1
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
S istem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa pembangunan kesehatan mencakup Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan,
yang diterjemahkan menjadi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Atas berkat Tuhan Yang Maha Esa, Program ini telah menyelesaikan kinerjanya pada Tahun 2013 dan mencapai target kinerja yang ditentukan.
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dilaksanakan untuk menjamin op malnya dukungan sektor kefarmasian dan alat kesehatan bagi pelaksanaan program-program kesehatan. Pelaksanaan program ini menjadi semakin luas, mengingat defi nisi sediaan farmasi yang mencakup obat, obat tradisional, kosme ka, hingga makanan. Tantangan yang dihadapi semakin besar, tetapi dengan sinergi bersama Pemerintah Daerah, Kementerian/Lembaga lain, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat, Program ini diyakini dapat semakin menjawab tantangan tersebut dengan intervensi yang membumi.
Buku ini, -Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2013- disusun dak semata untuk menggambarkan beberapa hasil kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2013, tetapi juga sebagai bahan informasi bagi pemangku kepen ngan kefarmasian dan alat kesehatan nasional, yang selanjutnya memberi kri si membangun penyempurnaan program. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memudahkan kita untuk terus bersinergi dalam menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat bagi tercapainya cita Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Jakarta, Mei 2014Direktur JenderalBina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D.
KATA PENGANTAR
2
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. Advokasi Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas kepada Mahasiswa Program Profesi Apoteker
II. So ware Pelayanan Informasi Obat 2013
III. Audiovisual Tentang Pelayanan Kefarmasian di Komunitas
IV. Formularium Nasional (Fornas)
V. Da ar Obat Essensial Nasional (DOEN)
VI. Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan POR melalui Metode Cara Belajar Insan Ak f (CBIA)
VII. Coaching/Pendampingan bagi Pelaku Usaha Jamu Gendong (UJG) dan Usaha Jamu Racikan (UJR)
VIII. Sosialisasi Makanan Jajanan Anak Sekolah
IX. Penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Pembinaan Industri Alat Kesehatan
X. Ser fi kasi ISO 9001 Pada Pelayanan Perijinan Alat Kesehatan dan PKRT
XI. Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kefarmasian
XII. Perkembangan Da ar Obat Generik Tahun 2013
XIII. Jumlah Obat Generik yang Harganya Turun, Naik, dan Tetap (2010-2013)
DAFTAR ISI
1
2
4
6
7
14
15
16
18
25
27
8
9
10
13
3
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
XIV. Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dalam Rangka Penyusunan e-Catalogue Tahun 2014
XV. Penyediaan Obat dan Vaksin
XVI. Ketersediaan Obat dan Vaksin
XVII. Dana Alokasi Khusus Tahun 2013
XVIII. Workshop ASEAN Forum On Pharmaceu cal Care and It’s Eff ec ve Implementa on in ASEAN
XIX. Pelaksanaan Kemandirian Bahan Baku Obat
XX. Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED)
XXI. Sistem Perizinan dan Pelaporan Elektronik
XXII. Monitoring dan Evaluasi Sarana Distribusi Alat Kesehatan
XXIII. Monitoring dan Evaluasi Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
XXIV. Sampling Alat Kesehatan dan PKRT di Provinsi
XXV. Penyusunan Kompendium Alat Kesehatan
XXVI. Workshop Harmonisasi Regulasi Alat Kesehatan Bekerjasama dengan USAID
XXVII. Training Clinical Evalua on and Inves ga ons for Medical Devices
XXVIII. Registrasi Online Alat Kesehatan dan PKRT
XXIX. Sistem Pengawasan Alat Kesehatan Online (E-Watch)
XXX. INSW, INTR dan SSO
30
55
60
61
69
70
71
72
73
74
76
77
78
31
35
40
57
4
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
A dvokasi Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas kepada Mahasiswa Program Profesi Apoteker pada Tahun 2013
dilaksanakan di 3 provinsi, yaitu:
• Jawa Barat dilaksanakan di Kampus Ins tut Teknologi Bandung dan melibatkan Universitas Padjadjaran, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung dan Universitas Jenderal Ahmad Yani.
• Yogyakarta dilaksanakan di Kampus Universitas Gajah Mada dan melibatkan Universitas Islam Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Sanata Dharma dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
• DKI Jakarta dilaksanakan di Kampus Universitas Indonesia dan melibatkan Universitas Pancasila, Ins tut Sains dan Teknologi Nasional, Universitas Muhammadiyah Prof. dr. Hamka, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
I. Advokasi Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas kepada Mahasiswa Program Profesi Apoteker
5
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk seminar kepada mahasiswa program profesi apoteker dengan tema “Prospek Puskesmas dan Fungsi Strategis Apoteker dalam Pelayanan Kesehatan Pada Era SJSN” yang bertujuan untuk advokasi dan sosialisasi sekaligus pembelajaran bagi calon apoteker yang nan nya akan bertanggungjawab dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas. Melalui kegiatan ini diharapkan perguruan nggi farmasi dapat mendukung dengan cara
mempersiapkan mahasiswa program profesi apoteker agar mampu melaksanakan profesinya dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas, khususnya di era Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Setelah kegiatan ini dilaksanakan, beberapa perguruan nggi farmasi tersebut semakin intensif untuk
mengadakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) untuk mahasiswa program profesi apoteker di puskesmas antara lain ak f dalam rumatan metadon, visite mandiri, visite bersama dokter dan konseling. Selain itu, puskesmas di Kota Yogyakarta telah mengangkat apoteker honorer untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di puskesmas.
Gambar 1. Advokasi Pelayanan Kefarmasian kepada Mahasiswa Program Profesi Apoteker di Yogyakarta
GamAdvoMahYogy
6
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
So ware Pelayanan Informasi Obat 2013 merupakan database obat yang terdiri dari 300 item generik obat (Da ar Obat Esensial Nasional)
dengan monografi : nama dan struktur kimia, golongan, nama dagang, indikasi, perha an pada penggunaan offl abel, dosis, cara pemakaian, frekuensi dan lama pemberian, farmakologi, stabilitas dan penyimpanan, kontra indikasi, peringatan dan atau perha an, efek samping dan reaksi obat yang dak dikehendaki, interaksi obat (dengan obat lain,dengan makanan), monitoring pasien, bentuk-kekuatan sediaan, dan da ar pustaka. So ware PIO 2013 dibuat dalam bentuk CD aplikasi desktop yang dibagikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek. So ware Pelayanan Informasi Obat digunakan sebagai sumber informasi obat up date/terkini bagi apoteker dan tenaga kesehatan yang memerlukan informasi obat.
II. Software Pelayanan Informasi Obat 2013
Gambar 2. CD So ware Pelayanan Informasi Obat
Gambar 3. Tampilan Hasil Pencarian Monografi Obat pada So ware
ambar 2. CD So ware Pelayanan Informasi Obat
G b 3 T il H il P i M fi Ob t d
ar 2. CD So ware Pelayanan Informasi Obat
7
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Audiovisual Tentang Pelayanan Kefarmasian Di Komunitas menggambarkan keseluruhan pelayanan kefarmasian oleh apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian di puskesmas, klinik dan apotek yang dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian. Audiovisual dibuat dalam bentuk DVD yang dibagikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, Puskesmas dan Apotek. Manfaat dari audiovisual ini adalah sebagai sarana advokasi/sosialisasi kepada stakeholder terkait dan sebagai sarana untuk menggambarkan kegiatan apoteker dalam pelayanan farmasi komunitas.
III. Audiovisual Tentang Pelayanan Kefarmasian di Komunitas
Gambar. 6. Homecare
Gambar 5. Konseling Obat di Apotek
Gambar 4. Audiovisual Tentang Pelayanan Kefarmasian di Komunitas Gambar. 6. Homecare
8
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 pasal 25 menyatakan bahwa da ar dan harga obat, serta bahan medis habis pakai
yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ber k tolak dari hal tersebut, maka disusunlah Formularium Nasional (Fornas) yang digunakan sebagai acuan didalam pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, baik primer, sekunder maupun tersier.
Tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efek fi tas dan efi siensi pengobatan sehingga tercapai penggunaan obat secara rasional. Bagi tenaga kesehatan, Fornas bermanfaat sebagai “pengaman” bagi penulis resep, mengop malkan pelayanan kepada pasien, memudahkan perencanaan, dan penyediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya Fornas maka pasien akan mendapatkan obat terpilih yang tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan terjangkau, sehingga akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang se nggi- ngginya.
Fornas 2013 disusun oleh Komite Nasional (Komnas) Penyusunan Formularium Nasional 2013 yang beranggotakan pakar/ahli di bidang farmakologi, kedokteran dan perwakilan dari organisasi profesi dokter spesialis, dengan persyaratan antara lain dak memiliki confl ict of interest, serta unit terkait di
Kementerian Kesehatan, yang disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228/MENKES/SK/VI/2013. Fornas berisi 519 item obat/zat ak f (dalam 923 kekuatan/bentuk sediaan) yang tercantum dalam 29 kelas terapi, 90 sub kelas terapi, 33 sub sub kelas terapi, dari 16 sub-sub sub kelas terapi.
Fornas akan di njau dan disempurnakan secara berkala paling lambat se ap 2 (dua) tahun, disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kajian pola penyakit.
IV. Formularium Nasional (Fornas)
Gambar 7. Buku Formularium Nasional dan Da ar Obat Esensial NasionalGambar 7. Buku Formularium Nasional dan Da ar Obat
9
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Da ar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan da ar obat yang berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan
diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan ngkatnya. DOEN yang disusun untuk seluruh strata pelayanan kesehatan, merupakan perangkat manajerial utama untuk meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Selain menjadi acuan dalam pengadaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan, DOEN juga menjadi acuan dasar untuk penyusunan pedoman, kebijakan, dan da ar obat lain, termasuk da ar obat yang akan digunakan sebagai standar wajib di pelayanan kesehatan era Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yaitu Formularium Nasional.
V. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
Sesuai amanah Undang Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 DOEN direvisi se ap 2 (dua) tahun, disesuaikan dengan perkembangan di bidang kedokteran dan farmasi, serta perubahan pola penyakit. Revisi DOEN dilakukan oleh Komite Nasional Penyusunan Da ar Obat Esensial Nasional 2013, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan, terdiri dari pakar dibidang farmakologi, farmakologi klinik, prak si farmasi, wakil dari organisasi profesi dokter dan dokter spesialis, Badan Pengawas Obat dan Makanan, rumah sakit, serta unit terkait di Kementerian Kesehatan.
Revisi DOEN terakhir dilakukan pada Tahun 2013 dengan ditetapkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 312/MENKES/SK/IX/2013 tentang Da ar Obat Esensial Nasional 2013. DOEN 2013 berisi 324 item obat/zat ak f (dalam 519 kekuatan/bentuk sediaan) yang tercantum dalam 29 kelas terapi, 86 sub kelas terapi, 21 sub sub kelas terapi, dan 16 sub sub sub kelas terapi.
10
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Pengobatan sendiri atau swamedikasi (self medica on) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat untuk
mengatasi keluhan atau gejala penyakit, sebelum mereka memutuskan untuk mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan. Lebih dari 60% masyarakat mempraktekkan self-medica on ini, dan lebih dari 80% di antara mereka mengandalkan obat modern (Flora, 1991). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 menunjukkan bahwa 35,2% masyarakat Indonesia menyimpan obat di rumah tangga, baik diperoleh dari resep dokter maupun dibeli sendiri secara bebas, sedangkan proporsi masyarakat yang menyimpan obat keras tanpa resep mencapai 81,9 % (Kementerian Kesehatan, 2013).
Untuk melakukan swamedikasi secara benar, masyarakat memerlukan informasi yang jelas, benar dan dapat dipercaya, sehingga penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan harus berdasarkan kerasionalan penggunaan obat. Dalam rangka peningkatan Penggunaan Obat Rasional (POR) pada masyarakat,
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah melaksanakan kegiatan Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan POR melalui Metode Cara Belajar Insan Ak f (CBIA). Kegiatan ini merupakan program edukasi masyarakat dalam memilih dan menggunakan obat yang benar pada swamedikasi. Melalui metode ini, diharapkan masyarakat terutama para ibu agar lebih ak f dalam mencari informasi mengenai obat yang digunakan oleh keluarga. Dalam CBIA, peserta dapat terdiri dari ibu rumah tangga, kader kesehatan (posyandu), tokoh masyarakat, anggota m penggerak PKK, atau unsur/organisasi masyarakat lainnya.
Sampai dengan Tahun 2013, kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dengan metode CBIA oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan telah dilaksanakan sebanyak 32 kali di 24 Provinsi. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang telah dila h sampai dengan Tahun 2013 adalah sebanyak 1.296 orang, kader kesehatan (Posyandu) sebanyak 2.186 orang, dan masyarakat umum sebanyak 4.677 orang.
VI. Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan POR melalui Metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA)
11
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Program CBIA telah di jalankan pada 24 provinsi antara lain :
Tabel 1. Provinsi yang Melaksanakan Program CBIA
Adapun perkembangan jumlah tenaga kesehatan, kader kesehatan (Posyandu) dan masyarakat yang telah dila h sejak Tahun 2008 s.d. 2013 adalah sebagai berikut :
Grafi k 1. Jumlah Tenaga Kesehatan, Kader Kesehatan dan Masyarakat yang dila h dengan Program CBIA
Tahun Lokasi Nakes PKM Kader2009 Sumsel, Jabar, Sulut 18 722010 Jambi, Lampung, Kalteng, Kalsel, Bali, NTB, Sultra, Maluku 48 1922011 NAD, Babel, Kalbar, DKI, Banten, Sulteng, Gorontalo 42 1682012 Kep. Riau, Sulbar, Sulut, Jambi 24 2902013 Lampung, Bali 54 54
Jumlah 168 704
404
1022
0606
1592 1592
707
1888
4267
1015
2008
4507
1077
2098
4657
1296
2186
4677
0
1000
2000
3000
4000
5000
Tenaga Kesehatan Kader Masyarakat
2008
2009
2010
2011
2012
2013
12
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan CBIA dapat terlihat melalui adanya peningkatan pengetahuan peserta khususnya kader kesehatan dan masyarakat setelah pela han dibandingkan dengan sebelumnya. Upaya edukasi dan pemberdayaan masyarakat melalui
CBIA mendapatkan perha an dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, karena metode yang diakukan sederhana, namun hasilnya cukup signifi kan.
Manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat dengan adanya kegiatan edukasi melalui CBIA antara lain adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang cara memilih dan menggunakan obat yang benar dalam swamedikasi;
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional oleh masyarakat;
3. Meningkatkan penggunaan obat generik melalui pemahaman bahwa obat dengan kandungan bahan ak f yang sama antara obat bernama dagang (branded generic) dan obat generik pas memiliki khasiat dan kegunaan yang sama.
Ma
1
2
3
at ta ah ya
an an
memiliki khasiat dan kegunaan yang sama.
13
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kegiatan Coaching/Pendampingan bagi Pelaku Usaha Jamu Gendong (UJG) dan Usaha Jamu Racikan (UJR) ini bertujuan untuk
memberikan pengetahuan kepada pelaku UJG dan UJR dalam beberapa aspek pembuatan jamu racikan dan jamu gendong seper pengenalan simplisia tanaman obat, higiene dan sanitasi dalam pembuatan jamu, pencegahan penggunaan jamu berbahan kimia obat dan aspek permodalan dan pengembangan usaha, agar konsumen memperoleh jamu yang aman, higienis dan bebas dari bahan kimia obat (BKO) serta pelaku usaha lebih berdaya mengembangkan usahanya.
Cakupan
A. Tahun 2012: Telah dilaksanakan pendampingan di Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah dengan peserta yang berasal dari 4 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Kab. Sukoharjo, Kota Solo, Kota Semarang, dan Kab. Wonogiri). Jumlah peserta sebanyak 120 orang pelaku usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong.
B. Tahun 2013 : Telah dilaksanakan pendampingan di dua Provinsi yaitu DKI Jakarta dan DI. Yogyakarta.
• Provinsi DKI Jakarta:
Jumlah peserta sebanyak 100 orang pelaku usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong yang berasal dari Kotamadya Jakarta Selatan.
• Provinsi Yogyakarta:
Jumlah peserta sebanyak 100 orang pelaku usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong yang berasal dari 5 Kabupaten/Kota (Kab. Sleman, Kab. Kulonprogo, Kab. Gunung Kidul, Kab. Bantul dan Kota Yogyakarta).
VII. Coaching/Pendampingan bagi Pelaku Usaha Jamu Gendong (UJG) dan Usaha Jamu Racikan (UJR)
Gambar 8. Coaching/Pendampingan bagi Pelaku Usaha Jamu Gendong (UJG) dan Usaha Jamu Racikan (UJR)
14
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat KesehatanKiKinenerjja a Program Keefaf rmasiaiann daadadann nn AllAAAA aaatatattt KKKKessesesehhhatatttananan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dalam kehidupannya, dimana pemenuhannya merupakan hak asasi bagi se ap manusia. Pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup se ap waktu, aman bermutu dan bergizi dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Produk makanan yang beredar di masyarakat harus aman, bermutu dan bergizi dan sesuai dengan standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah melaksanakan pembinaan melalui pengembangan, pengamanan dan pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan Pembinaan MJAS bertujuan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap keamanan pangan. Kegiatan ini merupakan ndak lanjut dari Gerakan Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah yang aman, bermutu dan bergizi, yang dicanangkan Wapres Budiono pada awal 2011.
Cakupan:
- Tahun 2012 : Dilaksanakan di 4 Provinsi yaitu Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Yogyakarta dan Jawa Timur. Tiap Provinsi melibatkan 50 Sekolah Dasar (dengan total 200 orang terdiri dari para guru SD dan atau Pengelola kan n sekolah) dan 50 puskesmas (dengan total 200 orang tenaga kesehatan).
- Tahun 2013 : 22 Provinsi yaitu Jawa Barat, Banten, Lampung, Kalimantan Selatan, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, NTB, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Aceh, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Bengkulu, Sorong, Sumatera Selatan, Maluku, Jambi dan Bali. Tiap Provinsi melibatkan 55 Sekolah Dasar (dengan total 1.210 orang guru SD dan atau Pengelola kan n sekolah) dan 55 puskesmas (dengan total 1.210 tenaga kesehatan).
VIII. Sosialisasi Makanan Jajanan Anak Sekolah
15
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Peningkatan kebutuhan terhadap alat kesehatan dalam pelaksanaan JKN belum diiku dengan perkembangan industri alat kesehatan dalam
negeri. Hal ini yang menyebabkan 90% alat kesehatan yang beredar adalah produk impor. Kemudahan keluar masuk barang dalam era globalisasi dan dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa menjadikan Indonesia sebagai pasar yang menarik untuk masuknya produk impor. Hal tersebut sangat dak mendukung terhadap kemandirian nasional terhadap alat kesehatan maupun ketahanan ekonomi nasional, terutama dengan nilai tukar dolar yang semakin nggi sehingga menyebabkan ngginya harga alat kesehatan.
Untuk meningkatkan industri alat kesehatan dan meningkatkan produk alat kesehatan dalam negeri, maka harus dilakukan upaya oleh berbagai pihak dan berbagai sektor terkait. Agar arah pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri dapat berjalan secara sinergis, maka perlu disusun peta jalan (roadmap) pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri.
Peta Jalan Pengembangan Industri Alat Kesehatan ditetapkan dalam Permenkes No 86 Tahun 2013, yang mempunyai maksud dan tujuan untuk menjadi panduan dalam meningkatkan pertumbuhan industri alat kesehatan dalam negeri yang mampu menghasilkan alat kesehatan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat, memiliki daya saing, serta terjangkau oleh masyarakat.
IX. Penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Pembinaan Industri Alat Kesehatan
16
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik Tahun 2012 yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Indeks
Integritas Nasional (IIN) memberikan hasil Pelayanan Registrasi dan Ser fi kasi Alat Kesehatan dan PKRT dalam urutan ke 5 dari 20 instansi pusat dan nomor 8 dalam skala Nasional dengan nilai integritas di atas rata-rata 7. Indonesia merupakan salah satu negara yang telah memiliki sistem regulasi yang terstandar interna onal dan waktu yang lebih singkat dari negara lain.
Untuk terus menjaga kualitas pelayanan perijinan dan pelayanan publik memacu peningkatan kredibilitas untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang, maka Dit. Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan telah menerapkan quality sistem pelayanan perijinan. Dit. Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan pada awal 2014 telah memperoleh ISO 9001 dari lembaga ser fi kasi PT. TUV Rheinland Indonesia.
X. Sertifi kasi ISO 9001 Pada Pelayanan Perijinan Alat Kesehatan dan PKRT
Tabel 2. Perbandingan Waktu Layanan Registrasi Alkes Berbagai Negara Terhadap Indonesia
NO NegaraWaktu Layanan Registrasi Alkes
Kelas I (A) Kelas IIa (B) Kelas IIb ( C ) Kelas III (D)1 Philippines 6 bulan 6 bulan 6 bulan 8 bulan2 Singapore 2 bulan (listing) 4 bulan 10 bulan 13 bulan3 USA 3 bulan 6 bulan 6 bulan 18 bulan4 Indonesia 45 hari kalender 80 hari kalender 80 hari kalender 100 hari kalender5 Australia 1 3 bulan 3 bulan 3 bulan 14 bulan6 Canada 4 bulan 4 bulan 5 bulan 8 bulan7 Taiwan 5 bulan 17 bulan 17 bulan 24 bulan8 China 12 bulan 30 bulan 30 bulan 36 bulan
17
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Gambar 9. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan pada Awal 2014 Telah Memperoleh ISO 9001 dari Lembaga Ser fi kasi PT. TUV Rheinland Indonesia
18
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kebijakan pelaksanaan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan
yang sesuai. Hal ini untuk memberikan petunjuk dalam pelaksanaannya, gambar koordinasi lintas sektor yang diperlukan, serta kepas an hukum dalam kewenangan dan penatalaksanaannya. Selanjutnya, peraturan perundang-undangan bidang kefarmasian ini akan diturunkan menjadi pedoman pelaksanaan dan petunjuk teknis sesuai kebutuhan di lapangan.
Da ar Rancangan Peraturan Perundang-Undangan yang Berproses di Bagian HOH, Setditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013
XI. Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kefarmasian
24
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tabel 3. Da ar Rancangan Peraturan Perundang-Undangan yang Berproses di Bagian HOH,Setditjen Binfar dan Alkes Tahun 2013
25
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Untuk mendorong penggunaan obat generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, telah di tetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan No.HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.03.01/Menkes/159/2010 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penggunaan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Kedua Peraturan tersebut saling terkait, yang digunakan sebagai pedoman bagi petugas pelaksana Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait penggunaan Obat Generik dan Ketersediaan obat di Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, bahwa penetapan harga obat generik menjadi tanggungjawab pemerintah sehingga obat dapat terjangkau oleh masyarakat dan oleh karena itu ap tahun diterbitkan ketetapan/peraturan Menteri Kesehatan terkait harga obat generik.
Penetapan harga obat generik terakhir dilakukan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 094/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan Pemerintah Tahun 2012 dan Nomor 436/Menkes/SK/XI/2013 tentang Harga Eceran Ter nggi Obat Generik.
XII. Perkembangan Daftar Obat Generik Tahun 2013
26
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Selama ini da ar harga disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes dan dibahas bersama Tim Penetapan Harga yang ditetapkan melalui SK Menteri Kesehatan. Tim terdiri dari para pakar yang mewakili masyarakat serta LSM terkait. Pembahasan harga dikaitkan dengan harga bahan baku, biaya produksi, kurs rupiah, dan fl uktuasi harga di pasaran.
Perkembangan Obat Generik yang di atur oleh Pemerintah adalah :
• Tahun 2006 : 386 Item Obat Generik / SK 336 / 2006
• Tahun 2006 : 458 Item Obat Generik / SK 720 / 2006
• Tahun 2007 : 453 Item Obat Generik / SK 521 / 2007
• Tahun 2008 : 453 Item Obat Generik / SK 302 / 2008
• Tahun 2010 : 453 Item Obat Generik / SK 146 / 2010
• Tahun 2011 : 499 Item Obat Generik / SK 632 / 2011
• Tahun 2012 : 498 Item Obat Generik / SK 092 / 2012
• Tahun 2013 : 535 Item Obat Generik / SK 436 / 2013
Grafi k 2. Jumlah Item Obat Generik yang Diatur Pemerintah
453
499 498
535
400420440460480500520540560
2010 2011 2012 2013
Jumlah Item Obat Generik yang Diatur Pemerintah
Jumlah Item ObatGenerik yang DiaturPemerintah
27
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dari hasil evaluasi harga obat generik Tahun 2011 terhadap 2010, diperoleh hasil sebagai berikut :
• Dari 453 item Obat Generik SK Menkes No. 146 Tahun 2010, terdapat :- Penambahan item obat generik sebanyak 54
item.- Obat yang dikeluarkan sebanyak 8 item.
• Dari 499 item Obat Generik SK Menkes No. 632 Tahun 2011, terdapat :- 13 item yang mengalami penurunan harga
obat, dengan rincian sebagai berikut :~ 0,1 % - 10 % : 11 item~ 10,01 % - 20 % : 2 item
- 432 item yang mengalami kenaikan harga obat, dengan rincian sebagai berikut :~ 0,1 % - 10 % : 9 item~ 10,01 % - 20 % : 248 item~ 20,01 % - 30 % : 27 item~ 30,01 % - 40 % : 26 item~ 40,01 % - 50 % : 24 item~ 50,01 % - 60 % : 21 item ~ > 60 % : 77 item
Dari hasil evaluasi harga obat generik Tahun 2012 terhadap 2011, diperoleh hasil sebagai berikut :
• Dari 499 item Obat Generik dalam SK Menkes No. 632 Tahun 2011, terdapat :- 1 (satu) item yang keluar dari da ar karena
sudah dak di produksi lagi dan Nomor Izin Edar (NIE) sudah dikembalikan ke Badan POM yaitu Ketamin Injeksi.
- 2 (dua) item yang semula Albendazol tablet dan Albendazol tablet kunyah rasa jeruk menjadi 1 (satu) item Albendazol tablet/tablet kunyah.
- Penambahan 1 (satu) item yaitu Amoksisilin sirup 250 mg/ml.
• Dari 498 item Obat Generik dalam SK Menkes No. 092 Tahun 2012, terdapat :- 327 item yang mengalami penurunan harga
obat, dengan rincian sebagai berikut :
XIII. Jumlah Obat Generik yang Harganya Turun, Naik, dan Tetap (2010-2013)
28
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
~ 0,1 % - 10 % : 290 item~ 10,01 % - 25 % : 37 item
- 170 item yang mengalami kenaikan harga obat, dengan rincian sebagai berikut :~ 0,1 % - 10 % : 110 item~ 10,01 % - 20 % : 51 item~ 20,01 % - 30 % : 5 item~ > 30 % : 4 item
Dari hasil evaluasi harga obat generik Tahun 2013 terhadap 2012, diperoleh hasil sebagai berikut :
• Dari 535 item Obat Generik SK Menkes No. 436 Tahun 2013, terdapat :- 3 sediaan dikeluarkan dari SK Menkes Tahun
2012 yaitu Dekstrometorfan tablet botol 1000, Dekstrometorfan tablet strip 10x10 dan Dekstrometorfan sirup.
- 40 sediaan merupakan tambahan kemasan baru.
- 495 sediaan dak mengalami perubahan harga obat dibandingkan dengan SK Menkes Tahun 2012
Sesuai Perpres No.70 Tahun 2012, sejak Tahun 2013 penetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah dilaksanakan melalui lelang harga satuan (e-catalogue), dengan harapan agar pengadaan obat pemerintah lebih transparan, akuntabel, efek f dan efi sien dalam rangka menjamin tersedianya obat yang aman, bermutu dan berkhasiat.
Lelang harga obat melalui e-catalogue merupakan kerjasama antara Kementerian Kesehatan dan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Dengan telah terbangunnya sistem e-Catalogue obat, maka Kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I) dak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem e-Catalogue obat dalam pengadaan obat dengan prosedur e-Purchasing.
Pengadaan obat melalui e-purchasing maupun secara manual berdasarkan e-catalogue telah dilaksanakan sejak Tahun 2013 untuk 196 item obat dalam 327 sediaan generik, dan melibatkan kurang lebih 29 industri farmasi.
Dengan adanya perubahan penetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah dari SK Menkes secara manual ke harga obat secara elektronik (e-catalogue obat) dan perubahan metode pengadaan yang semula lelang atau penunjukkan langsung menjadi e-purchasing melalui LPSE, maka diperlukan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia dan Rumah Sakit Pemerintah selaku pengguna.
Pertemuan Sosialisasi e-Catalogue telah dilaksanakan tanggal 19 - 22 Desember 2013 di Hotel Golden Flower, Bandung. Pertemuan ini dibuka oleh Ibu Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dan dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi di seluruh Indonesia; Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; RSUD dr. Zainoel Abidin; RSUP H. Adam Malik, Sumatera Utara; RSUP DR. Djamil Padang;
29
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
RSUD Arifi n Achmad, Riau; RSUD Prov. Kepulauan Riau; RSUD Raden Ma aher, Jambi; RSUD Dr. Mohammad Hosein, Palembang; RSU Provinsi Kep. Bangka Belitung; RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, Lampung; RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung; RSUD Provinsi Banten; RSUP Dr. Kariadi Semarang; RSUD dr. Soetomo Surabaya; RSUP Sanglah Denpasar; RSUD Provinsi di Sumbawa; RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang; RSUP Dokter Soedarso; RSUP dr. Doris Sylvanus Palangkaraya; RSUD Ulin Banjarmasin; RSUD A. Wahab Sjahranie; BLU RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado; RSUD Prof. Dr.H. Aloei Saboe Gorontalo; RSUD Undata Sulawesi Tengah; RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar; BLUD RSU Provinsi Sulawesi Tenggara; RSUD Provinsi Sulawesi Barat; RSUD Dr. H. Chasan Boesoirie, RSU Jayapura; dan RSU Manokwari.
Sampai dengan bulan November 2013, terdapat 432 Dinas Kesehatan dan RS Pemerintah yang telah menggunakan e-catalogue dalam pengadaan obat dengan prediksi terjadi penghematan sebesar 30 %.
Atas pengembangan e-catalogue obat generik dan par sipasi dalam penerapannya, Kementerian Kesehatan menerima e-Procurement Award dari LKPP.
Gambar 10. e-Procurement Award
30
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dinyatakan bahwa da ar dan harga ter nggi
obat-obatan, serta bahan medis habis pakai yang dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sesuai Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012, penetapan harga obat untuk pengadaan pemerintah dilakukan melalui lelang harga satuan (e-catalogue). e-Catalogue obat memuat da ar, jenis, spesifi kasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia obat. Penyusunan e-catalogue dilakukan agar pengadaan obat pemerintah lebih transparan, akuntabel, efek f dan efi sien dalam rangka menjamin tersedianya obat yang aman, berkhasiat dan bermutu.
Salah satu data yang dibutuhkan dalam penyusunan e-catalogue obat adalah data rencana kebutuhan obat. Perencanaan kebutuhan obat bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk menyusun rencana kebutuhan obat tersebut, telah dilakukan pertemuan penyusunan rencana kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan. Dalam pertemuan tersebut dilakukan analisa dan es masi kebutuhan obat pelayanan kesehatan berdasarkan Formularium Nasional yang berasal dari :
• 34 Dinas Kesehatan Provinsi
• 505 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
• 763 Rumah Sakit Umum Pusat dan Daerah
XIV. Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dalam Rangka Penyusunan e-Catalogue Tahun 2014
31
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
D i dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/MENKES/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional (KONAS) dinyatakan bahwa salah
satu tujuan KONAS adalah menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat terutama obat esensial. Adapun di dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010 - 2014, dinyatakan bahwa sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut, salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan dengan luaran yang diharapkan yaitu meningkatnya ketersediaan obat essensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar.
Obat dan vaksin merupakan salah satu komponen pen ng dalam pelayanan kesehatan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup nggi. Kemampuan masyarakat Indonesia yang membutuhkan obat-obatan sebagai salah satu komponen esensial seringkali dihadapkan pada kemampuan daya beli yang rendah dalam mendapatkan obat-obatan. Untuk itu Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah memiliki komitmen untuk membantu penyediaan obat dan vaksin bagi masyarakat di pelayanan kesehatan dasar dan menjamin ketersediaan obat dan vaksin dengan jenis dan jumlah yang cukup, tersebar secara merata dengan mutu terjamin dan tersedia pada saat dibutuhkan sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat.
Untuk pemenuhan kebutuhan obat dialokasikan anggaran untuk pengadaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang pada ga tahun terakhir anggaran, realisasi dan persentase realisasi dapat dilihat pada Tabel 4. dan paket - paket pengadaan seper pada Tabel 5.
XV. Penyediaan Obat dan Vaksin
Tabel 4. Alokasi dan Realisasi Pengadaan Obat Tiga Tahun Terakhir
NO JENIS ANGGARANTAHUN PENGADAAN
2011 2012 20131 Alokasi 1,283,649,324,000 1,456,446,599,000 1,404,927,746,0002 Realisasi 1,184,100,004,319 1,363,287,745,659 1,347,529,211,0333 Persentase 92,24 93,60 95,91
33
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tabel 5. Penyediaan Obat dan Vaksin Tahun 2011-2013
34
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Alokasi A
Realisasi
500,000,000,0
1,000,000,000,00
1,500,000,000,00
T
Anggaran 1,28
1,18
000
00
00
Tahun 20
Tahun 2011
83,649,324,000
84,100,004,319
PENYEDIAANTAHU
11Tahun 201
Tahun 2
1,456,446,
1,363,287,
N OBAT DANN 2011 201
12Tahun 2
2012
599,000
745,659
VAKSIN13
2013
Tahun 2013
1,404,927,746,000
1,347,529,211,033
0
3
Grafi k 3. Penyediaan Obat dan Vaksin Tahun 2011-2013
35
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Pemantauan ketersediaan obat digunakan untuk mengetahui kondisi ngkat ketersediaan obat di berbagai unit sarana kesehatan seper Instalasi Farmasi Provinsi, Instalasi Farmasi Kab/Kota dan Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pemerintah pusat dan daerah
dalam rangka menentukan langkah-langkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan datang.
XVI. Ketersediaan Obat dan Vaksin
PR
Ked
Ke
ROGRAM
farmasiandan Alatesehatan
M
SASAR
Meningkatnya sedan alat kesehmemenuhi st
terjangkau di m
RAN
ediaan farmasihatan yangandar danmasyarakat
INDIKATOR
Persentaseketersediaan
obat danvaksin
TARGET (%) R
95
REALISASI (%)
96,93
CAPAIAN (%)
102,03
Tabel 6. Pencapaian Sasaran Outcome Dit. Bina Oblik dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2013
36
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Target persentase ketersediaan obat dan vaksin untuk Tahun 2013 sebesar 95%, realisasi persentase ketersediaan obat dan vaksin mencapai 96,93% sehingga didapatkan persentase capaian sebesar 102,03%.
Grafi k 4. Gambaran Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2013
37
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dari grafi k di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata ketersediaan 144 item obat dan vaksin secara Nasional untuk Tahun 2013 sebesar 96,93%. Provinsi DIY memiliki ngkat ketersediaan ter nggi sebesar 219,28%, sedangkan provinsi Maluku memiliki ngkat ketersediaan terendah sebesar 70,87%.
Grafi k 5. Gambaran Ketersediaan Obat dan Vaksin dalam Bulan di 33 Provinsi Tahun 2013
38
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Bila dikonversikan ke dalam bulan, ngkat ketersediaan 144 item obat dan vaksin per 30 November 2013 adalah 17,45 bulan. Provinsi DIY memiliki ngkat ketersediaan ter nggi sebesar 39,47 bulan, sedangkan provinsi Maluku memiliki ngkat ketersediaan terendah sebesar 12,76 bulan.
Dari grafi k di atas, dapat dilihat bahwa regional tengah melipu Bali, NTB, seluruh provinsi di pulau Kalimantan dan Sulawesi memiliki rata-rata ketersediaan ter nggi untuk Tahun 2013 sebesar 109,93%, sementara regional mur yang melipu NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat memiliki ngkat ketersediaan terendah sebesar 85,85%.
Grafi k 6. Gambaran Ketersediaan Obat dan Vaksin Per Regional Tahun 2013
39
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Berdasarkan grafi k di atas, dapat dilihat bahwa persentase realisasi ketersediaan obat dan vaksin mengalami peningkatan dari Tahun 2010 hingga Tahun 2013. Persentase realisasi dari tahun ke tahun selalu di atas persentase target ketersediaan obat dan vaksin.
Grafi k 7. Gambaran Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2010-2013
40
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Pada Tahun 2013, ada 50 Kabupaten/Kota di Indonesia yang mengajukan relokasi DAK Pelayanan Kefarmasian, 23 Kabupaten/Kota diantaranya mengajukan relokasi
untuk rehabilitasi Instalasi Farmasi atau pembangunan baru Instalasi Farmasi.
XVII. Dana Alokasi Khusus Tahun 2013
PEMBANGUNAN BARU/REHABILITASI INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA
Tabel 7. Realokasi DAK 2013 untuk Pembangunan Baru/Rehabilitasi IFK
PROVINSI KAB/KOTA JUMLAH JENIS PEMBANGUNAN
SUMUT 1 Kota Padangsidimpuan 1.050.000.000 Rehabilitasi IF2 Kota Gunung Sitoli 4.055.000.000 Pembangunan Baru IF
SUMBAR 3 Kabupaten Tanah Datar 429.704.436 Rehabilitasi IF4 Kabupaten Padang Pariaman 545.454.545 Pembangunan Baru IF
RIAU 5 Kabupaten Siak 2.800.000 Pembangunan Baru IFBENGKULU 6 Kabupaten Kaur 299.831.818 Rehabilitasi IF
7 Kota Bengkulu 479.729.000 Rehabilitasi IF8 Kabupaten Mukomuko 300.000.00 Rehabilitasi IF9 Kabupaten Lebong 465.912.000 Rehabilitasi IF
LAMPUNG 10 Kabupaten Lampung Tengah 1.000.000.000 Rehabilitasi IFJABAR 11 Kabupaten Garut 181.818.182 Rehabilitasi IF
12 Kabupaten Subang 300.000.000 Rehabilitasi IF13 Kabupaten Majalengka 560.018.181 Rehabilitasi IF
JATENG 14 Kabupaten Pemalang 935.769.000 Rehabilitasi IF15 Kota Semarang 296.000.000 Rehabilitasi IF16 Kabupaten Kendal 1.090.908.050 Rehabilitasi IF
JATIM 17 Kabupaten Blitar 406.594.980 Rehabilitasi IF18 Kabupaten Nganjuk 15.000.000 Rehabilitasi IF
NTT 19 Kota Kupang 572.727.273 Rehabilitasi IF20 Kabupaten Nagekeo 397.840.000 Rehabilitasi IF
KALSEL 21 Kabupaten Hulu Sungai Utara 600.000.000 Rehabilitasi IFSULUT 22 Kabupaten Kepulauan Sangihe 2.552.533.636 Rehabilitasi IF
23 Kota Tomohon 500.000.00 Pembangunan Baru IF
TOTAL 18,805,841,101
41
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
PROVINSI KAB/KOTA JUMLAH JENIS PEMBANGUNAN
ACEH 1 Kota Subulussalam 327,800,000 Sarana Pendukung2 Kabupaten Aceh Besar 297,187,720 Sarana Pendukung
SUMUT 3 Kota Padangsidimpuan 205,000,000 Sarana Pendukung4 Kota Tebing Tinggi 721,288,000 Sarana Pendukung
SUMBAR 5 Kabupaten Tanah Datar 1,061,590,045 Sarana Pendukung6 Kabupaten Padang Pariaman 45,454,545 Sarana Pendukung7 Kabupaten Dharmasraya 378,000,000 Sarana Pendukung8 Kota Solok 182,380,000 Sarana Pendukung9 Kabupaten Solok 126,759,600 Sarana Pendukung
10 Kota Payakumbuh 83,000,000 Sarana PendukungRIAU 11 Kabupaten Siak 443,500,000 Sarana Pendukung
BENGKULU 12 Kabupaten Kaur 144,400,000 Sarana Pendukung13 Kota Bengkulu 216,320,000 Sarana Pendukung14 Kabupaten Mukomuko 8,727,500 Sarana Pendukung15 Kabupaten Seluma 580,000,000 Sarana Pendukung
LAMPUNG 16 Kabupaten Tanggamus 135,200,000 Sarana Pendukung17 Kabupaten Lampung Selatan 340,000,000 Sarana Pendukung18 Kabupaten Pesawaran 80,000,000 Sarana Pendukung
JABAR 19 Kabupaten Garut 454,545,455 Sarana Pendukung20 Kabupaten Majalengka 272,727,272 Sarana Pendukung21 Kota Bogor 64,032,500 Sarana Pendukung
JATENG 22 Kabupaten Pemalang 484,231,000 Sarana Pendukung23 Kota Semarang 116,955,131 Sarana Pendukung24 Kabupaten Kendal 454,546,500 Sarana Pendukung25 Kab. Purbalingga 23,000,000 Sarana Pendukung26 Kabupaten Jepara 76,500,000 Sarana Pendukung
JATIM 27 Kabupaten Blitar 216,643,900 Sarana Pendukung28 Kabupaten Nganjuk 131,000,000 Sarana Pendukung29 Kabupaten Tulungagung 140,813,000 Sarana Pendukung30 Kota Batu 209,272,727 Sarana Pendukung
NTB 31 Kota Mataram 250,000,000 Sarana Pendukung
42
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
PR
KKS
SUSS
MM
ROVINSI
PNTT 32KALSEL 33KALBAR 34SULUT 35ULTENG 36SULSEL 37ULTRA 38
39MALUKU 40MALUT 41
TOTA
KAB/K
Kota KupangKabupatenKabupatenKabupatenKabupaten SKabupaten TKabupatenKabupatenKota TualKabupaten
AL
KOTA
gHulu Sungai TenKetapangBolaang MongoSigiToraja UtaraKonaweButon Utara
Halmahera Timu
JUM
68,181,ngah 255,423
596,709ndow 603,459
372,200117,840246,126400,000854,457
ur 913,160
12,708,
MLAH
,818 Saran3,025 Saran9,954 Saran9,999 Saran0,000 Saran0,000 Saran6,963 Saran0,000 Saran7,977 Saran0,909 Saran
,435,540
JENIS PEMBANG
na Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukungna Pendukung
GUNAN
Tabel 8. Realokasi DAK 2013 untuk Sarana Pendukung
PENYEDIAAN OBAT DAN PERBEKES
Grafi k 8. Gambaran Penyediaan Obat dan Perbekes Bersumber DAK Tahun 2011-2013
43
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Grafi k 10. Gambaran Rehabilitasi IF Bersumber DAK Tahun 2011-2013
Grafi k 9. Gambaran Pembangunan Baru IF Bersumber DAK Tahun 2011-2013
PEMBANGUNAN BARU IF
REHABILITASI IF
44
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Penilaian Tenaga Kefarmasian Teladan di Instalasi Farmasi Provinsi/Kabupaten/Kota
Bersama ini kami sampaikan kegiatan penilaian tenaga kefarmasian berprestasi Tahun 2013, sebagai berikut :
1. Penilaian dilakukan secara hierarkis (bo om–up) yaitu Tim Penilai di Kab/Kota, Provinsi dan Pusat yang dibuk kan dengan adanya SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk daerah dan SK Dirjen Binfar dan Alkes untuk Pusat terhadap tenaga kefarmasian yang bertugas di bidang pengelolaan obat pada Instalasi Farmasi Dinkes Provinsi/Kab/Kota.
2. Jumlah Provinsi yang mengajukan usulan calon yang patut/layak sebagai tenaga pengelola obat berprestrasi sebanyak 10 Provinsi dan diantaranya terdapat 4 Provinsi mengajukan lebih dari 1 orang sehingga total pengelola obat yang diusulkan adalah 15 orang, yang terdiri dari 12 Apoteker dan 3 Tenaga Teknis Kefarmasian.
PENYEDIAAN SARANA PENDUKUNG IF
Grafi k 11. Gambaran Penyediaan Sarana Pendukung IF Bersumber DAK Tahun 2011-2013
45
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
3. Substansi penilaian yang dilakukan ap m penilai mencakup 3 aspek yaitu :A. Penguasaan kompetensI yang menyangkut legal aspek secara individual sebagai tenaga kefarmasian,
kepribadian (personality), dan kemampuan individu secara teori s tentang pengelolaan obat. B. Kinerja terhadap pengelolaan logis k obat (supply chain management performance)C. Pengembangan diri (portofolio) yang menyangkut kemampuan pengelola obat untuk meningkatkan/
meng-upgrade kemampuan akademik dan memvisualisasikan dirinya di berbagai kesempatan melalui penciptaan karya-karya di bidang kesehatan.
D. Penilaian ins tusi
4. Tim Penilai Pusat melakukan pemeriksaan berkas/dokumen dan penilaian (paper assessment) dan dikombinasikan dengan penilaian saat melakukan bimtek pengelolaan obat publik di IF Dinkes Provinsi dan Kab/Kota. Maka diperoleh nilai terhadap semua substansi tersebut sehingga diperoleh scoring dan ditentukan 6 pengelola obat sebagai nominasi (Rekap penilaian terlampir).
5. Terhadap nominasi tersebut dilakukan penilaian lapangan (fi eld assessment) menyangkut substansi tersebut, ditambah dengan kemampuan pengelola obat dalam melakukan koordinasi dengan Pemda dan Puskesmas di daerah setempat sehingga terjalin suatu keharmonisan dalam manajemen logis k obat.
Berdasarkan sikwens proses penilaian seper disampaikan tersebut maka diperoleh 3 pemenang dengan nilai, sebagai berikut :
NAMAJABATAN DAN ASAL
INSTANSI
PENILAIAN INDIVIDUPENILAIANINSTITUSI
NILAIAKHIR
PENGUASAANKOMPETENSI
KINERJALOLA OBAT
PORTOFOLIO
Decky Ferdiansyah, S.Si., AptKepala Seksi Obat danNapza IF DinkesProvinsi Lampung
39.00 30.992 6.00 72.63 148.62
Dra. Helmi Rahayu, AptKa. UPTD IF DinkesKota Semarang
37.00 17.20 5.00 92.37 151.57
Hj. Renny Haslinda, S.Si., AptKa. UPTD IF DinkesKab. Tapin
18.50 37.392 2.00 91.50 149.39
Tabel 9. Da ar Tenaga Pengelola Obat Berprestasi Tahun 2013
46
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Resume maupun analisis terhadap ke-3 pemenang tersebut, sebagai berikut :
Decky Ferdiansyah, S.Si., Apt.
(Kepala Seksi Obat dan Napza Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung)
NIP : 197908192005011008
TTL : Kota Bumi, 19 Agustus 1979
PRESTASI :
Memahami tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola obat yang dibuk kan dengan prak k pengelolaan obat sesuai ketentuan seper perencanaan secara bo om – up (menggunakan LPLPO) dan adanya Tim Perencanaan Obat Terpadu, adanya SOP pengelolaan logis k obat, pemeriksaan obat datang, penyimpanan dan penataan obat yang benar terlebih dahulu berdasarkan sumber anggaran, dak ada kekosongan obat di Provinsi dan Kabupaten/Kota, alat pengolah data dan komunikasi, pencatatan dan pelaporan yang ter b dan melakukan bimtek ke Kabupaten/Kota. Kemampuan tambahan lainnya antara lain interpersonal rela onship di lingkungan kesehatan sangat baik ditandai dengan adanya pertemuan dan monitoring secara terpadu antar lintas program. Sarana pendukung Instalasi Farmasi sangat lengkap seper sarana pengaman (tralis, pagar, APAR di ap ruangan), sarana penyimpanan (lemari narko ka), adanya ruang-ruang seper pelayanan, karan na, penyimpanan, alat pengukur suhu dan kelembaban ruangan sudah ada dan ada pencatatannya khususnya pencatatan tanggal kadaluarsa. Kelebihan lainnya dibandingkan dengan 2 pemenang lainnya adalah ada kegiatan magang tentang pengelolaan obat oleh SDM Instalasi Farmasi dari Kab/Kota. Disamping hal tersebut, di bidang kepegawaian bahwa yang bersangkutan dak/belum pernah mendapat sanksi kepegawaian dan mempunyai moral yang baik di lingkungan sosial (eksternal). Kesimpulannya bahwa baik individu maupun sarana ins tusi sudah lengkap.
47
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dra. Helmi Rahayu, Apt.
(Ka. UPTD Intalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang)
NIP : 196609251993032005
TTL : Kepulauan Riau, 25 September 1966
PRESTASI :
Memahami tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola obat yang dibuk kan dengan prak k pengelolaan obat sesuai ketentuan seper perencanaan secara bo om–up (menggunakan LPLPO) dan adanya Tim Perencanaan Obat Terpadu, adanya SOP pengelolaan logis k obat, pemeriksaan obat datang, penyimpanan dan penataan obat yang benar (kecuali narko ka disimpan di lemari ditempatkan di ruang khusus) terlebih dahulu berdasarkan sumber anggaran, dak ada kekosongan obat di Puskesmas, tersedia kendaraan roda 4 dan roda 2 sebagai alat distribusi obat ke Puskesmas serta alat pengolah data dan komunikasi, pencatatan dan pelaporan yang ter b dan melakukan bimtek ke Puskesmas. Kemampuan tambahan lainnya antara lain interpersonal rela onship ditandai dengan adanya pertemuan dan monitoring secara terpadu antar lintas program sangat baik. Namun ada kekurangannya yaitu anggaran oprasional masih terbatas. Disamping hal tersebut, di bidang kepegawaian bahwa yang bersangkutan dak/belum pernah mendapat sanksi kepegawaian dan mempunyai moral yang baik di lingkungan sosial (eksternal).
48
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Renny Haslinda, S.Si., Apt
(Ka. UPTD Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kab. Tapin)
NIP : 197601262005012011
TTL : Binuang, 26 Januari 1976
PRESTASI :
Memahami tugas pokok dan fungsi sebagai pengelola obat yang dibuk kan dengan prak k pengelolaan obat sesuai ketentuan seper perencanaan secara bo om –up (menggunakan LPLPO) dan adanya Tim Perencanaan Obat Terpadu, adanya SOP pengelolaan logis k obat, pemeriksaan obat datang, penyimpanan dan penataan obat yang benar (kecuali narko ka disimpan di lemari ditempatkan di ruang khusus) terlebih dahulu berdasarkan sumber anggaran, dak ada kekosongan obat di Puskesmas, tersedia kendaraan roda 4 dan roda 2 sebagai alat distribusi obat ke Puskesmas serta alat pengolah data dan komunikasi, pencatatan dan pelaporan yang ter b dan melakukan bimtek ke Puskesmas. Kemampuan tambahan lainnya antara lain interpersonal rela onship di lingkungan kesehatan sangat baik. Namun ada kekurangannya yaitu kartu stok dak menempel pada obat. Disamping hal tersebut,
di bidang kepegawaian bahwa yang bersangkutan dak/belum pernah mendapat sanksi kepegawaian
dan mempunyai moral yang baik di lingkungan sosial (eksternal).
49
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Capaian Indikator IFK yang memenuhi standar
Gambar 11. Instalasi Farmasi yang Memenuhi Standar
50
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Instalasi Farmasi Kabupaten Kota dilakukan penilaian terhadap ga unsur :
1. Sumber Daya Manusia yang mengelola obat dan perbekalan kesehatan yang diberi bobot 40%
2. Sarana dan Prasarana dengan bobot 40% dan Pembiayaan dengan bobot 20%
Dari ga komponen dituangkan ke dalam instrumen penilaian seper tabel dibawah ini:
NO UNSUR YANG DINILAI KRITERIA BOBOT KETI. SDM, BOBOT 40%
1. Penanggungjawab ApotekerS1 Farmasi/D3 FarmasiAA/SMFTenaga Kesehatan lain/lain lain
4321
2. Perbandingan SDM Jumlah SDM > 7Jumlah SDM 5 7Jumlah SDM 3 4Jumlah SDM < 2
4321
3. Peningkatan SDM Mengikuti semua pelatihanJika mengikuti separo atau >Jika separoTidak mengikuti pelatihan
4321
II. SARANA DAN PRASARANA, BOBOT 40%4. Struktur Organisasi UPTD
Dibawah Seksi farmasiLain lain
432
5. Luas Tanah 1000 m2
500 m2 – 1000 m2
< 500 m2
321
6. Luas Bangunan > 300 m2
300 m242
51
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
NO UNSUR YANG DINILAI KRITERIA BOBOT KET7. Status Gedung Milik Sendiri
Sewa31
8. Sarana Pengaman Memiliki semua sarana PengamanMemiliki 2 – 3 sarana pengamanHanya 1 sarana pengaman
Tidak memiliki sarana pengaman
4210
9. Sarana Penyimpanan danDistribusi
Memiliki Semua sarana PenyimpananMemiliki 7 – 13Memiliki 3 – 6Memiliki 1 – 2Tidak memiliki
43210
10. Sarana Administrasi Memiliki Semua Sarana AdmMemiliki 3 – 4 saranaMemiliki 1 – 2 saranaTidak memiliki sarana Adm
4320
III ANGGARAN DAN BIAYA OPERASIONAL, BOBOT 20%11. Biaya Operasional Memiliki biaya ops
Tidak memiliki biaya ops30
12. Penggunaan biayaoperasional
BO Mencakup ketiganyaHanya 2 dari 3Hanya 1
321
13.Anggaran perkapita > Rp. 9.000Rp 5.000 – 9.000
< Rp. 5000
321
Tabel 10. Bobot Penilaian
52
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
I. Hal-hal tentang Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota:
1. Pela han yang harus diku SDM Farmasi IFK:a. Pela han Manajemen Pengelolaaan
Obat Tk Kab/Kotab. Pela han Cara Distribusi Obat yang
Baik (CDOB)c. Pela han Pengelolaan Obat dengan
Hardware dan So wared. Pela han Pengelolaan Pergudangan/
Warehouse (storage, pemusnahan obat)
e. Pela han Cara Penyimpanan Obat yang Baik (good stotage prac ce)
f. Pela han Pengelolaan Obat Program (TB, vaksin, HIV, dll)
g. Pela han Advokasi
2. Sarana Pengamanan a. Alarm b. Pemadam kebakaranc. Teralis d. Pagare. Pintu pengamanf. Closed Circuit Television (CCTV)
3. Sarana Penyimpanana. Rakb. Pallet
c. Lemari khusus Narko ka dan Spikotropika
d. Sarana Pendingin : lemari Pendingin (cold chain), cold room
e. Pengatur udara : pendingin udara (air condi oner), ven lator
f. Pengontrol suhu dan kelembaban g. Tangga h. Trolleyi. Generatorj. Handforkli k. Cold box
4 Sarana Distribusia. Mobil / vanb. Perahu cepat (speed boat)
5 Sarana Administrasia. Perangkat kantor (mebeulair) : lemari,
meja, dan kursib. Pengolah data (komputer , mesin
cetak /printer , mesin k)c. Alat komunikasi (telepon, faksimili)d. Sarana Informasi (televisi, alat
komunikasi internal/Intercomm, jaringan internet)
e. Pengatur suhu ruangan : pendingin ruangan (air condi oner / AC)
f. Pompa airg. Sarana pendukung administrasi
53
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
6 Biaya Operasionala. Alat tulis kantor (ATK)b. Biaya listrik, telepon, internet dan airc. Biaya cetak dan penggandaan d. Biaya pengemasan kembali dan
bongkar muat (Handling cost)e. Biaya ketahanan tubuh f. Biaya distribusig. Biaya pemeliharaan gedung,
kendaraan dan genset
II. Kriteria penilaian
IFK yang skor diatas 60 dimasukkan ke dalam sesuai standar
III. Capaian Kinerja :
Hasil Penilaian dilakukan di seluruh Indonesia pada 497 IFK dengan hasil:
Tahun 2011 dari 497 IFK terdapat 353 yang sesuai standar (71,03%). Dibandingkan dengan target dalam Renstra 65 %, capaian kinerja 109,28%.
Tahun 2012 dengan jumlah IFK yang dinilai tetap 497 IFK terdapat yang sesuai standar 356 (71,63%), dibandingkan dengan target 71%, maka capaian kinerja terhadap target 100,89%.
Tahun 2013 dengan jumlah IFK yang dinilai tetap 497 IFK terdapat yang sesuai standar 395 (79,48 %), dibandingkan dengan target 75%, maka capaian kinerja terhadap target 105.97%.
Grafi k 12. Persentase IFK sesuai standar Tahun 2011-2013
55
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kejadian yang dak dikehendaki karena pemberian obat sangat sering terjadi di rumah sakit. Kejadian tersebut berupa
medica on error, penggunaan obat yang dak rasional serta efek samping obat. Kejadian ini dapat menyebabkan meningkatkan angka kesakitan dan kema an. Hal tersebut menjadi tantangan bagi seluruh tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan saat ini. Oleh karena itu Keselamatan pasien (pa ent safety) dan perbaikan kualitas pelayanan harus menjadi prioritas. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan memegang peranan pen ng dalam meminimalkan kejadian yang dak dikehendaki karena pemberian obat dengan mengimplementasikan Pharmaceu cal Care.
Pharmaceu cal Care merupakan suatu bentuk tanggung jawab terhadap terapi obat yang diberikan dengan tujuan untuk mencapai hasil yang pas untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Hasil hasil tersebut adalah: menyembuhkan penyakit, penghapusan atau pengurangan gejala, dan memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejala penyakit.
XVIII. Workshop ASEAN Forum On Pharmaceutical Care and it’s Effective Implementation in ASEAN
j di d k dik h d ki k
ketesasapmked
Ptadmapse
56
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Dalam pertemuan kelompok kerja Asean Working Group Pharmaceu cal (AWGPD) di Hanoi, Vietnam pada bulan Desember Tahun 2011 Indonesia mengajukan usulan untuk menyelenggarakan Workshop Asean Forum On Pharmaceu cal Care And Its Eff ec ve Implementa on In ASEAN. Untuk menindaklanju usulan tersebut pada tanggal 6-9 November Tahun 2013 dilaksanakan workshop tersebut di Jakarta. Peserta yang hadir pada pada workshop tersebut adalah Apoteker yang bekerja di rumah sakit, organisasi profesi serta perwakilan dari Negara ASEAN.
Tujuan penyelenggaraan Workshop ini adalah :
1. Mempercepat implementasi Pharmaceu cal Care di ASEAN.
2. Berbagi informasi dan bertukar pengalaman dalam melaksanakan prak k Pharmaceu cal Care antara Apoteker antara ASEAN Member State.
3. Menyusun rekomendasi ngkat ASEAN dalam penyusunan regulasi dan kebijakan terkait dengan implementasi Pharmaceu cal Care di sarana pelayanan kesehatan.
Dari workshop tersebut dihasilkan rekomendasi yang akan disampaikan oleh Indonesia pada pertemuan AWGPD Tahun 2014 di Kamboja. Rekomendasi tersebut adalah :
1. Membuat minimal requirements tentang pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang melipu :
- Regulasi dalam mendukung implementasi Pharmaceu cal Care di ASEAN
- Regulasi terkait dengan registrasi tenaga kefarmasian yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
- Regulasi terkait dengan rasio kebutuhan Apoteker dengan jumlah tempat dur dan pasien
- Regulasi tentang Con nuing Professional Development (CPD)
- Sistem dalam medukung pelayanan informasi obat
- Pela han dan pengembangan skill tenaga kefarmasian
2. Mengembangkan ruang lingkup/aka vitas Pharmaceu cal Care yang melipu :- Pelayanan Informasi Obat- Review obat- Pengelolaan terapi obat- Visite- Pharmacovirgilance- Evaluasi Penggunaan Obat
3. Membuat road map dalam imlpementasi Pharmaceu cal Care di kawasan ASEAN
57
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
XIX. Pelaksanaan Kemandirian Bahan Baku Obat
Pelaksanaan kemandirian Bahan Baku Obat dilaksanakan untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap Bahan
Baku dalam rangka mewujudkan ketahanan di bidang obat. Oleh karena itu, perlu diupayakan pencapaian kemandirian obat melalui pemanfaatan potensi dalam negeri. Pemerintah telah menetapkan star ng point pengembangan bahan baku obat dalam negeri serta menyusun roadmap pengembangan obat di Indonesia untuk periode 2012-2020.
Pengembangan BBO memerlukan peran serta dan par sipasi dari Stake Holder yaitu Kalangan Akademik (A), Business (B) dan Lintas Sektor/Kementerian di lingkungan Pemerintah (G). Sinergis ABG perlu kita bangun dan diperkuat untuk mewujudkan kemandirian bidang BBO. Pemerintah harus menentukan arah, membangun sistem dan membuat kebijakan yang sustainable bagi industri untuk mengembangkan bahan baku obat, serta membentuk skema pendanaan
peneli an untuk mendorong kolaborasi riset antara peneli -akademik, badan/lembaga riset serta industri.
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ialah kemandirian tersedianya BBO dan BBOT yang siap diproduksi di dalam negeri. Siap diproduksi di dalam negeri dalam ar an bahwa kemampuan dalam negeri sudah mencukupi untuk melaksanakan ekstrapolasi dari skala lab ke skala pilot dan diupayakan untuk di ngkatkan ke skala industri dengan didukung oleh standarisasi dan op masi produksi mengacu pada referensi acuan maupun kompendia standar seper Farmakope Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia. Kegiatan peneli an dan pengembangan yang dilaksanakan perlu bersinergi dengan industri mitra, sehingga kedepannya diharapkan BBO dan BBOT yang telah diteli dan distandarisasi di perguruan nggi dan lembaga riset dapat diaplikasikan lebih lanjut di industri.
Pada Tahun 2013, jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri yang tersedia mencapai 39 item. Upaya yang dilakukan adalah dengan pendirian kelompok kerja kemandirian bahan baku obat beranggotakan lintas kementerian dan stakeholder terkait lain dengan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator. Pencapaian kemandirian obat dan bahan baku obat juga terutama dilakukan melalui kerjasama dan fasilitasi peneli an dengan lembaga peneli an (BPPT, LIPI dan Perguruan Tinggi) di bidang pengembangan bahan baku obat serta pembentukan jejaring dengan berbagai Stake Holder diantaranya ins tusi peneli an, kalangan industri dan asosiasi pengusaha.
58
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Op malisasi koordinasi dengan pihak terkait dilakukan melalui perluasan jaringan kerja sama dengan universitas negeri yang memiliki basis riset dan bermitra dengan industri farmasi dan atau industri obat tradisional. Pada Tahun 2012 kerja sama ini baru dilakukan dengan Kementerian Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pada Tahun 2013 dilakukan op malisasi dengan kementerian terkait yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Negera Ristek, dan Kementerian Perekonomian.
Juga telah dilakukan perbaikan skema kerja sama pengembangan bahan baku dan bahan baku obat tradisional yang dak hanya berorientasi pada produk, tetapi juga pada proses produksi lebih lanjut. Hal ini diperkuat dengan adanya Peta Jalan Pengembangan Bahan Baku dan Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional di Indonesia.
Tiga puluh sembilan jenis bahan baku obat dan obat tradisional yang telah siap diproduksi di dalam negeri dapat dilihat pada Tabel 11.
59
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tabel 11. Da ar Nama Bahan Baku Obat dan Bahan Baku Obat Tradisional yang Telah Siap Diproduksi Di Dalam Negeri
60
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
F asilitasi peralatan P4TO dan PED dilaksanakan untuk mendukung terciptanya pusat pengolahan pasca panen tanaman obat yang
mendukung pengembangan dan produksi bahan baku obat terutama obat tradisional. Urgensi pelaksanaan fasilitasi peralatan PED/P4TO ialah menjadikan P4TO dan PED sebagai sentra pengembangan dan produksi bahan baku obat terutama BBOT dengan memanfaatkan potensi tanaman obat/herbal di daerah. P4TO dan PED ini diharapkan dapat menjadi fasilitas pengolahan yang terstandard sehingga produk pasca panen tanaman obat Indonesia dapat memenuhi persyaratan kualitas, keamanan, dan kemanfaatan, sehingga berdaya saing. Pelaksanaan pembangunan PED ialah pada dasarnya dilaksanakan sebagai bagian yang berlanjut dari pembangunan P4TO. Pelaksanaan fasilitasi peralatan P4TO dan PED ini dilaksanakan sebagai bagian dari kerjasama pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan adanya P4TO dan PED ini diharapkan daerah mampu menghasilkan simplisia maupun ekstrak dari tanaman obat khas daerah sehingga selain dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing dari produk yang dihasilkan, juga dapat meningkatkan produksi simplisia dan ekstrak sebagai bahan baku pembuatan
XX. Fasilitasi Peralatan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan Pusat Ekstrak Daerah (PED)
obat tradisional termasuk obat herbal terstandar maupun fi tofarmaka.
Pelaksanaan fasilitasi peralatan P4TO dan PED dilaksanakan melalui fasilitasi peralatan dan mesin pengolahan simplisia tanaman obat dan ekstrak. Pemilihan peralatan ditentukan melalui penyusunan spesifi kasi teknis oleh Tim Teknis yang dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Binfar dan Alkes. Spesifi kasi peralatan dan mesin disusun mengacu pada peralatan dan mesin sesuai dengan standar pengolahan obat tradisional yaitu Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan referensi standar terkait pengolahan tanaman obat lainnya seper Good Agriculture Prac ce (GAP) dan lainnya. Fasilitasi P4TO dan PED didahului dengan penyusunan MoU dan Perjanjian Kerjasama antara pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) dan pemerintah daerah ( ngkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota) sebagai landasan kerjasama
Pelaksanaan kegiatan fasilitasi peralatan P4TO dan PED telah menghasilkan keluaran berupa fasilitas P4TO yang dikelola tersinergis dengan Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara - Medan, Provinsi Kalimantan Selatan - Banjarmasin, Provinsi Jawa Tengan - Kab. Tegal, Kab. Sukoharjo, Kota Pekalongan, Provinsi Bengkulu - Kab. Kaur, serta Provinsi Bali - Kab. Bangli. Khusus di Kota Pekalongan, fasilitas P4TO telah terintegrasi dengan PED. Untuk kedepannya, diharapkan fasilitas P4TO maupun PED tersebut diharapkan dapat menjadi BUMD atau UPT Pemda sehingga dapat beroperasi sebagai badan usaha yang berizin serta memenuhi persyaratan teknis maupun administra f.
61
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian - Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan akan mengadakan sistem perijinan dan pelaporan secara elektronik. Pembangunan sistem ini terus dikembangkan serta disempurnakan secara bertahap hingga saat ini. Secara berkelanjutan sistem ini disempurnakan mulai dari penda aran izin hingga pelaporannya.
Sistem dibangun untuk melakukan perubahan dalam penda aran/registrasi Kefarmasian dan pelaporan secara modernisasi dan terkomputerisasi secara terpadu, pengembangan ini guna mendukung perubahan dalam birokrasi yang ditujukan akan melaksanakan prinsip good governance dan keterbukaan dalam birokrasi.
Kementerian Kesehatan saat ini telah memiliki Sistem E-Licensing, pelaporan SIPNAP dan pelaporan PBF yang sangat bermanfaat untuk mendata produk-produk obat yang ada di Indonesia.
Kementerian Kesehatan sebagai instansi yang selama ini telah mengedepankan sistem informasi untuk memberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, terutama dalam kaitannya dengan komodi obat, narko ka, saat ini berharap memiliki data yang akuntabel dalam kefarmasian.
Kegiatan Yang Dilaksanakan :
XXI. Sistem Perizinan dan Pelaporan Elektronik
62
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
1. E-Licensing
Modul ini berfungsi untuk mengajukan dan menerbitkan perijinan yg terdiri dari empat kategori yaitu : Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional, Industri Produksi Kosme k, Pedagang Besar Farmasi.
Dimana untuk saat ini modul dirasa masih kurang mudah dalam penggunaan. Sehingga diharapkan dalam pekerjaan ini dapat membuat aplikasi lebih mudah digunakan (user friendly).
Adapun untuk ke-empat kategori pemohon terdiri dari beberapa perijinan untuk ap kategorinya, antara lain :
a. Industri Farmasi
Untuk kategori Industri Farmasi ada 2 (dua) jenis permohonan perijinan, yaitu Persetujuan Prinsip dan Izin Industri Farmasi. Permohonan perijinan ini mencakup Permohonan Baru, Perpanjangan dan Adendum.
Gambar 12. Tampilan Form Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Farmasi
63
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatanj g f
Gambar 13. Tampilan Form Permohonan Izin Industri Farmasi
64
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
b. Industri Obat Tradisonal
Untuk kategori Industri Obat Tradisonal ada 2 (dua jenis) permohonan perijinan, yaitu Persetujuan Prinsip dan Izin Industri untuk dua jenis industri obat tradisional, yaitu :
- Industri Obat Tradisional
- Industri Ekstrak Bahan Alam
Gambar 14. Tampilan Form Permohonan Izin Industri Farmasi
65
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
c. Industri Produksi Kosme k
Untuk kategori Industri Produksi Kosme k mencakup formulir permohonan perijinan untuk Izin Industri Produksi Kosme k.
Gambar 15. Tampilan Form Permohonan Izin Industri Produksi Kosme k
66
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
d. Pedagang Besar Farmasi
Untuk kategori Industri Produksi Kosme k mencakup formulir permohonan perijinan untuk :
- Pedagang Besar Farmasi
- Pedagang Besar Farmasi BO
Gambar 16. Tampilan Form Permohonan Izin Pedagang Besar Farmasi
67
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2. Sistem Pelaporan Narko ka dan Psikotropika
Sistem Pelaporan Narko ka dan Psikotropika adalah sistem yang digunakan untuk mengajukan laporan terkait data komodi narko ka dan psikotropika yang mencakup jumlah pemasukan PBF, jumlah pemasukan sarana, jumlah pengeluaran resep, jumlah pengeluaran sarana dan jumlah pemusnahan. Data-data yang di input tentunya dapat diolah menggunakan sistem yang dipergunakan untuk keperluan rekapitulasi. Diharapkan dengan re-design ini dapat memetakan alur pendistribusian Narko ka dan Psikotropika. Sehingga dapat terlihat kemana unit layanan mendistribusikan Narko ka dan Psikotropika.
Pada Tahun 2013 unit layanan yang terda ar dalam sistem ini adalah sebanyak.... unit layanan dengan laporan se ap bulan melipu laporan narko ka, psikotropika dan efedrin HCl.
Gambar 17. Tampilan Form Upload Data Narko ka
68
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
3. E-Report PBF
E-Report PBF adalah sebuah program pelaporan transaksi obat Pedagang Besar Farmasi melalui web. Data-data yang dilaporkan mencakup jumlah obat yang masuk, jumlah obat yang didistribusikan ke PBF yang lain, posisi stock obat, harga eceran obat. Data-data yang dimasukkan dapat diolah untuk dijadikan laporan dan rekapitulasi.
Gambar 18. Tampilan Form Transaksi Obat
69
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Pemantauan dan evaluasi sarana Distribusi Alat Kesehatan telah dilaksanakan sebanyak 94 sarana distribusi alkes yang dipantau terdapat
62 sarana yang memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB). Defi nisi opera onal yang digunakan adalah jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi syarat CDAKB dibandingkan dengan jumlah sarana distribusi alat kesehatan yang disampling secara representa f.
XXII. Monitoring dan Evaluasi Sarana Distribusi Alat Kesehatan
Kriteria sarana distribusi alat kesehatan yang disampling secara representa f adalah:
1. Sarana yang memiliki IPAK yang masih berlaku.
2. Sarana yang memiliki IPAK yang masa berlakunya hampir habis.
3. Sarana yang belum pernah dilakukan pemantauan.
4. Sarana yang bermasalah, misalnya perbedaan data antara IPAK dengan hasil laporan.
Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi
Tabel 12. Perbandingan Target, Realisasi dan Capaian Kinerja Indikator Persentase Sarana Distribusi Alat Kesehatan yang Memenuhi Persyaratan Distribusi Tahun 2010-2013
Dari tabel di atas, pada Tahun 2013 terlihat indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi dapat terealisasi dengan baik yaitu 65,96% dari target yang ditetapkan sebesar 65%. Dengan demikian capaian kinerja indikator ini adalah 101,47%.
Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusiTahun Target Realisasi Capaian2010 50% 50% 100%2011 55% 58,95% 107,18 %2012 60% 64,44% 107,40%2013 65% 65,96% 101,47%
70
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Pemantauan dan evaluasi sarana produksi alat kesehatan dan PKRT telah dilaksanakan terhadap 55 sarana produksi alat kesehatan
yang dipantau terdapat 43 sarana yang memenuhi syarat CPAKB/CPPKRTB. Defi nisi operasional yang digunakan adalah jumlah sarana produksi alat kesehatan/PKRT yang memenuhi syarat CPAKB/CPPKRTB dibandingkan dengan jumlah sarana produksi alat kesehatan/PKRT yang disampling secara representa f.
XXIII. Monitoring dan Evaluasi Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT
Kriteria sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang disampling secara representa f adalah:
1. Sarana yang memiliki ser fi kat produksi yang masih berlaku.
2. Sarana yang memiliki ser fi kat produksi yang masa berlakunya hampir habis.
3. Sarana yang belum pernah dilakukan pemantauan.
4. Sarana yang bermasalah, misalnya perbedaan data antara ser fi kat produksi dengan hasil laporan.
Tabel 13. Perbandingan Target, Realisasi dan Capaian Kinerja Indikator Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Cara Produksi yang Baik Tahun 2010-2013
Dari tabel di atas, pada Tahun 2013 terlihat indikator persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik dapat terealisasi dengan baik yaitu 78,18% dari target yang ditetapkan sebesar 55%. Dengan demikian capaian kinerja indikator ini adalah 142,15%.
Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRTyang memenuhi cara produksi yang baik
Tahun Target Realisasi Capaian2010 60% 60% 100%2011 45% 65,91% 146,47 %2012 50% 64,71% 129,42%2013 55% 78,18% 142,15%
71
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang ditempuh dalam rangka pembinaan, pengendalian, dan pengawasan
terhadap keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT yang telah memiliki izin edar. Pengambilan sampel alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan di 33 Provinsi. Seluruh sampel diuji di beberapa laboratorium yang terakreditasi atau yang ditunjuk. Total sampel yang diuji 1103 sampel. Jumlah sampel yang telah diperoleh hasil uji adalah 982 sampel. Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel, diperoleh hasil yang menunjukan 885 sampel memenuhi syarat (MS) dan 97 sampel dak memenuhi syarat (TMS).
Pengambilan sampel alat kesehatan dilakukan berdasarkan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Alat Kesehatan. Defi nisi operasional, formula yang digunakan adalah jumlah sampel yang memenuhi syarat dibandingkan dengan jumlah sampel yang sudah diperoleh hasil ujinya.
Kriteria sampel alat kesehatan dan PKRT yang diuji adalah sebagai berikut :
a. Produk yang menarik perha an karena efek samping yang mungkin di mbulkan dan memiliki pengaruh sosial yang luas.
b. Produk yang rawan terhadap kerusakan atau kondisinya cenderung dak stabil.
c. Produk yang mempunyai batas kadaluarsa.
d. Produk yang banyak digunakan oleh masyarakat.
e. Alat kesehatan steril.
XXIV. Sampling Alat Kesehatan dan PKRT di Provinsi
Tabel 14. Perbandingan Target , Realisasi dan Capaian Kinerja Indikator Persentase Produk Alat Kesehatan yang Memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat Tahun 2013
Presentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat ditargetkan 90% dan dapat terealisasi 90,12% dengan capaian 100,14% sehingga target yang ditetapkan untuk Tahun 2013 telah melampaui ketentuan yang ditetapkan
Indikator KinerjaTarget Realisasi Capaian2013 2013 2013
Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yangberedar memenuhi persyaratan keamanan , mutudan manfaat
90% 90,12% 100,14%
72
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Penyusunan Kompendium Alat Kesehatan dilakukan sebagai bagian dari langkah dan upaya persiapan pemberlakuan Sistem
Jaminan Kesehatan pada Tahun 2014. Kompendium Alat Kesehatan merupakan salah satu prioritas program Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada Tahun 2013 sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Kompendium Alat Kesehatan ini akan digunakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan ngkat pertama maupun fasilitas kesehatan rujukan ngkat lanjutan dalam memberikan pelayanan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Kompendium Alat Kesehatan mempunyai tujuan sebagai berikut:
a) Sebagai acuan dalam pelayanan kesehatan dalam menentukan pembelian alat kesehatan yang cost-eff ec ve sesuai mutunya.
b) Sebagai acuan dalam penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment) kebutuhan medis dalam upaya pengembangan penggunaan teknologi dalam manfaat Jaminan Kesehatan.
c) Sebagai acuan dalam penyusunan e-catalogue alat kesehatan dalam pengendaliaan harga alat kesehatan.
Kompendium Alat Kesehatan memuat da ar alat kesehatan yang terdiri dari alat kesehatan elektromedik, alat kesehatan non elektromedik dan alat kesehatan in vitro diagnos k. Masing-masing jenis alat kesehatan memuat ilustrasi/gambar, tujuan penggunaan, deskripsi alat kesehatan, spesifi kasi dasar alat kesehatan, hal yang perlu diperha kan dalam penggunaan alat kesehatan, dan resiko yang mungkin terjadi dalam penggunaan alat kesehatan.
Gambar 19. Kompendium Alat Kesehatan
XXV. Penyusunan Kompendium Alat Kesehatan
hatan.
Gambar 19. Kompendium Alat Kesehatan
73
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Peningkatan pemahaman mengenai harmonisasi regulasi alat kesehatan sangat pen ng dalam upaya pengawasan peredaran
alat kesehatan di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada tanggal 28 Januari 2013 di Ruang Rapat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Ruang 803 Lantai 8, pukul 14.00 WIB disepaka untuk dilaksanakannya In Country Training di Indonesia yang merupakan kerjasama ASEAN-USAID, sebagai bentuk kerjasama peningkatan kapasitas bagi regulator Indonesia dan pelaku industri alat kesehatan Indonesia dalam menghadapi harmonisasi alat kesehatan ngkat regional khususnya di wilayah ASEAN.
Workshop dilakukan 2 (dua) kali, yaitu :
a. Workshop untuk regulator dilaksanakan pada tanggal 26-27 Agustus 2013, di Avara room, hotel Aston Rasuna, Kuningan-Jakarta. Peserta training lebih kurang 60 peserta yang terdiri dari regulator di lingkungan Dit. Bina Prodis Alkes, Ditjen BUK, BPFK, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Provinsi.
b. Workshop untuk industri dilaksanakan pada tanggal 28-29 Agustus 2013, di ruang serbaguna US Trade di Kementerian Perdagangan RI. Peserta training lebih kurang 20 Industri yang tediri dari produsen alat kesehatan dalam negeri dan penyalur alat kesehatan.
XXVI. Workshop Harmonisasi Regulasi Alat Kesehatan Bekerjasama dengan USAID
Gambar 20. Workshop Harmonisasi Regulasi Alat Kesehatan Bekerjasama dengan USAID
WoWWo
aaa.
b.
GaGambbbarararararrrarraar 20. WWororkskshohop p HHarmonisasii RRRegugulaalasisis AAAAAlaatt Keesesehahataaann n
74
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Inves gasi klinis adalah suatu inves gasi sistema s atau studi dalam atau pada satu atau lebih subjek manusia yang dilakukan
untuk menilai keamanan dan/atau kinerja dari satu alat kesehatan. Pelaksanaan training ini diharapkan memberikan manfaat bagi regulator di Kementerian Kesehatan khususnya yang terkait dengan evaluasi klinis alat kesehatan dan inves gasinya, yaitu antara lain:
a) Memberikan pengetahuan tentang dasar-dasar uji klinis untuk alat kesehatan sehingga regulator mempunyai landasan teknis yang kuat dalam membuat regulasi tentang uji klinis alkes.
b) Memberikan pengetahuan tentang standar uji klinis alat kesehatan yang dapat diterima secara internasional agar regulator dapat membimbing industri dan para dokter dalam menjalankan uji klinis dengan standar yang diakui dan pedoman dalam melalukan pre-market evalua on dan post market surveillance.
XXVII. Training Clinical Evaluation and Investigations for Medical Devices
c) Mendukung peningkatan produksi alkes dalam negeri untuk dapat diterima di dalam negeri dan pasar ekspor, melalui uji klinis alat kesehatan yang diakui internasional.
Untuk meningkatkan pemahaman mengenai inves gasi klinis dilaksanakan training pada tanggal 19-20 Agustus 2013 di Hotel Puri Denpasar-Jakarta. Trainer pada training ini adalah Mrs. Danielle GIROUD, seorang prak si dan ahli dalam bidang uji klinis khusus untuk alat kesehatan dan beliau adalah salah satu m penyusun ISO 14155 - Clinical inves ga on of medical devices for human subjects—Good clinical prac ce. Organisasi beliau WMDO atau World Medical Device Organiza on adalah organisasi yang bergerak di bidang pela han regulasi dan uji klinis dengan program-program yang diakses secara online, dan sebelumnya sudah pernah berkerjasama dengan Dit. Bina Prodis Alkes dalam hal training online. Beliau sangat memahami regulasi uji klinis alkes di berbagai negara, dan telah mendirikan suatu perusahaan yang bergerak di bidang manajemen uji klinis (Clinical Research Organiza on) yaitu MD Clinicals, berpusat di Switzerland and memiliki cabang di Malaysia. Uji klinis yang baik dan benar khususnya untuk alat kesehatan masih merupakan hal yang baru di negara ASEAN termasuk Indonesia, dengan demikian kerjasama dengan Clinical Research Organiza on dalam memberikan training bagi regulator dirasakan tepat.
75
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Gambar 21. Training Clinical Evalua on and Inves ga ons for Medical DevicesGambar 21. Training Clinical Evalua on and Inves ga ons for Medical Devices
76
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
T untutan masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang Good Governance, Bebas KKN dan Clean
Goverment terus meningkat. Dalam melaksanakan perizinan alkes memerlukan konsistensi, efi siensi, akurasi dan koordinasi lintas sektor. Kementerian Kesehatan berkewajiban melaksanakan keduanya sekaligus.
Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 telah mengamanatkan bahwa seluruh sedian farmasi dan alat kesehatan yang beredar di Indonesia harus memiliki izin edar. Penilaian untuk mendapatkan ijin edar alkes dilakukan terstandar interna onal dimana Indonesia melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan cq Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan berperan ak f sebagai Ketua Technical Commi ee ASEAN dan Ketua Working Group Medical Devices Standar ASIA
Untuk meningkatkan pelayanan perizinan di bidang alat kesehatan, maka Kementerian Kesehatan meluncurkan sistem e-Reg alkes atau Registrasi Alat Kesehatan secara online. Dengan sistem ini pemohon perizinan alat kesehatan seluruh Indonesia dapat melakukan akses perijinan lebih mudah tanpa harus datang ke Unit Pelayanan Terpadu. Diharapkan dengan kemudahan akses dalam mendapatkan pelayanan ijin edar maka dapat mencegah dan mengurangi masuknya alat.
Informasi dapat diakses melalui: www.regalkes.depkes.go.id
XXVIII. Registrasi Online Alat Kesehatan dan PKRT
77
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Untuk mempermudah tenaga kesehatan, Fasyankes dan masyarakat melakukan pelaporan terhadap alat kesehatan yang dak memenuhi syarat maka dibuat E-Watch alat kesehatan yaitu sistem pengawasan alat kesehatan Nasional. Melalui sistem pengawasan E-Watch alat kesehatan maka se ap Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) dari penggunaan alat kesehatan dapat dilaporkan oleh petugas di Fasyankes agar dapat dievaluasi oleh Tim Pengawas Alat Kesehatan Nasional untuk di ndak lanju .
Hal ini untuk mencegah kejadian yang sama terjadi di tempat yang lain secara berulang. Pelaporan diwajibkan terutama untuk alat kesehatan yang mempunyai resiko nggi, berakibat cedera serius dan/atau kema an serta
yang menyebabkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat
Dengan E-Watch alat kesehatan, maka dapat dilakukan pengawasan terhadap produsen dan penyalur alat kesehatan yang dak memenuhi kewajibannya untuk menyediakan dan menyalurkan alat kesehatan yang aman, bermutu dan bermanfaat. Sistem ini diharapkan mampu mendeteksi kewaspadaan dini berupa penanganan komplain dari masyarakat/pengguna, pelaporan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) dan Tindakan Korek f terhadap Keselamatan di Lapangan atau Field Safety Correc ve Ac on (FSCA).
XXIX. Sistem Pengawasan Alat Kesehatan Online (E-Watch)
Gambar 22. Skema Sistem E-Watch Alkes
78
Kinerja Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Salah satu upaya untuk mencegah masuknya alat kesehatan dan PKRT ilegal ke dalam wilayah Indonesia maka sejak Tahun 2008,
Kemenkes telah bergabung dengan Indonesia Na onal Single Window (INSW) sesuai dengan Kepmenkes RI No. 825/Menkes/SK/IX/2008 tentang Pemberlakukan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia Na onal Single Window di Lingkungan Departemen Kesehatan.
Sesuai UU No 36 Kesehatan maka seluruh alat kesehatan dan PKRT yang masuk ke Indonesia harus memiliki izin edar dari Kementerian Kesehatan, oleh karena itu dalam proses ekspor-impor alat kesehatan dan PKRT termasuk barang larangan terbatas. Sistem INSW mengintegrasikan semua izin edar alat kes dan PKRT terhubung dengan portal INSW dan menjadi acuan bea cukai dalam melaksanaka pengawasan keluar masuk alat kes dan PKRT.
Untuk mempermudah akses informasi, Kementerian Kesehatan juga telah tergabung dalam portal Indonesia Trade Respitory (INTR) yaitu informasi terkait regulasi alat kesehatan dan PKRT menyangkut ekspor impor.
Single Sign On (SSO) merupakan pengembangan INSW di Kementerian Kesehatan, untuk memudahan akses bagi Pengguna yang akan menggunakan sistem INSW secara ter-integrasi dengan 18 Departemen dan Non Departemen.
XXX. INSW, INTR dan SSO
Top Related