8/9/2019 Konservasi Energi sebagai Solusi Global Warming
1/2
Konservasi Energi sebagai Solusi Global Warming
Yuniar Gitta Pratama
133 07 124
Pada hakekatnya konservasi energi merupakan hal
krusial dalam era ini. Kesadaran akan pentingnya
konservasi (penghematan) energi lambat laun mulai
meningkat di tengah masyarakat dunia. Melihat
terbatasnya sumber energi (yang tak terbarukan) dan
ledakan pertumbuhan penduduk yang mencapai 6.863
milyar1 maka tidak dipungkiri krisis energi akan semakin
mengancam. Konservasi energi mengacu pada upaya
untuk mengurangi konsumsi energi dalam rangka
melestarikan sumber daya untuk masa depan dan
mengurangi pencemaran lingkungan2. Konservasi energi ini dapat dicapai dengan efisiensi penggunaan
energi dan penggunaan sumber energi yang terbarukan.
Selain krisis energi, pertumbuhan jumlah manusia juga memicu pertumbuhan sektor industri yang tidak
dipungkiri lagi juga meningkatkan jumlah pencemaran lingkungan. Oleh selain dapat melestarikan dan
menghemat sumber energi, konservasi energi juga dapat mengurangi dampak pencemaran lingkunan.
Latar belakang pelaksanaan konservasi energi adalah
adanya global warming dan krisis energi. Pengelolaan
yang tidak tepat pada limbah industri dan prilaku
hidup manusia dapatmengakibatkan emisi keenam
gas rumah kaca. Keenam gas rumah kaca tersebut
adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen
dioksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFCs),
perfluorokarbon (PFCs), dan sulfur hexafluoride (SF6).
Gas yang paling berperan adalah karbon dioksida.
1Estimasi jumlah penduduk pada 17 Agustus 2010 oleh United States Cencus Bureau
2Diambil dari definisi Konservasi Energi di http://en.wikipedia.org/wiki/Energy_conservation
Gambar 1 Populasi Dunia
Gambar 2 Rekonstruksi Temperatur Bumi
8/9/2019 Konservasi Energi sebagai Solusi Global Warming
2/2
Setiap pembakaran maka akan menghasilkan karbon dioksida, sehingga dapat disimpulkan semua mesin
yang melakukan pembakaran akan berperan dalam peningkatan jumlah karbon dioksida.
Akumulasi karbon dioksida di atmosfer selain dapat mengikis lapisan ozon (sehingga sinar UV yang
merusak dapat masuk ke Bumi) juga menjadi perangkap gelombang infrared sehingga mengakibatkanterperangkapnya pemanasan di bumi. Pemanasan (global warming) tersebut dapat memngacaukan
cuaca di Bumi. Hal paling ekstrim adalah pencairan kutub bumi sehingga dapat memicu bencana alam
lainnya, seperti banjir yang akhir akhir ini marak terjadi.
Pada tahun 2020 emisi CO2 di Indonesia diprediksi akan mencapai 3,3 GigaTon jika tidak melakukan
efisiensi energi. Untuk mencegah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca tersebut maka pemerintah
Indonesia melakukan tindakan antara lain memberikan komitmen menurunkan emisi CO 2 sebelum
tahun 2020 sebesar 41% (jika mendapatkan bantuan asing) atau 26% (jika tanpa bantuan asing),menerbitkan energy actno. 30/1997 dan no. 30/2007, perpu no 5/2006, perpu no 70/2009 dan national
action on GHG tahun 2006. Pada perpu no 70/2009 yang merupakan turunan dari UU energi no.
30/2007, pemerintah mengatur konservasi sumber daya energi
Dalam lingkup internasional PBB juga mencanangkan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto adalah protokol
kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang diadopsi pada Earth
Summitdi Rio de Janeiro pada tahun 1992. Tujuan protokol ini adalah mengurangi rata rata emisi dari
gas rumah kaca. Hingga tanggal 3 Desember 2007, terhitung 174 negara meratifikasi protokol tersebut,
termasuk Indonesia. Amerika Serikat yang merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar
kedua setalah China tidak meratifikasi protokol ini dengan alasan perekonomian. Jika protokol ini
berhasil maka diprediksi akan mengurangi temperatur global antara 0,02 C sampai 0,28 C pada tahun
20503.
Secara garis besar himbauan untuk melakukan efisiensi energi dan penggunaan sumber energi
terbarukan sehingga terciptanya konservasi energi sudah dilakukan dalam ranah nasional dan
internasional. Selain dapat menghindarkan dari krisis energi, konservasi energi juga dapat mengurangi
emisi gas rumah kaca yang akan berdampak langsung pada pengurangan climate change.
3Sumber : Nature, Oktober 2003