Download - Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Transcript
Page 1: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

KONSEP GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ - III

KONSEP GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ - III  bodymatoh

Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan mental (mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental illness/mental desease)

PPDGJ-III mengelompokkan diagnosis gangguan jiwa ke dalam 100 katagori diagnosis, mulai dari F 00 sampai dengan F 98.F 99 – Gangguan Jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan), yaitu untuk mengelompokkan Gangguan Jiwa yang tidak khas.

Konsep Gangguan Jiwa dari PPDGJ II merujuk ke DSM-III, sedang PPDGJ-III merujuk pada DSM-IV.

        Mental Disorder is conceptualized as clinically significant behavioural or psychological syndrome or patern that occurs in an individual and that is associated with present distress (eq., a painfull symptom) or disability (ie., impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant increased risk of suffering death, pain, disability, or an important loss of freedom.

KONSEP DISABILITY

Konsep “ Disability” dari “ The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural

Disorder” :

          Gangguan kinerja (performance) dalam peran sosial dan pekerjaan, tidak

digunakan sebagai komponen esensial untuk diagnosis gangguan jiwa, oleh

karena itu hal ini berkaitan dengan variasi sosial-budaya yang sangat luas.

Yang dikatakan sebagai “disability” adalah keterbatasan/ kekurangan kemampuan

untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk

perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan

diri, buang air besar dan kecil).

Dari Konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa didalam KONSEP

GANGGUAN JIWA, di dapatkan butir-butir :

1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa :

    -  Sindrom atau Pola Perilaku

    -  Sindrom atau pola psikologik

2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), a.l berupa rasa

nyeri,tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.

3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” dalam aktivitas kehidupan,

sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan 

hidup (mandi, berpakaian, malan, kebersihan diri, dll)                               

DIAGNOSIS MULTIAKSIALTujuan dari diagnosis Multiaksial :

Page 2: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

1.   Mencakup informasi yang komprehensif (Gangguan Jiwa, kondisi fisik umum, masalah Psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam :

·       Perencanaan terapi·       Meramalkan “outcome” atau prognosis

2.Format yang “mudah” dan “sistematik”, sehingga dapat  membantu dalam :    *  Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis    *  Menangkap kompleksitas situasi klinis

    * Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama.

3. Memacu penggunaan “Model bio-psiko-sosial” dalam klinis, pendidikan dan penelitian

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL TERDIRI DARI 5 AKSIS :

Aksis I            :       * Gangguan klinis                                * Kondisi lain yang menjadi Fokus                                   Perhatian klinis

Aksis II           :       * Gangguan kepribadian                                * Retardasi Mental

Aksis III         :       * Kondisi Medik Umum

Aksis IV          :       * Masalah Psikososial dan lingkungan

Aksis V           :       * Penilaian fungsi secara global

 Catatan  :Ø    Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenese

Ø    Hubungan antara “Aksis I-II-III” dan “Aksis IV” dapat timbal balik saling mempengaruhiAKSIS I

F00 – F09       Gangguan Mental Organik & Simtomatik  F19       Gangguan Mental & perilaku akibat zat psikoaktif

F20 – F29       Skizofrenia, Gangguan skizotipal & gangguan wahamF30 – F39       Gangguan suasana perasaan (afektif/mood)F40 – F49       Gangguan neurotik, gangguan somatoform & gangguan terkait stressF50 – F59       Sindrom perilaku karena gangguan fisiologis/ fisikF62 – F68       Perubahan Kepribadian karena non organic, gangguan impuls, gangguan seksF80 – F89       Gangguan Perkembangan PsikologisF90 – F98       Gangguan perilaku & emotional onset kanak –remaja

                Gangguan Jiwa YTT  

AKSIS II

Page 3: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

F60                  Gangguan Kepribadian khasF60.0               Gangguan Kepribadian ParanoidF60.1               Gangguan Kepribadian schizoidF60.2               Gangguan Kepribadian dissosialF60.3               Gangguan Kepribadian emosional tak stabilF60.4               Gangguan Kepribadian histrionikF60.5               Gangguan Kepribadian anankastikF60.6               Gangguan Kepribadian cemas(menghindar)F60.7               Gangguan Kepribadian dependenF60.8               Gangguan Kepribadian khas lainnyaF60.9               Gangguan Kepribadian YTT

                Gangguan Kepribadian Campuran dan lainnyaF61.0               Gangguan Kepribadian CampuranF61.1               Perubahan Kepribadian yang bermasalah

               Gambaran Kepribadian Maladaptif               Mekanisme Defensi Maladaptif

F70 –F79        Retardasi Mental

AKSIS  III

Bab I             A00 – B99         Penyakit infeksi dan  parasit  tertentuBab II           C00 –D48 NeoplasmaBab IV          E00 – G90 Penyakit endokrin, Nutrisi, & metabolikBab VI          G00 – G99        Penyakit susunan syarafBab VII        H00 – H59        Penyakit Mata & adneksaBab VIII       H60 – H95        Penyakit telinga & Prosesus MastoidBab IX          I00 – I99   Penyakit sistem sirkulasiBab X            J00 – J99  Penyakit sistem PernafasanBab XI          K00 – K93        Penyakit sistem PencernakanBab XII         L00 – L99 Penyakit kulit & jaringan subkutanBab XIII       M00 – M99      Penyakit sistem musculoskeletal &

                                        Jaringan ikatBab XIV       N00 – N99 Penyakit sistem genito-urinariaBab XV         O00 – O99        Kehamilan, kelahiran anak & masa NifasBab XVII      Q00 – Q99        Malformasi congenital, deformasi, Kel.Bab XVIII    R00 – R99 Gejala, tanda & temuan klinis-lab.Bab XIX       S00 – T98 Cedera, keracunan & akibat kausa ekstBab XX         V01 – V98 Kausa eksternal dari Morb. & mort.Bab XXI       Z00 – Z99 Faktor status kes. & Pelayanan kes

                                                        

AKSIS IV

Masalah dengan “Primary support group” (keluarga)Masalah berkaitan dengan lingkungan sosialMasalah PendidikanMasalah PekerjaanMasalah Perumahan

Page 4: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Masalah EkonomiMasalah Akses ke pelayanan KesehatanMasalah Berkaitan interaksi dengan hukum/kriminalMasalah Psikososial & Lingkungan lain

AKSIS V

GLOBAL ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE100 – 91    Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi.90 – 81      Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang

biasa.80 – 71      Gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah

dll.70 – 61      Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum

masih baik.60 – 51      Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.50 – 41      Gejala berat (serious), disabilitas berat.40 – 31      Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat

dalam beberapa fungsi.30 – 21      Disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir

semua bidang.20 – 11      Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi &

mengurus diri.10 – 01      Seperti diatas => persisten & lebih serius.          0       Informasi tidak adekuat.    

Page 5: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Klasifikasi dan Urutan Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ-III

F.0.   Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simtomatik

          F.00. –F. 03.                  Demensia

          F.04- F.07, F. 09           Sindrom Amnestik & Gangguan Mental Organik

F.1.   Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkhohol dan zat psikoaktif

lainnya.

          F.10.                                        Gangguan mental dan perilaku akibat 

                                                   Penggunaan alkhohol

          F.11, F.12, F.14.           Gangguan mental & perilaku akibat

                                                Penggunaan Opioida /kanabinoida/kokain

F.13, F.15,F.16.           Gangguan mental & perilaku akibat penggunaan

                                                Sedativa atau Hipnotika/stimulansia lain/

                                                Hallusinogenika

          F.17, F.18, F.19.           Gangguan Mental & perilaku akibat penggunaan

                                                Tembakau/pelarut yang mudah menguap/ zat

                                                Multiple & Zat psikoaktif lainnya  

           

F.2.   Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham.

          F. 20, F.21, F.23.          Skizofrenia, Gangguan skizitipal, Psikotik                                                        

akut dan sementara

          F.22, F. 24                     Gangguan waham menetap, gangguan

                                                Waham terinduksi

          F. 25.                                       Gangguan Skizoafektif

          F. 28, F. 29                    Gangguan Psikoaktif non-organik lainnya

                                                Atau YTT

F.3.  Gangguan suasana perasaan (mood / afektif)

          F.30, F.31.                     Episode manik, Gangguan afektif bipolar

Page 6: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

          F. 32-F.39.                    Episode depressif, Gangguan depressi

                                                Berulang, Gangguan suasana Perasaan

                                                (Mood/afektif) menetap/lainnya/YTT.

F. 4. Gangguan Neurotik, Gangguan somatoform, dan  gangguan terkait  stress

          F. 40, F.41.                  Gangguan anxietas, Fobik atau lainnya

          F. 42.                                       Gangguan Obsesif- kompulsif

          F. 43, F.45, F.48           Reaksi terhadap stres berat, & gangguan

penyesuaian, gangguansomatoform,

                                                Gangguan neurotik lainnya.

          F. 44.                                       Gangguan dissosiatif (konversi)

F. 5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik

          F.50- F.55, F.59            Gangguan makan, gangguan tidur, Disfungsi

                                                Seksual, atau gangguan perilaku lainnya

F. 6.     Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

                    Gangguan kepribadian, gangguan kebiasaan danImpuls, gangguan identitas &

preferensi seksual

F. 7.   Retardasi Mental

          F. 70 –F.79.                            Retardasi Mental         

F. 8.   Gangguan Perkembangan Psikologis

          F.80- F.89                     Gangguan Perkembangan Psikologis

F. 9.  Gangguan Perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa  anak dan

remaja

F. 90 – F.98                Gangguan Hiperkinetik, Gangguan tingkah laku, Gangguan emosional atau gangguan

fungsi sosial Khas, gangguan “tic”, atau gangguan perilaku & Emosional lainnya.

PEDOMAN DIAGNOSTIK DARI PPDGJ – III

Page 7: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

1.     Pedoman diagnostik disusun berdasarkan atas jumlah dan keseimbangan gejala-

gejala, yang biasanya ditemukan pada kebanyakan kasus untuk dapat

menegakkan suatu diagnosis pasti.

2.     Apabila syarat-syarat yang tercantum didalam pedoman diagnostik dapat

dipenuhi, maka diagnosis dapat dianggap pasti. Namun apabila hanya sebagian

saja terpenuhi, maka diagnosis masih bermanfaat direkam  untuk berbagai tujuan.

Keadaan ini sangat tergantung kepada pembuat diagnosis dan para pemakai

lainnya untuk menetapkan apakah akan merekam suatu diagnosis pasti atau

diagnosis dengan tingkat kepastian yang rendah.

3.     Deskripsi klinis dari pedoman diagnostik ini tidak mengandung implikasi teoritis,

dan bukan merupakan pernyataan yang komprehensif mengenai tingkat

pengetahuan yang mutahir dari gangguan tersebut. Pedoman ini hanya

merupakan suatu kumpulan gejala dan konsep yang telah disetujui oleh sejumlah

besar pakar dan konsultan dari berbagai negara, untuk dijadikan dasar yang

rasional dalam memberikan batasan terhadap kategori-kategori diagnosis dan

diagnosis gangguan jiwa.

4.     Disarankan agar para klinisi mengikuti anjuran umum untuk mencatat sebanyak

mungkin diagnosis yang mencakup seluruh gambaran klinis.

Bila mencantumkan lebih dari satu diagnosis, diagnosis utama diletakkan paling

atas dan selanjutnya diagnosis lain sebagai tambahan. Diagnosis utama dikaitkan

dengan kebutuhan tindakan segera atau tuntutan pelayanan terhadap kondisi

pasien saat ini atau tujuan lainnya. Bila terdapat keraguan mengenai urutan untuk

merekam beberapa diagnosis, atau pembuat diagnosis tidak yakin tentang tujuan

untuk apa informasi itu akan digunakan, agar mencatat diagnosis menurut urutan

numerik dalam klasifikasi.

    

         

         

Page 8: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

GANGGUAN JIWA

          Gangguan jiwa merupakan kondisi terganggunya kejiwaan manusia

sedemikian rupa sehingga mengganggu kemampuan individu itu untuk berfungsi

secara normal didalam masyarakat maupun dalam menunaikan kewajibannya

sebagai insan dalam masyarakat itu.

(Dep Kes RI, 1997)

        Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang

masuk akal, berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan kendala terhadap

individu tersebut atau orang lain . ( Suliswati, 2005)

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA

Gangguan jiwa  dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam diktat kuliah psikiatri, Dr.

dr. Luh Ketut Suryani mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi karena

tiga faktor yang bekerja sama yaitu faktor biologik, psikologik, dan sosiobudaya.

FAKTOR BIOLOGIK

Untuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit seperti kriteria

penyakit dalam ilmu kedokteran, para psikiater mengadakan banyak penelitian di

antaranya mengenai kelainan-kelainan neurotransmitter, biokimia, anatomi otak,

dan faktor genetik yang ada hubungannya dengan gangguan jiwa.

Gangguan mental sebagian besar dihubungkan dengan keadaan neurotransmitter

di otak, misalnya seperti pendapat Brown et al, 1983, yaitu fungsi sosial yang

kompleks seperti agresi dan perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh impuls

serotonergik ke dalam hipokampus.

Demikian juga dengan pendapat Mackay, 1983, yang mengatakan noradrenalin

yang ke hipotalamus bagian dorsal melayani sistem monoamine di limbokortikal

berfungsi sebagai pemacu proses belajar, proses memusatkan perhatian pada

rangsangan yang datangnya relevan dan reaksi terhadap stres.

Pembuktian lainnya yang menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu

penyakit adalah di dalam studi keluarga.Pada penelitian ini didapatkan bahwa keluarga penderita gangguan afektif, lebih banyak menderita gangguan afektif daripada skizofrenia (Kendell dan Brockington, 1980),   skizofrenia erat hubungannya dengan faktor genetik

Page 9: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

(Kendler, 1983). Tetapi psikosis paranoid tidak ada hubungannya dengan faktor genetik, demikian pendapat Kender, 1981).

Walaupun beberapa peneliti tidak dapat membuktikan hubungan darah

mendukung etiologi genetik, akan tetapi hal ini merupakan langkah pertama yang

perlu dalam membangun kemungkinan keterangan genetik. Bila salah satu

orangtua mengalami skizofrenia kemungkinan 15 persen anaknya mengalami

skizofrenia.

Sementara bila kedua orangtua menderita, maka 35-68 persen anaknya menderita

skizofrenia, kemungkinan skizofrenia meningkat apabila orangtua, anak dan

saudara kandung menderita skizofrenia (Benyamin, 1976). Pendapat ini didukung

Slater, 1966, yang menyatakan angka prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada

anggota keluarga yang individunya sakit dibandingkan dengan angka prevalensi

penduduk umumnya.

FAKTOR PSIKOLOGIK

Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental sangat

kompleks tergantung dari situasi, individu dan konstitusi orang itu. Hal ini sangat

tergantung pada bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Struktur

sosial, perubahan sosial dan tigkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam

pengalaman hidup seseorang.

Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi interpersonal yang

berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia. Perilaku yang sekarang

bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi merupakan

retensi pengumpulan dan pengambilan kembali.

Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan

kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat

tidak kuatnya hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau

dengan masyarakat sekitarnya. Gejala yang diperlihatkan oleh seseorang

merupakan perwujudan dari pengalaman yang lampau yaitu pengalaman masa

bayi sampai dewasa.

FAKTOR SOSIOBUDAYA

Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan terutama

mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam suatu sosiobudaya

tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Adanya perbedaan satu budaya dengan

budaya yang lainnya, menurut Zubin, 1969, merupakan salah satu faktor

terjadinya perbedaan distribusi dan tipe gangguan jiwa.

Page 10: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Begitu pula Maretzki dan Nelson, 1969, mengatakan bahwa alkulturasi dapat

menyebabkan pola kepribadian berubah dan terlihat pada psikopatologinya.

Pendapat ini didukung pernyataan Favazza

(1980) yang menyatakan perubahan budaya yang cepat seperti identifikasi,

kompetisi, alkulturasi dan penyesuaian dapat menimbulkan gangguan jiwa.

Selain itu, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan

jiwa Goodman (1983) yang meneliti status ekonomi menyatakan bahwa penderita

yang dengan status ekonomi rendah erat hubungannya dengan prevalensi

gangguan afaktif dan alkoholisma. (litbang)

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k4.htm

Konsep penyebab gangguan jiwa yang popular adalah kombinasi bio-psiko-sosial.

Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di

otak, dapat berupa kekurangan maupunkelebihan   neurotransmitter atau

substansi   tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan

organik yang nyata padas struktur otak misalnya pada demensia. Jadi tidak benar

bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa berarti ada sesuatu

yang rusak di otaknya. Pada kebanyakan kasus malah faktor perkembangan

psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya mereka

yang gemar melakukan tindak kriminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki

disebabkan karena masa perkembangan mereka sejak kecil sudah dihiasi

kekerasan dalam

rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer. Jadi

ilmu jiwa justru merupakan satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit medis

secara komplet, yaitu dari segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan

psikologis atau kejiawaan seseorang. Oleh karena itu pengobatan ilmu kejiwaan

juga bersifat menyeluruh, tidak sekedar obat minum saja, tetapi meliputi terapi

psikologis, terapi perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir.

Setiap individu hendaknya mengetahui konsep-konsep tentang gangguan jiwa

dan pencegahannya. Mungkin saat ini cukup banyak masyarakat awam yang rajin

membaca rubrik kesehatan baik lewat tabloid maupun internet, tapi sayangnya

permasalahan gangguan jiwa kurang popular jika dibandingkan masalah

osteoporosis, hipertensi, penyakit jantung, stroke, makanan sehat maupun

kesehatan kulit. Padahal yang perlu diketahui, gangguan jiwa dapat mengenai

siapa saja. Apalagi di tengah kehidupan yang semakin dipenuhi stressor seperti

sekarang ini. Tahukah Anda bahwa profesi yang paling banyak melakukan bunuh

diri di USA itu justru dokter spesialis kejiwaan?

Page 11: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Oleh karena itu mempelajari ilmu kejiwaan adalah penting dan lebih penting lagi

untuk dapat mempraktekkan kiat-kita untuk mendapatkan jiwa yang sehat. 

Konsep yang perlu Anda pahami adalah ada 3 mekanisme pertahanan utama jiwa

kita untuk menolak terjadinya gangguan jiwa di tengah terpaan badai kehidupan

sebagaimanapun. Ketiga benteng jiwa yang sehat itu adalah personality yang

tangguh, persepsi yang positif (positif thinking)dan kemampuan adaptasi.

Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran selama proses

perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya

asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan

dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika

diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik

dengan lingkungan benar maupun salah. Apabila kita berani SAY YES di

lingkungan yang benar dan SAY NO saat di lingkungan salah, lama kelamaan

kepribadian kita akan tangguh. Mengurung anak dengan tujuan menghindarinya

dari perkenalan dengan narkoba tidak menjamin bahwa kemudian ia tidak terjebak

narkoba, yang benar adalah menanamkan nilai-nilai yang tangguh kepada si anak

serta membiarkannya mengenal narkoba. Kepribadiannya yang tangguh itu

sendiri yang akan membuatnya berani menolak narkoba seumur hidupnya.

Persepsi juga perlu sebagai benteng kejiwaan. Seseorang yang selalu

memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari

depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa

yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi

kegagalan dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih

maupun menyalahi diri sendiri bahkan bunuh diri.

Dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan adaptasi karena segala sesuatu

dalam hidup ini potensial untuk berubah. Hari ini bisa hidup mapan, tapi hari esok

siapa tahu. Hari ini bisa bertemu kelompok orang yang asyik, hari esok siapa yang

dapat menjanjikan. Adaptasi akan membuat jiwa kita meliuk-liuk dalam kehidupan

seperti air yang mengalir. Dengan demikian kita dapat selalu menyesuaikan diri

dengan perubahan yang ada. Setiap menghadapi bencana maka kita dapat

mengubah pemikiran dari “mengapa semua ini harus kualami” menjadi “ setelah

semua ini menimpaku, aku harus melakukan apa?”. Dengan demikian kita akan

dapat bangkit dan semakin maju setiap kali terjatuh. Lain padang lain belalang,

lain lubuk lain pula ikannya. Artinya, jadilah seseorang yangflexible dengan

keadaan yang ada, NOW and HERE.

Leonardo Paskah Suciadi

http://www.wikimu.com/News/2008.

Page 12: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

NEUROSA   dan PSIKOSA

Angka kejadian/ Insidensi

*GANGGUAN JIWA RINGAN( NON-PSIKOTIK)

  20 – 60 PERMIL

*GANGGUAN JIWA BERAT (PSIKOTIK)

  1– 3 PERMIL

A. NEUROSA (PSIKONEUROSA)

Neurosa adalah kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat

diselesaikannya suatu konflik tidak sadar, kecemasan yang timbul dirasakan

secara langsung atau diubaholeh berbagai mekanisme pembelaan psikologik

=>dan muncullah gejala-gejala subyektif yang mengganggu.

Neurosa  merupakan istilah yang dipakai dalam sejarah penemuan gangguan ini,

dan secara diskriptif digunakan untuk menerangkan gangguan cemas, histeria,

dan obsesi tanpa kelainan fisik penderita.

Neurosa mengandung unsur etiologik dengan hakekat adanya konflik, dan

penderita bereaksi secara menyimpang terhadap beban kehidupan.

Gangguan yang timbul :

Ketegangan yang terjadi dari hubungan antar manusia yang mengecewakan sejak

kecil, sehingga mengganggu penyesuaiannya (adaptasi)

    Reaksi itu dapat berupa :

Ø   Gangguan lihat

Ø   Kelumpuhan

Ø   Tremor

Ø   Rasa takut

Ø   Cemas

Tanpa ada kerusakan organis.

Neurosa merupakan istilah yang menerangkan sekelompok gangguan jiwa yang

disebabkan oleh faktor psikologik tanpa dasar fisik atau organik yang ditandai

dengan kecemasan sebagai gejala utama serta diikuti oleh tingkah laku yang tidak

wajar.

PATOGENESE DAN DINAMIKA NEUROSA

Page 13: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Semua bentuk sumber kecemasan

Menimbulkan kecemasan

Berakar dalam kepribadian

dianggap sebagai sifat konstitusional

Page 14: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

MASALAH YANG TIMBUL PADA GANGGUAN NEUROTIK

                 Kecemasan yang mengambang bebas, biasanya serangannya mendadak

                 Menyerupai gangguan fisik, mencakup gejala sensorik, motorik atau penyakit somatik

                  Amnesia, fuque, kepribadian ganda, somnambulisme

                 Ketakutan irrasional yang disadari oleh klien

5. Obsesif-kompulsif       Impuls atau pikiran irasional yang muncul yang disadari oleh klien

                  Perasaan kesal, putus asa, celaan yang berlebihan terhadap diri sendiri

                 Perasaan lemah, lelah, kurang minat, keluhan badaniah

8. Depersonalisasi            Perasaan asing dan tidak wajar terhadap dirinya sendiri, tubuh dan lingkungannya

yang biasanya disadari oleh klien.

9. Hipokhondrik               Perasaan cemas tentang adanya penyakit pada berbagai organ tubuhnya.

                   

B.   PSIKOSA

Menurut PPDGJ I Th. 1973

Adalah suatu gangguan fungsi kepribadian (mental) seseorang sampai suatu taraf

tertentu, sehingga tidak memungkinkannya lagi melakukan beberapa tugas secara

memuaskan seperti :

·                                           Daya kemampuan menilai realitas

· Daya kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan dunia luar

·                                           Daya kemampuan tanggapan Pancaindera

· Daya kemampuan tanggapan perasaan (afektif)

Menurut PPDGJ II Th. 1983

Adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality.)

Hal ini dapat diketahui dengan terdapatnya

*Gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi)

*Gangguan pada proses berfikir

*Gangguan pada psikomotorik dan kemauan,  sehingga  :

Semuanya tidak sesuai lagi dengan kenyataan, pasien tidak dapat“dimengerti”

atau “dirasai”  lagi oleh orang normal.

Orang awam sering menyebut  “GILA”, tetapi pasien sendiri merasa tidak sakit.

Menurut PPDGJ III Th. 1993

Istilah “Psikotik” dipertahankan sebagai suatu istilah diskriptif, khususnya dalam

F.23. Gangguan psikotik akut dan sementara. Penggunaannya tidak melibatkan

asumsi mekanisme psikodinamik, dan hanya menunjukkan adanya hallusinasi,

waham, atasu sejumlah kelainan perilaku tertentu, seperti eksitasi (kegairahan),

dan overactivity (aktivitas yang berlebih), retardasi psikomotor yang berat dan

perilaku katatonik.

Page 15: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Konsep gangguan jiwa menurut  PPDGJ-III yang merujuk pada SDM IV adalah :“ Mental disorder is conceptualized as clinically significant behavioral or psychological syndrome or pattera that occurs in an individual and that is associated with present distress (eg. A painfull symtom) or disability (ic, impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant increased ask of suffering death pain, disability, or an important loss of freedom (Maskun Rusdi, 1998)

Evaluasi klien psikiatrik terdiri atas dua bagian : informasi subyektif yang

dikaitkan oleh pasien, dan informasi obyektif yang didapat melalui observasi. Hal

ini merupakan dasar dari suatu penilaian psikiatrik. Ini berlaku untuk individu

pasien anak, dewasa, pasangan dan keluarga (Dep Kes RI, 1997).

Pengertian Psikosa

Adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (“sense of

reality”) Hal ini diketahui dengan terdapatnya gangguan pada hidup perasaan

(afek dan emosi), proses berfikir, psikomotorik kemauan, sedemikian rupa

sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi.

Penderita tidak dapat “dimengerti” dan tidak dapat “dirasai” lagi oleh orang

normal, karena itu seorang awampun dapat menyatakan bahwa orang itu “gila”,

bila psikosa itu sudah jelas. Penderita sendiri juga tidak memahami penyakitnya,

ia tidak merasa sakit

( WF Maramis, 2004).

          Adalah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul  karena penyebab

organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan

kemampuan berfikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi,

menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian

rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat

terganggu (WF Maramis,2004).

Psikosa ditandai dengan perilaku yang regrasif, hidup perasaan yang tidak sesuai,

berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan hallusinasi.

Istilah psikosa dapat dipakai untuk keadaan seperti yang disebutkan diatas

dengan variasi yang luas mengenai

berat dan lamanya. Menninger menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai

sebagian besar pola psikotik, yaitu :

1. Perasaan sedih, rasa bersalah dan rasa tidak mampu yang mendalam

2. Keadaan rangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai

pembicaraan     dan motorik yang berlebihan

3. Regresi ke otisme (“ Autism”), Manerisme pembicaraan dan perilaku, isi pikiran

yang  berwaham, acuh tak acuh terhadap harapan sosial

Page 16: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

4. Pre okupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderungan membela diri

atau rasa kebesaran

5. Keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan hallusinasi

(WF Maramis, 2004)

Dapat digambarkan secara umum bahwa Psikosa adalah suatu gangguan jiwa

yang serius yang timbul karena penyebab organik ataupun fungsional

(emosional /psikogenik) dan menunjukkan gangguan kemampuan :

·       Berfikir

·       Bereaksi secara emosional

·       Mengingat

·       Berkomunikasi

·       Menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu.

Sehingga tuntutan pemenuhan hidup sehari-hari sangat terganggu, ditandai

dengan adanya :

Ø    Perilaku yang regressif

Ø    Alam perasaan yang tidak sesuai

Ø    Berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls

Ø    Adanya waham dan hallusinasi

Pada umumnya keluhan atau gejala  pasien secara garis besar sbb:

a.    Adanya gejala psikotik

b.    Kecemasan yang tidak rasional dan perilaku menghindar

c.     Gangguan afek

d.    Perilaku antisosial

e.     Keluhan fisik dan kecemasan yang tidak rasional tentang penyakit fisik

f.      Kesulitan belajar dan konsentrasi

Masalah klasik yang timbul sehubungan dengan psikotik berkisar pada hal –hal

berikut :

1.    Gangguan pada alam perasaan, sedih, rasa bersalah dan perasaan tidak mampu

yang mendalam

2.    Irritabilitas yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, pembicaraan dan motorik

yang berlebihan

3.    Gangguan komunikasi, regressi ke otisme, manerism pembicaraan dan perilaku

4.    Gangguan isi pikiran yang berwaham

5.    Acuh tak acuh terhadap masa depan

6.    Gangguan curiga, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran

7.  Gangguan bingung dan delirium dengan gangguan orientasi dan hallusinasi.

Page 17: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Skizofrenia (Psikosa Fungsional)

Pengertian  :

Skizofrenia  adalah Demensia prekoks, dalam perjalanan penyakitnya

memperlihatkan adanya deteriorasi. Digolongkan katatonik, hebrefrenik dan

keadaan paranoid, dasar gangguan ini adalah terpecahnya fungsi-fungsi

psikologik. Ia memberi nama baru dengan istilah “Skizofrenia”, deteriorasi tidak

selalu harus ada, isi dan arti dari gejala-gejala psikotik lebih diutamakan

(WF Maramis, 2004)

 Psikopatologi

Penyebab gangguan skizofrenia belum diketahui dengan pasti. Adabeberapa teori

penyebab :

1.  Teori Somatogenik

          (1) Keturunan                       :diturunkan melalui gen yang resesif

                :sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas,  Kehamilan dan puerperium

               : Mungkin disebabkan oleh kesalahan metabolisme   (inborn error of metabolism)

(4) Susunan saraf pusat      : Diduga ada kelainan susunan saraf pusat yang dapat  menyebabkan

gangguan neurotransmitter

2.  Teori Psikogenik

          (1) Adolf Meyer          : suatu kondisi mal-adaptasi

          (2) Sigmund Freud               : adanya kelemahan ego

                    (3) Eugen Bleuler            : adanya jiwa yang terpecah belah atau disharmoni

         

(4) Stres psikologik     : adanya persaingan antara saudara kandung,

hubungan            yang kurang baik dalam keluarga, pekerjaan dan   Masyarakat

3.  Teori Sosiogenik

          (1) Keadaan sosial ekonomi

          (2) Pengaruh keagamaan

          (3) Nilai-nilai moral dan lain-lain

4.Akhirnya muncul teori yang menganggap bahwa skizofrenia dapat  disebabkan oleh

bermacam-macam sebab, meliputi ketiga teori diatas ( Pandangan holistik)

(Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1997).

Gejala-gejala skizofrenia  dibagi menjadi 2(dua) kelompok :

Page 18: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

          1.  Gejala-gejala primer

                   (1) Gangguan proses pikiran

                   (2) Gangguan emosi

                   (3) Gangguan kemauan

                   (4) Gangguan otisme

          2.  Gejala-gejala sekunder

                   (1) Waham

                   (2) Hallusinasi

                   (3) Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain

                   (WF Maramis, 2004)

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut  PPDGJ III  tahun 

1993, yaitu :

          F 20. 0     Skizofrenia paranoid

          F 20. 1     Skizofrenia hebefrenik

          F 20. 2     Skizofrenia katatonik

          F 20. 3     Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)

          F 20. 4     Skizofrenia pasca-skizofrenia

          F 20. 5     Skizofrenia residual

          F 20. 6     Skizofrenia simpleks

          F 20. 7     Skizofrenia lainnya

          F 20. 8     Skizofrenia YTT

           

          DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING

Menurut Eugen Bleuler  diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat 

gejala-gejala primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidak

seimbangan) pada unsur-unsur kepribadian (proses pikir, afek/emosi, kemauan

dan psikomotorik), diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.

Kurt Schneider (1939) menyusun gejala rangking pertama (“first rank

symtoms) dan berpendapat bahwa diagnosa skizofreniasudah boleh dibuat bila

terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan

syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun.  (WF Maramis, 2004).

Page 19: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Gejala-gejala rangking pertama menurut Schneider ialah 

          1.   Hallusinasi pendengaran

                   (1) Pikirannya dapat didengar sendiri

                   (2) Suara-suara yang sedang bertengkar

                   (3) Suara-suara yang mengkomentari perilaku penderita

          2.      Gangguan batas ego

(1)Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar

(2) Pikirannya diambil atau disedot keluar

(3) Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya dimasukkan kedalam pikiran

orang lain

(4) Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum

(5) Perasaannya dibuat oleh orang lain

(6) Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain

(7) Dorongannya dikuasai orang lain

(8) Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Menurut Prof. Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosa skizofrenia

dengan memperlihatkan gejala-gejala pada tiga buah koordinat, yaitu :

(1) Koordinat pertama (intinya organobiologik)

Yaitu  :Otisme, gangguan afek dan emosi, gangguan assosiasi(proses

berfikir), ambivalensi (gangguan kemauan), gangguan aktivitas (abulia atau

kemauan yang menurun) dan gangguan konsentrasi.

(2) Koordinat kedua (intinya psikologik)

Yaitu   :gangguan pada cara berfikir yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kepribadian

dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematik motivasi dan

psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan

              (WF Maramis, 2004)

       PROGNOSA

     Dahulu bila diagnosa skizofrenia dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada

harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan

menuju kemunduran mental (deteriorasi mental).

       Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi sembuh, maka

diagnosanya harus diragukan.      

       Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bahwa bila penderita itu datang

berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga

Page 20: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

dari mereka akan sembuh sama sekali (“ Full remission atau recovery), sepertiga

yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih harus sering

diperiksa dan diobati selanjutnya (“Social recovery”), sepertiga sisanya biasanya

mempunyai prognosa yang jelek, mereka tidak dapat berfungsi didalam

masyarakat dan menuju

kekemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di Rumah Sakit

Jiwa.

Untuk menetapkan prognosa, kita harus mempertimbangkan semua faktor

dibawah ini :

1.    Kepribadian Pre-psikotik  : bila skizoid dan hubungan antar manusia memang    

kurang memuaskan, maka prognosanya lebih jelek. Bilaskizofrenia timbul secara

akut, maka prognosa lebih baik dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-

pelan.

2.    Jenis skizofrenia                     : jenis katatonik memiliki prognosa paling baik dari

pada semua jenis. Jenis hebefrenia dan simpleksmemiliki prognosa yang sama

jelek.

3.    Umur                                         : Semakin muda umur permulaannya, semakin jelek

prognosanya

4.    Pengobatan                             : Semakin lekas mendapat pengobatan, semakin baik

prognosanya

5.    Faktor keturunan                    : prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga

terdapat seorang atau lebih yang juga menderitaskizofrenia.

      

(WF Maramis, 2004)

PENGOBATAN

       Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, karena keadaan psikotik yang lama

menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju

kekemunduran mental.

       Terapis jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang tidak

dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu makhluk yang aneh dan inferior.

Keluarga atau orang lain dilingkungan penderita diberi penerangan (manipulasi

lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.

Macam-macam pengobatan

1.    Farmako terapi

2.    Terapi elektro- konvulsi (TEK)

3.    Terapi koma insulin

Page 21: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

4.    Psikoterapi dan rehabilitasi

5.    Lobotomi Prefrontal

       (WF Maramis,  1998)

Farmakoterapi

                    Dari sudut organobiologi sudah diketahui bahwa padaskizofrenia (dan juga

gangguan jiwa lainnya) terdapat gangguan pada fungsi neurotransmitter sel-sel

susunab saraf pusat (otak) yaitu pelepasan zat dopamin dan serotonin yang

mengakibatkan gangguan proses  pikiran, alam perasaan dan perilaku

sebagaimana yang telah diuraikan pada bab III : gejala klinisskizofrenia. Oleh

karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan

fungsi neurotransmitter tadi, sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan

atau dengan kata lain penderita skizofrenia dapat diobati

(Dadang Hawari, 2001)

       (1) Pemberian Anti psikosis

          1). Neuroleptika dosis efektif tinggi (diberikan) dalam dosis terbagi 2 – 3   kali/

sehari

          - Khlorpromazin  :          75 – 500 mg (per-os)

                                                     Injeksi 25 – 50 mg/kali (im)

          - Perazin                :          50 – 60 mg (per-os)

          -Thioridazin          :          75 – 500 mg (per-os)

          Diutamakan untuk skizofrenia yang disertai penyakit organik, misalnya skizofrenia

dengan gangguan hepar

  (2). Neuroleptika dengan dosis rendah (diberikan dalam dosis terbagi )   1-2 kali /

sehari

- Flupenazin HCL      : 5 – 10 mg (per-os)

- Flupenazin depo       : 25 mg /4 minggu (intra musculer)

- Trifluoperazin          : 3 – 20 mg (per-os)

- Haloperidol               : 5 – 15 mg(per-os)

- Pimozid                      : 2 – 8 mg (per-os)

  (Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1994)

(3).  Terapi elektro-konvulsi (TEK)

              Tidak lebih unggul dibandingkan dengan obat-obatan, tetapi bila diberikan

bersama-sama akan lebih mempercepat proses penyembuhan.

              (Maramis, 2004)

Page 22: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

(4). Terapi Koma insulin    

              Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, 

hasilnya memuaskan. Prosentase kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam

waktu 6 (enam) bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi

hasil yang baik pada katatonia dan skizofrenia paranoid.

(WF Maramis, 2004)

(5).  Psikoterapi dan Rehabilitasi  

              Bertujuan untuk memperkuat fungsi ego dengan cara psikoterapi agar pasien bisa

bersosialisasi. Manipulasi lingkungan agar lingkungan dapat memahami dan

menerima keadaan pasien, membimbing dalam kehidupan sehari-hari, memberi

kesibukan atau pekerjaan untuk pasien. Mengawasi minum obat secara teratur

dalam jangka waktu lama dan membawa pasien untuk pemeriksaan ulang.

              (Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa,1994)

(6).    Lobotomi Prefrontal

              Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita

sangat mengganggu lingkungannya.

              (WF Maramis, 2004)

       PERAWATAN KLIEN GANGGUAN JIWA

Menurut Carpenito (1989), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses

terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien,

keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Kelliat,

1991). Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik

tersebut yaitu : Proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu

perawat dalam melakukan praktek keperawatan, menyelesaikan masalah

keperawatan klien dan atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis,

sistematis dan terorganisasi.

       Pada dasarnya proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaikan

masalah (problem solving). Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan

asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien dapat

diidentifikasi dan diprioritaskan untuk dipenuhi dan diselesaikan.

       Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan

keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, tidak untuk bagi individu klien. Proses

keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes dan

terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien berubah. Tahap demi

tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosa keperawatan tidak

mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada.

       Proses keperawatan merupakan sarana/wahana kerjasama perawat dan klien yang

umumnya pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun

pada proses sampai akhir diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat

sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat

Page 23: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan atau masalah

teratasi.

KEKAMBUHAN KLIEN GANGGUAN JIWA

Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana penyakit dapat hilang timbul sewaktu-

waktu dengan kondisi yang sama ataupun berbeda (  Sullinger, 1988). Penderita

gangguan jiwa diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama dan sekitar 70

% pada tahun kedua dan 100 % pada tahun kelima setelah pulang dari Rumah

Sakit (Carson & Ross, 1997)       Menurut Sullinger penyebab kekambuhan dapat diidentifikasi menjadi 4 antara

lain :

      Klien (Penderita)

      Diketahui bahwa klien yang gagal minum obat dengan teratur mempunyai

kecenderungan untuk kambuh. Menurut hasil penelitian menunjukkan 25 %

sampai 50 % klien dari  RS Jiwa tidak memakan obat dengan teratur (Appleton,

1982 yang dikuti Sullinger, 1988). Klien kronis sulit memakan obat karena adanya

gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.

Dokter sebagai pemberi resep

      Memakan obat dengan teratur dapat menekan terjadinya kekambuhan. Namun

pemakaian neuroleptika yang lama dapat menyebabkan efek samping Tardive

diskenia yang bisa mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak

terkontrol.

Perawat sebagai penanggung jawab kasus atau case manager

      Setelah klien pulang dari perawatan di Rumah Sakit, maka yang bertanggung jawab

atas program adaptasi klien di rumah adalah perawat Puskesmas. Penanggung

jawab klien mempunyai banyak waktu untuk bertemu klien, sehingga dapat

mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakan

       Keluarga

      Dalam penelitian Snyder (1981) dan Vaugh (1976), memperlihatkan bahwa keluarga

dengan ekspresi emosi “Para penderita gangguan jiwa di negara kita masih

menjadi golongan yang tersisih. Kondisi ini disebabkan tingkat kesadaran

masyarakat masih rendah, adanya stigma negatif terhadap para penderita,

ketertutupan pihak keluarga terdekat akibat perasaan malu memiliki anggota

keluarga yang mengalami gangguan jiwa

hingga fasilitas pengobatan dan rehabilitasi yang masih kurang. Ini yang harus

kita perbaiki,” jelasnya.

Perawatan psikososial yang tinggi diperkirakan terjadi kekambuhan dalam waktu

9 bulan. Hasilnya 57 % dirawat oleh keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi

dan 17 % dengan keluarga yang mempunyai ekspresi emosi rendah. Dengan

Page 24: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

terapi keluarga diharapakan dapat menurunkan ekspresi emosi yang

tinggi.   ( Budi Anna Kelliat, 1997).Untuk itu, dr Widya menjelaskan perlu dilakukan perawatan intensif dengan pendekatan kekeluargaan (psikososial). Terapi jenis itu, lanjutnya, menekankan peran aktif anggota keluarga dan Iingkungan sekitar dalam interaksi dengan pasien. Namun untuk mencapai kondisi ini, pasien harus terlebih dulu menjalani terapi lain, seperti pemberian obat yang teratur hingga terapi kejang listrik (ECT).Dokter Widya meminta agar tidak membiarkan pasien berada sendirian atau diganggu oleh ejekan lingkungannya. Pasien sebaiknya dilibatkan dalam pembicaraan yang menarik minatnya, atau berikan keleluasaan untuk menyalurkan bakat dan hobinya.“Hal terpenting adalah jangan biarkan faktor penyebab stres menimpa mereka. Kita harus memasukkan perawatan dan rehabilitasi penyakit jiwa ini ke dalam program prioritas kesehatan masyarakat. Harus juga diupayakan supaya program jaminan sosial kesehatan masyarakat miskin (askeskin) mencakup pelayanan untuk para penderita gangguan jiwa. Hal ini harus kita lakukan sebagai bagian dan upaya mencapai derajat kesehatan komprehensif secara fisil, mental, dan sosial,” tambah Fachmi. (*/S-4)

Sumber : Media Indonesia , Rabu, 31 Oktober 2007http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=19&tbl=terkini

GANGGUAN PSIKOTIK

- Hendaya berat dalam daya nilai realitas

                                               (+)

- Dasar organik            

                                               (-)

GANGGUAN NEUROTIK

- Daya nilai realitas tak terganggu

- Dasar Organik (-)

- Kepribadian tetap utuh

Page 25: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

- Perilaku kadang - kadang terganggu tapi dalam batas norma-norma sosial

  PERBANDINGAN ANTARA PSIKONEUROSA DAN PSIKOSA

FAKTOR NEUROSA PSIKOSA

Perilaku Umum Dekompensasi kepribadian ringan, kontak dengan realita dan fungsi social terganggu

Dekompensasi kepribadian hebat, kontak dengan realita sangat terganggu, tidak dapat berfungsi sosial

Gejala – gejala Gejala psikologik dan somatik bervariasi luas, tetapi tidak terdapat hallusinasi atau gangguan proses berfikir, emosi dan tindakan yang ekstrim

Gejala bervariasi luas dengan waham dan hallusinasi, kedangkalan emosi dan perilaku hebat

Orientasi Penderita jarang kehilangan orientasi terhadap lingkungan

Penderita sering kehilangan orientasi terhadap lingkungan

Pemahaman (Insight)

Penderita sering masih memahami bahwa ia terganggu

Penderita jarang sekali memahami bahwa ia terganggu

Aspek Sosial Perilaku penderita jarang membahayakan diri sendiri atau masyarakat

Perilaku penderita sering berbahaya bagi diri sendiri dan atau masyarakat

Perawatan dan pengobatan

Jarang diperlukan perawatan di Rumah Sakit

Biasanya diperlukan perawatan di Rumah Sakit

Gejala gejala Klasik

Mengeluh, tetapi orang lain menganggap tidak apa-apa

Tidak merasa sakit, perilaku tidak wajar, orang lain terganggu.

DAFTAR PUSTAKA

 Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1983), Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa, Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta

 Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1993), Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa, Direktorat Kesehatan Jiwa ,Jakarta

Hawari Dadang, dr (2001), Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia,Fakultas Kedokteran, Jakarta.

Hurlock, Elisabeth, (1998), Psikologi Perkembangan, Jakarta, Erlangga

Page 26: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

Kelliat Budi Anna, Dr, (1998), Peranan Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Leonardo Paskah Suciadi  http://www.wikimu.com/News/2008Morgan HG, et al, (1995), Segi Praktis Psikiatri, Bina Rupa Aksara, Jakarta

Maramis, WF,Dr,(2004), Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University, Surabaya

http://masarie.wordpress.com/tag/gangguan-jiwa/2008

http://www.pontianakpost.com/2008

http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=18&tbl=terkini

http://masarie.wordpress.com/tag/gangguan-jiwa/2008

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k4.htm

http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=19&tbl=terkiniIngram, Im, et al,(1995), Catatan Kuliah Psikiatri, EGC, Jakarta

Soal  : Essay

1. Apa yang dimaksud dengan “ Disability” dalam konsep gangguan jiwa

menurut PPDGJ- III ? berikan penjelasan dengan contoh ?

2. Jelaskan untuk kepentingan apa, seorang perawat harus memahami

tentang PPDGJ ? berikan contoh ?

3. Jelaskan  tentang faktor penyebab gangguan Jiwa ?

4. Buatlah matrik perbandingan antara psikosa dan psikoneurosa?

5. Psikopathologi Skizofrenia ada 4 pandangan ? sebut dan jelaskan masing-

masing pandangan tersebut ?

Soal  : Multiple Choice

1. Menurut konsep Gangguan Jiwa terdapat butir –butir :1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa   Sindrom atau Pola Perilaku2. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa Sindrom atau pola psikologik

3.Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress),disfungsi organ tubuh4. No 1 dan 2 saja yang benar

Page 27: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

2. Gangguan akibat alkhohol dan obat/zat, termasuk dalam klasifikasi :      a. Gangguan Mental organik      b. Gangguan Mental Psikotik      c. Gangguan Neurotik dan gangguan Kepribadian      d. Gangguan masa kanak, remaja, dan perkembangan      e. Semua diatas benar

3. Istilah  tepat tentang “Gangguan Jiwa” yang digunakan dalam PPDGJ – III adalah

      a. Mental Illness      b. Mental Desease      c. Mental Disorder      d. Mental Organik      e. Mental Disstress

4. Menurut Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ- III, bahwa Skizofrenia, memiliki dan termasuk pada  kode diagnosis :

      a. F 20 – F 29      b. F 30 – F 39      c. F 40 – F 49

d. F 50 – F 59e. F 60 – F 69

5. Didalam Pengelompokan diagnosis Multiaksial diperlukan untuk tujuan :           1. Perencanaan terapi      2. Meramalkan outcome (prognosis)      3. Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis      4. Menangkap kompleksitas situasi klinis

6. Angka kejadian pada gangguan psikotik jauh lebih rendah dari gangguan Non-psikotik yaitu :

           a. 1 – 3 prosen      b. 1 – 3 permil      c. 1- 30 pernil      d. 2 – 6 permil      e. 2 – 6 prosen

7. Salah satu pernyataan pada prognosa skizofrenia dibawah ini salah yaitu :

a. Kepribadian Prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar manusia memang     kurang

memuaskan, maka prognosanya lebih jelek. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka

prognosa lebih baik dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.

Page 28: Konsep Gangguan Jiwa Dalam Ppdgj

b.Jenis Skizofrenia                       : jenis katatonik memiliki prognosa paling baik dari pada

semua jenis. Jenis hebefrenia dan simpleks memiliki prognosa yang sama jelek.

c.Umur                             : Semakin muda umur permulaannya, semakin baik

prognosanya.

d.Pengobatan                  : Semakin lekas mendapat pengobatan, semakin baik

prognosanya

e. Faktor Keturunan                    : prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga

terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia.

8. Bermacam –macam jenis Neurosa diantaranya adalah Neurosa Obsesif –kompulsif

yaitu ditandai dengan :

a.Kecemasan yang mengambang bebas, biasanya serangannya mendadak

b.Menyerupai gangguan fisik, mencakup gejala sensorik, motorik atau peny. Fisik.

c.Amnesia, fuque, kepribadian ganda, somnambulisme

d.Ketakutan irrasional yang disadari oleh klien

E.Impuls atau pikiran irasional yang muncul yang disadari oleh klien

9.Menurut Sullinger penyebab kekambuhan dapat diidentifikasi menjadi 4 antara lain :

 1. Klien (Penderita) sendiri

 2. Dokter sebagai pemberi resep   

 3. Perawat sebagai penanggung jawab kasus atau case manager

 4. Tetangga

10. Jenis terapi yang bertujuan untuk memperkuat ego klien  adalah .

      a. Farmakoterapi

      b. Elektro konvulsi terapi

      c. Psikoterapi Terapi dan rehabilitasi

      d. Lobotomi Prefrontal

      e. Insulin syok terapi