KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL
April 30
2010 Studi Kasus Perlawanan Petani Pace Silo Jember Oleh : MUTAMAKKIN BILLA
[PROPOSAL PENELITIAN]
P a g e | 1
KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL
Studi Kasus Perlawanan Petani Pace Silo Jember
A. Latar Belakang Masalah
“Orang Jawa sebenarnya petani; tanah di mana dia lahir, yang
banyak menghasilkan dengan sedikit keluar keringat. Usia dihitung
dari berapa kali panen. Lamanya waktu dinyatakan dengan warna
batang padi di ladang. Dia merasa senang di tengah temannya
memotong padi, mencari jodoh di antara gadis desa yang menumbuk
padi sambil menyanyi di malam hari. Pendeknya, menanam padi
bagi orag Jawa sama dengan memetik anggur bagi orang di daerah
Rijn dan di selatan Perancis. Namun datanglah orang-orang asing
dari Barat. Mereka menjadikan dirinya pemilik tanah itu. 1
Kolonialisme seakan begitu akrab dengan masyarakat petani Indonesia.
Hingga kini, nasib petani tidak lebih baik dari apa yang dilukiskan Multatuli satu
setengah abad yang lalu. Liberalisasi, privatisasi dan berbagai paket deregulasi
semakin meminggirkan masyarakat petani di negeri ini. Melalui WTO, petani
dikebiri oleh masuknya produk pertanian impor, tentu saja dengan harga yang
jauh lebih murah. Letter of Intence (LoI) yang ditandatangani tahun 1997
mengubah struktur BULOG menjadi perusahaan umum yang memungkinkannya
meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan fungsi Public Service
Obligation (PSO). IMF tak mau kalah, melalui privatisasi BULOG dan
penghapusan subsidi pupuk, pemerintah tak sanggup lagi melindungi petani. Tak
cukup di situ, kebijakan World Bank, ADB dan USAID terkait pertanahan, air dan
sumber-sumber kekayaan alam yang liberal dan pro terhadap pemilik modal
semakin mejauhkan petani dari alat-alat produksi.2
1 Multatuli (Edward Douwes Dekker), Max Havelaar (Jakarta, Djambatan, terj. HB.
Jassin, 1972). 2 Henri Saragih, Petani Melawan Arus Kapitalisasi Bangsa, dalam Jurnal Tashwirul
Afkar, Edisi o, 24 Tahun 2008, h lm. 39
P a g e | 2
Penetrasi kapitalisme di pedesaan terus berusaha memisahkan petani dari
“tanah airnya”. Akibatnya, konflik-konflik agraria kian meningkat seiring
semakin meluasnya kasus-kasus pencaplokan/okupasi dan konservasi lahan,
terutama di sektor perkebunan dan kehutanan. Persoalan menjadi rumit karena
banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Keterlibatan
berbagai pihak ini terutama terkait dengan konflik antara institusi/penerima
konsesi dengan masyarakat setempat, serta pihak-pihak lain baik secara
individual maupun kelembagaan.
Konflik-konflik agraria menjadi tipikal masyarakat perkebunan Jember.
Kasus sengketa tanah di Jenggawah, Curahnongko, Mandigu, Nogosari, Sukorejo,
Karang Baru, Ketajek, Mulyorejo dan Pace.3 Pada umumnya konflik berpusat
pada sengketa tanah antara masyarakat petani berhadapan dengan pihak
perkebunan dan PERHUTANI. Hingga kini, di beberapa tempat, konflik agraria
masih menyisakan masalah yang “tak terselesaikan”.
Untuk kasus Pace, konflik yang terjadi sebenarnya meneruskan tradisi
panjang perlawanan petani Pace terhadap upaya eksplorasi tambang. Pada tahun
2000, masyarakat bersama organisasi keagaman Nahdhatul Ulama (NU) dan
sejumlah organisasi non pemerintah menolak rencana penambangan emas oleh
investor Yusuf Merukh. Penolakan dan perlawanan yang begitu kuat akhirnya
membuahkan hasil berupa dibatalkan eksplorasi tambang emas. Kini, masyarakat
petani Pace kembali melakukan perlawanan terhadap eksplorasi tambang mangan
yang sudah berlangsung sejak tahun 2008 yang lalu. Konflik tersebut hingga kini
masih berlangsung dan eskalasinya semakin meninggi. Banyaknya pihak-pihak
yang terlibat membuat upaya penyelesaian menjadi rumit.
Penelitian ini hendak menyoroti gerakan perlawanan petani Pace. Berbeda
dengan gerakan-gerakan perlawanan petani di berbagai tempat di Jember, gerakan
perlawanan petani Pace tidak semata-mata menyangkut konflik agraria terkait
sengketa tanah antara petani yang berhadapan dengan pihak perusahaan
perkebunan maupun PERHUTANI, melainkan sebagai suatu gejala yang khas dari
3 Khusus urntuk konflik agraria di Jenggawah telah dilakukan penelitian yang kemudian
dibukukan oleh Ipog S. Azhar, Radikalis me Masa Petani Orde Baru (Yogyakarta: YUI, 1999).
P a g e | 3
perubahan sosial dan berbagai implikasi yang menyertai akibat penetrasi ekonomi
industrial-modern. Gerakan perlawanan tersebut lebih merupakan suatu protes
terhadap masuknya perusahaan penambangan yang berimplikasi terganggunya
struktur ekonomi dan sosial tradisional-agraris. Selain ancaman terhadap ekonomi
subsisten mereka, kerusakan lingkungan juga menjadi isu penting untuk menolak
eksplorasi tambang mangan, didukung kenyataan bahwa pada beberapa tahun
terakhir, banjir dan longsor menjadi ancaman laten bagi warga Pace dan
sekitarnya.
Dalam sistem sosial tradisional-agraris di mana agama memainkan
peranan yang cukup dominan, elit agama dengan mudah menempati kedudukan
sebagai pemimpin dengan memberi warna keagamaan ke dalam gerakan
perlawanan petani. Di Pace, sejumlah pimpinan pesantren dan pimpinan salah satu
ormas keagamaan (NU) tidak sekedar berpartisipasi, lebih dari itu mereka
mengawal dan memimpin gerakan perlawanan baik di lapangan maupun ketika
berhadapan dengan birokrasi. Warna keagamaan dalam gerakan perlawanan
petani di Pace tampak, misalnya, ketika pada tanggal 13 Maret 2008 aksi
pemblokiran jalan menuju lokasi penambangan diawali dengan pembacaan
istighasah bersama di Masjid Istiqlal Pace yang dipimpin Rais Syuriah PCNU
Jember KH. Imam Haramain.
Peran elit agama sebagai pemimpin tidak dengan sendirinya membuat
gerakan perlawanan petani Pace bisa disebut sebagai gerakan keagamaan. Meski
ritual-ritual keagamaan juga terdapat di dalamnya, diperlukan studi lebih lanjut
untuk mengidentifikasi gerakan tersebut sebagai sebuah gerakan keagamaan, atau
bahkan gerakan mesianistis. Jika melihat pola dan strategi yang digunakan, ada
kecenderungan gerakan perlawanan petani Pace lebih bersifat modern ketimbang
tradisional.4
4 Ciri-ciri gerakan perlawanan petani tradisional dapat ditemukan dalam Sartono
Kartodird jo, “Mitos Ratu Adil dan Aspirasi Petani”, dalam Prisma No. 1, Januari 1977. Untuk ciri-
ciri gerakan modern lihat Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1984), hlm. 14.
P a g e | 4
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini hendak mengetahui sejauh mana perubahan sosial-ekonomi
akibat penetrasi kapitalisme global berlangsung di Pace. Perubahan tersebut
membawa konsekuensi-konsekuensi yang dalam banyak hal mengancam
keseimbangan lingkungan, tatanan sosial dan sistem mata pencaharian masyarakat
tradisional-agraris. Hal ini pada gilirannya menimbulkan frustasi dan rasa
terpinggirkan yang berkembang menjadi keresahan dan kegelisahan yang meluas.
Kondisi inilah, dengan komando para pemuka agama dan elit sosial lainnya, yang
membuka jalan bagi meledaknya gerakan perlawanan di kalangan masyarakat
petani Pace.
Keterlibatan tokoh-tokoh agama tidak serta merta merefleksikan agama
sebagai faktor dominan dalam dalam gerakan perlawanan tersebut. Untuk itu,
studi ini juga hendak mengetahui sejauh mana peranan yang dimainkan para elit
agama dalam gerakan perlawanan tersebut. Pertanyaan ini penting untuk
mengukur efektifitas dan sifat strategis agama dalam mendorong gerakan sosial
dalam rangka perubahan sosial.
Studi ini juga akan melihat sejauh mana kondisi-kondisi sosial, ekonomi,
politik dan keagamaan mempengaruhi pola dan strategi gerakan. Penting pula
untuk mengetahui bagaimana orientasi-orientasi ideologis-keagamaan ditanamkan
serta adakah gagasan-gagasan mesianistis dalam gerakan perlawanan petani Pace.
Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi apakah gerakan tersebut bersifat
tradisional atau modern. Kajian historis dan studi perbandingan dengan gerakan-
gerakan perlawanan petani di tempat-tempat lain juga perlu untuk melihat sifat
khas dari gerakan perlawanan petani Pace.
C. Pembatasan Masalah
Fokus penelitian ini adalah mengkaji sejauh mana peran agama yang
direpresentasikan oleh para elit agama (baca: kiai) dalam proses-proses perubahan
sosial-ekonomi di Desa Pace Kecamatan Silo kabupaten Jember. Selain itu,
penelitian ini juga hendak mengetahui faktor- faktor pendorong, pola, strategi, dan
tujuan gerakan perlawanan petani di Pace.
P a g e | 5
D. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini menjadi penting mengingat gerakan perlawanan petani
terutama di wilayah Jember bersifat endemik dan tampaknya masih akan menjadi
fenomena jangka panjang karena kompleksitas persoalan yang melingkupinya.
Konflik-konflik agraria menjadi tipikal masyarakat perkebunan Jember.
Khusus untuk kasus perlawanan petani Pace, peran para pemimpin agama
(kyai dan tokoh-tokoh NU) sangat signifikan mengingat masyarakat Pace adalah
masyarakat tradisional-agraris di mana agama menjadi faktor penting. Banyaknya
pesantren dan mayoritas warganya yang berafiliasi ke NU mengimplikasikan
agama menjadi unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam proses perubahan sosial
yang terjadi di Pace.
Perlawanan petani dan peran agama di dalamnya masih menjadi masalah
yang menarik untuk dikaji. Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana proses
perubahan perubahan sosial berlangsung di Pace. Mengutip Sartono, melalui
perlawanan petani Pace, kita dapat mengungkap “arus bawah dari kejadian-
kejadian politik besar, dan merupakan indikator dari perubahan sosio kultural.”5
E. Kajian riset sebelumya
Konflik-konflik agraria secara umum dan pergolakan-pergolakan petani
secara khusus, apakah itu merupakan manifestasi milenari atau tidak, telah
menjadi bahan studi yang banyak diminati. Sekitar tiga dekade yang lalu, banyak
penelitian tentang gerakan petani dilakukan baik di luar maupun di dalam negeri.
Tentang geakan perlawanan petani di luar negeri, kita bisa menyebut misalnya
Scott6 yang melakukan penelitian terhadap gerakan petani Indo China dan Bates
yang melakukan penelitian perlawanan petani di negara-negara kawasan Afrika
5 Sartono Kartodirdjo, Protest Movement in Rural Java (Singapore, Kuala Lumpur &
Jakarta: Oxford University Press, 1973), hlm. 2. 6 J.C. Scott, The Moral Economy of the Peasant (New Haven: Yale University Press,
1976) dan Weapons of te Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance (New aven: Yale
University Press, 1985).
P a g e | 6
tropis.7 Kedua penelitian ini memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa
munculnya perlawanan petani terutama diakibatkan terutama oleh faktor ekonomi.
Di Indonesia sendiri, sejumlah penelitian telah dilakukan tentang pokok
persoalan ini. Sebelum studi Sartono tentang Pemeberontakan Petani Banten
menjelang akhir abad 19,8 kebanyakan studi didasarkan pada asumsi bahwa
berbagai pemberontakan petani lebih merupakan suatu ledakan fanatisme atau
huru-hara menentang pajak. Studi-studi tersebut sudah puas dengan
mengemukakan faktor-faktor agama atau ekonomi sebagai penyebabnya. Dalam
garis studi ini, Sartono menyebut nama-nama seperti G.W.J. Drewes, Van der
Kroef, Cohen Stuart dan Brandes.9 Membantah asumsi tersebut, Sartono
menemukan bahwa faktor pemicu pemberontakan memiliki dimensi yang cukup
luas yang mencakup sekaligus ekonomi, sosial, politik dan keagamaan.
Penelitian Breman terhadap gerakan perlawanan petani di sekitar pabrik
gula di Pasuruan dan Probolinggo menemukan bahwa perlawanan tersebut dipicu
oleh paksaan untuk menanam tebu oleh pihak pabrik gula milik perusahaan
dagang Belanda dengan sokongan pemeritah kolonial Belanda.10 Siahaan juga
melakukan penelitian mengenai perlawanan petani peserta TRI (Tebu Rakyat
Intensifikasi) di Papar Kediri dan menemukan bahwa perlawanan tersebut
disebabkan terutama oleh maraknya korupsi dan kecurangan-kecurangan dalam
program TRI.
Penelitian yang relatif baru dilakukan Ipong S Azhar terhadap gerakan
perlawanan petani di Jenggawah Jember.11 Konflik agraria yang terkenal dengan
sebutan Sengketa Tanah Jeggawa ini terjadi antara petani dan pihak PTP XXVII
menyangkut tanah HGU. Redistribusi tanah yang merugikan petani, perlakuan
diskriminatif, tindakan teror, korupsi dan manipulasi hingga keterlibatan birokrasi
7 R. H. Bates, Markets and States in Tropical Afrika: Te Political Basis of Agricultural
Policies (Berkeley: University of California Press, 1981). 8 Sartono Kartodird jo, 1984.
9 Liat Sartono Kartodird jo, Ib id., lm.
10 J. Breman, Control of Lad and Labour in Colonial Java (Holland: Foris Publications,
1983). 11
Penelit ian untuk disertasi Ipong itu sendiri kemudian diklaim sebagai plagiat. Meski
demikian, semata-mata untuk memudahkan akses data dan informasi, penulis masih menggunakan
disertasi yang kemudian dibukukan dengan judul Radikalis me Petani Masa Orde Baru (Yogkarta:
Yayasan Untuk Indonesia, 1999).
P a g e | 7
pemerintah dan aparat keamanan yang memihak PTP XXVII memicu perlawanan
petani Jenggawah.
Untuk melihat bagaimana ideologi- ideologi keagamaan memainkan peran
penting dalam gerakan perlawanan petani, penelitian Sartono tentang gerakan
protes di Jawa pada abad 19 dan awal abad 20 menjadi salah satu bahan studi
yang sangat penting. Di dalamya kita dapat mempelajari berbagai model dan
bentuk-bentuk ideologis gerakan protes di Jawa, termasuk gerakan yang bercorak
mesianistik.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yang
mengkaji sejauh mana peran agama direpresentasikan oleh para elit agama
dalam proses-proses perubahan sosial-ekonomi di Desa Pace Kecamatan Silo
kabupaten Jember. Lebih jauh, penelitian ini juga mengkaji faktor- faktor
pendorong, pola, strategi, dan tujuan gerakan perlawanan petani di Pace.
Sumber data primer penelitian ini adalah data-data yang berasal dari lapangan,
sedang sumber kepustakaan diperlakukan sebagai data pendukung. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif-analitik, yaitu memaparkan secara lengkap,
jelas dan mendalam bagaimana agama diperankan dalam proses-proses
perubahan sosial yang mengarah pada, juga faktor-faktor pendukung, pola,
strategi dan tujuan perlawanan masyarakat Desa Pace.
2. Pendekatan
Secara umum, ada dua pendekatan dalam mengkaji gerakan perlawanan
petani ini, yaitu pendekatan moral ekonomi, dan pendekatan historis.12
Pendekatan moral ekonomi (struktural) menemukan adanya hubungan positif
gerakan perlawanan petani dan ancaman terhadap kondisi subsisten masyarakat
petani. Ada dua aspek utama pemicu gerakan perlawanan petani menurut
pendekatan ini. Pertama, gerakan perlawanan petani merupakan reaksi defensif
terhadap perubahan sosial-ekonomi yang mengancam kondisi subsisten petani.
12
Lihat Ipong S. Azhar, Radikalisme Massa Petani Orde Baru, YUI
P a g e | 8
Kedua, adanya pemimpin gerakan menjadi faktor kunci dan biasanya berasal
dari kalangan elit agama dan pemuka masyarakat yang berfungsi sebagai
patron.
Pendekatan historis mendasarkan diri pada catatan historiografis atau
dokumen sejarah yang menginformasikan peranan historis yang dimainkan
petani. Pendekatan ini berusaha merekonstruksi pola-pola sejarah untuk
menyingkap bukan saja proses-proses social yang mendasari proses-proses
politik gerakan petani, namun juga untuk melihat keseluruhan matrik tat
hubungan ekonomi social dan politik yang melingkupinya. Dengan kata lain,
pendekatan historis tidak hanya berusaha mengemukakan fakta-fakta mengenai
peristiwa-peristiwa dan episode-episode politik, tetapi juga menembus hingga
ke tingkat factor- faktor yang mengindisikan peristiwa-peristiwa itu.13
Karena pendekatan ini didasarkan pada catatan historiografis dan dokumen
sejarah yang sangat dipengaruhi penulisnya, maka munculnya gerakan selalu
dikaitkan dengan mitologi tradisional yang menjadi bagian dari sistem nilai dan
sistem kepercayaan masyarakat tersebut. Mitos bagi masyarakat tradisional
bukanlah sesuatu yang irasional sebagaimana masyarakat modern
memandangnya, tetapi sebagai system faktual.14 Karenanya, mitos dapat
menjadi kekuatan penggerak masyarakat. Penting untuk dicatat bahwa
umumnya gerakan petani di Jawa memiliki latar aspek-aspek kepercayaan yang
bersifat arkaik (Ratu Adil, Erucakra, Imam Mahdi dan lain- lain), dan
nampaknya perbedaan doktrin-doktrin sistem kepercayaan mempengaruhi
perbedaan tipe gerakan petani itu.15
Untuk kasus Pace, pendekatan moral ekonomi tampaknya lebih mampu
menjelaskan motif munculnya gerakan perlawanan petani. Bagi petani
tradisional yang memiliki budaya subsistensi kuat, perubahan sosial ekonomi
yang terjadi sebagai akibat penetrasi kapitalisme di pedesaan melalui usaha
eksplorasi tambang mangan akan mengancam kelangsungan hidup subsisten,
13
Lihat Sartono Kartodirdjo, hlm. 18. 14
Koentowijoyo, 1993, Radikalisasi Petani… Hlm. 133. 15
Budi Radjab, Gerakan Islam dan Pemberontakan Petani Di JAwa Abad 19, Jurnal
Pesantren No. I/Vol.IX/1992., h lm. 42.
P a g e | 9
adat-istiadat dan norma-norma sosial tradisional mereka. “Keamanan ekonomi”
atau yang dikenal dengan prinsip mendahulukan keselamatan (safety first)
menjadi penting dalam kondisi masyarakat petani subsisten. Prinsip inilah yang
memungkinkan para petani menolak perubahan dan siap melakukan
perlawanan ketika tidak ada alternatif lain.
Jember merupakan daerah yang sebagian wilayahnya menjadi areal
perkebunan. Berkembangnya bisnis hasil perkebunan telah mendorong para
pemilik modal berusaha memperluas perkebunannya. Dalam situasi sulit akibat
krisis ekonomi yang berkepanjangan, para petani kecil terpaksa menyewakan
tanah mereka kepada para pemilik modal.16 Akibatnya, keseimbangan yang
sudah terbangun dalam masyarakat tradisional menjadi terganggu. Kondisi ini
menimbulkan rasa frustasi dan teralienasi, dan jika perasaan ini
dikomunikasikan akan berkembang menjadi keresahan dan kegelisahan yang
meluas. Situasi demikian dapat menjadi sebuah gerakan sosial apabila dapat
difokuskan di bawah suatu pimpinan yang mampu memberikan orientasi-
orientasi ideologis tertentu atau menuju pewujudan gagasan-gagasan tentang
milenari.17
3. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Ketiganya dipergunakan
secara simultan agar bisa saling melengkapi, sehingga teknik yang satu
terhadap yang lain dapat bersifat komplementer dalam menggambarkan tentang
agama yang diperankan, faktor pendukung, pola, strategi dan tujuan
perlawanan masyarakat Desa Pace Silo Jember.
a. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah tek nik
wawancara tak terstruktur yang sering juga disebut wawancara mendalam,
16
Biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menggarap sawahnya tidak sebanding
dengan hasil panenannya. Harga pupuk yang mahal dan harga hasil panenan yang murah membuat
sebagian besar petani dengan tanah sedikit enggan menggarap sawahnya dan menyewakan atau
menjualnya kepada pemilik modal untuk d itanami tebu. 17
Lihat Sartono kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, hlm. 15.
P a g e | 10
wawancara intensif, wawancara kualitatif, atau wawancara terbuka (open-
ended interview). Pilihan teknik ini didasarkan pada argumen bahwa
wawancara tak terstruktur dapat dilakukan bila menemui keadaan-keadaan
berikut :
1. Bila pewawancara berhubungan dengan orang penting
2. Bila pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam pada
subjek tertentu.
3. Bila pewawancara bermaksud mengungkap motivasi, maksud atau
penjelasan dari responden
4. Bila pewawancara mau mencoba mengungkap suatu peristiwa, situasi atau
keadaan terntentu. 18
Teknik wawancara tak terstruktur digunakan oleh sedalam penelitian ini
oleh sebab subjek penelitian adalah mereka para tokoh-elit agama yang
memiliki kedudukan tinggi dalam struktur masyarakat Desa Pace. Demikian
bahwa penelitian ini pun ingin mengungkap faktor- faktor pendukung, pola,
strategi dan tujuan tertentu dari perlawanan masyarakat tani Desa Pace.
James P. Spreadly memaparkan, bahwa melalui apa yang dikatakan orang,
baik melalui komentar sederhana maupun dalam wawancara panjang, motif-
motif dibalik suatu peristiwa baik implisit maupun eksplisit akan terungkap. 19
Jadi, teknik wawancara ini dilakukan agar dapat pula mengungkap motif-motif
dan faktor- faktor lain dibalik peristiwa perlawanan masyarakat tani Desa Pace
Silo Jember.
b. Teknik Observasi
Untuk melengkapi data-data yang diperoleh melalui wawancara, teknik ini
juga digunakan untuk menghindari terjadinya bias pada data-data tersebut.
Sebab dengan teknik ini, peneliti dapat melihat dan mengamati secara langsung
kehidupan, budaya, struktur sosial, relasi-relasi kekuasaan para kiyai-elit
18
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2000), h lm.13. 19
James P. Spreadly, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa, (Yogyakarta; PT. Tiara
Wacana Yogya, 1997), h lm. 11.
P a g e | 11
agama, serta dapat melihat langsung hubungan-hubungan hasil pengamatan
dengan motif-motif perlawanan masyarakat tani Desa Pace.
Teknik pengamatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengamatan
dengan partisipasi terbatas. Dalam arti bahwa peneliti –dengan teknik ini, tidak
menyembunyikan identitas sesungguhnya namun tetap berusaha menjaga
hubungan baik dengan para informan serta melakukan observasi formil melalui
proses wawancara ataupun berpartisipasi dalam beberapa kegiatan subjek
penelitian.
c. Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk melacak dokumen-dokumen atau catatan-
catatan historiografis yang menginformasikan peran historis kaum tani Desa
Pace, baik dari data-data desa maupun pemerintah daerah. Hal ini dilakukan
untuk menyingkap bukan saja proses-proses social yang mendasari gerakan
petani, namun juga untuk melihat keseluruhan hubungan ekonomi, social, dan
politik yang melingkupinya. Dengan kata lain, data-data dokumen dimaksud
tidak saja digunakan untuk mengetahui fakta-fakta mengenai peristiwa-
peristiwa, tetapi juga menembus hingga ke tingkat factor- faktor yang
mengindisikan.
P a g e | 12
G. Jadwal Penelitian
NO KEGIATAN MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Observasi awal (Lokasi-Kepustakaan)
2 Pembuatan Proposal
3 Seminar proposal antar rekan dosen
4 Perbaikan Proposal
5 Pengayaan
6 Pengajuan Proposal
7 Pelaksanaan Penelitian (Pengumpulan
data, analisis, trianggulasi, analisis, trianggulasi, dll.)
8 Penyusunan Laporan
9 Laporan Akhir
10 Lain-lain
P a g e | 13
H. Daftar Pustaka
Barth Fredrick, Etnic Group and Boundaries, (New York; The Free Press, 1976)
Beals, Ralph L. Hoijer, Harry and Beals, An Introduction to Anthropology, (New
York; Collier Macmillan, 1977).
Beaty, Andrew, Variasi Agama di Jawa, (Jakarta; Raja Grafindo, 2001)
Berger, Peter L, Construction of Reality, (New York; Doubleday & Company Inc,
1963)
Budi Radjab, Gerakan Islam dan Pemberontakan Petani Di JAwa Abad 19, Jurnal
Pesantren No. I/Vol.IX/1992.
Coser, John (ed), The Function and Modernity; Moslem Intellectuals Respond, (London; I.B. Tauris, 2000)
Coser, Lewis. A. The Function of Social Conflict, (New York; MacMillan Publishing, tt)
Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, terj. Francisco Budiman Hardiman, (Jakarta; Kanisius, 2003)
Geertz, Clifford, The Religion of Java, (Ithaca; Glencoe Free Press, 1960)
Hadikusuma, Hilman, Antropologi Agama, (Bandung; Citra Aditya Bhakti, 1993)
Hakim, Lukman, Perlawanan Islam Kultural, (Surabaya; Pustakan Eureka, 2004)
Henri Saragih, Petani Melawan Arus Kapitalisasi Bangsa, dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi o, 24 Tahun 2008.
Ipog S. Azhar, Radikalisme Masa Petani Orde Baru (Yogyakarta: YUI, 1999).
Ismail, Faisal, Islamic Traditionalist in Indonesia, (Jakarta; PPPKHUB Pustlibang, 2003)
J. Breman, Control of Lad and Labour in Colonial Java (Holland: Foris Publications, 1983).
J.C. Scott, The Moral Economy of the Peasant (New Haven: Yale University
Press, 1976)
J.C. Scott, Weapons of te Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance (New
aven: Yale University Press, 1985).
P a g e | 14
James P. Spreadly, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa, (Yogyakarta; PT. Tiara
Wacana Yogya, 1997).
Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat Jawa, (Jogjakarta; Tiara Wacana, 1987)
Lauer, Robert H. Prespektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta; Rienaka Cipta,
2003)
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2000).
M. Ardiansyah, Radikalisme Petani Masa Orde Baru (Yogkarta: Yayasan Untuk Indonesia, 1999).
Mulkan, Munir, Islam Murni dalam Masyarakat Petani, (Yogyakarta; Benteng Budaya, 2000)
Mulkan, Munir, Runtuhnya Mitos Politik Santri, (Yogyakarta; SI Press, 1994)
Multatuli (Edward Douwes Dekker), Max Havelaar (Jakarta, Djambatan, terj. HB. Jassin, 1972).
Nottingham, Elisabeth K. Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, terj. Abdul Muis Naharong, (Jakarta; Rajawali, 1985)
Nuruddin, at. all, Agama Tradisional, (Jogjakarta; LkiS, 2003)
Pranomo, Bambang, Islam Faktual; Antara Tradisi dan Relasi, (Yogyakarta; tp, 2001)
R. H. Bates, Markets and States in Tropical Afrika: Te Political Basis of Agricultural Policies (Berkeley: University of California Press, 1981).
Redfield, Robert, Peasant Society and Culture; An Anthropological Approach to Civilization, (Chicago; The University of Chicago press, 1956).
Rosjidy, H.M. Islam dan Kebatinan di Indonesia, (Jakarta; Bulan Bintang, 1977)
Sartono Kartodirdjo, “Mitos Ratu Adil dan Aspirasi Petani”, dalam Prisma No. 1, Januari 1977.
Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).
Sartono Kartodirdjo, Protest Movement in Rural Java (Singapore, Kuala Lumpur
& Jakarta: Oxford University Press, 1973).
P a g e | 15
Soegeng Sarjadi, Kaum Pinggiran Kelas Menengah Quo Vadis? (Jakarta:
Gramedia, 1994).
Syam, Nur, Tradisi Islam Lokal dalam Masyarakat Pesisir Palang Tuban Jawa Timur, (Surabaya; Univ. Airlangga, 2003)
Tibi, Bassam, Islam and The Cultural Accomodation of Social Change, (Oxford; Westview, 1991)
Utama, Muhtarom Zaini, Islam Jawa, (Jakarta; Salemba Diniyah, 2002)
Wahid, Abdurrahman, Pribumisasi Islam dalam Islam Indonesia Menatap Masa Depan, (Jakarta; PM3, 1989).
Weber, Max, Sosiologi Agama, terj. (Yogyakarta; IRCiSoD, 2003)
Woordward, Mark R, Islam Jawa, (Yogyakarta; LkiS, 1985)
P a g e | 16
I. Rencana Anggaran
Penelitian ini membutuhkan biaya sebesar Rp. 13.045.000,- (tiga belas juta empat
puluh lima ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut :
NO KEGIATAN URAIAN
TATAL Rp. JML SAT JML Rp
1
PERSIAPAN 1. T rans. observasi awal Sby-Jbr 2 Kali 100.000,- 200.000,-
2. Trans. observasi awal Kelokasi 3 Kali 30.000,- 90.000,- 2. Penginapan 3 Hari 75.000,- 225.000,-
3. Foto copy dan ATK - - 200.000,- 200.000,- 4. Konsumsi 3 Hari 45.000,- 135.000,-
5. Dokumentasi 2 Rol/cetak 50.000,- 100.000,- 6. Pertemuan informal/insidentil 4 Kali 30.000,- 120.000,-
2
PROSES PENELITIAN 1. Kertas A4 80gr 5 Rim 35.000,- 175.000,-
2. Tinta printer Epson 5 Botol 35.000,- 175.000,- 3. Pengadaan printer Epson 1 Unit 800.000,- 800.000,-
4. Alat tulis - - 150.000,- 150.000,- 5. Starter kit/Map/File Forlder 1 Buah 50.000,- 50.000,-
6. Proceeding (recorder-kaset) - - 500.000,- 500.000,- 7. Dokumentasi 5 Rol/cetak 50.000,- 250.000,-
8. Trans. Surabaya-Jember (PP) 10 Kali 100.000,- 1.000.000,- 9. Trans. ke-lokasi (PP) 10 Kali 30.000,- 300.000,-
10. Konsumsi 10 Hari 45.000,- 450.000,- 11. Penginapan 10 Hari 75.000,- 750.000,-
3
PROSES PELAPORAN 1. Pengadaan referensi - - 2.000.000,- 2.000.000,-
2. Penulisan laporan - - 1.000.000,- 1.000.000,- 3. Penggandaan naskah 5 Eks 50.000,- 250.000,-
4. Perbaikan laporan/penjilidan 5 Eks 25.000,- 125.000,-
4 HONORARIUM
1. Honorarium peneliti 1 Orang 3.000.000,- 3.000.000,- 2. Lain-lain/tak terduga - - 1.000.000,- 1.000.000,-
TOTAL RENCANA ANGGARAN Rp. 13.045.000,-
J. Curriculum Vitae Peneliti
1. Nama : Mutamakkin Billa, Lc., M.Ag
2. NIP. : 1970919200901007
3. Tempat/Tgl. Lahir : Probolinggo, 19 September 1977
4. Pangkat/Golongan : III/B
P a g e | 17
5. Jabatan Struktural : Asisten Ahli
6. Alamat Kantor : Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya
7. Alamat Rumah : Jl. Besukkidul No. 247 Besuk Probolinggo
8. Email : [email protected]
9. Riwayat Pendidikan
a. MI/SD : MI. Nasyatul Ulum, 1989
b. MTs/SMP : MTs. Nahdlatul Ulama, 1992
c. MA/SMA : MANPK Jember, 1995
d. S1 : Fak. Tarbiyah Ushuluddin Univ. Al-Azhar, 1999
e. S2 : Kons. Filsafat Islam, Program Pasca Sarjana IAIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta, 2005
f. S3 : Kons. Pemikiran Islam, Program Pasca Sarjana IAIN
Sunan Ampel Surabaya
Top Related