Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
1
KEMAMPUAN CARING PERAWAT KOMUNITAS DI PUSKESMAS
YANG MEMILIKI NURSING CENTER DI KOTA BANDUNG
Mamat Lukman1, Dian Adiningsih2, Dandy Akmal3
1 ,2 Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran 3 Alumni Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
Abstrak
Caring merupakan aspek penting dalam praktik keperawatan. Selama ini, terbatasnya publikasi
tentang perkembangan kemampuan caring perawat komunitas masih kurang. Kemampuan caring
perawat komunitas memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan caring perawat komunitas
di Puskesmas yang memiliki Nursing Center (NC) di kota Bandung.Penelitian deskriptif kuantitatif
ini dilakukan kepada 34 perawat di Puskesmas yang yang memiliki NC di kota Bandung. Instrumen
yang digunakan adalah Caring Ability Inventory (CAI) yang sudah diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
sebanyak 44,1% perawat memiliki kemampuan caring rendah, 41,2% perawat memiliki kemampuan
caring sedang dan hanya 14,7% perawat memiliki kemampuan caring tinggi.. Hasil klasifikasi
kemampuan caring perawat berdasarkan aspek pengetahuan (knowing) dan kesabaran (patience)
sudah cukup baik, sedangkan berdasarkan aspek keberanian (courage) masih rendah. Simpulan dari
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat komunitas di Puskesmas yang memiliki
NC di kota Bandung masih kurang terutama pada aspek keberanian (courage). Berdasarkan hasil
tersebut, maka pihak instansi pendidikan keperawatan dan pihak manajemen sumber daya manusia di
Puskesmas harus melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan caring perawat.
Kata kunci: Caring, Nursing Center, Perawat Komunitas, Puskesmas.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
2
CARING ABILITY OF COMMUNITY NURSES AT SIX NURSING CENTER
IN BANDUNG
Abstract
Caring is an important aspect of nursing practice. So far, the limited of publication about the
development of caring abilities of community nurses is still deficient. The ability of caring community
nurses has an important role to increase the quality of services in Puskesmas. So the development of
skills of caring community nurses need to be considered by the human resources t at Puskesmas. The
purpose of this research will to know the description about ability of caring community nurses at
Puskesmas which have Nurshing Center in Bandung City. This quantitative descriptive research was
use the total sampling of approach method. This research was conducted to 34 nurses at the
Puskesmas that have an NC in Bandung. The instruments that be used is Caring Ability Inventory
(CAI) which has been translated into Indonesian. The data were analyzed using descriptive statistics.
The result of this research indicate that 44.1% nurses was in range of low, 41.2% nurses have
moderate, and just 14,7% nurses have high caring abilities . The results of the classification of caring
nurses ability also based on aspects of knowledge (knowing) and patience (patience) was already
decent, as the same time based on of courage (courage) aspect was still low. A summary of this
research indicate that the majority of nurses in Puskesmas have an NC in Bandung City was still
deficient especially in courage aspect (courage). Based on those results, the instances of nursing
education and the of human resources in Puskesmas should pay more attention to efforts to enhance
the capabilities of caring nurses.
Keywords: Caring, Nursing Center, Community Nurses, Puskesmas
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
3
A. PENDAHULUAN
Perawat merupakan profesi atau
tenaga kesehatan yang jumlah dan
kebutuhannya paling banyak dibandingkan
tenaga kesehatan yang lain. Berdasarkan data
dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
(BPPSDMK) pada Desember 2016 persentase
jumlah tenaga keperawatan di Indonesia
paling banyak dibandingkan tenaga kesehatan
yang lain, yaitu 30% (Kementrian Kesehatan
RI, 2017).
Puskesmas merupakan ranah kerja
perawat komunitas, dimana peran perawat
komunitas sangat signifikan dalam upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Perawat komunitas berperan sebagai manejer
kasus, pelaksana asuhan keperawatan,
pendidik, advocate, konselor, role model,
penemu kasus dan change agent (Kholifah &
Widagdo, 2016). Salah satu upaya Puskesmas
dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dan membutuhkan kemampuan
caring perawat komunitas yang optimal
adalah NC yang menjadikan caring sebagai
pusat didalam model NC (Samba, 2007;
didalam Munir (2015).
Hasil penelitian Rass (2008) di
dalam Tafwidhah, Nurachmah, dan Hariyati,
(2012) keberhasilan dari kegiatan di
Puskesmas dipengaruhi oleh kompetensi
perawat, seperti pengetahuan, pelatihan yang
pernah diikuti dan termasuk kemampuan
caring perawat komunitas di Puskesmas.
Caring perawat komunitas dalam
mengaplikasikan proses keperawatan kepada
pasien (individu, keluarga, dan komunitas) di
masyarakat, merupakan inti dari pelayanan
NC (Samba, 2007; didalam Munir, 2015).
Caring merupakan inti dari
keperawatan, dimana semua praktik
keperawatan harus dilandasi dengan nilai-
nilai moral yang berdasarkan nilai
kemanusiaan dan mendahulukan
kesejahteraan orang lain, dalam hal ini pasien,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Menurut
Nkongho (1990) caring adalah upaya
menolong orang lain untuk tumbuh dan
mengaktualisasikan dirinya. Caring
mengandung tiga aspek utama, yaitu aspek
pengetahuan (knowing), aspek keberanian
(courage) dan aspek kesabaran (patience)
(Nkongho, 1990; dalam Gutshall, 2011).
Ketiga aspek caring tersebut sangat
penting dimiliki oleh seorang perawat
termasuk perawat komunitas. Dimana aspek
pengetahuan (knowing) dapat
menggambarkan tentang kemampuan perawat
komunitas untuk mengetahui langkah-
langkah dalam memahami diri sendiri dan
orang lain (pasien dan keluarga pasien), aspek
keberanian (courage) untuk mengetahui
kemampuan perawat komunitas dalam
menghadapi hal-hal baru saat menghadapi
pasien yang unik dan aspek kesabaran
(patience) untuk mengetahui kemampuan
perawat komunitas dalam mentoleransi
keadaan pasien serta ketekunan yang dimiliki
oleh seorang perawat (Nkongho, 1990; dalam
Gutshall, 2011).
Kemampuan caring perawat
komunitas dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti faktor demografi, kognitif,
tingkat pendidikan dan beban kerja perawat.
Menurut Wang et al (2015) dalam
penelitiannya kepada 444 perawat dari 22
institusi keperawatan lansia di Shanghai,
Republik Rakyat Cina, menemukan bahwa
faktor demografi seperti usia, jenis kelamin
dan tingkat pendidikan memiliki hubungan
dengan tingkat kemampuan caring perawat.
Kemampuan caring perawat
memiliki dampak positif terhadap kesehatan
pasien dan keluarganya. Menurut Watson
(2012) dengan caring, hubungan
interpersonal antara perawat dan pasien dapat
terjadi sehingga akan menciptakan rasa aman,
nyaman dan percaya pasien kepada perawat.
Menurut Sera, Triyoso, dan Furqoni (2014)
kemampuan caring perawat kepada pasien
dapat memengaruhi persepsi pasien terhadap
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
4
kepuasan dari mutu pelayanan fasilitas
kesehatan sehingga meningkatkan loyalitas
atau kepercayaan pasien terhadap suatu
lembaga penyedia layanan kesehatan. Selain
itu menurut Maulidia, Ugrasena, dan Sufyanti,
(2016) caring perawat dapat mengurangi
stresor pasien dan keluarga dalam proses
penyembuhannya.
Selain itu, elemen penting lainnya
dari penilaian akreditasi Puskesmas adalah
evaluasi kegiatan di Puskesmas, termasuk NC.
Salah satu indikator penilaian keberhasilan
NC di Puskemas adalah kemampuan dari
Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu,
yaitu perawat komunitas yang memiliki
kemampuan caring yang baik. Hasil evaluasi
kegiatan NC yang dilakukan oleh tim penilai
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun
2016 di beberapa kota/kabupaten di Jawa
Barat masih kurang, khususnya dalam
kemampuan caring perawat yang merupakan
inti dari teori model NC (Juniarti, 2016).
Dalam rangka meningkatkan
keberhasilan kegiatan di Puskesmas
khususnya NC, penting untuk mengetahui dan
mengukur kemampuan caring perawat
komunitas. Sehingga dengan diketahuinya
tingkat kemampuan caring perawat
komunitas di Puskesmas yang memiliki NC di
kota Bandung, dapat menjadi tolak ukur
dalam mengupayakan untuk meningkatkan
kemampuan caring perawat. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mengambil judul
penelitian “Kemampuan Caring Perawat
Komunitas di Puskesmas yang Memiliki
Nursing Center di Kota Bandung”.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan total sampling. Penelitian ini
dilakukan kepada 34 perawat di Puskesmas
yang memiliki Nursing Center di Kota
Bandung. Pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan kuesioner Caring Abiliti
Inventori (CAI) yang dikembangkan oleh
Nkongho (1990) serta telah diterjemahkan
kedalam Bahasa Indonesia.
C. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini menjawab tujuan
dalam penelitian. Hasil penelitian ini
menggambarkan kemampuan caring perawat
komunitas di Puskesmas yang memiliki NC di
Kota Bandung.
a. Kemampuan Caring Perawat Komunitas
di Puskesmas yang Memiliki NC di Kota
Bandung
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Caring Perawat Komunitas di Puskesmas yang Memiliki
NC di Kota Bandung (N=34)
Kategori Kemampuan Caring Perawat f %
Kemampuan caring rendah 15 44,1
Kemampuan caring sedang 14 41,2
Kemampuan caring tinggi 5 14,7
Berdasarkan Tabel 1 didapatkan hasil bahawa
kemampuan caring perawat komunitas di
Puskesmas yang memiliki NC di kota
Bandung mayoritas berada didalam kategori
caring rendah (44,1%) sampai sedang
(41,2%).
b. Kemampuan Caring Perawat
Komunitas di Puskesmas yang Memiliki NC
di Kota Bandung berdasarkan Aspek
Pengetahuan (Knowing), Kenberanian
(Courage) dan Kesabaran (Patience)
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
5
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Caring Perawat Komunitas
Berdasarkan Aspek Pengetahuan (Knowing), Keberanian (Courage) dan Kesabaran (Patience)
(N=34)
Kategori Caring
Perawat
Knowing Courage Patience
f % f % f %
Rendah 5 14,7 22 64,7 7 20,6
Sedang 18 52,9 8 23,5 17 50
Tinggi 11 32,4 4 11,8 10 29,4
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa
kemampuan caring perawat Puskesmas yang
memiliki NC dalam aspek pengetahuan
(knowing), lebih dari setengah perawat berada
dalam kategori sedang (52,9%) dan tinggi
(32,4%). Pada aspek keberanian (courage)
sebagian besar perawat berada di kategori
rendah (64,7%). Sedangkan pada aspek
kesabaran (patience) mayoritas perawat
berada dalam kategori sedang (50%) dan
kategori tinggi (29,4%).
c. Kemampuan Caring Perawat Komunitas
di Puskesmas yang Memiliki NC di Kota
Bandung Berdasarkan Karakteristik
Demografi.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Caring Perawat Komunitas di Puskesmas yang Memiliki
NC di Kota Bandung Berdasarkan karakteristik demografi (N=34)
Kemampuan Caring Perawat
Karakteristik Perawat Rendah Sedang Tinggi
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
3
12
60
41,3
1
13
20
44,9
1
4
20
13,8
Usia
23 – 40 tahun
41 – 57 tahun
9
6
39,1
54,5
11
3
47,8
27,3
3
2
13,1
18,2
Pendidikan Terakhir
SPK
D3
S1/Ners
3
9
3
60
50
21,4
2
6
6
40
33,3
42,9
0
3
5
0
16,7
35,7
Berdasarkan tabel 3 kemampuan caring
perawat di Puskesmas yang memiliki NC di
kota Bandung didapatkan bahwa berdasarkan
dari jenis kelamin, kemampuan caring pada
perawat laki-laki dan perawat sama-sama
lebih banyak perawat yang berada dalam
kategori rendah sampai sedang. Perawat
dengan rentang usia 23 – 57 tahun memiliki
kemampuan caring yang hampir sama.
Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan
perawat yang memiliki pendidikan terakhir
S1/Ners memiliki persentase perawat yang
memiliki kemampuan caring tinggi (35,7%)
lebih banyak dari perawat yang lulusan SPK
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
6
D. PEMBAHASAN
1. Kemampuan Caring Perawat
Komunitas di Puskesmas yang Memiliki NC
di Kota Bandung, hasil penelitian tentang
kemampuan caring perawat komunitas di
Puskesmas yang memiliki NC di kota
Bandung (tabel 1) mayoritas perawat berada
pada kategori caring rendah (44,1%) dan
sedang (41,2%). Hal ini sejalan dengan hasil
evaluasi pelaksanaan kegiatan NC yang
dilakukan oleh tim penilai kegiatan NC
provinsi Jawa Barat tahun 2016, bahwa hasil
penilaiannya berada pada kategori kurang,
khususnya pada aspek penilaian sumber daya
manusianya (Juniarti, 2016).
Hasil ini serupa dengan penelitian
Lumbantobing, Adiningsih, dan Praptiwi
(2017) tentang analisis caring ability perawat
dan bidan di RS X Bandung bahwa sebagian
besar perawat dan bidan memiliki
kemampuan caring pada kategori sedang
(34,88%) sampai rendah (39,53%). Hal
tersebut tidak hanya ditemukan pada
kelompok perawat, akan tetapi juga
ditemukan dalam kelompok mahasiswa calon
perawatan. Seperti dalam penelitian yang
dilakukan oleh Kurnia (2017) tentang
kemampuan caring mahasiswa keperawatan
Universitas Padjadjaran (n=240) yang
hasilnya menunjukkan bahwa setengah dari
mahasiswa yang menjadi responden memiliki
kemampuan caring kategori rendah (50%).
Gadow (1984) menyatakan caring
seorang perawat tidak hanya berbicara tentang
ekspresi emosi, kepedulian, sikap, atau
keinginan untuk menolong pasien, akan tetapi
caring perawat harus dlandasi nilai-nilai,
kesediaan, dan komitmen untuk melayani,
mengembangkan ilmu, berperilaku caring,
dan menerima berbagai konsekuensi yang
mungkin terjadi (Gadow, 1984; didalam
Watson; 2012). Lachman (2012) menyatakan
bahwa hal tersebut harus dilakukan oleh
seorang perawat mulai saat komitmen moral
untuk melayani dan menolong pasien
(Lachkman, 2012; didalam (Lumbantobing et
al., 2017).
Penelitian Wang dan kawan-kawan
(2015) terdapat hubungan antara caring
dengan usia, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan perawat (Wang et al., 2015). Hasil
tersebut juga ditemukan didalam penelitian ini
(Tabel 3) yang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan caring perawat
berdasarkan data demografi, yaitu usia, jenis
kelamin dan khususnya tingkat pendidikan
dimana perawat yang lulusan S1/Ners
memiliki persentase perawat yang memiliki
kemampuan caring kategori tinggi (35,7%)
lebih banyak dibandingkan lulusan D3 atau
SPK.
Siagiaan (2010) dalam bukunya
menuliskan bahwa semakin tinggi usia
seseorang maka akan mampu menunjukkan
kematangan jiwa dan semakin dapat berpikir
rasional, bijaksana, mampu mengendalikan
emosi serta terbuka dalam menerima kritik.
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Supriatin (2015) tentang
perilaku caring perawat berdasarkan faktor
individu dan organisasi di RSUD Kota
Bandung (n=43) bahwa terdapat hubungan
antara perilaku caring perawat dengan
karakteristik demografi, yaitu usia, masa kerja
perawat, kepemimpinan, struktur organisasi,
imbalan dan desain kerja.
Selain faktor demografi, kemampuan
caring perawat juga dipengaruhi oleh banyak
faktor-faktor lain, seperti faktor motivasi,
desain pekerjaan, sikap, dan presepsi perawat
(Tan, 2016). Hal tersebut juga didukung oleh
penelitian Mandagi dan kawan-kawan (2015),
bahwa kinerja perawat dipengaruhi oleh
motivasi, supervisi dan penghargaan perawat.
Diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk
mengetahui faktor-faktor lain yang
memengaruhi caring perawat.
Watson (2012) menyebutkan caring
adalah suatu karakteristik interpersonal yang
tidak diturunkan secara genetika, namun
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
7
diperoleh dari proses pendidikan yang
menjadi budaya profesi. Hal ini menunjukkan
bahwa pendidikan tentang caring harus
dilakukan secara berkelanjutan kepada
perawat mulai sejak masuk sekolah calon
perawat hingga masuk ke ranah profesi. Hal
tersebut didukung oleh Martinsen (1990;
dalam Tomey, A.M & Alligood, 2006) yang
menyatakan bahwa untuk mencapai tahap
profesional, caring membutuhkan pendidikan
dan pelatihan.
Menurut Siagian (1999) mengatakan
bahwa untuk meningkatkan kompetensi
perawat secara formal dapat dilakukan dengan
meningkatkan pendidikan perawat ke tingkat
yang lebih tinggi seperti diploma atau sarjana
dan peningkatan secara informal bisa dengan
mengikuti pelatihan seminar atau workshop
ilmiah keperawatan (Siagian, 1999; dalam
Tafwidhah et al., 2012). Sehingga peneliti
berpendapat bahwa upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan caring dan
keberhasilan suatu kegiatan di Puskesmas
adalah perlunya melakukan peningkatan
tingkat pendidikan perawat dan
menyelenggarakan pelatihan-pelatihan yang
dapat menambah pengetahuan dan
menumbuhkan perilaku caring perawat.
Lebih lanjut menurut Rass (2008) yang
menyatakan bahwa keberhasilan kegiatan di
Puskesmas dipengaruhi oleh kemampuan dan
kompetensi serta caring dari perawat (Rass;
2008 dalam Tafwidhah, Nurachmah & Hayati
(2012). Menurut Watson (2012) caring
perawat merupakan upaya untuk menjalin
hubungan interpersonal antara perawat
dengan pasien sehingga dapat menciptakan
rasa aman, nyaman dan percaya pasien kepada
perawat. Sehingga sangat dibutuhkan upaya-
upaya yang dapat meningkatkan caring
perawat kepada pasien. Sebagai upaya untuk
meningkatkan caring perawat, manajer
sumber daya manusia di Puskesmas dapat
menerapkan sitem penilaian atas kinerja
perawatnya, dimana perawat yang memiliki
kinerja dan caring yang baik dapat diberikan
penghargaan/ rewards.
Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Prihandhani (2015), sistem rewards yang
menjadi budaya dari sebuah organisasi
pelayanan kesehatan dapat memengaruhi
caring perawat. Penelitian ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Mandagi
et al ( 2015) bahwa aspek penghargaan dapat
memengaruhi kinerja perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.
Rewards didalam organisasi
memiliki tujuan memotivasi SDM untuk
mencapai sasaran-sasaran kerja. Pemberian
rewards tidak hanya berupa upah, gaji, bonus
komisi dan pembagian laba atau rewards
finansil, akan tetapi rewards nonfinansial
tidak kalah penting untuk memuaskan
kebutuhan psikologis pekerja (Ivancevich,
Konopaske, & Matteson, 2006). Hal ini juga
sesuai dengan hasil penelitian Royani, Sahar
dan Mustikasari (2012) bahwa perawat
memiliki persepsi yang lebih tinggi terhadap
penghargaan nonfinansial dari pada
penghargaan finansial. Penghargaan non
finansial yang dimaksud dapat berupa
pencapaian yang bisa didapat perawat,
pengakuan, pengaruh dan pertumbuhan diri.
Hal ini karena perasaan puas atas pemenuhan
kebutuhan non finansial akan jauh lebih lama
dikenang dibandingkan faktor finansial.
Peneliti berpendapat bahwa sistem
penghargaan/rewards nonfinansial berupa
pengakuan dari lingkungan kerja perawat
dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan caring perawat komunitas di
Puskesmas.
2. Kemampuan Caring Perawat Komunitas
di Puskesmas yang Memiliki NC di Kota
Bandung pada Aspek Pengetahuan
(Knowing), Aspek Keberanian (Courage)
dan Aspek Kesabaran (Patience)
Hasil penelitian kemampuan caring
perawat komunitas di Puskesmas yang
memiliki NC di Kota Bandung (tabel 2) pada
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
8
aspek pengetahuan (knowing) didapatkan
bahwa sebagian besar perawat berada dalam
kategori caring sedang (52,9%) dan tinggi
(32,4%). Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan perawat tentang caring sudah
cukup baik, akan tetapi perlu dilakukan upaya
yang dapat meningkatan pengetahuan perawat
tentang caring agar menunjang
kinerjaperawat
Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2016) tentang
kemampuan caring mahasiswa profesi
angkatan XXX dan XXXI pada aspek
pengetahuan (knowing) mahasiswa hampir
setengahnya berada pada kategori caring
tinggi (49,2%). Hasil tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kurnia (2017) tentang
kemampuan caring mahasiswa keperawatan
Universitas Padjadjaran bahwa lebih dari
setengah mahasiswa keperawatan memiliki
kemampuan caring pada aspek pengetahuan
(knowing) kategori sedang (44,6%) sampai
tinggi (39,6%).
Menurut Watson (2012) aspek
pengetahuan sangat dibutuhkan oleh seorang
perawat dalam memberikan asuhan
keperawatannya kepada pasien. Karena
seorang perawat membutuhkan pengetahuan
yang baik dalam upaya melindungi,
meningkatkan dan menjaga status kesehatan
pasien agar tetap sehat serta membantu pasien
untuk meningkatkan pengetahuan dan
pengendalian dirinya. Menurut Asmadi
(2008), peningkatan pengetahuan dan
pengertian tentang caring secara umum
dimulai sejak sekolah calon perawat, hal ini
karena keperawatan tidak hanya berlangsung
dalam tatanan praktik, tetapi juga dalam
tatanan pendidikan (Asmadi, 2008; didalam
Lumbantobing et al., 2018). Menurut Siagian
(2010) mengatakan bahwa upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kognitif
perawat dibagi menjadi dua, yaitu secara
formal (meningkatkan tingkat pendidikan
perawat) dan secara informal (pelatihan,
seminar atau workshop ilmiah keperawatan).
Hasil tabel 2 tentang caring perawat pada
aspek keberanian (courage) didapatkan
bahwa 64,7% perawat memiliki kemampuan
rendah pada aspek keberanian (courage). Hal
ini menunjukkan bahwa perawat memiliki
keberanian yang kurang dalam menerapkan
caring kepada pasien dan perlu ditingkatkan.
Hasil tidak hanya ditemukan pada perawat
profesional, akan tetapi juga ditemkan pada
mahasiswa calon perawat. Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Dewi (2016) tentang
kemampuan caring mahasiswa profesi
angkatan XXX dan XXXI pada aspek
keberanian (courage) sebagian besar
dikategorikan rendah (76,2%). Hasil yang
lebih rendah juga didapatkan didalam
penelitian yang dilakukan oleh Kurnia (2017)
tentang kemampuan caring mahasiswa
keperawatan Universitas Padjadjaran bahwa
mayoritas mahasiswa keperawatan memiliki
caring rendah pada aspek keberanian (88,8%).
Hal ini menunjukkan bahwa
keberanian perawat masih kurang dalam
menerapkan kemampuan caring kepada
pasien, sehingga perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan keberanian perawat untuk
mendukung kemampuan caring perawat
dalam menghadapi hal-hal baru, kesulitan dan
tuntutan kerja. Menurut Lindh, Barbosa, Berg,
dan Severinsson (2010) didalam penelitiannya
mengatakan bahwa menumbuhkan rasa
keberanian dari diri perawat sangat penting
untuk mempersiapkan mereka agar bertindak
sesuai etik dalam praktek keperawatan.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
9
Caring dalam aspek keberanian
(courage) dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan hubungan dengan sesama
manusia, membantu orang lain untuk percaya
kepada diri sendiri, belajar dan mendukung
keyakinan orang lain, menggali kemungkinan
yang dapat terjadi, berusaha berkerja secara
objektif, tidak menghakimi, jujur dan tulus,
memperlihatkan kepekaan dan keterbukaan
kepada orang lain (Watson Caring Science
Institute, 2010).
Nkongho (1990) menyatakan bahwa
keberanian seseorang untuk menemukan
kesempatan baru serta mampu mengambil
resiko dari kesempatan tersebut dan percaya
terhadap kemampuannya, maka perilaku
caring akan tumbuh seiring dengan waktu (
Nkongho, 1990; didalam Gutshall, 2011).
Nursalam (2017) menyatakan untuk
menumbuhkan keberanian didalam dirinya,
seorang perawat harus berperan sebagai
change agent dengan memiliki prinsip “ners
must make a history, not just story”, untuk
mewujudkan itu dibutuhkan keberanian dalam
berbuat dan berubah menjadi lebih baik.
Sehingga seorang perawat harus memiliki
keberanian dalam dirinya untuk berubah dan
tidak takut untuk berbuat baik termasuk
berperilaku caring.
Selanjutnya, berdasarkan tabel 2
kemampuan caring perawat komunitas di
Puskesmas yang memiliki NC di kota
Bandung pada aspek kesabaran (patience)
didapatkan bahwa mayoritas dari perawat
berada dalam kategori caring sedang (50%)
sampai tinggi (29,4%). Hal ini menunjukkan
bahwa caring perawat pada aspek kesabaran
sudah cukup baik, akan tetapi perlu upaya
untuk meningkatkan kesabaran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien yang unik.
Dwidiyanti (2007) menyatakan
perawat merupakan profesi yang mulia karena
diperlukan kesabaran dan ketenangan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dengan sepenuh hati. Seorang perawat
membutuhkan kemampuan dalam
memperhatikan orang lain, keterampilan
intelektual, teknik dan interpersonal yang
tercermin didalam caring perawat
(Dwidiyanti, 2007; dalam Sera, Triyoso dan
Furqoni, 2014). Menurut Watson Caring
Science Institute (2010) untuk membentuk
perilaku caring, harus memiliki sikap tenang
dan sabar saat menemani dan mendampingi
orang lain.
Penelitian El Hafiz, Rozi, Lila, dan
Mundzir (2013) konsep sabar merupakan nilai
ideal (virtue) yang berasal dari ajaran agama
Islam, sabar adalah kemampuan memberi
respon awal secara aktif dalam memahami
emosi, pikiran, perkataan, dan perbuatan pada
saat senang dan susah dengan mentaati aturan
untuk tujuan kebaikan dengan didukung oleh
optimisme, pantang menyerah, semangat
mencari informasi atau ilmu, memiliki
semangat untuk membuka alternatif solusi,
konsisten, dan tidak mudah mengeluh (El
Hafiz, Rozi, Lila, & Mundzir, 2013; didalam
Nugraheni, Hafiz, & Rozi, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh
Armida Sari, Frinaldi, dan Syamsir (2015)
dengan pemahaman tentang nilai-nilai agama
Islam seperti ikhlas, sabar dan tawakal dapat
memberikan pengaruh positif terhadap
budaya kerja PNS. Sehingga peneliti
berpendapat bahwa cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kesabaran perawat
adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama
melalui pembelajaran agama rutin yang
diberikan kepada perawat Puskesmas.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
10
E. SIMPULAN
Kemampuan caring perawat komunitas
di Puskesmas yang memiliki NC di kota
Bandung sebagian besar perawat memiliki
kemampuan caring dalam rentang rendah
(44,1%) sampai kategori sedang (41,2%), hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan caring
perawat komunitas di Puskesmas yang
memiliki NC di kota Bandung masih kurang.
Kemampuan caring perawat berdasarkan
aspek pengetahuan (knowing) sebagian besar
dari perawat berada dalam kategori sedang
(52,9%) sampai kategori tinggi (32,4%), hal
ini menunjukkan bahwa caring perawat
berdasarkan aspek pengetahuan (knowing)
sudah cukup baik. Kemampuan caring
perawat berdasarkan aspek keberanian
(courage) mayoritas perawat berada dalam
kategori caring rendah (64,7%), hal ini
menunjukkan bahwa caring perawat
berdasarkan aspek keberanian (courage)
masih kurang. Sedangkan caring perawat
komunitas pada aspek kesabaran (patience)
sebagian besar dari perawat komunitas berada
dalam kategori caring sedang (50%) sampai
kategori tinggi (29,4%), hal ini menunjukkan
bahwa caring perawat komunitas berdasarkan
aspek kesabaran (patience) sudah cukup baik
.
DAFTAR PUSTAKA
Armida Sari, J., Frinaldi, A., & Syamsir.
(2015). Pengaruh Pemahaman Nilai
Agama Islam Terhadap Budaya Kerja
Pegawai Negeri Sipil Di Kabupaten
Pasaman Barat. Humanus, 14(2), 196.
https://doi.org/10.24036/jh.v14i2.5686
Tan. (2016). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Prilaku Caring Perawat
dalam Menangani Pasien Kritis di
Ruangan ICU, HCU RSUD DOK II
JAYAPURA dan ICU RSUD AVEPURA
di Provinsi Papua. Universitas
Padjadjaran. Retrieved from
http://kandaga.unpad.ac.id/Record/IOS
1.13375#details
Dewi, D. (2016). Kemampuan Caring
Mahasiswa Program Profesi Ners
Fakultas Keperawatan Universitas
Padjadjaran. Universitas Padjadjaran.
Dwidiyanti. (2007). Caring: Kunci Sukses
Perawat/ners Mengamalkan Ilmu.
Semarang: Hasani.
Gutshall, a. (2011). Measuring the Ability to
Care in Pre-Service Teachers. SRATE
Journal, 20(1), 33. Retrieved from
files.eric.ed.gov/fulltext/EJ948705.pdf
Ivancevich, M., Konopaske, J. ., & Matteson,
M. . (2006). Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Juniarti, N. (2016). Penilaian Supervisi dan
Pembinaan Sentra Keperwaatan
Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun
2016 Wilayah
Kabupaten/Kota|Rekapitulasi Akhir.
Bogor, Ciamis, Bekasi.
Kementrian Kesehatan RI. (2017). 12 Mei
Situasi Tenaga Keperawatan Indonesia.
Jakarta: InfoDATIn:Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Kholifah, S. N., & Widagdo, W. (2016).
Modul Keperawatan Keluarga dan
Komunitas. Jakarta: Kementrian
Kesehtan Republik Indonesia.
Kurnia, I. (2017). Kemampuan Caring
Mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran. Universitas
Padjadjaran, Sumedang.
Lindh, I., Barbosa, A., Berg, A., &
Severinsson, E. (2010). Courage and
Nursing Practice: a Theoretical
Analytical Analysis. Nurs Ethics, 17(5),
55–565.
https://doi.org/10.1177/096973301036
9475
Lumbantobing, V., Adiningsih, D., &
Praptiwi, A. (2017). Analisis Caring
Ability Perawat Dan Bidan Di Rs X
Bandung. Journal Nursing Care and
Biomolecular, 2(2), 77–83. Retrieved
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
11
from
http://jnc.stikesmaharani.ac.id/index.ph
p/JNC/article/view/62/101
Mandagi, F. M., Umboh, J. M. L., & Rattu, J.
A. M. (2015). Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kinerja
Perawat dalam Menerapkan Asuhan
Keperawatan di RSU Bethesda GMIM.
Jurnal E-Biomedik, 3(3). Retrieved
from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/e
biomedik/article/view/10479
Maulidia, R., Ugrasena, D. I. D. G., &
Sufyanti, Y. (2016). Penurunan
kecemasan dan koping orang tua dalam
merawat anak yang mengalami
hospitalisasi melalui penerapan. Jurnal
Hesti Wira Sakti, 4(1), 58–73. Retrieved
from https://jurnal.poltekkes-
soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article
/view/123
Munir, M. (2015). Pengembangan Ponkesdes
Menjadi Community Nursing Center
Berbasis Health Promotion Model,
Nursing Center, Dan Perilaku Kinerja
Di Kabupaten Tuban. Airlangga.
Retrieved from
http://repository.unair.ac.id/30068/
Nkongho, N. (1990). The Caring Ability
Inventory. In O. Strickland & E. Waltz,
Measurement of Nursing Outcomes, Vol
4. New York: Springer.
Nugraheni, R. F., Hafiz, S. El, & Rozi, F.
(2016). Hubungan antara Kesabaran
dan Academic Self-efficacy pada
Mahasiswa Rizka. Jurnal Ilmiah
Penelitian Psikologi, 2(2), 15–23.
Retrieved from
https://jipp.uhamka.ac.id/index.php/jip
p/article/view/17
Nursalam. (2017). Caring As Core Value In
Nursing Dalam Meningkatkan Mutu
Asuhan Keperawatan. Retrieved April
22, 2018, from http://research-
report.umm.ac.id/index.php/research-
report/article/view/1392
Prihandhani, I. G. A. S. (2015). Hubungan
Faktor Individu dan Budaya Organisasi
dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Umum Ganesha Gianyar.
Universitas Udayana.
Royani, Sahar, J., & Mustikasari. (2012).
Sistem penghargaan terhadap kinerja
perawat melaksanakan asuhan
keperawatan. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 15(2), 129–136. Retrieved
from
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/v
iew/38/38
Sera, T., Triyoso, & Furqoni, P. D. (2014).
Hubungan Perilaku Caring Perawat
Dengan Kepuasan Keluarga Pasien Jiwa
Di IRJ RSJD Provinsi Lampung. Jurnal
Kesehatan Holistik, 8(4), 186–191.
Retrieved from malahayati.ac.id/wp-
content/uploads/2016/08/7.-Tyan-
Prima-Triyoso-Caring.pdf
Siagiaan, S. . (2010). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Supriatin, E. (2015). Perilaku Caring Perawat
Berdasarkan Faktor Indiviu Dan
Organisasi. Jurnal Keperawatan
Indonesia (Vol. 18). Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/
110321/perilaku-caring-perawat-
berdasarkan-faktor-individu-dan-
organisasi
Tafwidhah, Y., Nurachmah, E., & Hariyati, R.
T. sri. (2012). Kompetensi Perawat
Puskesmas Dan Tingkat Keterlaksanaan
Kegiatan Perawatan Kesehatan
Masyarakat ( Perkesmas ). Jurnal
Keperawatan Indonesia, 15(2003), 21–
28. Retrieved from
http://www.jki.ui.ac.id/index.php/jki/ar
ticle/download/43/43
Tomey, A.M & Alligood, M. . (2006).
Nursing Theorists and Their Work (6th
ed.). Mosby Elsevier: ST. Louis.
Wang, Y., ed al. (2015). Nurses’ Practice
Environment and Their Job
Satisfaction: A Study on Nurses Caring
for Older Adults in Shanghai. PLOS
ONE.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
12
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0138035
Watson Caring Science Institute. (2010). Core
concepts of Jean Watson’s theory of
human caring/caring science. Retrieved
June 5, 2018, from
https://www.watsoncaringscience.org/
Watson, J. (2012). Human Caring Science: A
Theory of Nursing (2nd ed.). Colorado:
Kevin Sullivan.
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
13
Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No. 2 Agustus 2018
14
Top Related