestrel, desogestrel, norgestimat, dan
gestoden.
Kalau dilihat begitu banyak jenis gestagen yang tersedia, timbul
pertanyaan jenis gestagen yang mana yang memiliki efek yang kuat terhadap
penekanan ovulasi. Pertanyaan ini sulit dicari jawabannya karena ada gestagen
yang efeknya terhadap endometrium begitu kuat, tetapi efek penekanan terhadap
gonadotropin tidak begitu kuat meskipun ikatan reseptor pada endometrium dan
hipofisis sama-sama kuat (100%). Terjadinya perbedaan kerja tiap-tiap gestagen
tersebut, meskipun ikatan reseptornya sama kuat, masih belum diketahui secara
pasti.
Agar tidak begitu membebani tubuh dan juga agar tidak memberikan
terlalu banyak efek samping, hampir semua pil kontrasepsi yang ada saat ini
mengandung estrogen dan gestagen dosis rendah, yang dahulu dianggap tidak
mungkin. Sebagai contoh, pil kontrasepsi yang pertama kali diproduksi adalah
Enovid dengan dosis etinilestradiol 150 g dan 9,85 mg noretinodre. Selama
pemakaian timbul banyak sekali efek samping sehingga pil kontrapsepsi ini tidak
diproduksi lagi. Ternyata dengan dosis estrogen dan gestagen yang rendah pun
telah dapat diperoleh efek penekanan ovulasi yang memadai.
Sediaan Kombinasi Bertingkat
Agar gestagen dosis tinggi tidak digunakan, mulai dicari cara untuk mengurangi
dosis gestagen suatu kontrasepsi oral, misalnya dengan cara membuat jenis
sediaan “dua” atau “tiga” tingkat (Gambar 6). Pada sediaan dua tingkat, tingkat
pertama dosis gestagen jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan sediaan
6
kombinasi konvensional, yaitu hanya 0,05 mg, dan pada tingkat kedua dosisnya
0,124 mg sedangkan dosis estrogen pada sistem bertingkat tidak mengalami
perubahan apapun.
Sistem dua tingkat dimodifikasi lagi ke dalam bentuk sistem tiga tingkat,
seperti Triquilar. Pada sistem ini dosis gestagen dinaikkan setelah 6 hari, dan 5
hari kemudian dinaikkan lagi, sedangkan dosis estrogen tidak pernah tetap,
melainkan pada tingkat kedua dinaikkan dari 30 menjadi 40 g. perlu ditekankan
disini bahwa sistem dua dan tiga tingkat merupakan sediaan kombinasi, tetapi
bukan kombinasi bifasik.
Cara Kerja Sediaan Kombinasi
Untuk mendapatkan jenis pil kontrasepsi yang memiliki efektivitas yang tinggi
yang terpenting adalah sejauh mana kemampuan pil tersebut dapat menekan
sekresi gonadotropin dan mempengaruhi fungsi alat genetalia. Pada sediaan
kombinasi monofasik, estrogen dan progesterone telah sejak awal menekan
sekresi gonadopropin. Penekanan ini terjadi tidak hanya terhadap sekresi basal
FSH dan LH, melainkan juga terhadap penekanan LH preovulasi. Akibat adanya
pengaruh progesterone sejak awal, proses implantasi akan terganggu,
pembentukan lendir serviks tidak fisiologis, dan motilitas tuba terganggu,
sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu pula. (Gambar 7)
cara kerja sediaan bertingkat dua dan tiga sama dengan cara kerja sediaan
kombinasi monofasik.
Sediaan Sekuensial (bifasik)
Pembuatan sediaan bifasik berdasarkan pemikiran bahwa siklus haid seorang
wanita normal adalah bifasik berupa fase folikuler dan fase sekresi (fase estrogen
dan fase progesterone). Jadi, pemberian sediaan sekuensial mirip siklus mirip
siklus haid yang normal, karena biar bagaimanapun pemberian progesterone pada
awal siklus haid seperti pada pemberian pil kombinasi monofasik adalah tidak
fisiologik. Dalam hal terjadinya efek samping tidak dijumpai perbedaan antara
bifasik dengan monofasik.
7
Pada sediaan kombinasi monofasik, estrogen dan progesterone secara
bersamaan menekan sekresi gonadotropin sehingga tidak diperlukan dosis
estrogen dan progesterone yang tinggi, sedangkan pada sediaan sekuensial
estrogen sendiri saja yang menekan sekresi gonadotropin, sehingga dengan
sendirinya diperlukan dosis estrogen yang tinggi. Estrogen pada fase kdua
berfungsi hanya untuk menimbulkan perdarahan lucut. Kemungkinan terjadi
kehamilan pada pengunaan sediaan sekuensial lebih besar bila dibandingkan
dengan penggunaan pil kombinasi monofasik. Karena pada sediaan sekuensial
fase pertamanya hanya mengandung progesterone, tidak dijumpai efek penekanan
terhadap lendir serviks dan endometrium, sedangkan pada sediaan kombinasi
monofasik sejak awal sekali telah terjadi penekanan terhadap produksi lendir
serviks oleh estrogen dan progesterone. Lagi pula untuk mendapatkan khasiat
kontrasepsi yang baik, dosis estrogen dalam sediaan sekuensial haruslah tinggi
dan ini dapat menyebabkan terjadinya keputihan dan timbulnya perdarahan
bercak, yang pada akhirnya akan membuat ketidaknyamanan bagi pemakainya.
Selain itu, dosis estrogen yang tinggi merupakan resiko terjadinya tromboemboli
dan keganasan pada endometrium. Pada sediaan kombinasi monofasik karena
sejak awal efek estrogen telah dipengaruhi oleh gestagen, kemungkinan terjadi
efek samping akibat estrogen jauh lebih kecil. Atas dasar inilah akhirnya yang
paling banyak digunakan adalah pil kombinasi monofasik, dan andaikatapun ingin
menggunakan pil sekuensial, pilihlah jenis pil yang mengandung komponen
gestagen dengan lamanya 15 hari.
Cara Kerja Sediaan Sekuensial
Penekanan terhadap sekresi gonadotropin tidak begitu kuat bila dibandingkan
dengan sediaan kombinasi monofasik, karena pada fase pertama hanya estrogen
yang bekerja menekan sekresi gonadotropin, sedangkan pada sediaan kombinasi
monofasik estrogen dan progesterone sudah sejak awal sama-sama bekerja
menekan sekresi gonadotropin. Efek terhadap lendir serviks juga tidak begitu baik
pada penggunaan sediaan sekuensial, sehingga tetap saja dapat terjadi penetrasi
sperma.
8
II.6. Efektifitas Kontrasepsi Hormonal dalam Mencegah Kehamilan
Efektivitas Sediaan Kombinasi
Dari semua sediaan pil kontrasepsi yang ada, sediaan kombinasi monofasiklah
yang paling efektif mencegah terjadinya kehamilan dan kemampuannya hampir
menyerupai tubektomi. Namun, tetap saja sulit bagi para ahli untuk menentukan
secara pasti efektivitas setiap jenis kontrasepsi hormonal. Pada tahun 1930-an
Raymond Pearl membuat rumus nilai efektivitas suatu kontrasepsi. Rumus
tersebut adalah :
Indeks Pearl/100 tahun wanita =
Contoh :
600 akseptor menggunakan satu cara kerja kontrasepsi selama 12 bulan. Dalam
masa ini terjadi 16 kehamilan yang tidak diinginkan.
Indeks Pearl adalah =
Hal ini disebabkan oleh dosis hormon yang terdapat dalam setiap sediaan
pil kontrasepsi selalu berubah-ubah. Ketika masih menggunakan dosis estrogen
dan progesterone dosis tinggi. Indeks Pearl berkisar antara 0,0-3,1. dengan
menggunakan pil-pil yang ada saat ini, Indeks Pearl adalah 0,1 asal saja
penggunaannya benar.
Efektivitas Sediaan Sekuensial
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa cara kerja sediaan sekuensial berbeda
dengan sediaan kombinasi monofasik. Oleh karena itu, angka kegagalannya juga
akan relatif tinggi. Pada tahun 1965 ditemukan Indeks Pearl 1,12, bahkan pernah
ditemukan lebih tinggi lagi, yaitu 7,1. agar dapat diperoleh Indeks Pearl yang
rendah, dosis estrogen perlu dinaikkan. Namun, hal ini sulit dilakukan karena
dapat menimbulkan banyak efek samping.
II.7. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Tubuh Selama Penggunaan
Kontrasepsi Hormonal
9
Semua organ tubuh wanita yang berada dibawah pengaruh hormon seks tentu
dengan sendirinya akan dipengaruhi oleh kontrasepsi hormonal. Pada organ-organ
tersebut akan terjadi perubahan-perubahan tertentu, yang terjadinya sangat
tergantung pada dosis, jenis hormon, dan lama penggunaannya. Organ-organ
tubuh yang paling banyak mendapat pengaruh kontrasepsi hormonal adalah
endometrium, miometrium, serviks dan payudara.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Endometrium
Pada endometrium terjadi perubahan sekretorik dan perubahan ini tidak hanya
disebabkan oleh pil kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesterone
tetapi juga oleh sediaan yang mengandung progesterone saja seperti sediaan depo
dan minipil. Perubahan pada endometrium hanya mengenai lapisan fungsional,.
Sedangkan lapisan basalis sama sekali tidak dipengaruhi oleh hormon yang
terkandung dalam pil tersebut.
Perubahan sekretorik yang terjadi sangat tergantung pada jenis kontrasepsi
hormonal yang digunakan. Apakah jenis monofosik ataukah jenis sekuensial.
Pada pil kombinasi karena sejak awal perubahan sekretorik yang lebih awal.
Namun, perubahan sekretorik yang terjadi tidak sebaik jika dipengaruhi oleh
gestagen saja. Pada pemberian jenis sekuensial, perubahan yang terjadi pada
endometrium menyerupai perubahan siklus haid wanita normal. Baik pemberian
secara kombinasi maupun pemberian sekuensial dapat mencegah terjadinya
hiperplasia endometrium. Penggunaan pil kombinasi monofasik jangka panjang
dapat menyebabkan atropi endomtrium, pembuluh darah arteri (spiral) tidak
tumbuh lagi, dan pembuluh-pembuluh darah yang tadinya melebar akan tertutup
oleh thrombus. Secara umum dapat dikatakan bahwa sediaan kombinasi
menyebabkan endometrium tidak aktif.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Siklus Haid
Pemberian kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan perubahan sekresi steroid
seks dari ovarium sehingga keluhan-keluhan yang timbul sebelum atau selam haid
seperti nyeri haid (dismenorea), sindroma premenstrual (PMS) dan mestodini
(nyeri payudara) dapat diobati dengan pemberian kontrasepsi hormonal.
10
Pada akhir pemberian pil kontrasepsi umumnya akan terjadi perdarahan.
Perdarahan yang terjadi ini tidak dapat dianggap sebagai darah haid dalam arti
yang sebenarnya, yaitu yang terjadi dari suatu endometrium yang normal (fase
sekretorik). Pada pemberian pil kombinasi terjadi perdarahan lucut, tetapi
perdarahan yang terjadi bukan berasal dari suatu endometrium yang normal
karena gestagen sudah ada sejak awal pada fase proliferasi. Seperti diketahui,
bahwa haid yang normal terjadi akibat kadar progesteron yang turun, sedangkan
pada penggunaan pil kombinasi, haid yang terjadi akibat turunnya kadar hormon
estrogen dan progesteron atau akibat turunnya kadar hormon sintetik. Haid yang
terjadi setelah penggunaan pil kombinasi atau pil sekuensial lebih tepat dikatakan
sebagai pseudo haid. Hal yang positif pada penggunaan pil kontrasepsi adalah
haid menjadi teratur, jumlah darah haid yang keluar normal, dan nyeri haid hilang
atau berkurang.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Jumlah Darah Haid
Jumlah darah haid yang keluar selama penggunaan pil kontrasepsi akan berkurang
hingga 50-70% terutama pada hari pertama dan kedua. Khasiat ini sangat jelas
terlihat pada penggunaan pil yang mengandung gestoden. Setelah penggunaan
jangka lama, jumlah darah yang keluar juga makin sedikit dan bahkan kadang-
kadang sampai dapat terjadi amenorea.
Banyaknya darah yang keluar sangat bergantung pada dosis kontrasepsi
hormonal yang digunakan. Makin kecil dosis estrogen dan progesterone, makin
banyak pula darah yang keluar.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Lamanya Perdarahan.
Dengan berkurangnya jumlah darah yang keluar, biasanya lamanya perdarahan
juga akan berubah pula. Pada penggunaan pil bertingkat lamanya perdarahan
berkisar antara 3-5 hari. Perubahan terhadap lamanya perdarahan umumnya
disebabkan oleh komponen gestagen dalam sediaan kontrasepsi hormonal
tersebut. Pada wanita-wanita tertentu, perubahan terhadap lama perdarahan
selama penggunaan pil kontrasepsi merupakan suatu gangguan, sehingga mereka
sering meminta untuk dilakukan pengobatan. Kepada mereka perlu dijelaskan,
11
bahwa hal tersebut bukan suatu kelainan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan
apapun, apalagi menukarnya dengan pil jenis lain.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Lamanya Siklus
Penggunaan pil kontrasepsi terutama jenis sekusnsial membuat siklus haid teratur.
Pada penggunaan pil jenis kombinasi monofasik didapatkan hampir 90 %
perdarahan lucut yang teratur.
Kontrasepsi Hormonal dapat Mempengaruhi untuk Tidak Terjadinya Perdahan
Lucut.
Kadang-kadang ditemukan pada sebagian wanita tidak terjadinya perdarahan lucut
pada penggunaan pil kontrasepsi. Pada keadaan seperti ini yang pertama kali
harus dipikirkan adalah wanita tersebut hamil atau tidak. Tidak terjadinya haid
setelah penggunaan pil kontrasepsi dikenal dengan istilah amenorea pascapil atau
istilah anglo amerika adalah silent menstruation atau amenorea on the pill.
Penyebabnya bukan oleh terlalu lamanya fungsi ovarium tertekan oleh kontrasepsi
hormonal terhadap endomerium pada umumnya amenorea terjadi pada
penggunaan pil dengan dosis gestagen yang tinggi atau pada penggunaan depo
gestagen. Jenis sediaan ini menyebabkan atrofi endomerium. Karena stratum
basalis endometrium tidak atrofi, amenorea yang terjadi reversible.
Tidak terjadinya haid disebabkan oleh kurang adekuatnya pengaruh
estrogen terhadap endomerium, sehingga profiferasi endometrium kurang
sempurna. Akibatnya gestagen yang terdapat dalam pil tersebut tidak memiliki
kemampuan yang cukup untuk melepas jaringan endometrium.
Perbandingan antara dosis estrogen dan progesterone dalam suatu pil
menentukan sekali terhadap kejadian amenorea. Sebagai contoh, kejadian
amenorea dijumpai tinggi pada penggunaan pil kombinasi yang mengandung 1
mg noretisteron + 50 g mestranol bila dibandingkan dengan 1 mg noretisteron +
80 g mestranol.
Angka kejadian amenorea pascapil berkisar antara 0,5-2,7%. Kalau terjadi
amenorea, perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut ;
Apakah ada tablet yang terlupa ;
12
Apakah selama penggunaan pil terjadi gangguan pencernaan, seperti diare
atau muntah karena penyebab lain, karena hal ini dapat mengganggu
penyerapan tablet ;
Apakah sedang menggunakan obat-obat tertentu yang dapat mengganggu
metabolisme hormon ;
Apakah kemungkinan terjadi kehamilan.
Andaikata tidak terjadi kehamilan dan wanita tersebut tetap ingin
menggunakan pil, maka dapat dicoba ditukar dengan pil yang mengandung
estrogen dosis tinggi, atau dapat dicoba diberi pil secara kontiniu selama beberapa
bulan dan kemudian dihentikan. Bila terjadi perdarahan lucut, pil tersebut dapat
diteruskan dan perlu dicari penyebab lain tidak terjadinya amenorea tersebut.
Pengaruh Kontrasepsi Hormon Terhadap Terjadinya Perdarahan Sela
Perdarahan sela yang terjadi selama penggunaan kontrasepsi hormonal tidak perlu
ditakuti. Namun, hal ini kadang-kadang dipakai sebagai alasan oleh wanita untuk
tidak ingin melanjutkan lagi penggunaan kontrasepsi hormonal. Angka kejadian
perdarahan sela ini cukup tinggi. Perdarahan sela yang terjadi dapat berupa
perdarahan bercak (spoting). Bila perdarahan ini terjadi pada usia di atas 40 tahun,
dan telah menggunakan kontrasepsi hormonal cukup lama, maka perlu dilakukan
Dilatasi dan Kuretase (“D & C”). bila spoting yang terjadi baru beberapa bulan
saja, tidak perlu dilakukan D & C.
Pada umumnya perdarahan bercak terjadi pada permulaan penggunaan pil
kontrasepsi, dan jarang ditemukan pada penggunaan jangka panjang. Perdarahan
seperti ini dijumpai pada penggunaan pil dengan dosis estrogen dan progesteron
yang rendah. Dari banyak penelitian terbukti bahwa penggunaan pil dengan dosis
estrogen dan progesterone tinggi jarang sekali ditemukan perdarahan bercak.
Terhadap perdarahan bercak tersebut tidak perlu diberikan terapi maupun
pengobatan apapun dan jangan tergesa-gesa menukar dengan pil dosis tinggi,
karena biar bagaimanapun pil kontrasepsi dosis tinggi dapat menimbulkan banyak
efek samping. Lagipula perdarahan jenis ini tidak membatalkan kegiatan ibadah
seorang wanita.
13
Penyebab pasti terjadinya perdarahan sela in belum banyak diketahui.
Mengapa terjadinya hanya pada awal-awal penggunaan dan setelah gangguan
jangka panjang tidak terjadi lagi dan mengapa pula terjadi hanya pada penggunan
jenis pil kombinasi tertentu, hingga kini belum didapatkan jawaban yang pasti.
Dari pengamatan terbukti bahwa komponen gestagenlah yang berperan terhadap
terjadinya perdarahan sela. Pada pengunaan pil kontrasepsi kombinasi yang
mengandung jenis komponen gestagen kuat seperti levonorgestrel, desogestrel,
dan gestoden lebih sedikit ditemukan perdarahan sela. Diduga penyebab
terjadinya perdarahan bercak adalah terjadinya pelebaran pembuluh vena kecil di
endometrium dan vena tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal.
Bila efek gestagen kurang, stabilitas stroma berkurang, yang pada akhirnya akan
terjadi perdarahan. Bukti bahwa gestagen sangat berperan terhadap terjadinya
perdarahan dapat dilihat pada proses haid yang normal. Pada satu siklus haid yang
normal, estrogen menyebabkan degenerasi pembuluh darah kapiler endometrium,
dinding kapiler menipis, dan pembentukan endotel tidak merata. Denggan adanya
pengaruh gestagen akan terbentuk kembali pembuluh darah kapiler yang normal
dengan sel-sel endotel yang intak serta sel-sel yang mengandung kadar
glikoprotein yang cukup, sehingga sel-sel entotel terlindung dari kerusakan.
Pada wanita yang sebelum meninggalkan pil kontrasepsi sudah mengalami
gangguan haid, pada pemberian pil kontrasepsi akan sangat mudah mengalami
gangguan haid seperti perdarahan bercak.
Namun, dari berbagai penelitian terbukti bahwa kelupoaan menggunakan
pil merupakan faktor penyebab utama terjadinya perdarahan bercak. Bila hanya
satu tablet yang lupa, pada umumnya yang terjadi hanya perdarahan bercak, tetapi
bila kelupaan beberapa tablet akan terjadi hanya perdarahan bercak, tetapi bila
kelupaan beberapa tablet akan terjadi perdarahan bercak yang lama. Kejadian
perdarahan akan lebih tinggi lagi (75%) bila kelupaan menggunakan tablet terjadi
pada pertengahan siklus. Angka kejadian perdarahan bercak akan lebih rendah
pada penggunaan pil kontrasepsi dengan komponen gestagen yang menonjol.
Pada wanita-wanita tersebut sering disarankan untuk mengambil tablet yang lupa
tersebut pada keesokan harinya. Padahal, yang benar adalah segera mengambil
14
tablet yang terlupa tersebut begitu siwanita tersebut teringat, dengan tujuan untuk
mencegah perdarahan yang berkepanjangan.
Perdarahan sela ataupun perdarahan bercak dapat juga terjadi bila wanita
yang sedang menggunakan pil kontrasepsi tersebut sedang menggunakan obat-
obat tertentu seperti antibiotika tetrasiklin, amoksisislin, atau obat oral
antidiabetika dan antituberkulostatika. Obat-obat ini dapat mempengaruhi
metabolisme kontraspei hormonal di dalam hati, sehingga terjadi penurunan
konsentrasinya di dalam darah. Andaikata selama penggunaan pil kontrasepsi
tidak terjadi perdarahan sela, tetapi pada waktu bersamaan tiba-tiba terpaksa
menggunakan obat-obat tertentu dan terjadi pula perdarahan sela, maka hal
tersebut menandakan telah terjadi gangguan metabolisme hormon di hati, dan hal
tersebut sebagai pertanda telah terjadi penurunan efektivitas dari pil kontrasepsi
tersebut, yang pada akhirnya nanti dapat menyebabkan kehamilan, dalam keadaan
seperti ini sangat tidak dianjurkan untuk menukar dengan pil dosis tinggi, karena
dosis yang tinggi tersebut tidak akan dapat mempengaruhi proses metabolisme
oleh hati. Lagi pula setiap peningkatan dosis akan selalu diikuti dengan berbagai
efek samping yang tidak diinginkan.
Tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi perdarahan sela
atau spoting tersebut. Pada prinsipnya tidak perlu dilakukan tindakan apapun.
Sangat tidak dianjurkan mengganti dengan pil kontrasepsi yang dosisnya lebih
tinggi lagi. Carilah sumber perdarahan tersebut seperti apakah terdapat lesi pada
porsio atau serviks. Kalau ternyata tidak ditemukan penyebab lain atau tidak
ditemukan lesi-lesi tersebut, maka untuk mengatasi perdarahan yang terjadi
tersebut dapat diberikan tambahan 20 g tablet etinilestradiol bersamaan dengan
penggunaan pil kontrasepsi tersebut. Selama perdarahan masih terjadi selama itu
pula diberikan tambahan etinilestradiol, tetapi jika perdarahan tersebut berhenti,
tambahan table etinilestradiol tersebut tidak perlu dilanjutkan lagi, maka hentikan
segera penambahan yang selanjutnya, dan pil yang digunakan dilanjutkan lagi
seperti semula dengan dosis 1 x 1 tablet/hari. Bila dengan penambahan 20 g
etinilestradiol maupun satu tablet pil lagi, perdarahan tetap saja tidak berhenti,
maka jangan dicoba menambah lagi dengan tablet yang baru lagi (menjadi 3
tablet), karena dengan meminum 3 tablet sekaligus akan menimbulkan banyak
15
efek samping seperti mual, muntah dan sakit kepala hebat. Lebih baik kepada
wanita tersebut diberikan pil jenis sekuensial saja. Namun, bila dengan cara ini
tetap saja tidak memberikan hasil, maka perlu dipikirkan untuk melakukan
tindakan D & C, meskipun dari berbagai penelitian, tindakan D & C seperti ini
jarang ditemukan adanya kelainan pada endometrium.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Miometrium
Selama kehamilan biasanya terjadi penebalan miometrium. Penebalan ini terjadi
akibat pengaruh estrogen dan progesterone, yang kadarnya memang sangat tingi
dalam kehamilan. Namun, pada penggunaan kontrasepsi hormonal yang juga
mengandung estrogen dan progesterone tidak dijumpai pembesaran uterus. Bila
pada uterus terdapat mioma, maka pemberian kontrasepsi hormonal kombinasi
maupun sekuensial akan memicu pertumbuhan mioma, karena mioma banyak
mengandung reseptor estrogen dan progesterone. Pada pemberian kontrasepsi
hormonal dengan dosis estrogen dan progesterone yang rendah tidak terjadi
pembesaran miom yang bermakna. Oleh karena itu, pada wanita dengan mioma
lebih dianjurkan pemberian pil kontrasepsi dengan dosis estrogen dan
progesterone yang rendah, atau yang mengandung komponen gestagen yang
dominan. Seperti diketahui, bahwa gestagen memiliki sifat menghambat
pertumbuhan mioma uteri dengan jalan menekan kerja estrogen. Pada wanita
dengan mioma uteri yang mendapat pil kontrasepsi perlu dilakukan pemeriksaan
USG lebih sering lagi. Pemberian kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung
komponen gestagen saja seperti minipi maupun sediaan depo dapat menghambat
pertumbuhan mioma uteri. Mioma tersebut akan mengalami degenerasi merah
yang lambat laun akan membuat mioma tersebut nekrotik. Pada wanita dengan
adenomiosis perlu hati-hati memberikan kontrasepsi hormonal yang mengandung
estrogen dan progesterone, karena dapat memperburuk perjalanan penyakit
tersebut. Kalaupun wanita tersebut ingin tetap menggunakan pil kontrasepsi,
pilihlah jenis kombinasi dengan dosis gestagen yang tinggi, atau lebih baik lagi
kalau diberikan kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung gestagen.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Serviks
16
Pemberian pil sekuensial membuat lendir serviks jernih dengan viskositas yang
rendah, sedangkan pemberian pil kombinasi lendir serviks menjadi kental dan
porsio terlihat livid. Jenis pil kombinasi sering menyebabkan hipertrofi serviks,
sehingga terjadi peningkatan sekresi lendir serviks, selaput lendirnya edematous,
dan menyebabkan pseudodesidualisasi. Gestagen yang terdapat dalam pil
kontrasepsi menyebabkan terbentuknya hiperplasia glanduralis sampai terjadi
adenomatos polipos servikalis (hiperplasia mikroglanduler). Perubahan ini
biasanya jinak dan jarang sekali menimbulkan keluhan, dan kalaupun ada hanya
berupa perdarahan lokal pos koital.
Hiperplasia adenomatos serviks sering dijumpai pada penggunaan pil
sekuensial dosis tinggi. Dari hasil konisasi serfviks terbukti bahwa hampir 44%
wanita yang menggunakan pil sekuensial dosis tinggi menunjukkan adanya
hiperplasia mikroglanduler pada serviks. Unsur gestagen yang terdapat dalam pil
sekuensial tersebut sangat berperan pada pembentukan hiperplasia tersebut. Pada
umumnya hiperplasia tersebut akan hilang begitu pil dihentikan, meskipun pada
sebagian kecil wanita memerlukan waktu berbulan-bulan sampai kelainan tersebut
menghilang.
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal tidak jarang pula ditemukan
displasia serviks, sehingga selama masih menggunakan pil sangat disarankan
untuk melakukan pemeriksaan ginekologik secara teratur, seperti pemeriksaan pap
smear setiap 6 bulan sampai satu tahun sekali.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Vagina
Tidak jarang wanita mengeluh keputihan dan gatal-gatal selama penggunaan kontrasepsi
hormonal. Keputihan yang terjadi perlu dibedakan, apakah wanita tersebut sedang
menggunakan pil kombinasi atau pil sekuensial. Pada pil kombinasi dengan kandungan
gestagen yang dominan terjadi penghambatan pematangan epitel vagina sehingga terjadi
penurunan indeks karyopiknotik. Selain itu, gestagen dapat menghambat pula
pembentukan glikogen dengan akibatnya pH vagina menjadi alkalis.
Selama penggunaan kontrasepsi hormonal terjadi peningkatan kejadian
fluor vaginalis, pluritus vulvae, dan infeksi jamur, dan sebaliknya dijumpai
penurunan angka kejadian infeksi akibat trikomonas maupun gonokokus. Akan
tetapi, bukan berarti bahwa kontrasepsi hormonal dapat mencegah seorang wanita
17
terkena penyakit gonorea. Justeru di Amerika Serikat angka kejadian gonorea
meningkat tajam pada wanita pengguna pil kontrasepsi karena karena mereka
berpikir bahwa kalau sudah menggunakan pil kontrasepsi akan terhindar dari
infeksi gonorea, sehingga mereka dengan bebas melakukan hubungan seks. Oleh
karena itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika (FDA) mengharuskan
pabrik pembuat pil kontrasepsi mencantumkan dalam brosurnya, bahwa pil
kontrasepsi tidak dapat melindungi seorang wanita dari penyakit gonorea dan pil
kontrasepsi tidak dapat pula digunakan untuk pengobatan gonorea.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Keluhan yang Ada Kaitannya
dengan Siklus Haid
Meskipun banyak keuntungan yang diperoleh dari pil kontrasepsi, jangan lupa
pula bahwa sebagian kecil wanita justru kadang-kadang dapat menimbulkan
masalah atau keluhan seperti mudah lelah, kurang tenaga, sakit kepala, disforia,
nyeri perut, perasaan tertekan, nyeri saat bernafas, dan nyeri payudara. Komponen
estrogen dalam pil kontrasepsi dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala,
edema, dan penambahan berat badan, sedangkan komponen gestagen dapat
menyebabkan peningkatan nafsu makan, mudah lelah, sulit berkonsentrasi,
perasaan tertekan, dan kadang-kadang dijumpai pula penambahan berat badan.
Perlu ditekankan disini, bahwa semua keluhan tersebut juga sering ditemukan
pada wanita dengan siklus haid normal yang tidak menggunakan pil kontrasepsi.
Keluhan subyektif tersebut sering ditemukan pada tahap awal penggunaan
pil, dan dengan makin lama penggunaan pil, keluhan tersebut akan menghilang
dengan sendirinya. Nyeri haid, berupa premenstrual sindrom (PMS), ataupun
jenis-jenis keluhan lain yang ada kaitannya dengan suatu siklus haid justru
menghilang dengan pemberian kontrasepsi hormonal.
II.8. Alasan Paling Sering untuk Menghentikan Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal
Timbulnya berbagai efek samping merupakan alasan yang dipakai oleh
kebanyakan wanita untuk menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal.
18
Selain itu, rasa takut sulit mendapatkan anak lagi juga merupakan alasan bagi
wanita untuk tidak ingin melanjutkan penggunaan kontrasepsi hormonal.
II.9. Kontrasepsi Hormonal yang mengandung Komponen Gestagen saja
Pada mulanya para ahli ragu-ragu untuk membuat kontrasepsi hormonal yang
mengandung gestagen saja, karena mereka beranggapan, bukan gestagen saja
yang dapat maksimal menekan ovulasi. Ternyata setelah dilakukan berbagai
macam penelitian terbukti bahwa gestagen sja juga dapat menekan ovulasi,
meskipun tidak sebaik bila dikombinasi dengan estrogen. Namun, pada
penggunaan sediaan yang hanya mengandung gestagen timbul masalah lain, yaitu
tingginya angka kejadian perdarahan bercak pada pemakainya. Hal inilah yang
meyebabkan sediaan ini kurang disukai oleh banyak pemakainya. Untuk
mencegah terjadinya perdarahan, ditambahlah komponen estrogen. Dengan
penambahan estrogen tersebut dijumpai penurunan angka kejadian perdarahan
yang tajam. Akan tetapi, akibat penambahan ini timbul lagi masalah yang baru,
yaitu timbulnya banyak efek samping yang disebabkan oleh estrogen tersebut.
Akhirnya ada ahli memutuskan untuk tetap memproduksi sediaan yang hanya
mengandung gestagen, dan dewasa ini penggunaannya makin populer di kalangan
dokter. Jenis-jenis kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung gestagen
adalah:
Minipil. Dikatakan minipil, karena dosis gestagennya sangat rendah
Suspensi mikrokristal Medroksi Progesteron Acetat (MPA), disuntik
intramuskuler (IM), lama kerjanya 3 bulan
Depo Estrogen-progesteron (MPA/E2C)
Noretisteron enantat, disuntik intramuskuler (IM), sebuah ester asam lemak
rantai panjang, dengan lama kerjanya 2 – 3 bulan.
Implan bawah kulit, dengan lama kerjanya bertahun-tahun
AKDR yang mengandung gestagen saja atau depo gestagen
Minipil
19
Minipil yang pertama kali dibuat adalah yang mengandung progesterone jenis
klomardinon asetat. Pada tahun 1970 pil tersebut ditarik dari peredaran karena
pada penelitian dengan hewan diduga memiliki efek karsinogenik. Lalu dewasa
ini dibuatlah jenis minipil yang mengandung gestagen turunan nortestosteron,
seperti noretisteron 0,35 mg, linerstrenol 0,50 mg, dan levonorgenstrel 0,03 mg.
Di beberapa negara terdapat jenis minipil yang mengandung 0,35 mg etinodrol
diasetat, atau yang mengandung 0,3 mg kuingestanol.
Meskipun efek sampingnya rendah, penggunan minipil sebagai
kontrasepsi masih sangat rendah. Pasar penjualannya di Jerman hanya 1%, di
USA 0,2%, dan di Inggris 3%. Penjualan terbesar dijumpai di Finlandia sebanyak
30%. Rendahnya pemakaian karena minipil tidak dapat menjamin berlangsungnya
suatu siklus haid yang normal, dan lagipula angka kegagalannya relatif tinggi.
Minipil digunakan setiap hari, tanpa perlu menunggu terjadinya haid.
Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari minipil, seperti dapat
diberikan pada wanita usia >35 taun, wanita perokok, wanita menyusui yang
belum mendapat haid, wanita yang memiliki resiko tromboemboli, wanita dengan
tekanan darah tinggi, dan wanita dengan nyeri kepala hebat. Hal yang kurang
disukai dari minipil adalah tingginya angka kejadian kehamilan ektopik pada
pemakainya. Oleh karena itu, jangan diberikan pada wanita dengan riwayat
kehamilan ektopik. Minipil jangan juga diberikan pada wanita yang memiliki
resiko terkena penyakit jantung koroner serta pada wanita yang memiliki
gangguan haid. Turunan nortestosteron yang terdapat dalam minipil dapat
mengganggu metabolisme lipid karena pada penggunaan jangka panjang dapat
menurunkan kadar HDL serum. Seperti diketahui bahwa HDL merupakan lipid
yang memiliki khasiat kardioprotektif.
Cara kerja Minipil
Cara kerja minipil sangat kompleks dan hingga kini belum diketahui secara pasti.
Beberapa cara kerja yang telah diketahui diantaranya adalah, menekan sekresi
gonadotropin, mempengaruhi fungsi korpus luteum, menghambat nidasi,
memperlambat gerakan tuba yang akan mengakibatkan transportasi ovum
terganggu, dan menekan produksi steroid di ovarium.
20
Pengaruh Minipil Terhadap Fungsi Ovarium
Gestagen yang terdapat dalam minipil dapat menekan sekresi gonadotropin dan
sintesis steroid seks di ovarium meskipun efek ini tidak begitu kuat bila
dibandingkan dengan pil yang mengandung estrogen dan progesterone.
Penekanan gestagen saja terhadap pematangan folikel tidak begitu kuat sehingga
sekali-kali tetap saja dapat terjadi ovulasi.
Pengaruh Minipil Terhadap Endometrium
Minipil menghambat proliferasi endometrium dan menyebabkan terjadinya
transformasi endometrium lebih awal. Meskipun jarang kadang-kadang ditemukan
pula hiperplasia endometrium dan endometrium yang atrofik. Minipil
mempersulit implantasi blastosit di entrometrium.
Pengaruh Minipil Terhadap Serviks
Lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu. Gestagen
yang terdapat di dalam cairan semen akan mengganggu metabolisme sperma.
Peningkatan viskositas lendir serviks baru dicapai setelah beberapa jam pemberian
minipil. Pada penggunaan minipil sering terjadi perdarahan bercak (spotting).
Untuk mengatasi perdarahan ini jangan diberikan estrogen, karena meskipun
estrogen dapat menghentikan perdarahan, tetapi esterogen itu sendiri dapat
memperbaiki lendir serviks, sehingga dapat mempermudah penetrasi sperma.
Pengaruh Minipil Terhadap Tuba
Pengaruh pemberian gestagen yang berkepanjangan dapat mempengaruhi
motilitas tuba, fertilisasi dan kemungkinan besar juga mempengaruhi transportasi
dan kapasitasi sperma. Gangguan motilitas tuba ini beresiko terjadinya kehamilan
ektopik lebih besar.
Pengaruh Minipil Terhadap Siklus Haid
21
Hampir 30-60% wanita yang menggunakan minipil mengalami gangguan haid.
Gangguan haid ini dapat berupa perdarahan sela ataupun perdarahan bercak
(spotting).
Pengaruh Minimpil Terhadap Keluhan yang Berkaitan dengan Siklus Haid
Keluhan-keluhan yang berkaitan dengan suatu siklus haid seperti nyeri haid dan
premenstrual sindrom (PMS) dapat membaik dengan pemberian minipil.
Demikian juga dengan keluhan lain yang berkaitan dengan suatu siklus haid,
seperti mual, penambahan berat badan, dan berkunang-kurang.
Pengaruh Minipil Terhadap Kejadian Kehamilan Ektopik
Angka kejadian kehamilan ektopik relatif tinggi pada penggunaan minipil. Resiko
terkena kehamilan ektopik adalah 4 dari 100 kehamilan. Diduga, minipil
mengganggu motilitas tuba sehingga memicu implantasi lebih awal. Blastokis
tidak sampai ke tempat implantasinya di endometrium. Namun, sudah pasti angkat
kejadian kehamilan ektopik lebih rendah pada wanita pengguna minipil
dibandingkan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi apa pun. Andaikata
seorang wanita mengeluh perdarahan bercak yang disertai nyeri perut, maka yang
pertama kali dipikirkan adalah kehamilan ektopik.
Efektivitas Minipil
Kehandalan minipil sangat bergantung pada jenis gestagen yang terkandung
dalam minipil tersebut. Misalnya 0,5 mg linestrenol Indeks Pearl 0,0 – 0,9 ;
norgestrel dengan dosis 0,30-0,75 mg Indeks Pearl 1,4-2,4. penelitian yang
dilakukan pada tahun 1982-1990 didapatkan Indeks Pearl sebesar 2,21 ; 1,01 ; dan
0,2. pada penggunaan minipil jangan sampai kelupaan satu-dua tablet, atau jangan
sampai terjadi gangguan gastrointestinal (muntah, diare), karena akibatnya
kemungkinan terjadi kehamilan sangat besar. Penggunaan obat-obat mukolitik
asetilsistein bersamaan dengan minipil perlu dihindari, karena mukolitik jenis ini
dapat meningkatkan permeabilitas sperma, sehingga kemampuan kontraseptik dari
minipil dapat terganggu.
Agar didapatkan kehandalan yang tinggi, maka :
22
1. Jangan sampai ada tablet yang terlupa
2. Tablet digunakan pada jam yang sama (malam hari)
3. Senggama sebaiknya dilakukan 3-20 jam setelah penggunaan minipil
Perlu hati-hati memberikan minipil pada wanita gemuk karena
kegagalannya akan lebih tinggi. Estrogen dalam lemak wanita gemuk sangat
tinggi. Estrogen tersebut memiliki efek positif terhadap lendir serviks.
Kehandalan minipil akan lebih tinggi dengan makin tua usia seorang
wanita. Usia antara 25 dan 29 tahun, Indeks Pearlnya 3,1 ; usia antara 35-39 tahun
Indeks Pearlnya 1,0 ; sedangkan usia > 40 tahun Indeks Pearlnya 0,3. disini
terlihat, bahwa minipil lebih sesuai untuk wanita usia tua.
Efek Samping Penggunaan Minipil
Gangguan metabolisme lemak maupun gangguan faktor pembekuan darah
dijumpai jauh lebih sedikit pada penggunaan minipil, dibandingkan bila
menggunakan pil kombinasi. Kejadian kanker payudara juga jauh lebih rendah
pada pemakai minipil, sedangkan pada penggunaan pil kombinasi jangka panjang
dijumpai angka kejadian kanker payudara yang sedikit meningkat. Mengenai
hubungan kanker payudara dengan pil kontrasepsi, terutama pil yang mengandung
estrogen, masih banyak silang pendapat. Ada yang menemukan meningkatnya
kejadian kanker payudara, tetapi ada pula yang tidak.
Karena minipil mengandung gestagen saja, kemungkinan terjadi kanker
endometrium jauh lebih rendah pada pemakainya, bila dibandingkan dengan pil
yang mengandung estrogen. Gestagen tidak menyebabkan profliferasi
endometrium.
Terjadi sedikit peningkatan gula darah pada penggunaan minipil. Namun,
pada uji oral glukosa dijumpai kadar yang normal sehingga minipil bukan
merupakan kontraindikasi absolut bagi penderita kencing manis yang ringan
maupun kencing manis laten.
Kembalinya Kesuburan Pasca Minipil dan Efek Teratogenik Minipil
23
Belum ditemukan adanya bukti bahwa setelah penggunaan minipil kembalinya
kesuburan akan terganggu. Justru kalau kelupaan satu atau dua tablet saja sudah
dapat terjadi kehamilan.
Baik pil kombinasi maupun minipil dapat menyebabkan cacat bawaan bila
digunakan oleh wanita yang sedang hamil.
Penggunaan Minipil Selama Menyusui
Kadar gestagen dalam air susu ibu sangat rendah sehingga tidak perlu ditakuti
terjadinya gangguan pertumbuhan pada bayi.
Alasan Tersering yang Digunakan untuk Menghentikan Penggunaan Minipil
Karena sering menimbulkan gangguan haid, seperti perdarahan bercak dan
amenorea, minipil kurang begitu kurang begitu populer di kalangan wanita, dan
penggunaannya pun sangat rendah di seluruh dunia. Dari beberapa data yang
terkumpul terbukti bahwa dalam jangka waktu satu tahun hampir separuh wanita
menghentikan penggunaan minipil. Penghentian ini bukan karena masalah efek
samping minipil, melainkan karena ketidakpastian kehandalannya dan sering
menimbulkan gangguan haid.
Depo Gestagen
Di Indonesia tersedia tiga jenis sediaan depo gestagen, yaitu :
1. Depo medroksiprogesteron aseta (depo MPA)
2. Depo noretisteron enantat (depo Noristerat)
3. Depo estrogen-progesteron (MPA/E2C)
Depo MPA merupakan suspensi mikrokristal yang membentuk depo pada
tempat penyuntikan intramuskuler (IM). Kadar serum MPA tidak begitu
berfluktuasi, bila dibandingkan dengan kadar serum noretisteron enantat, karena
noretisteron enantat memiliki sifat lipofit yang tinggi, dan pada penyuntikan akan
terbentuk depo sekunder. Setelah injeksi noretisteron enantat, kadarnya yang
terdapat dalam serum tidak begitu kuat menekan ovulasi. Oleh karena itu, terdapat
perbedaan khasiat kontrasepsi antara kedua jenis kontrasepsi injeksi tersebut,
24
seperti : MPA terutama bekerja sebagai penghambat ovulasi, sedangkan
noretisteron enantat hanya dalam waktu terbatas saja sebagai penghambat ovulasi,
tetapi itu cara kerjanya mirip cara kerja minipil. Namun secara prinsip kedua jenis
injeksi tersebut tetap banyak digunakan karena tidak perlu setiap hari, seperti
penggunaan pil kontrasepsi. Kelebihan penggunaan injeksi adalah sebagai berikut:
Tidak perlu takut lupa
Tidak memiliki efek samping yang disebabkan ole estrogen
Tidak perlu diingat, kecuali waktu kembali untuk mendapatkan suntikan
berikutnya
Dapat digunakan oleh wanita > 35 tahun, kecuali MPA/E2C
Tidak mempengaruhi pemberian ASI, kecuali MPA/E2C
Peserta tidak perlu menyimpan obat suntik
Meskipun kontrasepsi injeksi banyak digunakan, tetap saja banyak yang
tidak ingin melanjutkan untuk jangka panjang karena sering ditemukan gangguan
haid.
Penggunaan Depo Gestagen
Cara pemberian depo gestagen dapat dilihat pada gambar (Gambar 8). Depo MPA
diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intragluteal atau intradeltoid.
Injeksi noretisteron enantat
1 2 3 4 5 6 7
8 8 8 12 12 12
minggu
Injeksi depo medroksi progesterone asetat
1 2 3 4 5 6
12 12 12 12 12
minggu
25
Gambar 8. Skema penyuntikan depo gestagen
Penyuntikan di tangan menimbulkan kesan seolah-olah wanita tersebut
mendapatkan suntikan vaksinasi sehingga penyuntikan cara ini tidak begitu
disukai dan menimbulkan rasa sakit. Injeksi pertama diberikan pada hari kelima
siklus haid dengan tujuan untuk menyingkirkan bahwa wanita tersebut sedang
tidak hamil. Suntikan berikutnya diberikan setiap 90 hari, tidak perduli, apakah
apakah wanita tersebut haid atau tidak.
Injeksi pertama noresteron enantat juga diberikan pada hari kelima siklus
haid dan 3 injeksi berikutnya setiap 8 minggu. Hal in berada dengan pemberian
suntikan depo MPA. Mulai dengan injeksi kelima diberikan setiap 12 minggu.
Jadwal pemberian depo gestagen perlu ditaati dengan serius karena kalau sampai
terlambat, lebih baik datang lebih awal lagi. Depo gestagen dapat segera diberikan
segera setelah melahirkan, tanpa takut mempengaruhi produksi air susu ibu (ASI)
dan tanpa mengganggu involusio uteri.
Cara Kerja Depo Gestagen
Cara kerja kedua jenis depo gestagen tersebut serta efek samping yang
ditimbulkannya ternyata sangat berbeda. Perbedaan terletak pada farmakokinetik
dari kedua jenis depo tersebut. Setelah penyuntikan depa MPA, dalam waktu 24
jam kadarnya dalam serum mencapai 2-5g/ml, dan kadarnya bertahan cukup
lama, dan turun perlahan-lahan. Setelah penyuntikan noretisteron enantat,
kadarnya meningkat tajam dan dalam minggu-minggu berikutnya akan turun
secara turun. Depo MPA menekan sekresi LH preovulatorik sehingga ovulasi
paling sedikit akan tertekan untuk 3 bulan pertama. Ovulasi pada penyuntikan
noretisteron enantat akan terjadi setelah 6-8 minggu injeksi diberikan karena pada
masa tersebut kadar hormon telah turun.
Kedua depo gestagen tersebut menyebabkan viskositas lendir serviks
meningkat sehingga penetrasi sperma terganggu. Depo MPA menyebabkan
perubahan transformasi abortif sekretorik pada enedometrium, yang lambat laun
akan menjadi atrofi. Selain itu, kedua depo gestagen tersebut menghambat
transportasi gamet oleh tuba serta mempengaruhi kapasitas sperma.
26
Indikasi dan Kontraindikasi Depo Gestagen
Meskipun begitu banyak keuntungannya, seperti mudah digunakan tidak perlu
takut lupa, kehandalan kontrasepsinya tinggi, serta tidak mengandung estrogen,
depo gestagen sering menimbulkan gangguan haid. Oleh karena itu, depo
gestagen hanya dipandang sebagai menimbulkan gangguan haid. Oleh karena itu,
depo gestagen hanya dipandang sebagai metode kontrasepsi alternatif. Padahal,
efektivitas kontrasepsinya cukup tinggi, hampir sama dengan kehandalan pil
kontrasepsi. Jadi, kalau kita tidak mau membebani wanita dengan estrogen
merupakan suatu alternatif terbaik. Keputusan memilih jenis depo gestagen yang
akan digunakan sangat bergantung pada efektivitas kontrasepsinya atau yang
sedikit menimbulkan perdarahan. Kalau yang terjadi pertimbangannya semata-
mata hanya kehandalannya, maka pilihannya jatuh pada depo MPA, tetapi kalau
yang terpenting bagi seorang wanita adalah tidak menimbulkan perdarahan, maka
pilihannya jatuh padas dep noretisteron enantat. Di negara-negara berkembang,
yang atas dasar faktor pendidikan, sosial, maupun kultural sulit menggunakan pil,
depo gestagen merupakan alternatif terbaik. Kedua jenis depo gestagen tersebut
tidak mempengaruhi produksi air susu ibu (ASI), bahkan dapat meningkatkan
produksi ASI. Oleh karena itu, sangat baik diberikan ibu-ibu yang menyusui.
(kontrasepsi hormonal, breast feeding) Depo gestagen dapat diberikan segera
setelah bersalin atau saat si ibu akan pulang dari rumah sakit.
Andaikata terjadi peningkatan gula darah pada wanita kencing manis
(DM), suntikan yang berikutnya harus dihentikan, atau kalau juga suntikannya
ingin diteruskan, wanita tersebut harus berada dibawah pengawasan yang ketat.
Pada wanita usia muda, apalagi yang belum memiliki anak, lebih baik jangan
diberikan depo gestagen, kecuali kalau memang tidak ada pilihan lain.
Kerugian lain penggunaan depo gestagen adalah wanita sangat tergantung
sekali dengan sarana pelayanan karena ini tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
sebelum suntikan berikut, dan tidak ada jaminan perlindungan terhadap infeksi
penyakit menular, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV.
Efektivitas Depo Gestagen
27
Dalam hal penekanan terhadap ovulasi ternyata kedua jenis depo gestagen
tersebut efektivitasnya hampir sama dengan pil kombinasi. Kehandalan
kontrasepsinya melebihi minipil maupun AKDR. Indeks Pearl untuk depo MPA
adalah 0-1,2 ; sedangkan untuk depo Noretisteron enantat indeks Pearlnya sedikit
lebih tinggi, yaitu 0-3,6 ;. Kegagalan yang terjadi pada umumnya dikarenakan
oleh ketidakpatuhan untuk datang pada jadwal suntikan yang telah ditetapkan,
atau teknik penyuntikan yang salah. Injeksinya harus benar-benar intragluteral.
Dampak Lain yang Dapat Muncul pada Penggunaan Depo Gestagen
Gangguan haid merupakan keluhan yang paling sering ditemukan, seperti :
Siklus haid yang memendek atau memanjang
Perdarahan yang banyak atau sedikit
Perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan bercak
Tidak haid sama sekali (amenorea)
Gangguan haid paling sering terjadi pada bulan pertama penyuntikan.
Setelah satu atau dua tahun penyuntikan akan terjadi amenorea pada kebanyakan
wanita. Namun, pada penggunaan depo Noretisteron nantat sedikit sekali
ditemukan amenorea. Setelah penggunaan empat tahun, dijumpai hampir 75%
wanita siklus haidnya tetap teratur.
Usaha yang Dapat Dilakukan untuk Mengatasi Perdarahan pad Penggunaan
Depo Gestagen
Perdarahan yang tidak teratur ataupun perdarahan bercak merupakan hal yang
paling banyak ditemukan selama penggunaan depo gestagen. Hal ini merupakan
alasan yang digunakan untuk menghentikan penggunaannya, di samping
permintaan untuk mengganti dengan jenis kontrasepsi yang lain. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang penanganan gangguan haid sangatlah penting. Perdarahan
sela atau perdarahan bercak dapat diatasi dengan pemberian estrogen, milsanya
dengan memberikan 40-60 g etinilestradiol/hari, atau dengan memberikan pil
kombinasi. Lamanya pemberian cukup 10 hari saja. Andaikata pemberian tablet
estrogen menimbulkan efek samping berupa gangguan gastrointestinal, maka
dapat diberikan estrogen injeksi, seperti 10 mg estradiolvalerat.
28
Pemberian estrogen hanya dilakukan bila perdarahan sela, perdarahan
bercak, atau perdarahan banyak berlangsung lebih dari 7 hari. Saat ini telah dibuat
sediaan depo yang dimodifikasi, yang selain mengandung unsur gestagen, juga
mengandung unsur estrogen. Di Indonesia telah tersedia depo yang mengandung
25 mg depo MPA dan 5 mg estradiol sipronat (MPA/E2C). di beberapa negara
lain tersedia jenis lain yang mengandung 50 mg noretisteron enantat dan 5 mg
estradiol valerat (Mesigyna). Kedua bentuk depo ini diberikan berupa injeksi
bulanan yang memiliki kehandalan yang tinggi. Kembalinya kesuburan jauh lebih
cepat dibandingkan dengan sediaanb yang hanya mengandung unsur gestagen.
Kembalinya Kesuburan Setelah Penghentian Depo Gestagen
Salah satu alasan penggunaan depo gestagen kurang begitu populer di kalangan
masyarakat adalah bahwa kembalinya kesuburan memerlukan waktu lama. Tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa setelah penghentian penggunaan pil maupun AKDR,
kesuburan lebih cepat kembali (rata-rata 2 bulan), sedangkan setelah penghentian
penggunaan depo gestagen memerlukan waktu rata-rata 10 bulan. Perlu dijelaskan
di sini bahwa keterlambatan setelah penyuntikan depo gestagen bukanlah
disebabkan oleh terjadinya kelainan atau kerusakan pada organ genitalia,
melainkan karena masih saja terjadi pelepasan gestagen yang terus menerus dari
depo yang terbentuk di tempat suntikan. Kembalinya kesuburan ternyata berbeda
antara depo yang mengandung MPA denga depo yang mengandung noretisteron.
Pada penggunan depo noretisteron, konsepsi terjadi lebih cepat, yaitu 3-6 bulan
setelah penyuntikan dihentikan. Oleh karena itu, depo noretisteron sangat baik
diberikan bagi wanita yang ingin segera hamil lagi begitu penyuntikan dihentikan.
Bila selama penggunaan kedua jenis depo gestagen tersebut terjadi
konsepsi, resiko teratogenik tetap saja ada, yaitu 7 per 100.000 kelahiran.
Efek Samping Penggunaan Depo Gestagen
Efek samping yang sering ditemukan adalah : penambahan berat badan, mual,
berkunang-kunang, sakit kepala, nervositas, akne, turunnya libido, vagina kering,
dan perasaan tertekan. Karena depo gestagen tidak mengandung unsur estrogen,
29
efek samping yang terjadi jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan
penggunaan pil yang mengandung estrogen.
Depo gestrogen noretisteron enantat dapat mempengaruhi metabolisme
lipid. Dua tahun setelah pemakaian ditemukan penurunan HDL kolesterol secara
bermakna, sedangkan kadar trigliserid maupun kadar kolesterol tidak mengalami
perubahan apapun. Demikian juga tidak terjadi perubahan terhadap metabolisme
karbohidrat dan sistem hemostasis. Pada penelitian yang dilakukan terbukti bahwa
pemberian gestagen jenis noretisteron jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan pada endotel dinding pembuluh darah sehingga setiap hari perubahan
pada serum lipid perlu dilakukan pengawasan yang lebih sering. Dahulu banyak
ahli yang berpendapat bahwa penggunaan depo MPA tidak menyebabkan
perubahan pada lipid. Namun, terdapat penelitian yang menemukan terjadinya
perubahan pada lipid serum pada penggunaan depo MPA jangka panjang. Perlu
disadari bahwa setiap penurunan kadar HDL serum merupakan faktor resiko
untuk terkena penyakit jantung koroner (PJK).
Pada penggunaan depo MPA lima tahun ditemukan penurunan masa
tulang pada femur sebanyak 7%. Namun, ada penelitian yang lain tidak
menemukan pengurangan masa tulang, sehingga banyak ahli yang berpendapat
bahwa depo MPA dapat digunakan sebagai hormon untuk pencegahan
kekeroposan tulang pada wanita pasca menopause. Pada wanita yang
menggunakan depo gestagen kemungkinan resiko terkena kanker payudara sangat
kecil karena gestagen akan menekan kerja estrogen. Pada wanita dengan kanker
payudara yang memerlukan kontrasepsi dapat saja diberikan depogestagen. Selain
itu, depo gestagen juga mengurangi resiko terkena kanker endometrium. Khasiat
ini masih terlihat sampai delapan tahun setelah pemberian dihentikan.
Bentuk Lain dan Cara Pemberian Gestagen
Sistem Norplant (KB susuk). Ada dua jenis Norplant, yaitu Norplant I dan
Norplant II. Norplant I terdiri dari kapsul silasik berongga dengan panjang 34
mm, diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel (LNG) dan lama
kerjanya 5 tahun. Norplant II tidak memiliki ruang berongga, tetapi dibuat
berbentuk batang dengan panjang 44 mm, mengandung 70 mg LNG, dan lama
30
kerjanya 3 tahun. Norplant I terdiri dari 6 kapsul, sedangkan Norplant II terdiri
dari 2 kapsul.
Sampai sekarang kontrasepsi susuk yang tersedia hanyalah suatu produk
yang mengandung suatu set dari 6 susuk. Menginsersi dan mencabut 6 batang
susuk merupakan hal yang kurang begitu nyaman. Oleh karena itu, sekarang ini
telah diciptakan suatu Norplant yang hanya terdiri dari satu batang, atau yang
disebut sebagai kontrasepsi susuk tunggal. Diharapkan penemuan ini lebih dapat
diterima para pemakainya dan lebih menyenangkan lagi untuk para klinisi. Satu
kapsul Norplant ini (Implanon) mengandung 68 mg etonogestel (ENG) dan lama
kerjanya 3 tahun. Setelah abortus trimester pertama, Implanon harus segera
diinsersikan. Setelah ibu melahirkan atau abortus trimester kedua, Implanon harus
diinsersikan pada hari ke 21-28 setelah melahirkan atau abortus.
Cara Penggunaan Norplant
Dilakukan anastesi lokal pada lengan atas bagian dalam kemudian dilakukan inssii
kecil 2 mm pada kulit. Dengan menggunakan trokar no. 10, susuk tersebut
diletakkan dibawah kulit. Keenam batang Norplant dipasang satu per satu, teapt
dibawah kulit sehingga membentuk struktur kipas, luka insisi tidak perlu dijahit,
cukup diberi balutan sederhana. Pemasangan yang terlalu dalam hanya akan
menyulitkan proses pencabutan di kemudian hari.
Cara Kerja Norplant
Terutama mengganggu pematangan folikel, serta menggangu proses pembentukan
endometrium. Lendir serviks menjadi kental.
Meskipun mengandung gestagen turunan noretisteron, tetap saja tidak
dijumpai kadar androgen yang meningkat dalam serum.
Efektivitas Norplant
Kehandalan kontrasepsi Norplant sangat tinggi. Indeks Pearl berada dibawah satu.
Namun, resiko terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi, yaitu 1,3 per
100.000 wanita per tahun. Perlu diketahui bahwa resiko kehamilan ektoik akan
31
jauh lebih tinggi pada wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi apapun, yaitu
6,5 per 100.000 wanita pertahun.
Pada tahun pertama penggunaan Norplant lebih dari setengah wanita
mengalami gangguan haid, berupa perdarahan, berupa perdarahan yang
memanjang atau perdarahan bercak. Jarang ditemukan perdarahan yang banyak.
Amenorea juga relatif jarang ditemukan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi
dengan pemberian 0,05 mg etinilestradiol untuk 20 hari.
Fertilitas
Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian setelah penggunaan suatu
kontrasepsi adlah kembalinya kesuburan. Satu sampai dua tahun setelah
penggunaan Norplant, sebanyak 80% wanita menjadi hamil normal kembali.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Biran Affandi pada tahun 1987 tentang
kembalinya kesuburan stelah berhenti memakai kontrasepsi adalah sebagai
berikut. Setelah observasi satu tahun, kejadian kehamilan pada bekas akseptor
LNG adalah 76,5 per 100 wanita, sedangkan pada tahun kedua kejadian
kehamilan adalah 90,2 per 100 wanita. Hal ini tidak jauh berbeda dengan wanita
yang menggunakan AKDR maupun depo MPA.
Kontrasepsi Norplant, seperti juga kontrasepsi yang mengandung
progesterone saja, tidak mempengaruhi laktasi dan pertumbuhan bayi. Penelitian
Biran Affantdi juga menemukan hal yang sama, dimana kelompok pengguna
LNG dan kelompok pengguna AKDR melahirkan bayi dengan berat badan lebih
dari 2500 g. kontrasepsi dipasang 40 hari pascapersalinan. Setelah diikuti selama
6 bulan, ternyata tidak ditemukan perbedaan pertumbuhan antara kelompok bayi
yang ibunya memakai LNG dan kelompok bayi yang ibunya memakai AKDR.
Metabolisme
Pengaruh Norplant terhadap metabolisme sangat kecil, misalnya terhadap
metabolisme karbohidrat dijumpai sedikit perubahan, sehingga terjadi resistensi
insulin yang ringan. Atas dasar ini, Norplant boleh diberikan pada wanita dengan
kencing manis (DM), asal dilakukan pemeriksaan gula darah yang teratur.
32
Terhadap pengaruh Norplant atas fraksi lipid darah masih menampakkan
hasil penelitian yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Biran Affandi
tahun 1987, menemukan terjadinya perubahan yang bermakna dalam hal
kolesterol total, HDL, dan LDL. Enam bulan sampai lima tahun setelah pemberian
LNG dijumpai peningkatan kolesterol total yang bermakna, sedangkan kadar
HDL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok
kontrol dan kelompok LNG. Di jumpai kadar LDL yang tinggi pada pemakaian
LNG selama 6 bulan. Satu sampai lima tahun setelah penggunan LNG, kadar LDL
kembali normal. Penelitian lain ada yang menemukan penurunan kadar HDL
selam penggunaan LNG 6-12 bulan.
Norplant tidak memiliki pengaruh apapun terhadap fungsi ginjal, tiroid,
dan suprarenal. Juga tidak meningkatkan kejadian stroke dan infark miokard.
Namun, pada wanita dengan hipertensi dan penyakit tromboemboli dianjurkan
lebih baik tidak menggunakan Norplant. Dua sampai empat tahun setelah
penggunaan Norplant I dan Norplant II dijumpai pengurangan faktor II, V dan
VII. Serta penurunan aktivitas fibrinolitik. Sebaliknya, dijumpai peningkatan
jumlah trombosit, agregasi trombosit, dan antitrombin III, sedangkan waktu
parsial tromboplastin tidak mengalami perubahan.
Indikasi Pencabutan
Setelah batas waktunya habis
Atas permintaan yang disebabkan ada keluhan, keinginan hamil lagi, dan
timbulnya banyak efek samping
Indikasi Pencabutan
Teknik baku pencabutan adalah dengan menggunakan klem mosquito atau Crile
untuk menjepit kapsul. Teknik ini telah digunakan sejak 1980-an. Baru-baru ini
telah ditemukan teknik baru oleh Untung Praptohardjo dan Wibowo (1993) yaitu
dengan teknik “U”, untuk pencabutan susuk. Teknik ini lebih cepat dan lebih
mudah bila dibandingkan dengan teknik baku pencabutan.
AKDR yang Mengandung Gestagen
33
Salah satu AKDR yang saat ini beredar adalah yang berbentuk T, yang
mengandung progesterone atau levanorgestrel. AKDR yang mengandung 38 mg
progesteron akan melepaskan + 65 g progesterone dan disimpan di dalam
endometrium. Kadar yang dikeluarkan tersebut begitu rendah sehingga tidak
memiliki efek sistemik, dan fungsi ovarium pun tidak terpengaruh sama sekali.
Endometrium mengalami transformasi yang irregular sehingga antara
komponen glanduler dan komponen stroma menjadi tidak seimbang. Komponen
kelenjarnya tetap intak, tetapi komponen stromanya mengalami desidualisasi.
Pada pemeriksaan patologi anatomik jaringan endometrium ditemukan juga
adanya proses peradangan pad jaringan endometrium tersebut. Karena cadangan
progesterone dalam AKDR sangat terbatas, AKDR perlu diganti setiap tahunnya,
Indeks Pearlnya adalah 0,5.
Kemungkinan terjadinya ekspulsi ditemukan pada hampir 10% wanita,
terutama pada 4 minggu pertama setelah pemasangan sehingga pada masa tersebut
perlu dilakukan kontrol yang teratur. Gangguan berupa perdarahan sering
dijumpai terutama pada dua bulan pertama (50%). Namun, dengan semakin lama
pemakaian semakin jarang pula ditemukan kejadian perdarahan,. AKDR yang
mengandung progesterone sangat baik diberikan pada wanita dengan keluhan
nyeri haid dan bagi wanita yang haidnnya banyak. Angka kejadian kehamilan
ekstopik relatif tinggi, yaitu sekitar 20%, sehingga setiap wanita yang mengeluh
nyeri perut, perdarahan bercak, atau amenorea, terutama sekali yang dipikirkan
adalah adanya kehamilan ektopik.
Indikasi dan Kontra Indikasi Pemakaian AKDR dengan Gestagen
Kontra indikasinya adalah : servisitis, salpingitis, endometritis, mioma
submukosum, perdarahan pervaginam yang belum jelas asalnya, anomalia uterus,
kehamilan, uterus yang sulit digerakkan, radang panggul, dan riwayat kehamilan
ektopik. Indikasinya terutama pada wanita dengan nyeri haid atau bagi wanita
yang haidnya banyak. Meskipun kadar progesterone yang berada di dalam darah
jumlahnya sangat kecil, pada penggunaan jangka panjang tetap saja terjadi
peningkatan kadar gula dan kadar insulin. Sehingga perlu hati-hati pemberiannya
pada wanita dengan toleransi gula darah yang terganggu.
34
Angka kelangsungan pemakaian setelah 3 tahun adalah 49,5%, sedangkan
setelah 7 tahun adalah 23,7%.
II.10. EFEK SAMPING YANG TIDAK DIINGINKAN DAN KOMPLIKASI
KONTRASEPSI HORMONAL
Efek Samping Terhadap Hipofisis
Kebanyakan kontrasepsi hormonal menekan produksi dan sekresi gonadotropin.
Efek penekanan ini sangat tergantung pada dosis estrogen yang terdapat di dalam
kontrasepsi hormona tersebut. Kontrasepsi hormonal yang mengandung
progesterone saja tidak begitu kuat menekan hipofisis dan hipotalamus, kecuali
diberikan dalam dosis tinggi.
Pemberian sediaan kombinasi maupun sekuensial apalagi yang
mengandung estrogen dosis tinggi dapat menyebabkan timbulnya tumor
hipofisissi berupa prolaktinoma, yang terlihat dengan tingginya kadar prolaktin
darah. Walaupun demikian, angka kejadian prolaktinoma pada pemakai
kontrasepsi hormonal tidak jauh berbeda dengan wanita yang tidak
menggunakannya. Kadar prolaktin yang tinggi dapat menyebabkan amenorea.
Oleh sebab itu, setiap terjadi amenorea pada penggunaan kontrasepsi hormonal
perlu dipikirkan adanya prolaktinoma di hipofisis. Pada wanita dengan
prolaktinoma penggunaan kontrasepsi hormonalnya harus dihentikan karena
estrogen yang terdapat didalamnya dapat memicu pertumbuhan prolaktinoma
tersebut.
Estrogen juga dapat mempengaruhi hipofisi bagian belakang
(neurohipofisis) dan terjadinya peningkatan sekresi vasopresin, oksitosin, dan
neuropisin.
Efek Samping Terhadap Suprarenal dan Kelenjar Tiroid
Pada pemberian sediaan kombinasi dengan dosis etiniletradiol 20-50 g terjadi
peningkatan konsentrasi kortisol 50-100%, sedangkan pada pemberian sediaan
sekuensial degan dosis 50 g etinilestradiol dan 125 g desogestrel terjadi
peningkatan konsentrasi kortisol sebanyak 160%. Kadar serum ACTH tidak
mengalami perubahan, sedangkan kadar aldosteron sedikit meningkat. Serum
35
DHEA-S menurun sekitar 30-50% pada pemberian pil kontrasepsi dosis rendah
maupun dosis tinggi. Medroksiprogresteron asetat maupun siproteron aseteat
dosis tinggi dapat menekan sekresi ACTH karena kedua hormon ini memiliki sifat
glukokortikoid.
Pil kontrasepsi tidak mempengaruhi fungsi kelenjer tiroid. Hal ini
dibuktikan dengan kadar serum T3 yang normal. Belum ditemukan adanya bukti
terjadinya hipertiroid, hipotiroid, maupun adenoma kelenjer tiroid selama
penggunaan kontrasepsi hormonal. Namun, kontrasepsi hormonal, terutama
komponen estrogennya, dapat meningkatkan kadar Tiroid Binding Globulin
(TBC) sehingga makin banyak kelenjer tiroid. Kontrasepsi hormonal yang
mengandung gestagen saja seperti minipil dan depo gestagen tidak memiliki
pengaruh sama sekali terhadap parameter kelenjer tiroid.
Efek Samping Terhadap Alat Genital
Infeksi Alat Genitalia Bagian Bawah
Komponen estrogen yang terdapat di dalam kontrasepsi hormonal biasanya tidak
mempengaruhi mileu vagina. Komponen gestagen yang tinggi dpat menyebabkan
vagina kering dan memudahkan terjadinya vulvovangitis dan kandidiasis,
sedangkan komponen estrogen menghambat terjadinya infeksi tersebut.
Kontrasepsi hormonal meningkatkan resiko terkena infeksi dengan
klamedia, tetapi tidak meningkatkan resiko infeksi dengan trikomonas maupun
gonokokkus. Servisitis meningkat terutama akibat komponen gestagen dalam
kontrasepsi hormonal. Demikian juda kejadian erosi ataupun ulserasi serviks.
Kejadian infeksi genitalia interna menurun hingga 50% pada penggunaan
kontrasepsi hormonal, sedangkan dengan IUD menurun hingga 80%. Di duga,
komponen gestagen memiliki khasiat protektif, dimana gestagen dapat mencegah
penetrasi sperma.
Resiko terkena HIV sangat tergantung dari aktivitas seksual wanita itu
sendiri dan adanya laserasi pada alat genitalia. Infeksi dengan gonorea, klamidia,
dan trikomonas akan memicu infeksi HIV. Penggunaan minipil sering
menyebabkan perdarahan yang tidak teratur dan ini meningkatkan resiko terkena
infeksi.
36
Efek Samping Terhadap Payudara
Mastodinia
Banyak wanita menjelang haid mengeluh nyeri pada payudara. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya penambahan volume payudara akibat terjadinya retensi cairan.
Nyeri payudara ini erat kaitannya dengan kadar estrogen yang dimiliki seorang
wanita. Bila pada penggunaan pil kontrasepsi timbul nyeri payudara, sebaiknya
diganti dengan pil kontrasepsi yang progesteronnya tinggi dan dosis estrogennya
rendah.
Kelainan Jinak dan Keganasan Pada Payudara
Pada wanita pengguna kontrasepsi hormonal lebih sedikit ditemukan
Fibrioadenomatosa pada payudara. Makin lama penggunaan kontrasepsi
hormonal, makin sedikit dijumpai tumor jinak payudara.(kontrasepsi hormonal,
benefit and risk) Namun, pada wanita dengan tumor jinak payudara, seperti
Mastopatia derajat 1 dan 2. lebih dianjurkan penggunaan kontrasepsi hormonal
yang komponen progesteronnya lebih tinggi atau penggunaan kontrasepsi yang
mengandung progesterone saja. Pada Mastopatia derajat 3 lebih baik jangan
diberikan kontrasepsi hormonal.
Seperti diketahui bahwa payudara merupakan target organ untuk estrogen
dan progesterone, sehingga banyak penelitian dilakukan untuk melihat, apakah
kedua jenis hormonal tersebut dapat menyebabkan kanker payudara atau tidak.
Banyak penelitian telah dilakukan dan ternyata tidak ditemukan peningkatan
angka kejadian kanker payudara pada penggunaan kontrasepsi hormonal. Perlu
ditekankan disini bahwa kontrasepsi hormonal tidak dapat dikatakan sebagai obat
untuk mencegah timbulnya kanker payudara.
Laktasi
Perlu disadari bahwa menyusui bukanlah jaminan untuk tidak hamil, sehingga
tetap saja diperlukan kontrasepsi. Kontrasepsi hormonal yang dianjurkan adalah
yang mengandung komponen gestagen saja seperti minipil, depo gestagen, atau
37
susuk. Komponen estrogen di dalam kontrasepsi hormonal dapat menekan
produksi air susu (ASI). (kontrasepsi hormonal, breast feeding)
Pengaruh Terhadap Jantung dan Sistem Pembuluh Darah
Dahulu, sewaktu masih digunakan pil kontrasepsi dengan dosis 50 g
etinilestraediol, kebanyakan kematian disebabkan oleh penyakit jantung dan
pembuluh darah. Namun, sekarang pil kontrasepsi kebanyakan mengandung
etinilestradiol dosis rendah sehingga angka kematian pun menurun tajam.
Perlu ditekankan disini bahwa merokok adalah faktor resiko paling besar
terkena penyakit jantung. Oleh karena itu, merokok merupakan kontraindikasi
untuk menggunakan pil. Faktor resiko lain seperti kegemukan, kencing manis
(DM), imobilisasi, trombofili, dan hiperlipoproteinemia, dapat menimbulkan
trombosis vena, emboli paru, hipertensi, infark miokard, ataupun stroke.
Nikotin yang terdapat di dalam rokok menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah dan meningkatkan terjadinya pembekuan darah. Nikotin juga
mengurangi deformasi eritrosit sehingga terjadi peningkatan viskositas darah.
Selain itu, nikotin meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas, sedangkan HDL
konsentrasinya menurun, oksigen ke jantung berkurang, dan akibat
karbonmonoksida yang terdapat didalam rokok adalah aktivitas jantung
meningkat sehingga kebutuhan oksigen jantung makin bertambah.
Kegemukan, kencing manis (DM), dan hiperkolesterolemia menyebabkan
peningkatan kolesterol dan trigliserid dalam darah. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah.
Tromboemboli Vena
Biasanya kejadian trombosis vena dalam (deep) sekitar 1-2 per 10.000
wanita/tahun. Di dalam kehamilan terjadi peningkatan lima kali lipat, dan
postpartum menjadi 25 kali lipat. Trombosis vena permukaan hanya sedikit
meningkat selama penggunaan pil kontrasepsi, tetapi trombosis vena dalam
meningkat tiga kali dengan dosis etinilestradiol 35 g, dan meningkat empat
sampai tujuh kali bila menggunakan dosis etinilestradiol dosis 50g, jenis
gestagen generasi lama tidak memiliki pengaruh terhadap resiko trombosis vena.
38
Namun, gestagen generasi baru, seperti desogestrel atau gestoden, meningkatkan
resiko dua kali lipat, bila dibandingkan dengan gestagen generasi lama seperti
levonorgestresl dan nerotisteron. Pada 10% trombosis vena dalam timbul emboli
par, artinya 0,5% trombosis vena berakhir dengan kematian. Diduga etinilestradiol
mempengaruhi faktor pembekuan dan faktor fibrinolissi, serta fungsi trombosit
dan endotel.(kontrasepsi hormonal, benefit and risk). Dengan meningkatnya
aktivitas pembekuan dan aktivitas fibrinoliis terjadilah peningkatan fibrin turner.
Pada pemberian pil kombinasi dosis rendah seperti 100 g levonorgestrel dan 20
g etinilestradiol dijumpai peningkatan faktor X, antigen dan aktivitas
plasminogen, serta peningkatan kadar D-dimer, sedangkan antigen antitrombin,
kadar total S protein antigen dan faktor VII terjadi penurunan yang berarti.
Kontrasepsi hormonal dapat mengurangi tonus dari vena dan aliran darah
di vena. Etinilestradiol memiliki khasiat vasodilatasi, sedangkan gestagen
meningkatkan elastisitas vena dan kemampuan pengisian vena, sehingga aliran
darah menjadi lambat bahkan sampai dapat terjadi statis vena, yang akibatnya
muncul trombosis. Walaupun demikian, hingga kini belum terbukti bahwa
penggunaan minipil ataupun depo gestagen meningkatkan resiko trombosis.
Nyeri Betis dan Penyakit Vena
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal, wanita sering mengeluh nyeri atau kram
di betis. Nyeri ini muncul terutama pada malam hari atau bila terlalu lama berdiri.
Nyeri atau kram ini sangat bergantung pada dosis etinilestradiol maupun kekuatan
komponen gestagen yang ada. Sebagai contoh, nyeri lebih sering dijumpai pada
25-50% wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal desogestrel atau
gestoden.
Nyeri betis disebabkan bertambahnya volume cairan interstisiel dan
peningkatan permeabilitas kapiler oleh hormon estrogen. Nyeri betis secara
spontan maupun pada penekanan dengan tangan dapat disebabkan oleh pelebaran
vena yang penuh berisi darah, yang penuh berisi darah, yang dapat dihilangkan
dengan pemberian venotonika ataupun menghentikan penggunaan pil. Bila tiba-
tiba muncul nyeri yang hebat pada betis atau timbul pembengkakan mendadak
39
pada salah satu betis, maka hentikan segera penggunaan pil dan berkonsultasilah
kepada dokter.
Pil kontrasepsi hampir tidak memiliki pengaruh terhadap timbulnya
varikosis, tetapi varikosis yang telah ada dapat menimbulkan keluhan subyektif.
Pil kontrasepsi juga tidak memiliki pengaruh terhadap hemoroid dan epistaksis.
Gangguan Aliran Darah Perifer
Morbus Raynaud lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan laki-laki dan
biasanya menghilang setelah menopause. Hal ini membuktikan adanya hubungan
antara stroid dan morbus Raynaud. Pemberian pil dapat meningkatkan resiko
sindroma Raynaud. Namun, bukanlah merupakan kontraindikasi absolut. Pil
kontrasepsi yang dipilih sebaiknya yang mengandung estrogen-progesteron dosis
rendah.
Angiopati
Pemberian kontrasepsi hormonal dosis tinggi dan jangka menyebabkan proliferasi
intima dan media dari arteri dan vena, sehingga dapat menimbulkan trombosis.
Resiko terkena penyakit arteriola pembuluh darah kapiler, seperti alergi purpura,
hematoma spontan, dan angiopati kapiler jinak meningkat. Selain itu, pada wanita
yang menderita kelainan congenital pembuluh darah (angioma, ektasi vaskuler,
angiodisplasi, teleangiektasi), dapat menyebkan perdarahan gastrointestinal.
Pemberian pil kontrasepsi dapat menghentikan perdarahan tersebut.
Jika dapat memperburuk Limpagiomiomatosis, pil kontrasepsi tidak boleh
diberikan. Sebaliknya, pemberian dosis tinggi dapat mencegah proliferasi sel-sel
polos. Minipil tidak boleh diberikan pada wanita dengan Limpagiomiomatosis,
karena gestagennya tidak kuat menekan estrogen endogen.
Penyakit Darah
Kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi timbulnya trombositopeni purpura.
Sebaliknya, penyakit anemi bulan sabit (Sikel sel anemia) bukan merupakan
kontraindikasi pemberian kontrasepsi hormonal. Talasemia juga bukan merupakan
kontraindikasi untuk pemberian pil kontrasepsi. Trombositosis, karena dapat
40
menyebabkan trombosis, merupakan kontraindikasi pemberian kontrasepsi
hormonal.
Penyakit Willebrand dan Afibrinoenemia dapat menimbulkan perdarahan
seperti pada saat ovulasi. Pemberian kontrasepsi hormonal dapat mencegah
ovulasi sehingga terjadi perdarahan intraperiotoneal dapat dicegah.
Pemberian kontrasepsi hormonal mengurangi jumlah darah haid sehingga
dapat mengurangi timbulnya anemi defisiensi besi. Timbulnya anemi
megaloblastik dijumpai kadang-kadang pada penggunaan pil kontrasepsi akibat
terjadi perubahan metabolisme asam folat. Memang, selama penggunaan pil
kontrasepsi terjadi penurunan kadar vitamin B12, tetapi penurunan ini tidak
memiliki arti klinis. Wanita dengan anemia aplastik merupakan kontraindikasi
absolut hormonal seperti pil dan susuk mengandung estrogen dan progesterone
sintetik.
Stroke
Stroke lebih sedikit dijumpai pada wanita (10 per 100.000 wanita/tahun). Selam
pengunaan pil kontrasepsi hanya sedikit ditemukan perdarahan subraknoidal,
tetapi tromnbosis serebral meningkatkan sampai 2-3 kali lipat. Sakit kepala
mendadak, migren, mual, dan amnesi merupakan gejala awal terjadinya stroke.
Oleh karena itu, kalau gejala ini muncul saat penggunaan pil kontrasepsi, pil
tersebut harus segera dihentikan. Resiko relatif terjadinya stroke hemoragik hanya
meningkat pada wanita yang menggunakan pil konsentrasi usia >35 tahun (RR =
2,2). Faktor resiko yang terpenting lainnya adalah merokok (RR=3) dan hipertensi
(RR =10). Mimpi tidak meningkatkan resiko terjadinya stroke.
Infark Jantung
Pada usia reproduksi sangat sedikit dijumpai infark miokard, tetapi dengan
meningkatnya usia, kejadiannya pun meningkat. Beberapa faktor resiko seperti
merokok, hipertensi, kencing manis (DM), kegemukan, hiperlipidemia,
peningkatan visikositas darah, serta peningkatan fibrinogen akan meningkatkan
resiko infark. Wanita yang menggunakan pil kontrasepsi dan memiliki salah satu
faktor resiko di atas, dapat meningkatkan resiko infark sampai 20 kali.
41
Komponen gestagen dan dosisnya sangat berperan terhadap kelainan yang
terjadi pada pembuluh darah. Telah terbukti adanya hubungan kejadian infark
jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke dengan komponen gestagen dan
dosisnya (levonorgestrel, nerotisteron) dalam pil kontrasepsi.
Dahulu gestagen turunan testosteron diduga mempengaruhi metabolisme
lemak berupa peningkatan konsentrasi LDL, dan penurunan HDL, sehingga
mempermudah terjadi aterosklerosi. Namun sekarang, pada penggunaan jangka
panjang pun tidak pernah dijumpai aterosklerosi. Komponen estrogen yang
terdapat dalam pil kontrasepsi mencegah penumpukkan kolesterol pada dinding
arteri. Pada pemberian minipil juga tidak dijumpai peningkatan resiko terkena
penyakit kardiovaskuler. Rasio Odds untuk semua penyakit kardiovaskuler pada
penggunaan minipil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan minipil
adalah 0,84 (95% CI, 0,45-1,58). Rasio Odds untuk infark miokard,
tromboembolik kardiovaskuler dan tromboemboli vena adalah 0,94% (95% CI,
0,31-2,91), 1,66 (95%-CI, 0,24-0,72), dan 0,68 (95% CI, 0,28-1,64).
Efek Samping Terhadap Pembuluh Darah
Etinilestradiol memicu sel-sel endotel pembuluh darah untuk memproduksi zat-zat
seperti prostasiklin dan NO2. kedua zat ini memiliki khasiat vasodilatasi.
Etinilestradiol juga menghambat produksi Endotetelin-I. Endotelin-I memiliki
khasiat vasokonstriksi. Selain itu, estrogen menghambat pemasukan kalsium pada
otot polos pembuluh darah sehingga tidak terjadi kontraksi.
Komponen gestagen memiliki khasiat vasokontriksi, terutama bila telah
terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
trombosis arteriel, bahkan sampai terjadi infark. Namun, karena hampir semua pil
kontrasepsi mengandung etinilestradiol, yang memiliki khasiat vasodilatasi,
kemungkinan terjadinya trombosis menjadi lebih kecil.
Merokok
Merokok atau nikotin mempengaruhi secara negatif proses fisiologik tubuh seperti
menyebabkan vasokonstriksi pada arteri, mengurangi deformitas eritrosit,
meningkatkan kemampuan agregasi trombosit, meningkatkan konsentrasi
42
kolesterol, trigliserid, dan LDL, dan mengurangi kadar HDL dan vitamin C.
kadar CO dalam darah meningkat sehingga kadar O2 menurun.
Tekanan Darah
Hipertensi yang terjadi pada wanita kurang mendapat perhatian dibandingkan
pada laki-laki. Padahal, dengan meningkatnya usia, kejadian hipertensi justru
meningkat tajam.
Selama penggunaan pil konsentrasi terjadi peningkatan ringan tekanan
darah sistolik dan diastolic, terutama pada 2 tahun pertama penggunaannya. Tidak
pernah ditemukan terjadinya peningkatan yang patologik. Begitu pil kontrasepsi
dihentikan, biasanya tekanan darah akan kembali normal. Tidak beralasan
menghentikan penggunaan pil kontrasepsi, mengingat peningkatan tekanan darah
relatif ringan.
Kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung komponen gestagen
seperti minipil dan depo gestagen tidak meningkatkan tekanan darah. Namun,
kalau sudah menderita hipertensi sebelumnya, minipil maupun depo gestagen
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hipertensi (>140/90) dijumpai
pada 2-4% wanita pemakai pil kontrasepsi, terutama yang mengandung
etilestradiol. Keadaan ini erat kaitannya dengan usia 4 tahun penggunaan pil
kontrasepsi yang mengandung estrogen. Jika tekanan darah >160/95 mmHg
sebaiknya jangan diberikan pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, dan bila
tekanan darah >200/120 mmHg, semua jenis kontrasepsi hormonal merupakan
kontraindikasi. Setelah penghentian pil kontrasepsi, biasanya tekanan darah akan
normal kembali, tetapi bila hal ini tidak terjadi perlu diberi obat antihipertensi.
Patogenesis
Etinilestradiol merupakan penyebab terjadinya hipertensi. Gestagen memiliki
pengaruh minimal terhadap tekanan darah. Patogenesis pasti belum diketahui.
Dijumpai peningkatan angiotensionogen dan angiotensin II. Etinilestradiol dapat
meningkatkan angiotensinogen 3-5 kali kadar normal.
43
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Wanita dengan Kencing Manis
(DM)
Kontrasepsi hormonal menyebabkan resistensi insulin ringan sehingga
memperburuk toleransi gulukosa. Etinilestradiol mengurangi bersihkan
(clearence) insulin, sedangkan gestagen mempengaruhi pengambilan maupun
pemakaian glukosa perifer.
Belum ditemukan bukti bahwa pil kontrasepsi menyebabkan kencing
manis, bahkan pada wanita dengan gangguan toleransi glukosa, pemberian pil
kontrasepsi tidak sampai menyebabkan kencing manis.
Bila memang seorang wanita telah mengalami gangguan toleransi glukosa,
pemberian pil kontrasepsi oral dapat memperburuk keadaan tersebut, dan
meskipun pemberian dihentikan, keadaannya tidak dapat kembali normal. Wanita
dengan kencing manis memerlukan alat kontrasepsi yang aman karena biar
bagaimanapun, kehamilan dengan kencing meningkatkan resiko baik bagi ibu
maupun bagi janin. Pada wanita dengan DM tipe I (IDDM), pemberian pil
kontrasepsi oral dapat meningkatkan kadar glukosa puasa, kadar insulin, dan
dapat memperburuk toleransi glukosa. Wanita tanpa komplikasi angiopati dapat
diberi pil kontrasepsi oral dosis rendah jangka pendek dan perlu pengawasan
teratur. Wanita dengan DM usia > 35 tahun, atau DM-nya telah berlangsung >10
tahun, lebih baik jangan menggunakan pil kontrasepsi oral. Bila ditemukan
mikroangiopati seperti retinopati atau nepropati, atau telah timbul makroangiopati,
pil konsentrasi oral merupakan kontraindikasi absolut. Pada wanita dengan DM
tipe II (NIDDM), pemberian pil kontrasepsi oral dapat memperburuk toleransi
glukosa sehingga dosis insulin perlu dinaikkan. Wanita dengan kelainan seperti in
sebaiknya diberi minipil saja.
Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Hati, Kantong Empedu, dan
Pankreas.
Pil kontrasepsi oral yang mengandung etinilestradiol dosis rendah sangat sedikit
mempengaruhi fungsi hati. Progesterone jenis dienogest maupun turunan
progesterone juga sangat jarang mengganggu fungsi hati. Pada penyakit hati
44
kronik berat semua jenis steroid seks merupakan kontraindikasi.(kontrasepsi
hormonal, benefit and risk)
Etinilstraediol maupun protesteron turunan noretisteron, dan anabolic
dapat mengganggu fungsi eksretorik hati dan komponen empedu. Pada wanita
dengan kapasitas eksresi empedu terbatas, pemberian etinilestradiol maupun
progesterone turunan noretisteron dapat menyebabkan kolestasis intrahepatik yang
pada akhirnya menimbulkan pruritus dan ikterus. Kelainan ini biasanya pada
enam bulan pertama dan akan hilang dalam waktu dua bulan setelah
pemberhentian penggunaan pil. Andaikata pasien tetap ingin menggunakan
kontrasepsi hormonal, sebaiknya diberikan minipil atau depo MPA saja.
Kontraindikasi abosolut pemberianp kontrasepsi hormonal adalah kolestasis
rekuren, sindroma Dubin-Johnson, dan sindroma Rotor. Sindroma Dubin –
Johnson, sinonim dengan ikterus kronik idiopatik, familier hiperbilirubin berupa
gangguan eksresi bilirubin dan terjadi kolestase intrashpeatikm, hati berwarna
cokelat gelap, sedangkan sindroma Rotorn sama seperti sindroma Dubin-Johnson,
tetapi hati tidak berwarna.
Porfiria merupakan penyakit genetik otosomal-dominan berupa gangguan
sintesis haem dan porfirin. Estrogen maupun progesterone alami dan sintetik
dapat memperat penyakit ini. Pada fase luteal sering muncul porfiria akut
intermitten. Pemberian kontrasepsi hormonan dapat mengurangi penyakit ini.
Namun, selama pemberian kontrasepsi hormonal perlu pengawasan laboratorik
fungsi hati, dan bila terjadi perburukan fungsi hati, pil kontraksepsi perlu segera
dihentikan. Pada porfiria varigeta kadang-kadang pemberian kontrasepsi
hormonal dapat memberikan hasil positif. Namun, perlu diwaspadai bahwa pada
wanita dengan porfiria akut, atau porfiria kutanea tarda, maupun porfiria varigeta,
pemberian pil kontrasepsi justru dapat memperburuk perjalanan penyakit tersebut.
Pada wanita dengan porfiria kutanea tardar, pil kontrasepsi dapat memperlambat
penyembuhan penyakit tersebut.
Penggunaan kontrasepsi hormonal tidak memiliki pengaruh terhadap
timbulnya virus hepatitis, baik pada fase akut maupun pada fase rekovalensesn.
Bahkan, pada hepatitis kronik aktif, kontrasepsi oral tidak memiliki pengaruh
negatif. Pada wanita riwayat hepatitis bukan merupakan kontraindikasi pemberian
45
kontrasepsi hormonal selama lever fungsi masih dalam batas normal. Bila terjadi
peningkatan bilirubin, SGOT, SGPT, dan alkali fosfatase, pil kontrasepsi yang
mengandung estrogen dihentikan dan diganti dengan yang mengandung
progesterone saja.
Pemberian kontrasepsi hormonal dosis rendah tidak begitu berpengaruh
terhadap resiko terhadap penyakit batu empedu maupun kolosistitis. Wanita
dengan riwayat batu empedu sebaiknya jangan menggunakan kontrasepsi
hormonal. Setelah kolesistektomi, pemberian pil kontrasepsi hanya dibenarkan
bila wanita tersebut berada dibawah pengawasan ketat.
Pemberian kontrasepsi hormonal dengan komponen estrogen dosis tinggi
dapat menyebabkan hiperlipoproteinemia tipe IV dan V. peningkatan kadar
trigliserid yang mencolok dapat menyebabakan pankreatitis, yang segera dapat
menghilang begitu kontrasepsi hormonal dihentikan. Pada pankreatitis kronik,
kontrasepsi hormonal merupakan kontradiksi.
Penggunaan pil kontrasepsi jangka panjang kadang-kadang dapat
menimbulkan infeksi hati yang tidak spesifik atau hepatomegali dan penyakit
kuning. Keadaan ini segera normal kembali begitu penggunaan pil dihentikan.
Pada sirosis bilier, pemberian kontrasepsi hormonal dapat menimbulkan, bahkan
memperburuk, ikterus maupun pruritus. Pada penggunaaan pil kontrasepsi jangka
panjang dapat timbul hepatitis peliosis (sangat jarang). Pada sebagain wanita,
penyakit hati kronik berat seperti Wilson disease dapat menimbulkan gangguan
haid dan infertilitas. Penyakit Wilson adalah terjadianya penumpukkan tembaga di
hati yang dapat menyebabkan hepatitis, sirosis dan hepatosplenomegali, yang ada
pada akhirnya menimbulkan hipertensi portal dan gangguan neuropsikis.
Pemberian kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen adalah
kontraindikasi, sedangkan yang mengandung gestagen saja tidak merupakan
kontraindikasi.
Pengaruh Terhadap Penyakit Gastrointestinal
Pil kontrasepsi tidak memiliki pengaruh terhadap obstipasi, gastritis, dispepsi, dan
apendiksitis, tetapi kadang-kadang ditemukan juga obstipasi dan diare. Hal ini
terjadi karena estrogen dan gestagen dapat meningkatkan kadar beta endorpin
46
yang menyebabkan aktivitas usus menurun. Kejadian infeksi usus kronik
meningkat hingga 30-40% pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal
jangka panjang dan merokok. Bila sedang menggunakan pil kontrasepsi harus
segera dihentikan. Pemberian kontrasepsi hormonal dapat mengurangi atau
bahkan dapat menghentikan perdarahan intestinal yang disebabkan oleh
angiodisplasi.
Sudah tidak diragukan lagi bahwa wanita yang menggunakan pil
kontrasepsi mengalami kekurangan asam folat. Diduga steroid seks mengurangi
aktivitas konyugase di usus halus sehingga terjadi gangguan hidolisis dari
poliglutamat, dan dengan sendirinya pula terjadi gangguan resorbsi asam folat.
Pengaruh Terhadap Ginjal dan Saluran Kemih
Kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan bersihan (clearence) kreatinin dan
pengeluaran natrium dan kalium. Kadar kedua elektrolit tersebut tetap tidak
berubah. Pengeluaran albumin dapat meningkat, dan kuosien antara pengeluaran
NO2 dan pengeluaran protein meningkat. Hal ini menunjukkan adanya efek
katabolic pil kontrasepsi terdahadap protein.
Pada penggunaan pil kontrasepsi dengan dosis estrogen tinggi (50 g
etinilestradiol) kadang-kadang dijumpai pyelitis maupun sistisis. Pernah
diberitakan terjadi sindroma hemolisis-uremis selama penggunaan kontrasepsi
hormonal. Ini terjadi akibat adanya perubahan intima dan trombosis arteriola serta
terjadinya nekrosis glomeruler.
Belum banyak penelitian yang mengemukakan penurunan efektivitas
kontrasepsi hormonal pada dialysis ginjal. Penggunaan periotonealdialisis tidak
menyebabkan penurunan kadar steroid seks dalam darah. Bila terjadi hipertensi,
penggunaan pil kontrasepsi harus segera dihentikan. Pada insufisiensi ginjal
terminal, kontrasepsi hormonal merupakan kontraindikasi. Wanita dengan
transplantasi ginjal dapat diberi kontrasepsi hormonal, tetapi harus dibawah
pengawasan ketat. Minipil dapat diberikan tanpa bahaya.
Pengaruh Terhadap Sistem Imun, Infeksi dan Penyakit Rematik
Pada pemberian pil kontrasepsi dijumpai peningkatan imunglobulin A, G dan M.,
sedangkan penggunaan depo MPA hanya terjadi peningkatan IgG. Namun, ada 47
juga peneliti yang menemukan penekanan sistem imun seluler dan humoral. Kadar
estrogen dan gestagen yang tinggi dapat mengurangi penyakit otoimun. Misalnya
pada kehamilan, dimana dijumpai kadar estrogen dan progesterone yang tinggi
dalam darah, beberapa penyakit otoimun seperti arthritis rheumatoid, tirioiditis
(Hashimoto), miastenia gravis, dan lupus eritematosus keluhannya akan
menghilang, tetapi pada postpartum keluhan-keluhan penyakit tersebut muncul
kembali. Diduga, steroid seks yang tinggi dalam kehamilan dan komponen steroid
seks yang terdapat dalam pil kontrasepsi menekan proses otoimun. Pada wanita
yang menggunakan kontrasepsi hormonal jarang ditemukan faktor reumatioid dan
dosis kortikosteroid yang dibutuhkan juga rendah. Adanya pengaruh kontrasepsi
hormonal terhadap proses imun dapat dilihat dari terbentuknya antinuclear
antibody, C reaktif protein dan sel-sel lupus eritematosus di dalam serum.
Kontrasepsi hormonal tidak berpengaruh terhadap penyakit reumatik lain seperti
esteoartritis, spondaloartritis, lombago, skapulo miofibrosa, tortikollis, fibrositis,
servikalgi, lumbalgi, sinovitis, dan reumatik aspesifik.
Kontrasepsi oral sering menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Komponen
estrogen diduga berperan terhadap timbulnya rinitas alergika. Pada wanita yang
menggunakan pil konstrasepsi sering ditemukan infeksi virus seperti rubella,
herpes simplek, atau jenis infeksi virus lain. Hal ini erat kaitannya dengan
perubahan respon imun tubuh seseorang. Sekali-kali ditemukan adanya
pembentukan antibody terhadap komponen steroid seperti etinilestraediol atau
noretisteron, sehingga efektivitas steroid tersebut berkurang.
Pengaruh Terhadap Saluran Pernafasan
Akibat pengaruh progesterone pada fase luteal maupun dalam kehamilan tidak
jarang terjadi hiperventilasi dan penurunan tekanan aleveoler dari CO2. Namun,
pada penggunaan pil kontrasepsi tidak ditemukan perubahan pada saluran
pernafasan (volume paru, kapasitas paru, tekanan Co2 alveoler maupun arteriel
dan ventilasi pulmoner).
Pil kontrasepsi tidak mempengaruhi keberhasilan pengobatan tuberkolosis,
tetapi beberapa jenis antibiotika atau tuberkolostatika (rifampisin) dapat
menurunkan efektivitas pil kontrasepsi, sehingga kemungkinan terjadinya
48
kegagalan kontrasepsi cukup tinggi. Pil kontrasepsi tidak mempunyai pengaruh
terhadap penyakit asma bronkiale, tetapi wanita tersebut perlu pengawasan
sendiri.
Faringitis akut, laryngitis dan trakeitis, ataupun infeksi saluran pernafasan
bagian atas sering dijumpai pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi.
Pengaruh Terhadap Rongga Mulut
Selama penggunaan pil kontrasepsi terjadi peningkatan sekresi kelenjer parotis
dan submandibula, sedangkan konsentrasi protein, heksosamin, fukose, dan kadar
elektrolit berkurang jumlahnya. Estrogen mempengaruhi gusi sehingga selama
penggunaan pil kontrasepsi terjadi hiperplasia selaput lendir mulut dan gusi, yang
dapat disertai dengan perdarahan gusi. Bila kurang menjaga kebersihan mulut,
akan mudah terjadi infeksi gusi. Pada wanita yang sering muncul apthen
premenstrual, pemberian estrogen dapat mengurangi timbulnya kelainan tersebut.
Pil kontrasepsi dapat mempengaruhi saraf rasa pada lidah, misalniya
ambang rasa terhadap garam menjadi rendah. Melakukan pencabutan gigi selagi
wanita masih menggunakan pil kontrasepsi dapat meningkatkan terjadinya
komplikasi seperti mandibularostisis. Oleh karena itu, pencabutan gigi sebaiknya
dilakukan pada masa wanita sedang tidak menggunakan pil atau saat hari pertama
haid.
Pengaruh Terhadap Telinga
Kehamilan akan memperburuk penyakit totosklerosis, tetapi pemberian pil
kontrasepsi tidak memiliki pengaruh apapun terhadap perjalanan penyakit
otosklerosis. Kemampuan mendengar mencapai puncak semaksimal pada fase
preovulatorik, sedangkan fase luteal berkurang lebih kurang 40dB. Pada
pemberian pil kontrasepsi tidak dijumpai penurunan kemampuan mendengar.
Meskipun tidak memiliki arti penting, selama penggunaan pil kontrasepsi terjadi
pengurangan sekresi lemak telinga.
Pernah dilaporkan terjadinya tinitus selama penggunaan pil kontrasepsi.
Bila hal ini sampai terjadi, pil kontrasepsi harus segera dihentikan. Pil kontrasepsi
49
tidak memiliki pengaruh terhadap kejadian otitis eksterna, otitit media dan
vertigo.
Pengaruh Terhadap Suara
Suara sangat sensitif terhadap hormon androgen. Gastaten yang terdapat di dalam
pil kontrasepsi kebanyakan berasal dari turunan nortestosteron, dan pada
penggunaan jangka lama dapat menyebabkan suara menjadi dalam, peningkatan
volume suara, serta cepat merasa lelah. Pada pemberian jangka panjang akan sulit
mengembalikan suara seperti pada permulaan sebelum pemberian andogen.
Pengaruh Terhadap Mata
Beberapa ahli menemukan perubahan pada sistem pembuluh darah retina pada
wanita yang menggunakan pil kontrasepsi seperti penyempitan kapiler arteriola
dan poskapiler vena mata. Kadang-kadang ditemukan pula mikroaneurisma
ataupun perubahan macula retina.
Selama penggunaan pil kontrasepsi sekali-kali ditemukan keterbatasan
kemampuan akomodasi dan keterabatasan lapangan pandang yang disebabkan
oleh nutritis nervus opticus atau akibat insufisiensi kapiler. Kelainan ini akan
segera hilang begitu wanita tersebut menghentikan penggunaan pil kontrasepsi.
Kadang-kadang ditemukan pengurangan sekresi air mata, terutama pada
pil kontrasepsi yang mengandung gestagen dosis tinggi sehingga mata menjadi
kering, kornea menjadi sangat sensitif, bahkan sampai dapat menimbulkan
keratokonyungtivitis sicca. Untuk mengatasinya, perlu ditukar dengan pil
kontrasepsi yang mengandung dosis gestagen rendah, atau dapat pula diberikan
salep mata yang mengandung estrogen. Pada penggunaan kontrasepsi hormonal
jangka panjang pernah ditemukan kekeruhan lensa mata (katarak) tetapi segera
menghilang begitu kontrasepsi hormonal dihentikan. bila tiba-tiba terjadi
peningkatan tekanan bola mata, pil kontrasepsi harus segera dihentikan. pada
wanita dengan glukoma, kontrasepsi hormonal tidak memperburuk penyakit
tersebut.
Pengaruh Terhadap Penyakit Kulit
50
Kulit dan bagian-bagiannya seperti folikel rambuat dan kelenjer keringat sangat
bergantung pada steroid seks. Estrogen dan androgen sangat berperan terhadap
proses pigmentasi dan pertumbuhan rambut. Bila produksi estroten berkurang,
wajarlah bila kulit menjadi atropi. Pil kontrasepsi meningkatkan aliran darah kulit
sekitar 10%. Kadar androgen yang berlebihan dapat menimbulkan akne, alopesia,
dan hirsutismus. Pil kontrasepsi yang mengandung komponen gestagen yang
memiliki sifat androgenic kuat seperti levonorgestrel, noretisteron, dan linestrenol
mudah menimbulkan akne dan seborrhea. Umumnya, begitu penggunaannya
dihentikan, kelainan tersebut akan segera hilang. Bila selama penggunaan pil
kontrasepsi yang memiliki komponen gestagen dengan sifat androgenic kuat
menimbulkan masalah, sebaiknya ditukar dengan kontrasepsi yang komponen
gestagennya memiliki sifat androtenik lemah, seperti desogestrel, norgestimat dan
gestoden. Bahkan, lebih baik lagi ditukar dengan jenis gestagen yang tidak
memiliki sifat androgenic seperti klormadion asetat, dienogest, dna siproteron
asetat.
Penyakit kulit dapat disebabkan oleh estrogen dan androgen. Seperti telah
dijelaskan, bahwa estrogen mempengaruhi proses imunitas dan proses otoimun
sehingga dapat memicu penyakit eritema multifoirme, eritema nodosum, serta
rosasea. Eritema multiforme dan eritema nodosum dijumpai 10 kali lebih tinggi
pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi, dibandingkan dengan wanita
yang tidak menggunakan. Rosasea dapat dihilangkan dengan pemberian pil
kontrasepsi yang mengandung etinilestradiol dan siproteron asetat dosis tinggi. Pil
kontrasepsi tidak memiliki pengaruh terhadap psoriasis atau pitiriasis rosea.
Pruritus meningkat dua kali lipat pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi,
dan hal ini sangat erat kaitannya dengan dosis estrogen. Herpes genitalis residif
lebih sedikit ditemukan pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi karena
diduga estrogen memiliki khasiat terhadap sistem imun tubuh. Komponen
gestagen dalam pil kontrasepsi dapat menimbulkan alergi pada kulit.
Pemberian pil kontrasepsi dapat memperburuk penyakit teleangiestasia,
suatu penyakit genetik yang sering ditemukan di daerah muka, telinga, dan jari-
jari tangan. Telah terbukti bahwa pil kontrasepsi dapat meningkatkan sensitivitas
kulit terhadap rangsangan eksternal sehingga memudahkan munculnya dermatitis
51
dan urtikaria. Neurodematitis sering dijumpai pada penggunaan pil kontrasepsi
dengan dosis gestrogen tinggi. Pada penyakit livedo recemosa, yaitu infeksi
pembuluh darah yang disertai proliferasi endotel, dapat muncul pada pemberian
estrogen dan pada perokok berat. Pada keadaan seperti ini, pil kontrasepsi
merupakan kontraindikasi. Dalam hal ini dapat dicoba pemberian minipil.
Pada wanita yang memiliki faktor predisposisi terjadinya lupus
eritematosus, pemberian pil kontrasepsi justru dapat memunculkan penyakit
tersebut ke permukaan. Pada keadaan ini dijumpai titer antipospolipid-antibodi
yang tinggi dengan meningkatnya resiko trombosis, maka tidak dibenarkan
memberikan pil kontrasepsi. Sebagai gantinya dapat diberikan minipil atau IUD
yang mengandung hormon norgestrel.
Pernah dilaporkan timbulnya edema angioneurotik (edema Quincke) pada
permulaan penggunaan pil kontrasepsi dosis rendah, terutama yang mengandung
komponen progesterone siproteron asetat. Pada kebanyakan wanita, pil
kontrasepsi dapat memperburuk penyakit ini berupa munculnya edema kulit dan
gatal-gatal. Begitu pil dihentikan atau diganti dengan pil yang tidak mengandung
gestagen saja, seperti minipil, tidak memiliki pengaruh terhadap penyakit tersebut.
Pemberian pil kontrasepsi tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kelainan pada
kulit yang lain seperti limfadenitis akut, impertigo vulgaris atau dermatofitosis. Pil
kontrasepsi memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap penyakit akantosis
nigrikans.
Apakah timbulnya selulit (penomena kulir jeruk) ada kaitannya dengan
kekurangan hormon androgen, masih menimbulkan silang pendapat. Pil
kontrasepsi tidak memiliki pengaruh terhadap timbulnya selulitis. Kloasma, yaitu
berupa munculnya warna kuning kecoklatan pada daerah pipi, hidung, dagu atau
mulut sering ditemukan pada penggunaan pil kontrasepsi jangka panjang.
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada penggunaan pil dengan dosis estrogen
tinggi. Depigmentasi kulit (vitiligo) yang diduga merupakan penyakit otoimun,
dapat membaik dengan pemberian pil kontrasepsi yang mengandung
etinilestradiol dan desogestrel. Depigmentasi kulit dapat juga terjadi akibat
kerusakan sel-sel melanosit yang terpapar terlalu lama dengan sinar ultraviolet
52
(UV). Apakah steroid seks ikut berperan dalam kerusakan sel-sel melanosit, masih
belum jelas.
Estrogen atau pil kontrasepsi kombinasi dapat menyebabkan perburukan
porfiria kutane tarda. Pada keadaan seperti ini dapat dicoba memberikan pil atau
sediaan yang mengandung gestagen saja. Sekali-kali dapat terjadi onikolisis
dengan warna coklat pada kuku jari tangan selama penggunaan pil kontrasepsi.
Kelainan seperti ini akan segera menghilang begitu pil dihentikan. pada kasus-
kasus yang menetap dapat dicoba pemberian kloroquin.
Pil kombinasi memiliki efek positif terhadap penyakit Fox Fordyce, yaitu
papel-papel pada kulit yang sangat gatal dan paling sering dijumpai pada wanita,
terutama di daerah ketiak, putting susu, puser, dan genitalia. Namun, dipihak lain,
timbulnya hiraadenitis suppurativa dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi
hormonal. Selain itu, pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi sering
ditemukan infeksi kulit seperti furunkel atau karbunkel di daerah ketiak,
punggung dan tangan. Penyebabnya diduga berkurangnya sekresi keringat karena
keringat memiliki zat yang dapat menghambat pertumbuhan stafilokokus.
Pada wanita yang menggunakan pil kontrasepsi kadang-kadang terjadi
kerontokan rambut yang dapat terus berlanjut meskipun penggunaannya telah
dihentikan.
Pengaruh Terhadap Tulang
Pil kontrasepsi yang mengandung estrogen yang dapat mengurangi kerusakan
tulang. Penggunaan pil kombinasi jangka panjang (>5 tahun) dijumpai
peningkatan masa tulang yang berarti. Wanita pascamenopause yang diberi 5g
etinilestradiol setiap hari dikombinasikan dengan 0,5 mg noretisteron asetat sela
satu tahun mengalami peningkatan masa tulang sebanyak 7%. Densitas tulang
pada wanita yang menggunakan depo MPA adalah 1,806 +/-0,085g/cm2, pada
penggunaan pil kombinasi 1,103 +/-g/cm2, dan 1,093 +/-0,090g/cm2 pada yang
tidak menggunakan. Minipil, meskipun mengandung gestagen saja tidak sampai
menimbulkan pengurangan masa tulang karena produksi estrogen endogen tidak
tertekan. Namun, pemberian depo MPA selama 10 tahun dapat mengurangi masa
tulang hingga 7%. Wanita yang melakukan olah raga berat sering mengalami
53
amenorea sehingga dapat menderita oeteoporosis. Pemberian pil kontrasepsi
kombinasi dapat mengurangi resiko patah tulang.
Pengaruh Terhadap Sistem Sara Pusat
Kontrasepsi hormonal dapat menimbulkan sakit kepala, terutama pada bulan-
bulan pertama penggunaannya. Namun, setelah penggunaan jangka panjang,
makin jarang ditemukan wanita yang mengeluh sakit kepala. Pada penelitian
tersamar ganda yang pernah dilakukan membuktikan bahwa sakit kepala justru
sering ditemukan pada yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal
dibandingkan dengan yang sedang menggunakan. Sakit kepala sering ditemukan
pada penggunaan pil yang mengandung estrogen dosis tinggi (100 g/tablet).
Dewasa ini pil dengan dosis estrogen tinggi sudah tidak diproduksi lagi.
Migren menjadi dua kali lebih sering ditemukan pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi hormonal, dan ini umumnya disebabkan oleh
komponen estrogen. Migren pada usia muda meningkatkan resiko terkena stroke
iskemik, dan resiko ini akan lebih besar pada pengguna pil kontrasepsi kombinasi,
penderita darah tinggi, dan perokok. Namun, pada wanita-wanita tertentu justru
permberian pil kontrasepsi dapat menghilangkan migrannnya. Bila pada
permulaan pemberian pil telah muncul migren yang berat, pil harus segera
dihentikan. andaikata wanita tersebut tetap ingin menggunakan pil kontrasepsi,
pergunakanlah pil yang hanya mengandung gestagen.
Bagi wanita penderita epilepsy, pemberian estrogen akan meningkatkan
frekuensi kejang, sedangkan pemberian progesterone akan mengurangi kejadian
kejang. Kejang yang muncul bergantung pada siklus haid. Menjelang ovulasi,
premenstrual, pada sufisiensi korpus luteum, serta pada siklus anovulasi. Kejadian
kejangnya meningkat. Bila kejang terjadi prahaid, pemberian progesterone saja
sudah dapat mengurangi, bahkan mencegah terjadinya kejang. Pemberian
medroksi progesterone aseta 2-4 x 10 mg/hari, atau pemberian depo MPA
bersamaan dengan antiepileptika dapat mengurangi timbulnya kejang secara
signifikan. Noretisteron tidak efektif untuk mengurangi kejang pada penderita
epilepsy. Wanita penderita epilepsy yang sedang menggunakan antiepileptika
sebaiknya jangan hamil karena kejadian cacat pada bayi meningkat sampai dua
54
kali lipat. Oleh karena itu, perlu diberikan kontrasepsi yang sesuai. Antiepileptika
dapat mempengaruhi efektivitas pil kontrasepsi sehingga pil kontrasepsi tersebut
menjadi kurang efektif.
Pada wanita dengan multipe sclerosis, gejala penyakitnya akan memberat
saat atau menjelang haid. Pada tiga bulan pertama postpartum juga sering
ditemukan gejala penyakitnya yang memburuk. Kesemua ini erat kaitannya
dengan menurunnya kadar estrogen dan progesterone. Wanita yang pernah
menggunakan pil kombinasi resiko relatifnya 1,2 (0,9-1,5) (95% CI), sedangkan
wanita yang sedang menggunakan pil kombinasi resiko relatifnya 1,0 (0,6-1,7).
Pil kombinasi maupun jenis kontrasepsi hormonal yang lain kelihatannya tidak
berpengaruh terhadap multiple sklerosis. Yang ditakuti justru saat terjadi
perdarahan lucut, dimana gejala penyakitnya muncul kembali. Pemberian pil terus
menerus tanpa berhenti atau pemberian depo MPA adalah cara untuk mencegah
timbulnya gejala penyakit tersebut.
Steroid seks memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap psikis,
kenyamanan, dan kesehatan wanita. Gangguan psikis sering ditemukan pada saat
kadar progesterone darah rendah dan postpartum, sedangkan gangguan psikis ini
akan hilang saat kadar estrogen cukup dalam tubuh. Sindroma premenstrual
(PMS) berupa perasaan tegang, gelisah, dan depresi dapat dihilangkan dengan
pemberian pil kontrasepsi.
Steroid seks memiliki efek terhadap opiat endogen. Opiat ini berpengaruh
menghambat sekresi neurotransmitter sehingga menimbulkan perasaan enak dan
dapat mengurangi rasa nyeri. Estrogen dan gestagen meningkatkan kadar beta
endorpin serum. Pada fase akhir siklus haid, dimana estrogen dan progesterone
mulai menurun, timbullah gangguan berupa perasaan takut, mudah marah, dan
gelisah. Stres dapat meningkatkan pengeluaran ACTH dan beta endorpin.
Peningkatan nafsu makan saat seseorang sedang stress atau pada pemberian
kontrasepsi hormonal erat kaitannya dengan meningkatkanya kadar endropin.
Hingga kini belum ada bukti yang menyebutkan bahwa pil kontrasepsi
dapat menyebabkan depresi. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa pil kontrasepsi
dapat mencegah depresi. Namun, pada penggunaan Norplant pernah dilaporkan
timbulnya depresi berat dan psikosis. Psikosis yang muncul pada saat haid
55
kadang-kadang dapat dihilangkan dengan pemberian pil kontrasepsi. Pernah juga
diberitakan timbulnya psikosis (skizoprenia, halusinasi, reaksi agresif) saat
pemberian gestagen dihentikan mendadak.
Estrogen dapat meningkatkan sekresi hormon vasopresin dan aldosteron
sehingga terjadi retensi natrium dan cairan yang berakibat volume plasma
meningkat. Pada fase luteal progesterone yang tinggi memiliki efek
antimineralokortikoid dan menyebabkan hormon aldesteron meningkat. Pada fase
luteal volume payudara meningkat sampai sekitar 100 ml dan volume cairan
serebrospinalis meningkat sampai sekitar 12 ml. Hal seperti ini dapat terjadi pada
pemberian pil kontrasepsi kombinasi meskipun ovulasi tertekan.
Pada wanita-wanita tertentu pemberian pil kontrasepsi dengan dosis
estrogen tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya volume plasma. Akibatnya
terjadi penambahan berat badan, nyeri payudara, dan edema tungkai. Nyeri
abdominal maupun perasaan penuh dan kembung disebabkan adanya edema lokal
daerah pembuluh-pembuluh darah intestinal.
Pengaruh Terhadap Stamina Wanita Yang Berolahraga
Gestagen memiliki efek anabolic ringan sehingga dapat meningkatkan daya tahan
wanita. Pil kontrasepsi sebenarnya baik digunakan untuk mengatur siklus haid
wanita agar saat berolahraga berat tidak datang haid. Namun, penggunaan hormon
steroid seks untuk keperluan tersebut dapat dianggap “DOPPING”. Pada wanita
yang melakukan olahraga berat sering timbul amenorea yang dapat
mengakibatkan kekeroposan dan patah tulang. Pemberian pil kontrasepsi justru
dapat mencegah patah tulang. Wanita yang melakukan olah raga berat kadang-
kadang mengeluh nyeri otot. Pemberian estrogen dapat menghilangkan nyeri
tersebut karena estrogen melindungi kerusakan serat-serat otot. Wanita yang
berada pada ketinggian >500 m atau yang melakukan olahraga panjat gunung
sering mengalami gangguan haid. Pemberian pil kontrasepsi kombinasi dapat
mengatasi gangguan haid tersebut. Akan tetapi, perlu disadari bahwa wanita
pengguna pil kontrasepsi yang berada di tempat yang tinggi dapat mengalami
peningkatan resiko trombosis akibat hemokonsentrasi dan viskositas darah, serta
timbul hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh hipoksia.
56
Pengaruh Interaksi Pil Kontrasepsi Dengan Obat-Obatan
Terdapat obat-obat tertentu yang dapat memicu pembentukan enzim-enzim di
hati, dimana enzim-enzim tersebut juga berperani terhadap inaktivasi dan
pengeluaran steroid seks. Sebaliknya, steroid seks juga dapat menginduksi enzim-
enzim tertentu, seperti oksidase dan hidrolase. Enzim-enzim ini dapat
mengganggu metabolisme dan mempengaruhi obat.
Penelitian pada hewan memang ditemukan adanya interaksi antara pil
kontrasepsi dengan obat-obat tertentu. Namun, pada manusia masih ditemukan
data yang berbeda-beda dari para ahli. Misalnya, dahulu pemberian pil kontrasepsi
yang bersamaan dengan obat oral antikoagulasi membuat khasiat obat
antikoagulasi menjadi berkurang. Ini dapat dilihat dari rendahnya kadar
antitrombin III dan terjadi peningkatan faktor pembekuan II, VII dan X sehingga
terjadi hiperkoagulabilitas. Antikoagulasi yang kerjanya bergantung pada vitamin.
K, seperti faktor pembekuan II, VII, IX dan X akan dihambat oleh pil kontrasepsi.
Dewasa ini justru secara mengejutkan, pemberian pil kontrasepsi tidak
mengurangi. Bahkan memperkuat, kerja antikoagulan, selain itu, telah dibuktikan
bahwa kontrasepsi hormonal tidak menghambat keraj asam asetilsalisilat terhadap
trombosit.
Cara kerja lain pil kontrasepsi efektivitas obat-obat tertentu adalah dengan
menghambat metabolisme dan pengeluaran obat-obat tersebut sehingga waktu
paruh obat-obat tersebut menjadi panjang. Sebagai contoh dapat terjadi pada
pemberian aminopenazon. Psikofarmaka promazin dan imipramin tidak
mengalami perubahan.
Kemungkinan lain pil kontrasepsi mempengaruhi kerja obat adalah dengan
meningkatkan kapasitas ikatan protein didalam darah. Komponen estrogen dalam
pil kontrasepsi dapat memicu pembentukan transkortin di hati sehingga bila
korikosteroid diberikan bersamaan dengan pil akan banyak kortikosteroid yang
diikat oleh traskortin. Efektivitas kortikosteroid menjadi berkurang dan bila
pengeluaran kortikosteroid melalui urin berkurang, tentu dapat menimbulkan
banyak efek samping.
57
II.11. Mortalitas pada penggunaan kontrasepsi hormonal
Sering dibicarakan, bahwa angka mortalitas meningkat pada wanita pemakai
kontrasepsi hormonal. Padahal angka kematian ibu juga meningkat pada yang
tidak mengguanakan kontrasepsi apapun, terutama di negara-negara berkembang.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Royal College of General
Practitioners (RCGP) pada tahun 1977, 1981 dan 1988 menemukan peningkatan
mortalitas pada wanita pemakai pil kontrasepsi sebanyak 40%, yang disebabkan
oleh timbulnya tromboemboli. Namun, peningkatan ini disebabkan oleh
pemakaian pil kontrasepsi dengan dosis etinilestrasiol yang tinggi, yaitu 50 µg,
dan tanpamelihat ada atau tidaknya faktor risiko pada pemakainya. Penelitian
yang dilakukan oleh Oxford Family Planning Association tahun 1989 tidak
menemukan lagi peningkatan risiko mortalitas karena wanita-wanita tersebut tidak
memiliki faktor risiko dan dosis etinilestradiol yang digunakan juga rendah.
Tingginya mortalitas erat kaitannya dengan lama penggunaan, usia pasien,
dosis esterogen yang digunakan, serta ada tidaknya faktor risiko. Penggunaan
pada usia < 35 tahun sangat kecil ditemukan komplikasi, dibandingan penggunaan
pada usia > 35 tahun. Merokok meningkatkan angka mortalitas pada pemakai pil
kontrasepsi. Pada wanita usia <35 tahun yang tidak merokok, risiko mortalitas
selama penggunaan pil adalah 1:77.000, sedangkan pada yang merokok adalah
1:10.000. pada kelompok usia 35-44 tahun yang tidak merokok, risikonya
1:6.700, pada yang merokok 1:2.000. pada usia > 45 tahun yang tidak merokok,
risikonya 1:2.500, pada yang merokok 1:500.(kontrasepsi hormonal, benefit
and risk, delsys)
Analisis yang dilakukan oleh Oxford Family Planning Association pada
tahun 1981 menemukan angka mortalitas karena penyakit kardiovaskuler adalah
12,3 per 100 tahun wanita, yang artinya 2,5 kali lebih tinggi bila dibandingkan
dengan penggunaan kontrasepsi hormonal. Angka mortalitas karena infark
miokad berada pada 9,7, karena penyakit serebrovaskular berada pada 2,3 per 100
tahun wanita (kontrasepsi nonhormonal 1,7 dan 1,8 per 100 tahun wanita). Pada
tahun 1989 dilakukan analisis yang sama dan ternyata ditemukan angka mortalitas
58
yang sama pula. Mortalitas pada wanita yang telah menghentikan oral kontrasepsi
lebih dari 10 tahun, tidak berbeda dengan wanita yang tidak pernah menggunakan
oral kontrasepsi sama sekali.
Risiko terkena infark miokard jauh lebih rendah pada pengguanaan pil
yang mengandung hormon alamiah, bila dibandingkan dengan yang menggunakan
hormon sintetik. Etinilestradiol merupakan penyebab utama meningkatnya
kejadian infark miokard.
Mortalitas yang berkaitan dengan keganasan dijumpai lebih rendah pada
penggunaan kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal mempunyai efek
protektif terhadap terjadinya kanker korpus uteri dan kanker ovarium.
(kontrasepsi hormonal, benefit and risk) Angka kejadian kanker payudara pada
pemakaian pil kontrasepsi masih dilaporkan berbeda-beda. Namun, para ahli
sepakat bahwa angka kejadiannya tetap rendah. Kejadian kanker serviks sedikit
meningkat dan peningkatan ini erat kaitannya dengan lama penggunaan pil
kontrasepsi.
II.12. Kontraindikasi untuk Kontrasepsi Hormonal
12.1. Kontraindikasi absolut
Perdarahan dari rahim yang belim diketahui penyebabnya, kanker payudara,
hipertrigliserid yang sulit ditangani, lupus eritematosus (LE), kencing manis (DM)
dengan komplikasi (angiopati), vaskulitis, hipertensi dengan komplikasi, atau
hipertensi yang sulit ditangani, kecendrungan untuk terjadinya trombosis, mikro-
makroangiopati, riwayat atau sedang mendeita penyakit tromboemboli, seperti
trombosis vena, stroke, infark jantung, gangguan sekresi empedu, kolestasis
intrahepatik (meskipun dari anamnesis), penyakit hati akut maupun kronik, dan
hemosisteinuria.
12.2. Kontraindikasi relatif (risiko faktor)
Mastopatia derajat III, kanker serviks, kanker endometrium, mioma uteri, laktasi,
kegemukan (adipositas), merokok, angina pektoris, operasi jantung, insufisiensi
jantung dan ginjal, penyakit hati ringan (porfiri), penyakit kantung empedu,
gangguan metabolisme lemak, kencing manis (DM), gangguan hemostasis,
59
riwayat atau sedang menderita tromboflebitis, merokok, imobilisasi lama, protese
payudara, rencana operasi dengan risiko tromboemboli, usia > 35 tahun, adenoma
hipofisis, hiperpigmentasi, epilepsi, dispnoe, migren, dan riwayat keluarga yang
kurang baik (hipertensi, DM dll). (kontrasepsi hormonal, benefit and risk,
Delsys)
II.13. Pemberian
Kepada pasien prlu dijelaskan tentang kehandalan, risiko dan kemungkinan efek
samping dari setiap kontrasepsi hormonal yang akan digunakan. Jangan sekali-
sekali mempengruhi atau memaksa pasien menggunakan jenis kontrasepsi
hormonal tertentu. Berikanlah informasi sejelas-jelasnya karena dengan
memberikan informasi yang jelas akan meningkatkan kepatuhan pasien untuk mau
terus melanjutkan penggunaan suatu kontrasepsi hormonal.
Penggunaan pil kombinasi maupun pil sekuensial dimulai pada hari
pertama siklus haid. Penggunaan minipil dapat dimulai pada hari pertama siklus
haid. Bila belum haid dan tidak hamil dapat dimulai setiap saat dan untuk
selanjutnya diberikan tanpa istirahat. Pengambilan pada hari pertama siklus haid
akan terjadi penekanan sekresi esterogen, progesteron, serta LH preovulatorik.
Namun, bila penggunaannya baru dimulai pada hari ke 5 siklus haid justru akan
terjadi peningkatan kadar esterogen secara signifikan.
Dalam satu kotak pil kontrasepsi yang berisi 21 tablet biasanya akan
diikuti dengan masa istirahat selama 7 tujuh hari, sedangkan yang berisi 22 tablet
akan diikuti dengan masa istirahat 6 hari. Setelah masa isirahat ini, harus segera
dimulai lagi dengan kotak yang baru tanpa harusmenunggu terjadi perdarahan
atau tidak. Kalau penggunaan berikutnya baru dimulailagi setelah melampaui
masa istirahat tersebut, harus dipastikan dulu, apakah terjadi kehamilan atau tidak.
Andaikata tidak terjadi kehamilan, dapat dimulai lagi dengan kotak yang baru.
Kadang-kadang tidak jarang haid hari pertama yang datang tersebut hanya berupa
flek, sehingga timbul keraguan apakah darah yang keluar tersebut benar darah
haid atau darah tersebut terjadi akibat adanya suatu kehamilan yang telah
terganggu. Sebaiknya keraguan seperti wanita tersebut hamil atau tidak
disingkirkan terlebih dahulu.
60
Wanita yang mendapatkan kesulitan menggunakan pil yang berisi 21 atau
22 tablet dengan masa istirahat 6 atau 7 hari lebih baik dianjurkan dengan
menggunakan pil yang berisi 28 tablet dengan 7 hari terakhir terdapat 7 butir
tablet plasebo. Tujuh pilterakhir ini membantu wanita untuk membiasakan diri
minum pil tiap hari.
Agar didapatkan kehandalan yang tinggi, semua jenis pil kontrasepsi
sebaiknya digunakan pada waktu yang sama. Pada penggunaan kontrasepsi suntik
juga harus ditaati jadwal penyuntikannya. Namun, kalaupun pil tersebut diambil
pada jam-jam yang berbeda juga tidak ada masalah, tetapi hal tersebut dapat
menyebabkan perdarahan sela.
Kepada pasien-pasien perlu dijelaskan bahwa kehandalan pil kontrasepsi
akan berkurang andaikata terjadi gangguan pada sistem gastrointestinal, atau
sedang menggunakan obat-obat tertentu yang dapat menganggu metabolisme pil
tersebut di hati. Jenis obat tersebut adalah tetrasiklin, amoksisilin, oral
tuberkulostatika (rifampisisn), oralantidiabetika, barbiturat, fenitoin, dan
fenilbutason. Kalau sampai timbul rasa mual yang hebat, sebaiknya pil digunakan
pada malam hari.
Kepada pasien-pasien perlu dijelaskan juga bahwa pada 3 bulan pertama
penggunaan pil atau kontrasepsi suntik dapat terjadiperdarahan bercak.
Dianjurkan untuk kontrol setiap 6 bulan, atau bila ada hal-hal tertentu seperti
dugaan hamil, tidak timbul perdarahan lucut, sering terjadi perdarahan sela, timbul
sakit kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri pada betis, pasien harus segera
kontrol ke dokter.
Tidak jarang pasien lupa menggunakan satu sampai dua tablet. Kelupaan
merupakan faktor terbanyak penyebab kegagalan.diduga hampir 50% lebih pasien
lupa satu tablet. Tanda-tanda awal akibat kelupaan tersebut adalah terjadinya
perdarahan sela. Makin banyak tablet yang lupa, makin lama pula perdarahan
terjadi. Setiapselesai penggunaan pil biasanya akan selalu diikuti dengan
perdarahan lucut, dan andaikata tidak terjadi perdarahan lucut, hal ini juga
berhubungan dengan adanya kelupaan beberapa buah tablet.
61
Penelitian membuktikan bahwa pil kombinasi yang digunakan tanpa ada
yang lupa, angka kejadian perdarahan berkisar 0,02% saja, tetapi bila kelupaan
satu tablet saja, kejadian perdarahan mencapai 13-16 kali.
Andaikata lupa satu atau dua tablet, begitu ingat pasien harus segera
menggunakan tablet yang lupa tersebut. Bila lupa minum tablet lalu melakukan
hubungan senggama sehingga muncul keragu-raguan telah terjadi kehamilan,
pasien dianjurkan menggunakan sebuah tablet tambahan yang mengandung 100µg
etinilestradiol + 0,5 mg norgestrel (prinsipnya sama dengan penggunaan pil
pascasenggama) dalam waktu 12 jam.
Kalau terjadi kelupaan pada penggunaan pil sekuensial terutama pada fase
esterogen, kemungkinan terjadi kehamilan sangat tinggi. Dalam hal ini pasien
tidak dianjurkan untuk segera mngambil tablet yang lupa tersebut tetapi lebih baik
menggunakan kondom saat melakukan senggama. Namun, kalau tablet yang
terlupa tersebut terjadi pada fase proesteron, tablet yang lupatersebut harus segera
diambil, begitu teringat, atau menggunakan pil pascasenggama kalau takut terjadi
kehamilan.(kontrasepsi hormonal, hormonal contraception)
Untuk minipil angka kejadian kehamilan akan sangat tinggi bila terjadi
kelupaan satu tablet saja, karena memang kehandalannya tidak begitu tinggi, bila
dibandingkan dengan pil kombinasi. Kalau lupa satu tablet saja dan pasien tidak
melakukan hubungan senggama, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Pasien
cukup mengambil tablet yang lupa tersebut, begitu ingat. Namun, kalau lupa dan
telah melakukan senggama, dalam waktu 12 jam pasien harus menggunakan
tambahan tablet 100 µg etinilestradiol + 0,05 mg levonorgestrel.
II.14. Alasan yang dapat digunakan untuk segera menghentikan pil
kontrasepsi
Terjadi kehamilan, 6 minggu sebelum perencanaan operasi, terjadi pembesaran
pada mioma, terjadi peningkatan tekanan darah, nyeri perut mendadak (kehamilan
ektopik, penyakit hati), timbul iktrus, muncul gejala-gejala tromboflebitis, atau
gejala-gejala tromboemboli pada pasien yang kurang bergerak (misalnya karena
sakitatau kecelakaan), gejala-gejala awal stroke, gangguan penglihatan, nyeri
kepala mendadak, atau migren bertambah berat.
62
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
III.2. Saran
63
DAFTAR PUSTAKA
64
Top Related