KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL filepetani Pace kembali melakukan perlawanan terhadap...

18
KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL April 30 2010 Studi Kasus Perlawanan Petani Pace Silo Jember Oleh : MUTAMAKKIN BILLA [PROPOSAL PENELITIAN]

Transcript of KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL filepetani Pace kembali melakukan perlawanan terhadap...

KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL

April 30

2010 Studi Kasus Perlawanan Petani Pace Silo Jember Oleh : MUTAMAKKIN BILLA

[PROPOSAL PENELITIAN]

P a g e | 1

KIAI, PETANI, DAN PENETRASI KAPITALISME GLOBAL

Studi Kasus Perlawanan Petani Pace Silo Jember

A. Latar Belakang Masalah

“Orang Jawa sebenarnya petani; tanah di mana dia lahir, yang

banyak menghasilkan dengan sedikit keluar keringat. Usia dihitung

dari berapa kali panen. Lamanya waktu dinyatakan dengan warna

batang padi di ladang. Dia merasa senang di tengah temannya

memotong padi, mencari jodoh di antara gadis desa yang menumbuk

padi sambil menyanyi di malam hari. Pendeknya, menanam padi

bagi orag Jawa sama dengan memetik anggur bagi orang di daerah

Rijn dan di selatan Perancis. Namun datanglah orang-orang asing

dari Barat. Mereka menjadikan dirinya pemilik tanah itu. 1

Kolonialisme seakan begitu akrab dengan masyarakat petani Indonesia.

Hingga kini, nasib petani tidak lebih baik dari apa yang dilukiskan Multatuli satu

setengah abad yang lalu. Liberalisasi, privatisasi dan berbagai paket deregulasi

semakin meminggirkan masyarakat petani di negeri ini. Melalui WTO, petani

dikebiri oleh masuknya produk pertanian impor, tentu saja dengan harga yang

jauh lebih murah. Letter of Intence (LoI) yang ditandatangani tahun 1997

mengubah struktur BULOG menjadi perusahaan umum yang memungkinkannya

meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan fungsi Public Service

Obligation (PSO). IMF tak mau kalah, melalui privatisasi BULOG dan

penghapusan subsidi pupuk, pemerintah tak sanggup lagi melindungi petani. Tak

cukup di situ, kebijakan World Bank, ADB dan USAID terkait pertanahan, air dan

sumber-sumber kekayaan alam yang liberal dan pro terhadap pemilik modal

semakin mejauhkan petani dari alat-alat produksi.2

1 Multatuli (Edward Douwes Dekker), Max Havelaar (Jakarta, Djambatan, terj. HB.

Jassin, 1972). 2 Henri Saragih, Petani Melawan Arus Kapitalisasi Bangsa, dalam Jurnal Tashwirul

Afkar, Edisi o, 24 Tahun 2008, h lm. 39

P a g e | 2

Penetrasi kapitalisme di pedesaan terus berusaha memisahkan petani dari

“tanah airnya”. Akibatnya, konflik-konflik agraria kian meningkat seiring

semakin meluasnya kasus-kasus pencaplokan/okupasi dan konservasi lahan,

terutama di sektor perkebunan dan kehutanan. Persoalan menjadi rumit karena

banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Keterlibatan

berbagai pihak ini terutama terkait dengan konflik antara institusi/penerima

konsesi dengan masyarakat setempat, serta pihak-pihak lain baik secara

individual maupun kelembagaan.

Konflik-konflik agraria menjadi tipikal masyarakat perkebunan Jember.

Kasus sengketa tanah di Jenggawah, Curahnongko, Mandigu, Nogosari, Sukorejo,

Karang Baru, Ketajek, Mulyorejo dan Pace.3 Pada umumnya konflik berpusat

pada sengketa tanah antara masyarakat petani berhadapan dengan pihak

perkebunan dan PERHUTANI. Hingga kini, di beberapa tempat, konflik agraria

masih menyisakan masalah yang “tak terselesaikan”.

Untuk kasus Pace, konflik yang terjadi sebenarnya meneruskan tradisi

panjang perlawanan petani Pace terhadap upaya eksplorasi tambang. Pada tahun

2000, masyarakat bersama organisasi keagaman Nahdhatul Ulama (NU) dan

sejumlah organisasi non pemerintah menolak rencana penambangan emas oleh

investor Yusuf Merukh. Penolakan dan perlawanan yang begitu kuat akhirnya

membuahkan hasil berupa dibatalkan eksplorasi tambang emas. Kini, masyarakat

petani Pace kembali melakukan perlawanan terhadap eksplorasi tambang mangan

yang sudah berlangsung sejak tahun 2008 yang lalu. Konflik tersebut hingga kini

masih berlangsung dan eskalasinya semakin meninggi. Banyaknya pihak-pihak

yang terlibat membuat upaya penyelesaian menjadi rumit.

Penelitian ini hendak menyoroti gerakan perlawanan petani Pace. Berbeda

dengan gerakan-gerakan perlawanan petani di berbagai tempat di Jember, gerakan

perlawanan petani Pace tidak semata-mata menyangkut konflik agraria terkait

sengketa tanah antara petani yang berhadapan dengan pihak perusahaan

perkebunan maupun PERHUTANI, melainkan sebagai suatu gejala yang khas dari

3 Khusus urntuk konflik agraria di Jenggawah telah dilakukan penelitian yang kemudian

dibukukan oleh Ipog S. Azhar, Radikalis me Masa Petani Orde Baru (Yogyakarta: YUI, 1999).

P a g e | 3

perubahan sosial dan berbagai implikasi yang menyertai akibat penetrasi ekonomi

industrial-modern. Gerakan perlawanan tersebut lebih merupakan suatu protes

terhadap masuknya perusahaan penambangan yang berimplikasi terganggunya

struktur ekonomi dan sosial tradisional-agraris. Selain ancaman terhadap ekonomi

subsisten mereka, kerusakan lingkungan juga menjadi isu penting untuk menolak

eksplorasi tambang mangan, didukung kenyataan bahwa pada beberapa tahun

terakhir, banjir dan longsor menjadi ancaman laten bagi warga Pace dan

sekitarnya.

Dalam sistem sosial tradisional-agraris di mana agama memainkan

peranan yang cukup dominan, elit agama dengan mudah menempati kedudukan

sebagai pemimpin dengan memberi warna keagamaan ke dalam gerakan

perlawanan petani. Di Pace, sejumlah pimpinan pesantren dan pimpinan salah satu

ormas keagamaan (NU) tidak sekedar berpartisipasi, lebih dari itu mereka

mengawal dan memimpin gerakan perlawanan baik di lapangan maupun ketika

berhadapan dengan birokrasi. Warna keagamaan dalam gerakan perlawanan

petani di Pace tampak, misalnya, ketika pada tanggal 13 Maret 2008 aksi

pemblokiran jalan menuju lokasi penambangan diawali dengan pembacaan

istighasah bersama di Masjid Istiqlal Pace yang dipimpin Rais Syuriah PCNU

Jember KH. Imam Haramain.

Peran elit agama sebagai pemimpin tidak dengan sendirinya membuat

gerakan perlawanan petani Pace bisa disebut sebagai gerakan keagamaan. Meski

ritual-ritual keagamaan juga terdapat di dalamnya, diperlukan studi lebih lanjut

untuk mengidentifikasi gerakan tersebut sebagai sebuah gerakan keagamaan, atau

bahkan gerakan mesianistis. Jika melihat pola dan strategi yang digunakan, ada

kecenderungan gerakan perlawanan petani Pace lebih bersifat modern ketimbang

tradisional.4

4 Ciri-ciri gerakan perlawanan petani tradisional dapat ditemukan dalam Sartono

Kartodird jo, “Mitos Ratu Adil dan Aspirasi Petani”, dalam Prisma No. 1, Januari 1977. Untuk ciri-

ciri gerakan modern lihat Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta:

Pustaka Jaya, 1984), hlm. 14.

P a g e | 4

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini hendak mengetahui sejauh mana perubahan sosial-ekonomi

akibat penetrasi kapitalisme global berlangsung di Pace. Perubahan tersebut

membawa konsekuensi-konsekuensi yang dalam banyak hal mengancam

keseimbangan lingkungan, tatanan sosial dan sistem mata pencaharian masyarakat

tradisional-agraris. Hal ini pada gilirannya menimbulkan frustasi dan rasa

terpinggirkan yang berkembang menjadi keresahan dan kegelisahan yang meluas.

Kondisi inilah, dengan komando para pemuka agama dan elit sosial lainnya, yang

membuka jalan bagi meledaknya gerakan perlawanan di kalangan masyarakat

petani Pace.

Keterlibatan tokoh-tokoh agama tidak serta merta merefleksikan agama

sebagai faktor dominan dalam dalam gerakan perlawanan tersebut. Untuk itu,

studi ini juga hendak mengetahui sejauh mana peranan yang dimainkan para elit

agama dalam gerakan perlawanan tersebut. Pertanyaan ini penting untuk

mengukur efektifitas dan sifat strategis agama dalam mendorong gerakan sosial

dalam rangka perubahan sosial.

Studi ini juga akan melihat sejauh mana kondisi-kondisi sosial, ekonomi,

politik dan keagamaan mempengaruhi pola dan strategi gerakan. Penting pula

untuk mengetahui bagaimana orientasi-orientasi ideologis-keagamaan ditanamkan

serta adakah gagasan-gagasan mesianistis dalam gerakan perlawanan petani Pace.

Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi apakah gerakan tersebut bersifat

tradisional atau modern. Kajian historis dan studi perbandingan dengan gerakan-

gerakan perlawanan petani di tempat-tempat lain juga perlu untuk melihat sifat

khas dari gerakan perlawanan petani Pace.

C. Pembatasan Masalah

Fokus penelitian ini adalah mengkaji sejauh mana peran agama yang

direpresentasikan oleh para elit agama (baca: kiai) dalam proses-proses perubahan

sosial-ekonomi di Desa Pace Kecamatan Silo kabupaten Jember. Selain itu,

penelitian ini juga hendak mengetahui faktor- faktor pendorong, pola, strategi, dan

tujuan gerakan perlawanan petani di Pace.

P a g e | 5

D. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini menjadi penting mengingat gerakan perlawanan petani

terutama di wilayah Jember bersifat endemik dan tampaknya masih akan menjadi

fenomena jangka panjang karena kompleksitas persoalan yang melingkupinya.

Konflik-konflik agraria menjadi tipikal masyarakat perkebunan Jember.

Khusus untuk kasus perlawanan petani Pace, peran para pemimpin agama

(kyai dan tokoh-tokoh NU) sangat signifikan mengingat masyarakat Pace adalah

masyarakat tradisional-agraris di mana agama menjadi faktor penting. Banyaknya

pesantren dan mayoritas warganya yang berafiliasi ke NU mengimplikasikan

agama menjadi unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam proses perubahan sosial

yang terjadi di Pace.

Perlawanan petani dan peran agama di dalamnya masih menjadi masalah

yang menarik untuk dikaji. Dalam hal ini kita bisa melihat bagaimana proses

perubahan perubahan sosial berlangsung di Pace. Mengutip Sartono, melalui

perlawanan petani Pace, kita dapat mengungkap “arus bawah dari kejadian-

kejadian politik besar, dan merupakan indikator dari perubahan sosio kultural.”5

E. Kajian riset sebelumya

Konflik-konflik agraria secara umum dan pergolakan-pergolakan petani

secara khusus, apakah itu merupakan manifestasi milenari atau tidak, telah

menjadi bahan studi yang banyak diminati. Sekitar tiga dekade yang lalu, banyak

penelitian tentang gerakan petani dilakukan baik di luar maupun di dalam negeri.

Tentang geakan perlawanan petani di luar negeri, kita bisa menyebut misalnya

Scott6 yang melakukan penelitian terhadap gerakan petani Indo China dan Bates

yang melakukan penelitian perlawanan petani di negara-negara kawasan Afrika

5 Sartono Kartodirdjo, Protest Movement in Rural Java (Singapore, Kuala Lumpur &

Jakarta: Oxford University Press, 1973), hlm. 2. 6 J.C. Scott, The Moral Economy of the Peasant (New Haven: Yale University Press,

1976) dan Weapons of te Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance (New aven: Yale

University Press, 1985).

P a g e | 6

tropis.7 Kedua penelitian ini memiliki kesimpulan yang hampir sama, bahwa

munculnya perlawanan petani terutama diakibatkan terutama oleh faktor ekonomi.

Di Indonesia sendiri, sejumlah penelitian telah dilakukan tentang pokok

persoalan ini. Sebelum studi Sartono tentang Pemeberontakan Petani Banten

menjelang akhir abad 19,8 kebanyakan studi didasarkan pada asumsi bahwa

berbagai pemberontakan petani lebih merupakan suatu ledakan fanatisme atau

huru-hara menentang pajak. Studi-studi tersebut sudah puas dengan

mengemukakan faktor-faktor agama atau ekonomi sebagai penyebabnya. Dalam

garis studi ini, Sartono menyebut nama-nama seperti G.W.J. Drewes, Van der

Kroef, Cohen Stuart dan Brandes.9 Membantah asumsi tersebut, Sartono

menemukan bahwa faktor pemicu pemberontakan memiliki dimensi yang cukup

luas yang mencakup sekaligus ekonomi, sosial, politik dan keagamaan.

Penelitian Breman terhadap gerakan perlawanan petani di sekitar pabrik

gula di Pasuruan dan Probolinggo menemukan bahwa perlawanan tersebut dipicu

oleh paksaan untuk menanam tebu oleh pihak pabrik gula milik perusahaan

dagang Belanda dengan sokongan pemeritah kolonial Belanda.10 Siahaan juga

melakukan penelitian mengenai perlawanan petani peserta TRI (Tebu Rakyat

Intensifikasi) di Papar Kediri dan menemukan bahwa perlawanan tersebut

disebabkan terutama oleh maraknya korupsi dan kecurangan-kecurangan dalam

program TRI.

Penelitian yang relatif baru dilakukan Ipong S Azhar terhadap gerakan

perlawanan petani di Jenggawah Jember.11 Konflik agraria yang terkenal dengan

sebutan Sengketa Tanah Jeggawa ini terjadi antara petani dan pihak PTP XXVII

menyangkut tanah HGU. Redistribusi tanah yang merugikan petani, perlakuan

diskriminatif, tindakan teror, korupsi dan manipulasi hingga keterlibatan birokrasi

7 R. H. Bates, Markets and States in Tropical Afrika: Te Political Basis of Agricultural

Policies (Berkeley: University of California Press, 1981). 8 Sartono Kartodird jo, 1984.

9 Liat Sartono Kartodird jo, Ib id., lm.

10 J. Breman, Control of Lad and Labour in Colonial Java (Holland: Foris Publications,

1983). 11

Penelit ian untuk disertasi Ipong itu sendiri kemudian diklaim sebagai plagiat. Meski

demikian, semata-mata untuk memudahkan akses data dan informasi, penulis masih menggunakan

disertasi yang kemudian dibukukan dengan judul Radikalis me Petani Masa Orde Baru (Yogkarta:

Yayasan Untuk Indonesia, 1999).

P a g e | 7

pemerintah dan aparat keamanan yang memihak PTP XXVII memicu perlawanan

petani Jenggawah.

Untuk melihat bagaimana ideologi- ideologi keagamaan memainkan peran

penting dalam gerakan perlawanan petani, penelitian Sartono tentang gerakan

protes di Jawa pada abad 19 dan awal abad 20 menjadi salah satu bahan studi

yang sangat penting. Di dalamya kita dapat mempelajari berbagai model dan

bentuk-bentuk ideologis gerakan protes di Jawa, termasuk gerakan yang bercorak

mesianistik.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yang

mengkaji sejauh mana peran agama direpresentasikan oleh para elit agama

dalam proses-proses perubahan sosial-ekonomi di Desa Pace Kecamatan Silo

kabupaten Jember. Lebih jauh, penelitian ini juga mengkaji faktor- faktor

pendorong, pola, strategi, dan tujuan gerakan perlawanan petani di Pace.

Sumber data primer penelitian ini adalah data-data yang berasal dari lapangan,

sedang sumber kepustakaan diperlakukan sebagai data pendukung. Sifat

penelitian ini adalah deskriptif-analitik, yaitu memaparkan secara lengkap,

jelas dan mendalam bagaimana agama diperankan dalam proses-proses

perubahan sosial yang mengarah pada, juga faktor-faktor pendukung, pola,

strategi dan tujuan perlawanan masyarakat Desa Pace.

2. Pendekatan

Secara umum, ada dua pendekatan dalam mengkaji gerakan perlawanan

petani ini, yaitu pendekatan moral ekonomi, dan pendekatan historis.12

Pendekatan moral ekonomi (struktural) menemukan adanya hubungan positif

gerakan perlawanan petani dan ancaman terhadap kondisi subsisten masyarakat

petani. Ada dua aspek utama pemicu gerakan perlawanan petani menurut

pendekatan ini. Pertama, gerakan perlawanan petani merupakan reaksi defensif

terhadap perubahan sosial-ekonomi yang mengancam kondisi subsisten petani.

12

Lihat Ipong S. Azhar, Radikalisme Massa Petani Orde Baru, YUI

P a g e | 8

Kedua, adanya pemimpin gerakan menjadi faktor kunci dan biasanya berasal

dari kalangan elit agama dan pemuka masyarakat yang berfungsi sebagai

patron.

Pendekatan historis mendasarkan diri pada catatan historiografis atau

dokumen sejarah yang menginformasikan peranan historis yang dimainkan

petani. Pendekatan ini berusaha merekonstruksi pola-pola sejarah untuk

menyingkap bukan saja proses-proses social yang mendasari proses-proses

politik gerakan petani, namun juga untuk melihat keseluruhan matrik tat

hubungan ekonomi social dan politik yang melingkupinya. Dengan kata lain,

pendekatan historis tidak hanya berusaha mengemukakan fakta-fakta mengenai

peristiwa-peristiwa dan episode-episode politik, tetapi juga menembus hingga

ke tingkat factor- faktor yang mengindisikan peristiwa-peristiwa itu.13

Karena pendekatan ini didasarkan pada catatan historiografis dan dokumen

sejarah yang sangat dipengaruhi penulisnya, maka munculnya gerakan selalu

dikaitkan dengan mitologi tradisional yang menjadi bagian dari sistem nilai dan

sistem kepercayaan masyarakat tersebut. Mitos bagi masyarakat tradisional

bukanlah sesuatu yang irasional sebagaimana masyarakat modern

memandangnya, tetapi sebagai system faktual.14 Karenanya, mitos dapat

menjadi kekuatan penggerak masyarakat. Penting untuk dicatat bahwa

umumnya gerakan petani di Jawa memiliki latar aspek-aspek kepercayaan yang

bersifat arkaik (Ratu Adil, Erucakra, Imam Mahdi dan lain- lain), dan

nampaknya perbedaan doktrin-doktrin sistem kepercayaan mempengaruhi

perbedaan tipe gerakan petani itu.15

Untuk kasus Pace, pendekatan moral ekonomi tampaknya lebih mampu

menjelaskan motif munculnya gerakan perlawanan petani. Bagi petani

tradisional yang memiliki budaya subsistensi kuat, perubahan sosial ekonomi

yang terjadi sebagai akibat penetrasi kapitalisme di pedesaan melalui usaha

eksplorasi tambang mangan akan mengancam kelangsungan hidup subsisten,

13

Lihat Sartono Kartodirdjo, hlm. 18. 14

Koentowijoyo, 1993, Radikalisasi Petani… Hlm. 133. 15

Budi Radjab, Gerakan Islam dan Pemberontakan Petani Di JAwa Abad 19, Jurnal

Pesantren No. I/Vol.IX/1992., h lm. 42.

P a g e | 9

adat-istiadat dan norma-norma sosial tradisional mereka. “Keamanan ekonomi”

atau yang dikenal dengan prinsip mendahulukan keselamatan (safety first)

menjadi penting dalam kondisi masyarakat petani subsisten. Prinsip inilah yang

memungkinkan para petani menolak perubahan dan siap melakukan

perlawanan ketika tidak ada alternatif lain.

Jember merupakan daerah yang sebagian wilayahnya menjadi areal

perkebunan. Berkembangnya bisnis hasil perkebunan telah mendorong para

pemilik modal berusaha memperluas perkebunannya. Dalam situasi sulit akibat

krisis ekonomi yang berkepanjangan, para petani kecil terpaksa menyewakan

tanah mereka kepada para pemilik modal.16 Akibatnya, keseimbangan yang

sudah terbangun dalam masyarakat tradisional menjadi terganggu. Kondisi ini

menimbulkan rasa frustasi dan teralienasi, dan jika perasaan ini

dikomunikasikan akan berkembang menjadi keresahan dan kegelisahan yang

meluas. Situasi demikian dapat menjadi sebuah gerakan sosial apabila dapat

difokuskan di bawah suatu pimpinan yang mampu memberikan orientasi-

orientasi ideologis tertentu atau menuju pewujudan gagasan-gagasan tentang

milenari.17

3. Teknik Pengumpulan Data

Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Ketiganya dipergunakan

secara simultan agar bisa saling melengkapi, sehingga teknik yang satu

terhadap yang lain dapat bersifat komplementer dalam menggambarkan tentang

agama yang diperankan, faktor pendukung, pola, strategi dan tujuan

perlawanan masyarakat Desa Pace Silo Jember.

a. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah tek nik

wawancara tak terstruktur yang sering juga disebut wawancara mendalam,

16

Biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menggarap sawahnya tidak sebanding

dengan hasil panenannya. Harga pupuk yang mahal dan harga hasil panenan yang murah membuat

sebagian besar petani dengan tanah sedikit enggan menggarap sawahnya dan menyewakan atau

menjualnya kepada pemilik modal untuk d itanami tebu. 17

Lihat Sartono kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888, hlm. 15.

P a g e | 10

wawancara intensif, wawancara kualitatif, atau wawancara terbuka (open-

ended interview). Pilihan teknik ini didasarkan pada argumen bahwa

wawancara tak terstruktur dapat dilakukan bila menemui keadaan-keadaan

berikut :

1. Bila pewawancara berhubungan dengan orang penting

2. Bila pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam pada

subjek tertentu.

3. Bila pewawancara bermaksud mengungkap motivasi, maksud atau

penjelasan dari responden

4. Bila pewawancara mau mencoba mengungkap suatu peristiwa, situasi atau

keadaan terntentu. 18

Teknik wawancara tak terstruktur digunakan oleh sedalam penelitian ini

oleh sebab subjek penelitian adalah mereka para tokoh-elit agama yang

memiliki kedudukan tinggi dalam struktur masyarakat Desa Pace. Demikian

bahwa penelitian ini pun ingin mengungkap faktor- faktor pendukung, pola,

strategi dan tujuan tertentu dari perlawanan masyarakat tani Desa Pace.

James P. Spreadly memaparkan, bahwa melalui apa yang dikatakan orang,

baik melalui komentar sederhana maupun dalam wawancara panjang, motif-

motif dibalik suatu peristiwa baik implisit maupun eksplisit akan terungkap. 19

Jadi, teknik wawancara ini dilakukan agar dapat pula mengungkap motif-motif

dan faktor- faktor lain dibalik peristiwa perlawanan masyarakat tani Desa Pace

Silo Jember.

b. Teknik Observasi

Untuk melengkapi data-data yang diperoleh melalui wawancara, teknik ini

juga digunakan untuk menghindari terjadinya bias pada data-data tersebut.

Sebab dengan teknik ini, peneliti dapat melihat dan mengamati secara langsung

kehidupan, budaya, struktur sosial, relasi-relasi kekuasaan para kiyai-elit

18

Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2000), h lm.13. 19

James P. Spreadly, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa, (Yogyakarta; PT. Tiara

Wacana Yogya, 1997), h lm. 11.

P a g e | 11

agama, serta dapat melihat langsung hubungan-hubungan hasil pengamatan

dengan motif-motif perlawanan masyarakat tani Desa Pace.

Teknik pengamatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengamatan

dengan partisipasi terbatas. Dalam arti bahwa peneliti –dengan teknik ini, tidak

menyembunyikan identitas sesungguhnya namun tetap berusaha menjaga

hubungan baik dengan para informan serta melakukan observasi formil melalui

proses wawancara ataupun berpartisipasi dalam beberapa kegiatan subjek

penelitian.

c. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk melacak dokumen-dokumen atau catatan-

catatan historiografis yang menginformasikan peran historis kaum tani Desa

Pace, baik dari data-data desa maupun pemerintah daerah. Hal ini dilakukan

untuk menyingkap bukan saja proses-proses social yang mendasari gerakan

petani, namun juga untuk melihat keseluruhan hubungan ekonomi, social, dan

politik yang melingkupinya. Dengan kata lain, data-data dokumen dimaksud

tidak saja digunakan untuk mengetahui fakta-fakta mengenai peristiwa-

peristiwa, tetapi juga menembus hingga ke tingkat factor- faktor yang

mengindisikan.

P a g e | 12

G. Jadwal Penelitian

NO KEGIATAN MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Observasi awal (Lokasi-Kepustakaan)

2 Pembuatan Proposal

3 Seminar proposal antar rekan dosen

4 Perbaikan Proposal

5 Pengayaan

6 Pengajuan Proposal

7 Pelaksanaan Penelitian (Pengumpulan

data, analisis, trianggulasi, analisis, trianggulasi, dll.)

8 Penyusunan Laporan

9 Laporan Akhir

10 Lain-lain

P a g e | 13

H. Daftar Pustaka

Barth Fredrick, Etnic Group and Boundaries, (New York; The Free Press, 1976)

Beals, Ralph L. Hoijer, Harry and Beals, An Introduction to Anthropology, (New

York; Collier Macmillan, 1977).

Beaty, Andrew, Variasi Agama di Jawa, (Jakarta; Raja Grafindo, 2001)

Berger, Peter L, Construction of Reality, (New York; Doubleday & Company Inc,

1963)

Budi Radjab, Gerakan Islam dan Pemberontakan Petani Di JAwa Abad 19, Jurnal

Pesantren No. I/Vol.IX/1992.

Coser, John (ed), The Function and Modernity; Moslem Intellectuals Respond, (London; I.B. Tauris, 2000)

Coser, Lewis. A. The Function of Social Conflict, (New York; MacMillan Publishing, tt)

Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, terj. Francisco Budiman Hardiman, (Jakarta; Kanisius, 2003)

Geertz, Clifford, The Religion of Java, (Ithaca; Glencoe Free Press, 1960)

Hadikusuma, Hilman, Antropologi Agama, (Bandung; Citra Aditya Bhakti, 1993)

Hakim, Lukman, Perlawanan Islam Kultural, (Surabaya; Pustakan Eureka, 2004)

Henri Saragih, Petani Melawan Arus Kapitalisasi Bangsa, dalam Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi o, 24 Tahun 2008.

Ipog S. Azhar, Radikalisme Masa Petani Orde Baru (Yogyakarta: YUI, 1999).

Ismail, Faisal, Islamic Traditionalist in Indonesia, (Jakarta; PPPKHUB Pustlibang, 2003)

J. Breman, Control of Lad and Labour in Colonial Java (Holland: Foris Publications, 1983).

J.C. Scott, The Moral Economy of the Peasant (New Haven: Yale University

Press, 1976)

J.C. Scott, Weapons of te Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance (New

aven: Yale University Press, 1985).

P a g e | 14

James P. Spreadly, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa, (Yogyakarta; PT. Tiara

Wacana Yogya, 1997).

Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat Jawa, (Jogjakarta; Tiara Wacana, 1987)

Lauer, Robert H. Prespektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta; Rienaka Cipta,

2003)

Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2000).

M. Ardiansyah, Radikalisme Petani Masa Orde Baru (Yogkarta: Yayasan Untuk Indonesia, 1999).

Mulkan, Munir, Islam Murni dalam Masyarakat Petani, (Yogyakarta; Benteng Budaya, 2000)

Mulkan, Munir, Runtuhnya Mitos Politik Santri, (Yogyakarta; SI Press, 1994)

Multatuli (Edward Douwes Dekker), Max Havelaar (Jakarta, Djambatan, terj. HB. Jassin, 1972).

Nottingham, Elisabeth K. Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, terj. Abdul Muis Naharong, (Jakarta; Rajawali, 1985)

Nuruddin, at. all, Agama Tradisional, (Jogjakarta; LkiS, 2003)

Pranomo, Bambang, Islam Faktual; Antara Tradisi dan Relasi, (Yogyakarta; tp, 2001)

R. H. Bates, Markets and States in Tropical Afrika: Te Political Basis of Agricultural Policies (Berkeley: University of California Press, 1981).

Redfield, Robert, Peasant Society and Culture; An Anthropological Approach to Civilization, (Chicago; The University of Chicago press, 1956).

Rosjidy, H.M. Islam dan Kebatinan di Indonesia, (Jakarta; Bulan Bintang, 1977)

Sartono Kartodirdjo, “Mitos Ratu Adil dan Aspirasi Petani”, dalam Prisma No. 1, Januari 1977.

Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).

Sartono Kartodirdjo, Protest Movement in Rural Java (Singapore, Kuala Lumpur

& Jakarta: Oxford University Press, 1973).

P a g e | 15

Soegeng Sarjadi, Kaum Pinggiran Kelas Menengah Quo Vadis? (Jakarta:

Gramedia, 1994).

Syam, Nur, Tradisi Islam Lokal dalam Masyarakat Pesisir Palang Tuban Jawa Timur, (Surabaya; Univ. Airlangga, 2003)

Tibi, Bassam, Islam and The Cultural Accomodation of Social Change, (Oxford; Westview, 1991)

Utama, Muhtarom Zaini, Islam Jawa, (Jakarta; Salemba Diniyah, 2002)

Wahid, Abdurrahman, Pribumisasi Islam dalam Islam Indonesia Menatap Masa Depan, (Jakarta; PM3, 1989).

Weber, Max, Sosiologi Agama, terj. (Yogyakarta; IRCiSoD, 2003)

Woordward, Mark R, Islam Jawa, (Yogyakarta; LkiS, 1985)

P a g e | 16

I. Rencana Anggaran

Penelitian ini membutuhkan biaya sebesar Rp. 13.045.000,- (tiga belas juta empat

puluh lima ribu rupiah), dengan rincian sebagai berikut :

NO KEGIATAN URAIAN

TATAL Rp. JML SAT JML Rp

1

PERSIAPAN 1. T rans. observasi awal Sby-Jbr 2 Kali 100.000,- 200.000,-

2. Trans. observasi awal Kelokasi 3 Kali 30.000,- 90.000,- 2. Penginapan 3 Hari 75.000,- 225.000,-

3. Foto copy dan ATK - - 200.000,- 200.000,- 4. Konsumsi 3 Hari 45.000,- 135.000,-

5. Dokumentasi 2 Rol/cetak 50.000,- 100.000,- 6. Pertemuan informal/insidentil 4 Kali 30.000,- 120.000,-

2

PROSES PENELITIAN 1. Kertas A4 80gr 5 Rim 35.000,- 175.000,-

2. Tinta printer Epson 5 Botol 35.000,- 175.000,- 3. Pengadaan printer Epson 1 Unit 800.000,- 800.000,-

4. Alat tulis - - 150.000,- 150.000,- 5. Starter kit/Map/File Forlder 1 Buah 50.000,- 50.000,-

6. Proceeding (recorder-kaset) - - 500.000,- 500.000,- 7. Dokumentasi 5 Rol/cetak 50.000,- 250.000,-

8. Trans. Surabaya-Jember (PP) 10 Kali 100.000,- 1.000.000,- 9. Trans. ke-lokasi (PP) 10 Kali 30.000,- 300.000,-

10. Konsumsi 10 Hari 45.000,- 450.000,- 11. Penginapan 10 Hari 75.000,- 750.000,-

3

PROSES PELAPORAN 1. Pengadaan referensi - - 2.000.000,- 2.000.000,-

2. Penulisan laporan - - 1.000.000,- 1.000.000,- 3. Penggandaan naskah 5 Eks 50.000,- 250.000,-

4. Perbaikan laporan/penjilidan 5 Eks 25.000,- 125.000,-

4 HONORARIUM

1. Honorarium peneliti 1 Orang 3.000.000,- 3.000.000,- 2. Lain-lain/tak terduga - - 1.000.000,- 1.000.000,-

TOTAL RENCANA ANGGARAN Rp. 13.045.000,-

J. Curriculum Vitae Peneliti

1. Nama : Mutamakkin Billa, Lc., M.Ag

2. NIP. : 1970919200901007

3. Tempat/Tgl. Lahir : Probolinggo, 19 September 1977

4. Pangkat/Golongan : III/B

P a g e | 17

5. Jabatan Struktural : Asisten Ahli

6. Alamat Kantor : Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya

7. Alamat Rumah : Jl. Besukkidul No. 247 Besuk Probolinggo

8. Email : [email protected]

9. Riwayat Pendidikan

a. MI/SD : MI. Nasyatul Ulum, 1989

b. MTs/SMP : MTs. Nahdlatul Ulama, 1992

c. MA/SMA : MANPK Jember, 1995

d. S1 : Fak. Tarbiyah Ushuluddin Univ. Al-Azhar, 1999

e. S2 : Kons. Filsafat Islam, Program Pasca Sarjana IAIN Sunan

Kalijaga Jogjakarta, 2005

f. S3 : Kons. Pemikiran Islam, Program Pasca Sarjana IAIN

Sunan Ampel Surabaya