KEPENTINGAN RUSIA MELALUI ASTANA PEACE
TALKS DI SURIAH PERIODE 2017-2019
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Adila Febianto Soewarno
11161130000110
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
KEPENTINGAN RUSIA MELALUI ASTANA PEACE TALKS DI SURIAH
PERIODE 2017-2019
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam tulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 November 2020
Adila Febianto Soewarno
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Adila Febianto Soewarno
NIM : 11161130000110
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
KEPENTINGAN RUSIA MELALUI ASTANA PEACE TALKS DI SURIAH
PERIODE 2017-2019
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 27 November 2020
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
M. Adian Firnas, S.IP, M.Si Ahmad Alfajri, MA.
NIP. NIP. 198507022019031005
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis kepentingan nasional Rusia melalui Astana Peace
Talks periode 2017 – 2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan orientasi
kepentingan nasional Rusia sehubungan dengan kerja sama politik yang dibangun
Rusia dengan aktor-aktor kunci di Suriah. Pada dasarnya Astana Peace Talks adalah
katalisator bagi terlaksananya Intra-Syrian Talks yang dilaksanakan oleh PBB, yang
sempat berhenti berjalan karena kebuntuan politik antara pihak oposisi dan pihak pemerintah
Suriah. Astana Peace Talks mengundang pihak eksternal Syria untuk terlibat dan
mengurai kebuntuan tersebut.
Keterlibatan Rusia sebagai peace broker pada proses perdamaian Astana
sebenarnya memiliki sejumlah tantangan, antara lain: pertumbuhan ekonomi Rusia
yang tidak stabil; hubungan sesama rekan sponsor Astana yang penuh ambivalensi; dan
partisipasi pihak oposisi yang tidak menentu. Meskipun demikian, Rusia tetap bertekad
untuk menjadi negara penjamin pada proses perdamaian Astana dan berpartisipasi aktif
selama tiga tahun pembicaraan ini berlangsung.
Adanya kesediaan Rusia mengambil peran peace broker di tengah kesulitan-
kesulitan yang dihadapinnya menjadi suatu fenomena ingin skripsi ini pahami.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori Realisme Klasik oleh Hans J.
Morgenthau dan konsep turunannya yaitu kepentingan nasional yang juga
dikemukakan oleh Hans J. Morgenthau dan dilengkapi oleh literatur karya Michael G.
Roskin dan P. H. Liotta. Sedangkan metode yang penulis gunakan adalah metode
kualitatif yang berjenis deskriptif analitik. Analisis menggunakan teori dan konsep
tersebut menghasilkan temuan bahwa sejak awal keterlibatan Rusia di Suriah, Rusia
selalu memiliki kepentingan nasional yang lebih besar daripada sekedar dominasi di
Suriah. Orientasi utama Rusia adalah dominasi Kawasan. Rusia memainkan peran
peace broker pada tahun 2017 – 2019 untuk mencapai kepentingan nasionalnya yang
bersifat vital dan secondary.
Kata kunci: Kepentingan nasional, Realisme, peace broker, Astana Peace Talks, Rusia,
Suriah.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad Sallalahu ‘Alaihi Wassalam yang telah membawa
ummatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Rasa Syukur penulis ucapkan karena akhirnya penulis telah menyelesaikan
skripsi dengan judul “Kepentingan Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriah Periode
2017 – 2019”. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama bagi peneliti yang
literaturnya penulis jadikan sumber dalam pembuatan skripsi ini. Pada kesempatan kali
ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang sudah
memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan
kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan selama penulisan skripsi. Untuk
mama, Marini, dan papa, Febianto Soewarno, yang selalu mengirimkan do’a
serta memenuhi kebutuhan penulis baik secara moril ataupun materil.
2. Bapak Ahmad Alfajri, MA. selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas
waktu, ilmu, dan bimbingan yang telah bapak berikan dalam penyusunan
vii
skripsi ini hingga selesai. Semoga bapak dan keluarga senantiasa diberi
kesehatan, kebahagiaan, dan keberkahan oleh Allah SWT.
3. Seluruh dosen-dosen Ilmu Hubungan Internasional UIN Jakarta atas segala
ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga bapak dan ibu senantiasa
diberi kesehatan, kebahagiaan, dan keberkahan oleh Allah SWT.
4. Kepada kakak-kakak yang penulis sayangi, Mba Ica dan Mas Andri. Terima
kasih atas dukungan yang diberikan kepada penulis baik secara morill maupun
materil. Kepada kakak-kakak ipar yang juga penulis sayangi, Mas Angga dan
Kak Aza, terima kasih atas segala dukungan dan logistik yang mengenyangkan
di akhir pekan. Tak lupa, keponakan yang selalu datang setiap minggu lengkap
dengan tangis dan tawanya, Ameira.
5. Kepada Muhammad Fajrin Mubarok, yang selalu baik hati dan tidak pernah
lelah menghadapi pesimisme penulis. Man, you’re my rock.
6. Sahabat-sahabat penulis selama perkuliahan, Muhammad Alifurrohman,
Argista Wahyu Febriani, Hayasha Zuriati Robbani, Gaby Tiara, Farhatul
Kamilah, Nida Fajriyatul Huda. It’s been such a roller coaster ride, isn’t it? All
of you are my steady flames and bright burning stars, terima kasih ya, sudah
selalu menjadi sahabat yang sangat baik.
7. Alya Nur Zurayya, for sticking up with me since high school… and counting!
8. Teman-teman AIESEC in UIN Jakarta, tim Organizing Committee Global
Youthpreneur 2018, Faisal, Maya, Ghina, dan Vivi. Querencia 2019/2020,
viii
Kemal, Rizka, Velia. Terkhusus tim Endorphine Talent Management
2019/2020, Kak Evi, Hanafi, Monik. See you guys on top!
9. Teman-teman International Studies Club (ISC). Untuk BPH ISC 2019/2020,
Alif, Farha, Rima, Ara, Alfi, Rizka, Ferin, I kind of miss our endless night of
meeting.
10. Teman-teman HI. Terkhusus teman-teman HI C yang penulis sayangi dan tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua amal baik, dukungan,
do’a, serta bantuan yang telah diberikan semua pihak kepada penulis. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab
itu, penulis menerima saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Masukan
tersebut dapat disampaikan melalui [email protected]. Terima kasih.
Jakarta, 18 November 2020
Adila Febianto Soewarno
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A.Pernyataan Masalah ......................................................................................... 1
B.Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 8
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
D.Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 9
E.Kerangka Teoretis .......................................................................................... 16
1.Realisme Klasik ........................................................................................... 16
2.Konsep Kepentingan Nasional .................................................................... 18
F.Metode Penelitian ........................................................................................... 24
G.Sistematika Penulisan .................................................................................... 25
BAB II KONFLIK SURIAH DAN PERJALANAN PROSES PERDAMAIAN
SURIAH ............................................................................................................ 28
A.Profil Negara Suriah ...................................................................................... 28
B.Aktor Domestik dalam Konflik Suriah .......................................................... 30
C.Aktor Internasional dalam Konflik Suriah ..................................................... 33
D.Dinamika Konflik Suriah ............................................................................... 36
1.Pecahnya Demonstrasi Damai pada Tahun 2011 dan Keterlibatan Aktor
Regional sebagai Awal Konflik Suriah ..................................................... 36
2.Dominasi Islamic State dan Keterlibatan Negara-negara Adidaya yang
Menimbulkan Eskalasi dalam Konflik Suriah ........................................... 41
E.Proses Perdamaian untuk Suriah .................................................................... 48
1.Upaya Perdamaian Suriah: Rencana Perdamaian oleh Liga Arab dan Geneva
I - II (2011 – 2012) .................................................................................... 49
x
2.Upaya Perdamaian Suriah: Proses Perdamaian Vienna dan Konferensi
Kelompok-kelompok Oposisi Suriah di Riyadh Tahun 2015 .................... 51
3.Upaya Perdamaian Suriah: Geneva Tahun 2016 dan 2017 ......................... 54
BAB III ASTANA PEACE TALKS DAN POSISI RUSIA DALAM KONFLIK
SURIAH ............................................................................................................ 56
A. Astana Peace Talks Tahun 2017 -2019 ........................................................ 56
B.Hasil Pembicaraan Damai Astana .................................................................. 66
C.Tantangan dan Posisi Rusia selama Pembicaraan Damai Astana tahun 2017 -
2019 ................................................................................................................ 69
1.Pertumbuhan Ekonomi Rusia yang Tidak Stabil ......................................... 70
2.Hubungan Sesama Rekan Sponsor Astana yang Penuh Ambivalensi ......... 73
3.Partisipasi Pihak Oposisi yang Tidak Menentu ........................................... 77
4.Posisi Rusia Sebagai Peace Broker di Suriah ............................................. 80
BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN RUSIA MELALUI ASTANA PEACE TALKS
DI SURIAH TAHUN 2017-2019 ..................................................................... 84
A.Kepentingan Nasional Rusia Melalui Astana Peace Talks ............................ 87
1.Kepentingan Vital: Proteksi terhadap Wilayah Ukraina dan Krimea .......... 88
2.Kepentingan Vital: Mencegah Timbulnya Militan Islam di dalam Rusia ... 91
3.Kepentingan Vital: Peningkatan Kekuatan Angkatan Laut di Pelabuhan
Tartus ......................................................................................................... 95
4.Kepentingan Sekunder: Mengamankan Akses Sumber Daya untuk
Reformasi Ekonomi Rusia ......................................................................... 99
BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 105
A.Kesimpulan .................................................................................................. 105
B.Saran ............................................................................................................ 109
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 111
xi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel I.E.1. Konsep Kepentingan Nasional……………………………………….22
Tabel I.E.2. Kerangka Tabel Kepentingan Nasional Rusia melalui Astana Peace
Talks di Suriah Periode 2017 – 2019………………………………...23
Grafik III.C.1 GDP Riil Rusia [Presentase Pertahun]……………………………....71
Tabel IV.B.3 Kepentingan Nasional Rusia Melalui Astana Peace Talks di Suriah
Periode 2017 – 2019…………………………………………………87
Tebel IV.B3.4 Skor Global Terrorism Index Rusia dan Eurasia Pada Tahun 2002-
2018………………………………………………………………….95
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Jaringan Kompleks Konflik di Suriah……………………………….38
Gambar III.2. Peta Zona De-eskalasi Astana Peace Talks………………………….63
Gambar III.3. Peta Safe Zone Turki di Suriah………………………………………76
Gambar IV.4. Koridor Transportasi Utara – Selatan………………………………101
Gambar IV.5. Jalur Gas Turkstream…….…………………………………………103
xiii
DAFTAR SINGKATAN
AS Amerika Serikat
CIS Commonwealth of Independent States
DK-PBB Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
EEU Eurasian Economic Union
FSA Free Syrian Army
GDP Gross Domestic Product
HNC High Negotiations Committee
IRGC Iranian Islamic Revolutionary Guard Corps
IS Islamic States
ISIL Islamic State of Iraq and the Levant
ISIS Islamic State in Iraq and Syria
ISSG International Syria Support Group
MENA Middle East and North Africa
MOU Memorandum of Understanding
NATO North Atlantic Treaty Organization
NCC National Coordination Committee
OPCW Organization for the Prohibition of Chemical Weapons
PBB Perserikatan Bangsa-bangsa
RUR Russian Ruble
SNC Syrian National Council
UAE Uni Émirat Arab
UCDP Uppsala Conflict Data Program
YPG Yekîneyên Parastina Gel
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Bashar al-Assad mengambil alih kekuasaan di Suriah setelah meninggalnya
Hafez al-Assad pada tahun 2000. Kekuasaan yang dipimpin oleh dua generasi Assad
telah mengembangkan rasa tidak puas di Suriah terutama pada kalangan mayoritas
Islam Sunni. Protes anti-pemerintah meletus di Suriah pada tanggal 15 Maret 2011,
Protes ini terinspirasi dari protes serupa di Timur Tengah yang dikenal dengan
peristiwa Arab Spring. Pada akhir tahun 2011, perang senjata mulai terjadi antara
pemerintah – yang merupakan kaum elit Alawite – dan pihak anti-pemerintah. 1
Kompleksitas perang meningkat karena adanya campur tangan aktor-aktor
domestik dan internasional. Pemerintah Suriah, pihak oposisi, kekuatan asing, dan
kelompok Jihadis Islam adalah aktor-aktor yang mendesain konflik Suriah. Perang
telah menimbulkan banyak bencana, ratusan ribu orang telah menjadi korban dan kota-
kota telah menjadi puing. Sepertiga populasi telah meninggalkan Suriah atau menjadi
internally displaced person. Masyarakat dunia terus mendorong proses perdamaian
Suriah yang sudah menginjak tahun kesembilan. Upaya-upaya perdamaian Suriah yang
telah dilaksanakan sejak tahun 2011 meliputi, Pembicaraan Arab League I dan II (2011
– 2012), Inter-Syrian Geneva Talks oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (2012 – saat ini),
1 Hafeez Ullah Khan dan Waseem Khan, Syria: History, The Civil War, and Peace Prospect
(Journal of Political Studies, Vol. 24, Issue 2, 2017), hlm. 591
2
Moscow Platform I dan II (2015), Astana Opposition Conference I dan II (2015),
Vienna I dan II (2015), Riyadh Conference (2015), dan Astana Peace Talks (2017 –
saat ini). 2
Pada tahun 2015, di bawah pemerintahan Vladimir Putin, Rusia memutuskan
untuk terlibat dalam konflik perang saudara di Suriah dan mendukung rezim Bashar al-
Assad. Kala itu, bentuk dukungan yang disediakan oleh Rusia adalah bantuan strategi
dan pasukan militer yang berfokus pada misi penyelamatan Rezim Assad dari
kehancuran total akibat terjadinya perang saudara. Intervensi militer yang dilakukan
Rusia ini menggeser dominasi pihak oposisi dan kelompok jihadis Islam pada sebagian
besar wilayah Suriah. 3 Keterlibatan Rusia yang semakin ekstensif di Suriah
memengaruhi perilaku negara-negara lain di Timur Tengah dan negara-negara Barat.
Rusia telah menimbulkan dampak yang cukup besar pada kepentingan nasional setiap
aktor yang terlibat dalam konflik Suriah. Sehingga, semakin banyak aktor internasional
yang mendorong agar konflik Suriah diselesaikan melalui proses negosiasi.
Rusia melihat kondisi tersebut sebagai sebuah peluang. Pada 20 Desember
2016, Menteri Luar Negeri Rusia, Iran, dan Turki melakukan joint statement untuk
merevitalisasi proses politik dan mengakhiri konflik Suriah. 4 Pernyataan bersama
2 Hafeez Ullah Khan dan Waseem Khan, Syria: History, The Civil War, and Peace Prospect
(Journal of Political Studies, Vol. 24, Issue 2, 2017), hlm. 599. 3 Hafeez Ullah Khan dan Waseem Khan, Syria: History, The Civil War, and Peace Prospect
(Journal of Political Studies, Vol. 24, Issue 2, 2017), hlm. 595. 4 Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs, Joint Statement by Iran, Russia and Turkey
on agreed steps to revitalize the political process to end the Syrian conflict [Database online] (Turkey,
December 2016). Diakses melalui https://bit.ly/TurkeyRussiaIran dilihat pada 30 Agustus 2020.
3
tersebut adalah dampak dari Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(DK-PBB) 2254 5 , yang berisikan roadmap untuk proses perdamaian di Suriah.
Resolusi tersebut membuat Rusia dan Turki mengajukan proposal lain dan menjadikan
Resolusi DK-PBB 2254 itu sebagai dasar hukum untuk membentuk proses politik yang
diperlukan dalam menyelesaikan konflik Suriah.
Pada 23 Desember 2016, delegasi oposisi Suriah yang mencakup dua belas
faksi pemberontak, dan delegasi pemerintah Suriah yang dipimpin oleh Bashar Jaafari
bertemu di Astana untuk mengadakan pembicaraan dengan tema pembahasan The
International Meeting on Syrian Settlement. Setelah pertemuan tersebut, Resolusi DK-
PBB 23366 pun diadopsi pada tanggal 31 Desember 2016. Resolusi ini membuka jalan
bagi proses perdamaian Astana Peace Talks dan dimulainya kembali pembicaraan
intra-Suriah di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Astana Peace Talks merupakan salah satu dari serangkaian proses perdamaian
Suriah pertama yang mengundang pihak-pihak pemerintah dan oposisi untuk
menegosiasikan masa depan Suriah. Forum ini dilaksanakan di ibu kota Kazakhstan,
yaitu Astana. Astana dipilih menjadi lokasi pembicaraan karena dianggap sebagai
wilayah yang netral bagi semua pihak yang terlibat. Dengan demikian, putaran pertama
Pembicaraan Damai Astana pun dilaksanakan pada tanggal 23 – 24 Januari 2017.
5 United Nations Security Council, Resolution 2254 [Database Online] (S/RES/2254, 2015).
Diakses melalui http://unscr.com/en/resolutions/doc/2254 dilihat pada 15 Maret 2020. 6 United Nations Security Council, Resolution 2336 [Database Online] (S/RES/2336, 2016).
Diakses melalui http://unscr.com/en/resolutions/doc/2336 dilihat pada 15 Maret 2020.
4
Pembicaraan Astana disponsori oleh Rusia, Turki, dan Iran. Delegasi Khusus
PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, turut berpartisipasi dalam Astana Peace Talks.
Sementara, The Syrian Democratic Council – yang mewakili Syrian Democratic
Forces, aliansi milisi Kurdi, Arab, dan Suriah yang sebagian besar dipimpin oleh
Yekîneyên Parastina Gel (YPG) atau People’s Protection Units – tidak diundang ke
pembicaraan Astana. Kelompok-kelompok seperti Islamic State (IS) dan Jabhat al-
Nusra juga tidak dilibatkan dalam pembicaraan Astana. Mohammed Alloush akan
mewakili pihak oposisi lainnya yang hadir dalam pembicaraan Astana yaitu, Ahrar
Ash-Sham, Jaysh al-Islam, Ansar al-Sham, juga Free Idlib Army.
Rusia menghadapi serangkaian tantangan baru saat berusaha untuk beralih dari
peserta dalam konflik di Suriah ke peace-broker. Pada beberapa putaran awal
pelaksanaan Astana Peace Talks, terdapat sejumlah permasalahan yang membuat pihak
oposisi dan pemerintah Suriah enggan untuk menyetujui memorandum of
understanding (MoU) dari pembicaraan damai Astana. Pihak oposisi merasa bahwa
MoU tersebut mengandung loopholes yang tetap melegitimasi aksi pemerintah Suriah
dan aliansinya untuk terus membombardir daerah sipil dengan alasan perang terhadap
kelompok jihadis Islam atau kelompok teroris di Suriah. Bagi pihak pemerintah Suriah,
MoU Zona de-eskalasi akan membatasi ruang geraknya untuk merebut wilayah yang
masih diduduki pihak oposisi, pemerintah Suriah tidak ingin pihak oposisi memiliki
5
kesempatan untuk menduduki wilayah manapun di Suriah walaupun hanya bersifat
sementara.7
Selain itu, Astana Peace Talks juga memiliki agenda yang pelaksanaannya
cukup bertentangan dengan rezim Bashar al-Assad di Suriah. Alexander Lavrentyev,
selaku delegasi Rusia untuk Suriah, menyatakan bahwa Astana Peace Talks memiliki
agenda untuk menciptakan Constitutional Committee atau Komite Konstitusional di
Suriah. Tujuan dari pembentukkan Komite Konstitusional adalah untuk
mengembangkan konstitusi Suriah yang lebih melibatkan partisipasi masyarakat luas
dan memberikan dorongan untuk pertimbangan seluruh jajaran penyelesaian politik di
Suriah di bawah naungan PBB di Jenewa.8 Kemudian, hubungan antara Rusia dan
Suriah menjadi semakin kompleks saat memasuki fase pasca-konflik.9 Belakangan ini,
Rusia sangat aktif melakukan upaya rekonstruksi yang didukung oleh kekuatan
internasional dan regional. Namun, pemerintah Suriah tidak sepakat dengan hal-hal
7 Anne Barnard dan Rick Gladstone, Russia Reaches Deal for Syria Safe Zones, but Some
Rebels Scoff [Artikel Online] (The New York Times, 4 Mei 2017) Diakses melalui
https://www.nytimes.com/2017/05/04/world/middleeast/russia-iran-turkey-syria-de-escalation-
zones.html?smpr&_r=0 dilihat pada 5 April 2020. 8 Nikolay Kozhanov, Why is Syria so Important? Moscow’s Vision of its Tasks in Syria Prior
to the Beginning of Russian Military Deployment [Jurnal Online] (Russia and the Syrian Conflict,
Gerlach Press, 2016) Diakses melalui http://www.jstor.org/stable/j.ctt1hj9wjf.1 dilihat pada 5 April
2020. 9 Indikator pasca-konflik yang digunakan pada penelitian ini adalah agenda-agenda Astana
Peace Talks yang sudah memasuki agenda rekonstruksi pada tahun 2019.
6
yang berkaitan dengan rekonstruksi jika targetnya di kemudian hari adalah menerima
kembali para pengungsi ke tanah air Suriah.10
Perlu diketahui bahwa sejak awal keterlibatan Rusia di Suriah, Gross Domestic
Product Rusia tidak dalam kondisi stabil. Di mana Rusia mendapatkan sanksi ekonomi
dan sanksi diplomatik terkait aneksasi Krimea dan Krisis Ukraina pada tahun 2014. Di
bawah tekanan sanksi ekonomi dan diplomatik yang diberikan oleh Amerika Serikat
dan Uni Eropa, Rusia memilih untuk melibatkan diri pada konflik Suriah untuk
memutus isolasi diplomatik yang Rusia alami.11
Selain itu, hubungan Rusia dengan dengan Turki yang merupakan salah satu
negara penjamin dalam pembicaraan damai Astana juga menjadi sorotan. Di mana
interaksi antara Rusia dan Turki sepanjang tahun 2000an dapat dikatakan cukup
ambivalen. Dalam konflik Suriah, Rusia dan Turki berada di pihak yang berbeda, di
mana Rusia mendukung rezim Bashar al-Assad, dan Turki mendukung pihak oposisi.
Rusia membuka fase baru dalam kebijakan luar negerinya terhadap Suriah
melalui dukungan militer yang secara spesifik dilakukan dengan serangan udara
langsung pada tanggal 30 September 2015 di kota Homs dan Hama. Target dari
serangan udara Rusia adalah kelompok-kelompok pemberontak yang didukung oleh
10 Julien Barnes-Dacey, Chapter 3: Geo-Politics of Reconstruction: Who Will Rebuild Syria
and Pay for It? (Italy: Rebuilding Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September 2019)
hlm. 62
11 Scott B. Lasensky dan Vera Michlin-Shapir, Chapter 9: Avoiding Zero-Sum: Israel and
Russia in an Evolving Middle East (Italy: The Mena Region: A Great Power Competition, ISPI and
Atlantic Council, Oktober 2019), hlm. 154.
7
Turki, seperti Syrian National Army. Sehingga, dalam hitungan minggu, hubungan
Rusia dan Turki pun memburuk dengan cepat karena kehadiran militer Rusia yang
semakin kuat di Suriah.
Perbedaan antara Rusia – Turki mengenai Suriah menyeret keduanya kepada
krisis serius pada tanggal 24 November 2015. Saat itu, jet tempur F-16 Turki
menembak jatuh sebuah jet tempur SU-24 Rusia yang melanggar wilayah udara Turki
di dekat perbatasan Suriah. Tujuh bulan berikutnya, hubungan politik, ekonomi dan
budaya antara kedua negara hampir sepenuhnya beku. 12 Pada tahun 2015, Rusia
memberikan sanksi ekonomi kepada Turki. Sanksi yang diberikan berupa pembatasan
impor beberapa barang Turki, pembatasan staf Turki yang bekerja di Rusia, larangan
operasi tur yang berangkat ke Turki, dan larangan penerbangan ke Turki atau Turki ke
Rusia.13 Akibat sanksi tersebut, Turki kehilangan lebih dari $ 10 miliar – lebih dari 1%
– dari Produk Domestik Bruto negaranya. Namun, pada bulan Agustus 2016, keduanya
melakukan pemulihan hubungan dan Rusia secara bertahap mengangkat sanksi yang
sebelumnya ia berikan kepada Turki.
Keterlibatan Rusia di Suriah melalui Astana Peace Talks menarik untuk
dibahas karena Rusia menghadapi sejumlah tantangan dalam pelaksanaan Astana
12 Emre Erşen, Evaluating the Fighter Jet Crisis in Turkish – Russian Relations (Insight
Turkey Vol. 9 No.4, September 2017) hlm. 87.
13 Lin Jenkins, Vladimir Putin announces Russian sanctions against Turkey [Artikel online]
(The Guardian: 28 November 2015) diakses melalui
https://www.theguardian.com/world/2015/nov/28/vladimir-putin-calls-for-greater-sanctions-against-
turkey dilihat pada 4 Januari 2021.
8
Peace Talks. Namun, Rusia tetap berkeinginan untuk melanjutkan proses perdamaian
Astana dan memainkan perannya sebagai peace broker di Suriah. Hal tersebut adalah
alasan mengapa penelitian berjudul Kepentingan Rusia melalui Astana Peace Talks di
Suriah periode 2017 – 2019 ini dilakukan.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah di atas maka pertanyaan penelitian yang akan
diajukan adalah:
Kepentingan jangka panjang apa yang ingin dicapai oleh Rusia melalui peran peace
broker dalam Astana Peace Talks di Suriah tahun 2017 – 2019?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan berjudul Kepentingan Rusia Melalui Astana Peace
Talks di Suriah Periode 2017-2019 adalah:
1. Menganalisis keterlibatan Rusia pada Astana Peace Talks di Suriah pada
periode 2017 - 2019;
2. Menjelaskan orientasi kepentingan Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriah
sehubungan dengan kerja sama politik yang dibangun Rusia dengan aktor-aktor
kunci yang terlibat dalam pembicaraan Astana;
3. Mengaplikasikan konsep dalam studi Hubungan Internasional yang relevan dan
dapat digunakan sebagai alat analisa tentang kepentingan Rusia dalam Astana
Peace Talks.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat, di antaranya:
9
1. Diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi dalam pengembangan ilmu
Hubungan Internasional baik di dalam lingkup universitas, lingkup nasional
dan internasional;
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah acuan bagi penelitian
berikutnya yang akan membahas mengenai kepentingan Rusia di Suriah atau
kawasan Timur Tengah secara umum.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pertama yang peneliti gunakan adalah sebuah tulisan oleh
Raymond Hinnebusch dengan judul “The Battle over Syria’s Reconstruction”. 14
Tulisan ini dipublikasikan melalui Global Policy Volume 11, Issue 1, Februari 2020.
Hinnebusch memaparkan persaingan para aktor dalam proses rekonstruksi Suriah dan
bergulat dengan pertanyaan: apakah rezim pemerintah dapat mengkonsolidasikan
kembali kontrolnya atas Suriah dan membentuk keseimbangan internal; apakah aktor
internasional mampu mempertahankan pengaruh dalam situasi rekonstruksi yang
terfragmentasi; dan apakah pendanaan untuk program rekonstruksi tersedia.
Analisis penulis mengenai pertempuran rekonstruksi di Suriah dapat dilihat melalui
perebutan kekuatan, wilayah, dan sumber daya yang disalurkan melalui aset-aset hard
power (persenjataan, uang, dan sumber daya manusia) dan power balancing. Interaksi
dari dalam ataupun luar perlu dilacak, dalam tulisan tersebut penulis menggunakan
14 Raymond Hinnebusch, The Battle over Syria’s Reconstruction (Global Policy Vol. 11 Issue
1, 2020) hlm. 113.
10
teori Neo-Classical Realism. Hinnebusch menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
dengan mengulas perjuangan domestik menghadapi kekuasaan dan persoalan
rekonstruksi, perjuangan geopolitik Suriah selama fase pemberontakan yang sebagian
besar melibatkan pasukan militer, dan perjuangan geo-ekonomi internasional atas
rekonstruksi Suriah.
Hinnebusch melihat Domestic Struggle Suriah dari segi ekonomi, rezim Bashar
al-Assad tidak memiliki kondisi perekonomian yang baik sejak konflik di Suriah ini
pecah. Terutama, fragmentasi ekonomi di Suriah menyebabkan proses perdagangan
internal kacau. Terjadi penyelundupan senjata besar-besaran ke dalam Suriah dan
penyelundupan minyak mentah ke luar Suriah.15 Keadaan perekonomian domestik di
Suriah telah mengahasilkan ketidaksetaraan baru antara orang biasa dan masyarakat
yang sudah berada di puncak kejayaan perekonomian, kekayaan besar akan didapatkan
bagi mereka yang berhasil mencari keuntungan perang, dan sisanya akan jatuh miskin
karena memilih terlibat dalam gerakan menuju neo-liberalisasi. Suriah merupakan
negara yang berisiko memiliki kecenderungan rekonstruksi pasca perang dengan
masalah sosial yang buruk dan memicu terjadinya kekerasan lebih lanjut dengan
adanya tindak korupsi.
Geopolitical Struggle, krisis Suriah telah menarik kekuatan-kekuatan global dan
menjadi arena pertahanan hegemoni internasional. Misalnya, Amerika Serikat ingin
15 Raymond Hinnebusch, The Battle over Syria’s Reconstruction (Global Policy Vol. 11 Issue
1, 2020) hlm. 115.
11
mempertahankan hegemoninya atas nama tatanan dunia liberal dan upaya Rusia untuk
mempromosikan dunia multipolar melalui keterlibatannya di Suriah. Geo-economics
Struggle, restrukturisasi Suriah tentunya sangat terdampak dari aktor-aktor yang
terlibat dalam perjuangan geopolitik. Rusia merupakan kekuatan utama yang
mempromosikan rekonstruksi Suriah, Rusia memberikan dukungan militer dan
ekonomi besar-besaran kepada rezim Suriah dalam waktu lama dan beberapa kali juga
hutang rezim Assad dianggap lunas olehnya.
Tulisan Hinnebusch berbeda dengan penelitian ini karena Hinnebusch
menggunakan teori neo-classical realism untuk menjelaskan faktor-faktor internal dan
eksternal yang memengaruhi terciptanya kebijakan dari pemerintah Suriah. Terutama
dalam hal penyusunan ulang kebijakan Suriah dan penyesuaiannya terhadap kekuatan
global dan regional, serta penekanan bahwa tanpa bantuan dari negara lain dalam hal
rekonstruksi, Suriah akan menjadi negara gagal yang tidak dapat menopang stabilitas
negaranya sendiri.
Sedangkan, penulis menggunakan konsep kepentingan nasional yang merupakan
turunan dari teori Realisme Klasik untuk menganalisis kepentingan jangka panjang
Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriah. Peneliti memiliki subjek penelitian yang
berbeda dengan tulisan Hinnebusch karena peneliti akan lebih memperdalam
keterlibatan Rusia di Suriah melalui pembicaraan damai Astana. Namun, tulisan
Hinnebusch adalah tulisan yang menarik untuk melengkapi sudut pandang penulis
12
dalam melihat situasi pada fase rekonstruksi di Suriah, adaptasi Suriah pada konflik di
negaranya, serta penyusunan kebijakan luar negeri pemerintah Suriah.
Tinjauan pustaka kedua yang peneliti gunakan adalah sebuah tulisan oleh Zeinab
A. Ahmed dengan judul “Russian Role in Syrian in the Light of its Strategy Towards
the Middle East (2015 – 2018)”. Tulisan dipublikasikan melalui Eurasian Journal of
Social Sciences Volume 6 Nomor 3 tahun 2018. Tulisan ini mengemukakan argumen
deskriptif mengenai Strategi Rusia di Timur Tengah hingga tahun 2018 dan campur
tangan Rusia dalam krisis Suriah dengan tujuan untuk mengubah kecenderungan hasil
perang di Suriah dan merestrukturisasi hubungan Rusia dengan berbagai pihak yang
terlibat dalam konflik Suriah.
Penulis menganalisis motif keberadaan Rusia di Suriah melalui pendekatan yang
dilakukan Rusia terhadap aktor-aktor kunci di Timur Tengah. Rusia memiliki
kebijakan yang berbeda dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa terhadap
Timur Tengah. Rusia memiliki kebijakan yang sepenuhnya non-ideologis dan
independen dari perjuangan Sunni dan Syiah.16 Karakteristik ini membuat strategi
Rusia dapat dibedakan dari kebijakan Barat yang selama ini menjamin dan
memanfaatkan perpecahan Sunni dan Syiah untuk mencapai kepentingan mereka dan
mendapatkan lebih banyak keuntungan dari kondisi tersebut. Analisis ini didukung
oleh data-data yang menunjukkan beberapa peristiwa kesepakatan militer antara Rusia
16 Zeinab Ahmed, Russian Role in Syria in the Light of its Strategy Towards the Middle East
(Eurasian Journal of Social Sciences Vol. 6 No. 3, 2018) hlm. 40.
13
dengan dengan aktor-aktor penting di Timur Tengah seperti Iran, Turki, Arab Saudi,
Israel, dan Yordania.
Berkurangnya peran AS di wilayah Timur Tengah menjadi faktor
meningkatnya interaksi Rusia dengan aktor-aktor kunci di Timur Tengah. Penulis
menyatakan bahwa kerja sama dengan aktor regional di Timur Tengah dilakukan untuk
memperluas dan meningkatkan pengaruhnya di kawasan yang dinamis ini dalam
jangka pendek, meskipun kepentingan Rusia mungkin tidak sejalan dengan
kepentingan negara-negara regional Timur Tengah dalam jangka panjang.17
Jurnal ini tidak menjadikan proses perdamaian Suriah sebagai objek kajian utama
untuk membahas strategi yang dilakukan Rusia di Suriah karena cakupan dari jurnal
ini adalah kawasan Timur Tengah secara umum. Sedangkan, pada penelitian kali ini
pembahasan dititikberatkan pada objek kajian pada salah satu proses perdamaian
Suriah. Zeinab Ahmed membahas mengenai hubungan yang dibangun Rusia dengan
aktor-aktor kunci di Timur Tengah, tidak hanya Suriah. Sehingga, peneliti dapat
menggunakan data-data temuan penulis untuk lebih memperdalam aspek dan bobot
kepentingan Rusia di Suriah.
Tinjauan pustaka ketiga yang peneliti gunakan adalah sebuah buku yang
diterbitkan oleh ISPI dan Atlantic Council pada bulan Oktober 2019. Judul tulisan ini
adalah The MENA Region: A Great Power Competition. Buku ini memiliki beberapa
17 Zeinab Ahmed, Russian Role in Syria in the Light of its Strategy Towards the Middle East
(Eurasian Journal of Social Sciences Vol. 6 No. 3, 2018) hlm. 40.
14
bab yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dikerjakan, beberapa diantaranya
adalah Bagian Kedua: Same Ends but Different Means: Change, Continuity and
Moscow’s Middle East Policy oleh Mark N. Katz.18 Mark berargumen bahwa semua
aktor di Timur Tengah dapat mereduksi pengaruh eksternal kekuatan-kekuatan besar
dunia seperti Rusia hanya jika seluruh wilayah regional ingin bersatu untuk mengadili
atau menindak lanjuti external hegemon power. Namun, pada kenyataannya, banyak
pihak di wilayah Timur Tengah yang enggan untuk bekerja sama dan mengatasi
percampuran tangan negara lain di luar Timur Tengah atau MENA (Middle East and
North Africa).
Kemudian pada Bagian Ketiga: The Astana Model: Methods and Ambition of
Russian Political Action oleh Andrey Kortunov. Ia menyatakan bahwa kebijakan luar
negeri Rusia di Timur Tengah dan Afrika Timur adalah salah satu kebijakan Putin yang
cukup sukses karena Rusia tidak dibatasi oleh aliansi kaku yang bisa membatasi
fleksibilitasnya dalam menjalin hubungan antar negara. Andrey juga berargumen
bahwa Rusia tidak bisa diam pada preferential position selamanya, akan ada saat di
mana Rusia harus memilih pihak mana yang akan ia dukung lebih banyak. Andrey
melihat keterlibatan Rusia di Astana Peace Talks pada tahun 2017 dapat diamati dalam
jangka pendek. Menurut Andrey, peningkatan keterlibatan Rusia di Timur Tengah
dalam hal peace settlement itu dapat mempertaruhkan beberapa keunggulan komparatif
18 Karim Mezran dan Arturo Varvelli, ed., The Mena Region: A Great Power Competition
(ISPI and Atlantic Council, Oktober 2019)
15
Rusia sebagai perantara yang jujur dalam konflik Suriah. Seiring berjalannya waktu,
sebagian posisi istimewa Rusia di Suriah yang dekat dengan hampir semua pihak ini
akan menjadi rapuh dan tidak berkelanjutan. 19
Andrey mengemukakan kemungkinan penciptaan sistem keamanan kolektif di
wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara untuk mengatasi pengurangan pengaruh Rusia
yang mengancam posisinya di Suriah. Namun sistem tersebut terhalang oleh beberapa
kendala, seperti: 20
1. Sistem keamanan kolektif inklusif yang membutuhkan partisipasi yang
tidak hanya datang dari negara-negara Arab, tetapi juga negara-negara non-
Arab di wilayah tersebut seperti Turki, Israel, dan Iran.
2. Kedua, dunia Arab sendiri masih sangat terfragmentasi dan sulit untuk
didamaikan, ilustrasi krisis paling baru dalam tulisan Andrey adalah krisis
di Qatar.
3. Tidak ada kebijakan one size fits all yang bisa benar-benar berhasil untuk
diaplikasikan di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Andrey menejelaskan bahwa secara teori penciptaan sistem keamanan kolektif ini
memang hebat. Namun, sistem tersebut hampir tidak dapat dicapai dalam praktiknya.
19 Andrey Kortunov, The Astana Model: Methods and Ambition of Russian Political Action
(ISPI and Atlantic Council, Oktober 2019) hlm. 56 20 Andrey Kortunov, The Astana Model: Methods and Ambition of Russian Political Action
(ISPI and Atlantic Council, Oktober 2019) hlm. 59
16
Meskipun memiliki objek kajian yang sama yaitu Astana Peace Talks – terutama
pada bab 3 yang ditulis oleh Andrey Kortunov – terdapat perbedaan ide antara
kepentingan nasional yang disampaikan Andrey dan kepentingan nasional yang
disampaikan peneliti. Kepentingan nasional yang disampaikan Andrey berkaitan
dengan kemungkinan penciptaan sistem keamanan kolektif yang dikaji melalui
strategic shifting dan posisi istimewa Rusia di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.
Namun, bab yang ditulis oleh Andrey ini membahas strategi Rusia untuk mendekati
semua pihak di Timur Tengah pasca berkurangnya peran AS di kawasan. Yang mana,
hal tersebut akan memerkaya cakrawala berpikir penulis dalam memahami strategi
Rusia di Timur Tengah.
E. Kerangka Teoretis
1. Realisme Klasik
Realisme Klasik merupakan teori yang dikembangkan oleh salah satu
tokoh yaitu Hans Morgenthau. Morgenthau menekankan batasan-batasan
politik yang dipengaruhi oleh sifat manusia yang dianggap egois. Faktor
tersebut berkontribusi pada paradigma hubungan internasional yang
konfliktual. Menurut Morgenthau, sebuah teori harus bersifat empiris dan
logis.21 Caranya adalah dengan mempelajari apa yang terjadi di dunia untuk
21 Hans Morgenthau, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace (New York,
Knopf, 1954) hlm.3
17
memahami apa yang terjadi di dunia, sehingga teori yang ada diciptakan atas
dasar pengalaman-pengalaman yang benar-benar terjadi di dunia.22
Morgenthau menyatakan bahwa dunia yang kita pijak adalah dunia yang
dipenuhi dengan aktivitas struggle for power. Sebagai sebuah teori yang
mengutamakan aktor negara, Realisme meyakini bahwa manusia memiliki sifat
rakus dan kompetitif. Hal-hal tersebut merefleksikan sifat suatu negara, kaum
Realis berpendapat bahwa negara selalu terlibat dalam perebutan kekuasaan
sebagai hasil dari keinginan untuk bertahan hidup dan mendominasi negara
lain.
Satu hal terpenting bagi suatu negara dalam pandangan Realisme adalah
kekuasaan atau power.23 Realisme menekankan sifat manusia dalam politik
internasional, yang berarti bahwa sifat manusia menyebabkan sebuah negara
untuk bertindak dengan cara tertentu dan secara inheren mementingkan diri
sendiri. Untuk memahami Realisme, kita harus memahami asumsi filosofis di
balik banyak pemikiran Realis.24 Realisme memiliki klaim dan generalisasi
tertentu mengenai sifat hubungan internasional dan motivasi para aktor. Kaum
Realis setuju dengan gagasan Thomas Hobbes tentang ‘the international state
of nature as a state of war’. Sehingga, dalam situasi berperang sebuah negara
22 Hans Morgenthau, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace (New York,
Knopf, 1954) hlm.5 23 Hans Morgenthau, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace (New York,
Knopf, 1954) hlm.5
24 Luke Glanville, How Are We to Think about the 'National Interest'? (AQ: Australian
Quarterly Vol. 77, No. 4,2005) hlm. 33
18
harus mencari ‘power after power’. Morgenthau menyatakan bahwa ‘the main
signpost that helps political realism to find its way through the landscape of
international politics is the concept of interest defined in terms of power'. 25
Bagi Morgenthau, kepentingan nasional itu ‘taken in isolation, the
determination of its content in a concrete situation is relatively simple; for it
encompasses the integrity of the nation's territory, of its political institutions,
and of its culture’. Morgenthau juga membenarkan pengejaran bahwa individu
mungkin berkata pada dirinya sendiri “‘let justice be done, even if the world
perish’, but the state has no right to say so in the name of those who are in its
care”. Sehingga, mengejar kepentingan nasional bukan hanya kebutuhan
politik tetapi juga kewajiban moral bagi suatu bangsa untuk menjaga
hubungannya dengan bangsa lain, tetapi sebagai penuntun (one guiding star),
standar pemikiran (one standard of thought), dan aturan atas suatu tindakan
(one rule of action).
2. Konsep Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional merupakan sebuah konsep turunan dari teori
Realisme Klasik. Hans J. Morgenthau melihat kepentingan nasional dalam dua
tingkatan: the vital (primary) dan the secondary. Untuk memahami kategori
vital yang berkonsentrasi pada fundamental physical existance atau kehidupan
25 Luke Glanville, How Are We to Think about the 'National Interest'? (AQ: Australian
Quarterly Vol. 77, No. 4,2005) hlm. 34
19
suatu negara, maka tidak boleh ada kompromi atau keraguan untuk berperang.
Dengan kata lain, semua negara harus mempertahankan kepentingan vital ini
dengan harga berapapun. Kepentingan vital relatif mudah didefinisikan,
misalnya persoalan keamanan negara – terutama bagi negara yang bebas dan
mandiri – dan persoalan perlindungan terhadap lembaga, masyarakat, dan nilai-
nilai fundamental suatu negara. 26 Sedangkan kepentingan sekunder adalah
kepentingan yang dapat dikompromi dan bukan merupakan kepentingan yang
mengancam kedaulatan suatu negara. Hal ini membuat kepentingan sekunder
cenderung lebih sulit untuk didefinisikan walaupun sudah melihat tujuan
negosiasi dari suatu kompromi. 27
Kepentingan sekunder tidak boleh diabaikan walaupun tidak
mengancam kedaulatan suatu negara. Morgenthau percaya bahwa Kepentingan
Sekunder dalam waktu dekat dapat berubah menjadi Kepentingan Vital dan
dapat menjadi ancaman keamanan bagi suatu negara. Kepentingan vital
kadang-kadang dapat meluas ke luar negeri jika seseorang mendeteksi negara
ekspansionis yang jauh saat ini, tetapi mengumpulkan kekuatan dan penaklukan
yang nantinya akan mempengaruhi negara sendiri. Kekuatan imperialis yang
mengancam kepentingan suatu negara lebih baik ditangani sejak dini dan selalu
26 Alfred Marleku, National Interest and Foreign Policy: The Case of Kosovo (Italia: MCSER
Publishing, Mediterranean Journal of Social Sciences Volume 4 No. 3, September 2013) hlm. 416 27 Michael G. Roskin, National Interest: From Abstraction to Strategy [Jurnal online]
(Amerika Serikat, Strategic Studies Institute, 20 Mei 1994) Diakses melalui
https://publications.armywarcollege.edu/pubs/1656.pdf dilihat pada 10 Agustus 2020. Hlm.5
20
ditangani dengan tenaga yang memadai. Jika suatu kepentingan bersifat
sekunder, reposisi prioritas dapat dinegosiasikan, asalkan pihak lain tidak
terlibat dalam kebijakan ekspansionisme. Contohnya, saat Rusia memiliki
kebijakan ekspansionisme untuk mengklaim wilayah Krimea pada tahun 2014,
maka Krimea tidak ragu untuk melibatkan diri dalam peperangan, karena
kedaulatan negaranya sedang terancam.
Bobot atau weight of impact dari level Kepentingan Vital dan
Kepentingan sekunder ini menyerupai hierarki intensitas dan penerapan
(intensity and applicability) yang dikemukakan oleh Donald Neuchterlein. Di
mana terdapat core strategic interests (kepentingan inti strategis) akan lebih
mudah masuk ke dalam kelompok kepentingan vital karena berkaitan dengan
isu-isu seperti kedaulatan negara dan pencegahan konflik interstate. Kondisi di
mana pembuat kebijakan tidak mau berkompromi maka akan langsung menjadi
core strategic interests. Apabila pembuat kebijakan dapat berkompromi, maka
masalah tersebut akan tetap menjadi kelompok kepentingan sekunder.28 Dalam
kepentingan sekunder, kompromi bisa bermacam-macam bentuknya dan
tergantung pada jenis kepentingan yang sedang dibahas (misalnya kepentingan
ekonomi atau budaya). Contohnya, Rusia memiliki kepentingan untuk
membangun kembali Gross Domestic Product di negaranya, sehingga bentuk
28 Dr. P. H. Liotta, Still Worth Dying for National Interests and The Nature of Strategy [Jurnal
Online] (Naval War College Review, Vol. 56 No. 2, Article 10, Musim Semi 2003) hlm. 123 – 138.
Diakses melalui https://digital-commons.usnwc.edu/nwc-review/vol56/iss2/10/ dilihat pada 15
Agustus 2020. Hlm. 130
21
komprominya adalah saat Rusia melakukan kerja sama dengan Iran untuk
menghindari future economic damage Rusia.
Kemudian, Michael G. Roskin melengkapi dua tingkatan kepentingan
nasional Morgenthau dan P. H. Liotta dengan mengkategorikan keduanya
berdasarkan Weight of Impact atau bobot dari kepentingan nasional. Tambahan
lain dibedakan menjadi permanent dan temporary, specific dan general. 29
Permanent Interest atau Kepentingan permanen biasanya relatif konstan dari
waktu ke waktu sehingga kepentingan ini dapat bertahan dalam periode waktu
yang lama. Temporary Interest atau Kepentingan sementara adalah apa yang
suatu negara anggap sebangai kepentingan nasionalnya pada waktu tertentu.
General Interest atau Kepentingan umum adalah kepentingan yang
diterapkan oleh suatu negara secara positif terhadap: (1) wilayah geografis yang
luas; (2) terhadap negara-negara dalam jumlah yang besar; atau (3)kepentingan
dalam beberapa bidang tertentu. Contoh dari kepentingan umum ini adalah
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) di negara lain. Kemudian keinginan
untuk mempertahankan HAM ini direalisasikan dalam bentuk ratifikasi
terhadap perjanjian mengenai HAM yang melibatkan banyak negara lainnya
dalam cakupan geografis yang luas. Specific Interest atau Kepentingan Spesifik
sangat ditentukan oleh ruang dan waktu dan seringnya merupakan logic
29 Michael G. Roskin, National Interest: From Abstraction to Strategy [Jurnal online]
(Amerika Serikat, Strategic Studies Institute, 20 Mei 1994) Diakses melalui
https://publications.armywarcollege.edu/pubs/1656.pdf dilihat pada 10 Agustus 2020. Hlm. 5
22
outgrowth dari Kepentingan Umum. 30 Berikut ini adalah tabel taksonomi
kepentingan nasional yang melibatkan bobot dari kepentingan vital dan
kepentingan sekunder. Tabel ini diadopsi dari tulisan P.H. Liotta dan Michael
G. Roskin:
Tabel I.E.1. Konsep Kepentingan Nasional
Russian National Interest through Astana Peace Talks in Syria 2017 -2019
Aspects of Interest Level of Interest Weight of Impact Interest(s)
Importance
Vital Core Strategic
Secondary Significant Value
Duration
Vital Temporary
Secondary Permanent
Specificity
Vital Specific
Secondary General
Kemudian, perlu diketahui bahwa setiap level Kepentingan dapat
mencakup tiga bobot kepentingan. Contohnya, kepentingan suatu negara untuk
mendukung perjanjian hak asasi manusia, dapat dikategorikan dalam level
sekunder (significant value, permanent, dan General). Dalam bab analisis,
peneliti akan menggunakan tabel di atas yang disertai dengan beberapa
perubahan yang disesuaikan dengan Kepentingan Nasional Rusia melalui
30 Alfred Marleku, National Interest and Foreign Policy: The Case of Kosovo (Italia: MCSER
Publishing, Mediterranean Journal of Social Sciences Volume 4 No. 3, September 2013) hlm. 416
23
Astana Peace Talks di Suriah Periode 2017-2019. Berikut adalah contoh tabel
yang akan peneliti gunakan:
Tabel I.E.2. Kerangka Table Kepentingan Nasional Rusia melalui Astana
Peace Talks di Suriah Periode 2017-2019
Russian National Interest through Astana Peace Talks in Syria 2017 -2019
Aspects of
Interest
Level of
Interest
Weight of
Impact
Interest(s)
Importance
Vital (Tiga bobot
kepentingan)
Secondary (Tiga bobot
kepentingan)
Dinamika yang terjadi dalam hubungan Rusia dengan aktor-aktor lain
yang terlibat dalam konflik Suriah berlandaskan pada kepentingan nasional.
Seiring berjalannya waktu, tentunya Kepentingan setiap aktor yang terlibat
dalam konflik akan mengalami perubahan, tidak terkecuali Rusia. Penggunaan
tabel taksonomi kepentingan nasional di atas akan membantu peneliti dalam
menelusuri Hierarchy of intensity and applicability dari satu kepentingan
24
nasional. 31 Level of interest yang dilengkapi dengan weight of impact
diharapkan dapat membantu penulis dalam menganalisis pertanyaan penelitian
serta menjelaskan urgensi kepentingan nasional Rusia yang ingin dicapai
melalui permainan strategi penuh tantangan dan ambiguitas di Suriah.
F. Metode Penelitian
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Peneliti memilih metode kualitatif karena penelitian ini
memiliki analisis data berjenis deskriptif analitik. Analisa yang bersifat
deskriptif dikomunikasikan melalui data, kemudian data tersebut dapat
mengkomunikasikan studi teoritis melalui konsep yang telah diilustrasikan
oleh data. Sehingga analisisa deskriptif ini mampu membuat gambaran analisis
mengenai gejala dan situasi yang menjadi bagian dari pokok permasalahan
yang sedang diteliti.32
Peneliti melihat bahwa metode kualitatif akan membantu peneliti
menjelaskan kepentingan Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriahpada
tahun 2017-2019. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah
analisis induktif, di mana pola, kategori, dan tema akan dibangun dari bawah
ke atas. Proses ini akan mengilustrasikan upaya peneliti dalam mengolah
31 Dr. P. H. Liotta, Still Worth Dying for National Interests and The Nature of Strategy [Jurnal
Online] (Naval War College Review, Vol. 56 No. 2, Article 10, Musim Semi 2003) hlm. 131. Diakses
melalui https://digital-commons.usnwc.edu/nwc-review/vol56/iss2/10/ dilihat pada 15 Agustus 2020.
Hlm. 131 32 Steven J. Taylor, Robert Bogdan dan Marjorie L. DeVault, Introduction to Qualitative
Research Methods 4th Edition (Kanada: John Wiley & Sons, Inc., 2016) hlm.4
25
serangkaian data menjadi tema yang utuh.33 Selain itu, proses penelitian juga
akan dilakukan melalui studi literatur. Studi literatur merupakan proses
pencarian data yang bersumber dari berbagai informasi, hasil penelitian para
ahli, serta berita analisis yang dimuat dalam berbagai sumber pustaka seperti
buku, jurnal, karya tulis ilmiah, artikel web atau internet yang dapat
dipertanggungjawabkan, media cetak, serta skripsi yang sesuai dengan tema
yang diangkat oleh peneliti. Dalam skripsi ini, peneliti juga menggunakan data
primer yang didapat dari dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah Rusia.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi yang memuat pernyataan
masalah yang akan diangkat oleh peneliti dan pertanyaan penelitian. Selain itu,
bab ini akan dilengkapi dengan tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori,
tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika tulisan. Bab
Pendahuluan ini bertujuan untuk mengetahui maksud dan tujuan dari
penelitian yang dilakukan.
BAB II KONFLIK SURIAH DAN PERJALANAN PROSES
PERDAMAIAN
33 John W. Cresswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches (Amerika Serikat: SAGE Publications Ltd., 2014) hlm.62
26
Pada bab kedua, peneliti akan menjabarkan latar belakang dari konflik
Suriah dan aktor-aktor yang terlibat dalam konflik Suriah seperti Rezim Bashar
al-Assad, pihak oposisi, kekuatan asing, dan jihadis Islam. Kemudian, bab ini
juga akan membahas mengenai upaya proses perdamaian Suriah sebelum
terciptanya Astana Peace Talks pada tahun 2017.
BAB III ASTANA PEACE TALKS DAN POSISI RUSIA DALAM
KONFLIK SURIAH
Pada bab ketiga, peneliti akan memberikan deskripsi mengenai forum
perdamaian Astana Peace Talks. Peneliti akan memberikan gambaran umum
mengenai awal terciptanya forum Astana Peace Talks sebagai salah satu
strategi kepentingan Rusia di Timur Tengah. Bab ini juga akan menjelaskan
apa yang berhasil dicapai, dan apa yang belum dapat dicapai selama tiga tahun
pembicaraan ini berlangsung.
BAB IV ANALISIS KEPENTINGAN RUSIA MELALUI ASTANA
PEACE TALKS DI SURIAH TAHUN 2017
Pada bab keempat, peneliti akan menjawab pertanyaan penelitian
mengenai apa kepentingan jangka panjang di Suriah melalui Astana Peace
Talks 2017 – 2019. Analisis akan dilakukan dengan membedah data-data
strategis yang peneliti dapatkan dan analisis akan dipaparkan dengan
menggunakan konsep kepentingan nasional.
BAB V KESIMPULAN
27
Pada bab kelima, peneliti akan mengemukakan hasil dari keseluruhan
penelitian dan memuat jawaban atas pertanyaan penelitian.
28
BAB II
KONFLIK SURIAH DAN PERJALANAN PROSES
PERDAMAIAN SURIAH
Tulisan pada bab ini akan memberikan penjelasan terkait konflik Suriah dan
perjalanan proses perdamaian Suriah dari tahun 2011 hingga 2019. Dimulai dari sekilas
mengenai negara Suriah, awal mula meletusnya konflik Suriah untuk menggulingkan
rezim Bashar al-Assad, eskalasi konflik yang terjadi karena keterlibatan kelompok-
kelompok jihadis Islam seperti IS, dan keadaan konflik Suriah pada tahun 2019. Pada
bagian selanjutnya, peneliti akan menjelaskan upaya-upaya perdamaian yang telah
dilakukan untuk mengatasi konflik Suriah pada tahun 2011 – 2019. Melalui penjelasan
yang peneliti urutkan secara sistematis, maka tujuan dari penulisan bab ini adalah untuk
memberikan gambaran menyeluruh kepada pembaca terkait konflik Suriah dan upaya
proses perdamaian Suriah.
B. Profil Negara Suriah
Republik Arab Suriah adalah negara berbentuk republik yang populasinya
sebagian besar tinggal di sepanjang poros utara-selatan bagian barat negara tersebut,
tepatnya adalah di kota-kota seperti Damaskus dan Aleppo. Hal ini dikarenakan bagian
tengah negara Suriah merupakan daerah gurun yang jarang ditinggali penduduk.
Lembah Eufrat dan sudut timur laut Suriah adalah rumah bagi beberapa tanah pertanian
29
paling subur. 34 Populasi Alawite atau Muslim Syiah dan Druze di Suriah hanya
berkisar 16%, Alawite beraliran Muslim Syiah dan dianut oleh Bashar al-Assad dan
orang-orang dalam pemerintahannya. Sebanyak 74% dari populasi Suriah adalah
Muslim Sunni Arab, kelompok etno-sektarian terbesar di Suriah, sebagian besar dari
populasi ini mendukung pihak oposisi. Terdapat kelompok-kelompok keagamaan non-
Sunni Arab seperti Kristen dan lainnya sebanyak 10%.35
Kekuasaan negara Suriah dipimpin oleh Presiden Bashar al-Assad, putra dari
Hafez al-Assad yang pernah memimpin Suriah dari tahun 1970 hingga 2000. Setelah
tiga puluh tahun di bawah pimpinan Hafez al-Assad, Hafez meninggal dunia pada
tahun 2000. Amandemen konstitusional pun dilakukan pada pemilihan presiden
berikutnya, putra Hafez – Bashar al-Assad – terpilih melalui referendum.36 Di Suriah,
presiden memerintah untuk masa jabatan tujuh tahun dalam pemilihan umum yang
dikontrol secara ketat tanpa adanya calon presiden dari pihak lawan.
Secara formal, pemerintahan Suriah mempromosikan sekularisme, dan diskusi
mengenai permasalahan sektarian telah dilarang. Bertahun-tahun di bawah
kepemimpinan seorang diktator, minoritas Syiah Alawite adalah kaum elit yang lebih
34 European Asylum Support Office Report, Syria: Security Situation [Laporan Online]
(Denmark: EASO Europa, November 2019) Diakses melalui
https://www.easo.europa.eu/sites/default/files/publications/EASO-COI-Report-Syria-Security-
situation.pdf dilihat pada 16 Agustus 2020. 35 Kedutaan Besar Republik Indonesia, Profil Suriah. [Database online] Diakses melalui
https://kemlu.go.id/damascus/id/pages/sekilas_suriah_/108/etc-menu dilihat pada 6 Oktober 2020. 36 Geneva International Centre for Justice, Syrian Civil War: Six Years into the Worst
Humanitarian Tragedy Since WWII [Laporan Online] (Switzerland: Juni 2017) Hlm 2. Diakses melalui
https://www.gicj.org/images/2016/pdfs/Final-Report-Syria_June-2017.pdf dilihat pada 20 Maret 2020.
30
diutamakan di Suriah. Pada akhirnya bentuk-bentuk prasangka dan diskriminasi
sektarian pun bermunculan di Suriah. Pada tahun 2011, aktivis agama di Suriah mulai
turun ke jalan untuk menyerukan reformasi dan kebebasan, Bashar al-Assad
menunjukkan bahwa protes yang dilakukan aktivis ini adalah bentuk provokasi agar
terjadi perang sektarian. Beberapa demonstran bahkan meneriakkan slogan seperti
“Alawites into the coffin, Christians to Beirut.37 Selain itu, ruang sosial di Suriah sama
sekali tidak dihargai. Sebagai dampak dari peristiwa Arab Spring, pihak pemerintah
Suriah merasa bahwa gerakan-gerakan rakyat perlu digagalkan. Seruan untuk
kebebasan, martabat, dan keadilan sosial telah menjadi ancaman bagi rezim Suriah. Hal
itu menyebabkan ruang sosial di Suriah menjadi tidak dihargai, karena adanya upaya
untuk membungkam aspirasi rakyat.38
C. Aktor Domestik dalam Konflik Suriah
Konflik Suriah melibatkan banyak aktor, baik aktor domestik maupun aktor
internasional. Aktor domestik yang terlibat ada dua, yaitu pemerintah Suriah dan pihak
oposisi. Rezim Bashar al-Assad merupakan pihak yang memegang semua kontrol
keamanan selama konflik berlangsung. Polisi bertanggung jawab atas penegakkan
hukum bersama dengan pengadilan-pengadilan di Suriah. Angkatan Darat Suriah
terdiri dari perwira profesional dan warga sipil wajib militer.
37 Ignacio Alvarez-Ossorio, The Sectarian Dynamics of The Syrian Conflict (The Review of
Faith & International Affairs, 17:2, 47-58, 2019) hlm.47
38 Ignacio Alvarez-Ossorio, The Sectarian Dynamics of The Syrian Conflict (The Review of
Faith & International Affairs, 17:2, 47-58, 2019) hlm.48
31
Rezim al-Assad juga menggunakan badan intelijen yang berkonsentrasi pada
pemantauan pihak-pihak oposisi pemerintah. Aparat intelijen di Suriah terdiri dari tiga
organisasi intelijen utama, yaitu General Intelligence Directorate, Military
Intelligence, dan Air Force Intelligence. Badan intelijen ini melapor ke Dewan
Keamanan Presiden. Kemudian, Dewan akan memberikan laporan langsung ke
Presiden Assad.39
Aktor domestik selanjutnya adalah pihak oposisi. Perang saudara memiliki
perbedaan dalam jumlah aktor bersenjata yang terlibat, baik dari pihak pertahanan
maupun pihak oposisi, yaitu perang saudara two-party dan perang saudara multi-party.
Namun, karakterisasi konflik ini sebagai perang saudara kerap kali gagal
menggambarkan dinamika konflik Suriah yang memiliki elemen militer yang rumit
sehingga tidak ada data yang pasti mengenai jumlah kelompok oposisi di Suriah.
Uppsala Conflict Data Program (UCDP) telah berhenti menghitung, data terakhir
menunjukkan bahwa pihak oposisi di Suriah mencapai angka 1,350. Namun jumlah
kelompok yang efektif jauh lebih rendah dan diperkirakan hanya terdapat 35 kelompok
oposisi efektif pada akhir tahun 2017.40
Pihak oposisi Suriah dicirikan oleh fragmentasi politik dan militer yang
memengaruhi upaya untuk membentuk sebuah pemerintahan alternatif. Dua blok
39 Andrew Rathmell, Syria's Intelligence Services: Origins and Development (London:
Journal of Conflict Studies, Volume 16 No. 2 tahun 1996) Diakses Melalui
https://journals.lib.unb.ca/index.php/JCS/article/view/11815 dilihat pada 18 April 2020. 40 Regine Schwab, Insurgent courts in civil wars: the three pathways of (trans)formation in
today’s Syria (2012-2017) (Small Wars & Insurgencies Volume 29 No. 4, 2018) Hlm. 804
32
politik oposisi utama adalah the Syrian National Council (SNC) dan the National
Coordination Committee (NCC kemudian membentuk Free Democratic Syria). Pihak
oposisi lain yang cukup terkenal dalam konflik Suriah adalah The Free Syrian Army
(FSA). 41
Pada akhir tahun 2013, pihak oposisi Suriah dan pasukan pemberontak terpisah
menjadi dua, FSA dan front-front Islam yang baru dibentuk. Alasan utama yang
mendesak bagi terbentuknya front Islam baru adalah kekhawatiran mengenai potensi
partisipasi FSA dalam pembicaraan damai di Jenewa dan kurangnya perwakilan
pasukan di lapangan. Front-front Islam baru pada tahun 2013 antara lain, Ahrar Ash-
Sham (Islamic Movement of Free Men of the Levant), Jaysh al-Islam (Army of Islam),
dan Ansar al-Sham (Supporters of the Levant).42
Rezim Assad ikut bertanggung jawab atas kebangkitan kelompok-kelompok
oposisi di negaranya. Sebelum tahun 2011, pemerintahan menutup semua ruang politik,
terkecuali bidang keagamaan, di mana pada kesempatan ini kaum Salafi secara aktif
berorganisasi dan memperluas jaringan Jihad. Selain itu, terdapat beberapa laporan
bahwa rezim Suriah melepaskan kelompok radikal Salafi dalam jumlah besar dari
Penjara Sednaya pada tahun 2011. Banyak dari kelompok ini yang kemudian menjadi
41 Faith Olanrewaju dan Segun Joshua, The Diplomatic Dimensions of the Syrian Conflict
(Nigeria: Jadavpur Journal of International Relations, Volume 19 No. 1, SAGE Publications, 2015)
Hlm. 48. 42 Jack Holland, The Syrian Civil War, Chapter: In Selling War and Peace: Syria and the
Anglosphere (United Kingdom: Cambridge University Press, 2020) Hlm. 22
33
pemimpin Jabhat al-Nusra, the Islamic Front, dan the Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS).
D. Aktor Internasional dalam Konflik Suriah
Aktor internasional yang terlibat dalam konflik Suriah ada dua, yaitu kekuatan
asing dan kelompok jihadis Islam. Kekuatan asing yang terlibat di Suriah ini termasuk
kekuatan regional besar dan menengah, aktor non-state, serta kekuatan negara-negara
adidaya. Kekuatan regional yang dimaksud adalah Turki, Iran, Israel, Qatar, Uni
Emirat Arab (UAE), dan Arab Saudi. Sedangkan negara-negara adidaya yang terlibat
dalam konflik Suriah adalah Rusia, Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. 43
Amerika Serikat dikenal sebagai blok Barat, di Suriah AS bergerak bersama
dengan negara-negara Uni Eropa, Arab Saudi, dan Qatar. Blok Timur seperti Rusia,
China, dan juga Iran bergerak bersama-sama. Keberadaan Rusia di Suriah, tidak lain
adalah untuk menentang dominasi Amerika Serikat di Timur Tengah. Rusia ingin
menghindari replikasi dari apa yang dilakukan oleh kekuatan Barat di Libya dengan
kedok responsibility to protect. 44
Arab Saudi dan Qatar memberikan dana untuk kelompok-kelompok
pemberontak dengan alasan sektarian yang sangat jelas. Keduanya terlihat ingin
43 Rami G. Khouri, The Implications of The Syrian War for New Regional Orders in the
Middle East [Laporan Online] (Menara Working Papers No. 12, European Union’s Horizons 2020
Research and Innovation, September 2018) Diakses melalui
https://www.iai.it/sites/default/files/menara_wp_12.pdf dilihat pada 12 September 2020. Hlm. 4. 44 Mediel Hove dan Darlington Mutanda, The Syrian Conflict 2011 to the Present:
Challenges and Prospects (Harare: Journal of Asian and African Studies, SAGE Publishing, 2014)
Hlm. 3
34
membentuk pemerintahan Suriah yang beraliran Sunni. Sebaliknya, Iran yang memiliki
aliran Syiah berusaha melindungi rezim Assad dengan memberikan dukungan
keuangan dan juga militer.45 Sedangkan Turki merupakan satu kekuatan eksternal yang
bersifat kompleks dan paradoksal, posisi dan sikapnya di Suriah selalu berganti
mengikuti kepentingan nasionalnya.
Aktor Internasional selanjutnya adalah kelompok jihadis Islam. Islamic State in
Iraq and Syria (ISIS) atau dikenal juga dengan Islamic State of Iraq and the Levant
(ISIL) merupakan kelompok jihadis Islam yang terlibat dalam konflik Suriah untuk
melawan tidak hanya rezim al-Assad tetapi juga pihak oposisi yang menganut aliran
Islam moderat. ISIS berada di bawah panji Jihad Transnasional dan berhasil
menyerukan kepada semua Muslim Sunni untuk bergabung dengan Kekhalifahan yang
baru pada tahun 2014. Pada bulan Mei 2013, ISIS mengikuti langkah merger dengan
kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda di Suriah, yaitu al-Nusra Front.
Diketahui sebanyak 27,000 Muslim asing melakukan perjalanan ke Irak dan
Suriah untuk memperjuangkan ISIS.46 ISIS yang berevolusi menjadi Negara Islam atau
Islamic State (IS) tumbuh dari sekelompok jihadis pemberontak menjadi gerakan
pemberontak global. IS adalah kelompok ekstrimis Muslim Sunni yang dulunya
45 Muriel Asseburg dan Heiko Wimmen, Civil War in Syria External Factors and Interests as
Drivers of Conflict [Laporan Online] (Jerman: SWP Comments 43, German Institute for International
and Security Affairs, Desember 2012) Di akses melalui https://www.swp-
berlin.org/fileadmin/contents/products/comments/2012C43_ass_wmm.pdf dilihat pada 12 September
2020. Hlm. 15 46 Christopher Phillips & Morten Valbjørn, ‘What is in a Name?’: The Role of (Different)
Identities in the Multiple Proxy Wars in Syria (London: Small Wars & Insurgencies Volume 29 No.3,
Routledge Journal,2018) Hlm 425.
35
merupakan bagian dari al-Qaeda di Irak. Ideologi ISIS adalah untuk mengembalikan
kepercayaan dan praktik asli Nabi Muhammad dan para pengikutnya yang sejati. Pada
Juni 2014, ISIS memproklamasikan dirinya sebagai worldwide caliphate dan mulai
menyebut dirinya sebagai Islamic State atau ad-Dawlah al-Islāmiyah.47 Rebranding
ISIS menjadi IS berkonotasi kemajuan menuju pencapaian tujuannya serta deklarasi
pembentukan kekhalifahan Islam di Irak dan juga di Suriah.
Pada tahun 2014 sampai 2016, Islamic State berhasil mengambil alih kota-kota
besar di Suriah seperti Raqqa, Homs, dan Palmyra. Namun, pada bulan Oktober 2017,
Islamic State mulai kehilangan kendali atas beberapa kota yang sempat berhasil mereka
duduki di Suriah, seperti Raqqa. Pada tahun 2018, IS merilis pesan audio dari
Baghdadi. Dalam rekaman berdurasi 55 menit itu, Abu Bakr al-Baghdadi selaku
pemimpin IS menyatakan
"For the believer Mujahideen, the scale of victory or defeat is not counting on a
city or town being stolen or subject to those who have aerial superiority, or
intercontinental missiles or smart bombs, and not how many followers they
have,".48
47 Bill Roggio, ISIS announces formation of Caliphate, rebrands as ‘Islamic State’ [Artikel
Online] (Long War Journal, 29 Juni 2014) diakses melalui
https://www.longwarjournal.org/archives/2014/06/isis_announces_formation_of_ca.php dilihat pada 5
Januari 2021.
48 Mohammed Tawfeeq dan Steve Almasy, Abu Bakr al-Baghdadi admits ISIS is losing in
apparent audio message [Artikel Online] (CNN World, 23 Agustus 2018) diakses melalui
https://edition.cnn.com/2018/08/22/middleeast/isis-leader-abu-bakr-al-baghdadi-recording/index.html
dilihat pada 6 Januari 2021.
36
Ia juga mengaku bahwa kelompok IS telah kalah dan mendesak para pengikutnya untuk
melanjutkan perjuangan. Dalam rekaman tersebut Baghdadi juga menyampaikan
bahwa kelompok Islamic State akan diserbu oleh anggota militer Rusia dan Suriah
dengan bantuan dari “traitors” yang dalam hal ini merujuk pada pihak oposisi Suriah.
Pada tanggal 23 Maret 2019, Pasukan Demokrat Suriah mengumumkan bahwa Islamic
State telah kehilangan benteng terakhirnya di Suriah.49
E. Dinamika Konflik Suriah
1. Pecahnya Demonstrasi Damai pada Tahun 2011 dan Keterlibatan
Aktor Regional sebagai Awal Konflik Suriah
Pada pertengahan bulan Maret 2011, terjadi protes anti-pemerintah di Suriah.
Protes ini terjadi atas dampak dari protes serupa di Timur Tengah yaitu Arab Spring
pada akhir tahun 2010. Gelombang Arab Spring dimulai dengan revolusi Tunisia pada
Desember 2010 dan mencapai Suriah pada bulan Maret 2011. Protes dilakukan di
Tunisia untuk menjatuhkan rezim diktatorial yang menindas di Afrika Utara, namun
peristiwa ini menghasilkan dampak yang lebih keras terhadap negara-negara lain
seperti Libya dan Suriah.50
49 CNN Editorial Research, ISIS Fast Facts [Artikel Online] (CNN, 6 September 2020)
diakses melalui https://edition.cnn.com/2014/08/08/world/isis-fast-facts/index.html dilihat pada 6
Januari 2021. 50 Faith Olanrewaju dan Segun Joshua, The Diplomatic Dimensions of the Syrian Conflict
(Nigeria: Jadavpur Journal of International Relations, Volume 19 No. 1, SAGE Publications, 2015)
Hlm. 44.
37
Demonstrasi Suriah dilakukan di ibu kota Suriah yaitu Damaskus, Hama dan
juga Aleppo. Lebih dari 500.000 warga Suriah membanjiri kota Hama untuk
melakukan demonstrasi, menurut para aktivis, ini adalah satu-satunya protes terbesar
terhadap pemerintah Presiden Bashar al-Assad. 51 Demonstrasi dilakukan untuk
menuntut transformasi demokrasi dan pembebasan tahanan politik yang dipicu oleh
meninggalnya seorang remaja laki-laki di kota Daraa bernama Hamza al-Khateeb.
Sebelum meninggal, Ia ditahan dan disiksa oleh aparat pemerintah Suriah selama tiga
bulan karena menulis slogan terkenal dari pemberontakan massal di Tunisia dan Mesir,
“The people want the downfall of the regime”.
Saat demonstrasi terjadi di Damaskus dan Aleppo atas kematian remaja
tersebut, Rezim Assad merespons protes ini dengan agresif. Assad menurunkan
pasukan keamanan pemerintah dan jasa intelijen untuk membalas protes tersebut dan
menembak para pengunjuk rasa. Menurut PBB, selama tujuh bulan protes dilakukan
terdapat 3.000 orang tewas di Suriah. United Nations High Commissioner for Human
Rights, Navi Pillay, mengatakan bahwa setidaknya terdapat 187 anak termasuk dalam
daftar korban. PBB juga mengatakan ratusan orang telah ditangkap oleh pemerintah
Suriah sejak protes ini dimulai, beberapa aktivis mengatakan bahwa setidaknya
terdapat 11 pengunjuk rasa yang ditembak mati oleh pasukan keamanan Suriah.
51 Al Jazeera News Agency, ‘Half a million’ protest on streets of Hama [Artikel Online] (8
Juli 2011) diakses melalui https://www.aljazeera.com/news/2011/7/8/half-a-million-protest-on-streets-
of-hama dilihat pada 6 Januari 2021.
38
Peristiwa demonstrasi ini menjadi penyebab terjadinya perang senjata antara
pemerintah Suriah dan pemberontak.52
Gambar II.1. Jaringan Kompleks Konflik di Suriah
Sumber: Hafeez Ullah Khan dan Waseem Khan, Syria: History, The Civil War, and
Peace Prospect (Journal of Political Studies, Vol. 24, Issue 2, 2017)53
52 Hafeez Ullah Khan dan Waseem Khan, Syria: History, The Civil War, and Peace Prospect
(Journal of Political Studies, Vol. 24, Issue 2, 2017), hlm. 591. 53 Hafeez Ullah Khan dan Waseem Khan, Syria: History, The Civil War, and Peace Prospect
(Journal of Political Studies, Vol. 24, Issue 2, 2017), hlm. 592.
39
Melalui gambar di atas, para pemangku kepentingan dalam konflik Suriah
secara luas dapat dikategorikan mejadi empat kelompok: Rezim, pihak oposisi atau
pemberontak, kekuatan asing, dan kelompok jihadis Islam. Empat kelompok ini
memiliki kepentingan yang berbeda dalam konflik Suriah. Namun, seiring berjalannya
waktu keempat kelompok ini mulai membangun jaringan yang kompleks dalam konflik
Suriah.
Komunitas internasional sempat memberikan tekanan pada rezim al-Assad
melalui sanksi, embargo, penarikan duta besar dan penutupan kedutaan. Pada Agustus
2011, Presiden Obama menandatangani Executive Order 13582 yang membekukan
semua aset pemerintah Suriah, melarang warga AS melakukan bisnis dengan rezim al-
Assad, melarang impor produk minyak bumi dari Suriah, dan AS menutup kedutaannya
di Damaskus.54 Sedangkan Liga Arab menangguhkan Suriah dari keanggotaannya dan
memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Damaskus pada November 2011.
Konflik yang pada awalnya dipahami sebagai perang saudara antara rezim
presiden Assad dan pasukan oposisi – di mana pihak oposisi berusaha untuk
menciptakan Suriah yang lebih demokratis – menjadi jauh lebih kompleks dan suram
seiring berjalannya waktu.55 Saat ini, krisis Suriah merupakan perang saudara antara
54 The White House, Executive Order 13582-- Blocking Property of the Government of Syria
and Prohibiting Certain Transactions with Respect to Syria [Database Online] (Office of the Press
Secretary, 18 Agustus 2011) diakses melalui https://obamawhitehouse.archives.gov/the-press-
office/2011/08/18/executive-order-13582-blocking-property-government-syria-and-prohibiting dilihat
pada 6 Januari 2021 55 Sajid Karim, Syrian Crisis: Geopolitics and implications (Bangladesh: Biiss Journal
Volume 37, No.2, April 2016) Hlm. 108.
40
pemerintah dan pasukan pemberontak oposisi; sebuah perang agama yang mengadu
domba kaum minoritas Alawite Presiden Assad yang sejalan dengan pejuang Syiah
dari Iran dan Hizbulloh di Lebanon melawan kelompok pemberontak Sunni; dan
semakin meningkatnya perang proksi yang menampilkan Rusia dan Iran melawan AS
dan sekutunya.
Rezim Assad terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia termasuk
penculikan, eksekusi secara paksa, penghilangan paksa, penggunaan kekerasan
terhadap demonstran, penyebaran senjata pemusnah massal, serta penolakan keras
untuk meninggalkan pemerintahan secara sukarela. Berkaitan dengan hal itu, Amerika
Serikat, Prancis, dan Inggris telah menuding pemerintah Suriah dalam penggunaan
inventaris rudal balistik surface-to-surface pada bulan Juni dan Agustus tahun 2013.
Pemerintah Suriah mereka anggap menggunakan rudal balistik tersebut terhadap warga
Suriah dan menewaskan sekitar 1.429 orang termasuk wanita dan anak-anak. Sejak
bulan Januari 2012, AS sudah menduga akan adanya penggunaan senjata kimia di
Suriah. Pada Maret 2013, serangan di Ghouta Timur yang menewaskan setidaknya
1.300 warga sipil, dianggap AS sebagai ulah sejata kimia Assad. Serangan tersebut
memicu perdebatan sengit di AS tentang perlunya tindakan militer untuk menghukum
rezim Assad. Namun, perdebatan itu mereda ketika Suriah menyetujui Chemical
Weapons Convention di Jenewa pada tanggal 14 September 2013. 56
56 Hanna Notte, The United States, Russia, and Syria’s chemical weapons: a tale of
cooperation and its unraveling (Monterey: The Nonproliferation Review, Routledge Journal, 2020)
Hlm. 4
41
2. Dominasi Islamic State dan Keterlibatan Negara-negara Adidaya
yang Menimbulkan Eskalasi dalam Konflik Suriah
Agama merupakan salah satu mata rantai yang mengikat hubungan banyak
aktor di Suriah. Pada akhir tahun 2013 dan awal tahun 2014, istilah Islamic State (IS)
tidak umum di pers internasional. Lebih sering IS disebut sebagai ‘kelompok yang
berafiliasi dengan al-Qaeda’. Tahun 2014 telah menjadi tahun yang sangat berbeda
untuk Suriah dan dunia internasional. Selama tahun 2014, IS berhasil mendapatkan
kendali penuh atas sebagian besar wilayah di bagian Suriah Timur, tepatnya di
sepanjang lembah Eufrat dan lebih jauh lagi hingga mendekati Irak.57
Pada tahun 2014, Raqqa – sebuah kota di Suriah – dijuluki sebagai ‘bride of
revolution’ karena Raqqa merupakan kota pertama yang jatuh ke tangan IS. 58
Kebangkitan IS pada tahun 2014 merupakan game changer bagi AS. AS memulai
serangan udara pada September 2014, setelah sebelumnya membatasi keterlibatan AS
di sisi perbatasan Suriah dengan hanya memasok senjata dan melatih kelompok-
kelompok pemberontak dan oposisi. Operasi Inherent Resolve yang dilakukan oleh AS
juga dilakukan oleh Kanada (Operation Impact), Prancis (Operation Chammal),
Australia (Operation Okra), Inggris (Operation Shader), dan Jordan.59 Inilah yang
57 Jack Holland, The Syrian Civil War, Chapter: In Selling War and Peace: Syria and the
Anglosphere (United Kingdom: Cambridge University Press, 2020) Hlm 33. 58 Mariam Karouny, In northeast Syria, Islamic State builds a government (Reuters, 4
September 2014) diakses melalui https://www.reuters.com/article/us-syria-crisis-raqqa-insight/in-
northeast-syria-islamic-state-builds-a-government-idUSKBN0GZ0D120140904 dilihat pada 6 Januari
2021.
59 Jack Holland, The Syrian Civil War, Chapter: In Selling War and Peace: Syria and the
Anglosphere (United Kingdom: Cambridge University Press, 2020) Hlm 45.
42
menyebabkan pada tahun 2015, Suriah bertransisi menjadi perang proksi dengan
intervensi militer dari luar negeri.
Pada tahun 2015, intervensi militer paling konsekuensial di Suriah dilakukan
oleh Rusia. Pasukan Assad sebelumnya telah mengalami beberapa kemunduran akibat
perang di Suriah. Dengan banyaknya wilayah yang berhasil di klaim oleh pihak oposisi
dan keterlibatan Islamic State di Suriah, Rusia melihat hal ini sebagai sebuah pertanda
kekalahan. Kepemimpinan Rusia percaya bahwa rezim akan jatuh atau hanya bertahan
dengan menguasai sebagian kecil wilayah Suriah. Intervensi militer Rusia adalah
intervensi yang paling konsekuensial karena dalam beberapa bulan, atau bahkan dalam
beberapa minggu, maka kekalahan Assad akan benar-benar terjadi jika tidak ada
intervensi dari Rusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Valery Gerasimov, kepala Staf
Umum Rusia,
“If we had not intervened in Syria, what would have happened? Look, in 2015 just over
10 percent of the territory remained under government control. A month or two more,
by the end of 2015, and Syria would have been completely under ISIS”.60
Sehingga, kehadiran Rusia di Suriah telah menggeser hasil akhir dari konflik Suriah.
Keputusan politik atas intervensi militer Rusia di Suriah dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Salah satu penyebab paling umum yang mendasari intervensi Rusia di
Suriah adalah kesadaran akan penyebaran kekuatan global yang terus berkembang.
60 Samuel Charap, Elina Treyger, dan Edward Geist, Understanding Russia’s Intervention in
Syria (RAND Corporation, 2019) hlm. 4 diakses melalui
https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR3180.html dilihat pada 6 Januari 2021.
43
Seperti yang ditekankan oleh Jacek Bartosiak dalam Pacyfik i Euroazja: O wojnie
[Pacific and Eurasia: About the war], setelah periode absolut AS pada tahun 1992-
2008, dunia sedang mengalami sistem milti-polaritas dan polisentrisme, terutama
dalam hal ekonomi dan keuangan, dan terkadang, militer. Dalam konteks distribusi
kekuatan global yang terus berubah, Rusia berupaya membentuk divisi baru world
impact zone. Operasi militer melawan Islamic State dimaksudkan untuk melahirkan
pembentukan koalisi yang luas di Timur Tengah dan beroperasi di bawah kewenangan
DK-PBB. Kerja sama antara Rusia dan Suriah juga merupakan upaya dalam hal
penghapusan sanksi ekonomi dan pengurangan dukungan barat ke Ukraina.61
Rusia terlibat pada krisis Ukraina pada tahun 2014 karena Rusia khawatir
bahwa pemberontakan demokratis yang terjadi di Ukraina akan berdampak pada sistem
politik Rusia. Tahun 2014 juga merupakan tahun di mana Rusia mendapatkan sanksi
ekonomi dan sanksi diplomatik oleh AS dan negara-negara Uni Eropa terkait krisis
Ukraina dan aneksasi Krimea yang membuat Rusia krisis mata uang dan terisolasi dari
dunia internasional. Beberapa pengamat melihat bahwa daftar sekutu Rusia menipis
yang semakin menipis ini akan mempersulit pelestarian sistem otoriter karena
hubungan luar negeri Rusia seringnya hanya mencakup negara-negara seperti China
61 Tomasz Wójtowicz, Izabela Barsznica, dan Kamil Drąg, The Influence of Russian Military
Involvement in The War in Syria (War Studies University Scientific Quarterly no. 2(111), 2018) Hlm.
86
44
dan Iran saja. 62 Dengan posisi Suriah yang terancam, maka Rusia merasa perlu
membantu satu-satunya negara yang masih ia anggap sekutu di dunia Arab ini.
Keterlibatan militer Rusia dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu dukungan
logistk sebelum intervensi bersenjata langsung seperti pengadaan peralatan dan
amunisi, intervensi bersenjata langsung pada September 2015, dan keterlibatan tentara
militer swasta dari Rusia. Menurut Jenderal Yaakov Amidror, Mantan Penasihat
Keamanan Nasional untuk Perdana Menteri Israel, tahap pertama dihasilkan dari
ketergantungan Suriah pada persenjataan Rusia. Pasokan dari Rusia pada awalnya
termasuk amunisi, yang stoknya akan menyusut dengan cepat, kemudian diikuti oleh
sistem persenjataan yang lebih canggih. Tahap kedua, Rusia memberikan bantuan
dalam operasi intelijen dan militer. Pada tahap ketiga, Rusia mulai mengerahkan
pesawat tempur di pangkalan udara tertentu dengan maksud menyerang target
tertentu.63
Serangan langsung dimulai pada 30 September 2015 dengan serangan udara
pertama terhadap posisi pemberontak. Sehari sebelum serangan, Rusia mengirim dua
belas pesawat udara SU-24M4 dan dua belas pesawat udara SU-25, dan empat pesawat
tempur SU-30SM ke Suriah. Semua pesawat itu dikirim bersamaan dengan sekitar dua
puluh helikopter tempur MI-17, MI-24 dan MI-25 dan 1.500-3.000 tentara dikerahkan
62 Eduardo Wassin Aboultaif, Regional and International Factors that Prolong the Syrian
Crisis, Syrian Mutations the Random & The Purposeful (Syria Studies Volume 8 No. 2, 2016) Hlm. 5.
63 Tomasz Wójtowicz, Izabela Barsznica, dan Kamil Drąg, The Influence of Russian Military
Involvement in The War in Syria (War Studies University Scientific Quarterly no. 2(111), 2018) Hlm.
90
45
untuk mengoperasikan kendaraan ini. Saat operasi Rusia di Suriah berlangsung, jumlah
tentara meningkat menjadi lebih dari 4.000. Menurut laporan Polish Institute of
International Affairs, dalam tiga bulan pertama Rusia telah menggunakan 69 pesawat,
menjatuhkan lebih dari 1.400 ton bom selama 5.400 penerbangan tempur (rata-rata,
sekitar 60 penerbangan sehari), 145 di antaranya adalah penerbangan pembom
strategis. 64
Dengan bantuan militer seperti itu, secara bertahap pasukan pemerintahan
Suriah berhasil merebut kembali daerah-daerah yang sebelumnya telah direbut oleh
kelompok pemberontak, termasuk Aleppo Timur pada bulan Desember tahun 2016.
Iran dan Hizbulloh bergabung dengan Rusia dalam mendukung pemerintahan Suriah.
Iran memiliki hubungan baik dengan Hafez Assad, sehingga hal itu memacu Iran untuk
melakukan upaya yang meluas dan terintegrasi untuk menjaga Presiden Bashar al-
Assad berkuasa selama mungkin.
Kemudian, konflik Suriah juga menarik perhatian negara lain seperti Turki.
Pada awal konflik Suriah, Turki terlihat sangat vokal untuk menurunkan Assad dari
posisi kepresidenannya.65 Wakil Perdana Menteri Turki, Mehmet Şimşek, berpendapat
bahwa Turki tidak bisa lagi bersikeras pada resolusi konflik yang menargetkan
pengunduran diri Assad. Sehingga, pada tahun 2016 Turki telah mengubah prioritasnya
64 Tomasz Wójtowicz, Izabela Barsznica, dan Kamil Drąg, The Influence of Russian Military
Involvement in The War in Syria (War Studies University Scientific Quarterly no. 2(111), 2018) Hlm.
91 65 Jack Holland, The Syrian Civil War, Chapter: In Selling War and Peace: Syria and the
Anglosphere (United Kingdom: Cambridge University Press, 2020) Hlm 33.
46
dan bertujuan untuk menahan kemajuan teritorial orang-orang Kurdi di Suriah. Turki
menganggap bahwa sepanjang perbatasan selatannya sudah dikendalikan oleh Partai
Persatuan Demokrat Kurdi Suriah atau Syrian Kurdish Democratic Union Party (PYD)
dan sayap bersenjata Unit Perlindungan Rakyat atau People’s Protection Units (YPG).
Keduanya merupakan ancaman yang lebih besar terhadap keamanan nasional dan
integritas teritorial Turki.66
Pada Maret 2016, Rusia menyatakan bahwa tujuan militer Rusia di Suriah telah
tercapai secara keseluruhan karena tentara Suriah yang didukung oleh Rusia secara
bertahap berhasil mengalahkan IS. Oleh karena itu, ia memerintahkan pasukan Rusia
yang dikerahkan ke Suriah untuk mundur.67 Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pada
pernyataan tersebut tidak ada tanggal penyelesaian atau tenggat waktu yang ditentukan.
Bahkan, Rusia menyatakan kalau dua lokasi pangkalan Angkatan laut di Suriah
tepatnya di Tartus dan pangkalan udara di Khmeimim akan terus beroperasi untuk
memfasilitasi pasukan Rusia dalam memantau gencatan senjata. 68 Pada pertengahan
bulan Maret 2016, pasukan Rusia melanjutkan operasi intensif yang mendukung
pemerintah Suriah untuk merebut kembali kota kuno Palmyra karena IS dengan sengaja
menghancurkan situs warisan dunia tersebut. Meskipun Rusia telah mengumumkan
66 Valeria Talbot, Chapter 4: Turkey in Syria: Role, Interests and Challenges (Italy: Rebuilding
Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September 2019) hlm.76 67 Ekaterina Stepanova, Russia’s Syria Policy: The Hard Path of Military Disengagement
(Moscow: PONARS Eurasia Policy Memo No.511, Februari 2018) hlm 1. 68 Sanu Kainikara, Chapter 6: The Russian Military Campaign (Australia: In the Bear’s
Shadow: Russian Intervention in Syria, Air Power Development Centre, Commonwealth of Australia,
2018) hlm 88.
47
penarikan pasukan secara sepihak, pasukan militer malah terlihat sedang melaksanakan
penempatan pangkalan jangka panjang di dekat situs Palmyra.69
Kemudian, pada bulan Agustus 2019, pemerintah Suriah sudah berhasil
mengendalikan sebagian besar negara, termasuk kota Damaskus, Aleppo, Homs dan
Hama, serta ibu kota provinsi lainnya. Diketahui sejak bulan Maret 2016, pemerintah
Rusia telah berulang kali mengumumkan rencana untuk menarik pasukannya di
Suriah.70 Namun, hal tersebut tidak juga terwujud karena Rusia memiliki alasan untuk
memerngi Islamic State di Suriah. Selain itu, pada tahun 2019, Rusia mengirim sekitar
300 polisi militer tambahan ke Suriah untuk membantu patroli di perbatasan Turki –
Suriah. Rusia juga mengirim tambahan pesawat kargo militer yang mengangkut 20
kendaraan lapis baja untuk patroli tersebut.71
Pada akhir tahun 2019, Rusia mengirim ratusan kendaraan bersenjata dan truk
logistik dari Pangkalan Udara Hmeimim di Latakia ke kota Qamishli di Utara Suriah.
Rusia juga mengirimkan dua pesawat tempur dan enam helikopter ke Qamishli yang
dikendalikan oleh rezim Assad.72 Melalui data di atas, dapat dikatakan bahwa hingga
69 Sanu Kainikara, Chapter 6: The Russian Military Campaign (Australia: In the Bear’s
Shadow: Russian Intervention in Syria, Air Power Development Centre, Commonwealth of Australia,
2018) hlm.88. 70 Human Rights Watch, “Targeting Life in Idlib: Syrian and Russian Strikes on Civilian
Infrastructure [Laporan Online] (15 Oktober 2020) diakses melalui
https://www.hrw.org/report/2020/10/15/targeting-life-idlib/syrian-and-russian-strikes-civilian-
infrastructure dilihat pada 7 Januari 2021.
71 Vladimir Isachenkov, Russia says it sent hundreds of additional troops to Syria [Artikel
Online] (Military Times, 25 Oktober 2019) diakses melalui https://www.militarytimes.com/news/your-
military/2019/10/25/russia-says-it-sent-hundreds-of-additional-troops-to-syria/ dilihat pada 7 Januari
2021.
72 Daily Sabah, Russia consolidates military power in northeast Syria [Artikel Online]
(Desember 2020) diakses melalui https://www.dailysabah.com/world/syrian-crisis/russia-consolidates-
military-power-in-northeast-syria?gallery_image=undefined#big dilihat pada 7 Januari 2021.
48
tahun 2019, Rusia tidak pernah benar-benar menarik mundur pasukannya dari Suriah
walaupun rezim Assad sudah berhasil menduduki kembali sebagain besar wilayah
Suriah.
Dampak dari perang Suriah ini tidak hanya dirasakan oleh Suriah, tetapi juga
dirasakan oleh Rusia sebagai salah satu negara yang mendukung pasukan militer rezim
Assad secara intensif sejak tahun 2015. The Syrian Observatory for Human Rights
melaporkan death toll konflik Suriah sejak 15 Maret 2011 hingga 1 Januari 2020,
hasilnya terdapat 264 tentara Rusia yang terbunuh. Sedangkan secara keseluruhan,
konflik Suriah telah menewaskan 384,000 orang. 73.
F. Proses Perdamaian untuk Suriah
Sejak awal, konflik di Suriah ditandai oleh interaksi yang kompleks antara
faktor-faktor domestik dan regional, di mana aktor internasional dan regional menjadi
suporter perang proksi. Sejauh ini, tidak ada pihak yang berada dalam posisi
kemenangan seutuhnya. Konflik bisa saja berakhir dengan keadaan membeku atau
bahkan terjadi tabrakan yang tidak sengaja terjadi di antara kekuatan-kekuatan yang
bersaing. Pada akhirnya hanya kompromi yang dapat memecahkan kebuntuan
tersebut.74 Di antara organisasi penyelesaian konflik lainnya, PBB memiliki tanggung
jawab untuk menangani perang saudara di Suriah. PBB harus mampu mendorong
73 Syrian Observatory for Human Rights, Syrian Revolution NINE years on: 586,100 persons
killed and millions of Syrians displaced and injured [Database Online] (Suriah: SOHR, 14 Maret 2020)
Diakses melalui https://www.syriahr.com/en/157193/ dilihat pada 18 April 2020. 74 Raymond Hinnebusch, The Battle over Syria’s Reconstruction (Global Policy Vol. 11 Issue
1, 2020) hlm. 113
49
pemangku kepentingan di Suriah untuk memperbaiki hubungan mereka dengan Suriah
dan juga Suriah dengan tetangga-tetangganya.75
1. Upaya Perdamaian Suriah: Rencana Perdamaian oleh Liga Arab dan
Geneva I - II (2011 – 2012)
Upaya perdamaian serius pertama di Suriah dilakukan oleh Liga Arab. Liga
Arab mengutus Sekretaris Jenderal, Nabil al-Arabi, untuk mengajukan kesepakatan de-
eskalasi untuk Suriah. Meningkatnya kekerasan dan tekanan internasional selama
musim gugur membuat rezim Assad menyetujui rencana perdamaian Liga Arab pada
akhir tahun 2011. Pemantau militer yang bersumber dari negara-negara Arab
dikerahkan ke Suriah, tetapi gencatan senjata gagal terwujud. Namun, dalam beberapa
minggu misi pemantauan militer tersebut terperosok ke dalam kontroversi dan politik
di antara negara-negara anggota Liga, sehingga upaya perdamaian oleh Liga Arab pun
gagal.76
PBB meneruskan upaya perdamaian setelah kegagalan Liga Arab. PBB
menunjuk mantan Sekretaris Jenderal Kofi Annan sebagai utusan PBB di Suriah.
Konferensi Jenewa I atau putaran pertama Intra-Syrian Talks oleh PBB dilakukan pada
musim panas tahun 2012 dan menghasilkan sebuah kesepakatan yang dikemas dalam
75 Mediel Hove dan Darlington Mutanda, The Syrian Conflict 2011 to the Present: Challenges
and Prospects (Harare: Journal of Asian and African Studies, SAGE Publishing, 2014) Hlm. 2 76 Magnus Lundgren, Mediation in Syria: Initiatives, strategies, and obstacles, 2011-2016
[Artikel Online] (Forthcoming in Contemporary Security Policy, 3 Mei 2016) hlm. 3. Diakses melalui
https://zenodo.org/record/895893#.X_YM99gzZPY dilihat pada 7 Januari 2021.
50
Geneva Communique. 77 Konferensi ini dihadiri oleh Sekretaris Negara Amerika
Serikat, Menteri Luar Negeri Rusia, perwakilan dari China, Sekretaris Luar Negeri
Inggris, dan Kofi Annan. Geneva Communique berisi mengenai perlunya badan
pemerintahan transisi dengan kekuatan eksekutif penuh yang dapat mencakup anggota
pemerintah Suriah dan oposisi.78
Konferensi Perdamaian Jenewa II bertujuan untuk menyatukan pemerintah
Suriah dan pihak oposisi dan menciptakan rencana pemerintahan transisi yang lebih
stabil. Lakhdar Brahimi selaku utusan khusus PBB untuk Suriah menggantikan posisi
Kofi Annan yang mundur sejak Agustus 2012. Ia mencoba untuk membangun
konferensi dengan adanya keterlibatan AS dan Rusia. Konferensi dimulai pada 22
Januari hingga dan akhir bulan Januari 2014. Upaya PBB untuk kembali melaksanakan
perundingan damai ini berakhir dengan kegagalan dan tidak ada kesepakatan yang
berhasil dicapai. Kegagalan ini disebabkan oleh perbedaan yang dimiliki oleh pihak
oposisi yang bersikeras agar Assad turun dari jabatannya sebagai presiden Suriah dan
tidak terlibat dalam pemerintahan transisi Suriah di masa depan. 79
77 United Nations General Assembly, Resolution adopted by the General Assembly on 27 July
2012, sixty-sixth session [Dokumen Online] (A/RES/66/288, 2012) Diakses melalui
https://www.un.org/en/development/desa/population/migration/generalassembly/docs/globalcompact/
A_RES_66_288.pdf dilihat pada 5 Juli 2020.
78 Magnus Lundgren, Mediation in Syria: Initiatives, strategies, and obstacles, 2011-2016
[Artikel Online] (Forthcoming in Contemporary Security Policy, 3 Mei 2016) hlm. 4. Diakses melalui
https://zenodo.org/record/895893#.X_YM99gzZPY dilihat pada 7 Januari 2021. 79 Magnus Lundgren, Mediation in Syria: Initiatives, strategies, and obstacles, 2011-2016
[Artikel Online] (Forthcoming in Contemporary Security Policy, 3 Mei 2016) hlm. 4. Diakses melalui
https://zenodo.org/record/895893#.X_YM99gzZPY dilihat pada 7 Januari 2021.
51
2. Upaya Perdamaian Suriah: Proses Perdamaian Vienna dan Konferensi
Kelompok-Kelompok Oposisi Suriah di Riyadh Tahun 2015
Pada 25 Oktober 2015, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rusia, Arab
Saudi dan Turki merencanakan pertemuan di Wina, Austria, untuk mencari jalan keluar
bagi konflik Suriah. Pada 30 Oktober 2015, putaran pertama perundingan Wina
diadakan dengan mengundang 20 menteri luar negeri, negara yang berpartisipasi antara
lain: AS, Turki, Arab Saudi, Iran, Rusia, China, Inggris, Prancis, Italia, Jerman, dan
lain-lain. Menteri-menteri sepakat mengenai kebutuhan Suriah untuk memulai
pembicaraan politik. Dalam konteks proses perdamaian Suriah di Wina, negara-negara
Uni Eropa menjadi bagian dari International Syria Support Group (ISSG) yang
merupakan katalisator dari proses Wina di tahun 2015.80
Proses perdamaian Wina menghasilkan pernyataan bersama yang disampaikan
kepada ISSG dan utusan khusus PBB untuk Suriah, organisasi Suriah yang menangani
hak asasi manusia, akuntabilitas, dan keadilan transisional menekankan dengan sangat
jelas dan meminta tidak hanya keadilan transisional, tetapi juga meminta restitusi
properti dan program reparasi nasional untuk reparasi individu dan kolektif bagi semua
warga sipil yang terkena dampak konflik.81
80 Rim Turkmani and Mustafa Haid, The Role of the EU in the Syrian Conflict [Dokumen
Online] (Security in Transition: An Interdisciplinary Investigation into the Security Gap, Mei 2016)
Hlm 13. Diakses melalui http://www.securityintransition.org/wp-
content/uploads/2016/02/WP05_Syria_FinalEditedVersion.pdf dilihat pada 5 Juli 2020.
81 Rim Turkmani and Mustafa Haid, The Role of the EU in the Syrian Conflict [Dokumen
Online] (Security in Transition: An Interdisciplinary Investigation into the Security Gap, Mei 2016)
Hlm 14. Diakses melalui http://www.securityintransition.org/wp-
content/uploads/2016/02/WP05_Syria_FinalEditedVersion.pdf dilihat pada 5 Juli 2020.
52
Kemudian, pada 10 Desember 2015 dilaksanakan pertemuan pihak oposisi
revolusioner di Riyadh. Pertemuan di Riyadh dilaksanakan selama dua hari dan
bertujuan untuk menyatukan kelompok-kelompok oposisi Suriah dan membentuk
delegasi oposisi untuk negosiasi yang direncanakan dengan pemerintah Suriah.
Kelompok-kelompok yang hadir dalam pertemuan ini adalah Jaysh al-Islam, Ajnad al-
Sham Islamic Union, Free Syrian Army, Southern Front, 2nd Coastal Division, Mount
Turkmen Battalion, Mountain Hawks Brigade.82
Sebuah kesepakatan terbentuk pada 12 Desember 2015, di mana kelompok
oposisi dan individu bersatu menjadi High Negotiations Committee (HNC). Negara-
negara seperti Prancis, Arab Saudi, Turki dan Qatar sangat mendukung pembentukan
HNC. Namun, Kementerian Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyatakan bahwa
tidak semua yang berkumpul di Riyadh mewakili semua kelompok oposisi untuk
berbicara atas nama seluruh oposisi Suriah:
“We cannot accept the attempt by the group which met in Riyadh to assign itself
the right to speak on behalf of the entire Syrian opposition,”.83
Sedangkan pihak oposisi yang tidak menjadi bagian dari HNC adalah
Mohammed Talal Bazerbashe selaku komandan dari Jaish al-Sham yang tidak
82 Al Jazeera, Syria’s war: HNC unveils road map for transition [Artikel Online] (8 September
2016) Diakses melalui https://www.aljazeera.com/news/2016/9/8/syrias-war-hnc-unveils-road-map-
for-transition dilihat pada 7 Januari 2021.
83 Reuters, Russia says Riyadh talks do not speak for entire Syrian opposition [Artikel Online]
(12 Desember 2015) diakses melalui https://www.reuters.com/article/mideast-crisis-syria-russia/russia-
says-riyadh-talks-do-not-speak-for-entire-syrian-opposition-idINKBN0TV0FG20151212 diakses pada
7 Januari 2021.
53
mendukung didirikannya HNC, kelompok oposisi Ahrar al-Sham yang juga merupakan
kelompok Islam paling kuat di Suriah, dan kelompok Assyrian. Akan tetapi, bahkan
dengan beberapa kelompok yang absen, delegasi Riyadh masih merupakan kelompok
oposisi dengan basis yang luas. Sehingga, pada akhir pembicaraan itu, mereka memilih
delegasi HNC yang akan ditugaskan untuk menunjuk dan mengawasi tim diplomat
untuk pembicaraan Jenewa III.84
Sedangkan, kelompok-kelompok seperti Jabhat al-Nusra tidak diundang ke
pertemuan ini karena Jabhat al-Nusra diasumsikan memiliki ikatan dengan kelompok-
kelompok teroris dan tidak ada yang mempresentasikan orang-orang Kurdi dalam
pertemuan ini.85 Secara historis, orang-orang Kurdi di Suriah sudah lama ditindas dan
ditolak hak-hak dasarnya. Pada awal perang saudaraa Suriah, partai-partai utama Kurdi
secara terbuka menghindari keberpihakan kepada rezim Assad ataupun pihak oposisi.
Namun, memang orang-orang Kurdi di Suriah ini menginginkan jaminan hukum agar
mereka juga diikutsertakan dalam keputusan apapun yang berkaitan dengan masa
depan Suriah. Sayangnya, Rusia sebagai salah satu negara penjamin Astana Peace
84 Aron Lund, The Road to Geneva: the Who, When, and How of Syria’s Peace Talks [Artikel
Online] (Carnegie Middle East Centre, 29 Januari 2016) diakses melalui https://carnegie-
mec.org/diwan/62631 dilihat pada 7 Januari 2021. 85 Alessandria Masi, Syria Talks: Rebel Negotiations In Saudi Arabia Exclude Key Players In
Syrian Opposition [Artikel Online] (International Business Times, 12 Desember 2015) Diakses melalui
https://www.ibtimes.com/syria-talks-rebel-negotiations-saudi-arabia-exclude-key-players-syrian-
opposition-2223287 dilihat pada 5 Juli 2020.
54
Talks tidak menyertakan orang-orang Kurdi Suriah ke dalam pembicaraam damai.86
Sehingga, hak-hak yang orang-orang Kurdi inginkan belum tentu dapat tercapai.
3. Upaya Perdamaian Suriah: Geneva Tahun 2016 dan 2017
Putaran baru diplomasi politik Jenewa III kembali dilaksanakan pada tanggal
25 Februari 2016. Akan tetapi, proses Jenewa III tidak menghasilkan kesepakatan yang
jauh lebih baik daripada putaran negosiasi sebelumnya. 87 Bersamaan dengan
perundingan Jenewa III, PBB mendesak aktor-aktor adidaya di Suriah untuk
melakukan gencatan senjata. Pada tanggal 26 Februari 2016, DK-PBB menyetujui
resolusi 2268 dengan suara bulat. Isi dari resolusi tersebut adalah menuntut agar semua
pihak mematuhi ketentuan-ketentuan kesepakatan AS-Rusia mengenai penghentian
permusuhan atau ‘cessation of hostilities’.88 Penghentian permusuhan ini bukanlah
sebuah gencatan senjata yang memerlukan pemantauan dan harus bertujuan untuk
menghindari konflik yang membeku. Sayangnya, cessation of hostilities ini tidak
didasarkan kepada kesepakatan mendasar untuk menuju perdamaian, tetapi lebih
kepada kesepakatan antara dua kekuatan eksternal yaitu Rusia dan Amerika Serikat,
dan karenanya kesepakatan ini tidak bisa dipertahankan. Kesepakatan ini cukup
penting bagi Rusia, karena bagi Rusia cessation of hostilities dapat meastikan posisi
86 BBC News, Who are the Kurds? [Artikel Online] (15 Oktober 2019) diakses melalui https://www.bbc.com/news/world-middle-east-29702440 dilihat pada 8 Januari 2021.
87Arab Center for Research and Policy Studies, Geneva Round III: a Peace Process Strangled
at Birth (Doha: Assessment Report Policy Analysis Unit – ACRPS, Februari 2016) hlm. 1
88 Andrew S. Weiss and Nicole Ng, Collision Avoidance: Lessons from U.S. and Russian
Operations in Syria [Dokumen Online] (Carnegie Endowment for International Peace, Maret 2019)
hlm. 8. Diakses melalui https://carnegieendowment.org/files/Weiss_Ng_U.S.-Russia_Syria-final1.pdf
dilihat pada 7 Januari 2021.
55
yang kuat bagi Rusia di Suriah dan untuk mengamankan tempat untuk Assad di meja
perundingan.89
Diketahui bahwa sejak tahun 2016 Rusia telah memiliki agenda untuk menarik
mundur pasukannya dari Suriah, dan pada saat itu memang Rusia menarik mundur
beberapa pasukannya. Namun, jika cessation of hostilities ini tidak berjalan dengan
baik, Rusia harus mengirimkan kembali pasukannya ke Suriah, yang mana hal ini
memang benar-benar terjadi karena Rusia tidak pernah benar-benar menarik mundur
pasukannya dari Suriah secara permanen. 90
Setelah pembicaraan Intra-Suriah oleh PBB yang ke 3 atau Jenewa III
dilaksanakan, pembicaraan ini sempat terhenti selama satu tahun dari Februari 2016
hingga Februari 2017. Pada tahun 2017, pembicaraan Jenewa kembali dilaksanakan
sebanyak empat putaran. Sayangnya, proses Jenewa tidak pernah membuahkan hasil
yang memuaskan karena delegasi pemerintah Suriah gigih pada pendiriannya untuk
tidak membicarakan transisi politik. PBB sempat mengupayakan consultative
mechanism untuk menstimulasi diskusi antar-delegasi, namun proses Jenewa tetap
tidak menghasilkan terobosan apapun.
89 Ingrid Habets, Obstacles to a Syrian Peace: The Interference of interests (Brussels:
European View, 1 Juni 2016) hlm. 80. 90 Ingrid Habets, Obstacles to a Syrian Peace: The Interference of interests (Brussels:
European View, 1 Juni 2016) hlm. 80.
56
BAB III
ASTANA PEACE TALKS DAN POSISI RUSIA DALAM PEMBICARAAN
DAMAI SURIAH
Tulisan pada bab ini akan memberikan penjelasan terkait salah satu proses
perdamaian Suriah yang disebut dengan Astana Peace Talks dan posisi Rusia dalam
pembicaraan damai Suriah. Pembahasan akan dimulai dari pembentukkan Astana
Peace Talks oleh Rusia, Iran, dan Turki. Pada bagian selanjutnya peneliti akan
mengulas tantangan-tantangan yang menyebabkan Rusia berani mengambil risiko dan
tetap melanjutkan peran sebagai peace broker. Pada bagian akhir, peneliti akan
membahas posisi Rusia dalam pembicaraan damai Suriah secara keseluruhan.
Dengan penjelasan yang diurutkan secara sistematis, maka tujuan dari
penulisan bab ini adalah untuk memberikan gambaran menyeluruh terkait Astana
Peace Talks dan kaitannya dengan strategi-strategi Rusia yang membawa dampak pada
posisinya di Suriah. Penjabaran ini dimaksudkan sebagai argumentasi awal untuk
menguatkan analisis kepentingan nasional Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriah
pada bab selanjutnya.
A. Astana Peace Talks Tahun 2017 - 2019
Astana Peace Talks merupakan salah satu dari serangkaian proses perdamaian
Suriah yang mengundang pihak-pihak pemerintah dan oposisi untuk menegosiasikan
57
masa depan Suriah. Forum ini dilaksanakan di ibu kota Kazakhstan, yaitu Astana91.
Pada 20 Desember 2016, Menteri Luar Negeri Iran, Turki, dan Rusia membuat
pernyataan bersama dalam rangka merevitalisasi proses politik dan mengakhiri konflik
Suriah.92 Pernyataan bersama tersebut adalah dampak dari Resolusi Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) 2254 93 yang menjadi instrumen hukum
internasional pertama yang mengusulkan dilakukannya resolusi langsung pada konflik
Suriah. Resolusi tersebut dijadikan dasar hukum bagi Rusia dan Turki untuk
mengajukan proposal lain mengenai upaya pembentukan proses politik yang
diperlukan dalam menyelesaikan konflik Suriah.
Setelah Rusia dan Turki mengajukan proposal pembicaraan damai Suriah
kepada PBB, Resolusi DK-PBB 233694 pun diadopsi pada tanggal 31 Desember 2016.
Resolusi ini membuka jalan bagi proses Astana Peace Talks dan dimulainya kembali
pembicaraan intra-Suriah di bawah naungan PBB yang sempat terhenti selama satu
tahun dari Februari 2016 hingga Februari 2017. Ibukota Astana dipilih sebagai lokasi
91 Pada bulan Maret tahun 2019, Pemerintah Kazakhstan memutuskan untuk mengganti nama
Ibukota Kazakhstan dari Astana menjadi Nur-sultan. Diakses melalui https://www.bbc.com/news/ 92 Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs, Joint Statement by Iran, Russia and Turkey
on agreed steps to revitalize the political process to end the Syrian conflict [Database online] (Turkey,
December 2016). Diakses melalui https://bit.ly/TurkeyRussiaIran dilihat pada 10 Juli 2020 93 United Nations Security Council, Resolution 2254 [Dokumen Online] (S/RES/2254, 2015).
Diakses melalui http://unscr.com/en/resolutions/doc/2254 dilihat pada 15 Maret 2020. 94 United Nations Security Council, Resolution 2336 [Dokumen Online] (S/RES/2336, 2016).
Diakses melalui http://unscr.com/en/resolutions/doc/2336 Dilihat pada 15 Maret 2020.
58
dilaksakannya pembicaraan damai karena dianggap sebagai wilayah yang netral bagi
semua pihak yang terlibat.95
Tujuan dari pembentukan Astana Peace Talks adalah sebagai katalisator
pembicaraan damai yang dilakukan PBB atau Geneva Intra-Syrian Meeting. Selama
beberapa tahun dilaksanakan, pembicaraan Jenewa Intra-Suriah ini tidak dapat
mencapai solusi politik yang diinginkan oleh pihak oposisi maupun pihak
pemerintah.96 Di sisi lain, awal pembicaraan Astana melambangkan pergeseran geo-
politik. Sementara, pembicaraan Jenewa dipelopori oleh Amerika Serikat dan kekuatan
Barat, pembicaraan Astana dipimpin oleh Rusia.97
Aktor-aktor yang terlibat dalam pembicaraan damai Astana adalah pihak
pemerintah, pihak oposisi, tiga negara penjamin yaitu Rusia, Iran, dan Turki, PBB yang
diwakili oleh utusan khusus, serta negara pengamat seperti Yordania dan AS. Terdapat
aktor dalam konflik Suriah yang tidak dilibatkan dalam pembicaraan ini, aktor tersebut
adalah kelompok-kelompok jihadis Islam yang disebut sebagai bagian dari organisasi
teroris oleh PBB. Kelompok-kelompok tersebut antara lain, Jabhat al-Nusra, dan
95 Sinem Cengiz, Assessing the Astana Peace Process for Syria: Actors, Approaches, and
Differences (Contemporary Review of the Middle East, SAGE Journals, 2020) hlm 8. 96 Douglas de Quadros Rocha, Isabela Souza Julio, dan Patrícia Graeff Machry, The Peace
Talks on The Syrian Conflict: Main Developments and Differences Between The Vienna (2015) And
Geneva iii (2016) Meetings (Boletim de Conjuntura Nerint, Porto Alegre Vol. 1 No. 1, July 2016) hlm.
91. 97 Gareth Porter, Obama’s Syria Policy and the Illusion of US Power in the Middle East [Artikel
Online] (Common Dreams, 9 Oktober 2016) Diakses melalui
https://www.commondreams.org/views/2016/10/09/obamas-syria-policy-and-illusion-us-power-
middle-east dilihat pada 10 Agustus 2020.
59
Islamic State. Kemudian, aktor lain yang tidak dilibatkan adalah perwakilan dari orang-
orang Kurdi atau Kurdistan Workers Party. 98
Putaran pertama pembicaraan damai Astana dilakukan pada tanggal 23 – 24
Januari 2017. Pihak Suriah yang datang mencakup dua belas faksi oposisi yang
dipimpin oleh Mohammed Alloush selaku pemimpin politik Jaysh al-Islam dan
delegasi pemerintah Suriah yang dipimpin oleh Bashar Jaafari. Sedangkan, Delegasi
yang datang dari Rusia adalah Presiden Federasi Rusia untuk Suriah Alexander
Lavrentyev, direktur Departemen Timur Tengah dan Afrika Utara dari Kementerian
Luar Negeri Sergey Vershinin dan wakil kepala Operasi Utama Direktorat Stanislav
Gadzhimagomedov. Delegasi Turki dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri Senad
Onal. Iran diwakili oleh Wakil Menteri Luar Negeri Hussein Jaberi Ansari. Atas nama
PBB, Utusan Khusus untuk Suriah, Staffan de Mistura, berpartisipasi dalam negosiasi.
Duta Besar AS untuk Kazakhstan George Krol juga menghadiri pembicaraan sebagai
pengamat. 99
Astana-1 memiliki tema International Meeting on Syrian Settlement dengan
agenda pembahasan mengenai rencana implementasi gencatan senjata di Suriah,
mekanisme pemantauan gencatan senjata, dan langkah-langkah untuk membangun
98 Tom Perry, Syrian Kurds, allies set to approve new government blueprint [Artikel Online]
(Reuters, 28 Desember 2016) Diakses melalui https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-
constitution-idUSKBN14H0X3?il=0 dilihat pada 10 Agustus 2020. 99 Ria Novosti, Talks in Astana to resolve the conflict in Syria [Artikel Online] (Ria.ru, Maret
2017) Diakses melalui https://ria.ru/20170503/1493513888.html dilihat pada 20 September 2020.
60
kepercayaan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam pembicaraan damai Astana.100
Selama dua hari pembicaraan Astana berlangsung, Astana-1 sempat membuka diskusi
mengenai hukum dasar terkait proposal oposisi Suriah untuk rancangan konstitusi pada
perundingan Astana. Hasil dari Astana-1 adalah kesepakatan mengenai gencatan
senjata di Suriah. 101 Namun, pihak oposisi tidak menyetujui kesepakatan tersebut
karena tidak mau Iran menjadi bagian dari negara penjamin untuk mengawasi gencatan
senjata. Konflik Suriah yang juga erat kaitannya dengan konflik sektarian Sunni dan
Syiah ini membuat pihak oposisi sulit menerima peran Iran dalam proses
perdamaian.102 Sehingga, banyak pihak oposisi yang masih belum bisa menerima Iran
sebagai salah satu negara pengawas gencatan senjata.
Putaran kedua pembicaraan Astana atau Astana-2 dilaksanakan pada 15 – 16
Februari 2017. Namun, perwakilan pihak oposisi yang dipimpin oleh Mohammed
Alloush hanya datang pada hari kedua. Agenda pembahasan Astana-2 adalah mengenai
mekanisme pertukaran tahanan serta pertukaran tubuh orang-orang yang meninggal
saat perang. Hasil utama negosiasi putaran kedua adalah kesepakatan akhir tentang
pembentukan kelompok pemantau gencatan senjata di Suriah dengan partisipasi Iran,
100 Sinem Cengiz, Assessing the Astana Peace Process for Syria: Actors, Approaches, and
Differences (Contemporary Review of the Middle East, SAGE Journals, 2020) hlm 1-15. 101 Peace Agreement Access Tool, Joint Statement by Iran, Russia, Turkey on The
International Meeting on Syria in Astana, January 23-24, 2017. [Dokumen Online] Diakses melalui
https://www.peaceagreements.org/viewmasterdocument/2092 dilihat pada 20 September 2020.
102 Sinem Cengiz, Assessing the Astana Peace Process for Syria: Actors, Approaches, and
Differences (Contemporary Review of the Middle East, SAGE Journals, 2020) hlm 10.
61
Rusia, dan Turki.103 Meskipun ada keberatan dari delegasi oposisi Suriah mengenai
partisipasi Iran sebagai pemantau gencatan senjata, kepala delegasi, Mohammed
Alloush, menyuarakan keputusan agar kelompok gabungan Rusia, Iran, dan Turki
untuk memantau gencatan senjata dapat diadopsi dan diamankan dengan dokumen
yang sesuai.104
Putaran ketiga pembicaraan damai Astana dimulai pada 14 – 15 Maret 2017.
Pada awal Astana-3, pihak oposisi bersenjata Suriah telah memutuskan untuk tidak
mengirim perwakilan ke negosiasi. Alasan ketidakhadiran pihak oposisi adalah karena
mereka menganggap Rusia tidak ingin mengakhiri serangan udara terhadap warga sipil
di wilayah yang dikuasai pemberontak dan melanggar kesepakatan terkait dengan
cessation of hostilities yang di bentuk pada perundingan Jenewa III tahun 2016 lalu.105
Ketidakhadiran pihak oposisi menimbulkan hambatan bagi pembicaraan damai
Astana, bahkan gencatan senjata dapat berhenti total karena ketidakhadiran tersebut.
Pihak lain yang hadir pada Astana-3 berfokus pembahasan yang cukup sulit.
Pembahasan yang diangkat adalah mengenai penciptaan Komite Konstitusional dan
pengusungan topik baru yang tidak kalah penting, yaitu kemungkinan upaya
103 Lakshmi Priya, Astana Talks: A Prelude to Peace in Syria, IDSA Backgrounder, (November 2017) hlm. 4. Diakses melalui https://idsa.in/system/files/backgrounder/b_astana-talks-a-prelude-to-peace-in-syria_lpriya.pdf dilihat pada 30 Juni 2020. 104 Lakshmi Priya, Astana Talks: A Prelude to Peace in Syria, IDSA Backgrounder, (November
2017) hlm. 5. Diakses melalui https://idsa.in/system/files/backgrounder/b_astana-talks-a-prelude-to-
peace-in-syria_lpriya.pdf dilihat pada 30 Juni 2020. 105 Sam Heller, Geneva Peace Talks Won’t Solve Syria—So Why Have Them? [Artikel online]
(The Century Foundation, 30 Juni 2017) Diakses melalui https://tcf.org/content/report/geneva-peace-
talks-wont-solve-syria/?session=1 dilihat pada 20 September 2020.
62
konsolidasi oleh berbagai negara demi memulihkan monumen kuno Suriah yang
hancur yaitu situs Palmyra.106
Dari semua hasil pembicaraan damai Astana di tahun 2017, hasil perundingan
paling penting dan signifikan dihasilkan pada Astana-4 yang dilaksanakan pada 3 – 4
Mei 2017. Pada tanggal 4 Mei, Memorandum of Understanding107 untuk menetapkan
empat zona de-eskalasi di Suriah berhasil ditandatangani oleh representatif dari negara-
negara penjamin pembicaraan damai Astana: Dari Rusia, Perwakilan Khusus Presiden
untuk Penyelesaian Konflik Suriah, Alexander Lavrentiev. Dari Turki, Wakil Menteri
Luar Negeri untuk Timur Tengah dan Afrika, Sedat Onal. Dari Iran, Wakil Menteri
Luar Negeri untuk Urusan Arab dan Afrika, Hossein Jabery Ansari. Di dalam
memorandum tersebut juga tercantum mengenai security zone di sepanjang garis zona
de-eskalasi di Suriah. Security zone akan ditetapkan dengan pos pemeriksaan dan pos
pengamatan. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya insiden yang tidak
diinginkan serta bentrokan militer antara pihak-pihak yang bertikai.
Gambar III.2. Peta Zona De-eskalasi Astana Peace Talks
106 RIA Novosti, Negotiations in Astana to resolve the conflict in Syria [Artikel Online] (3
Mei 2017) diakses melalui https://ria.ru/20170503/1493513888.html dilihat pada 20 September 2020. 107 The Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation, Memorandum on the creation
of de-escalation areas in the Syrian Arab Republic [Database Online] (6 Mei 2017) diakses melalui
https://www.mid.ru/en/web/guest/maps/sy/-/asset_publisher/9fcjSOwMERcf/content/id/2746041 dilihat pada 30 Agustus 2020.
63
Sumber: Al Jazeera 108
Di atas adalah pembagian zona dalam MoU zona de-eskalasi yang berlaku
efektif pada tanggal 5 Mei 2017. Daerah-daerah yang termasuk dalam zona de-ekalasi
adalah:
1. Zona 1: Provinsi Idlib, serta wilayah timur laut provinsi Latakia, wilayah barat
provinsi Aleppo, dan wilayah utara provinsi Hama. Ada lebih dari satu juta
warga sipil di zona ini dan faksi pemberontaknya didominasi oleh aliansi yang
terkait al-Qaeda.
108 Aljazeera, Syria’s ‘De-escalation Zones’ Explained [Artikel Online] (4 Juli 2017) Diakses
melalui https://www.aljazeera.com/news/2017/05/syria-de-escalation-zones-explained-
170506050208636.html dilihat pada 26 September 2020.
64
2. Zona 2: Wilayah Rastan dan Talbiseh di provinsi Homs utara. Ada sekitar
180.000 warga sipil di zona ini dan jaringan kelompok pemberontaknya
termasuk pejuang yang terkait dengan al-Qaeda.
3. Zona 3: Ghouta Timur di pedesaan Damaskus utara. Dikendalikan oleh Jaysh
al-Islam, sebuah faksi pemberontak yang kuat yang berpartisipasi dalam
perundingan Astana, itu adalah rumah bagi sekitar 690.000 warga sipil. Zona
ini tidak termasuk daerah Qaboun yang dikepung pemerintah yang berdekatan.
4. Zona 4: Bagian selatan yang dikuasai pemberontak di sepanjang perbatasan
dengan Yordania yang mencakup sebagian provinsi Deraa dan Quneitra.
Hingga 800.000 warga sipil tinggal di sana.109
Kesepakatan ini mengatur area di mana pemberontak dan pasukan pemerintah
harus menghentikan permusuhan, termasuk serangan udara, selama enam bulan
lamanya. Meskipun pada MoU hanya tercantum enam bulan, kesepakatan ini dapat
diperpanjang secara otomatis. Pada titik ini diyakini bahwa lebih dari 2,5 juta orang
tinggal di zona-zona tersebut. Selama diberlakukannya kesepakatan ini Rusia akan
terus terbang di atas wilayah-wilayah yang disepakati untuk memantau jalannya
kesepakatan zona de-eskalasi.
Pemerintah Suriah diharuskan untuk memberi izin bantuan kemanusiaan masuk
ke daerah-daerah yang dikuasai oleh pihak oposisi, dan layanan publik seperti listrik
109 Ramnath Reghunadhan, The Impact of “De-escalation” Zones in Syria [Artikel Online]
(Centre for Air Power Studies (CAPS), 29 Mei 2017) Diakses melalui www.capsindia.org dilihat pada
23 September 2020.
65
dan air juga harus kembali dipulihkan, termasuk pada titik di mana sebelumnya sumber
air dan listrik sempat terputus. Di dalam kesepakatan tersebut juga disebutkan bahwa
pihak oposisi akan diminta untuk memerangi Islamic State dan Jabhat al-Nusra yang
bukan bagian dari proses perdamaian.110
MoU Zona De-eskalasi menghadapi sejumlah tantangan, terutama mengenai
penerimaan oleh pemerintah Suriah dan pihak oposisi yang menghadiri pembicaraan
Astana-4. Kelompok oposisi memilih untuk meninggalkan pembicaraan pada saat
MoU dibicarakan pada tanggal 3 Mei 2017, hal ini dilakukan untuk memprotes apa
yang mereka sebut sebagai heavy bombing yang terjadi sehari sebelum Astana-4
dilaksanakan. Pihak oposisi Suriah yakin bahwa ada pihak dalam pembicaraan Astana
yang menjadi dalang dari penjatuhan sejumlah bom barel melalui helikopter-helikopter
di sekitar kota al Latamena, pinggiran barat laut Hama, yang mengakibatkan tewasnya
warga sipil. Kota itu berada di bawah kendali faksi oposisi senjata pada saat serangan
terjadi. 111 Kesepakatan zona de-eskalasi tidak ditandatangani oleh pihak oposisi
ataupun pemerintah Suriah, karena keduanya merasa terlalu banyak loopholes bagi
pemerintah Suriah untuk terus membombardir daerah sipil, dan Pemerintah tidak ingin
110 Aljazeera, Syria’s ‘De-escalation Zones’ Explained [Artikel Online] (4 Juli 2017) Diakses
melalui https://www.aljazeera.com/news/2017/05/syria-de-escalation-zones-explained-
170506050208636.html dilihat pada 26 September 2020. 111 Syrian Network for Human Rights, The Syrian Regime Has Dropped Nearly 70,000 Barrel
Bombs on Syria (Assessment Report, 25 Desember 2017) hlm. 19.
66
pihak oposisi memiliki kesempatan untuk menduduki wilayah manapun walaupun
hanya bersifat sementara.112
B. Hasil Pembicaraan Damai Astana
1. Dua Belas Prinsip Dasar Pembentukan Komite Konstitusional
Pada akhir Januari 2018, Konferensi Sochi yang dilangsungkan pada akhir
Januari 2018 menghasilkan 12 prinsip yang mendasari pembentukan Komite
Konstitusional113 di Jenewa pada Oktober 2019. Dua belas prinsip yang dihasilkan juga
termasuk komitmen bahwa dinas keamanan Suriah akan bertanggung jawab secara
demokratis, dan bahwa masyarakat Suriah memiliki hak untuk menentukan masa depan
negaranya sendiri. Semua upaya perdamaian akan terus didukung oleh Kementerian
Kazakhstan. 114
2. Dokumen Pembebasan Tahanan, Penyerahan Mayat, dan Identifikasi
Orang Hilang
Pada Astana-8 tahun 2017, dihasilkan dokumen mengenai ‘Peraturan tentang
Kelompok Kerja, tentang Pembebasan Tahanan atau Penculikan dan tentang
112 Anne Barnard dan Rick Gladstone, Russia Reaches Deal for Syria Safe Zones, but Some
Rebels Scoff [Artikel Online] (The New York Times, 4 Mei 2017) Diakses melalui
https://www.nytimes.com/2017/05/04/world/middleeast/russia-iran-turkey-syria-de-escalation-
zones.html?smpr&_r=0 dilihat pada 5 April 2020. 113 The Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation, Final statement of the Congress
of the Syrian national dialogue [Database Online] (Sochi: 30 Januari 2018) diakses melalui
https://www.mid.ru/en/web/guest/maps/sy/-/asset_publisher/9fcjSOwMERcf/content/id/3046246
dilihat pada 30 Agustus 2020. 114 Jennifer Cafarella with Jason Zhou, Russia’s Dead-end Diplomacy in Syria [Laporan
Online] (ISW Reports, November 2019) diakses melalui
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/ISW%20Report%20-
%20Russia%E2%80%99s%20Dead-End%20Diplomacy%20in%20Syria%20-
%20November%202019.pdf dilihat pada 30 Agustus 2020.
67
penyerahan orang-orang yang meninggal, serta tentang identifikasi orang hilang’.115
Keberlanjutan dari dokumen tersebut adalah kegiatan di mana Astana menjadi tuan
rumah pertemuan pertama Kelompok Kerja Pertukaran Tahanan, Pemindahan Jenazah
dan Pencarian Orang Hilang pada Maret 2018. Astana juga berhasil melaksanakan
pertukaran tahanan pada bulan Februari, April dan pada kesempatan lain di tahun 2018.
Pertukaran ini dilakukan oleh Kelompok Kerja yang terdiri dari Rusia, Iran, Turki,
PBB, dan Komite Palang Merah atau ICRC. Dihitung dari 31 Juli 2019, jumlah tahanan
yang berhasil dibebaskan adalah 110 orang.116
3. Deklarasi untuk Melarang Penggunaan Senjata Kimia pada Astana-11
Pada bulan November 2018 di Astana-11, para pihak yang hadir mengadakan
pertemuan bilateral dan trilateral untuk menyepakati deklarasi final Astana-11 yang
berisi pelarangan penggunaan senjata kimia dan mendesak penyelidikan oleh
Organization for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) atas dugaan
penggunaannya dalam perang saudara Suriah. 117 Sebagai pihak dalam Chemical
Weapons Convention, Suriah mengatakan bahwa mereka telah menghancurkan semua
senjata kimia dan menyangkal segala tuduhan yang mengenai penggunaan senjata
115 Republic of Turkey: Ministry of Foreign Affairs, , Press Release regarding the Conclusions
of the 8th High Level Astana Meeting No: 396 [Database Online] (22 December 2017) Diakses melalui
http://www.mfa.gov.tr/no_-396_-sekizinci-yuksek-duzeyli-astana-toplantisinin-sonuclari-hk_en.en.mfa dilihat pada 30 Agustus 2020.
116 United Nations Meetings Coverage and Press Releases, Security Council Failing Thousands
of People Detained [Database Online] (United Nations: Agustus 2019) Diakses melalui
https://www.un.org/press/en/2019/sc13913.doc.htm dilihat pada 20 Agustus 2020. 117 Selen Temizer, 11th round of Syria peace talks ends in Astana [Artikel Online] (29
November 2018) Diakses di https://www.aa.com.tr/en/middle-east/11th-round-of-syria-peace-talks-
ends-in-astana-/1325005 dilihat pada 30 Agustus 2020.
68
kimia di Suriah. Pemerintah Suriah juga memperingatkan akan keterlibatan organisasi
teroris dalam konflik di negaranya sehingga senjata pemusnah massal tersebut sangat
mungkin dipakai oleh kelompok teroris.118
Perjalanan pembicaraan damai Astana pada tahun 2019 pun berlanjut, akan
tetapi tahun 2019 merupakan tahun dimana pembicaraan ini menjadi hening. Hal ini
terjadi karena beberapa agenda dalam Astana Peace Talks telah tercapai, seperti
pembentukan Komite Konstitusional Suriah oleh PBB yang telah behasil disepakati
pada 30 Oktober 2019 di Jenewa, pemulangan tahanan dan orang-orang hilang yang
beberapa kali dilakukan oleh pihak oposisi dan pemerintah, dan kesepakatan zona de-
eskalasi yang masih berlanjut hingga saat ini.
Pada Astana-14 yang dilaksanakan pada 10 – 11 Desember 2019, delegasi yang
hadir menyatakan kepuasannya atas pembentukan Komite Konstitusi Suriah yang
terdiri dari pihak oposisi, masyarakat sipil, dan anggota rezim.119 Komite Konstitusi
Suriah ini mulai bekerja pada 20 November di Jenewa dan di fasilitasi oleh PBB.
Sedangkan, Astana Peace Talks di tahun 2019 memiliki agenda yang menyoroti
rekonstruksi120 untuk Suriah dan penegasan kembali komitmen yang dimiliki oleh
118 United Nations Meetings Coverage and Press Releases, Raising Alarm over Possible Space
Wars [Database Online] (United Nations: 24 Oktober 2018) Diakses melalui
https://www.un.org/press/en/2018/gadis3609.doc.htm dilihat pada 30 Agustus 2020. 119 Sena Güler, 14th round of Syria talks discusses latest developments [Artikel Online] (11
Desember 2019) Diakses melalui https://www.aa.com.tr/en/middle-east/14th-round-of-syria-talks-
discusses-latest-developments/1670867 dilihat pada Juni 2020. 120 Simon Speakman Cordall, Astana talks achieve mixed results although crucial issues
broached [Artikel Online] (The Arab Weekly, 3 Agustus 2019) Diakses melalui
https://thearabweekly.com/astana-talks-achieve-mixed-results-although-crucial-issues-broached dilihat
pada 30 Agustus 2020.
69
delegasi-delegasi yang terlibat dalam Astana Peace Talks. Pembahasan mengenai
rekonstruksi menjadi cukup intens pada tahun 2019 untuk menindaklanjuti dampak
dari setiap peperangan yang terjadi di seluruh penjuru Suriah. Kemudian, tidak ada
pernyataan press atau pernyataan dari negara penjamin bahwa Astana Peace Talks
sudah sampai pada titik akhir dan telah ditutup. Setelah tahun 2019, tidak ada
pembicaraan damai mengenai Suriah yang terjadi baik di forum Astana Peace Talks
maupun di forum Intra-Suriah PBB.
C. Tantangan dan Posisi Rusia selama Pembicaraan Damai Astana Tahun
2017 - 2019
Sejak awal konflik Suriah, Rusia telah memiliki kecenderungan untuk
mendukung rezim Assad dan menjalin kerja sama dengan aktor-aktor regional untuk
memastikan Assad tetap menjabat sebagai presiden Suriah. Tingkat komitmen paling
tinggi Rusia untuk melindungi kepentingannya di Suriah adalah pada intervensi militer
yang ia lakukan pada Oktober 2015. Setelah intervensi militer yang dilakukannya,
proses perdamaian Suriah mulai didominasi oleh strategi Rusia, di mana Rusia berhasil
menginisiasi Astana Peace Talks yang menghasilkan kesepakatan zona de-eskalasi
pada tahun 2017 dan menekan konflik di Suriah. Dalam jangka pendek, kesepakatan
ini membuat pihak oposisi menerima zona de-eskalasi dan perlahan menerima rezim
Assad, sehingga kemarahan pihak oposisi akan teralihkan hanya kepada kelompok
jihadis Islam. Kesepakatan zona de-eskalasi tidak akan berlaku bagi kelompok Jihadis
Islam sehingga pemerintah dapat menyerang wilayah tertentu dengan alasan melawan
70
terorisme.121 Akan tetapi, kehadiran Rusia di Suriah juga disertai dengan berbagai
tantangan. Sehingga, kejelasan posisi Rusia di awal konflik mulai diwarnai dengan
ambiguitas yang menantang kredibilitas Rusia sebagai peace broker di Suriah.
1. Pertumbuhan Ekonomi Rusia yang Tidak Stabil pada Awal Pelaksanaan
Astana Peace Talks
Prioritas kebijakan luar negeri Rusia terhadap Suriah terdiri dari
peningkatan pengaruhnya dengan membangun kemitraan, meningkatkan citra
internasional, dan integrasi Rusia yang lebih besar ke dalam dunia dan
ekonomi global untuk kemajuan modernisasi, terutama setelah menurunnya
pengaruh internasional Rusia dalam beberapa dekade terakhir.122 Pada tahun
2014 – 2015, perekonomian Rusia dilanda krisis mata uang, yang
menyebabkan depresiasi mata uang Rusia – Russian Ruble (RUR) – lebih dari
setengah. Krisis ini disebabkan oleh kombinasi faktor ekonomi dan geopolitik
yaitu penurunan harga minyak yang tajam di dunia Internasional. Minyak
adalah barang ekspor utama Rusia dan saat itu konflik dengan Ukraina
(aneksasi Krimea) mengakibatkan AS dan Uni Eropa memberikan sanksi
ekonomi terhadap Rusia.123
121 Raymond Hinnebusch, The Battle over Syria’s Reconstruction (Global Policy Vol. 11
Issue 1, 2020) hlm. 115. 122 Faith Olanrewaju dan Segun Joshua, The Diplomatic Dimensions of the Syrian Conflict
(Nigeria: Jadavpur Journal of International Relations, Volume 19 No. 1, SAGE Publications, 2015)
Hlm. 50. 123 Marek Dabrowski and Antoine Mathieu Collin, Russia’s Growth Problem [Jurnal Online]
(Policy Contribution Issue No.4, Februari 2019) hlm.2 Diakses melalui https://www.bruegel.org/wp-
content/uploads/2019/02/PC-04_2019.pdf dilihat pada 4 Oktober 2020.
71
Pada tahun 2015 ketika Rusia memutuskan untuk melakukan intervensi
militer, perekonomian Rusia sedang mengalami resesi. Angka GDP riil (Gross
Domestic Product) Rusia turun hingga 2.5 persen di tahun 2015 dan tambahan
0.2 persen ditahun 2016.
Diagram III.C.1 GDP Riil Rusia [Presentase Pertahun]124
Memasuki tahun 2017, GDP Rusia mulai pulih. Pada tahun 2017,
pertumbuhan PDB rill mencapai 1,6%, 2018 menjadi 2,3%. Menurut World
Economic Outlook (WEO) dari Dana Moneter Internasional (IMF),
pertumbuhan GDP Rusia tidak akan melebihi 2% setiap tahunnya hingga
2024, berbeda dengan perkembangan GDP yang sempat dinikmati Rusia pada
tahun 1999 hingga 2008. Tentunya hal ini tampak mengecewakan bagi negara
124 Marek Dabrowski and Antoine Mathieu Collin, Russia’s Growth Problem [Jurnal Online]
(Policy Contribution Issue No.4, Februari 2019) hlm.3 Diakses melalui https://www.bruegel.org/wp-
content/uploads/2019/02/PC-04_2019.pdf dilihat pada 4 Oktober 2020.
72
berpenghasilan menengah yang masih harus menempuh jalan panjang untuk
mengejar penghasilan yang jauh lebih tinggi lagi.125
Melalui grafik di atas, kita dapat melihat bahwa pada tahun 2016
keadaan GDP Rusia masih tidak stabil jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Memasuki tahun 2017, Rusia masih dalam tahap recovery dari
sanksi ekonomi yang diberikan AS dan negara-negara Barat atas krisis Ukraina
dan aneksasi Krimea. Sehingga, hal tersebut menjadi salah satu tantangan bagi
Rusia jika ia tetap ingin terlibat dalam konflik Suriah sebagai peace broker.
Karena di masa depan, Rusia harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa
pada akhirnya konflik Suriah akan sampai pada titik pembahasan rekonstruksi.
Ketika saat itu tiba, rezim Assad tentu akan meminta bantuan Rusia untuk
membantunya dalam program rekonstruksi. Biaya rekonstruksi tentunya tidak
sedikit, bahkan PBB pernah menyatakan bahwa biaya rekonstruksi Suriah
akan mencapai $260 milyar hingga $400 milyar. 126 Dalam penelitian
mengenai data perekonomian Rusia, terutama data investasi Rusia di
pembicaraan damai, peneliti menjumpai keterbatasan data. Namun, peneliti
memiliki pendapat bahwa ada biaya yang diinvestasikan dalam forum
125 Marek Dabrowski, Factors determining Russia’s long-term growth rate [Artikel Online]
(Moscow: Russian Journal of Economics Vol. 5, Voprosy Ekonomiki N.P., 20 Desember 2019) diakses
melalui https://rujec.org/article/49417/ dilihat pada 4 Oktober 2020.
126 Julien Barnes-Dacey, Chapter 3: Geo-Politics of Reconstruction: Who Will Rebuild Syria
and Pay for It? (Italy: Rebuilding Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September 2019)
hlm. 61
73
pembicaraan damai Astana yang menjadi beban baru bagi perekonomian Rusia
yang saat ini tidak stabil.
2. Hubungan Rusia dan Turki yang Penuh Ambivalensi Selama Periode
Astana Peace Talks
Sepanjang tahun 2000-an, Rusia dan Turki tidak pernah
mengembangkan hubungan yang dekat dan stabil. Rusia dan Turki awalnya
berada di pihak yang berbeda dalam konflik Timur Tengah, di mana Rusia
mendukung rezim dan Turki mendukung pihak-pihak oposisi. Perbedaan
tersebut menyeret keduanya pada krisis serius pada tanggal 24 November
2015, ketika jet tempur F-16 Turki menembak jatuh sebuah jet tempur SU-24
Rusia yang melanggar wilayah udara Turki di dekat perbatasan Suriah. Hingga
tujuh bulan berikutnya, hubungan politik, ekonomi, dan budaya antara kedua
negara hampir sepenuhnya beku.127
Pada akhir tahun 2016, Turki yang sudah meminta dan mendapatkan
dukungan dari NATO, tetap menawarkan “permintaan maaf” – yang dinilai
ambivalen – kepada pihak Rusia. Sehingga Rusia dan Turki pun melakukan
sejumlah normalisasi dalam hubungan bilateral. Keduanya berada di pihak
yang sama pada Astana Peace Talks. Melalui Astana Peace Talks, Turki
127 Zeinab Ahmed, Russian Role in Syria in the Light of its Strategy Towards the Middle East
(Eurasian Journal of Social Sciences Vol. 6 No. 3, 2018) hlm. 45.
74
merubah prioritasnya secara bertahap sampai pada titik di mana Turki tampak
tidak lagi menginginkan Assad untuk mundur dari jabatannya.128
Hubungan yang sempat terevitalisasi antara keduanya pada tahun 2016
mulai dilanda goncangan lagi pada tahun 2018. Rusia dan Turki terlibat dalam
kesepakatan Idlib atau Idlib Memorandum pada bulan September 2018129
untuk mencegah serangan darat dengan membentuk zona demiliterisasi di
daerah yang dikuasai pihak oposisi. Selama beberapa bulan terakhir tahun
2018, ketentuan-ketentuan dalam memorandum telah berulang kali dilanggar,
Menurut Syrian Observatory for Human Rights pemboman dan bentrokan
sporadis menewaskan hampir 500 warga Sipil. Pasukan Turki juga menjadi
sasaran dalam dua insiden terpisah pada awal Mei 2019.
Pada Astana-12 tanggal 25 – 26 April 2019, Rusia meminta Turki untuk
mendorong pembentukan Komite Konstitusional bersama dengan rezim Assad
dan pihak oposisi untuk memajukan pembicaraan damai Suriah, tetapi
kesepakatan tidak pernah tercapai karena keengganan salah satu pihak. Dari
data tersebut terlihat bahwa Turki tidak lagi melihat kedekatannya dengan
128 Dimitar Bechev, Russia and Turkey: the promise and the limits of partnership, Russia’s
Return to the Middle East Building Sandcastles? (Chaillot Paper no.146, Juli 2018) hlm. 95. 129 Tulay Karadeniz dan Suleiman Al-Khalidi, Syria's Idlib spared attack, Turkey to send in
more troops [Artikel Online] (Reuters: 18 September 2018) Diakses melalui
https://web.archive.org/web/20181203052807/https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-syria-
rebels/syrias-idlib-spared-attack-turkey-to-send-in-more-troops-idUSKCN1LY0T9 dilihat pada 4
September 2020.
75
Rusia menghasilkan banyak keuntungan, Turki tidak banyak membantu
pembicaraan Astana selama tahun 2019.130
Faktor-faktor dan ambiguitas yang terus hadir dalam hubungan Turki
dan Rusia hanya menjanjikan eskalasi konflik dan ketidakpastian lebih lanjut
di wilayah Suriah. Aktor-aktor internasional mengetahui bahwa Turki
memiliki kepentingan untuk membangun zona aman di Suriah bagian Utara
untuk kembali menempatkan pengungsi Suriah yang sebelumnya banyak
melintasi perbatasan dan mengungsi di Turki. Rusia melihat kepentingan
Turki yang tidak didukung oleh AS karena AS tetap menyediakan dana bagi
PYD (Democratic Union Party) dan YPG (Yekîneyên Parastina Gel) dan
mengesampingkan kepentingan Turki.131
130 Joe Macaron, Are Russia and Turkey making deals or parting ways in Syria?[Artikel
Online] (Al-Jazeera: 16 Mei 2019) diakses melalui https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/russia-
turkey-making-deals-parting-ways-syria-190515163715038.html dilihat pada 4 September 2020. 131 Valeria Talbot, Chapter 4: Turkey in Syria: Role, Interests and Challenges (Italy:
Rebuilding Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September 2019) hlm. 90
76
Gambar III.3. Peta Safe Zone Turki di Suriah
Sumber: Foreign Policy132
Melalui gambar di atas, dapat dilihat perbatasan antara Suriah dan
Turki, di mana pada perbatasan tersebut Turki berencana membangun safe
zone untuk masyarakat Suriah yang mencari suaka. Sehingga, tidak ada lagi
pencari suaka yang melintasi perbatasan dan mencari suaka di Turki.
Kemudian, pada tahun 2016 Rusia menerima permintaan maaf yang
ditawarkan oleh Turki atas tertembaknya pesawat tempur SU-24 milik Rusia
dan melakukan normalisasi hubungan bilateral dengan Turki dengan memberi
Turki kebebasan untuk melakukan operasi militer di wilayah yang
132 BBC News, Turkey's Syria offensive explained in four maps [Artikel Online] (14 Oktober
2019) diakses di https://www.bbc.com/news/world-middle-east-49973218 dilihat pada 4 Oktober
2020.
77
mayoritasnya ditinggali oleh orang-orang Kurdi, operasi tersebut adalah
Euphrates Shield di Aleppo Utara dan operasi militer Olive Branch di Afrin.
Hal ini dilakukan agar Rusia dapat mengambil kembali wilayah yang
sebelumnya telah di tempati oleh orang-orang Kurdi dan mengendalikan
wilayah tersebut. 133 Sehingga dapat dikatakan, meskipun Turki – Rusia
memiliki hubungan yang tidak baik, Rusia masih dapat melihat peluang dalam
kepentingan Turki di Suriah yang dapat menstimulasi strategi Rusia di Suriah.
Inilah yang menyebabkan Rusia berani mengambil risiko dan menjadi partner
Turki dalam Astana Peace Talks pada tahun 2017.
3. Partisipasi Pihak Oposisi yang Tidak Menentu di Dalam Astana Peace
Talks
Pada beberapa putaran awal Astana Peace Talks, diketahui bahwa
sering kali pihak oposisi tidak hadir dalam pembicaraan damai.134 Beberapa
faktor yang menyebabkan ketidakhadiran ini adalah partisipasi Iran sebagai
negara penjamin, tidak adanya agenda untuk melakukan transisi politik yang
menargetkan turunnya Assad dari pemerintahan Suriah, dan adanya pihak di
133 Pada tahun 2019, orang-orang Kurdi menyatakan bahwa mereka siap untuk bekerja sama
dengan rezim Assad dan Rusia, sehingga strategi Rusia untuk mengendalikan populasi orang-orang
Kurdi mulai menemui titik terang. Mazloum Abdi, If We Have to Choose Between Compromise and
Genocide, We Will Choose Our People, [Artikel Online] (Foreign Policy, 13 Oktober 2019) Diakses
melalui https://foreignpolicy.com/2019/10/13/kurds-assad-syria-russia-putin-turkey-genocide/ dilihat
pada 16 Oktober 2020. 134 RIA Novosti, The second day of talks on Syria: the opposition did not come dispensed with
it [Artikel Online] (13 Maret 2017) diakses melalui https://ria.ru/20170315/1490118708.html dilihat
pada 16 October 2020.
78
dalam pembicaraan damai Astana yang melakukan serangan terhadap wilayah
yang diduduki oleh pihak oposisi tepat sebelum pembicaraan damai dimulai.
Dengan adanya pertentangan dan tekanan yang Rusia dapatkan, akhirnya
Rusia memutuskan untuk meminta pertolongan pada Commonwealth of
Independent States (CIS) untuk menyediakan pengamat militer untuk
memantau zona de-eskalasi yang telah disepakati oleh negara-negara penjamin
pada Astana-4 tahun 2017.
Dalam sebuah wawancara pada 7 Desember 2016, Bashar al-Assad
pernah mengatakan bahwa ia berencana untuk membebaskan seluruh Suriah
dan mengabaikan Komunike Jenewa yang dibuat pada tahun 2012, yang mana
Komunike ini masih didukung oleh Rusia. Bahkan setelah kekalahan pihak
oposisi di wilayah-wilayah Suriah, Assad terus mencap semua oposisi sebagai
teroris dan menyerukan penghapusan penuh terorisme di seluruh wilayah
Suriah. Kepala delegasi Pemerintah Suriah, Bashar al-Jaafari, yang
berkontribusi dalam pembicaraan intra-Suriah dan disponsori oleh Rusia di
Moskow pada bulan Januari dan April 2015, selalu menyebut perwakilan
oposisi sebagai "teroris,". Jafaari juga melakukan hal yang sama di Astana,
menyambut pihak oposisi sebagai "kelompok teroris bersenjata" dalam sesi
pembukaan. Sebaliknya, Rusia secara konsisten menekankan perlunya
memperluas dan memperkuat gencatan senjata nasional dan keterlibatan
kembali dalam pembicaraan damai. Rusia selalu memandang pihak oposisi
sebagai pihak oposisi moderat, dan menyebut pihak oposisi hanya sebagai
79
pihak oposisi bersenjata, bukan kelompok teroris bersenjata seperti yang
dikatakan oleh pemerintah Suriah.
Itulah upaya-upaya kecil Rusia untuk menunjukan kepada pihak oposisi
bahwa Rusia merupakan pihak yang dapat dipercaya, terutama di meja
perundingan. Sebagai negara penjamin dalam proses perdamaian, suatu negara
memang harus berada di posisi paling netral. Tidak ada ketentuan tertulis
mengenai netralitas suatu negara penjamin di dalam pembicaraan Astana. Hal
yang paling mendasar dalam pelaksanaan Astana Peace Talks adalah
pemilihan lokasi yang netral bagi semua pihak. Sehingga, yang terpilih sebagai
lokasi netral adalah kota Astana di Kazakhstan.135 Karena tidak ada syarat
khusus bagi Rusia untuk terlibat dalam Astana Peace Talks, Rusia harus
melakukan upaya-upaya pendekatan pada pihak oposisi.
Apabila Rusia tidak melakukan pendekatan dengan pihak oposisi di
Suriah, maka keberhasilan Astana Peace Talks dalam mencapai kesepakatan
akan menipis. Selain itu, kesempatan Rusia untuk mencegah pertambahan
foreigh fighters dari Chechnya – salah satu wilayah federasi Rusia yang
mayoritas adalah Muslim – juga akan semakin berkurang.136 Karena melalui
135 France24, Syria: the Astana peace process [Artikel Online] (2018) diakses melalui
https://www.france24.com/en/20180905-syria-astana-peace-process dilihat pada 8 Januari 2021.
136 John W. Parker, Putin’s Syrian Gambit: Sharper Elbows, Bigger Footprint, Stickier Wicket
[Laporan Online] (Washington: Institute for National Strategic Studies Strategic Perspectives, No. 25,
National Defense University Press, Juli 2017) hlm. 5 Diakses melalui
https://inss.ndu.edu/Portals/68/Documents/stratperspective/inss/Strategic-Perspectives-25.pdf dilihat
pada 3 Oktober 2020.
80
Astana Peace Talks, Rusia memiliki kesempatan untuk bernegosiasi atau
berbicara dengan kelompok-kelompok oposisi.
4. Posisi Rusia Sebagai Peace Broker yang Berpotensi Merugikan Hubungan
antara Rusia dan Suriah
Tantangan-tantangan yang telah disebutkan sebelum ini, menjadikan posisi
Rusia di Suriah tidak terlihat jelas seperti awal keterlibatan Rusia di Suriah pada
tahun 2015, di mana Rusia mendukung rezim Assad dengan gencar. Astana Peace
Talks sebagai katalisator pembicaraan damai PBB juga tidak bisa dibilang selalu
berjalan dengan mulus, melihat begitu banyak hambatan dari pihak oposisi dan juga
rekan-rekan negara penjamin didalamnya. Sulit bagi Rusia untuk selalu bisa
merangkul semua pihak secara adil. Meskipun begitu, Rusia tetap bersikeras untuk
menjadi negara penjamin pada proses perdamaian Astana dan berpartisipasi aktif
selama tiga tahun pembicaraan ini berlangsung (2017 – 2019).
Kemungkinannya sangat kecil bagi Astana Peace Talks untuk benar-benar
dapat menciptakan kondisi damai di Suriah. Justru sebaliknya, kehadiran banyak
aktor yang mencoba untuk memonopoli program perdamaian di Suriah hanya akan
menghasilkan pertentangan-pertentangan. Hal ini pun akan semakin memengaruhi
hubungan Rusia dengan Suriah, di mana perubahan sikap Rusia semakin terlihat
seiring berjalannya waktu.
Sebelum memasuki tahun 2019, Rusia dan Suriah sudah pernah memiliki
pandangan yang berbeda mengenai pembentukkan Komite Konstitusional Suriah
81
dalam forum Astana Peace Talks. Alexander Lavrentyev selaku delegasi Rusia
untuk Suriah menyatakan bahwa Astana Peace Talks memiliki agenda untuk
menciptakan Komite Konstitusional di Suriah. Tujuan dari pembentukan Komite
Konstitusional ini adalah untuk mengembangkan konstitusi Suriah yang lebih
melibatkan partisipasi masyarakat luas dan memberikan dorongan untuk
pertimbangan seluruh jajaran penyelesaian politik di Suriah di bawah naungan PBB
di Jenewa.137 Dalam hal ini, awalnya Suriah tidak menyetujui pembentukan
Komite Konstitusional, namun pada akhirnya Komite Konstitusional tetap terbentuk
pada tanggal 30 Oktober 2019 di Jenewa karena agenda tersebut merupakan agenda
Astana Peace Talks sejak awal tahun 2017.
Hubungan antara Rusia dan Suriah menjadi semakin kompleks saat memasuki
fase pasca-konflik. 138 Belakangan ini, Rusia sangat aktif melakukan upaya
rekonstruksi yang didukung oleh kekuatan internasional dan regional. Pada Astana
putaran ke-13 tanggal 1 – 2 Agustus 2019, Utusan Khusus Rusia untuk Suriah,
Alexander Lavrentiev, menjelaskan bahwa rekonstruksi awal Suriah, termasuk
infrastruktur dasar seperti fasilitas energi dan air, sekolah, rumah sakit, dan gedung
administrasi sedang dalam perencanaan. Lavrentiev juga menyatakan bahwa
program rekonstruksi membutuhkan dana sehingga Rusia berharap dapat
137 Nikolay Kozhanov, Why is Syria so Important? Moscow’s Vision of its Tasks in Syria Prior
to the Beginning of Russian Military Deployment [Jurnal Online] (Russia and the Syrian Conflict,
Gerlach Press, 2016) Diakses melalui http://www.jstor.org/stable/j.ctt1hj9wjf.1 dilihat pada 5 April
2020. 138 Indikator pasca-konflik yang digunakan pada penelitian ini adalah agenda-agenda Astana
Peace Talks yang sudah memasuki agenda rekonstruksi pada tahun 2019.
82
melibatkan kekuatan dunia dan organisasi internasional terkemuka, termasuk
Lembaga swadaya masyaraka. Sehingga, Rusia jelas-jelas ingin mendapatkan
bantuan dana dari negara-negara Barat dan kekuatan besar Timur Tengah dalam hal
rekonstruksi. Akan tetapi, hal ini sangat bertentangan dengan rezim Assad.
Pemerintah Suriah tidak sepenuhnya sepakat dengan elemen-elemen
rekonstruksi. Misalnya saja, Pemerintah keberatan jika targetnya di kemudian hari
adalah menerima kembali para pengungsi ke tanah air Suriah. Assad nampaknya
khawatir dengan pengungsi yang kembali untuk membangun kembali negara.
Menurutnya, pengungsi hanya akan menjadi beban bagi keuangan publik dan para
pengungsi dapat menjadi sumber oposisi baru. Bashar al-Assad telah menyatakan
bahwa ia ingin Suriah setelah konflik memiliki masyarakat yang bersifat “healthier
and more homogeneous society” atau masyarakat yang homogen. Dengan kata lain,
rezim melihat upaya rekonstruksi yang adil hanya akan menimbulkan ancaman
baru.139
Memasuki tahun 2019, Rusia mulai mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
bertentangan dengan rezim Assad. Setelah disahkannya Komite Konstitusional
Suriah oleh PBB pada akhir tahun 2019, kita memasuki fase di mana kebijakan
Rusia banyak mendapat tentangan dari pemerintah Assad terutama dalam hal
rekonstruksi Suriah. Melalui pertentangan ini, perbedaan mendasar di antara
139 Julien Barnes-Dacey, Chapter 3: Geo-Politics of Reconstruction: Who Will Rebuild Syria
and Pay for It? (Italy: Rebuilding Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September 2019)
hlm. 62
83
keduanya pun terlihat, di mana prioritas rezim adalah untuk menjaga kendali di
lapangan dan menyalurkan pembangunan hanya melalui negara-negara aliansi
selama ini seperti Rusia dan Iran. Sedangkan, Rusia ingin menggunakan prospek
rekonstruksi untuk mengamankan pengakuan Barat atas beberapa keberhasilan dan
status Rusia sebagai pemegang pengaruh terbesar di Suriah. Alasan itu yang menjadi
pendorong utama kebijakan Rusia di Suriah walaupun banyak tantangan yang
dihadapi.140
Pertentangan mengenai pembentukkan Komite Konstitusional dan program
rekonstruksi Suriah juga menunjukan bahwa pengaruh Rusia atas pemerintah Assad
sesungguhnya lebih terbatas daripada yang diperkirakan secara umum. Rusia juga
masih harus meyakinkan Assad mengenai bantuan dari aktor internasional lain
untuk merekonstruksi Suriah pasca-konflik.141 Melalui beberapa data di atas, terlihat
bahwa dalam jangka panjang strategi Rusia di Suriah tidak akan baik hasilnya.
Pertentangan di antara keduanya memunculkan sikap dualitas dari Rusia yang
perlahan akan mengorbankan beberapa keuntungan yang sebelumnya sudah
didapatkan,142 dan salah satu keuntungan yang hilang adalah kepercayaan rezim
Suriah tehadap penanganan pasca konflik oleh Rusia.
140 Julien Barnes-Dacey, Chapter 3: Geo-Politics of Reconstruction: Who Will Rebuild Syria
and Pay for It? (Italy: Rebuilding Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September
2019) hlm. 63 141 Andrey Kortunov, Chapter 3: The Astana Model: Methods and Ambitions of Russian
Political Action (The Mena Region: A Great Power Competition, ISPI and Atlantic Council, Oktober
2019) Hlm 57. 142 Andrey Kortunov, The Astana Model: Methods and Ambition of Russian Political Action
(ISPI and Atlantic Council, Oktober 2019) hlm. 56
85
BAB IV
ANALISIS KEPENTINGAN RUSIA MELALUI ASTANA PEACE
TALKS DI SURIAH PERIODE 2017 – 2019
Tulisan pada bab ini akan membahas analisis kepentingan nasional Rusia
melalui Astana Peace Talks di Suriah periode 2017 – 2019. Bab ini juga merupakan
deskripsi dari bab sebelumnya mengenai tantangan yang memengaruhi posisi Rusia
pada pembicaraan damai Suriah. Peneliti akan membahas dengan menggunakan teori
dan konsep yang saling melengkapi satu sama lain, yakni Realisme Klasik dan
kepentingan nasional. Dengan demikian, tujuan dari penulisan bab ini adalah untuk
menjawab pertanyaan penelitian dan memberikan penjelasan secara deskriptif analitik
terkait kepentingan nasional Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriah periode 2017
– 2019.
Pada bab sebelum ini telah dijelaskan mengenai kegigihan Rusia untuk tetap
terlibat dalam konflik Suriah dan mengambil peran sebagai peace broker walaupun
Rusia menemui begitu banyak tantangan. Hal itu menimbulkan pertanyaan yang
jawabannya tidak hanya mengenai Suriah, tapi lebih dari itu. Dapat dikatakan bahwa
keterlibatan Rusia di Suriah selalu menjadi batu lompatan untuk memperkuat dominasi
di kawasan Timur Tengah.
86
Dilihat dari kacamata Realisme Klasik, terdapat satu hal penting bagi suatu
negara, yaitu kekuasaan atau power.143 Realisme menekankan sifat manusia dalam
politik internasional, yang berarti bahwa sifat manusia menyebabkan sebuah negara
untuk bertindak dengan cara tertentu dan secara inheren mementingkan diri sendiri.
Dalam situasi berperang sebuah negara harus mencari ‘power after power’. 144
Morgenthau menyatakan bahwa ‘the main signpost that helps political realism to find
its way through the landscape of international politics is the concept of interest defined
in terms of power'.
Dalam kasus Rusia pada penelitian ini, sejak eskalasi konflik Suriah pada tahun
2014, di mana konflik Suriah didominasi oleh kelompok-kelompok jihadis Islam.
Rusia melihat kekalahan IS sebagai bagian penting dari penyelesaian politik di Suriah,
kekalahan IS akan membuka jalan bagi Rusia untuk mendapatkan kembali statusnya
sebagai kekuatan global. Selain itu, Rusia telah meningkatkan modal politiknya di
Suriah jauh sebelum AS menyatakan bahwa mereka akan menarik mundur pasukannya
di Suriah pada tahun 2019.
Modal politik itu cukup bagi Rusia untuk mengadopsi peran peace broker dan
menunjukkan bahwa kerja sama atau kemitraan dengan Rusia dapat menjadi alternatif
baru dari pada Amerika Serikat. Peran peace broker ini memberikan manfaat bagi
143 Hans Morgenthau, Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace (New York,
Knopf, 1954) hlm.5
144 Luke Glanville, How Are We to Think about the 'National Interest'? (AQ: Australian
Quarterly Vol. 77, No. 4,2005) hlm. 34
87
Rusia dan membuktikan bahwa Rusia selalu memiliki niat yang lebih besar.145 Lebih
lanjut mengenai kepentingan-kepentingan Rusia melalui perannya sebagai peace
broker di Astana Peace Talks, akan dijelaskan melalui konsep kepentingan nasional.
A. Kepentingan Nasional Rusia Melalui Astana Peace Talks
Kepentingan nasional Rusia di Suriah melalui Astana Peace Talks dijelaskan
ke dalam tabel taksonomi kepentingan nasional yang melibatkan bobot dari
kepentingan vital dan kepentingan sekunder dari tulisan P. H. Liotta146 dan Michael G.
Roskin147:
145 Dmitriy Frolovskiy, What Putin Really Wants in Syria [Database online] (Foreign Policy,
1 Februari 2019) diakses melalui https://foreignpolicy.com/2019/02/01/what-putin-really-wants-in-
syria-russia-assad-strategy-kremlin dilihat pada 15 Oktober 2020. 146 Dr. P. H. Liotta, Still Worth Dying for National Interests and The Nature of Strategy
[Jurnal Online] (Naval War College Review, Vol. 56 No. 2, Article 10, Musim Semi 2003) hlm. 133.
Diakses melalui https://digital-commons.usnwc.edu/nwc-review/vol56/iss2/10/ dilihat pada 15
Oktober 2020. 147 Michael G. Roskin, National Interest: From Abstraction to Strategy [Jurnal online]
(Amerika Serikat, Strategic Studies Institute, 20 Mei 1994) Diakses melalui
https://publications.armywarcollege.edu/pubs/1656.pdf dilihat pada 10 Agustus 2020.
88
Tabel IV.B.3 Kepentingan Nasional Rusia melalui Astana Peace Talks di Suriah
Periode 2017 – 2019
Russian National Interest through Astana Peace Talks in Syria 2017 -2019
Aspects of
Interest
Level of
Interest
Weight of
Impact
Interest(s)
Importance
Vital
Core Strategic,
Permanent,
Specific
Proteksi Terhadap wilayah
Ukraina dan Krimea
Mencegah Timbulnya Militan
Islam di Rusia
Peningkatan Kekuatan
Angkatan Laut di Pelabuhan
Tartus
Secondary
Significant
Value,
Temporary,
Specific
Mengamankan Akses Sumber
Daya untuk Reformasi
Ekonomi Rusia
1. Kepentingan Vital: Proteksi terhadap Wilayah Ukraina dan Krimea
Pada tingkat Geopolitik, Rusia menggunakan konflik Suriah sebagai
alat tawar-menawar untuk melindungi kepentingannya dalam lingkup internal.
Krisis Ukraina telah menempatkan Rusia dalam kondisi waspada yang sangat
tinggi dalam posisi defensif. Dengan keadaan perekonomian yang melemah,
dan pengaruh yang berkurang di Eropa, Rusia harus membuktikan kepada dunia
bahwa Rusia bukanlah sebuah kekuatan besar yang terisolasi.
89
Strategi Rusia untuk melakukan intervensi di Suriah dan
keterlibatannya dalam pembicaraan damai untuk Suriah bermula dari putusnya
hubungan Rusia dengan Barat – termasuk negara-negara Uni Eropa – terkait
intervensi Rusia di bagian Timur Ukraina dan aneksasi Krimea pada tahun
2014. Dalam hal ini, sanksi dan tekanan diplomatik AS dan Eropa mendorong
Rusia mengambil keputusan untuk melibatkan diri pada konflik Suriah.
Daripada tunduk pada tekanan Barat atas sanksi ekonomi yang mereka berikan,
Rusia memilih untuk beralih ke Suriah dan memperluas konfrontasi sehingga
Rusia dapat memperoleh manfaat. 148
Keterlibatan Rusia di Suriah membuat Rusia dapat memberikan konsesi
di Suriah sebagai imbalan atas konsesi yang harusnya bisa Rusia dapatkan di
Ukraina dan Krimea.149 Rusia mengetahui bahwa kartu ini dapat dimainkan
untuk meringankan isolasi internasional yang menimpa Rusia setelah krisis
Ukraina dan Krimea. Walaupun sulit bagi negara-negara Uni Eropa untuk
memberikan konsesi atas sanksi yang mereka berikan kepada Rusia atas
aneksasi yang Rusia lakukan pada tahun 2014, Rusia terus menjadikan Suriah
sebagai motivasi atas kepentingannya. Karena sedikit banyak, konflik Suriah
yang berkepanjangan juga akan membawa dampak buruk bagi negara-negara
148 Scott B. Lasensky dan Vera Michlin-Shapir, Chapter 9: Avoiding Zero-Sum: Israel and
Russia in an Evolving Middle East (Italy: The Mena Region: A Great Power Competition, ISPI and
Atlantic Council, Oktober 2019) hlm 142 149 Eduardo Wassin Aboultaif, Regional and International Factors that Prolong the Syrian
Crisis, Syrian Mutations the Random & The Purposeful (Syria Studies Volume 8 No. 2, 2016) Hlm. 6.
90
Eropa lainnya, di mana mereka menderita karena pengungsi dari perang
Saudara Suriah semakin banyak yang mencari suaka.150
Rusia membuka jendela diplomatik dan membangun kembali hubungan
dengan komunitas internasional dengan memutus isolasi internasional Rusia
yang terjadi setelah krisis Ukraina. Dengan demikian, Rusia memiliki strategi
untuk mewujudkan kesepakatan pembicaraan damai mengenai Suriah atau saat
ini dikenal dengan Astana Peace Talks. 151 Bagi Rusia, konflik di Suriah
merupakan kesempatan untuk bernegosiasi dengan komunitas internasional,
menandai batas-batas pengaruh negara-negara Barat di Timur Tengah, dan
yang terpenting, mengeksploitasi konflik guna melunakkan situasi dengan
komunitas internasional mengenai Ukraina dan Krimea dan sanksi yang
dijatuhkan kepada Rusia.
Rusia melihat bahwa posisinya di Suriah dapat mewakili variabel yang
lebih tidak kaku dan memiliki potensi negosiasi yang lebih tinggi dengan AS
dan Eropa terkait dengan sanksi Rusia pada tahun 2014. Rusia juga berusaha
mencari jalan untuk mendapatkan konsesi dengan mengubah diri menjadi suatu
kekuatan positif dan berperang melawan terorisme – yang mana war on
terrorism adalah kepentingan dan ide yang berasal dari AS dan negara-negara
150 Eduardo Wassin Aboultaif, Regional and International Factors that Prolong the Syrian
Crisis, Syrian Mutations the Random & The Purposeful (Syria Studies Volume 8 No. 2, 2016) Hlm. 6. 151 Zeinab Ahmed, Russian Role in Syria in the Light of its Strategy Towards the Middle East
(Eurasian Journal of Social Sciences Vol. 6 No. 3, 2018) hlm. 45.
91
Barat – dan menekan AS ke dalam kerja sama militer melawan IS dan pasukan
Jabhat al-Nusra.152
Tidak ada kemenangan politik apapun yang lebih hebat – meskipun
berkaitan dengan Timur Tengah – daripada kemenangan politik Rusia atas
wilayah Ukraina dan Krimea. Menjadi negara penjamin di Astana Peace Talks
merupakan salah satu bentuk working strategy Rusia untuk melindungi
kepentingan Rusia atas Ukraina dan Krimea. Posisi di mana Rusia bersedia
mewadahi sebuah acara yang dapat menstimulasi pembicaraan intra-Suriah
Jenewa yang dilaksanakan PBB akan memperbesar peluang yang Rusia miliki
untuk mendapatkan kepercayaan AS dan negara-negara Eropa. Harapan
terbesarnya adalah agar AS dan negara-negara Eropa bersedia untuk mencabut
sanksi terhadap Rusia atas pendudukan yang ia lakukan di Ukraina dan Krimea.
2. Kepentingan Vital: Mencegah Timbulnya Militan Islam di dalam Rusia
Pasca Uni Soviet, Federasi Rusia terdiri dari 89 entitas regional. Saat
ini, negara federasi Rusia terdiri dari 85 subjek federal (termasuk Krimea yang
dianeksasi pada tahun 2014). Pada 1990-an, Chechnya menjadi lambang
separatisme di Rusia pasca-Soviet. Respon Rusia terhadap perlawanan ini
dilakukan melalui operasi militer besar-besaran. Terdapat dua perang yang
terjadi antara Rusia dan Chechnya, yang pertama terjadi pada tahun 1994 –
152 Michael Kofman dan Matthew Rojansky, JD, What Kind of Victory for Russia in Syria
(Military Review, Maret-April 2018) Hlm 13.
92
1996, di mana pasukan Rusia di Chechnya memerangi separatisme etno-
teritorial. Sedangkan perang yang kedua dimulai pada tahun 1999 dan berakhir
pada tahun 2009 di mana pasukan Rusia memerangi terorisme Islam
Internasional.
Keterlibatan awal pejuang Chechnya dalam melawan rezim Assad
sangat membebani Rusia. Kala itu, Rustam Gelayev – Putra komandan
Chechnya, Ruslan Gelayev – tewas dalam aksi di Aleppo pada Agustus 2012.
Karena peran yang Galayev mainkan dalam konflik Suriah, Rusia menyambut
kematian putra komandan ini. Berbeda dengan respon Kaukasus Utara,
kematian putra komandan tersebut malah memicu semakin banyak pejuang dari
Chechnya yang melakukan perjalanan ke Suriah untuk membantu pihak oposisi
dalam perang melawan Assad. Kepentingan ini menjadi vital karena Rusia telah
menyatakan pertahanan terhadap separatisme sebagai salah satu tantangan
terbesar bagi kebijakan keamanan nasional Rusia. Pada tahun 2014, sudah ada
undang-undang yang diberlakukan untuk mendorong persamaan presepsi dan
melarang ‘segala seruan untuk merusak integritas teritorial Federasi Rusia’, jika
dilanggar akan memasuki proses pidana.153
Banyak orang Rusia yang memandang Timur Tengah sebagai sumber
ancaman keamanan bagi pertumbuhan kelompok muslim ekstremis. Ancaman
153 Uwe Halbach, Chechnya’s Status within the Russian Federation [Laporan Online] (Berlin:
SWP Research Paper, 2 May 2018) Diakses melalui https://www.swp-
berlin.org/en/publication/chechnyas-status-within-the-russian-federation/ dilihat pada 3 Oktober 2020.
93
ini tidak hanya untuk Rusia tetapi juga untuk negara-negara bekas wilayah
Soviet, di Asia Tengah, dan di Kaukasus. Keterlibatan Presiden Rusia di Suriah
adalah untuk memastikan rezim Assad terus menjabat sebagai presiden Suriah,
hal ini penting untuk dilakukan agar Rusia dapat menahan ancaman keamanan
yang ditimbulkan dari pertumbuhan aliran Muslim ekstremis dan ancaman pada
bagian Selatan perbatasan Rusia.
Rusia menggarisbawahi perlunya menjaga Suriah tetap utuh karena jika
Suriah runtuh maka hanya akan membawa dampak buruk bagi Rusia. Faktanya,
mayoritas warga Rusia, hanya 3 juta orang yang tidak beraliran Muslim Sunni,
sisa dari masyarakat muslim di Rusia rata-rata beraliran Muslim Sunni. Saat
melaksanakan pembicaraan damai yang melibatkan Iran pada tahun 2017, maka
komitmen dengan koalisi pro-Syiah ini akan melawan kepentingan berbagai
kekuatan Sunni di Timur Tengah, sehingga akan berisiko memicu
ketidakpuasan sektarian Sunni di dalam negeri. Keputusan Rusia untuk bekerja
sama dengan Iran akan merangsang simpati di antara kaum Muslim Sunni di
Rusia untuk pasukan oposisi Sunni di Suriah, bahkan mungkin aliran Islam
ekstremis seperti IS.
Aktivis hak asasi manusia Rusia dan pakar regional, seperti Ekaterina
Sokiryanskaya, Svetlana Gannushkina dan Aleksei Malashenko, percaya
bahwa elemen pemuda Chechnya menerima propaganda Negara Islam (IS).
Menurut pernyataan Menteri Dalam Negeri Chechnya, pada 2017 ada delapan
94
"sel tidur" ISIS yang ditemukan dan 18 pejuang dinyatakan tewas.154 Pada
musim gugur 1991, Dzhokhar Dudayev, pemimpin Chechnya, mengatakan
bahwa fundamentalisme Islam di Chechnya tidak merepresentasikan bahaya,
tetapi menyatakan bahwa tindakan bermusuhan oleh Rusia dapat mendorong
nasionalisme Chechnya ke jalur Islam yang lebih ekstremis. Selama serangan
kedua Rusia di Chechnya, pada tahun 1999, kelompok Islam garis keras, yang
berupaya menciptakan 'kekhalifahan' di Kaukasus semakin luas, dipercaya
kelompok ini berkaitan dengan jaringan Islamis Timur Tengah seperti Al-
Qaeda. 155
Jika ditengok kebelakang, maka kita akan memahami mengapa penting
bagi Rusia untuk melindungi negaranya dari pertumbuhan kelompok-kelompok
militan Islam dan mendukung rezim Assad di Suriah. Dengan banyaknya
foreign fighters yang datang dari Chechnya, maka Rusia tidak dapat
membiarkan orang-orang ini pulang ke negara mereka sendiri di Rusia dan
menimbulkan potensi disintegrasi negara dengan penyebaran paham-paham
Islam radikal. Keterlibatan Rusia di Suriah pada tahun 2015 dapat menjadi
kesempatan emas bagi Rusia untuk memusnahkan militan-militan Islam dari
bekas Uni Soviet.
154 Uwe Halbach, Chechnya’s Status within the Russian Federation [Laporan Online] (Berlin:
SWP Research Paper, 2 May 2018) Diakses melalui https://www.swp-
berlin.org/en/publication/chechnyas-status-within-the-russian-federation/ dilihat pada 3 Oktober 2020. 155 Chaim Shinar, Chechens: Freedom Fighters or Terrorists? (European Review, Vol. 27,
No. 1, 2018) Hlm. 138.
95
Tahun-tahun selanjutnya, Rusia membutuhkan strategi baru untuk
melestarikan kepentingannya dalam hal mencegah disintegrasi negara.
Sehingga Rusia memutuskan untuk menjadi negara penjamin di pembicaraan
damai Astana pada tahun 2017 dan berupaya membangun hubungan yang
cukup baik dengan pihak oposisi. Sebagai negara penjamin dalam proses
perdamaian, suatu negara memang harus berada di posisi paling netral. Tidak
ada ketentuan tertulis mengenai netralitas suatu negara penjamin di
pembicaraan Astana. Peran ini mengharuskan Rusia untuk melakukan upaya-
upaya pendekatan pada pihak oposisi, sekalipun pada kenyataannya Rusia
memiliki kecenderungan untuk berpihak pada Assad. Pendekatan terhadap
pihak oposisi juga akan membawa keuntungan yang dapat memenuhi
kepentingan Rusia di Suriah berkaitan dengan Chechnya yang warganya
banyak melakukan perjalanan ke Suriah untuk menjadi foreign fighters dan
membantu pihak oposisi untuk menggulingkan Assad.156
3. Kepentingan Vital: Peningkatan Kekuatan Angkatan Laut di Pelabuhan
Tartus
Kehadiran Rusia di Suriah terjadi pada saat harga minyak dunia sedang
turun secara drastis, terutama setelah intervensi NATO 2011 di Libya, dan
156 John W. Parker, Putin’s Syrian Gambit: Sharper Elbows, Bigger Footprint, Stickier Wicket
[Laporan Online] (Washington: Institute for National Strategic Studies Strategic Perspectives, No. 25,
National Defense University Press, Juli 2017) hlm. 5. Diakses melalui
https://inss.ndu.edu/Portals/68/Documents/stratperspective/inss/Strategic-Perspectives-25.pdf dilihat
pada 3 Oktober 2020.
96
serangkaian sanksi yang diberikan terhadap Rusia selama krisis Ukraina dan
aneksasi Krimea pada tahun 2014. Suriah terus memberikan Rusia keuntungan
atas pembangunan pangkalan laut di Tartus yang sampai hari ini berfungsi
untuk melengkapi Armada Laut Hitam Rusia (Russia’s Black Sea Fleet) yang
terletak di Sevastopol, Krimea. Pelabuhan di Sevastopol akan memberikan
Rusia akses ke Laut Mediterania, di mana Laut Mediterania yang mengalir ke
Arab akan mewujudkan kebijakan keamanan maritim yang ekspansif.
Tabel IV.B3.4 Skor Global Terrorism Index Rusia dan Eurasia pada
tahun 2002 – 2018157
157 Institute for Economic and Peace, Global Terrorism Index 2019: Measuring the Impact of
the Terrorism [Laporan Online] hlm 42.Diakses melalui https://www.visionofhumanity.org/wp-
content/uploads/2020/11/GTI-2019-web.pdf dilihat pada 3 Oktober 2020.
97
Sumber: Institute for Economic and Peace, Global Terrorism Index 2019:
Measuring the Impact of the Terrorism.
Menurut Rusia, pelabuhan Tartus adalah kunci untuk menangani
terorisme yang mengglobal, karena pelabuhan ini akan membantu mencegah
efek tumpahan terorisme ke lingkungan Eurasia. Jika dilihat pada tabel di atas,
maka sampai tahun 2018, hanya indeks terorisme Tajikistan yang memburuk.
Negara Eurasia lainnya memiliki indeks terorisme yang tidak seburuk
Tajikistan, tetapi pertumbuhan terorisme tetap ada meskipun hanya sedikit.
Sehingga, pelabuhan Tartus akan memungkinkan Rusia untuk mengontrol
perairan Mediterania di sekitar pesisir Suriah untuk mewujudkan kepentingan
ekonomi dan militer.
Namun, selama empat tahun terakhir, serangan-serangan oleh
kelompok terorisme yang berafiliasi dengan IS telah meningkat. Dari hampir
2.500 serangan antara tahun 2002 dan 2018, sekitar 700 pelaku telah diketahui.
Dalam 64% dari kasus tersebut, atau lebih dari 450 insiden, serangan tersebut
dikaitkan dengan salah satu dari tiga kelompok separatis di Rusia atau Ukraina,
dan juga 'pemberontak Chechnya'. Jika dinyatakan bahwa pelabuhan Tartus
hanya merupakan kepentingan Rusia semata, maka jangan melupakan fakta
bahwa Rusia juga telah kehilangan ribuan warganya akibat serangan teroris dan
memiliki lebih dari 5.000 warga negara yang bertempur di Suriah.158
158 Michael Kofman dan Matthew Rojansky, JD, What Kind of Victory for Russia in Syria
(Military Review, Maret-April 2018) Hlm 14.
98
Pada Desember tahun 2017, Rusia menandatangani kontrak 49 tahun di
Pelabuhan Tartus yang sampai saat ini masih dalam tahap peningkatan sampai
menjadi sebuah pangkalan yang dapat sepenuhnya digunakan. Kesepakatan ini
dapat diperpanjang secara otomatis untuk 25 tahun selanjutnya jika kontrak 49
tahun pertama sudah habis. Suriah menyetujui hal ini dengan harapan agar
Rusia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam forum ekonomi yang dikelola
Rusia, yaitu Uni Ekonomi Eurasia (EEU). Sehingga Suriah dapat mengakses
pasar bebas dan memperbaiki perekonomian negaranya. Kepentingan ini bukan
hanya kepentingan satu pihak dari Suriah, Rusia pun turut mengusahakan
tercapainya kepentingan tersebut untuk memulihkan perekonomian Suriah 159
Berkaitan dengan negara-negara Eropa, Pelabuhan Tartus sangat
membantu keamanan Rusia karena pelabuhan tersebut dapat memberikan Rusia
pengaruh untuk membuat keputusan yang bijaksana dengan
mempertimbangkan NATO, di mana dalam hal ini NATO menggunakan laut
yang sama untuk mengatasi ancaman terorisme. Rusia mengetahui bahwa
pembangunan pangkalan Tartus akan memungkinkan Rusia untuk lebih
proaktif tentang komitmennya di sekitar laut Mediterania. Komitmen ini Rusia
tunjukkan melalui keterlibatannya dalam proses perdamaian Astana untuk
Suriah. Dapat dikatakan, Rusia telah menggunakan kehadirannya di
159 Jay Mens, Footing the Bill: Russian and Iranian Investment and American Withdrawal in
Syria [Jurnal Online] (European, Middle Eastern, & African Affairs, Musim Dingin 2019) hlm.80
Diakses melalui https://www.airuniversity.af.edu/Portals/10/JEMEAA/Journals/Volume-01_Issue-
2/JEMEAA_01_2_Mens.pdf dilihat pada 4 Oktober 2020
99
pembicaraan damai Astana untuk menangani kepentingan nasional Rusia
daripada sekedar melindungi rezim Assad.
Sebuah artikel yang ditulis oleh Tanvi Chauhan menyatakan bahwa,
Rusia sangat menghargai aset-asetnya di Timur Tengah untuk mendorong
kesepakatan konsensual dengan pemain regional utama yang memiliki dampak
abadi pada keamanan Rusia di wilayah lain. Oleh karena itu, pelabuhan Tartus
lebih dari sekedar penempatan fisik Angkatan Laut Suriah. Pelabuhan ini
adalah gerbang bagi masuknya Rusia ke dalam konsensus kekuasaan dan sistem
keamanan di Timur Tengah.160
4. Kepentingan Sekunder: Mengamankan Akses Sumber Daya untuk
Reformasi Ekonomi Rusia
Kepentingan Sekunder Rusia di Suriah masih berkaitan dengan serangkaian
sanksi ekonomi yang diberikan kepada Rusia atas krisis Ukraina dan aneksasi Krimea
pada tahun 2014. Tanpa reformasi ekonomi, kemungkinan perekonomian Rusia akan
terus stagnan dan Rusia mungkin tidak dapat memperluas atau bahkan
mempertahankan tingkat keterlibatan politik dan militernya saat ini di Suriah. Jika
Rusia tidak menyelesaikan persoalan ekonomi di negaranya, maka Kepentingan
sSekunder ini akan menjadi kepentingan vital di masa depan.
160 Tanvi Chauhan, Why Are Warm-Water Ports Important to Russia Security: The Cases of
Sevastopol and Tartus Compared [Jurnal online] hlm. (European, Middle Eastern, & African Affairs,
Musim Semi 2020) Hlm. 71. Diakses melalui
https://www.airuniversity.af.edu/Portals/10/JEMEAA/Journals/Volume-02_Issue-1/Chauhan.pdf dilihat pada 4 Oktober 2020
100
Dengan melakukan intervensi militer untuk menyelamatkan Bashar al-Assad di
Suriah, Rusia menunjukkan tekad politik dan kekuatan militer yang berkontribusi
untuk meningkatkan posisinya di Timur Tengah. Sehingga citra Rusia di wilayah
tersebut semakin kuat karena telah dipandang sebagai aktor kunci dengan kapasitas
untuk menengahi konflik. Peranan dominan Rusia dalam negosiasi perdamaian Astana
telah memenangkan kembali sebagian besar teritori Suriah bagi Assad dan mengasah
peran mediator dalam dirinya sendiri. Semua ini memberikan Rusia pintu masuk untuk
memperkuat kehadiran militer di wilayah ini secara lebih permanen.
Untuk memajukan kepentingan geopolitik dan ekonominya, Rusia
memanfaatkan kerja sama energi dengan negara lain di Timur Tengah dengan harapan
dapat meraup keuntungan dari dukungannya terhadap rezim Assad karena Rusia
memenangkan hak eksklusif untuk membangun sektor minyak dan gas Suriah yang
membawa keuntungan besar bagi perusahaan energi Rusia. Dengan mempertahankan
Tartus sebagai pangkalan angkatan laut, kapal Rusia dapat tinggal di Mediterania tanpa
perlu kembali ke pelabuhan Laut Hitam di Sevastopol untuk melakukan servis.161
Kesepakatan fasilitas pelabuhan Tartus oleh Rusia dan Suriah pada tahun 2017
dimanfaatkan Rusia untuk mengembangkan tambang fosfat di dekat situs Palmyra.162
161 Zaki Shaikh, Moscow's Maneuvres for Mediterranean Bases & ME Markets [Laporan
Online] (Al Jazeera Centre for Studies Report, 2 April 2020) Diakses melalui
https://studies.aljazeera.net/sites/default/files/articles/documents/2020-
04/Moscow%27s%20Maneuvres%20for%20Mediterranean%20Bases%20%26%20ME%20Markets_2
.pdf dilihat pada 5 Oktober 2020. 162 Julien Barnes-Dacey, Chapter 3: Geo-Politics of Reconstruction: Who Will Rebuild Syria
and Pay for It? (Italy: Rebuilding Syria: The Middle East’s Next Power Game?, ISPI, September 2019)
hlm.65.
101
Pada tahun yang sama perusahaan energi Rusia, Stroytransgaz, telah menyelesaikan
pembangunan pabrik gas dan memulai penggalian tambang fosfat. Pelabuhan Tartus
merupakan pelabuhan yang melayani kapal dagang dan kapal militer, pelabuhan ini
dikenal sebagai full-service port karena hal itu.
Selain itu, Rusia telah menumbuhkan sekutu ekonomi dan politiknya dengan
rekan pembicaraan damai Astana yaitu, Iran dan Turki. Sehingga, mereka dapat disebut
sebagai mitra regional. Dari aspek ekonomi Rusia melakukan intervensi ke Suriah
karena mengetahui Suriah berada di kawasan yang merupakan produsen utama energi-
energi dunia, negara-negara ini memiliki potensi untuk menjadi pesaing atau mitra
perekonomian Rusia. Shared common interest akan membantu Rusia menjaga harga
minyak dan mengatur persaingan di pasar gas alam.163
Baik Rusia dan Iran, keduanya sama-sama bermusuhan dengan AS dan selama
bertahun-tahun perekonomian kedua negara tersebut telah mengalami sanksi yang
dijatuhkan oleh AS. Iran mencari dukungan Rusia untuk melawan efek dari sanksi AS
sedangkan Rusia berupaya untuk meningkatkan pengaruhnya melalui perdagangan,
transfer teknologi, dan mengamankan akses ke rute udara, laut, dan darat.
163 Dr. Abdulrahman Al-Fawwaz, Russian intervention in the Middle East: Political and
Economic Dimensions (Journal of Studies in Social Sciences, Vol. 17 No.2, 2018) Hlm 123
102
Gambar IV.3 Koridor Transportasi Utara – Selatan164
Sumber: M. Fayez Farhat, North-South Corridor: The Limits of Iranian Power,
Journal for Iranian Studies, 2018
Melalui gambar di atas, garis berwarna biru adalah jalur lama Koridor
Transportasi Utara-Selatan. Garis merah adalah jalur baru Koridor Transportasi Utara-
Selatan. Rusia dan Iran mengembangkan jalur baru Koridor Transportasi Utara-Selatan
agar memungkinkan ekspor Rusia melalui akses kereta api ke Teluk Persia melalui
Iran, sehingga mengurangi waktu ekspor dan dapat mencapai pasar India dan Teluk.
164 Mohammad Fayez Farhat, North-South Corridor: The Limits of Iranian Power [Jurnal
online] (Journal for Iranian Studies, tahun 2, Issue 7, Juni 2018) hlm. 26. Diakses melalui
https://rasanah-iiis.org/english/wp-content/uploads/sites/2/2018/12/North-South-Corridor-The-Limits-
of-Iranian-Power.pdf dilihat pada 10 Oktober 2020.
103
Sedangkan Rusia dan Turki, keduanya ingin diakui sebagai penjamin
perdamaian di Suriah agar dapat mengambil posisi tawar menawar yang lebih baik
dalam menghadapi pemain regional dan kekuatan global. Di atas semua itu, bidang
energi telah memberi pelumas bagi tuas interaksi kedua negara dengan peresmian pipa
gas Turkstream pada 9 Januari 2020 dari Rusia ke Turki. Turki menjadi pelanggan
penting bagi Gazprom – nama sebuah perusahaan industri di Rusia – Turki bercita-cita
untuk mendapatkan posisi sebagai pusat energi ke Eropa dan memandang Rusia
sebagai salah satu mitra utamanya.
Gambar IV.4 Jalur Gas Turkstream165
165 Simon Pirani, Jack Sharples, et al.,, Oxford Institute for Energy Studies, Implications of the
Russia-Ukraine gas transit deal for alternative pipeline routes and the Ukrainian and European
markets [Jurnal online] (Energy Insight: 65, 2020) hlm. 7 Diakses melalui
https://www.oxfordenergy.org/wpcms/wp-content/uploads/2020/03/Insight-65-Implications-of-the-
Russia-Ukraine-gas-transit-deal-for-alternative-pipeline-routes-and-the-Ukrainian-and-European-
markets.pdf dilihat pada 6 Oktober 2020.
104
Sumber: Simon Pirani et.al, Implications of the Russia-Ukraine gas transit deal for
alternative pipeline routes and the Ukrainian and European markets, Energy Insight:
65, 2020.
Melalui gambar di atas, garis ungu adalah garis yang menghubungkan stasiun
kompresor Beregovaya dekat Anapa di pantai Rusia dengan terminal penerima di
Kiyikoy di pantai Laut Hitam Turki serta dua jaringan pipa darat. Turkstream sesuai
dengan kepentingan geopolitik dan ekonomi Rusia serta memungkinkan pasokan gas
Rusia mencapai Eropa melewati Ukraina. Keuntungan tersebut memungkinkan
produsen gas utama Rusia, Gazprom untuk mempertahankan posisi yang mendominasi
di pasar gas Eropa.166
166 Simon Pirani, Jack Sharples, et al.,, Oxford Institute for Energy Studies, Implications of the Russia-Ukraine gas transit deal for alternative pipeline routes and the Ukrainian and European markets [Jurnal online] (Energy Insight: 65, 2020) hlm. 7 Diakses melalui https://www.oxfordenergy.org/wpcms/wp-content/uploads/2020/03/Insight-65-Implications-of-the-Russia-Ukraine-gas-transit-deal-for-alternative-pipeline-routes-and-the-Ukrainian-and-European-markets.pdf dilihat pada 6 Oktober 2020.
106
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komitmen paling tinggi yang pernah Rusia lakukan untuk melindungi
kepentingan nasionalnya di Suriah adalah intervensi militer pada tahun 2015.
Beberapa tahun setelahnya Rusia mulai mendominasi proses perdamaian
Suriah untuk mempertahankan komitmennya di wilayah tersebut. Astana Peace
Talks telah menjadi bagian terpenting dalam pembentukan strategi keamanan
nasional Rusia pada tahun 2017 – 2019.
Pembicaraan damai yang juga melibatkan Turki dan Iran ini telah
mendapat dukungan dari PBB melalui Resolusi DK-PBB 2336 yang diadopsi
pada tanggal 31 Desember 2016. Pada dasarnya, Astana Peace Talks
merupakan salah satu strategi yang bertujuan untuk mendorong kemunculan
berbagai kelompok oposisi yang akan menyetujui kompromi dari pemerintah
Suriah di kemudian hari. Akan tetapi, keterlibatan Rusia pada proses
perdamaian Astana di Suriah menjumpai sejumlah tantangan yang
memengaruhi kredibilitasnya sebagai satu-satunya pemeran peace broker di
Suriah. Tantangan tersebut antara lain: Pertumbuhan ekonomi Rusia yang
tidaks stabil pada awal pelaksanaan Astana Peace Talks; Hubungan Rusia dan
Turki yang penuh ambivalensi selama periode Astana Peace Talks; dan
partisipasi pihak oposisi yang tidak menentu dalam Astana Peace Talks.
107
Hadirnya tantangan-tantangan tersebut membuat Astana Peace Talks
tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah wadah pembicaraan damai yang
berjalan dengan mulus. Karena sulit bagi Rusia untuk selalu merangkul semua
pihak yang terlibat dalam konflik Suriah secara adil tanpa mengorbankan
kepentingan nasionalnya sendiri. Meskipun begitu, Rusia tetap bersikeras untuk
menjadi negara penjamin pada proses perdamaian Astana dan berpartisipasi
aktif selama tiga tahun pembicaraan ini berlangsung (2017 – 2019).
Jika dilihat melalui kacamata Realisme, jelas bahwa Rusia memiliki
kepentingan untuk mencapai kekuasaan yang tinggi di kawasan Timur Tengah
melalui Suriah. Rusia menggunakan modal politik yang ia kumpulkan sejak
intervensi pada tahun 2015 untuk mengadopsi peran peace broker dan
menujukkan bahwa Rusia dapat menjadi alternatif aliansi baru yang dapat
diandalkan selain Amerika Serikat. Dengan demikian, Rusia dapat
menghasilkan strategi-strategi yang lebih efektif untuk mengejar kepentingan
nasionalnya.
Kepentingan nasional Rusia yang pertama adalah kepentingan vital
yaitu proteksi terhadap wilayah Ukraina dan Krimea. Kepentingan ini secara
spesifik menargetkan pemberian konsesi oleh Rusia ke Suriah sebagai imbalan
atas konsesi yang seharusnya bisa Rusia dapatkan pada isu Ukraina dan
Krimea. Dunia internasional mempercayai bahwa keterlibatan Rusia di Astana
Peace Talks adalah untuk menjadikan Suriah sebagai alat tawar menawar
dengan negara-negara Barat yang memberikannya sanksi ekonomi dan isolasi
108
diplomatik pada tahun 2014. Dengan demikian, peran peace broker juga akan
membantu Rusia melindungi kepentingannya di wilayah Ukraina dan Krimea.
Kepentingan vital yang kedua adalah mencegah timbulnya militan
Islam di dalam Rusia. Sebagai salah satu subjek federal Rusia, Chechnya tidak
memiliki reputasi yang baik di mata pemerintah Rusia. Chechnya memiliki
hubungan dekat dengan jaringan-jaringan Islamis Timur Tengah seperti al-
Qaeda atau bahkan ISIS sejak peristiwa separatisme antara Rusia dan
Chechnya. Kepentingan ini menjadi vital karena mengancam terjadinya
integrasi negara apabila pejuang-pejuang tersebut kembali ke Chechnya dan
menyebarkan paham-paham Islam radikal. Rusia menggunakan pengaruhnya
di Astana peace talks untuk menjangkau dan bernegosiasi dengan pihak oposisi
yang memiliki dukungan orang-orang Chechnya. Dengan demikian, Rusia
memiliki kesempatan untuk melakukan kompromi dengan pihak oposisi dan
meyakinkan bahwa hanya ada satu musuh di Suriah, yaitu kelompok-kelompok
jihadis Islam, bukan pemerintahan Assad.
Kepentingan yang ketiga adalah peningkatan kekuatan angkatan laut di
pelabuhan Tartus. Pelabuhan Tartus memungkinkan Rusia untuk mengontrol
kekuatan di perairan Mediterania, tepatnya di sekitar pesisir Suriah untuk
mewujudkan kepentingan ekonomi dan militer. Peningkatan angkatan laut di
Tartus juga menjadi kunci untuk menangani terorisme yang meng-global sebab
pelabuhan ini akan membantu mencegah efek tumpahan terorisme ke
lingkungan Eurasia.
109
Peningkatan angkatan laut di pelabuhan Tartus juga dianggap sebagai
salah satu asset penting bagi Rusia untuk mendorong kesepakatan konsensual
dengan pemain regional utama yang memiliki dampak permanen bagi kemanan
Rusia di wilayah lain, yaitu di Krimea dan juga Ukraina. Tidak hanya itu,
perannya sebagai peace broker juga dapat menjadi alat tawar menawar yang
kuat dengan negara-negara NATO, karena NATO juga menggunakan laut
Mediterania untuk mengatasi ancaman terorisme. Sehingga kesepakatan antara
Rusia dan Suriah yang berkaitan dengan pelabuhan Tartus akan memberikan
keuntungan jangka panjang bagi Rusia.
Kepentingan yang keempat adalah kepentingan sekunder yang
berkaitan dengan pengamanan engamankan akses sumber daya untuk reformasi
ekonomi rusia. Serangkaian sanksi ekonomi dan isolasi diplomatik yang
diberikan kepada Rusia pada tahun 2014 menyebabkan perekonomiannya
terpuruk. Dengan memanfaatkan hubungan bilateral yang membaik sejak
bergabung dalam Astana Peace Talks, Rusia berhasil membuat keepakatan
dengan Iran dan Turki. Dengan Iran, Rusia berhasil membuat kesepakatan
untuk mengembangkan Koridor Transportasi Utara-Selatan yang akan
memungkinkan ekspor Rusia melalui akses kereta api ke Teluk Persia melalui
Iran, sehingga mengurangi waktu ekspor dan dapat mencapai pasar India dan
Teluk. Dengan Turki, kedua negara berhasil membuat kesepakatan di bidang
energi antara Turkstream dan Gazprom. Kesepakatan ini memungkinkan
110
produsen gas Rusia dapat mempertahankan posisi yang mendominasi di pasar
gas Eropa.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penelitian ini. Salah satu kekurangan dari penelitian ini adalah kurangnya
sumber data primer yang didapatkan langsung dari pejabat pemerintahan Rusia
yang mengikuti Astana Peace Talks ataupun data mendetail yang seharusnya
bisa didapatkan dari Kedutaan Besar Rusia di Indonesia. Meskipun demikian,
penelitian dengan sumber data sekunder melalui studi pustaka ini diharapkan
dapat menjadi awal yang cukup baik bagi penelitian selanjutnya. Penulis juga
berharap bahwa penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lain yang
ingin membahas mengenai kepentingan nasional Rusia melalui Astana Peace
Talks di Suriah.
111
DAFTAR PUSTAKA Buku
Burchill, Scott. 2005. The National Interest in International Relations Theory. New
York: Palgrave Macmillan.
Cresswell, John W. 2014. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches. Amerika Serikat: SAGE Publications Ltd.
Morgenthau, Hans J. 1952. "Great Debate: The National Interest of the United States."
American Political Science Review Volume 46 No.4.
—. 1962. The Impasse of American Foreign Policy. Chicago and London: University
of Chicago Press.
—. 1964. The Restoration of American Politics. Chicago: University of Chicago Press.
Morgenthau, Hans. 1954. Politics Among Nations: The Struggle for Power and Peace.
New York: Knopf.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Artikel Jurnal
Aboultaif, Eduardo Wassin. 2016. "Regional and International Factors that Prolong the
Syrian Crisis, Syrian Mutations the Random & The Purposeful." Syria Studies
Volume 8 No. 2 1 - 11.
Ahmed, Zeinab. 2018. "Russian Role in Syria in the Light of its Strategy Towards the
Middle East." Eurasian Journal of Social Sciences Vol. 6 No. 3 38 - 48.
Al-Fawwaz, Dr. Abdulrahman. 2018. "Russian intervention in the Middle East:
Political and Economic Dimensions." Journal of Studies in Social Sciences
Volume 17, Number 2 112-136 .
Cengiz, Sinem. 2020. "Assessing the Astana Peace Process for Syria: Actors,
Approaches, and Differences ." Contemporary Review of the Middle East 1 -
15.
Christopher Phillips & Morten Valbjørn. 2018. “What is in a Name?’: The Role of
(Different) Identities in the Multiple Proxy Wars in Syria” Small Wars &
Insurgencies Volume 29 No.3, Routledge Journal 414 – 433.
Dabrowski, Marek. 2019. "Factors determining Russia’s long-term growth rate."
Russian Journal of Economics Vol. 5 328 - 253.
112
Ersen, Emre. 2017. "Evaluating the Fighter Jet Crisis in Turkish - Russian Relations."
Insight Turkey Vol.9 No.4 85 - 103.
Habets, Ingrid. 2016. "Obstacles to a Syrian Peace: The Interference of interests."
European View 77 - 85.
Hinnebusch, Raymond. 2020. "The Battle over Syria’s Reconstruction." Global Policy
Vol. 11 Issue 1 113 - 123.
Holland, Jack. 2020. "The Syrian Civil War." In Selling War and Peace: Syria and the
Anglosphere, by Jack Holland, 17 - 50. Inggris: Cambridge University Press.
Hove, Mediel dan Darlington Mutanda. 2014. "The Syrian Conflict 2011 to the Present:
Challenges and Prospects." Journal of Asian and African Studies 1 - 12.
Ignacio Alvarez-Ossorio, The Sectarian Dynamics of The Syrian Conflict (The Review
of Faith & International Affairs, 17:2, 47-58, 2019) 47 – 58.
Kainikara, Sanu. 2018. "Chapter 6: The Russian Military Campaign." In In the Bear’s
Shadow: Russian Intervention in Syria, by Sanu Kainikara, 81 - 96. Australia:
Air Power Development Centre.
Karim, Sajid. 2016. "Syrian Crisis: Geopolitics and implications." Biiss Journal
Volume 37, No.2 107-132.
Khan, Hafeez Ullah dan Waseem Khan. 2017. "Syria: History, the Civil War, and
Peace Prospect." Journal of Political Studies Vol.24, Issue 2 587 - 601.
Kofman, Michael dan Matthew Rojansky. 2018. "What Kind of Victory for Russia in
Syria." Military Review 6 - 23.
Kozhanov, Nikolay. 2016. "Why is Syria so Important? Moscow’s Vision of its Tasks
in Syria Prior to the Beginning of Russian Military Deployment." Russia and
the Syrian Conflict 43 - 58.
Kurowska, Xymena dan Anatoly Reshetnikov. 2018. "Xymena Kurowska dan Anatoly
Reshetnikov, Neutrollization: Neutrollization: Industrialized trolling as a pro-
Kremlin strategy of desecuritization." Security Dialogue Vol.49 Issue 5 1 - 19.
Luke Glanville, How Are We to Think about the 'National Interest'? (AQ: Australian
Quarterly Vol. 77, No. 4,2005) hlm. 33 – 37
Marleku, MSc. Alfred. 2013. "National Interest and Foreign Policy: The Case of
Kosovo ." Mediterranean Journal of Social Sciences Vol. 4 No.3 405 - 420.
Notte, Hanna. 2020. "The United States, Russia, and Syria’s Chemical Weapons: a Tale
of Cooperation and Its Unraveling." The Nonproliferation Review 1 - 24.
113
Olanrewaju, Faith dan Segun Joshua. 2015. "The Diplomatic Dimensions of the Syrian
Conflict." Jadavpur Journal of International Relations, Volume 19 No. 1 43 -
63.
Phillips, Christopher & Morten Valbjørn. 2018. "‘What is in a Name?’: The Role of
(Different) Identities in the Multiple Proxy Wars in Syria." Small Wars &
Insurgencies Volume 29 No.3 414 - 433.
Rocha, Douglas de Quadros dan Isabela Souza Julio. 2016. "The Peace Talks On The
Syrian Conflict: Main Developments And Differences Between The Vienna
(2015) And Geneva iii (2016) Meetings." Boletim de Conjuntura Nerint, Porto
Alegre Vol. 1 No. 1 1 - 95.
Schwab, Regine. 2018. "Insurgent courts in civil wars: the three pathways of
(trans)formation in today’s Syria (2012-2017) ." Small Wars & Insurgencies
Volume 29 No. 4 801 - 826.
Shinar, Chaim. 2018. "Chechens: Freedom Fighters or Terrorists?" European Review,
Vol. 27, No. 1 131 - 142.
Stepanova, Ekaterina. 2018. "Russia’s Syria Policy: The Hard Path of Military
Disengagement." PONARS Eurasia Policy Memo No.511 1-17.
Steven J. Taylor, Robert Bogdan dan Marjorie L. DeVault. 2016. Introduction to
Qualitative Research Methods. Kanada: John Wiley & Sons.
Tomasz Wójtowicz, Izabela Barsznica, dan Kamil Drąg. 2018. “The Influence of
Russian Military Involvement in The War in Syria” War Studies University
Scientific Quarterly no. 2(111) 85 - 99
Manan, Munafrizal. 2015. "Foreign Policy and National Interest: Realism and Its
Critiques." Global & Strategis, Th. 9, No. 2 175 - 189.
Database dan Jurnal Online
Cafarella, Jennifer dan Jason Zhou. 2019. Russia’s Dead-end Diplomacy in Syria.
November. Accessed August 30, 2020.
http://www.understandingwar.org/sites/default/files/ISW%20Report%20-
%20Russia%E2%80%99s%20Dead-End%20Diplomacy%20in%20Syria%20-
%20November%202019.pdf.
Chauhan, Tanvi. 2020. "Why Are Warm-Water Ports Important to Russia Security:
The Cases of Sevastopol and Tartus Compared." airuniversity.af.edu. Accessed
October 4, 2020.
114
https://www.airuniversity.af.edu/Portals/10/JEMEAA/Journals/Volume-
02_Issue-1/Chauhan.pdf
Dabrowski, Marek dan Antoine Mathieu Collin. 2019. Russia’s Growth Problem .
Februari. Accessed September 4, 2020. https://www.bruegel.org/wp-
content/uploads/2019/02/PC-04_2019.pdf
Kedutaan Besar Republik Indonesia. n.d. Profil Suriah. Accessed Oktober 6, 2020.
https://kemlu.go.id/damascus/id/pages/sekilas_suriah_/108/etc-menu
Liotta, Dr. P. H. 2003. "Research & Debate—Still Worth Dying For: National Interests
and the Nature of Strategy." digital-commons.usnwc.edu. Accessed August 15,
2020. https://digital-commons.usnwc.edu/nwc-review/vol56/iss2/10/.
Lund, Aron. 2016. “The Road to Geneva: the Who, When, and How of Syria’s Peace
Talks” Accessed January 7 2021 https://carnegie-mec.org/diwan/62631 dilihat
pada 7 Januari 2021.
Lundgren, Magnus. 2015. "Peacemaking in Syria: Barriers and Opportunities."
researchgate.net. Accessed July 5, 2020.
https://www.researchgate.net/publication/283892529_Peacemaking_in_Syria_
Barriers_and_Opportunities.
Lundgren, Magnus. 2016. “Mediation in Syria: Initiatives, strategies, and obstacles,
2011-2016” Accessed January 7 2021
https://zenodo.org/record/895893#.X_YM99gzZPY
Mens, Jay. 2019. "Footing the Bill: Russian and Iranian Investment and American
Withdrawal in Syria." airuniversity.af.edu. Accessed October 4, 2020.
https://www.airuniversity.af.edu/Portals/10/JEMEAA/Journals/Volume-
01_Issue-2/JEMEAA_01_2_Mens.pdf
Official Internet Resources of The President of Russia. 2015. 70th session of the UN
General Assembly. September 25. Accessed March 20, 2020.
http://en.kremlin.ru/events/president/news/50385.
Peace Agreement Access. 2017. Joint Statement by Iran, Russia, Turkey on The
International Meeting on Syria in Astana. January 24. Accessed September 20,
2020. https://www.peaceagreements.org/viewmasterdocument/2092
Pirani, Simon dan Jack Sharples. 2020. "Oxford Institute for Energy Studies,
Implications of the Russia-Ukraine gas transit deal for alternative pipeline
routes and the Ukrainian and European markets." Oxford Institute for Energy
Studies. Accessed October 6, 2020. https://www.oxfordenergy.org/wpcms/wp-
content/uploads/2020/03/Insight-65-Implications-of-the-Russia-Ukraine-gas-
115
transit-deal-for-alternative-pipeline-routes-and-the-Ukrainian-and-European-
markets.pdf.
Rathmell, Andrew. 1996. "Syria's Intelligence Services: Origins and Development."
Journal.lib.unb.ca. Accessed April 18, 2020.
https://journals.lib.unb.ca/index.php/JCS/article/view/11815
Reghunadhan, Ramnath. 2017. The Impact of “De-escalation” Zones in Syria. May
29. Accessed September 23, 2020. www.capsindia.org
Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs. 2016. Joint Statement by Iran, Russia,
Turkey on Agreed Steps to Revitalize the Political Process to End the Syrian
Conflict. December 20. Accessed July 10, 2020. http://www.mfa.gov.tr/joint-
statement-by-the-foreign-ministers-of-the-islamic-republic-of-iran_-the-
russian-federation-and-the-republic-of-turkey-on-agreed-steps-to-revitalize-
the-political-process-to-end-the-syrian-conflict_-20-december-2016_-
moscow.en.m.
Republic of Turkey: Ministry of Foreign Affairs. 2017. Press Release regarding the
Conclusions of the 8th High Level Astana Meeting No: 396 . December 22.
Accessed August 30, 2020. http://www.mfa.gov.tr/no_-396_-sekizinci-yuksek-
duzeyli-astana-toplantisinin-sonuclari-hk_en.en.mfa.
Roskin, Michael G. 1994. "National Interest: From Abstraction to Strategy."
armywarcollege.edu. May 20. Accessed August 10, 2020.
https://publications.armywarcollege.edu/pubs/1656.pdf.
Samuel Charap, Elina Treyger, dan Edward Geist. 2019. Understanding Russia’s
Intervention in Syria. Accessed January 6 2021
https://www.rand.org/pubs/research_reports/RR3180.html
The Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation. 2018. Final statement of
the Congress of the Syrian national dialogue . January 30. Accessed Agustus
30, 2020. https://www.mid.ru/en/web/guest/maps/sy/-
/asset_publisher/9fcjSOwMERcf/content/id/3046246
The White House. 2011. “Executive Order 13582-- Blocking Property of the
Government of Syria and Prohibiting Certain Transactions with Respect to
Syria”. Acessed January 6 2021 https://obamawhitehouse.archives.gov/the-
press-office/2011/08/18/executive-order-13582-blocking-property-
government-syria-and-prohibiting
United Nations General Assembly. 2012. "Resolution adopted by the General
Assembly on 27 July 2012 ." un.org. September 11. Accessed Juli 5, 2020.
https://www.un.org/en/development/desa/population/migration/generalassemb
ly/docs/globalcompact/A_RES_66_288.pdf.
116
United Nations Meetings Coverage and Press Releases. 2018. Raising Alarm over
Possible Space Wars. October 24. Accessed August 30, 2020.
https://www.un.org/press/en/2018/gadis3609.doc.htm
—. 2019. Security Council Failing Thousands of People Detained. August. Accessed
August 20, 2020. https://www.un.org/press/en/2019/sc13913.doc.htm
United Nations Security Council. 2015. "Resolution 2254 Middle East (Syria)." United
Nations Security Council Web Site. December 18. Accessed March 15, 2020.
http://unscr.com/en/resolutions/doc/2254.
—. 2016. "Resolution 2336 The Situation in the Middle East (Syria)." United Nations
Security Council. December 31. Accessed March 15, 2020.
http://unscr.com/en/resolutions/doc/2336.
Weiss, Andrew et. al. 2019. “Lessons from U.S. and Russian Operations in Syria”
Accessed January 7 2021
https://carnegieendowment.org/files/Weiss_Ng_U.S.-Russia_Syria-final1.pdf
Laporan Online Resmi
Arab Center for Research and Policy Studies. 2016. Geneva Round III: a Peace
Process Strangled at Birth. Assessment Report, Doha: Assessment Report
Policy Analysis Unit – ACRPS.
https://www.dohainstitute.org/en/lists/ACRPS-
PDFDocumentLibrary/Assessment_Report_on_the_Geneva_III_Talks_Syria.
Asseburg, Muriel dan Heiko Wimmen. 2012. Civil War in Syria External Factors and
Interests as Drivers of Conflict. Working Paper, Jerman: SWP Comments 43. https://www.iemed.org/observatori-es/arees-danalisi/arxius-
adjunts/anuari/iemed-
2013/Asseburg%20Syria%20Geopolitical%20Implications%20EN.pdf
Barnes-Dacey, Julien. 2019. Chapter 3: Geo-Politics of Reconstruction: Who Will
Rebuild Syria and Pay for It? . Report, Italy: ISPI.
https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/ispi_report_rebuilding_s
yria_2019_0.pdf
Bechev, Dimitar. 2018. "Issue Chaillot Paper no.146." iss.europa.eu. July. Accessed
April 5, 2020.
https://www.iss.europa.eu/sites/default/files/EUISSFiles/CP_146.pdf.
Daher, Joseph. 2019. "Chapter 2: Beyond Physical Reconstruction: Planning a Stable
and Prosperous Post-War Syria." In Rebuilding Syria: The Middle East’s Next
117
Power Game?, by Eugenio Dacrema and Valeria Talbot eds., 35 - 58. Milan:
ISPI dan Atlantic Council.
https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/ispi_report_rebuilding_s
yria_2019_0.pdf
Daher, Joseph. 2018. The Political Context of Syria’s Reconstruction: A Prospective in
Light of a Legacy of Unequal Development. Working Paper, Milan: European
University Institute.
https://cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/60112/MED_2018_05.pdf?seque
nce=4
European Asylum Support Office. 2019. Syria: Security Situation. Country of Origin
Information Report, Denmark: European Asylum Support Office Report.
https://www.easo.europa.eu/news-events/easo-publishes-coi-report-syria-
security-situation-2020
Farhat, Mohammad Fayez. 2018. "North-South Corridor: The Limits of Iranian
Power." rasanah-iiis.org. June. Accessed October 10, 2020. https://rasanah-
iiis.org/english/wp-content/uploads/sites/2/2018/12/North-South-Corridor-
The-Limits-of-Iranian-Power.pdf.
Geneva International Centre for Justice. 2017. "Syrian Civil War: Six Years into the
Worst Humanitarian Tragedy Since WWII." gicj.org. June. Accessed March
20, 2020. https://www.gicj.org/images/2016/pdfs/Final-Report-Syria_June-
2017.pdf.
Halbach, Uwe. 2018. Chechnya’s Status within the Russian Federation. Research
paper, Berlin: SWP. https://www.swp-
berlin.org/fileadmin/contents/products/research_papers/2018RP02_hlb.pdf
Human Rights Watch. 2020. Targeting Life in Idlib: Syrian and Russian Strikes on
Civilian Infrastructure accessed
https://www.hrw.org/report/2020/10/15/targeting-life-idlib/syrian-and-
russian-strikes-civilian-infrastructure
Institute for Economic and Peace. 2019. Global Terrorism Index 2019: Measuring the
Impact of the Terrorism. Index Report, Sydney: Institute for Economic and
Peace. https://www.visionofhumanity.org/wp-content/uploads/2020/11/GTI-
2019-web.pdf
Khouri, Rami G. 2020. The Implications of The Syrian War for New Regional Orders
in the Middle East. Working Papers, Menara Working Papers No. 12, European
Union’s Horizons 2020 Research and Innovation.
https://www.iai.it/sites/default/files/menara_wp_12.pdf
118
Kortunov, Andrey. 2019. "Chapter 3: The Astana Model: Methods and Ambitions of
Russian Political Action." In The Mena Region: A Great Power Competition,
by Karim Mezran and Arturo Varvelli, 53 - 63. Italy: ISPI and Atlantic Council.
https://www.atlanticcouncil.org/in-depth-research-reports/report/the-mena-
region-a-great-power-competition/
Lasensky, Scott B. dan Vera Michlin-Shapir. 2019. "Chapter 9: Avoiding Zero-Sum:
Israel and Russia in an Evolving Middle East ." In The Mena Region: A Great
Power Competition, by Karim Mezran dan Arturo Varvelli eds., 141 - 158.
Italy: ISPI dan Atlantic Council. https://www.swp-
berlin.org/fileadmin/contents/products/fachpublikationen/Friedensgutachten_e
ngBeitragAsseburg.pdf
Lovotti, Chiara. 2019. "Chapter 4: Redistribution of Power in the Middle East:
Moscow’s Return in Syria." In The Mena Region: A Great Power Competition,
by Karim Mezran dan Arturo Varvelli, 65 – 78. Milan: ISPI and Atlantic
Council. https://www.atlanticcouncil.org/in-depth-research-reports/report/the-
mena-region-a-great-power-competition/
Mezran, Karim dan Arturo Varvelli. 2019. The MENA Region: A Great Power
Competition. Report, Milan: ISPI and Atlantic Council.
https://www.atlanticcouncil.org/in-depth-research-reports/report/the-mena-
region-a-great-power-competition/
Parker, John W. 2017. Putin’s Syrian Gambit: Sharper Elbows, Bigger Footprint,
Stickier Wicket. Strategic Report, Washington: National Defense University
Press.
https://inss.ndu.edu/Portals/68/Documents/stratperspective/inss/Strategic-
Perspectives-25.pdf
Syrian Network For Human Rights. 2017. The Syrian Regime Has Dropped Nearly
70,000 Barrel Bombs on Syria. Assessment Report, Syria: Syrian Network for
Human Rights.
https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/The_Syrian_Regime_H
as_Dropped_Nearly_70%2C000_Barrel_Bombs_en.pdf
Syrian Observatory for Human Rights. 2020. Syrian Revolution NINE years on:
586,100 persons killed and millions of Syrians displaced and injured. March
14. Accessed April 18, 2020. https://www.syriahr.com/en/157193/
Talbot, Valeria. 2019. Chapter 4: Turkey in Syria: Role, Interests and Challenges .
ISPI report, Italy: ISPI. https://www.atlanticcouncil.org/in-depth-research-
reports/report/the-mena-region-a-great-power-competition/
Turkmani, Rim and Mustafa Haid. 2016. "The Role of the EU in the Syrian Conflict."
securityintransition.org. May. Accessed 5 July, 2020.
119
http://www.securityintransition.org/wp-
content/uploads/2016/02/WP05_Syria_FinalEditedVersion.pdf.
Berita Online
Abdi, Mazloum. 2019. If We Have to Choose Between Compromise and Genocide, We
Will Choose Our People. Oktober 13. Accessed 16 Oktober, 2020.
https://foreignpolicy.com/2019/10/13/kurds-assad-syria-russia-putin-turkey-
genocide/
Al Jazeera News Agency. 2011. ‘Half a million’ protest on streets of Hama. Accessed
January 6 2021 https://www.aljazeera.com/news/2011/7/8/half-a-million-
protest-on-streets-of-hama
Al Jazeera. 2016. Syria’s war: HNC unveils road map for transition. Accessed January
7 2021 https://www.aljazeera.com/news/2016/9/8/syrias-war-hnc-unveils-
road-map-for-transition
Al Jazeera. 2017. Syria’s ‘De-escalation Zones’ Explained. July 4. Accessed
September 26, 2020. https://www.aljazeera.com/news/2017/05/syria-de-
escalation-zones-explained-170506050208636.html
Barnard, Anne dan Rick Gladstone. 2017. Russia Reaches Deal for Syria Safe Zones,
But Some Rebels Scoff. May 4. Accessed April 5, 2020.
https://www.nytimes.com/2017/05/04/world/middleeast/russia-iran-turkey-
syria-de-escalation-zones.html?smpr&_r=0
BBC News. 2019. Turkey's Syria offensive explained in four maps. October 14.
Accessed Oktober 4, 2020. https://www.bbc.com/news/world-middle-east-
49973218.
BBC News. 2019. Who are the Kurds?. Accessed January 8 2021 diakses melalui
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-29702440
Belenkaya, Marianna. 2019. Astana talks show Russia eager to keep plugging away at
Idlib. August 5. Accessed October 20, 2020. https://www.al-
monitor.com/pulse/originals/2019/08/russia-syria-turkey-astana-
talks.html#ixzz6WuDcJtVZ
Bill Roggio. 2014. ISIS announces formation of Caliphate, rebrands as ‘Islamic State’
accessed January 5 2021
https://www.longwarjournal.org/archives/2014/06/isis_announces_formation_
of_ca.php
120
Daily Sabah. 2020. Russia consolidates military power in northeast Syria. Accessed
January 2021 https://www.dailysabah.com/world/syrian-crisis/russia-
consolidates-military-power-in-northeast-syria?gallery_image=undefined#big
CNN Editorial Research. 2020. ISIS Fast Facts. Accessed January 6th 2021
https://edition.cnn.com/2014/08/08/world/isis-fast-facts/index.html
Cordall, Simon Speakman. 2019. Astana talks achieve mixed results although crucial
issues broached. August 3. Accessed August 30, 2020.
https://thearabweekly.com/astana-talks-achieve-mixed-results-although-
crucial-issues-broached
France24. 2018. Syria: the Astana peace process. Accessed January 8 2021
https://www.france24.com/en/20180905-syria-astana-peace-process
Frolovskiy, Dmitriy. 2019. What Putin Really Wants in Syria. Februari 1. Accessed
October 15, 2020. https://foreignpolicy.com/2019/02/01/what-putin-really-
wants-in-syria-russia-assad-strategy-kremlin
Heller, Sam. 2017. Geneva Peace Talks Won’t Solve Syria—So Why Have Them? Juni
30. Accessed September 20, 2020. https://tcf.org/content/report/geneva-peace-
talks-wont-solve-syria/?session=1.
Karadeniz, Tulay dan Suleiman Al-Khalidi. 2018. Syria's Idlib spared attack, Turkey
to send in more troops. September 18. Accessed September 4, 2020.
https://web.archive.org/web/20181203052807/https://www.reuters.com/article
/us-mideast-crisis-syria-rebels/syrias-idlib-spared-attack-turkey-to-send-in-
more-troops-idUSKCN1LY0T9 .
Lin Jenkins, Vladimir Putin announces Russian sanctions against Turkey [Artikel
online] (The Guardian: 28 November 2015) Accessed January 4, 2021.
https://www.theguardian.com/world/2015/nov/28/vladimir-putin-calls-for-
greater-sanctions-against-turkey
Macaron, Joe. 2019. Are Russia and Turkey making deals or parting ways in Syria?
September. Accessed September 4, 2020.
https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/russia-turkey-making-deals-
parting-ways-syria-190515163715038.html
Mariam Karouny. 2014. In northeast Syria, Islamic State builds a government.
Accessed January 6 2021 https://www.reuters.com/article/us-syria-crisis-
raqqa-insight/in-northeast-syria-islamic-state-builds-a-government-
idUSKBN0GZ0D120140904
Masi, Alessandria. 2015. Syria Talks: Rebel Negotiations In Saudi Arabia Exclude Key
Players In Syrian Opposition. December 12. Accessed July 5, 2020.
121
https://www.ibtimes.com/syria-talks-rebel-negotiations-saudi-arabia-exclude-
key-players-syrian-opposition-2223287.
Mohammed Tawfeeq dan Steve Almasy. 2018. Abu Bakr al-Baghdadi admits ISIS is
losing in apparent audio message. Accessed January 6 2021
https://edition.cnn.com/2018/08/22/middleeast/isis-leader-abu-bakr-al-
baghdadi-recording/index.html
Perry, Tom. 2016. Syrian Kurds, allies set to approve new government blueprint.
December 28. Accessed August 10, 2020. Tom Perry, Syrian Kurds, allies set
to approve new government https://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-
syria-constitution-idUSKBN14H0X3?il=0
Porter, Gareth. 2016. Obama’s Syria Policy and the Illusion of US Power in the Middle
East. October 9. Accessed August 10, 2020.
https://www.commondreams.org/views/2016/10/09/obamas-syria-policy-and-
illusion-us-power-middle-east
Reuters. 2015. Russia says Riyadh talks do not speak for entire Syrian opposition.
Accessed January 7 2021 https://www.reuters.com/article/mideast-crisis-syria-
russia/russia-says-riyadh-talks-do-not-speak-for-entire-syrian-opposition-
idINKBN0TV0FG20151212
RIA Novosti. 2017. Negotiations in Astana to Resolve the Conflict in Syria. May 3.
Accessed September 23, 2020. https://ria.ru/20170503/1493513888.html
—. 2017. Talks in Astana to resolve the conflict in Syria. March. Accessed September
20, 2020. https://ria.ru/20170503/1493513888.html
—. 2017. The second day of talks on Syria: the opposition did not come dispensed with
it. March 13. Accessed October 16, 2020.
https://ria.ru/20170315/1490118708.html
Shaikh, Zaki. 2020. Moscow's Maneuvres for Mediterranean Bases & ME Markets.
April 2. Accessed October 5, 2020.
https://studies.aljazeera.net/sites/default/files/articles/documents/2020-
04/Moscow%27s%20Maneuvres%20for%20Mediterranean%20Bases%20%2
6%20ME%20Markets_2.pdf
Temizer, Selen. 2018. 11th round of Syria peace talks ends in Astana. November 29.
Accessed August 30, 2020. https://www.aa.com.tr/en/middle-east/11th-round-
of-syria-peace-talks-ends-in-astana-/1325005
Vladimir Isachenkov. 2019. Russia says it sent hundreds of additional troops to Syria.
Accessed January 7 2021 https://www.militarytimes.com/news/your-
122
military/2019/10/25/russia-says-it-sent-hundreds-of-additional-troops-to-
syria/
Top Related